Sejarah Timbulnya Ilmu Kalam dan Aliran aliran

Sejarah Timbulnya Ilmu Kalam dan Aliran aliran
Setelah wafatnya Rasul maka beralihlah pimpinan agama ke tangan Kholifah yang tlah mendapat
eprsetujuan kaum muslimin. Di samping itu ambisi terutama dari pemuka golongan-golongan yang
merasa dekat dengan Nabi tidak juga dapat fielakkan. Abu Bakar , Umar, Utsman, Ali merupakan
sahabat sahabat yang terdsekat dasn berkenan memangku jabatan yang mulia itu.
Ketika Ali Bin Abi Thalib diangkat menjadi Kholifah yang ke IV, ia sefera mendapat tantangan dari
pemuka pemuka yang ingin menjadi khilofah, terutam Tolhah dan Zubair dari Makkah yang rupanya
mendapat dukungan dari Siti A'isyah (Isteri Rosul), Tantengan tersebut dapat diatasi oleh Ali dalam
pertempuran Jamal di Irak, Tolhah dan Zuber mati terbunuh dan A'isyah digiring kembali ke Makkah.
Perlawanan selanjutnya datang dari Muawiyah gubernur Damaskus (Syam/Syiria) dan keluarga yang
terdekat dari Usaman Binh Affan. Muawiyah menuntut Ali agar menghukum pembunuh Usman, lebih
ndari itu ia menuduh Ali yang bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut. apalagi golongan
pemberontak yang datang dari Mesir itu Termasuk Muhammad bin Abi Bakr adalah anak angkat Ali,
dan Ali sendiri nampaknya acuh tak acuh tidak mau mengambil tindakan keras terhadap para
pemberontak itu.
Dalam pertempuran di Siffin tentara dadpat bmematahkan tentara Muawiyah, tapi tangan kanan
uawiyah, Amru bin 'Ash dengan cara mengangkat mushgaf Al-Qur'an, para Muqri (ahli membaca
Qur'an) yang berada di mpihak Ali memaksa Ali agar dapat menerima tawaran baik itu, lalu dicarilah
perdamaian dengan mengadakan tahkim. Amru bin Ash mewakili MUawiyah, Abu Musa Al Asy'ari
mewakili Ali. Dari kedua golongan ini terjadilah pemufakatan untuk mmasing masing menjatuhkan
kedua poimpinan yang saling bertentangan utu. Abu Musa yang lebih tua harus terlebih dahulu

mengumumkan pada orang banyak bahwa dari pihaknya menurunkan Ali sebagai Kholifah. berlainan
dengan apa yang disepakati bersama, Amru bin Ash mengumumkan bahwa pihaknya sengat menyetujui
penurunan ali sebagai kholifah, atas dasar itu pula ia mengumumkan serta menetapkan Muawiyah
sebagai kholifah. Putusan yang sangat bertentangan itu ditolak oleh Ali dan ia pun tidak mau meletakkan
jabatannya sebagai kholifah sampai akhir hayatnya.
Golingan Ali yang sejak semula tiddkmau menerima tahkim, memandang bahwa Ali bin Abi Thalib
telah berbuat salah, mereka inilah yang kemudian terkenal dengna nama golongan Khawarij. Orang
orang yang telah keluar dan memisahkan diri dari karena menganggap Ali telah bersalah dan berbuat
dosa; mereka menentang Ali.
Dua musuh yang bharus dihadapi Ali, yaitu Muawiya dan Khowarij. Golongan Khawarij dapat
dikalahkan Ali, tetapi Muawiyah ia mengalami kegagalan sampai ia wafat Muawiyah tetap berkuasa di
Damaskus. Setelah Ali wafat dengan mudah Muawiyah memperoleh npengakuan sebagai kholifah umat
islam (661 M).
Persoalan politik inilah yang akhirnya beralih kepada timbulnya persoalan teologi. Timbullah persoalan:
Siapa yang kafir dan siapa yang bmaswih tetap mikmin?
Golongan Khawarij memandang Ali, Muawiyah, Amru bin Ash dan Abu Musa serta orang-orangbyang
menyetujui tahkim adalahkafir, al-Qur'an menyatakan (al-maidah ayat 44), yang artinya: Siapa yang
tidak menentukan hukum dengan apa yang btelah diturunkan Allah (al-Qur'an), adaalah kafir.
Atas dasar ini Khawarij memutusakan ke 4 orang ini harus dibunuh karena mereka telah murtad/ kafir.
Konsep kafir ini berkembang pula bukan saja orang yang tidak mau menegakkan hukum berdasarkan al

-Qur'an tetapi orang-orang mukmin yang telah beerbuat dosa besar juga dipandang kafit.
Persoalan oraqng yang berbuat dosa inilah kemudian yang mempunyai pengaruh besar dalam
pertumbuhan teologi islam selanjutnya. Persoalannya ialah: Masihkah ia dapat dipandang orang mukmin
ataukah ia sudah menjadai kafir karena beerbuat dosa besar itu? Persoalan ini menimbulkan tiga aliran
teologi dalam islam.

Pertama Khawarij yang mengatakan bahwa orang berdosa besar adalah nkafir, dalam arti keluar dari
islam atau tegasnya murtad oleh karena itu wajib dibunuh.
Aliran kedua Murji'ah yang menegaskan bahawa orang yang berbuat dosa besart tetap masih masih
mukmin dan bukan kafir. Adpun soall dosa yang dilakukannya, terserah Allah untuk mengampuni atau
tidak mengampuninya.
Kaum Mu'tazilah sebagai aliran ketiga tidak menerima kedua pendapat di atas. Bagi mereka orang yang
berbuat dosa besar bukan kafir tetapi bukan pula mukmin. Orang serupoa ini kata mereka mengambil
posisi di antara posisi mukmin dan kafir yang dalam bahasa Arabnya terkenal dengan istilah al-manzilu
bainal manzilatain (posisi di antara dua posisi.
Diposkan oleh aripinmuslimdi 08.17