Larangan terhadap Pemegang Saham Nominee dalam Peraturan Perundang-undangan

(1)

LARANGAN TERHADAP PEMEGANG SAHAM NOMINEE

DALAM PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN INDONESIA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

NIM: 030200196

AHMAD AMAN

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LARANGAN TERHADAP PEMEGANG SAHAM NOMINEE

DALAM PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN INDONESIA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi dan Melengkapi Syarat-syarat untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum

Oleh:

NIM: 030200196

AHMAD AMAN

KETUA DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

NIP: 195603291986011001 Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH

DOSEN PEMBIMBING I DOSEN PEMBIMBING II

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH. MH

NIP: 195603291986011001 NIP: 197302202002121001

Dr. Mahmul Siregar, SH. M. Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang melarang kepemilikan saham secara nominee, yakni: “penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.” Ketentuan larangan pemegang saham nominee ini sungguh suatu hal yang menarik untuk diteliti, mengapa justru setelah 40 (empat puluh) tahun dibukanya kembali penanaman modal asing di Indonesia pada tahun 1967 melalui Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing, baru timbul larangan tegas seperti ini.

Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah mengenai bagaimana pengaturan tentang pemegang saham dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007, bagaimana larangan terhadap pemegang saham nominee dalam perseroan terbatas, bagaimana kedudukan pemegang saham nominee sebelum dan setelah adanya larangan undang-undang

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif. Metode penelitian normatif disebut juga sebagai penelitian doktrinal (doctrinal

research) yaitu suatu penelitian yang menganalisis hukum baik yang tertulis

didalam buku (law as it is written in the book), maupun hukum yang diputuskan oleh hakim melalui proses pengadilan (law it is decided by the judge through

judicial process). Penelitian hukum normatif dalam penelitian ini didasarkan data

sekunder dan menekankan pada langkah-langkah spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.

Saham yang dimiliki oleh pemegang saham memberikan hak kepada pemegang saham. Adapun hak-hak yang dimiliki oleh para pemegang saham antara lain: Hak memesan efek, Hak mengajukan gugatan ke pengadilan, Hak saham dibeli dengan harga wajar, Hak meminta ke pengadilan negeri menyelenggarakan RUPS, Hak menghadiri RUPS. Saham juga memberikan hak kepada pemiliknya untuk: Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi, Menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang-undang. Larangan mengenai pemegang saham nominee baru ada pada tahun 2007 yang dimuat dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan kendatipun larangan ini tidak diatur dalam undang-undang lainnya, seperti dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang-Undang-Undang Perbankan, dan Undang-Undang-Undang-Undang Pasar Modal dan Undang-Undang yang mengatur bidang usaha lainnya, namun ketentuan mengenai larangan pemegang saham nominee ini dapat dianggap/ ditafsirkan berlaku untuk setiap Perseroan Terbatas apapun bidang usahanya. Setiap dokumen yang dibuat dalam rangka pemegang saham nominee sesudah


(4)

berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah dinyatakan batal demi hukum, dengan segala akibat-akibatnya.


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah akan kehadhirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya yang telah memberikan kesempatan bagi penyelesaian penulisan skripsi ini, yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan jalan dan menuntun umatnya dari jalan yang gelap menuju jalan yang terang yang disinari oleh nur iman dan Islam.

Skripsi ini berjudul: “Larangan terhadap Pemegang Saham Nominee

dalam Peraturan Perundang-undangan”.

Pelaksanaan pendidikan guna memperoleh gelar sarjana ini diakui banyak mengalami kesulitan dan hambatan, namun berkat bimbingan, arahan, serta petunjuk dari dosen pembimbing, maka tulisan ini dapat diselesaikan dengan baik.. Penulisan skripsi ini masih banyak kelemahan serta kekurangan-kekurangan, oleh karena itu diharapkan adanya suatu masukan serta saran yang bersifat membangun di masa yang akan datang.

Dalam penulisan skripsi ini, banyak bantuan, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu, sebagai Rektor Universitas Sumatera Utara.


(6)

2. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M. Hum sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH, MH, sebagai Pembantu Dekan I Fakultas Hukum USU.

4. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, sebagai Pembantu Dekan II Fakultas Hukum USU.

5. Bapak Muhammad Husni, SH, M. Hum sebagai Pembantu Dekan III Fakultas Hukum USU.

6. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH sebagai Ketua Jurusan Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Prof. Dr. Sunarmi, SH. M. Hum sebagai Sekretaris Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Sekaligus Sebagai Dosen Pembimbing I.

8. Dr. Mahmul Siregar, sebagai Dosen Pembimbing II skripsi ini.

9. Drs. Ramlan Yusuf Rangkuti, MA, sebagai Dosen Penasehat Akademik selama penulis menjalani perkuliahan di Fakultas Hukum USU.

10.Seluruh staf Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum USU. 11.Seluruh Bapak dan Ibu staf pengajar di Fakultas Hukum USU.

12.Kepada ayahanda ibunda tercinta, yang telah memberikan kasih sayang, perhatian, dan memberi kesempatan untuk berjuang menuntut ilmu sehingga dapat menyelesaikan studi di perguruan tinggi ini.

13.Ucapan terima kasih yang sangat spesial diperuntukkan bagi kakanda-kakanda Alumni HMI Komisariat Fakultas Hukum USU yang senantiasa


(7)

memberikan support dan dorongan selama menuntut ilmu di Fakultas Hukum USU, khususnya ketika menjadi Ketua Umum HMI Komisariat Fakultas Hukum USU Periode 2007-2008.

14.Kepada saudara-saudaraku terima kasih atas dukungan, doa dan perhatian yang sangat besar yang selalu mendukungku terima kasih kepada seluruh keluarga besarku yang memberikan dorongan semangat kepada penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesai skripsi ini.

15.Kepada teman-teman, khusunya stambuk 2004 Fakultas Hukum USU yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih atas segalanya.

16.Dan kepada semua pihak yang telah berpartisipasi atas penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Demikianlah yang dapat sampaikan, atas segala kesalahan dan kekurangannya penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Medan 01 Agustus 2010


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Permasalahan... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... 9

F. Metode Penelitian ... 16

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM DI INDONESIA ... 21

A. Hak dan Kewajiban Pemegang Saham ... 21

B. Jenis-jenis Kepemilikan Saham dalam Perseroan Terbatas ... 30

C. Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Saham... 41

BAB III TINJAUAN TERHADAP PEMEGANG SAHAM NOMINEE... 45

A. Latar Belakang Lahirnya Pemegang Saham Nominee ... 45

B. Perjanjian pemegang saham nominee... 49

BAB IV LARANGAN TERHADAP PEMEGANG SAHAM NOMINEE ... 53

A. Kedudukan pemegang saham nominee sebelum adanya larangan oleh undang-undang-undang ... 54


(9)

B. Kedudukan pemegang saham nominee setelah adanya larangan dalam Undang-undang Penanaman Modal Asing dan

Undang-undang Perseroan Terbatas... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN


(10)

berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah dinyatakan batal demi hukum, dengan segala akibat-akibatnya.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perseroan terbatas (limited liability company, naamloze vennootschap) adalah bentuk yang paling populer dari semua bentuk usaha bisnis1. Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat ini, di samping karena pertanggungjawabannya yang bersifat terbatas, Perseroan Terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) nya untuk mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut Kata “perseroan” menunjuk kepada modal yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang diambil bagian dan dimiliki.2 Perseroan terbatas menurut hukum Indonesia adalah suatu badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham3

Pada tanggal 16 Agustus 2007 diundangkanUndang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), yang menggantikan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995. Perubahan ini dilakukan dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi

.

1 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 35.

2 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.cit., hal.1.


(12)

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era gobalisasi pada masa mendatang sehingga dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif. Oleh karena itu perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.

Selama ini perseroan terbatas telah diatur dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas, yang menggantikan peraturan perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial yang terdapat dalam Buku I Bab III bagian III Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel Staatsblad 1847 :23) sebagaimana telah dirubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971, dan terdapat dalam Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonantie op de Indonesische

Maatschappij op Aandelen (Stb.1939-569 jo.717).

Keadaan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tersebut menyebabkan terjadinya dualisme undang-undang yang mengatur perseroan. Hal ini memang dikehendaki oleh pemerintah kolonial Belanda waktu itu yang membedakan golongan penduduk dan hukum yang berlaku bagi mereka.. Bagi golongan Eropa atau yang dipersamakan dengan itu berlaku Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD. Sedangkan bagi golongan bumi putera berlaku ketentuan Ordonansi Maskapai Andil Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, hal tersebut tentunya menimbulkan kejanggalan, karena adanya diskriminasi dalam pemberlakuan hukum perseroan.4

4 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal.2.


