TINJAUAN YURIDIS PENGANGKATAN DIREKSI TANPA MELALUI RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO.40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS.
ABSTRAK
TINJAUAN YURIDIS PENGANGKATAN DIREKSI TANPA MELALUI
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) DIKAITKAN DENGAN
UNDANG-UNDANG NO.40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN
TERBATAS
Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas secara jelas telah mengatur mekanisme yang harus
dilaksanakan oleh organ Perseroan untuk melakukan pengangkatan
Direksi dan kewenangan pengangkatan Direksi tersebut sepenuhnya
merupakan wewenang RUPS. Dalam pelaksanaannya terdapat
pengangkatan direksi pada Perseron tidak melalui RUPS yang tidak
sesuai terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Masalah yang terjadi akibat penganggkatan Direksi
yang tidak melalui RUPS adalah keabsahan status dan tanggung jawab
direksi yang tidak diangkat melalui RUPS.
Metode pendekatan yang digunakan peneliti adalah yuridis normatif
yang menitikberatkan penelitian pada data sekunder dengan spesifikasi
penelitian deskriptif analitis yaitu menganalisis kaitan antara Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku dengan teori-teori hukum Perseroan
Terbatas dan praktik pelaksanaan pengangkatan direksi yang dilakukan
tanpa melalui RUPS yang menyangkut permasalahan mengenai
keabsahan status direksi perseroan juga tanggung jawab dari keabsahan
pengangkatannya. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian
ini adalah metode yuridis kualitatif.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah pertama,
bahwa pengangkatan Direksi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
diatur pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas maupun ketentuan yang telah disepakati pada anggaran dasar
Perseroan mengakibatkan status keabsahaan anggota direksi menjadi
tidak sah, sehingga konsekuensi hukum yang dapat timbul yaitu terjadinya
penolakan permohonan atau pemberitahuan yang diajukan oleh Direksi
kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan secara yuridis
perbuatan hukum Direksi dalam mewakili dan mengurus Perseroan batal
demi hukum. Kedua, tanggung jawab direksi yang pengangkatannya batal
demi hukum, sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan
menjadi tanggung jawab perseroan sesuai dengan ketentuan pada Pasal
95 ayat (3) UUPT. Perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama
perseroan oleh anggota direksi setelah pengangkatannya batal adalah
tidak sah dan menjadi tanggung jawab pribadi anggota direksi yang
bersangkutan
iv
TINJAUAN YURIDIS PENGANGKATAN DIREKSI TANPA MELALUI
RAPAT UMUM PEMEGANG SAHAM (RUPS) DIKAITKAN DENGAN
UNDANG-UNDANG NO.40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN
TERBATAS
Pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas secara jelas telah mengatur mekanisme yang harus
dilaksanakan oleh organ Perseroan untuk melakukan pengangkatan
Direksi dan kewenangan pengangkatan Direksi tersebut sepenuhnya
merupakan wewenang RUPS. Dalam pelaksanaannya terdapat
pengangkatan direksi pada Perseron tidak melalui RUPS yang tidak
sesuai terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas. Masalah yang terjadi akibat penganggkatan Direksi
yang tidak melalui RUPS adalah keabsahan status dan tanggung jawab
direksi yang tidak diangkat melalui RUPS.
Metode pendekatan yang digunakan peneliti adalah yuridis normatif
yang menitikberatkan penelitian pada data sekunder dengan spesifikasi
penelitian deskriptif analitis yaitu menganalisis kaitan antara Peraturan
Perundang-Undangan yang berlaku dengan teori-teori hukum Perseroan
Terbatas dan praktik pelaksanaan pengangkatan direksi yang dilakukan
tanpa melalui RUPS yang menyangkut permasalahan mengenai
keabsahan status direksi perseroan juga tanggung jawab dari keabsahan
pengangkatannya. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian
ini adalah metode yuridis kualitatif.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah pertama,
bahwa pengangkatan Direksi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
diatur pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas maupun ketentuan yang telah disepakati pada anggaran dasar
Perseroan mengakibatkan status keabsahaan anggota direksi menjadi
tidak sah, sehingga konsekuensi hukum yang dapat timbul yaitu terjadinya
penolakan permohonan atau pemberitahuan yang diajukan oleh Direksi
kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dan secara yuridis
perbuatan hukum Direksi dalam mewakili dan mengurus Perseroan batal
demi hukum. Kedua, tanggung jawab direksi yang pengangkatannya batal
demi hukum, sebelum pengangkatannya batal, tetap mengikat dan
menjadi tanggung jawab perseroan sesuai dengan ketentuan pada Pasal
95 ayat (3) UUPT. Perbuatan hukum yang dilakukan untuk dan atas nama
perseroan oleh anggota direksi setelah pengangkatannya batal adalah
tidak sah dan menjadi tanggung jawab pribadi anggota direksi yang
bersangkutan
iv