T1 802011801 Full text

(1)

POLA ASUH OTORITATIF DAN SELF-ESTEEM SEBAGAI PREDIKTOR KEMANDIRIAN MAHASISWA YANG TINGGAL DI RUMAH KOST DI

SALATIGA

OLEH:

ANA VERONIKA SUGIANTO 802011801

TUGAS AKHIR

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

iv

POLA ASUH OTORITATIF DAN SELF-ESTEEM SEBAGAI PREDIKTOR KEMANDIRIAN MAHASISWA YANG TINGGAL DI RUMAH KOST DI

SALATIGA

Ana Veronika Sugianto Berta Esti Ari Prasetya Krismi Diah Ambarwati

Program Studi Psikologi

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA


(8)

v Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pola asuh otoritatif dan self-esteem secara simultan terhadap kemandirian mahasiswa yang tinggal di rumah kost di Salatiga. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana angkatan 2013 yang tinggal di rumah kost di Salatiga yang berjumlah 110 mahasiswa. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian dilakukan dengan cara menyebarkan skala. Ada tiga skala yang digunakan, yaitu Skala Pola Asuh Otoritatif (Robinson, Mandleco, Olsen, Hart, 1995), Skala Self-Esteem (Tafarodi dan Swann, 2001), dan Skala Kemandirian (Steinberg, 1993). Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis regresi linear berganda melalui program SPSS windows versi 16.00. Melalui analisis regresi linear berganda, diperoleh hasil bahwa pola asuh otoritatif dan self-esteem dapat dijadikan sebagai prediktor kemandirian mahasiswa yang tinggal di rumah kost di Salatiga. Besar kontribusi secara simultan variabel pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap kemandirian sebesar 28,3% (R= 0,283), dan Fhitung = 22,512; dengan taraf signifikansi sebesar 0,000 , p< 0,05. Nilai β untuk variabel pola asuh otoritatif sebesar -0,384, dan nilai β untuk variabel self-esteem sebesar 0,422.


(9)

vi

Abstract

This study aims to know the effect of authoritative parenting and self-esteem simultaneously towards autonomy boarding students living at home in Salatiga. The subjects were students of Christian University of Satya Wacana Force 2013 that lived in the boarding house Salatiga totaling 110 students. Data collection techniques were performed in the study is done by distributing questionnaires. There are three were used, namely Authoritative Parenting Scale (Robinson, Mandleco, Olsen, Hart, 1995), Self-Esteem Scale (Tafarodi and Swann, 2001) and Autonomy Scale (Steinberg, 1993). The data were analyzed with multiple linear regression analysis through SPSS windows version 16.00. Through multiple linear regression analysis, the results showed that authoritative parenting and self-esteem can be used as a predictor of autonomy of student who lives in boarding house in Salatiga. Major contribution simultaneously authoritative parenting variables and self-esteem to autonomy by 28.3% (R= 0.283), and Fcount = 22,512; with a significance level of 0.000, (p <0.05). value of β for the variable of authoritative parenting was -0,384, and the value of β for the self-esteem variable was 0.422.


(10)

1

PENDAHULUAN

Setiap individu pasti mempunyai keinginan untuk mendapatkan masa depan yang cerah, mempunyai pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang baik, dan menjalani suatu kehidupan yang cukup, bahkan lebih dari cukup untuk memenuhi semua kebutuhan di dalam kehidupannya. Dengan didorong oleh keinginan tersebut, banyak usaha yang dilakukan, salah satu cara yang banyak dilakukan masyarakat untuk meningkatkan taraf kehidupannya adalah mengenyam pendidikan yang tinggi, hingga masuk ke perguruan tinggi, sebab di perguruan tinggi individu dapat menentukan bidang pekerjaan apa yang ia minati, dan setelah itu individu tersebut dapat mencari jurusan yang sesuai dengan bidang pekerjaan yang diinginkannya. Oleh karena itu, banyak individu yang menuntut ilmu disebuah lembaga pendidikan atau perguruan tinggi yang bermutu, terkenal, dan sering mencetak lulusan yang berkualitas, supaya dapat dijadikan sebuah bekal dan acuan untuk dapat masuk ke dalam dunia kerja dengan penghasilan yang menjanjikan (Umar, 2009).