(13)

Dalam perkembangannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tersebut dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena kedaaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Di samping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat, kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) menuntut penyempurnaan Undang-undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.5

Sebagai suatu badan hukum, perseroan dapat diidentikkan seperti halnya manusia, dalam pengertian ini maka suatu perseroan akan dapat bertindak sebagai pemegang hak dan kewajiban, di samping juga dapat memiliki kekayaan, memiliki utang dan berperkara di muka pengadilan. Status seperti inilah yang kemudian menempatkan Perseroan Terbatas, modal atau capital merupakan faktor utama. Tujuannya adalah untuk memperoleh laba atau keuntungan semaksimal mungkin (profit oriented). Fungsi perseroan terbatas dalam sistem perekonomian Indonesia menurut Pancasila dan UUD 1945 adalah sebagai pelengkap dan pembantu dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur.6

Dalam pergaulan hukum, manusia ternyata bukan satu-satunya pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Di samping manusia, masih ada lagi pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dinamakan badan hukum (rechtspersoon) untuk membedakan dengan manusia (natuurlijk persoon). Jadi

5 Lihat Penjelasan atas Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.


(14)

bentuk hukum (rechtsfiguur) yaitu badan hukum yang dapat mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban hukum dan dapat mengadakan hubungan hukum.7

Sebagai suatu badan hukum yang independen, dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang mandiri, lepas dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pemegang sahamnya maupun para pengurusnya, perseroan jelas harus memiliki harta kekayaan tersendiri dalam menjalankan kegiatan usahanya serta untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya.8

Sesuai dengan pedoman good corporate governance yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan good corporate governance telah diatur dan ditetapkan secara tegas bahwa hak pemegang saham harus dilindungi, agar pemegang saham dapat melaksanakannya berdasarkan prosedur yang benar yang ditetapkan oleh perseroan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Corporate governance adalah seperangkat peraturan yang mengatur

hubungan antara pemegang saham, pengurus atau pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuan

Corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak

yang berkepentingan (stakes holders).9

Sosialisasi dan pengembangan area Good Corporate Governance di Indonesia dewasa ini lebih ditujukan kepada perusahaan berbentuk perseroan

7 Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,

Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung: Alumni, 1983), hal.9.

8 Ibid., hal.13.


(15)

terbatas. Perseroan terbatas adalah badan hukum (recht persoon). Sebagai badan hukum, ia oleh hukum diakui sebagai subjek hukum seperti halnya orang (natuurlijk persoon). Oleh karenanya karena bukan “organ sungguhan”, maka agar dapat bertindak seperti “orang sungguhan” diperlukan organ. Organ PT adalah Rapat Umum Pemegang Saham, komisaris dan direksi.10

Pemegang saham merupakan salah satu stakeholeders dalam suatu perseroan terbatas di samping stakeholders yang lain, seperti pekerja, kreditur, investor, konsumen ataupun masyarakat secara keseluruhan. Bahkan lebih dari itu, para pemegang saham dalam suatu perseroan terbatas juga merupakan pihak yang membawa dana ke dalam perusahaan, sehingga dia di samping disebut

stakeholders, disebut juga sebagai bagholders bagi perusahaan.11

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dalam Pasal 5 ayat (2) menentukan bahwa penanam modal asing di Indonesia harus dalam bentuk perseroan terbatas. Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang melarang kepemilikan saham secara

nominee:

“Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.”12

Ketentuan larangan pemegang saham nominee ini sungguh suatu hal yang menarik untuk diteliti, mengapa justru setelah 40 (empat puluh) tahun dibukanya kembali penanaman modal asing di Indonesia pada tahun 1967 melalui

10 Nindyo Pramono, Rampai Hukum Bisnis Aktual, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hal..69-70.

11 Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung: CV.Utomo, 2005), hal. 1.


(16)

undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing, baru timbul larangan tegas seperti ini.

Selain ketentuan dalam Undang-Undang Penanaman Modal di atas, terdapat juga ketentuan yang melarang praktek pemegang saham nominee dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu Pasal 48 ayat (1) yang menyebutkan:

”Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.”13

Kendatipun di dalam Penjelasan Pasal 48 ayat (1) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ketentuan ayat (1) adalah bahwa perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk, namun Pasal ini dapat diartikan bahwa saham harus dikeluarkan atas nama pemilik sebenarnya dan sama sekali tidak boleh dikeluarkan atas nama pemilik yang dinominasikan yang bukan pemilik sebenarnya.

Pemegang saham nominee dapat terjadi pertama karena penanam modal asing ingin memasuki bidang usaha tertentu yang tertutup bagi asing sehingga penanam modal asing menggunakan mekanisme pemegang saham nominee dengan menunjuk dua orang atau lebih menjadi pemegang saham nominee dengan jalan pemegang saham nominee itu akan mendirikan suatu perseroan, dan di samping penanam modal asing dan pemegang saham nominee menandatangani perjanjian di bawah tangan yang pada pokoknya menyatakan bahwa pemilik saham sebenarnya adalah penanam modal asing. Kedua, pemegang saham

nominee dapat terjadi dalam hal bidang usaha tertentu yang hendak dimasuki oleh

13 Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang PerseroanTerbatas


(17)

penanam modal asing tidak 100% terbuka. Tidak 100% terbuka berarti di dalam perseroan yang hendak didirikan harus ada pihak Indonesia (joint venture). Dalam joint venture ini dapat saja penanam modal asing diizinkan untuk memiliki saham mayoritas (di atas 50%) atau dapat juga penanam modal asing hanya dapat memilik saham minoritas (di bawah 50%). Jalan keluar yang diambilnya adalah pemegang saham asing mendirikan perusahaan joint venture dengan pihak Indonesia, tetapi di samping dokumen yang ditandatangani berupa anggaran dasar perseroan dan joint venture agreement terdapat juga dokumen yang ditandatangani diantara penanam modal asing dengan pemegang saham Indonesia yang ditunjuk berupa dokumen yang dibuat di bawah tangan yang pada pokoknya menentukan bahwa saham tersebut sebenarnya adalah milik penanam modal asing, dengan maksud agar pihak asing menguasi lebih banyak dari yang diizinkan atau memegang kedudukan pemegang saham mayoritas.

B. Permasalahan

1. Bagaimana pengaturan tentang pemegang saham dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007?

2. Bagaimana larangan terhadap pemegang saham nominee dalam perseroan terbatas?

3. Bagaimana kedudukan pemegang saham nominee sebelum dan setelah adanya larangan undang-undang?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan


(18)

a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan tentang pemegang saham di Indonesia

b. Untuk mengetahui dan menganalisis larangan terhadap pemegang saham nominee dalam perseroan terbatas

c. Untuk mengetahui kedudukan pemegang saham nominee sebelum dan setelah adanya larangan undang-undang

2. Manfaat

a. Teoritis

1) Penelitian ini dapat menambah referensi atau khasanah kepustakaan di bidang ilmu pengetahuan, khususnya hukum perseroan

2) Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan bagi penelitian yang akan datang apabila sama bidang penelitiannya.

b. Praktis

Dapat diajukan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan-rekan mahasiswa, masyarakat, lembaga kenotariatan, praktisi hukum dan pemerintah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan larangan terhadap pemegang saham nominee dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.


(19)

Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Larangan Terhadap Pemegang Saham Nominee dalam Peraturan

Perundang-undangan Indonesia” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini asli disusun oleh penulis sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

1. Pengertian saham

Saham merupakan bukti penyertaan modal seseorang dalam sebuah perusahaan, pengertian ini terlihat dari bunyi Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Tebatas yaitu : “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang ini serta peraturan perlaksanaanya.”

Dari ketentuan tersebut dapat diambil pengertian bahwa saham merupakan bukti persekutuan modal perusahaan. Hal ini ditegaskan juga oleh M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya dalam bukunya yang mengatakan bahwa saham pada dasarnya merupakan instrument penyertaan modal seseorang atau lembaga dalam


(20)

sebuah perusahaan.14

2. Kepemilikan saham

Ketentuan tersebut sesuai dengan aturan yang terdapat dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi: “modal dasar perusahaan terdiri atas seluruh nominal saham.”

Para pemegang saham diberikan bukti kepemilikan atas saham yang dimilikinya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi: “pemegang saham diberi bukti pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.” Dalam penjelasan Pasal yang sama diterangkan bahwa penggaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan dalam anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.

Pada ketentuan lain dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tepatnya dalam Pasal 48 ayat (1) disebutkan bahwa saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan juga, bahwa bukti kepemilikan saham adalah adanya nama yang tertera/tertulis dalam sertifikat saham yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut. Nama yang tercantum dalam sertifikat saham merupakan bukti, bahwa pemilik sertifikat saham itu adalah sesuai dengan nama yang tercantum.

Selain itu bukti kepemilikan lain, adalah adanya catatan kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan yang mengeluarkan saham yang dibuat oleh Direksi Perseroan. Dalam catatan tersebut dapat dilihat pihak-pihak yang memiliki saham dan hal-hal yang tersangkut dengan saham-saham, misalnya apakah saham itu dijadikan jaminan utang atau tidak, serta perubahan pemilikan

14 Nasarudin, M. Irsan dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Prenada, 2006), hal. 188.


(21)

saham dan klasifikasi sahamnya. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) dan ayat (3) yang berbunyi:

Ayat (1): direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar pemegang saham, yang sekurang-kurangnya memuat:

a. Nama dan alamat pemegang saham;

b. Jumlah, nomor, dan tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi; c. Jumlah yang disetor atas setiap saham;

d. Nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut;

e. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2)

Ayat (2): selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris berserta keluarganya dalam perseroan dan/atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.

Ayat (3): dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) di catat pula setiap perubahan kepemilikan saham.

