TARI KREASI DOGDOG LOJOR DI SANGGAR MUTIARA PAWESTRI PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI : ANALISIS MAKNA GERAK, RIAS, DAN BUSANA.
TARI KREASI DOGDOG LOJOR DI SANGGAR MUTIARA PAWESTRI PELABUHAN RATU KABUPATEN SUKABUMI (ANALISIS MAKNA GERAK, RIAS, DAN BUSANA)
SKRIPSI
Di Ajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Departemen Pendidikan Seni Tari
Oleh:
Puspita Permata Sari 1102441
DEPARTEMEN PENDIDIKAN SENI TARI FAKULTAS PENDIDIKAN SENI DAN DESAIN
(2)
Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri
Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi
(Analisis Makna Gerak, Rias, dan Busana)
Oleh
Puspita Permata Sari
Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan
Fakultas Pendidikan Seni dan Desain
© Puspita Permata Sari 2015 Universitas Pendidikan Indonesia
Juni 2015
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
(3)
(4)
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi (Analisis Makna Gerak, Rias, dan Busana)”. Narasumber utama dalam penelitian ini yaitu Toto Sugiarto, S.Pd selaku koreografer tari Dogdog Lojor. Tari Dogdog Lojor ini termasuk dalam rumpun tari kreasi baru yang berlandaskan tari rakyat dengan etnis Sunda. Tujuan penelitian adalah untuk memperoleh data makna gerak, rias, busana, kemudian mendeskripsikannya melalui kajian mendalam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yang dikaji melalui pendekatan
hermeneutik yang ditunjang dengan teori makna, teori bentuk, dan beberapa teori pendukung lainnya. Analisis pada gerak menggunakan konsep etnokoreologi yang terbagi menjadi gesture, pure movement, dan locomotion, selain itu juga analisis menggunakan teknik triangulasi data dari hasil observasi, wawancara, dan studi pustaka. Adapun data dikumpulkan melalui data reduksi, data display, dan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tari Dogdog Lojor secara konteks menggambarkan kegiatan para pemuda yang sedang bergembira menyambut panen padi. Berdasarkan pendekatan hermeneutik dan beberapa teori pendukung lainnya, maka bisa disimpulkan bahwa tari Dogdog Lojor karya Toto Sugiarto merupakan bentuk aplikatif lain dari alat musik Dogdog Lojor, merupakan setumpuk teks yang dapat dibaca konteksnya sehingga dapat dipahami dan dapat peneliti multitafsir makna gerak, rias, dan busananya.
(5)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seni pertunjukan merupakan ekspresi dan kreasi seniman serta masyarakat pemiliknya yang senantiasa hidup dan berkembang seiring dinamika atau perubahan zaman. Mengingat begitu banyaknya seni pertunjukan di Indonesia, taripun memiliki tempat khusus dalam segala perkembangan seni pertunjukan. Seni tari merupakan ekspresi gambaran dari jiwa seseorang yang dituangkan melalui gerak-gerak yang indah, ritmis, selaras dengan irama musik pengiringnya.
Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat mengenai tari dari Soedarsono (dalam Purwatiningsih, 2004, hlm. 24) bahwa: ‘Tari adalah eskpresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah. Untuk menghasilkan gerak yang indah membutuhkan proses pengolahan atau penggarapan terlebih dahulu, pengolahan bersifat stilatif dan distorsif’’. Gerak stilatif merupakan gerak yang telah mengalami proses pengolahan dan mengarah pada bentuk-bentuk yang indah, sedangkan gerak distorsif merupakan perombakan dari aslinya.
Sejak munculnya seni tari, selain sebagai ungkapan ekspresi jiwa seseorang, dahulu seni tari digunakan sebagai media untuk menyampaikan suatu pesan spiritual dari hamba kepada Tuhannya, pesan moral, pesan dalam politik, atau bahkan sebagai bentuk penghormatan dari rakyat pada pemimpinnya. Seperti yang dikemukakan oleh Parani (dalam Intan, 2013, hlm. 7) bahwa ada tiga arti pentingnya seni tari dalam kehidupan manusia: ‘Tari sebagai fungsi spiritual, komunikasi, dan sosial’.
Dengan begitu sudah jelas bahwa seni tari dapat berperan untuk menunjukkan eksistensi masyarakat pemiliknya, sebagai pewaris budaya tersebut. Kini masyarakat yang hidup di era globalisasi akan dituntut untuk lebih dinamis dalam memegang budayanya dalam arti sudah banyak perombakan budaya seperti pergeseran fungsi yang sudah menjadi fenomena tidak asing lagi, pada akhirnya seni taripun menjadi sarana hiburan semata.
(6)
2
Seni tari tidak semata-mata terbentuk begitu saja, namun dengan melewati berbagai komponen pendukung tari yang terdiri atas beberapa unsur yakni ruang, waktu, dan tenaga. Unsur ruang merupakan ruang pentas atau ruang tempat penari melakukan gerak, ruang yang diciptakan penari adalah ruang yang dibatasi oleh imajinasi penari yang dapat dijangkau oleh tangan dan kakinya dalam posisi tidak pindah tempat, sedangkan ruang pentas yakni arena (panggung) yang digunakan oleh penari. Unsur waktu memiliki dua faktor yang sangat penting yaitu ritme dan tempo, dimana ritme dalam gerak tari menunjukkan ukuran waktu dari setiap perubahan detail gerak, ritme lebih mengarah pada ukuran cepat atau lambat setiap gerakan yang dapat dicapai. Unsur tenaga merupakan suatu usaha memberikan untuk menentukan watak pada gerak, dalam hal ini terbagi atas tenaga yang lemah, sedang, dan kuat.
Gerak tari saat ini telah berkembang semakin dinamis, terutama gerak tari yang tidak berdasarkan pada pola baku (pakem). Hal ini menunjukkan, bahwa perkembangan gerak amat dipengaruhi oleh kreasi dan inovasi sang kreator. Dengan demikian, tari merupakan bentuk atau perwujudan ekspresi sang kreator tari yang dipersepsikan dari berbagai motif dan makna gerak, sehingga seharusnya dalam proses penciptaan sebuah karya tari akan lebih indah bila memiliki makna dalam setiap rangkaian geraknya dan akan menunjukkan bahwa tarian tersebut memiliki tujuan penciptaan.
Dengan makna yang beragam dalam penciptaan sebuah karya seni tari, tentunya seni tari tidak hanya menjadi seni pertunjukan yang monoton. Berdasarkan pola garapnya, seni tari terbagi menjadi dua jenis yakni seni tari tradisi dan seni tari kreasi. Dalam seni tari tradisipun tidak hanya terpatok dengan jenis yang itu-itu saja, tapi terbagi kembali menjadi tiga bagian di antaranya tari klasik dan tari rakyat.
Merangkum dari apa yang dijelaskan oleh Purwatiningsih (2004, hlm. 46-47) bahwa:
Tari klasik merupakan tari yang bermutu tinggi dan dikembangkan di kalangan adat yang kuat serta mapan seperti di keraton-keraton, rumah bangsawan. Tari kreasi merupakan bentuk tari yang timbul karena adanya kesadaran untuk mengolah, mencipta ataupun mengubah tarian
(7)
yang menjadi dasarnya, menjadi media yang membuka kebebasan untuk seniman tari saat ini di dalam mencari kemungkinan baru di bidang tari serta sifatnya terikat pada faktor yang sudah ada, dan sering juga dipakai sebagai eksperimen atau dapat pula disebut kontemporer.
Dari penjelasan di atas, peneliti dapat memahami bahwa tari kreasi lahir berawal dari sebuah ide atau gagasan yang dapat bersifat bebas, melalui proses pemikiran terbuka dalam mengolah suatu bahan atau materi menjadi suatu produk yang beda dengan produk lainnya, produknya berupa garapan tari itu sendiri. Tentunya penciptaan tari tidak akan lepas pada tari tradisi yang ada pada budaya di sekitarnya, bahkan ada juga kreator tari yang mengambil inspirasi dari daerah-daerah lain dan mencampurkan gerak tari yang lepas dari ikatan-ikatan tradisi.
Banyaknya tari kreasi baru pada saat ini, peneliti tertarik dengan salah satu tari yang diciptakan oleh Toto Sugiarto, S.Pd. Karya tari ini merupakan tari yang diajarkan di Sanggar Mutiara Pawestri dan Sanggar Anggitasari. Akan tetapi, penelitian akan dilakukan di Sanggar Mutiara Pawestri karena satu dan lain hal. Sanggar Mutiara merupakan sanggar seni di lingkungan Yayasan Mutiara serta sebagai kegiatan ekstrakurikuler di bidang seni tari, musik, karawitan, dan teater.
Toto Sugiarto merupakan penggerak yang berperan penting di Sanggar Mutiara Pawestri tersebut. Berdasarkan keterangan yang terdapat dalam laman blog Sanggar Mutiara Pawestri, bahwa beliau telah menciptakan berbagai tarian di antaranya, Tari Nyiru, Tari Rakean, Tari Pundak Arum, Tari Kreasi Dogdog Lojor, Tari Budak Buruan, Tari Pakujajar, Tari Jaya Antenya, Tari Kadita, Tari Mayangsagara, Tari Cepet, dan Tari Kumbang Bagus Setra.
Dengan tidak mengesampingkan tari karya Toto Sugiarto satu dengan yang lainnya, peneliti memfokuskan pada salah satu tari saja yakni Tari Dogdog Lojor. Peneliti mengutip salah satu pendapat yang dikemukakan oleh Murgiyanto (dalam Intan, 2013, hlm. 5) bahwa: ‘Sebuah gaya tari tidaklah sama bentuknya setiap zaman. Ia berubah ketika diajarkan oleh generasi tua ke generasi muda karena bentuk tari yang diwariskan itu diinterpretasikan. Sebuah tradisi juga berubah
ketika berada didalam genggaman orang-orang yang menerimannya.’