Namun, universitas atau perguruan tinggi tidak dimiliki oleh semua kota di Indonesia. Oleh karena itu, banyak individu yang berasal dari luar kota biasanya memilih untuk memiliki tempat tinggal sementara (tempat kost) di dekat perguruan tinggi tempat mereka mengenyam pendidikan dengan tujuan untuk mempermudah mobilitas selama masa belajar. Hal ini yang membuat mereka menjadi mahasiswa yang tinggal ditempat kost. Mahasiswa yang tinggal ditempat kost merupakan pelajar yang sedang menetap dirumah orang lain untuk kepentingan melanjutkan kepentingan formal, serta melanjutkan rutinitas sehari hari, dilingkungan kost,


(11)

2

seperti: istirahat, belajar, berdiskusi, berkreasi, mengerjakan tugas kuliah, dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Bagi mahasiswa yang tinggal ditempat kost memang membutuhkan sikap kemandirian yang tinggi, mengingat mereka tinggal jauh dari keluarga, terutama orangtua (Arifin, 2009).

Kemandirian, menurut Steinberg (1993), istilah independence dan autonomy sering disejajarartikan dalam penelitan mengenai remaja. Autonomy memiliki arti yang sedikit berbeda dari independence. Independence secara umum mengacu pada kapasistas seseorang untuk memperlakukan diri sendiri. Sementara itu, Steinberg menyimpulkan bahwa Autonomy merupakan kemampuan seseorang untuk mengatur dirinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa adanya pengawasan dari orangtua maupun guru. Ada tiga dimensi kemandirian menurut steinberg (1993), yaitu kemandirian emosi (emotional autonomy), kemandirian perilaku (behavioral autonomy), dan kemandirian nilai (value autonomy).

Namun kenyataannya, terdapat beberapa mahasiswa kost yang belum dapat membagi waktu antara belajar dan bermain. Masalah lain yang muncul, yaitu mereka kurang mampu dalam mengambil keputusan yang tepat bagi diri mereka sendiri. Seperti misalnya pada saat menghadapi masalah dengan teman-temannya, mereka selalu bertanya dan meminta bantuan serta pendapat dari orang tua, mengenai langkah apa yang harus mereka lakukan untuk dapat menghadapi masalah tersebut.

Menurut Walgito (1982), remaja yang biasanya dilindungi dan disayang oleh orangtua, bila kemudian tiba-tiba harus berpisah jauh dengan orangtua, karena


(12)

3

menuntut ilmu diluar kota, akan mempunyai sikap ragu-ragu, tidak berani berdiri sendiri, tidak berani mengambil resiko, dan selalu menggantungkan diri pada orang lain.

Menurut Monks, (1999) orang yang mandiri, akan memperlihatkan perilaku yang eksploratif, mampu mengambil keputusan, percaya diri, dan kreatif. Selain itu, mampu bertindak kritis, tidak takut berbuat sesuatu, mempunyai kepuasan dalam aktifitasnya, percaya diri, mampu menerima realitas, serta mampu memanipulasi lingkungan, mampu berinteraksi dengan teman sebaya, terarah pada tujuan, dan mampu mengendalikan diri. Sebaliknya, tidak adanya kemandirian pada individu, akan menghasilkan berbagai macam problem, yaitu rendahnya harga diri, pemalu, tidak punya motivasi sekolah, kebiasaan belajar yang jelek, perasaan yang tidak aman, dan kecemasan.