3. Jenis dan Klasifikasi Saham a. Jenis Saham

Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas hanya dikenal satu jenis saham yaitu saham atas nama. Hal ini diatur dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu: saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Dan tidak dikenal lagi adanya saham atas unjuk sebagaimana pernah diatur dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.15

b. Klasifikasi saham

15 Lihat Pasal 42 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.


(22)

Pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang dikeluarkan pada 16 Agustus 2007 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 106 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756 Tahun 2007 ditentukan ada beberapa klasifikasi saham, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (4) yang berbunyi : klasifikasi saham sebagaimana dimaksud pada ayat (3), antara lain :

a. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;

b. Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris;

c. Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar dengan klasifikasi saham lain;

d. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian dividen secara kumulatif atau non kumulatif;

e. Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa kekayaan Perseroan dalam Likuidasi

Selain dari jenis saham di atas, umumnya saham juga diklasifikasikan sebagai berikut:16

a. Saham biasa (common stock)

Saham Biasa adalah suatu sertifikat atau piagam yang memiliki fungsi sebagai bukti pemilikan suatu perusahaan dengan berbagai aspek-aspek penting bagi perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak

16 http://organisasi.org/pengertian-arti-definisi-saham-biasa-dan-saham-preferen-ilmu-pengetahuan-dasar-investasi-ekonomi-keuangan. Diakses tanggal 7 Desember 2010.


(23)

untuk menerima sebagaian pendapatan tetap / deviden dari perusahaan serta kewajiban menanggung resiko kerugian yang diderita perusahaan.

b. Saham preferen

Saham preferen adalah saham yang pemiliknya akan memiliki hak lebih dibanding hak pemilik saham biasa. Pemegang saham preferen akan mendapat dividen lebih dulu dan juga memiliki hak suara lebih dibanding pemegang saham biasa seperti hak suara dalam pemilihan direksi sehingga jajaran manajemen akan berusahan sekuat tenaga untuk membayar ketepatan pembayaran dividen preferen agar tidak lengser.

4. Pemindahan saham

Pemindahan hak atas saham dilakukan melalui akta pemindahan hak. Hal tersebut diatur dalam Pasal 56 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan akta pemindahan hak adalah bisa berupa akta yang dibuat di hadapan Notaris maupun akta bawah tangan. Pada ayat (2) Pasal 56 ditentukan bahwa akta pemindahan hak tersebut atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada perseroan.

Tujuan dilakukan pemberitahuan kepada Perseroan adalah untuk dilakukan pencatatan terhadap perubahan hak yang terjadi pada pemegang saham yang wajib dicatat oleh Direksi Perseroan sebagaimana diatur pada Pasal 50 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Akan tetapi dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga ditentukan bahwa


(24)

untuk saham Perseraon Terbatas yang diperdagangkan di bursa efek atau Pasar Modal, pemindahan haknya ditentukan menurut ketentuan yang berlaku dalam undang-undang Pasar Modal, hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 56 ayat (3) yaitu: ketetuan mengenai tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di Pasar Modal, diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal.

Saham dalam sebuah perusahaan dapat dialihkan (transfer) tanpa mengubah kepemilikan hukum dan bisnis dasar perusahaan. Bagaimanapun, penjualan saham dalam sebuah perusahaan patungan adalah umum dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang diperlukan. Tidak semua pengalihan saham dapat dilakukan begitu saja oleh salah satu pihak, melainkan harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang disepakati.

Pengalihan saham secara langsung akan mengakibatkan berubahnya komposisi kepemilikan saham, jika saham dialihkan kepada pihak yang sudah memiliki saham di dalam perusahaan (internal transfer), maka ketentuan yang sudah ada tidak akan banyak mengalami perubahan, itupun masih tergantung dari jumlah saham yang di alihkan. Jika jumlah saham yang dialihkan mempengaruhi dan menyebabkan penggantian kontrol perusahaan, maka akan merubah perjanjian sebelumnya.

Namun jika pengalihan saham tersebut dialihkan kepada pihak di luar perusahaan (external transfer), maka hal tersebut menyebabkan masuknya investor baru ke perusahaan. Ketentuan masuknya investor baru atau pemegang saham baru biasanya melalui proses yang sangat ketat. Hampir semua joint


(25)

venture agreement mengandung ketentuan yang membatasi pengalihan saham.

Pendekatan yang dapat diambil dalam pembatasan pengalihan saham diantaranya: a. Pengalihan saham tidak diperbolehkan tanpa persetujuan para pihak. b. Pengalihan saham tidak boleh dilakukan dalam periode tertentu,

misalnya selama 3 tahun pertama.

c. Pengalihan saham kepada pihak asing diperbolehkan dangan persyaratan bahwa pemegang saham baru menyetujui ketentuan-ketentuan bisnis

joint venture company yang telah ditetapkan sebelumnya.

d. Dalam banyak ketentuan joint venture company yang terdiri banyak pihak, para pihak diberikan hak untuk dapat membeli kembali saham-saham yang ada terutama saham-saham yang akan dialihkan, sebelum dijual kepada pihak asing, saham tersebut harus ditawarkan kepada pemegang saham lainnya terlebih dahulu dengan harga yang telah ditetapkan dan disetujui.

Untuk melindungi permodalannya, perseroan dapat mengeluarkan ketentuan pembelian kembali saham yang telah dijual, penjualan saham, penjaminan dan atau gadai saham. berikut ini salah satu pasal UUPT yang menjelaskan pemindahan hak atas saham:

Pasal 57

(1) Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas saham, yaitu:

a. keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemengang saham dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya;

b. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ perseroan; dan/atau

c. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.17


(26)

F. Metode Penelitian

Menurut Soerjono Soekanto, penelitian dimulai ketika seseorang berusaha untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara sistematis dengan metode dan teknik tertentu yang bersifat ilmiah, artinya bahwa metode atau teknik yang digunakan tersebut bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan faktor tersebut.18

1. Jenis, Sifat dan Pendekatan Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analistis, artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang - undangan yang berkaitan dengan larangan terhadap pemegang saham nominee.

Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.19

Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, Logika keilmuan yang juga dalam penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.

18 Khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004), hal 1.

19 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press, 2007), hal. 57.


(27)

dokumen terkait dan beberapa buku tentang larangan terhadap pemegang saham

nominee

2. Sumber data

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan oleh pihak yang berwenang.20

b. Bahan Hukum Sekunder

Dalam penelitian ini bahan hukum primer diperoleh melalui Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Dagang, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan peraturan lain yang terkait.

Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya tulis ilmiah, dan beberapa sumber dari internet.

3. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari

20 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988), hal. 19.


(28)

media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan.

4. Analisis data

Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:

BAB I: Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : Bab ini akan membahas tinjauan umum terhadap pemegang saham di Indonesia, yang memuat tentang hak dan kewajiban pemegang saham, jenis-jenis pemegang saham, dan perlindungan hukum terhadap pemegang saham.

BAB III: Bab ini akan membahas tentang tinjauan terhadap pemegang saham nominee, yang mengulas tentang sebab-sebab lahirnya


(29)

pemegang saham nominee dan perjanjian pemegang saham

nominee.

BAB IV: Bab ini akan dibahas tentang larangan terhadap pemegang saham

nominee, yang membahas dan menganalisa kedudukan pemegang

saham nominee sebelum adanya larangan oleh undang-undang-undang dan kedudukan pemegang saham nominee setelah adanya larangan dalam Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang Perseroan Terbatas

BAB V: Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas.


(30)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP PEMEGANG SAHAM DI INDONESIA

A. Hak dan Kewajiban Pemegang Saham

Saham adalah benda bergerak yang memberikan hak kebendaan bagi pemiliknya. Hak-hak pemegang saham lahir dari kebendaan tersebut. Saham yang dimiliki oleh pemegang saham memberikan hak kepada pemegang saham. Adapun hak-hak yang dimiliki oleh para pemegang saham antara lain:21

1. Hak Pemegang Saham a. Hak memesan terdahulu

Dalam undang-undang perseroan terbatas bila perseroan terbatas menerbitkan saham yang baru, terlebih dahulu ditawarkan kepada pemegang saham lama.22

b. Hak mengajukan gugatan ke pengadilan

Dalam rangka memenuhi kewajiban Pasal tersebut, maka pihak manajemen perusahaan menawarkan ke pemegang saham lama. Sedangkan pihak pemegang saham lama akan melakukan pemesanan saham yang akan diterbitkan.

Bila pemegang saham melihat tindakan yang dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, Komisaris, Direksi dapat membahayakan kelangsungan PT, maka pemegang saham dapat mengajukan gugatan ke pengadilan bahwa tindakan yang dilakukan oleh organ PT tersebut dapat merugikan pemegang saham. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 61 UUPT yang

21 Sentosa Sembiring, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, (Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2006), hal. 61


(31)

mengemukakan, setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap perseroan ke Pengadilan Negeri, apabila dirugikan karena tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan yang wajar, sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, atau Komisaris. Gugatan semacam ini dinamakan dengan personal rights yang dimiliki oleh setiap pemegang saham. Selain itu, terdapat juga bentuk gugatan derivative

action, yaitu suatu gugatan berdasarkan atas hak utama (primary rights)

dari perseroan, tetapi dilaksanakan oleh pemegang saham atas nama perseroan, gugatan mana dilakukan karena adanya suatu kegagalan dalam perseroan, atau dengan perkataan lain, derivative action merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh para pemegang saham untuk dna atas nama perseroan.23

c. Hak saham dibeli dengan harga wajar

Ada kemungkinan perseroan akan membeli kembali saham yang telah dikeluarkan. Bila terjadi hal semacam ini, dalam UUPT dijelaskan bahwa para pemegang saham berhak mendapatkan harga yang wajar terhadap saham yang dipegangnya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 62 ayat (1) UUPT, yang mengemukakan bahwa setiap pemegang saham berhak meminta kepada perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa:

a. Perubahan anggaran dasar

23 Steven H. Gifis, Law Dictionary, (New York: Barron’s Educational Series, Inc, 1984), hal. 41.


(32)

b. Pengalihan atau penjaminan kekayaan perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih perseroan c. Penaggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan.

Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh Perseroan dan gadai sahamatau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh Perseroan sendiri dan/atau Perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh Perseroan, tidak melebihi 10% (sepuluh persen) dari jumlah modal yang ditempatkan dalam Perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal. 24 Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli melebihibatas ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan, Perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga.25

d. Hak meminta ke pengadilan negeri menyelenggarakan RUPS

Pada dasarnya penyelenggaraan RUPS dilakukan sekali dalam setahun, namun dalam hal tertentu, para pemegang saham dapat meminta diadakan RUPS. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 79 UUPT yakni sebagai berikut: a. Direksi menyelenggarakan RUPS tahunan dan RUPS lainnya dengan

didahului pemanggilan RUPS

b. Penyelenggaraan RUPS dapat dilakukan atas permintaan 1 (satu) orang atau lebih pemegang saham yang bersama-sama mewakili 1/100 (satu persepuluh) atau lebih dari jumlah seluruh saham dengan hak suara, kecuali anggaran dasar menentukan suatu jumlah yang kecil atau dewan komisaris.

24 Pasal 37 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal


(33)

c. Permintaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) diajukan kepada direksi dengan surat tercatat disertai alasannnya.

d. RUPS diselenggarakan Direksi berdasarkan panggilan RUPS membicarkan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan mata acara lainnya yang dipandang perlu oleh Direksi.

e. RUPS yang diselenggarakan Dewan Komisaris berdasarkan panggilan RUPS sebagaimana pada ayat (6) huruf b dan ayat (2) hanya membicarakan masalah yang berkaitan dengan alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3)

Jika RUPS belum diselenggarakan sebagaimana layaknya, maka pemegang saham berhak meminta kepada ketua pengadilan negeri untuk menyelenggarakan RUPS. Hal ini dijabarkan dalam Pasal 80 UUPT sebagai berikut:

a. Ketua pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan perseroan dapat memberikan izin kepada pemohon untuk: 1) Melakukan sendiri pemanggilan RUPS tahunan, atas permohonan

pemegang saham apabila direksi atau komisaris tidak menyelenggarakan RUPS tahunan pada waktu yang telah ditentukan

2) Melakukan sendiri RUPS lainnya, atas permohonan pemegang saham sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1), apabila direksi atau komisaris setelah lewat waktu 15 (lima belas)


(34)

hari terhitung sejak tanggal permintaan penyelenggaraan RUPS diterima

3) Ketua pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat menetapkan bentuk, isi, dan jangka waktu pemanggilan RUPS serta menunjuk ketua rapat tanpa terikat pada ketentuan undang-undang ini atau anggaran dasar.

4) Dalam RUPS yang diselenggarakan ketua pengadilan dapat memerintahkan direksi dan atau komisaris untuk hadir

5) Penetapan ketua pengadilan negeri mengenai pemberian izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan penetapan instansi pertama dan terakhir

e. Hak menghadiri RUPS

Salah satu hak yang cukup penting bagi pemegang saham adalah menghadiri RUPS. Dalam Pasal 85 UUPT dijelaskan sebagai berikut: a. Pemegang saham dengan hak suara yang sah, baik sendiri maupun

dengan kuasa tertuis, berhak menghadiri RUPS dan menggunakan hak suaranya

b. Dalam pemungutan suara, anggota direksi, anggota komisaris, dan karyawan-karyawan perseroan yang bersangkutan dilarang untuk bertindak sebagai kuasa dari pemegang saham sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

Saham juga memberikan hak kepada pemiliknya untuk:26 a. Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS


(35)

b. Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi c. Menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang ini

d. Hak menerima dividen

e. Hak menerima sisa kekayaan perseroan dalam hal perseroan dilikuidasi Selain mempunyai hak, pemegang saham juga memiliki kewajian yang harus dijalankan oleh pemegang saham, kewajiban tersebut yaitu:27

2. Kewajiban pemegang saham

a. Kewajiban dalam pengalihan saham

Mengalihkan saham yang dimiliki oleh pemegang saham merupakan hak dari pemegang saham yang bersangkutan. Hak ini tidak berarti dapat dilakukan tanpa memperhatikan ketentuan perundang-undangan dan anggaran dasar perseroan. Anggaran dasar perseroan dapat menetapkan kewajiban bagi pemegang saham yang akan mengalihkan sahamnya terlebih dahulu harus menawarkan saham yang akan dialihkan tersebut kepada kelompok pemegang saham tertentu atau pemegang saham lain untuk kepada karyawan melakukan penawaran kepada pihak lain.

Pemegang saham wajib terlebih dahulu meminta persetujuan dari organ perseroan apabila anggaran dasar menetapkan bahwa pengalihan hak atas saham harus mendapatkan eprsetujuan dari organ perseroan.

Ketentuan lain yang harus diperhatikan oleh pemegang saham adalah kewajiban pengalihan saham atas nama dengan mempergunakan akta pemindahan hak. Akta dimaksud dapat berupa akta di bawah tangan ataupun akta otentik

27 Irwadi, Hukum Perusahaan Suatu Telaah Yuridis Normatif, (Jakarta: Mitra Karya, 2003), hal. 48.


(36)

b. Kewajiban mengalihkan saham dalam hal pemegang saham kurang dari dua orang

Pengertian perseroan terbatas dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 mengandung pengertian bahwa perseroan terbatas terbentuk berdasarkan sebuah perjanjian. Dengan demikian, berarti dibutuhkan lebih dari satu orang dalam pembentukan sebuah perseroan terbatas. Atau dengan kata lain saat perseroan didirikan harus terdapat paling sedikit dua orang pemegang saham. Namun adakalanya bisa terjadi bahwa setelah perseroan disahkan (memperoleh status badan hukum) salah seorang atau beberapa pemegang saham mengalihkan sahamnya kepada pemegang saham lain, sehingga bisa terjadi keadaan dimana hanya satu orang saja pemegang saham perseroan.28

Apabila terjadi keadaan yang demikian, maka pemegang saham tunggal tersebut dalam jangka waktu bulan tertentu sejak keadaan tersebut, wajib mengalihkan sahamnya kepada orang lain. Akibat hukum yang diterima oleh pemegang saham tunggal tersebut apabila terlampau jangka waktu enam bulan tersebut adalah pemegang saham tunggal tersebut betanggung jawab secara pribadi atas segala perikatan atau kerugian perseroan. Tangung jawab yang demikian tidak terbatas hanya pada besaran saham yang dimiliki dalam perseroan, tapi juga meliputi harta pribadi pemegang saham yang bersangkutan.29

c. Tanggung jawab terbatas

28 http://boedexx.blogspot.com/2009_08_01_archive.html. Diakses tanggal 7 Desember 2010.


(37)

Ciri utama perseroan terbatas adalah bahwa PT merupakan subjek hukum yang berstatus badan hukum. Status yang demikian membawa konsekuensi berupa terbatasnya tanggung jawab para pemegang saham (limited liability). Prinsip tanggung jawab terbatas pemegang saham dianut dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 3 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007, yang berbunyi:

Pemegang saham perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian perseroan melebihi nilai saham yang telah diambilnya. a. Persoalan tanggung jawab terbatas pemegang saham ini, pada awalnya

memunculkan kontroversi. Sebagian ahli hukum dan para praktisi bisnis berpendapat bahwa prinsip pertanggungjawaban terbatas para pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas jumlah saham yang telah diambilnya. Sebagian ahli hukum dan para praktisi bisnis berpendapat bahwa prinsip pertanggungjawaban terbatas para pemegang saham ini bersifat mutlak absolute. Artinya dalam segala keadaan pemegang saham hanya bertanggung jawab sebatas jumlah saham yang telah diambilnya. Pendapat ini diajukan dengan pertimbangan bahwa jika pertanggungjawaban terbatas tersebut bersifat absolute, maka perseroan terbatas sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi.


(38)

b. Pemegang saham yang bersangkutan, baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi.

c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan, atau

d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun secara tidak langsung melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan. Dengan demikian, terlihat bahwa dalam hal-hal tertentu, tidak tertutup kemungkinan hapusnya tanggung jawab terbatas dari pemegang saham.

Prinsip pembatasan penerapan tanggung jawab terbatas dari pemegang saham dikenal dengan prinsip piercing corporate veil.30

Dalam keadaan tersebut diketahui bahwa untuk terjadinya piercing the

corporate veil dipersyaratkan beberapa hal sebagai berikut:

Prinsip ini dalam bahasa Indonesia selalu diartikan “menyingkap tabir atau cadar perseroan”. Tabir atau cadar yang disingkap dimaksud adalah diterobosya pertanggungjawaban terbatas dari pemegang saham yang telah ditetapkan dalm Pasal 3 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tersebut.

a. Persyaratan perseroan sebagai badan hukum belum atau tidak terpenuhi b. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak

langsung dengan itikad buruk memanfaatkan perseroan semata-mata untuk kepentingan pribadi

30 Rudhi Prasetya, Upaya Mencegah Penyalahgunaan Badan Hukum, Serangkaian

Pembahasan Pembaharuan Hukum di Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993), hal.