Merujuk pada kutipan di atas, permasalahan yang dapat diangkat dalam tari Dogdog Lojor ini, dapat dikatakan bahwa sebuah tradisi juga dapat berubah ketika
(8)
4
berada dalam genggaman orang-orang yang menerimanya, benar adanya bahwa koreografer tari kreasi Dogdog Lojor merupakan pembuat karya tari yang kreatif karena ide dan gagasan yang dipakai sangatlah menarik, walaupun Dogdog Lojor kebanyakan umum hanya digunakan dalam rangkaian acara ritual, tetapi Toto Sugiarto dengan apik serta kreatif dan inovatif dapat memberikan warna juga kesan yang lebih dinamis.
Alasan peneliti memilih tari tersebut tidak hanya dilihat dari satu aspek saja, akan tetapi dari berbagai sudut pandang yang meliputi penciptaan ide atau gagasan tari Dogdog Lojor yang mengadaptasi gerak-gerak tari rakyat baik itu yang berlatar etnis ke-Sundaan dan beberapa gerak berlatar etnis lain. Keunikan lain terdapat pada properti tari yang digunakan, yakni Dogdog Lojor yang pada umumnya digunakan sebagai salah satu alat musik pengiring untuk seni Dogdog Lojor di Kasepuhan Banten Selatan. Geraknya lebih banyak menggunakan gerakan menepuk Dogdog.
Karya tari Dogdog Lojor sebagai sebuah karya tari kreasi baru banyak memunculkan berbagai motif gerak, baik gerak tersebut memiliki makna ataupun tidak tentunya hanya koreografer yang mengetahuinya. Demikian pula, untuk aspek rias dan busananya, hal tersebut memberikan ruang untuk dikaji lebih lanjut ataupun diteliti lebih mendalam agar diketahui makna gerak, makna rias, dan makna busana tari Dogdog Lojor tersebut. Adapun beberapa gerak khas yang unik dalam tarian ini di antaranya ada Lulumpatan, Aclog-aclogan, Nakol dogdog, Kekepohan, dan Kukudaan.
Rias dan busana dalam tari Dogdog Lojor sangat menarik pula untuk ditelaah berkaitan dengan bentuk dan maknanya. Para penari di rias serta mengenakan busana yang dibuat dan disesuaikan dengan mengikuti perkembangan zaman saat ini, yang menuntut sebuah kemasan lebih berwarna. Rias yang dibuat seperti badut memberikan kesan lucu dan unik sehingga dapat memanjakan mata penontonnya, didukung dengan ekspresi-ekspresi lucu dan kocak yang dilakukan oleh penarinya membuat suasana lebih ceria.
Busana yang dipilih berwarna hijau stabilo yang menimbulkan kesan lebih ceria, ditambah dengan balon yang digantung pada bagian kepala sehingga penari
(9)
memiliki antena berwarna merah yang akan bergerak ke atas dan ke bawah jika penari sedang bergerak, sehingga menambah keistimewaan dari tari Dogdog Lojor. Berdasarkan berbagai paparan tersebut di atas, peneliti berfikir bahwa dilihat dari komponen gerak, rias, dan busana tari Dogdog Lojor memiliki makna yang terkandung di dalamnya.
Peneliti mencoba mendeskripsikan makna ragam gerak serta mengkaji dan memahami makna geraknya secara terperinci. Walaupun ada beberapa gerak yang telah disebutkan, susunan gerak khasnya belum terlalu terperinci, inilah yang akan peneliti jadikan inti dari penelitiannya. Dengan multidisiplin ilmu yang dapat mendukung dalam proses kajian, peneliti berharap dapat mengkaji masalah makna di dalam tarian tersebut secara terperinci dan jelas.
Rias dan busana yang belum diketahui maknanya oleh peneliti, juga menjadi alasan penguat untuk meneliti tari kreasi Dogdog Lojor karya Toto Sugiarto, S.Pd dengan didukung teori pendukung yang akan digunakan dalam mengkaji makna rias busana dengan beberapa teori dari para ahli yang relevan dalam bidangnya.
Sudah menjadi hal yang lumrah bahwa makna tidak akan lepas dengan simbol, karena bila ada simbol pasti memiliki makna. Peneliti menguatkan pernyataan tersebut dengan sebuah kutipan dari Royce (dalam Widaryanto, 1986, hlm. 171) bahwa:
Seluruh ciri-ciri kompleks yang dipakai orang untuk menandai identitas mereka terdiri dari sesuatu yang telah saya sebut sebagai gaya. Gaya, sebagaimana saya batasi, tersusun dari simbol, bentuk, dan orientasi nilai yang mendasarinya. Bentuk dan simbol terang-terangan memasukkan pakaian, bahasa, musik, tari, tipe rumah, dan agama.
Oleh karenanya, penting bagi peneliti untuk dapat peka dalam melihat simbol-simbol yang terdapat dalam tari tersebut, karena hal tersebut adalah rangkaian dalam sebuah proses pemaknaan sebuah karya tari. Jika tari sungguh menyimpan makna, hal ini tidak berlaku sama sebagaimana bahasa semata, ataupun makna di dalam tari dengan mudah dapat diterjemahkan ke dalam kata-kata, melainkan tari sebagai penanda identitas pada masyarakat pemiliknya.
Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan, peneliti merasa tertarik untuk mengetahui lebih lanjut mengenai masalah makna pada tari Dogdog Lojor
(10)
6
Karya Toto Sugiarto. Oleh karena itu, peneliti merasa penting untuk mendokumentasikan tari tersebut dan mengkajinya secara lebih mendalam ke dalam bentuk skripsi sebagai informasi kepada masyarakat luas pada umumnya dan masyarakat Sukabumi khususnya. Berangkat dari hal tersebut, maka peneliti mengangkat sebuah penelitian dengan judul “Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi (Analisis Makna Gerak, Rias, dan Busana)”.
B. RUMUSAN MASALAH PENELITIAN
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas mengenai tari Dogdog Lojor karya Toto Sugiarto, maka dalam hal ini peneliti mengambil beberapa rumusan masalah yang dibuat dalam bentuk pertanyaan penelitian, sebagai berikut:
1. Bagaimana Makna Gerak Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri?
2. Bagaimana Makna Rias dan Busana Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri?
C. TUJUAN PENELITIAN
Merujuk dari rumusan masalah di atas, peneliti berharap mampu untuk menganalisis permasalahan yang telah disebutkan. Adapun beberapa tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu:
1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan berbagai fenomena dalam tari Dogdog Lojor karya Toto Sugiarto, S.Pd. di Sanggar Mutiara Pawestri.
2. Tujuan Khusus
Untuk mendeskripsikan makna yang terkandung dalam gerak, rias, dan busana tari Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri.
(11)
D. MANFAAT PENELITIAN
Selain tujuan penelitian, penelitian ini juga dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait, di antaranya:
1. Bagi Peneliti
a. Dapat menambah wawasan, pengalaman, dan kreativitas dalam hal
mengkaji sebuah masalah penelitian.
b. Dapat memperkaya pemahaman peneliti tentang seni tari yang ada di daerah sendiri.
c. Dapat meningkatkan kualitas penelitian yang bersifat deskriptif.
d. Dapat meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri.
2. Mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni tari
Dengan adanya penelitian ini, dapat memberikan pengetahuan baru serta memberikan informasi pada mahasiswa tentang keberadaan Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri.
3. Jurusan Pendidikan Seni Tari
Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai Tari Kreasi Dogdog Lojor.
4. Bagi Penata Tari Kreasi Dogdog Lojor
Sebagai salah satu dokumen menyangkut karya tari kreasi baru yang di ciptakannya dan juga menambah semangat baru untuk terus membuat karya bermakna.
5. Bagi Sanggar Mutiara Pawestri
a. Dapat meningkatkan motivasi dalam berkarya lebih baik lagi.
b. Dapat meningkatkan mutu dan kualitas pembelajaran seni tari di Sanggar Mutiara Pawestri.
c. Meningkatkan eksistensi Sanggar Mutiara Pawestri.
6. Bagi Siswa Sanggar Mutiara Pawestri
a. Dapat meningkatkan kreativitas anak, baik dalam praktek maupun dalam
(12)
8
b. Dapat meningkatkan kepribadian anak serta perkembangan karakter
anak.
7. Bagi Penikmat Seni
Sebagai wawasan baru dan semangat baru untuk eksis menggeluti seni tradisional, dan berusaha melestarikan serta mempertahakan seni daerah setempat.
8. Bagi Dinas Pendidikan dan Pariwisata
Dengan adanya penelitian ini, menambah pembendaharaan penelitian mengenai tari yang ada di Kabupaten Sukabumi. Memperhatikan Tari Kreasi Dogdog Lojor dan tarian lainnya, serta melestarikannya.
9. Bagi Pembaca
Dari hasil penelitian ini diharapkan bagi para pembaca, mendapatkan informasi yang menyeluruh tentang Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri.