Kemandirian merupakan aspek kepribadian yang sangat penting untuk dimiliki oleh setiap individu, karena seseorang dalam menjalani kehidupan ini tidak pernah lepas dari cobaan dan tantangan kehidupan. Individu yang memiliki kemandirian yang tinggi, relatif mampu menghadapi segala permasalahan, karena individu yang mandiri tidak tergantung pada orang lain, selalu berusaha untuk menghadapi dan memecahkan masalah yang ada. Sebaliknya individu yang tidak dapat hidup mandiri, akan mengalami kesulitan ketika dihadapkan pada tanggung jawab serta peran yang lebih besar, sebab seiring dengan bertambahnya usia seseorang, maka semakin besar pula tanggung jawab serta pilihan hidup yang harus diambil (Manoppo, 2012).

Menurut Masrun, dkk (dalam Goeritno, Soeharsono, dan Arsitasari, 2006), kemandirian secara sosiopsikologis dianggap penting karena seseorang berusaha


(13)

4

untuk menyesuaikan diri secara aktif dengan lingkungan. Tanpa kemandirian usaha penyesuaian diri tidak mungkin berhasil untuk mempengaruhi dan menguasai lingkungan, bahkan seseorang akan dikuasai oleh lingkungan. Dengan kata lain, kemandirian merupakan modal dasar bagi manusia dalam menentukan sikap dan perbuatan terhadap lingkungan. Selanjutnya Dahlan (dalam Goeritno, dkk 2006), mengemukakan bahwa kemandirian merupakan aspek kualitas non fisik yang menjadikan seseorang mau atau mampu mencari sendiri pemecahan masalahnya.

Kemandirian bukanlah semata-mata merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak lahir. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang dari lingkungannya, selain potensi yang telah dimiliki sejak lahir sebagai keturunan dari orangtuanya. Menurut Ali dan Ashori (2012), ada sejumlah faktor yang sering disebut sebagai korelat bagi perkembangan kemandirian, yaitu sebagai berikut: gen atau keturunan orangtua, pola asuh orangtua, sistem pendidikan disekolah, dan sistem kehidupan di masyarakat.

Sementara itu, menurut Soetjiningsih (1993), kemandirian seseorang tidak terbentuk secara mendadak atau terjadi begitu saja dalam tempo yang singkat, tetapi melalui proses panjang semenjak masa kanak-kanak. Selain itu, dalam perkembangannya juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: kecerdasan, pola asuh orangtua, status pekerjaan ibu, umur, kebudayaan, jenis kelamin, jumlah anak dalam keluarga dan tingkat pendidikan ibu.

Dapat dikatakan bahwa pola asuh merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemandirian seseorang. Pola asuh merupakan salah satu pengaruh yang dominan yang dapat mempengaruhi kemandirian seseorang. Dengan adanya pola asuh yang tepat bagi seorang anak, maka akan terbentuklah kepribadian yang


(14)

5

mandiri pada anak tersebut (Manoppo, 2012). Menurut Baumrind (dalam Syamsu, 2004), mendefinisikan pola asuh sebagai pola sikap atau perlakukan orangtua terhadap anak yang masing-masing mempunyai pengaruh tersendiri terhadap perilaku anak antara lain terhadap kompetensi emosional, sosial, dan intelektual anak.