(39)

c. Pemegang saham yang bersangkutan terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh perseroan, atau

d. Pemegang saham yang bersangkutan baik langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan perseroan, yang mengakibatkan kekayaan perseroan menjadi tidak cukup untuk melunasi utang perseroan.

B. Jenis-jenis Kepemilikan Saham dalam Perseroan Terbatas

Pada umumnya setiap orang yang dapat menjadi pendiri suatu perseroan terbatas dapat menjadi pemegang sahamn perseroan terbatas. Pendiri adalah mereka yang hadir di hadapan notaries pada saat akta pendirian perseroan terbatas ditandatangani. Status hukum para pendiri ini akan berubah menjadi pemegang saham pada saat perseroan terbatas memperoleh status sebagai badan hukum, yaitu pada saat akta pendirian perseroan terbatas tersebut memperoleh pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM. Dengan demikian, berarti pada saat yang bersamaan juga, yaitu pada saat perseroan terbatas memperoleh status badan hukum, saham perseroan sebagai bukti pemilikan pemegang saham dalam perseroan terbatas memperoleh kedudukan dalam hukum.

Kepemilikan saham dalam perseroan terbatas dapat diklasifikan dalam: 1. Kepemilikan melalui perusahaan kelompok

Perusahaan kelompok dikenal dengan berbagai macam istilah, ada yang menyebut holding company/ parent company/ controlling company atau dikenal pula dengan istilah concern/ group company.


(40)

Perusahaan kelompok adalah perusahaan yang bertujuan untuk memiliki saham satu atau lebih perusahaan lain dan/ atau mengatur satu atau lebih perusahaan lain tersebut. Yang lain menyebutnya sebagai satuan ekonomi dimana badan-badan hukum/ perseroan secara organisasi terkait sedemikian rupa sehingga mereka berada di bawah satu pimpinan.31

Dalam struktur kepemilikan saham dalam perseroan terbatas, dimungkinkan pemilikan saham oleh induk perusahaan ke dalam lebih dari satu anak perusahaan dan selanjutnya, sehingga membentuk suatu kepemilikan bertingkat yang pada akhirnya bermuara pada suatu perusahaan kelompok dengan anak perusahaan, cucu perusahaan, dan seterusnya.

Di dalam kedua pengertian tersebut di atas, pada prinsipnya memiliki poin yang sama dalam aspek ekonomi, dimana adanya perusahaan sentral yang memimpin anak-anak perusahaan. Perusahaan sentral tersebut disebut juga dengan induk perusahaan (parent company/

controlling company) yang kegiatan utamanya adalah melaksanakan investasi

pada anak-anak perusahaan dan selanjutnya mengontrol dan mengawasi kegiatan manajemen anak perusahaan (daughter company) dan juga mengawasi kegiatan antar anak perusahaan (sister company)

Sebagai suatu perusahaan, perusahaan kelompok dapat merupakan perusahaan dengan berbagai macam bentuk persekutuan perdata, firma, persekutuan komanditer sampai dengan perseroan terbatas. Bentuk-bentuk tersebut bukanlah suatu keharusan, namun dalam praktek bisnis sehari-hari ditemukan bahwa perusahaan kelompok selalu dibentuk dalam suatu perseroan

31 Munir Fuady, Hukum Perusahaan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999), hal. 83-84.


(41)

terbatas. Dengan status hukum perseroan terbatas maka perusahaan kelompok di Indonesia tunduk kepada Undang-undang Perseroan Terbatas.

Pada perusahaan kelompok, hubungan antara induk dan anak perusahaan terjadi karena berbagai sebab antara lain, karena penguasaan saham, karena perjanjian dan dapat juga terjadi karena fakuta unipersonal/ personnya dimana anggota direksi perusahaan anak adalah juga anggota direksi pada perusahaan induk, sehingga kebijakan dalam menjalankan perseroan ada pada perusahaan induk.32

Beberapa ketentuan Undang-undang Perseroan Terbatas seharusnya diperhatikan baik oleh induk dan anak perusahaan, yaitu:33

a. Ketentuan mengenai batas-batas kewenangan dan tanggung jawab direksi, komisaris dan pemegang saham

b. Ketentuan mengenai merger, konsolidasi, akuisisi dan (spin off) c. Ketentuan mengenai kepemilikan saham

d. Ketentuan mengenai treasury stock

e. Ketentuan mengenai perjanjian penjaminan saham dan jual beli saham. 2. Kepemilikan piramid oleh perseroan

Di samping kepemilikan melalui holding company serikali dalam kepemilikan saham perseroan terjadi kepemilikan piramid. Kepemilikan pyramid ini terdiri dari piramid 2 (dua) tingkat dan piramid 3 (tiga) tingkat. Dalam piramid 2 (dua) tingkat, pemegang saham minoritas pengendali memegang saham pengendali di dalam suatu perusahaan induk (holding company) yang selanjutnya

32 Ningrum N. Sirait, Modul Hukum Perusahaan, Program Studi Magister Ilmu Hukum, (Medan: USU, 2006), hal. 32

33 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, (Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2003), hal. 154.


(42)

memegang saham pengendali (controlling stake) di dalam perusahaan yang menjalankan operasional (operating company). Di dalam Piramid 3 (tiga) tingkat, perusahaan induk utama (primary holding company) yang selanjutnya memegang kendali atas perusahaan induk sekunder (secondtier holding company) yang selanjutnya memegang kendali atas perusahaan yang menjalankan operasional (operating company).34

Gunawan Widjaya menyebutkan kepemilikan piramid adalah pengendalian suatu perseroan oleh pemegang saham minoritas dalam suatu perusahaan, sekaligus yang juga merupakan pemegang saham pengendali pada pemegang saham mayoritas perusahaan tersebut. Dengan kata lain, kepemilikan piramid adalah kepemilikan saham minoritas oleh induk perusahaan pada cucu perusahaan dimana saham mayoritasnya dimiliki oleh anak perusahaan dari induk perusahaan tersebut.35

3. Kepemilikan oleh anak perusahaan

Dalam kepemilikan piramid atau disebut juga piramid

holding, tidak ada hubungan kepemilikan yang bersilang secara horizontal

(horizontal cross holding) pada saham pengendali yang mempunyai kekuatan pengendali secara terpusat. Karenanya hak suara yang digunakan untuk mengendalikan kelompok perusahaan tetap didistribusikan ke seluruh anggota gru bukan terkonsentrasi di tangan satu perusahaan atau pemegang saham.

Undang-undang Perseroan terbatas melarang perseroan untuk mengeluarkan saham untuk dimiliki sendiri atau dimiliki oleh perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh perseroan.36

34 Ibid, hal. 155.

35 Gunawan Widjaja, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, (Jakarta: Forum Sahabat, 2008), hal. 43


(43)

Karena pada prinsipnya pengeluaran saham adalah suatu upaya pengumuman modal karena kewajiban penyetoran saham sudah seharusnya dibebankan kepada pihak lain.

Selain itu, kepemilikan langsung atau penguasaan langsung oleh perseroan atas saham-saham miliknya sendiri dapat menciptakan kesewenang-wenangan dalam perseroan terbatas, oleh karena perseroan terbatas tersebut menjadi tidak dapat lagi dikontrol dan diawasi.37 Di samping itu, menyatunya pemilikan dan pengurusan perseroan di bawah satu kendali, yaitu direksi sebagai wakil perseroan sebagai pemilik dan direksi sekaligus sebagai organ yang melaksanakan fungsi pengurusan dan perwakilan jelas sangat bertentangan dengan prinsip good

corporate governance, sehingga kepemilikan jenis ini pada umumnya dilarang.38

Kepemilikan sendiri secara langsung ini dapat terjadi karena:39

a. Perseroan mengeluarkan sahamnya untuk diambil bagian dan dimiliki sendiri

b. Perseroan membeli saham dari pemegang saham yang hendak menjual sahamnya

c. Suatu peristiwa atau perbuatan hukum, misalnya merger antara anak perusahan dengan cuaca perusahaan.

Berkaitan dengan konteks pembelian saham, terutama pembelian kembali saham perseroan, Pasal 37 Undang-undang Perseroan Terbatas menegaskan bahwa hal tersebut masih diperbolehkan dengan ketentuan bahwa:

37 Ibid, hal. 44. 38 Ibid 39 Ibid, hal. 45.


(44)

a. Pembelian kembali saham tersebut tidak menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal yang ditempatkan ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan

b. Jumlah nilai nominal seluruh saham yang dibeli kembali oleh perseroan berikut gadai saam atau jaminan fidusia atas saham yang dipegang oleh perseroan sendiri dan/ atau perseroan lain yang sahamnya secara langsung atau tidak langsung dimiliki oleh perseroan, tidak melebihi 10% dari jumlah yang ditempatkan dalam perseroan, kecuali diatur lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dan

c. Hanya boleh dikuasai perseroan paling lama tiga tahun

Pembelian kembali saham oleh perseroan tersebut di atas dan atau pengalihannya lebih lanjut hanya boleh dilakukan berdasarkan persetujuan RUPS, kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal, dengan ketentuan bahwa keputusan RUPS yang memuat persetujuan tersebut hanya sah apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai panggilan rapat, kuorum, dan persetujuan jumlah suara untuk perubahan anggaran dasar sebagaimana diatur dalam Undang-undang Perseroan Terbatas dan/ atau anggaran dasar. RUPS dapat menyerahkan kewenangan persetujuan pembelian kembali saham oleh perseroan kepada dewan komisaris untuk jangka waktu paling lama satu tahun, dan setiap kali dapat diperpanjang untuk jangka waktu yang sama, namun demikian penyerahan kewenangan tersebut hanya ditarik kembali sewaktu-waktu oleh RUPS.