E. Stuktur Organisasi Skripsi
Sistematika penulisan berperan sebagai petunjuk agar penulisan lebih terarah. Oleh karena itu penulisan dibagi menjadi beberapa bagian, sebagai berikut:
1. Halaman Judul
2. Halaman Pengesahan
3. Halaman Pernyataan
4. Kata Pengantar
5. Abstrak
6. Daftar Isi
7. Daftar Tabel
8. Daftar Bagan
9. Daftar Gambar
10. BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah Penelitian
(13)
1. Tujuan Umum Penelitian
2. Tujuan Khusus Penelitian
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat dari Segi Teori (relevansi dengan pembahasan)
2. Manfaat dari Segi Kebijakan (instansi) 3. Manfaat dari Segi Praktik (peneliti)
4. Manfaat dari Segi Isu Serta Aksi Sosial (Dogdog Lojor) E. Struktur Organisasi Skripsi
11. BAB II Kajian Pustaka 12. BAB III Metode Penelitian
A. Desain Penelitian
B. Partisipan dan Tempat Penelitian
C. Pengumpulan Data Instrumen Penelitian
D. Prosedur Penelitian E. Analisis Data F. Isu Etik
13. BAB IV Temuan dan Pembahasan
A. Temuan
B. Pembahasan
14. BAB V Simpulan, Implikasi dan Rekomendasi
A. Simpulan
B. Implikasi dan Rekomendasi
1. Bagi para Pembuat Kebijakan
2. Bagi para Pengguna Hasil Penelitian 3. Bagi para Peneliti Berikutnya
4. Bagi Pemecahan Masalah di Lapangan atau Follow-up dari Hasil Penelitian
15. Glosarium
16. Daftar Pustaka
17. Lampiran-lampiran
(14)
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Keberhasilan suatu penelitian tidak terlepas dari metode yang digunakan. Karena itu, perlu adanya ketelitian dalam memilih metode untuk hasil dan tujuan penelitian. Seperti yang dikatakan oleh Surakhmad (dalam Abeldiba, 2014, hlm. 26) bahwa: “Metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan”. Dengan begitu, benar adanya bahwa maksud dari metode penelitian merupakan alat bantu peneliti dalam pelaksanaan penelitian dengan cara yang ilmiah.
Penggunaan metode harus dilihat dari sejauh mana efektivitas, efisien, dan relevan. Suatu metode dikatakan efektif apabila selama pelaksanaan metode penelitian terlihat adanya perubahan positif menuju pada apa yang diharapkan. Suatu metode dikatakan efisien apabila penggunaan waktu, fasilitas, biaya, dan tenaga ditekan sehemat mungkin namun mencapai hasil yang maksimal. Relevan tidaknya suatu metode dapat dilihat dari kegunaan atau manfaat metode tersebut. Jika antara waktu pengolahan data, hasil pengolahan data dengan tujuan yang hendak dicapai tidak terjadi penyimpangan, maka metode tersebut dikatakan relevan atau sesuai digunakan dalam penelitian.
Dalam penelitian ini cara yang digunakan yakni melalui pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analisis. Gay (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 9) yang menyatakan bahwa: „Penelitian murni atau dasar, bertujuan untuk mengembangkan teori dan tidak memperhatikan kegunaan yang langsung bersifat praktis. Jadi, penelitian murni atau dasar berkenaan dengan penemuan dan
pengembangan ilmu‟.
Dapat diartikan, bahwa penelitian murni dapat memunculkan sebuah pendapat baru yang dapat dijadikan sebagai teori baru nantinya. Selain itu, penelitian murni digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna yang merupakan data sebenarnya yang pasti merupakan suatu nilai dibalik data yang tampak. Mengenai hal itu, peneliti
(15)
mengutip pengertian metode penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh Sugiyono (2013, hlm. 15) bahwa:
Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan data dilakukan dengan triangulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif atau kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi atau transferability.
Objek yang diteliti oleh peneliti berasal dari akar seni yang tumbuh di sekitar lingkungan tempat peneliti tinggal. Objek yang diteliti merupakan cerminan kreativitas seniman pembuatnya, adapun hubungan diantara peneliti dengan koreogafer tari Dogdog Lojor tidak memiliki keterikatan sebelumnya. Dapat dikatakan bahwa narasumber dan lingkungan penelitian merupakan sesuatu yang asing bagi peneliti, sehingga peneliti harus mampu membangun keakraban dan beradaptasi satu sama lain. Sudah sepatutnya dalam penelitian ini peneliti memposisikan diri pada ketetapan analisis yang sesuai dengan target yang ingin dicapai peneliti dalam upaya mengupas objek penelitian, menggunakan analisis deskriptif. Sebagaimana yang dijelaskan pada pernyataan berikut. Seiddel (dalam Moleong, 2014, hlm. 248) bahwa:
Analisis deskriptif merupakan kegiatan mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal itu diberi kode agar sumber datanya tetap dapat ditelusuri. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat ikhtisar, dan membuat indeksnya. Berfikir, dengan jalan membuat agar kategori data itu mempunyai makna, mencari dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan-temuan umum.
Dengan begitu, kedudukan peneliti sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsiran data dan pada akhirnya peneliti menjadi pelapor hasil penelitiannya. Selanjutnya peneliti mengkombinasi multidisiplin ilmu lainnya, dengan harapan memunculkan yang dibutuhkan untuk penelitian, sehingga teknik pengumpulan data akan dapat menghasilkan data yang bersifat kualitatif.
(16)
41
B. Partisipan dan Tempat Penelitian
Sebelum peneliti membahas mengenai apa, siapa, dan bagaimana peneliti akan menentukan data penelitian yang tepat dalam permasalahan ini. Alangkah baiknya peneliti menjabarkan sekilas mengenai istilah sampel dan populasi di dalam penelitian yang bersifat induktif atau kualitatif agar dapat dipahami bersama-sama.
Dalam penelitian dengan pendekatan kualitatif memang tidak menggunakan istilah populasi, karena penelitian kualitatif berangkat dari kasus tertentu yang ada pada situasi sosial tertentu dan hasil kajiannya tidak akan diberlakukan ke populasi, tetapi ditransferkan ke tempat lain pada situasi sosial yang memiliki kesamaan dengan situasi sosial pada kasus yang dipelajari. Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi sebagai narasumber atau partisipan, informan, teman, dan guru dalam penelitian.
Teknik pengambilan sampel pada penelitian kualitatif yang digunakan yaitu teknik purposive sampling.
Purposive sampling adalah pemilihan sampel secara purposif atau teoritis, bukannya sampel acak atau refresentatif disebabkan peneliti ingin meningkatkan cakupan dan jarak data yang dicari demi membiaskan realitas yang berbagai-bagai, sehingga segala temuan akan terlandaskan secara lebih mantap karena prosesnya melibatkan kondisi dan nilai lokal yang semuanya saling mempengaruhi. (Guba dan Licoln, dalam Alwasilah, 2000, hlm. 60).
Dalam memilih narasumber sebagai sumber pendukung penelitian, sebaiknya yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Mereka yang menguasai atau memahami sesuatu melalui proses enkulturasi (pewarisan budaya), sehingga sesuatu itu bukan sekedar diketahui, tetapi juga dihayati.
2. Mereka yang tergolong masih sedang berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti.
3. Mereka yang mempunyai waktu memadai untuk dimintai informasi.
4. Mereka yang tidak cenderung menyampaikan informasi hasil “kemasannya” sendiri.
(17)
5. Mereka yang pada mulanya tergolong “cukup asing” dengan peneliti. Maksudnya agar peneliti lebih tertantang, sehingga mampu berinteraksi dengan lancar.
Berdasarkan kelima kriteria tersebut di atas, Langkah awal yang harus diambil adalah merumuskan masalah, menentukan jenis data yang akan digunakan, mencari sumber data dan mengkritisi sumber data yang diperoleh. Pengolahan data primer dan sekunder sebagai berikut:
1. Data primer adalah koreografer tari Dogdog Lojor untuk menjadi narasumber
peneliti. Saat di lapangan, peneliti akan mengumpulkan data-data dari Toto Sugiarto, selain itu juga akan dikumpulkan data berupa informasi pengalaman menari tari Dogdog Lojor dari murid di Sanggar Mutiara Pawestri, khususnya yang sering ataupun pernah menarikan tari tersebut, dan dokumentasi kegiatan penelitian (video tari, foto-foto) dan observasi. Peran peneliti di sini sebagai instrumen utama dalam pengumpulan data karena peneliti secara langsung terjun ke lapangan sehingga dapat secara langsung melihat keadaan di lapangan dan tentunya dapat menghasilkan data yang akurat. Alasan dipilihnya sumber di atas karena pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna dari gerak, rias, dan busana yang terdapat pada tari Dogdog Lojor.
2. Data sekunder diperoleh dari data studi kepustakaan dan studi dokumen. Seperti buku-buku penunjang dalam proses analisis data, dokumen-dokumen yang terkait dengan tari Dogdog Lojor, sehingga data-data sekunder tersebut dapat melengkapi kekurangan pada data di tahap observasi.
Sehubungan dengan tari yang akan diteliti merupakan tari yang hidup di dalam lingkup Sanggar Mutiara Pawestri, sudah barang tentu tempat penelitiannya di Sanggar Mutiara Pawestri itu sendiri. Sanggar tersebut terletak di Komplek Pendidikan Terpadu Mutiara, Jalan Bhayangkara Km.1 Kampung Kiara Lawang, Desa Citepus, Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi.
(18)
43
C. Pengumpulan Data Instrumen Penelitian 1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah pencatatan segala peristiwa dan seluruh elemen yang akan menunjang penelitian. Seperti yang dikemukakan oleh Moleong (2014, hlm. 157) bahwa: “teknik pengumpulan data merupakan salah satu bagian penelitian yang sangat penting, di dalamnya mencakup enam bagian yaitu sumber dan jenis data, manusia sebagai instrumen, berperan serta, pengamatan, wawancara, catatan lapangan, penggunaan dokumen dan cara lainnya”.
Dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan empat cara sebagai upaya memperoleh data yang akurat, yaitu:
a. Observasi
Observasi dapat dikatakan juga sebagai sebuah pengamatan yang bertujuan untuk mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawaban, dan mencari bukti terhadap fenomena sosial (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, dan sebagainya).