Baumrind (dalam Santrock 2002), menyatakan ada empat macam bentuk pola asuh. Bentuk pola asuh yang pertama adalah pola asuh otoriter yang merupakan suatu jenis bentuk pola asuh yang menuntut agar anak patuh dan tunduk terhadap semua perintah dan aturan yang dibuat oleh orangtua tanpa ada kebebasan untuk bertanya atau mengemukakan pendapat sendiri. Bentuk pola asuh yang kedua adalah pola asuh otoritatif atau demokratis, pada pola asuh ini orangtua yang mendorong anak-anaknya agar mandiri, namun masih memberikan batas-batas dan pengendalian atas tindakan-tindakan mereka. Musyawarah verbal dimungkinkan dengan kehangatan-kehangatan dan kasih sayang yang diperlihatkan. Bentuk pola asuh yang ketiga adalah pola asuh penelantaran, yaitu pola asuh dimana orang tua mengembangkan perasaan bahwa aspek-aspek lain kehidupan orangtua lebih penting dari pada anak-anak. Orangtua lebih cenderung membiarkan anak-anaknya dibesarkan tanpa kasih sayang dan pemenuhan kebutuhan fisik yang cukup. Bentuk pola asuh yang keempat adalah pola asuh permisif, pada pola asuh ini orangtua sangat terlibat dalam kehidupan anak-anak mereka, namun menetapkan sedikit batas atau kendali terhadap anak mereka. Namun yang menjadi topik penelitian, dalam penelitian ini adalah pola asuh otoritatif (authoritative parenting).


(15)

6

Sementara itu, memurut Baumrind (1966), pola asuh otoritatif merupakan pola asuh, dimana orangtua mengarahkan anak ke dalam kebiasaan yang rasional, berorientasi pada masalah, melakukan pengawasan dan tuntutan pada anak, tetapi mereka juga bersikap hangat pada anak, memberi dan berbagi alasan di balik kebijakan-kebijakan yang mereka buat, serta memberlakukan perspektif mereka sendiri sebagai orang dewasa, tetapi mereka juga mengenali kepentingan anak dan cara-cara yang khusus.

Menurut Robinson, Mandleco, Olsen, dan Hart (1995), ditemukan ada empat komponen pola asuh otoritatif, yaitu: kehangatan atau keterlibatan (wamth and involvement), pertimbangan (reasoning or induction), keikutsertaan demokratis (democratic participation), dan pengasuhan yang baik (good natured or easy going).

Dari hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widiana dan Nugraheni (2008), terdapat hubungan yang positif yang sangat signifikan antara pola asuh demokratis dengan kemandirian pada remaja. Semakin tinggi pola asuh demokratis, semakin tinggi pula kemandirian remaja. Demikian juga sebaliknya, semakin rendah pola asuh demokratis, maka semakin rendah pula kemandirian remaja. Namun, terdapat penelitian yang mengatakan bahwa pola asuh otoriter (authoritarian parenting) berkaitan dengan tingginya kemandirian remaja. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Golonka (2013) menyatakan bahwa pola asuh otoriter (authoritarian parenting), berhubungan positif dengan kemandirian emosi pada mahasiswa. Hal ini disebabkan karena mahasiswa dengan orangtua otoriter


(16)

7

(authoritarian parents) lebih mudah untuk meraih kebebasan dalam kehidupan di perkuliahannya atau memisahkan diri dari tingginya kontrol orangtua.

Selain itu, menurut penelitian Garcia dan Gracia (2009) yang membuktikan bahwa pola asuh demokratis bukanlah satu-satunya pola asuh yang daoat memberikan hasil perkembangan kepribadian remaja yang baik pada keluarga di Spanyol. Pola asuh orangtua permissif lah yang ditentukan sebagai pola asuh yang memberikan hasil yang optimal pada perkembangan kepribadian remaja. Dengan mengalami pola asuh permisif, anak justru menemukan tingkat keketatan yang sangat longgar dibandungkan dengan pola asuh demokratis.

Selanjutnya, faktor lain yang mempengaruhi kemandirian seseorang, yaitu self esteem atau harga diri (Clemes, Bean, dan Clarck 1995). Harga diri yang tinggi merupakan salah satu sumber daya yang paling berharga yang dapat dimiliki remaja. Lebih lanjut, Clemes, Bean, dan Clarck, (1995) menyatakan bahwa remaja dengan harga diri yang tinggi akan belajar lebih efektif, mengembangkan hubungan yang lebih kaya, lebih mampu memanfaatkan kesempatan dan bekerja secara produktif dan mandiri. Menurut Tafarodi dan Swann (2001), harga diri (self-esteem), merupakan dua aspek yang saling terkait, dimana individu mempunyai penilaian pribadi tentang dirinya sebagai pribadi yang baik atau buruk (self-liking), dan penilaian individu terhadap kemampuan pribadinya (self-competence). Lebih lanjut, Tafarodi dan Swann (2001), mengemukakan ada dua dimensi dari self-esteem, yaitu self-liking yang didefinisikan sebagai penilaian individu akan dirinya sendiri sebagai pribadi yang baik atu buruk, dan self-competence, yang didefinisikan sebagai penilaian individu terhadap kemampuan pribadinya.