(45)

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tidak ada mengatur mengenai mengenai larangan kepemilikan silang. Larangan yang terdapat dalam Pasal 29 Undang-undang ini adalah larangan kepada perseroan terbatas untuk mengeluarkan saham dengan tujuan untuk dimiliki sendiri, dan larangan kepemilikan saham tersebut juga berlaku bagi anak perusahaan terhadap saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaan. Alasan larangan tersebut berpegang pada prinsip bahwa pengeluaran saham bertujuan untuk mengumpulkan modal, karenanya kewajiban penyetoran saham seharusnya dibebankan kepada pihak lain,40

Menurut undang-undang perseroan terbatas, kepemilikan silang adalah kepemilikan yang timbul sebagai akibat pengeluaran saham baru untuk dimiliki anak perusahaan dan atau cucu perusahaan dan seterusnya. Dengan demikian, berarti dari tiga jenis kepemilikan saham perseroan terbatas oleh anak perusahaan hanya kepemilikan saham yang timbul sebagai akibat pengeluaran saham baru saja yang dilarang dengan tegas.

dan alasan mengapa anak perusahaan dilarang memiliki saham yang dikeluarkan oleh induk perusahaan adalah karena anak dan induk perusahaan dianggap merupakan satu kesatuan bisnis yang tidak dapat dipisahkan kepemilikan di antara mereka, baik oleh induk perusahaan maupun anak perusahaan.

Kepemilikan saham silang melanggar Undang-Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu pada Pasal 36 ayat (1) yang mengatur mengenai larangan kepemilikan saham silang oleh Perseroan baik secara langsung maupun tidak langsung.


(46)

Sehubungan dengan penjelasan Pasal berkenaan, kepemilikan saham perseroan oleh anak perusahaan dan atau cucu perusahaan dan seterusnya yang timbul sebagai akibat peralihan karena hukum dan atau jual beli, hibah dan wasiat tidak secara eksplisit dikatakan dilarang, namun dengan konsekuensi hukum bahwa terjadinya kepemilikan silang tidak boleh dibiarkan permanen.41

Ada beberapa alasan yang merupakan penyebab tidak disukainya bentuk kepemilikan silang, yaitu:

a. Dari sisi permodalan, khusus dalam konteks pengeluaran saham baru, maka jelas tidak ada setoran modal secara riil yang masuk ke dalam perseroan

b. Dari sisi manajemen, kepemilikan silang cenderung menyebabkan terjadinya percampuran antara pemilikan dan pengurusan perseroan, sehingga dalam hal ini manajemen menjadi tidak lagi independent satu terhadap lainnya.

5. Kepemilikan oleh Nominee

Secara harfiah, nominee mempunyai dua arti yang berbeda. Pertama,

nominee merujuk pada suatu usulan, atau nominasi kandidat atau calon untuk

menduduki suatu jabatan tertentu, untuk memperoleh suatu penghargaan tertentu, atau untuk jenis-jenis pencalonan lainnya. Kedua nominee memberikan pengertian sebagai seseorang yang mewakili kepentingan pihak lain. Dalam pengertian kedua ini, seorang nominee menjadi pemilik dari suatu benda (termasuk kepentingan atau hak yang lahir dari suatu perikatan) yang berada dalam pengurusannya,


(47)

sedangkan penerima kuasa tidak pernah menjadi pemilik dari benda (termasuk kepentingan) yang diurus oleh nominee ini.42

Ketentuan dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 yang hanya mengenal satu pemegang saham sebagai pemegang saham dalam dominium ternyata telah mendapatkan terobosannya dalam Undang-undang Pasar Modal, melalui pranata penitipan kolektif pada lembaga Kustodian, dimana lembaga kustodian tersebut selanjutnya menjadi pemegang saham terdaftar dalam perseroan terbatas tersebut. Perjanjian penitipan kolektif yang dibuatkan oleh dan antara emiten dengan lembaga Kustodian, yang salah satunya adalah Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP) yang dalam hal ini diwakili oleh Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) akan mengatur dengan tegas dan jelas hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang terkait di antara kedua belah pihak, termasuk hak-hak yang diturunkan dari perjanjian penitipan kolektif tersebut, khususnya yang terkait dengan hak-hak pemilik rekening dalam penitipankolektif pada LPP tersebut dan lain seterusnya. Berdasarkan pada perjanjian penitipan kolektif itulah, dapat dijelaskan, dipahami dan dimengerti mengapa yang tercatat dalam daftar pemegang saham emiten adalah lembaga penyimpanan dan penyelesaian, sedangkan pihak yang berhak hadir dlam rapat RUPS emiten adalah pemegang “sub” rekening dalam Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian. Dengan demikian berarti, selama dan sepanjang diakui oleh undang-undang (khusus) dan diatur dengan jelas dan tegas pengaturannya dalam perjanjian penunjukan

nominee shareholders, maka keberadaan nominee shareholders tidak perlu

dipersoalkan. Namun demikian, seperti diketahui bahwa hingga saat ini tidak ada


(48)

aturan khusus yang mengesampingkan atau memberikan kemungkinan lain terkait dengan masalah kepemilikan saham mutlak (dominium plenum) oleh pemegang saham yang terdaftar dalam daftar pemegang saham perseroan terbatas, selain Undang-undang Pasar Modal dalam bentuk penitipan kolektif, maka jelaslah keberadaan nominee shareholders, dapat dikatakan belum diakui keberadaannya di Indonesia. Undang-undang PT hanya mengenal satu orang pemegang saham dengan segala hak, kewajiban, tugas dan tanggung jawab yang melekat padanya sebagai pemegang saham mutlak (dominium plenum).43

6. Kepemilikan tunggal

Sebagaimana Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas menyebutkan bahwa perseroan didirikan oleh dua orang atau lebih…., maka diketahui bahwa pada dasarnya perseroan terbatas didirikan berdasarkan perjanjian yang diperjelas pula oleh Pasal 1 butir 1 Undang-undang Perseroan Terbatas, dimana di dalam perjanjian tersebut minimal terdapat dua orang/ pihak yang eksistensinya harus tetap dipertahankan oleh perseroan tersebut selama perseroan terbats berdiri.

Terhadap kemungkinan terjadinya pemilikan perseroan oleh hanya satu orang/ pihak atau terjadinya pemilikan tunggal setelah perseroan berdiri, jika perseroan yang berdiri belum memperoleh pengesahan dari menteri hukum dan HAM, maak selama pendiri belum memperoleh pihak lain sebagai pasangan perjanjiannya, maka ia tidak akan pernah memperoleh pengesahan sebagai badan hukum dan otomatis ia juga tetap dianggap sebagai usaha perseorangan dengan


(49)

tanggung jawab pribadi dari satu-satunya pendiri dan atau pihak lain yang mengambil alih seluruh penyertaan pendiri.

Apabila perseroan telah berstatus badan hukum dan pihak pemegang sahamnya menjadi satu orang saja, maka Pasal 7 ayat (5) Undang-undang Perseroan Terbatas mengharapkan pemegang saham tersebut dalam waktu paling lama enam bulan terhitung sejak keadaan ia menjadi pemegang saham tunggal, wajib mengalihkan sebagian sahamnya kepada orang lain atau perseroan mengeluarkan saham baru kepada orang lain.

Jadi, undang-undang perseroan terbatas memungkinkan suatu perseroan yang berbadan hukum dengan satu pemegang saham, untuk masa waktu maksimal enam bulan saja, tetapi ketika keadaan ini terjadi, otomatis tanggung jawab perseroan terbatas akan digantikan oleh tanggung jawab pribadi pemegang saham terhadap berbagai bentuk kerugian perseroan dan prinsip piercing the corporate

veil bagi pemegang saham perseroan berlaku dalam hal ini, tetapi terhitung sejak

lewat masa enam bulan yang diizinkan oleh UUPT.

Konsekuensi lain dari pemilikan tunggal adalah dapat menyebabkan dibubarkannya perseroan tersebut oleh pengadilan negeri atas permohonan pihak yang berkepentingan, termasuk kejaksaan untuk kepentingan umum, pemegang saham, direksi, dewan komisaris, karyawan perseroan, kreditur dan/ atau pemangku kepentingan (shareholder) lainnya.

Pengecualian terhadap pemilikan tunggal terdapat dalam ketentuan Pasal 7 ayat (7) yang mengizinkan perseroan yang seluruh sahamnya dimiliki oleh negara dan perseroan yang mengelola bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan, lembaga penyimpangan dan penyelesaiann, lembaga lain sebagaimana diatur


(50)

dalam undang-undang tentang pasar modal untuk didirikan oleh satu orang saja, dan tentu saja prinsip piercing the corporate veil tidak berlaku di sini.

C. Perlindungan Hukum terhadap Pemegang Saham

Dengan diberlakukannya UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka setiap Pemegang Saham mempunyai hak satu suara, kecuali anggaran dasar menentukan lain. Pemegang saham mempunyai hak suara sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki (one share one vote).44

Dasar Hukum perlindungan terhadap pemegang saham ini terdapat dalam Pasal 84 ayat 1 UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, sehingga dapat disimpulkan bahwa UU PT ini tidak membatasi kekuatan Pemegang saham dalam jumlah yang besar dalam perolehan hak suara yang diperoleh, seperti yang tercantum dalam Pasal 54 KUHD.