Penggunaan teknik ini berdasarkan pada pertimbangan bahwa terdapat sejumlah data yang hanya diangkat melalui pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Dengan menggunakan teknik ini, peneliti berupaya menggali data yang berhubungan dengan makna yang terkandung dalam tari Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri.
Observasi dilakukan sebagai cara peneliti agar dapat mengalami dan mendokumentasikan pertunjukan tari Dogdog Lojor, sehingga fakta-fakta yang dijumpai di lapangan dapat peneliti analisis. Selain itu, dilakukan secara menyeluruh terhadap gerak, rias dan busana tari Dogdog Lojor dengan cara mengunjungi lokasi penelitian yang bersangkutan dengan maksud mendapatkan informasi mengenai kedalaman makna yang terkandung di dalam tari Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Hasandi (dalam Gayatri, 2014, hlm. 23) bahwa: „Hal ini (penelitian) dilakukan dengan cara
(19)
mencatat, merekam, dan memotret fenomena tersebut guna penemuan dan analisis‟.
Adapun pelaksanaan kegiatan observasi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Jum‟at, 23 Januari 2015
Merupakan observasi pertama yang dilaksakanan oleh peneliti. Dalam observasi ini peneliti melakukan tahapan pengenalan lingkungan sanggar, kemudian mulai melihat kegiatan sanggar, dan mengamati secara detail struktur sanggar dimulai dari pengajar sanggar, pola ajar yang diterapkan, materi ajar dan juga masuk pada inti observasi yaitu mengamati latihan tari Dogdog Lojor. Penelitian ini berlangsung saat kegiatan sanggar dimulai pukul 14.00 dan diakhiri dengan pengambilan video tari Dogdog Lojor dan foto setiap gerak tari untuk tahapan analisis pertama.
2. Sabtu, 24 Januari 2015
Observasi kedua di SMP Negeri 1 Parungkuda. Observasi kedua ini hanya kepada Toto Sugiarto selaku penata tari Dogdog Lojor dengan tujuan melihat cara beliau mengajar siswanya
3. Rabu, 29 April 2015
Peneliti melakukan Observasi kembali di Sanggar Mutiara. Pada observasi kali ini, peneliti berhasil menemui pemilik sanggar yaitu Hesti Raras Pawestri, M.Pd, kemudian kembali melakukan pengamatan pada proses latihan di sanggar. Pengambilan video keduapun dilakukan, tetapi kali ini penari mengenakan kostum dan rias wajah lengkap.
b. Wawancara
Wawancara merupakan proses pengumpulan data atau informasi melalui tatap muka antara pihak peneliti dengan pihak narasumber yang dianggap mampu memberikan data yang dibutuhkan. Wawancara dilakukan peneliti kepada beberapa narasumber di antaranya:
(20)
45
1. Toto Sugiarto, S.Pd.
Selaku pengajar dan penata tari Sanggar Mutiara Pawestri. Bapak Toto dijadikan sebagai narasumber utama oleh peneliti. Berdasarkan hasil wawancara dengan beliau nantinya akan diperoleh data mengenai makna gerak, rias, dan busana tari Dogdog Lojor.
2. Pengurus sanggar
Sesi wawancara dengan pengurus Sanggar Mutiara Pawestri akan menambah informasi bagi peneliti agar memudahkan dalam proses pengolahan data, adapun yang akan ditanyakan peneliti meliputi pengelolaan sanggar tersebut, lalu akan ditanyakan pula jadwal latihan rutin sanggar, siapa saja pelatih sanggar, anggota sanggar, dan eksistensi sanggar tersebut dalam keikut sertaan dalam lomba ataupun sebagai pengisi acara.
3. Penari Dogdog Lojor
Sudah seharusnya pelaku (penari) tari Dogdog Lojor dijadikan sebagai narasumber karena penari akan mendapat pengalaman dalam menarikan tarian tersebut. Hal yang akan ditanyakan tentunya bagaimana proses latihan untuk tari tersebut, kendala yang dialami penari saat latihan dan menarikannya, sudah berapa lama menjadi penari Dogdog Lojor, gerak yang cukup sulit, nama gerak-geraknya, dan makna gerak dari kacamata penari.
Format wawancara dilakukan dengan wawancara terbuka. Wawancara secara terbuka dilakukan secara langsung antara peneliti dengan narasumber. Melalui bentuk wawancara terbuka menjadi dialog terhadap materi pertanyaan. Pengumpulan data primer selain diperoleh melalui wawancara juga didukung oleh data melalui pengamatan secara langsung yang ditemui di lapangan.
(21)
Adapun proses pelaksanaan kegiatan wawancara dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Jum‟at, 17 Oktober 2014
Wawancara dengan Toto Sugiarto, S.Pd. Wawancara ini berbicara seputar tari Dogdog Lojor karya beliau. Meliputi, konsep garap, awal tercipta, tujuan penciptaan, ide, dan konsep pertunjukan. Wawancara pertama ini bertujuan sebagai informasi awal bagi peneliti dalam penyusunan proposal.
2. Jum‟at, 23 Januari 2015
Wawancara dengan Handika, selaku pengajar tari di sanggar tersebut. Wawancara ini meliputi awal mula berdirinya sanggar, selain itu, dilakukan wawancara dengan peserta sanggar spesialisasi tari.
3. Sabtu, 24 Januari 2015
Wawancara dengan Toto Sugiarto, berbicara seputar nama gerak, makna gerak, makna rias, dan makna busana yang terkandung di dalam tarian tesebut.
4. Rabu, 29 April 2015
Wawancara bersama penari Dogdog Lojor, dengan tujuan menginformasikan nama gerak yang telah dibuat peneliti sehingga penari dapat memaknai tari Dogdog Lojor, peneliti ingin mengetahui perbedaan ketika latihan biasa dengan menari dilengkapi rias dan juga busananya.
5. Jum‟at, 8 Mei 2015
Wawancara bersama Toto Sugiarto, dengan tujuan diskusi untuk membahas ulang nama gerak, makna gerak, makna rias, dan makna busana yang telah dikaji peneliti.
6. Senin, 11 Mei 2015
Wawancara bersama Toto Sugiarto dengan tujuan diskusi untuk membahas kembali hasil pembahasan sebelumnya yang sudah mengalami revisi.
(22)
47
7. Wawancara via telpon, karena jarak antara peneliti dengan
narasumber yang jauh.
c. Studi Dokumen
Merupakan pengumpulan data yang sangat membantu memberikan data di dalam menganalisis, mencari data berupa benda tertulis, seperti buku, majalah, peraturan, notulen rapat, catatan harian dan sebagainya.
Pedoman studi dokumentasi berupa pengambilan data sesuai dengan identifikasi penelitian, data tersebut dapat berbentuk video, foto-foto, buku, dan artikel. Adapun hasil yang telah didapat oleh peneliti menemukan beberapa dokumentasi yang dapat mendukung dan membantu dalam proses penulisan.
d. Studi Pustaka
Menurut Nyoman Kutha Ratna (dalam Gayatri, 2014, hlm. 27) menyatakan bahwa sebagai berikut:
Studi pustaka adalah bahan-bahan bacaan yang secara khusus berkaitan dengan objek penelitian yang sedang dikaji. Informasi bahan bacaan itu dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan-peraturan. Ketetapan-ketetapan, artikel, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain. Menyusun studi pustaka perlu usaha untuk mengumpulkan sumber sebanyak-banyaknya. Sumber tersebut harus relevan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian.
Teori-teori yang mendasari masalah dan bidang yang akan diteliti dapat ditemukan dengan melakukan studi pustaka. Selain itu peneliti dapat memperoleh informasi tentang penelitian-penelitian sejenis atau yang ada kaitannya dengan penelitian, dan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Dengan melakukan studi pustaka, peneliti dapat memanfaatkan semua informasi dan pemikiran-pemikiran yang relevan dengan penelitiannya. Setelah masalah penelitian ditemukan, peneliti melakukan studi pustaka yang merupakan suatu kegiatan penting yang
(23)
harus dilakukan oleh peneliti, baik sebelum maupun selama penelitian berlangsung.
Studi pustaka yaitu tahap pencarian data dari sumber-sumber tertulis berupa skripsi, buku-buku dan artikel yang berkaitan erat dengan objek penelitian yang digunakan sebagai bahan data studi yang melandasi penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mencari sumber data tertulis dari skripsi-skripsi yang membahas mengenai makna dari gerak, busana, dan rias sebuah tari. Dibeberapa perpustakaan seperti perpustakaan kampus UPI, perpustakaan kampus UNPAD, dan perpustakaan kampus ISBI Bandung peneliti mencari data dari berbagai buku-buku atau artikel mengenai budaya daerah.
Untuk lebih jelasnya dapat dikemukakan beberapa sumber pustaka penting dalam penelitian ini di antaranya sebagai berikut:
1. “Metode Penelitian Pendidikan – Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D”
(2013) penulis Prof. Dr. Sugiyono. Buku ini menjelaskan tentang metode yang dapat digunakan dalam penelitian baik itu bersifat murni, terapan ataupun besifat penelitian dan pengembangan. Buku ini sangat penting sebagai bahan rujukan dan penting sebagai penjelasan mengenai metode dalam penelitian kualitatif, agar dapat membantu peneliti dalam menganalisis data menjadi sebuah informasi.
2. “Metodologi Penelitian Kualitatif”
(Cetakan 2014) penulis Prof. Dr. Lexy J. Moleong, M.A. Buku ini menjelaskan mengenai metodologi pada penelitian kualitatif, sehingga buku ini membantu peneliti dalam menambah literatur mengenai kualitatif dan lebih mengenal deskriptif analisis.