(17)

8

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Arifianto, (dalam Pancariatno 2009) mengenai hubungan antara harga diri dengan kemandirian pada siswa-siswa kelas 2 SMK PGRI 2 Salatiga, menyatakan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara harga diri dengan kemandirian, artinya semakin tinggi skor harga diri maka semakin tinggi pula skor kemandiriannya, dan begitu pula sebaliknya. Hal ini didukung oleh pendapat Buss (dalam Handiati, 1991), bahwa individu yang memiliki harga diri yang tinggi akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena individu tersebut lebih memiliki kemantapan diri, kebebasan dan bertanggung jawab, sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah akan merasa mudah cemas dan depresi. Namun demikian, berdasarkan hasil wawancara (21 Mei 2013) yang dilakukan oleh penulis terhadap salah satu mahasiswa kost, partisipan wawancara menyatakan bahwa ia mempunyai gambaran yang positif dengan dirinya sendiri, (ia merasa bangga akan usaha-usahanya untuk meraih prestasi, seperti belajar dengan tekun, dapat mempersiapkan ujian dari jauh-jauh hari). Namun ia merasa kesulitan dalam memutuskan sesuatu hal, seperti pada saat ia mengalami masalah dengan pacarnya, ia masih bergantung kepada orangtua atau kepada teman-teman dekatnya, mengenai langkah apa yang harus ia lakukan.

Berdasarkan persoalan tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “pola asuh otoritatif dan self-esteem sebagai prediktor kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga”. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap kemandirian mahasiswa yang tinggal di rumah kost di Salatiga


(18)

9

METODE PENELITIAN Desain Penelitian

Jenis penelitian ini, menggunakan metode penelitian asosiatif. Penelitian asosiatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel atau lebih. Dengan penelitian asosiatif ini, maka akan dapat dibangun suatu teori yang dapat berfungsi untuk meramalkan, menjelaskan, dan mengontrol suatu gejala (Sugiyono, 2004).

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif. Pedekatan kuantitatif, menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistika. Pada dasarnya, pendekatan kuantitatif dilakukan pada penelitian inferensial (dalam rangka pengujian hipotesis) dan menyandarkan kesimpulan hasilnya pada suatu probabilitas kesalahan penolakan hipotesis nihil. Dengan metode kuantitatif, akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel yang diteliti (Azwar, 1997).

Dalam penelitian ini, yang merupakan variabel tergantung, adalah kemandirian. Sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu pola asuh otoritatif dan self-esteem.

Populasi Dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2013 Universitas Kristen Satya Wacana yang berasal dari luar kota Salatiga. Alasan peneliti mengambil populasi mahasiswa 2013, karena pada saat peneliti melakukan pengambilan data, mahasiswa angkatan 2013 merupakan mahasiswa angkatan termuda, dan sebagian dari mereka belum lama tinggal jauh dari orangtua.