Berikut Pasal-Pasal yang terkait dengan perlindungan pemegang saham: 1. Pasal 3 tentang tanggung jawab pemegang saham

Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 maka, Pemegang saham bertanggungjawab hanya sebatas setoran atas seluruh saham yang dimiliki dan tidak sampai bertanggungjawab sampai harta pribadi dari pemegang saham

2. Pasal 60 ayat 4 tentang gadai saham

Adanya Prinsip perlekatan antara kepemilikan saham dengan hak suara, maksunya walupun saham telah digadaikan, maka hak suara tetap berada dalam pemgang saham bukan pemegang hak fidusia. Sehingga memberikan perjanjian tertentu yaitu voting agreement yang merupakan voting persetujuan oleh pihak pemegang saham yang dilakukan di dalam

44 http://rechtheory.blogspot.com/2008/11/perlindungan-pemegang-saham.html. Diakses tanggal 8 Oktober 2010.


(51)

RUPS. Sehingga terdapat suatu perjanjian dalam pengaturan hak suara bagi pemegang saham. Hal ini membatasi kebebasan pemegang saham. Pemegang saham yang telah membuat suatu perjanjian hak suara dapat mengeluarkan suaranya sesuai dengan kehendaknya. Akibatnya, pemegang saham yang kecil-kecil dapat bersatu dan memberikan suara yang sama.

3. Pasal 61 tentang pengajuan gugatan oleh pemegang saham

Berdasarkan Ketentuan diatas, maka Undang-undang Perseroan Terbatas memberikan perlindungan kepada para Pemegang Saham, jika merasa dirugikan, khususnya Pemegang Saham minoritas.

4. Pasal 62 tentang pembelian saham

Berdasarkan Pasal di atas dapat diketahui bahwa Pemegang saham minoritas dapat menjual saham kepada Persero jika Pemegang saham merasa Perseroan mengambil tindakan yang merugikan.

5. Pasal 88 tentang kuorum minimal

Dapat dilihat bahwa dalam UU No. 40 Tahun 2007 ini memberikan perlindungan hukum bagi pemegang saham untuk menentukan besar angka kuorum yang harus dilaksanakan, melihat dari angka kuorum hak suara yang terpenuhi, bukan melihat jumlah kuorum pemegang saham yang terbanyak yang hadir dalam RUPS, sehingga terdapat hak kuorum minimal bagi pemegang saham khususnya minoritas.


(52)

Keputusan RUPS didasarkan pada jumlah suara yang terbanyak dalam menyetujui keputusan tersebut, bukan melihat jumlah lembar pemegang saham terbanyak.

7. Pasal 126 tentang Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan

Hak Pemegang Saham harus diperhaikan ketika terjadinya penggabungan, pengambilalihan, pemisahan Perseroan. Jika pemegang saham minoritas tidak menyetujui hasil dari RUPS tersebut, pemegang saham dapat mengajukan gugaan ke Pengadilan Negeri.

8. Pasal 138 tentang Pemeriksaan terhadap Perseroan

Adanya gugatan derivatif bagi pemegang saham. Artinya pemegang saham dapat melakukan permohonan kepada Pengadilan Negeri agar melakukan intervensi keputusan yang diambil, dirasa merugikan pemegang saham minoritas.

Jadi kesimpulannya Berdasarkan analisis diatas bahwa Perlndungan Pemegang Saham Minoritas masih dijamin dalam UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, hanya saja ketentuan ini diserahkan kepada masing-masing Perseroan. Artinya apabila didalam anggaran dasar dapat dikecualikan mengenai hak dan kewajiban pemegang saham minoritas. Jika terjadi keruagian bagi Pemegang Saham minoritas dapat mengajukan gugatan Ke Pengadilan negeri tempat Perseroan berkedudukan.


(53)

BAB III

TINJAUAN TERHADAP PEMEGANG SAHAM NOMINEE

A. Latar Belakang Lahirnya Pemegang Saham Nominee

Perkembangan dunia usaha yang begitu pesat di era globalisasi dan era siber membuat para pelaku usaha berpacu untuk meraih segala kemungkinan dan kesempatan usaha yang ada. Bentuk usaha yang paling banyak digunakan dalam dunia usaha adalah Perseroan Terbatas.

Menurut Sri Redjeki Hartono alasan perseroan terbatas banyak dipergunakan adalah:

PT pada umumnya mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri, mampu mengadakan kapitalisasi modal dan sebagai wahana yang potensial untuk memperoleh keuntungan baik bagi instansinya sendiri maupun bagi para pendukungnya (pemegang saham). Oleh karena itu, bentuk badan usaha PT ini sangat diminati oleh masyarakat.45

Salah satu ketentuan yang baru yang diatur dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 adalah perseroan terbatas didirikan oleh dua orang atau lebih.46 Namun dalam Undang-undang tersebut tidak ada mengatur mengenai persyaratan untuk menjadi pemegang saham, sehingga dalam prakteknya serikali terjadi penyimpangan dalam memenuhi kewajiban Pasal 7 ayat (1) dimana salah satu maupun kedua pemegang saham yang terdapat dalam anggaran dasar merupakan pemegang saham yang dicalonkan/ dipercayakan (Nominee/ Trustee)47

45

Sri Redjeki Hartono dalam Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab

Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal. 1.

oleh

46 Normin S. Pakpahan, Hukum Perusahaan Indonesia Tinjauan terhadap

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta: Proyek ELIPS, 1995), hal. 8.

47 Tim Penyunting Kamus Hukum ELIPS, Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, (Jakarta: Proyek ELIPS, 2000), hal. 116.


(54)

pemegang saham lainnya untuk bertindak atas kepentingannya atau dengan istilah lain dapat disebut pemegang saham pinjam nama. Pemegang saham nominee ini bisa saja adalah merupakan supir atau tukang jaga kebun maupun pegawai dari pemegang saham lainnya.48

Penggunaan nominee dalam suatu perseroan terbatas tidak hanya terjadi pada pemegang saham tetapi juga dapat terjadi pada Direksi atau Komisaris.49

1. Akta pernyataan

Nominee dalam jabatan direksi atau komisaris sangatlah sulit dibuktikan dalam

praktek, tetapi penggunaan nominee dalam pemegang saham dapatlah dibuktikan karena pemegang saham lainnya yang menyediakan modal tentu tidak mau kehilangan modal yang telah dikeluarkannya untuk menyetorkan saham atas nama pemegang saham nominee tersebut. Sehingga antara pemegang saham yang satu dengan pemegang saham nominee tersebut dibuatlah akta-akta baik notarial maupun di bawah tangan. Akta-akta yang dibuat dapat berupa:

2. Akta kuasa

3. Akta pengikatan jual beli saham

4. Akta pengakuan dan pernyataan hutang

Munir Fuady mengatakan bahwa tidak ada suatu perjanjian lain yang eksistensinya dalam sistem hukum di Indonesia paling kontroversial selain dari

nominee agreement. Hal ini disebabkan antara lain oleh faktor-faktor sebagai

berikut:50

1. Pranata nominee itu sendiri tidak berasal dari sistem hukum Indonesia

48 Hajati Suroredjo, Beberapa Catatan Mengenai RUU tentang Perseroan Terbatas, Suara Pembaruan, 9 Juni 1994, hal. 2.

49 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op. cit, hal. 179.

50 Munir Fuady, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997), hal. 105.


(55)

2. Pranata nominee bahkan tidak berasal dari system hukum civil law, tetapi berasal dari sistem hukum common law

3. Seringkali pranata nominee ini dipakai untuk menyelundupi hukum tertentu

4. Dari berbagai dokumen yang terlibat dalam nominee agreement terdapat kesan bahwa nominee agreement ini hanya akal-akalan lawyer.

Penggunaan pemegang saham nominee dapat juga disebabkan oleh adanya pembatasan pengelolaan usaha yang diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan antara lain:51

1. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1970 jo Surat Keputusan Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No. 38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata cara Permohonan Penanaman Modal yang didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing, yang membatasi adanya jenis usaha yang tidak dapat dilakukan oleh perusahaan Penanaman Modal Asing. akhirnya pemerintah karena keperluan nasional dan untuk mensejahterakan masyarakat serta untuk menghadapi perubahan perekonomian global dan keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerjasama Internasional, maka akhirnya pada tahun 2007 pemerintah mengeluarkan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007.52

2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12

51 Ahmad Yani & Gunawan Widjaja, Op. cit, hal. 179.


(56)

Tahun 1970, yang membatasi warga negara asing sebagai pemegang saham.

3. Instruksi Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertahanan Nasional Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pemberian Izin Lokasi dalam Rangka Penataan Penguasaan Tanah Skala Besar, yang mengatur batas luas maksimum penguasaan tanah untuk usaha skala besar bagi suatu badan hukum atau sekelompok badan hukum yang saham mayoritasnya dikuasai oleh seseorang tertentu dalam satu propinsi atau wilayah Indonesia

4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

5. Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi, yang mengatur batas luas maksimum penguasaan tanah untuk diberikan izin Lokasi bagi satu badan hukum atau sekelompok badan hukum yang saham mayoritasnya dikuasai oleh seseorang tertentu dalam satu propinsi atau wilayah Indonesia

6. Peraturan Menteri Pertanian No. 357/Kpts/HK.305/5/2002 tentang Izin Usaha Perkebunan yang mengatur batas luas maksimum penguasaan tanah untuk usaha perkebunan bagi satu badan hukum atau sekelompok badan hukum yang saham mayoritasnya dikuasai oleh seseorang tertentu dalam satu propinsi atau wilayah Indonesia.