3. “Komposisi Tari Elemen-elemen Dasar”
(1975) penulis La Meri terjemahan Soedarsono. Buku ini menjelaskan tentang elemen dasar tari, meliputi desain lantai, desain atas, desain musik, desain dramatik, dinamika, tema, gerak,
(24)
49
proses, koreografi kelompok. Buku ini sangat penting sebagai bahan rujukan dan penting sebagai penjelasan mengenai konsep penciptaan tari melalui ide atau gagasan, sehingga didapatkan sebuah pemahaman dasar bagi peneliti.
4. “The Power Of Simbols”
(2002) penulis F. W. Dillistone. Buku ini menjelaskan tentang simbol secara umum melalui pemahaman simbol di dalam kehidupan manusia sehari-hari, sehingga sangat penting sebagai bahan rujukan, karena buku ini akan menunjang penelitian dalam memecahkan masalah makna di dalam tari tersebut.
5. “Simbolisme Dalam Budaya Jawa”
(2003) penulis Budiono Herusatoto. Buku ini berisikan tentang kebudayaan dan simbolisme, riwayat, filosofi hidup orang jawa serta makna dari tindakan-tindakan simbolis orang jawa. Buku ini membantu peneliti dalam proses peningkatan pemahaman memaknai suatu simbol yang tersirat dan tersurat.
6. “Seni Pertunjukan dan Seni Rupa”
(2008) penulis Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc. Buku ini menjelaskan mengenai seni pertunjukan pada masa jawa kuno dalam perspektif arkeologis, motif ragam hias batik dan makna filosofinya, singa dalam kesenian hindu di jawa tengah, industri seni di era global, instrumen gamelan jawa, dan emas dalam kehidupan masyarakat jawa kuno dari segi kedudukan dan fungsinya. Selain menambah referensi mengenai filosofi dari sebuah simbol, juga menambah kajian simbol dari ragam hias. 7. “Pengetahuan Elementer Tari dan Beberapa Masalah Tari”
(1986) diterbitkan oleh Direktorat Kesenian, Proyek
Pengembangan Kesenian Jakarta, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Buku ini menjelaskan tentang pengetahuan elementer tari, komposisi tari, koreografi tari, dramatari, notasi laban tari, dan cara pencatatan tari. Peneliti merasa buku ini penting karena
(25)
membantu dalam pembahasan data penelitian sehingga ditemukan jawaban dari permasalahan yang diteliti.
8. “Antropologi Tari”
(2007) penulis Anya Peterson Royce. Buku ini berisikan tentang antropologi tari, problematika dan perspektif, dan ketetapan arah di masa mendatang. Buku ini sangat penting karena akan memberi pandangan baru mengenai seni dari sudut pandang sejarahnya, selain itu di dalam buku ini juga memuat mengenai simbol dan gaya.
9. “Desain dan Dunia Kesenirupaan Indonesia dalam Wacana Transformasi Budaya”
(2001) penulis Agus Sachari dan Yan Yan Sunarya. Terdapat penjelasan mengenai perkembangan desain modern di Indonesia, transformasi budaya dan perubahan sistem nilai, faktor penyebab perubahan sistem nilai di Indonesia, dan pengamatan analisis pergeseran nilai estetik. Sama dengan beberapa judul buku yang
telah disebutkan sebelumnya, yang membahas mengenai
pemaknaan sebuah simbol maka peneliti membutuhkan buku ini untuk mengetahui mengenai nilai kebudayaan khas Indonesia. 10. “Tinjauan SeniSebuah Pengantar untuk Apresiasi Seni”
(1990) penulis Soedarsono Sp. Buku ini berisikan tentang pengertian seni dan seni rupa, seni dalam berbagai istilah, seni dan keindahan, seni dan ekspresi, seni dalam arsitektur, apresiasi seni, gaya dan aliran seni, dan juga pendidikan seni. Buku ini menunjang dalam menemukan titik terang nilai artistik kesenirupaan dalam busana tari.
11. “Praktis Belajar Seni Tari”
Penulis Elly Laelasari. Buku ini berisi ilmu dasar komponen pendukung seni tari, dan merupakan buku yang penting karena sebagai penunjang tulisan peneliti mengenai analisis tari Dogdog Lojor.
(26)
51
12. “Menggambar Busana”
(2011) penulis Dra. Uswatun Hasanah, M.Si., Dra. Melly Prabawati, Muchamad Moerharyono, S.Pd. Buku ini berisi dasar-dasar membuat pakaian dan juga terdapat penjelasan mengenai komponen-komponen busana, sehingga buku ini penting karena peneliti membahas mengenai makna busana.
13. “Pedoman Lengkap Menggambar Orang”
(1992) penulis H.K. Ishar. Buku ini berisi tentang garis, bentuk, serta ekspresi air muka, sehingga buku ini membantu peneliti ketika melakukan analisis terhadap bentuk dan juga ekspresi yang menjadi khas di dalam tarian tersebut.
14. “Semiotika Visual dan Semantika Produk”
(2009) penulis Susann Vihma dan Seppo Vakeva. Buku ini berisikan teori mengenai semiotika dan semantika, yaitu ilmu mengenai bahasa karena peneliti akan membahas mengenai teori hermeneutik atau ilmu penafsiran.
15. “Seni dan Pendidikan Seni”
(2012) penulis Juju Masunah, M.Hum., Ph.D. dan Prof. Dr. Tati Narawati, M. Hum. Buku ini berisikan tentang seni pertunjukan dari berbagai dimensi, tradisi yang selalu berubah, dan sistem transmisi tradisional dan modern. Buku ini membantu peneliti dalam mengkaji perubahan fungsi tari.
16. “Sunda Pola Rasionalitas Budaya”
(2015) penulis Jakob Sumardjo. Buku ini berisikan tentang falsafah atau filosofi orang Sunda tentang ketentuan-ketentuan yang disebut Tritangtu.
17. “Filsafat Seni”
(2000) penulis Jakob Sumardjo. Buku ini berisikan tentang kedudukan seni sebagai ekspresi, seni sebagai benda, seni sebagai nilai, seni sebagai pengalaman, publik seni, konteks seni, ringkasan sejarah estetika barat, dan persoalan seni Indonesia. Buku ini
(27)
membantu peneliti untuk membuka pola pikir mengenai seni dilihat dari beberapa aspek.
18. “Estetika Paradoks”
(2014) penulis Jakob Sumardjo. Buku ini berisi tentang filsafat paradoks seni Indonesia, yang kaya dengan filosofi-filosofi yang telah dijadikan pegangan pendahulunya, kemudian buku ini mengungkapkan estetika pada pola dua, pola tiga, pola empat, dan pola lima,sebagai identitas pada tradisi.
19. “Hermeneutika”
(1969) penulis Richard E. Palmer. Buku ini berisikan tentang teori hermeneutik yang belum lama ini dikenal oleh peneliti. Pada buku ini, peneliti menemukan pemahaman mengenai hermeneutik sebagai ilmu tafsir yang telah lama diketahui keberadaannya oleh para ahli, sehingga buku ini menguatkan peneliti untuk menggunakan hermeneutik sebagai pisau bedah untuk memahami objek penelitian.
20. “Agama dalam Transformasi Budaya Nusantara”
(2010) penulis Dr. Yuliawan Kasmahidayat, M.Si. Buku ini merupakan bukti tertulis mengenai penelitian murni pada seni Dodod di desa Mekar Wangi, Pandeglang, Banten Selatan. Buku ini menguak mengenai adanya transformasi agama pada seni Dodod sebagai bentuk seni milik masyarakat pembentuknya. 21. “Metodologi Penelitian-Kajian Budaya dan Ilmu Sosial Humaniora
Pada Umumnya”
(2010) penulis Prof. Dr. Nyoman Kutha Ratna, Su. Buku ini berisikan tentang hakikat sebuah penelitian, berbagai sarana pendukung analisis, kebudayaan dan kajian, metode penelitian, kerangka penelitian.
22. “Teori Budaya”
(2012) penulis David Kaplan dan Robert A. Manners. Buku ini berisi tentang paham antropologi, metode dan pokok soal dalam
(28)
53
menyusun teori, orientasi teori, teori budaya, analisis formal, epilog: beberapa tema lama dan arah baru.
2. Instrumen Penelitian
Sudah barang tentu, dalam penelitian ini peneliti memerlukan instrumen penelitian untuk mendukung dan memperkuat informasi penelitian dalam bentuk pedoman observasi, pedoman wawancara, teknik dokumentasi, objek utama (koreografer dan penari Dogdog Lojor), instansi (sanggar), sumber pustaka yang berkaitan dengan isi penelitian sehingga mampu menunjang dalam proses penelitian, dan metode. Menurut Arikunto (2006, hlm.149) yang menyatakan bahwa: „Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data, agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya‟.
Dengan kata lain instrumen merupakan alat yang digunakan untuk memecahkan permasalahan di dalam penelitian. Penelitian sendiri berisikan inti yang meliputi pemeriksaan, penyelidikan, kegiatan pengumpulan, pengolahan, analisis, dan di akhiri penyajian data, maka dari itu instrumen di dalam penelitian diartikan sebagai semua alat yang digunakan dalam membantu untuk mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan data-data secara sistematis serta objektif dengan tujuan untuk memecahkan masalah penelitian.
Pengaruh instrumen sangat penting di dalam kegiatan penelitian. Hal ini karena perolehan suatu informasi dikatakan data relevan atau tidak, tergantung pada alat ukur tersebut. Oleh sebab itu, instrumen sebagai alat ukur penelitian harus memiliki validitas dan reliabilitas yang memadai karena dirancang untuk satu tujuan penelitian dan tidak akan dapat digunakan pada penelitian lain. Pengertian validitas sendiri yaitu tidak ada perbedaan antara data yang dilaporkan peneliti dengan data sesungguhnya pada objek, sedangkan reliabilitas yaitu konsisten dan stabilnya data temuan.