(19)

10

Menurut Sugiyono (2010), sampel merupakan bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah teknik insidental sampling, karena tidak diketahui jumlah populasinya. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2013 yang tinggal di rumah kost di Salatiga, dan besarnya sampel yang digunakkan dalam penelitian ini sebesar 110 mahasiswa

Metode Pengumpulan Data

Metode pengambilan data yang digunakan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah metode skala. Dalam penelitian ini menggunakan tiga skala, yaitu Skala Kemandirian, Skala Pola Asuh Otoritatif, dan Skala Self-Esteem. Untuk item dalam skala kemandirian dan self-esteem, dikelompokkan dalam pernyataan favorable dan unfavorable dengan menggunakan 4 alternatif jawaban dari skala Likert yaitu, Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Sedangkan untuk item dalam skala pola asuh otoritatif, menggunakan 5 alternatif jawaban, dari skala Likert yaitu: 1:Tidak Pernah; 2: Kadang-Kadang; 3: Separuh Waktu; 4: Sangat Sering; 5: Selalu. Keseluruhan data diperoleh dari skala psikologi yang telah dibagikan kepada subjek.

Pengujian ketiga rancangan skala tersebut menggunakan metode try out terpakai, artinya hasil dari skala yang diujikan akan digunakan langsung untuk kepentingan penelitian setelah dilakukan seleksi item.

1. Skala Kemandirian

Skala Kemandirian yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan skala yang dikembangkan oleh peneliti berdasarkan teori Steinberg (1993), yang


(20)

11

mempunyai tiga dimensi, yaitu kemandirian emosi, kemandirian perilaku, dan kemandirian nilai. Skala ini terdiri dari 60 item. Dari hasil penghitungan uji seleksi item dari 60 item dengan try out terpakai pada mahasiswa angkatan 2013 yang tinggal ditempat kost, didapatkan 32 item yang gugur dan jumlah item yang terpakai dalam penelitian ini adalah 28 item, dengan koefisien item totalnya bergerak antara 0,251 sampai dengan 0,633. Sedangkan teknik pengukuran untuk menguji reliabilitas adalah menggunakan teknik koefisien Alpha Cronbach, sehingga dihasilkan koefisien Alpha pada skala kemandirian sebesar 0,875 (reliabilitas baik).

2. Skala Pola Asuh Otoritatif

Skala Pola Asuh Otoritatif yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan adaptasi dari skala Parenting Practice Questionaire (PPQ), yang disusun oleh Robinson, Mandleco, Olsen, dan Hart (1995). Sebelumnya Robinson, dkk sudah melakukan uji reliabilitas dan diperoleh reliabilitas alpha, sebesar 0,91 (untuk pola asuh authoritative), 0,86 (untuk pola asuh authoritarian), dan 0,75 (untuk pola asuh permissive). Kemudian peneliti menguji kembali skala pola asuh authoritative, skala ini terdiri dari 27 item, yang menunjukkan beberapa komponen dari pola asuh otoritatif, yaitu kehangatan atau keterlibatan (warmth or involvement), pertimbangan (reasoning or induction), keikutsertaan demokratis (democratic participation), pengasuhan yang baik (good natured or easy going). Dari hasil penghitungan uji seleksi item dari 27 item dengan try out terpakai, tidak terdapat item yang gugur, sehingga jumlah item terpakai dalam penelitian adalah 27 item, dengan koefisien item totalnya bergerak antara 0,275 sampai dengan 0,735. Dan koefisien Alpha pada skala pola asuh otoritatif sebesar 0,932 (reliabilitas baik).


(21)

12

3. Skala Self-Esteem

Skala Self-Esteem yang digunakan dalam penelitian ini, merupakan skala yang diadaptasi dari Self-Liking/Self-Competence Scale (SLCS), yang disusun oleh Tafarodi dan Swann (2001). Sebelumnya Tafarodi dan Swann sudah melakukan uji reliabilitas, dan diperoleh reliabitias alpha sebesar 0,83 (untuk item self-competence pada wanita) 0,82 (untuk item self-competence pada pria), dan 0,90 (untuk item self-liking pada pria dan wanita). Kemudian, peneliti menguji kembali skala self-esteem, skala ini terdiri dari 16 item, yang menunjukkan beberapa dimensi dari self-esteem yaitu self-liking dan self-competence. Penghitungan uji seleksi item dari 16 item dengan try out terpakai, terdapat 5 item gugur dan jumlah item terpakai dalam penelitian ini adalah 11 item dengan koefisien item totalnya bergerak antara 0,262 sampai dengan 0,582. Dan koefisien Alpha pada skala self-esteem sebesar 0,710 (reliabilitas dapat diterima).