Dengan adanya ketentuan-ketentuan di atas, maka praktek penggunaan pemegang saham nominee seringkali terjadi dalam lingkungan perseroan terbatas. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 sendiri tidak ada mengatur mengenai


(57)

merupakan suatu tindakan hukum yang dapat dikatakan melakukan penyelundupan hukum. Lain halnya apabila dibandingkan dengan undang-undang perseroan yang berlaku di Negara lain, seperti Mauritius, British Virgin Island, dan Cayman Island yang dalam Company Act-nya diatur mengenai pemegang saham nominee maupun direksi nominee.53

Penggunaan pemegang saham nominee bukan hanya tindakan topengan dan terjadi penyelundupan hukum tetapi juga dapat menimbulkan permasalahan hukum apabila pemegang saham nominee beritikad tidak baik untuk memiliki perseroan terbatas tersebut disetor oleh pemegang saham yang lainnya.

B. Perjanjian Pemegang Saham Nominee

Praktek nominee sebenarnya bukan hal baru di Indonesia, Meskipun demikian ketidakbaruan tersebut tidak memupuskan tajuk tersebut untuk dibahas dalam aspek-aspek legalitasnya. Lazimnya praktik nominee tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang dikarenakan keterbatasannya, baik yang ditentukan oleh undang-undang maupun kondisi lainnya, menjadi tidak dapat melakukan suatu perbuatan (hukum) tertentu. Paradigma pikirnya adalah tidak selamanya perbuatan ini dilakukan oleh pihak asing tetapi seringkali juga dilaksanakan oleh subjek hukum Indonesia.54

Lembaga nominee sebenarnya tidak dikenal dalam hukum Indonesia. Sementara itu lembaga trustee dikenal dalam hukum Amerika Serikat. Meskipun secara kelembagaan nominee tidak dikenal tetapi dalam realitasnya kinerja pialang saham di bursa saham adalah mengikuti konstruksi dari nominee/ trustee itu

53 http://www.bakrie-brothers.com/uploads/dlfile/file_02c950141ef37f9228441e76a9d0 bdea.pdf. Diakses tanggal 7 Desember 2010.


(58)

sendiri. Apa yang dilakukan oleh pialang saham adalah bukan untuk kepentingan dirinya, melainkan untuk kepentingan dari (para) prinsipalnya (bene/iciary owner). Hal ini adalah sama dan serupa dengan praktik nominee yang dimaksud dalam tulisan ini.55

Kenyataan yang muncul adalah para pihak saling diuntungkan satu dengan yang lainnya. Tetapi satu hal yang membedakan dalam praktik penyelundupan hukum adalah para pihaknya lebih menekankan pada aspek manfaat dan keuntungan yang ditimbulkan dengan mengabaikan aspek-aspek kebenaran materiil. Hal yang mendominasi dalam hubungan ini adalah pijakan pada pertimbangan praktis dan mengabaikan pertimbangan yuridis.

Perjanjian nominee merupakan suatu bentuk hubungan hukum yang berada dalam ranah hukum privat, khususnya dalam bidang hukum harta kekayaan terhadapnya berlaku ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), dimana aspek-aspeknya dilandasi dengan pada yang lazim disebut sebagai perikatan-Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antar dua orang alau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Hal ini didasarkan pada pernyataan Undang-undang bahwa tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena undang-undang.56

Secara umum perjanjian dibedakan atas dua bentuk perjanjian, yaitu perjanjian nominat dan innominat.57

55 Ibid

Perjanjian nominat atau perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri, perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang berdasarkan tipe yang

56 Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 57 Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata.


(1)

bawah pengawasan regulator Pasar Modal di negara asalnya maksimal 99% (sembilan puluh sembilan perseratus) dari modal disetor.”108

Dalam rangka kepemilikan saham oleh pihak asing dalam Perusahaan Efek, maka sesuai dengan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, maka larangan pemegang saham nominee juga berlaku untuk bagian saham-saham yang dilarang untuk dimiliki oleh pihak asing. Dan jika sekiranya terjadi pemegang saham nominee dalam Perusahaan Efek maka sesuai dengan ketentuan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 jo Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang No 25 Tahun 2007, maka pemegang saham

nominee tersebut dinyatakan batal demi hukum.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari uraian di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Saham yang dimiliki oleh pemegang saham memberikan hak kepada

pemegang saham. Adapun hak-hak yang dimiliki oleh para pemegang saham antara lain: Hak memesan efek, Hak mengajukan gugatan ke pengadilan, Hak saham dibeli dengan harga wajar, Hak meminta ke pengadilan negeri menyelenggarakan RUPS, Hak menghadiri RUPS. Saham juga memberikan hak kepada pemiliknya untuk: Menghadiri dan mengeluarkan suara dalam RUPS, Menerima pembayaran deviden dan sisa kekayaan hasil likuidasi, Menjalankan hak lainnya berdasarkan undang-undang-undang.

2. Larangan mengenai pemegang saham nominee baru ada pada tahun 2007 yang dimuat dalam Pasal 33 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, dan kendatipun larangan ini tidak diatur dalam undang-undang lainnya, seperti dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Perbankan, dan Undang-Undang Pasar Modal dan Undang-Undang yang mengatur bidang usaha lainnya, namun ketentuan mengenai larangan pemegang saham nominee ini dapat dianggap/ ditafsirkan berlaku untuk setiap Perseroan Terbatas apapun bidang usahanya.


(3)

3. Setiap dokumen yang dibuat dalam rangka pemegang saham nominee sesudah berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah dinyatakan batal demi hukum, dengan segala akibat-akibatnya.

B. Saran

1. Perlu kiranya adanya penegasan lebih konkrit tentang larangan terhadap pemegang saham nominee ini melalui peraturan pelaksana undang-undang yang akan memperkuat larangan terhadap pemegang saham nominee di Indonesia

2. Perlu adanya pengawasan yang lebih intensif terhadap kepemilikan saham pada setiap perseroan yang ada, jangan sampai walaupun setelah ada larangan terhadap kepemilikan nominee terhadap saham, namun praktek-praktek tetap juga terjadi dan luput dari pengawasan pemerintah.

3. Perlu adanya pengaturan formal untuk menyikapi kepemilikan saham nominee yang telah ada sebelum dikeluarkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 yang secara tegas melarang kepemilikan saham nominee ini. Harus ada formulasi yang tepat untuk mendudukkan status pemilik saham nominee yang sudah ada agar praktek pemilikan saham nominee ini tidak berlangsung secara terus menerus walaupun telah ada larangan oleh undang-undang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan,

Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, Bandung: Alumni, 1983.

Budiarto, Agus, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan

Terbatas, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.

Dimyati, Khudzaifah & Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004.

Fuady, Munir, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, Bandung: CV.Utomo, 2005.

___________, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005.

___________, Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1997.

___________, Hukum Perusahaan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1999.

Ibrahim, Johnny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang: UMM Press, 2007.

Irsan, Nasarudin, M. dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Jakarta: Prenada, 2006.

Irwadi, Hukum Perusahaan Suatu Telaah Yuridis Normatif, Jakarta: Mitra Karya, 2003.

Mertokusumo, Soedikno, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakarta: Liberty, 1988.

Pakpahan, Normin S. Hukum Perusahaan Indonesia Tinjauan terhadap

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas, Jakarta: Proyek

ELIPS, 1995.

Pramono, Nindyo, Rampai Hukum Bisnis Aktual, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006.


(5)

Prasetya, Rudhi, Upaya Mencegah Penyalahgunaan Badan Hukum, Serangkaian

Pembahasan Pembaharuan Hukum di Indonesia, Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 1993.

Sembiring, Sentosa, Hukum Perusahaan tentang Perseroan Terbatas, Bandung: CV. Nuansa Aulia, 2006.

Sirait, Ningrum N, Modul Hukum Perusahaan, Program Studi Magister Ilmu Hukum, Medan: USU, 2006.

Suroredjo, Hajati, Beberapa Catatan Mengenai RUU tentang Perseroan Terbatas, Suara Pembaruan, 9 Juni 1994.

Tim Penyunting Kamus Hukum ELIPS, Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Jakarta: Proyek ELIPS, 2000.

Tjager, I Nyoman, Corporate Governance, Jakarta: Prenhallindo, 2003.

Widjaja, Gunawan, Hak Individu dan Kolektif Para Pemegang Saham, Jakarta: Forum Sahabat, 2008.

Yani, Ahmad dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003.

Yani, Ahmad & Gunawan Widjaja, Seri Hukum Bisnis Perseroan Terbatas, Jakarta: PT. RajaGrafindo, 2003.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan

Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1999 tentang Pembelian Saham Bank Umum

Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 179/KMK.010/2003 tentang Kepemilikan Saham dan Permodalan Perusahaan Efek

Internet:


(6)

http://bataviase.co.id/node/241021. Diakses tanggal 8 Oktober 2010. http://bataviase.co.id/node/283122. Diakses tanggal 9 Oktober 2010.