Kekhasan setiap objek penelitian membuat seorang peneliti harus merancang sendiri instrumen yang akan digunakannya. Susunan instrumen
(29)
untuk setiap penelitian tidak selalu sama dengan penelitian yang lain, karena setiap penelitian mempunyai tujuan dan mekanisme kerja yang berbeda-beda.
Kehadiran peneliti dalam penelitian kualitatif merupakan sebuah keharusan karena observasi maupun wawancara dilakukan secara langsung oleh peneliti dan setelah data didapatkan maka peneliti juga harus menggunakan studi pustaka sebagai data tertulis dan bahan pembanding, sehingga dapat disimpulkan bahwa instrumen utama penelitian adalah peneliti itu sendiri. Dikuatkan oleh pernyataan Nasution (dalam Sugiyono, 2013, hlm. 306) bahwa: „Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti‟.
Oleh sebab itu, kemampuan pengamatan peneliti untuk memahami fokus penelitian secara mendalam sangat dibutuhkan agar data yang diperoleh optimal dan kredibel. Adapun kehadiran peneliti di lokasi penelitian bertujuan untuk meningkatkan intensitas peneliti dalam berinteraksi dengan sumber data sebagai upaya mendapatkan informasi yang lebih valid dan absah terkait dengan masalah penelitian yaitu makna gerak, rias, dan busana tari Dogdog Lojor. Sehingga tumbuh kepercayaan bahwa hasil penelitian tidak akan digunakan terhadap hal-hal yang menyimpang dan dapat merugikan narasumber atau bahkan berimbas pada lembaga yang dipimpinnya.
No. Jenis Instrumen Sumber Data Data
1. Pedoman
Observasi
- Penampilan tari Dogdog
Lojor
- Peninjauan langsung ke
Sanggar Mutiara Pawestri - Peninjauan pada cara ajar
Toto Sugiarto - Data objektif mengenai gerak, rias, dan busana tari
2. Pedoman
Wawancara
- Koreografer tari Dogdog
Lojor
- Penari Dogdog Lojor
- Pengajar Sanggar Mutiara
Pawestri
- Pengurus Sanggar Mutiara
- Data
objektif mengenai gerak, rias, dan busana
(30)
55
Pawestri
- Humas Kampung Adat
Ciptagelar
tari
3. Pedoman Studi
Dokumentasi
- Dokumentasi gerak, rias, dan busana tari Dogdog Lojor
- Foto dan
video gerak, rias, dan busana tari Dogdog Lojor
Tabel 3.1 Instrumen Penelitian D. Analisis Data
Selain itu, penelitian ini menggunakan teknik penggabungan atau sering disebut sebagai triangulasi. Teknik yang sistematik untuk dijadikan bahan laporan dimana data yang diperoleh lebih konsisten, tuntas, dan pasti. Dalam penelitiannya peneliti mengolah data yang berasal dari hasil wawancara, observasi, dan studi pustaka atau dokumentasi untuk dijadikan data pasti yang sudah menjadi bagian dalam penulisannya berbentuk skripsi. dari beberapa teknik pengumpulan data. Seperti halnya yang dikemukakan oleh Alwasilah (2000, hlm. 131) bahwa:
Triangulasi merupakan teknik yang merujuk pada pengumpulan informasi atau data dari individu dan latar dengan menggunakan berbagai metode. Cara ini baik untuk mengurangi bias yang melekat pada satu metode dan memudahkan melihat keluasan penjelasan yang anda kemukakan. Yang perlu dicermati di sini adalah bahwa triangulasi tidak menjamin bebasnya ancaman terhadap validitas.
(31)
Bagan 3.1 Teknik Triangulasi
Agar memperkuat pemaparan tersebut di atas, peneliti mengutip sebuah pendapat mengenai konsep triangulasi oleh Norman K. Denkin (dalam http:atauatauphisiceducation09.blogspot.comatau2013atau03atautriangulasi-dalam-penelitian-kualitatif.html), sebagai pengecekan keabsahan data, bahwa: „Triangulasi di gunakan sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut pandang dan perspektif yang berbeda‟.
Secara singkat dalam penggunaan teknik triangulasi, peneliti mengumpulkan data hasil observasi ke tempat penelitian yaitu Sanggar Mutiara Pawestri sehingga peneliti akan mendapatkan data-data penting seperti foto-foto, beberapa penghargaan sanggar yang akan mampu membuktikan bahwa sanggar ini layak diteliti. Dalam hal ini dilakukan pula wawancara kepada narasumber yang mampu memberikan informasi berupa dialog, data-data seperti buku yang berhubungan dengan topik penelitian yang diangkat, kemudian peneliti diberikan informasi siapa saja yang tepat dijadikan narasumber berikutnya. Peneliti menggali informasi untuk mendapatkan dokumen-dokumen yang mampu memperkuat suatu penyusunan dimana dilakukannya teknik studi pustaka. Dapat diketahui dari beberapa keterangan di atas teknik triangulasi atau penggabungan dari tiga teknik pengumpulan data sehingga diharapkan mampu membantu penulisan dan memberikan fokus dalam penyusunannya.
Wawancara Observasi
(32)
57
Hal ini dicapai dengan mengunakan jalan membandingkan data hasil pengamatan kegiatan apresiasi dengan data hasil wawancara dan membandingkan data hasil wawancara dengan dokumen terkait.
Pengolahan data yang telah ditemukan oleh peneliti, harus mengalami proses analisis dan kajian yang mendalam sehingga temuan akhirnya diharapkan sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini peneliti merancang sebuah bagan analisis untuk kajian makna pada gerak, rias, dan busana tari Dogdog Lojor karya Toto Sugiarto.
Bagan 3.2
Proses Penciptaan Karya Tari Toto Sugiarto
Bagan di atas, menerangkan hubungan aspek-aspek yang dapat menjadi pengaruh penciptaan karya tari. Peneliti membuat bagan tersebut sebagai kerangka analisis untuk memahami permasalahan yang sedang diteliti, sehingga akan menemukan titik terang penafsiran makna tari. Telah dijelaskan pada BAB II, mengenai nilai estetika seni yang bersifat abstrak dan harus dilihat melalui wujudnya, oleh karenanya untuk menguak nilai dari objek seni tersebut peneliti merangkai bagan sebagai sebuah kemungkinan-kemungkinan terciptanya tari Dogdog Lojor karya Toto. Peneliti meyakini bahwa seorang penata tari tidak semata-mata membuat karya tanpa adanya bekal di dalam dirinya, „bekal‟ tersebut Karya
Tari Pengalaman
Pribadi
Budaya Lokal
Pengetahuan Nilai-nilai
(33)
berbeda-beda dari setiap individunya sehingga ini menjadikannya menarik untuk di teliti. Aspek-aspek pada bagan tersebut di atas yakni,
1. Pengalaman pribadi, merupakan aspek yang melekat pada diri masing-masing individu. Tidak dapat dipisahkan, tidak dapat di samaratakan, dan tidak dapat saling merasakan, namun pengalaman tersebut dapat dibagikan. Pengalaman yang dialami dapat berupa kisah-kisah perjalanan hidup yang hanya dialami sesekali saja. Misalnya, workshop tari, seminar budaya, berkunjung ke luar pulau.
2. Pengetahuan, merupakan bagian pengalaman yang membentuk diri pribadi
penata tari khususnya, yang didapat melalui pendidikan formal. Toto memiliki pendidikan formal yang cukup memadai untuk dirinya menjadi seorang penata tari, karena lahir dari keluarga yang dekat dengan lingkungan seni, pendidikan formal dengan penjurusan seni tari, pengamalan ilmu menjadi pengajar seni sehingga dapat mengeksplorasi diri.
3. Nilai-nilai, merupakan salah satu yang mempengaruhi gaya dari karya seorang penata tari. Setelah melakukan observasi berulang-ulang, nilai religius melekat pada tari Dogdog Lojor, tidak hanya pada busananya tetapi pada komposisi tarinya.
4. Budaya lokal, merupakan dasar dari ciri khas karya seni yang dibuat. Tari Dogdog Lojor, dapat dikatakan sebagai sebuah karya dengan pengaruh budaya lokal dari Pelabuhan Ratu. Ciptagelar sebagai akar dari terbentuknya Seni Dogdog Lojor, membuat seni tersebut menjadi cirikhas Pelabuhan Ratu. Meskipun Toto bukan masyarakat asli Sukabumi tetapi beliau telah 25 tahun menetap disana dan beliau sudah cukup dikenal di Sukabumi, bukan waktu yang sebentar sehingga peneliti melihat adanya interaksi sosial yang terbuka di dalam masyarakat Sukabumi, tidak individual sehingga pada setiap karyanya wajar jika pengaruh budaya lokal telah melekat.
5. Ekspresi, dikaitkan emosi atau keadaan penata tari pada „saat itu‟. Misalnya, ketika keadaan beliau sedang ceria maka karyanya cenderung
(34)
59
ceria dan ketika berada dalam sebuah situasi yang dihadapkan dalam keadaan genting, maka karyanya cenderung serius.
Pengaruh-pengaruh yang telah disebutkan peneliti, tidak semata-mata deretan asumsi peneliti yang dituangkan dalam tulisan ini tetapi merupakan jembatan yang dibuat peneliti agar pemahaman peneliti sampai pada tujuan peneliti memahami dan mendeskripsikannya, selain daripada itu peneliti juga membuat bagan tersebut berdasarkan pada teori yang dinyatakan Vilgirn dalam BAB II. Adanya Enkulturasi merupakan hal yang harus diperhatikan juga, karena Dogdog Lojor selain sebagai karya tari dari Toto, juga merupakan kesenian khas dari Ciptagelar sehingga peneliti melihat adanya upaya pewarisan dari Toto untuk anak didiknya di instansi-instansi yang beliau ajar. Peneliti memandang bahwa warisan budaya khas daerah Pelabuhan Ratu Dogdog Lojor ini, bukan terkait dengan siapa Toto?, dari mana asalnya?, sedalam apa beliau mengenal Pelabuhan Ratu?, akan tetapi terkait seberapa besar kepeduliannya dengan seni di tempatnya berteduh dan kepekaan yang ada dalam diri penata tari, sehingga tarinya dapat menjadi sebuah bentuk yang dapat diwariskan kembali dikemudian hari.