Prosedur Pengumpulan Data

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dan pengumpulan data dilakukan pada hari rabu, tanggal 2 Juli 2014, dengan cara peneliti mendatangi tempat-tempat kost seperti kos dipo 69, dipo 71, dipo 74, dipo 66, kos unihouse, dan sebagainya. Selain itu, peneliti juga mendatangi beberapa ruang kuliah, seperti gedung E, gedung G, gedung A, dan sebagainya. Kemudian peneliti membagi secara langsung kepada subjek untuk diisi, namun sebelumnya peneliti mengajukan beberapa pertanyaan seperti: subjek angkatan berapa, apakah subjek tinggal ditempat kost, atau tinggal bersama orangtua, dan berapa umur subjek. Jumlah skala psikologi yang dibagikan sesuai dengan sample yang telah ditentukan, dikarenakan penelitian ini menggunakan tekhnik insidental sampling, karena tidak


(22)

13

diketahui secara pasti jumlah mahasisiwa Universitas Kristen Satya Wacana angkatan 2013 yang kost di Salatiga. Jumlah sample yang digunakkan dalam penelitian ini yaitu sebesar 110 mahasiswa angkatan 2013 yang tinggal dirumah kost. Selama pengisian skala, peneliti berusaha untuk berada didekat subjek, dengan maksud apabila terdapat persoalan yang tidak dimengerti subjek. Setelah skala selesai diisi, skala langsung diberikan kembali oleh peneliti, dan kemudian peneliti langsung mengecek kembali skala yang sudah diisi. Pada penelitian ini, penulis menggunakan try out terpakai, yaitu subjek yang digunakan untuk try out, sekaligus juga digunakan sekaligus untuk penelitian. Setelah dilakukan pengambilan data, maka dilakukan penghitungan reliabilitas, uji asumsi, (meliputi uji normalitas, uji linearitas, uji multikolinearitas, uji korelasi), dan uji regresi menggunakan bantuan program SPSS versi 16.00 for windows.

Teknik Analisa Data

Metode analisis data menggunakan uji regresi untuk melihat pengaruh pola asuh otoritatif dan self-esteem dengan kemandirian mahasiswa yang tinggal di rumah kost di Salatiga. Tekhnik analisa data dilakukan dengan program bantuan SPSS versi 16.00 for windows.

HASIL PENELITIAN 1. Analisis Deskriptif

a. Kemandirian

Jumlah item kemandirian yang digunakan sebesar 28 item baik, dengan jenjang skor 1 sampai 4, maka skor minimum 28, dan skor maksimumnya 112, dengan range 21.


(23)

14

Tabel 1.

Kategorisasi Pengukuran Skala Kemandirian

No. Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar deviasi

1. 91 ≤ x ≤ 112 Sangat tinggi 11 10%

77,12

9,34

2. 70 ≤ x < 91 Tinggi 79 71,82 %

3. 49 ≤ x < 70 Rendah 20 18,18%

4. 28 ≤ x < 49 Sangat rendah 0 0%

Total 110 100%

Data di atas menunjukkan tingkat kemandirian dari 110 subjek yang berbeda-beda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga tinggi. Pada kategori rendah didapati sebesar 18,18%, kategori tinggi sebesar 71,82 % dan kategori sangat tinggi sebesar 10%. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 77,12 dengan standar deviasi sebesar 9,34. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga ini berada pada tingkat yang tinggi.

b. Self-esteem

Jumlah item self-esteem yang digunakan sebesar 11 item yang baik, dengan jenjang skor 1 sampai 4, maka skor minimum 11, skor maksimumnya 44, dengan range 8,25.