Bagan yang telah dibuat oleh peneliti bertujuan untuk memudahkan analisis pada BAB IV di bagian pembahasan, karena melihat aspek-aspek tersebut akan memudahkan peneliti untuk menafsirkan objek-objek pembawa makna. Setelah data penelitian selesai dikumpulkan dengan lengkap dari berbagai sumber, tahap selanjutnya yang dilakukan peneliti yaitu mengolah dan menganalisis data. Data mentah yang telah terkumpul perlu dipecah-pecah dalam kelompok-kelompok, diadakan kategorisasi, dilakukan manipulasi, serta di olah sedemikian rupa sehingga data tersebut mempunyai makna untuk menjawab masalah dan bermanfaat untuk menguji pertanyaan penelitian. Mengadakan manipulasi terhadap data mentah bukan berarti mengubah data mentah, tetapi bentuk awal diolah menjadi bentuk yang dapat dengan mudah memperlihatkan hubungan-hubungan antara fenomena. Analisis data dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Adapun sebagai berikut:
(35)
1. Analisis Sebelum di Lapangan
Analisis dilakukan terhadap data hasil studi pendahuluan, atau data sekunder, yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun demikian fokus penelitian ini masih besifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk dan berada di lapangan. Berdasarkan masalah yang diambil oleh peneliti di dalam tari Dogdog Lojor dapat rumuskan bahwa tarian tersebut memiliki makna mendalam dari gerak, rias, dan busananya, oleh sebab itu fokus penelitian pada saat itu ingin mengetahui makna dari tari tersebut. Akan tetapi, jika didalam penelitian ditemukan sebuah temuan-temuan yang dirasa lebih memenuhi inti dari sebuah penelitian maka peneliti tidak segan untuk merubah fokus penelitiannya.
2. Analisis Selama di Lapangan „Model Miles dan Huberman‟
Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi data (data reduction), display data (data display), dan kesimpulan (conclusion rawing atau
verivication). (Sugiyono, 2013, hlm.337)
Bagan 3.3
Komponen dalam Analisis Data (Flow Model) Reduksi data
Display data
Kesimpulan Antisipasi
Selama Selama
Selama
Setelah
Setelah
Setelah
ANALISIS Periode pengumpulan
(36)
61
Bagan 3.4
Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model)
a) Data Reduction (reduksi data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci, sehingga segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu.
Oleh karenanya, reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan, dan kedalaman wawasan yang tinggi. b) Data Display (penyajian data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchart dan sejenisnya.
Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Selanjutnya, dalam melakukan display data selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik, matrik,
network (jejaring kerja), dan chart.
Conclusions: drawing / verifying
Data collection
Data
reduction
Data
(37)
c) Conclusion Drawing atau verification (kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
E. Prosedur Penelitian
Untuk membantu mempermudah proses penelitian di lapangan, peneliti mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengajuan topik atau judul
Dalam tahap ini peneliti memilih topik atau judul yang akan dijadikan bahan penelitian. Adapun topik atau judul yang diangkat adalah “Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi (Analisis Makna Gerak, Rias, dan Busana)”. Selanjutnya peneliti mencari beberapa sumber yang dijadikan acuan untuk memperkuat judul sebelum ke lapangan, lalu judulpun di konsultasikan dengan dosen pembimbing untuk membantu penulisan peneliti mencari data sementara dari artikel, buku, maupun penelitian terdahulu sebelum terjun langsung.
2. Pengajuan proposal
Setelah judul disetujui, dilakukan penyusunan proposal untuk mengetahui latar belakang dan rumusan masalah yang akan diteliti. Dengan menyusun latar belakang, konteks dan fokus permasalahan, kerangka kajian pustaka, deskripsi data penelitian, dan verifikasi atau kesimpulan dan implikasinya yang akan menjadi bentuk skripsi.
3. Observasi
Observasi langsung ke lapangan dilakukan bertujuan mendapatkan informasi dan data awal dari penelitian ini. Dengan adanya Observasi ini
(38)
63
dapat membantu peneliti dalam proses penyusunan dan memberikan apresiasi yang berguna bagi peneliti.
4. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencari data yang diperoleh melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan studi putaka baik itu berasal dari buku, jurnal, skripsi, dan internet, yang selanjutnya melakukan observasi dan wawancara terhadap narasumber yang mengetahui tari Dogdog Lojor secara terperinci.
5. Penyusunan laporan
Penyusunan laporan berbentuk skripsi, yang merupakan hasil dari keseluruhan penelitian yang selanjutnya dipertanggungjawabkan pada ujian sidang skripsi.
F. Isu Etik
Penelitian tentang makna gerak, makna rias, dan makna busana pada tari Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri ini telah memenuhi kaidah-kaidah etika keilmuan dan prosedur penelitian yang telah ditetapkan khususnya oleh Universitas Pendidikan Indonesia yang tercantum dalam buku pedoman penulisan karya ilmiah.
Penelitian ini juga dapat dijamin orisinalitas hasilnya dan sangat menghindari bentuk-bentuk plagiarisme karya ilmiah. Hal ini untuk menghindari dampak negatif dari proses keilmuan yang sedang dipelajari dan dipahami sebagai bagian dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Penelitian tentang Dogdog Lojor juga pernah dilakukan oleh saudara Sunandar. Peneliti sedikitnya memahami indikator-indikator tindakan plagiarisme, sehingga penelitian ini dijaga sedemikian rupa agar terhindar dari tindakan tidak terpuji tersebut. Dapat diumpamakan jika Sunandar dari kepala gajah meneliti belalai dan gadingnya, maka peneliti hanya fokus meneliti pada bagian telinga dan matanya.
(39)
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Makna Tari Kreasi Dogdog Lojor, peneliti meyakini bahwa tari Dogdog Lojor tidak dapat bermakna bila dipisahkan dari masyarakat pendukungnya. Peneliti menginterpretasikan bahwa tarian ini tergolong ke dalam tari kreasi baru yang pada mulanya tidak memiliki makna, namun dimultitafsir oleh peneliti makna gerak, makna rias, dan makna busananya, sehingga tarian tersebut dapat dimaknai.
Dapat disimpulkan bahwa geraknya menggambarkan suasana suka-cita panen padi. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME maka, masyarakat melakukan serangkaian ritual untuk mengucapkan terimakasih atas nikmat yang telah diberikan pada mereka. Tari Dogdog Lojor ini sebagai visualisasi yang disajikan koreografer dalam bentuk gerak yang menggambarkan proses menanam padi dan akhirnya dapat di panen. Adapun gerak yang mewakili tari tersebut terdapat pada gerak riyeg, trisik ngerecek, dan nakol dogdog. Pada gerak riyeg, secara bentuk gerak peneliti menafsirkan bahwa gerak tersebut menggambarkan permohonan ijin pada bumi sebagai tempat tinggal, tempat berpijak, dan tempat mencari nafkah, sehingga gerak ini penting karena sebagai langkah awal ketika manusia akan melakukan sesuatu, sejatinya segala sesuatu memiliki akhir yang sama ketika manusia memulainya.
Peneliti melihat gerak ini dari desain lantai yang berbentuk angka 8, dapat ditafsirkan bahwa angka 8 menggambarkan ucapan syukur pada Tuhan YME, lika-liku yang pasti mengalami pasang-surut kehidupan, sehingga pada hakikatnya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus mengembalikan segala sesuatunya pada sang pencipta kehidupan. Gerak yang ketiga merupakan gerak khas karena properti yang digunakan Dogdog Lojor,
(40)
152
sehingga pada gerak nakol dogdog u..a..ditafsirkan sebagai kebersamaan, solidaritas, dan keceriaan masyarakat Sunda.
Pada rias dan busana tari Dogdog Lojor, terdapat nilai-nilai kehidupan yang dapat dimaknai, terdapat filosofi masyarakat Sunda sebagai masyarakat pembentuknya, dan terdapat gaya dari Toto Sugiarto selaku koreografer tari Dogdog Lojor. Nilai religius yang terdapat dalam tarian ini mencerminkan gaya dari kreator tari, sehingga terlihat pada busana tari tersebut ajaran untuk menutup aurat, ajaran menghargai, dan ajaran untuk memaknai kehidupan yang terikat dengan hakikat-hakikat penciptaan manusia.
Terdapat makna kesuburan dalam rias dan busana, yang dapat dimaknai sebagai bentuk produktivitas atau keaktifan yang harus dimiliki pemuda-pemudi bangsa. Harapan yang muncul agar penerus bangsa menjadi manusia yang giat saat bekerja, memiliki pola pikir yang tidak primitif atau dapat membatasi diri sehingga memilihi-memilah segala bentuk pengetahuan baru, dan mampu berimajinasi dalam merefleksikan diri pada bentuk kreativitas. Selain itu juga, rias dan busana tari secara keseluruhan ingin menggambarkan kehidupan bernegara, beragama, dan bertetangga.
B. Implikasi dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian ini berimplikasi terhadap:
1. Koreogafer tari Dogdog Lojor, sebagai motivasi untuk beliau agar terus berkaya dengan mencipta karya tari yang memiliki makna.
2. Para penari Dogdog Lojor, agar dapat memaknai setiap gerak yang dilakukan sehingga gerak menjadi lebih berarti.
3. Penelitian ini sebagai rujukan bagi masyarakat pendukungnya agar dapat mengapresiasi budaya lokal.
4. Berimplikasi bagi para pembaca ketika terjadi dorongan dalam dirinya untuk meneliti hal yang serupa dilakukan oleh peneliti.
(41)
Rekomendasi dari peneliti untuk tari Dogdog Lojor, yakni menyangkut beberapa lapisan masyarakat sebagai berikut.
a. Tarian ini cukup tepat sebagai salah satu pilihan bahan ajar dalam proses pembangunan karakter siswa di sekolah. Karena terdapat nilai-nilai yang akan menghantarkan siswa mengenal jati dirinya.
b. Tarian ini pilihan yang tepat bagi pemerintah sebagai salah satu identitas dari budaya lokal Sukabumi, sehingga nantinya dapat dijadikan objek wisata.
c. Bagi para peneliti selanjutya, dapat meneliti tarian ini tetapi hanya fokus pada iringannya saja, karena hal tersebut belum tersentuh oleh peneliti. Mungkin peneliti selanjutnya dapat mengupas secara mendalam iringan yang terdapat dalam tarian tersebut.
(1)
61
Bagan 3.4
Komponen dalam Analisis Data (Interactive Model)
a) Data Reduction (reduksi data)
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci, sehingga segera dilakukan analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya serta membuang yang tidak perlu.
Oleh karenanya, reduksi data merupakan proses berfikir sensitif yang memerlukan kecerdasan, keluasan, dan kedalaman wawasan yang tinggi.
b) Data Display (penyajian data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.
Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut. Selanjutnya, dalam melakukan display data selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik, matrik, network (jejaring kerja), dan chart.
Conclusions: drawing / verifying Data
collection
Data reduction
Data display
(2)
c) Conclusion Drawing atau verification (kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
E. Prosedur Penelitian
Untuk membantu mempermudah proses penelitian di lapangan, peneliti mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Pengajuan topik atau judul
Dalam tahap ini peneliti memilih topik atau judul yang akan dijadikan bahan penelitian. Adapun topik atau judul yang diangkat adalah “Tari Kreasi Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri Pelabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi (Analisis Makna Gerak, Rias, dan Busana)”. Selanjutnya peneliti mencari beberapa sumber yang dijadikan acuan untuk memperkuat judul sebelum ke lapangan, lalu judulpun di konsultasikan dengan dosen pembimbing untuk membantu penulisan peneliti mencari data sementara dari artikel, buku, maupun penelitian terdahulu sebelum terjun langsung.
2. Pengajuan proposal
Setelah judul disetujui, dilakukan penyusunan proposal untuk mengetahui latar belakang dan rumusan masalah yang akan diteliti. Dengan menyusun latar belakang, konteks dan fokus permasalahan, kerangka kajian pustaka, deskripsi data penelitian, dan verifikasi atau kesimpulan dan implikasinya yang akan menjadi bentuk skripsi.
3. Observasi
Observasi langsung ke lapangan dilakukan bertujuan mendapatkan informasi dan data awal dari penelitian ini. Dengan adanya Observasi ini
(3)
63
dapat membantu peneliti dalam proses penyusunan dan memberikan apresiasi yang berguna bagi peneliti.
4. Pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencari data yang diperoleh melalui wawancara, observasi, studi dokumentasi, dan studi putaka baik itu berasal dari buku, jurnal, skripsi, dan internet, yang selanjutnya melakukan observasi dan wawancara terhadap narasumber yang mengetahui tari Dogdog Lojor secara terperinci.
5. Penyusunan laporan
Penyusunan laporan berbentuk skripsi, yang merupakan hasil dari keseluruhan penelitian yang selanjutnya dipertanggungjawabkan pada ujian sidang skripsi.
F. Isu Etik
Penelitian tentang makna gerak, makna rias, dan makna busana pada tari Dogdog Lojor di Sanggar Mutiara Pawestri ini telah memenuhi kaidah-kaidah etika keilmuan dan prosedur penelitian yang telah ditetapkan khususnya oleh Universitas Pendidikan Indonesia yang tercantum dalam buku pedoman penulisan karya ilmiah.
Penelitian ini juga dapat dijamin orisinalitas hasilnya dan sangat menghindari bentuk-bentuk plagiarisme karya ilmiah. Hal ini untuk menghindari dampak negatif dari proses keilmuan yang sedang dipelajari dan dipahami sebagai bagian dari kegiatan penelitian yang dilakukan oleh peneliti.
Penelitian tentang Dogdog Lojor juga pernah dilakukan oleh saudara Sunandar. Peneliti sedikitnya memahami indikator-indikator tindakan plagiarisme, sehingga penelitian ini dijaga sedemikian rupa agar terhindar dari tindakan tidak terpuji tersebut. Dapat diumpamakan jika Sunandar dari kepala gajah meneliti belalai dan gadingnya, maka peneliti hanya fokus meneliti pada bagian telinga dan matanya.
(4)
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai Makna Tari Kreasi Dogdog Lojor, peneliti meyakini bahwa tari Dogdog Lojor tidak dapat bermakna bila dipisahkan dari masyarakat pendukungnya. Peneliti menginterpretasikan bahwa tarian ini tergolong ke dalam tari kreasi baru yang pada mulanya tidak memiliki makna, namun dimultitafsir oleh peneliti makna gerak, makna rias, dan makna busananya, sehingga tarian tersebut dapat dimaknai.
Dapat disimpulkan bahwa geraknya menggambarkan suasana suka-cita panen padi. Sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan YME maka, masyarakat melakukan serangkaian ritual untuk mengucapkan terimakasih atas nikmat yang telah diberikan pada mereka. Tari Dogdog Lojor ini sebagai visualisasi yang disajikan koreografer dalam bentuk gerak yang menggambarkan proses menanam padi dan akhirnya dapat di panen. Adapun gerak yang mewakili tari tersebut terdapat pada gerak riyeg, trisik ngerecek, dan nakol dogdog. Pada gerak riyeg, secara bentuk gerak peneliti menafsirkan bahwa gerak tersebut menggambarkan permohonan ijin pada bumi sebagai tempat tinggal, tempat berpijak, dan tempat mencari nafkah, sehingga gerak ini penting karena sebagai langkah awal ketika manusia akan melakukan sesuatu, sejatinya segala sesuatu memiliki akhir yang sama ketika manusia memulainya.
Peneliti melihat gerak ini dari desain lantai yang berbentuk angka 8, dapat ditafsirkan bahwa angka 8 menggambarkan ucapan syukur pada Tuhan YME, lika-liku yang pasti mengalami pasang-surut kehidupan, sehingga pada hakikatnya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan harus mengembalikan segala sesuatunya pada sang pencipta kehidupan. Gerak yang ketiga merupakan gerak khas karena properti yang digunakan Dogdog Lojor,
(5)
152
sehingga pada gerak nakol dogdog u..a..ditafsirkan sebagai kebersamaan, solidaritas, dan keceriaan masyarakat Sunda.
Pada rias dan busana tari Dogdog Lojor, terdapat nilai-nilai kehidupan yang dapat dimaknai, terdapat filosofi masyarakat Sunda sebagai masyarakat pembentuknya, dan terdapat gaya dari Toto Sugiarto selaku koreografer tari Dogdog Lojor. Nilai religius yang terdapat dalam tarian ini mencerminkan gaya dari kreator tari, sehingga terlihat pada busana tari tersebut ajaran untuk menutup aurat, ajaran menghargai, dan ajaran untuk memaknai kehidupan yang terikat dengan hakikat-hakikat penciptaan manusia.
Terdapat makna kesuburan dalam rias dan busana, yang dapat dimaknai sebagai bentuk produktivitas atau keaktifan yang harus dimiliki pemuda-pemudi bangsa. Harapan yang muncul agar penerus bangsa menjadi manusia yang giat saat bekerja, memiliki pola pikir yang tidak primitif atau dapat membatasi diri sehingga memilihi-memilah segala bentuk pengetahuan baru, dan mampu berimajinasi dalam merefleksikan diri pada bentuk kreativitas. Selain itu juga, rias dan busana tari secara keseluruhan ingin menggambarkan kehidupan bernegara, beragama, dan bertetangga.
B. Implikasi dan Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka penelitian ini berimplikasi terhadap:
1. Koreogafer tari Dogdog Lojor, sebagai motivasi untuk beliau agar terus berkaya dengan mencipta karya tari yang memiliki makna.
2. Para penari Dogdog Lojor, agar dapat memaknai setiap gerak yang dilakukan sehingga gerak menjadi lebih berarti.
3. Penelitian ini sebagai rujukan bagi masyarakat pendukungnya agar dapat mengapresiasi budaya lokal.
4. Berimplikasi bagi para pembaca ketika terjadi dorongan dalam dirinya untuk meneliti hal yang serupa dilakukan oleh peneliti.
(6)
Rekomendasi dari peneliti untuk tari Dogdog Lojor, yakni menyangkut beberapa lapisan masyarakat sebagai berikut.
a. Tarian ini cukup tepat sebagai salah satu pilihan bahan ajar dalam proses pembangunan karakter siswa di sekolah. Karena terdapat nilai-nilai yang akan menghantarkan siswa mengenal jati dirinya.
b. Tarian ini pilihan yang tepat bagi pemerintah sebagai salah satu identitas dari budaya lokal Sukabumi, sehingga nantinya dapat dijadikan objek wisata.
c. Bagi para peneliti selanjutya, dapat meneliti tarian ini tetapi hanya fokus pada iringannya saja, karena hal tersebut belum tersentuh oleh peneliti. Mungkin peneliti selanjutnya dapat mengupas secara mendalam iringan yang terdapat dalam tarian tersebut.