Tabel 2.

Kategorisasi Pengukuran Skala Self-Esteem

Data di atas menunjukkan tingkat self-esteem dari 110 subjek yang berbeda-beda, mulai dari tingkat rendah hingga sangat tinggi. Pada kategori rendah didapati sebesar 32,73%, kategori tinggi sebesar 65,45% dan kategori sangat tinggi sebesar 1,82%. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 28,54 dengan standar deviasi sebesar No. Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar

deviasi

1. 35,75 ≤ x ≤ 44 Sangat tinggi 2 1,82%

28,54 3,334 2. 27,5 ≤ x < 35,75 Tinggi 72 65,45%

3. 19,25 ≤ x < 27,5 Rendah 36 32,73% 4. 11 ≤ x < 19,25 Sangat rendah 0 0%


(24)

15

3,334. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat self-esteem mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga ini berada pada tingkat yang tinggi.

c. Pola asuh otoritatif

Jumlah item pola asuh otoritatif yang digunakan sebesar 27 item yang baik, dengan jenjang skor 1 sampai 4, maka skor minimum 27, skor maksimumnya 135, dengan range 27.

Tabel 3

Kriteria Skor pola asuh otoritatif

No. Interval Kategori Frekuensi Persentase Mean Standar deviasi

1. 108 ≤ x ≤ 135 Sangat tinggi 29 26,36%

92,37

19,79

2. 81 ≤ x < 108 Tinggi 51 46,36%

3. 54 ≤ x < 81 Rendah 26 23,64% 4. 27 ≤ x < 54 Sangat

Rendah

4 3,64%

Total 110 100%

Data di atas menunjukkan tingkat pola asuh otoritatif orangtua dari 110 subjek yang berbeda-beda, mulai dari tingkat sangat rendah hingga sangat tinggi. Pada kategori sangat rendah didapati sebesar 3,64%, kategori rendah 23.64% , kategori tinggi sebesar 46,36% dan kategori sangat tinggi 26,36%. Mean atau rata-rata yang diperoleh adalah 92,37 dengan standar deviasi sebesar 19,79. Maka secara umum dapat dikatakan bahwa tingkat pola asuh otoritatif orangtua mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga ini berada pada tingkat yang tinggi.

2. Uji Asumsi

Uji asumsi yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari: uji normalitas, uji, uji linearitas, uji multikolinearitas, dan uji korelasi.

a. Uji Normalitas

Uji normalitas pada penelitian ini, menggunakan metode Kolmogrov Smirnov. Data dapat dikatakan berdistribusi normal apabila p>0,05 yang didapat dari hasil analisa menggunakan program SPSS 16.0. Pada skala kemandirian diperoleh hasil skor sebesar


(25)

16

0,940, dengan nilai signifikansi sebesar 0,340 (p >0,05). Pada skala pola asuh otoritatif memiliki nilai K-S-Z sebesar 0,697, dengan nilai signifikansi sebasar 0,716 (p >0,05). Sedangkan pada skala self-esteem memiliki nilai K-S-Z sebesar 1,338, dengan nilai signifikansi sebesar 0,056 (p >0,05). Dengan demikian ketiga variabel memiliki distribusi yang normal.

b. Uji Linearitas

Pada uji linearitas, variabel self-esteem dengan kemandirian, didapatkan nilai F sebesar 2,968 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05), hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara variabel self-esteem dengan kemandirian adalah tidak linear. Sementara itu hasil uji linearitas pada variabel pola asuh otoritatif dengan kemandirian, didapatkan nilai F sebesar 1,159, dengan signifikansi 0,295 (p>0,05) hal ini menunjukkan bahwa hubungan antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian adalah linear.

c. Uji Multikolinearitas

Pengujian multikolinearitas, diperlukan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara dua atau lebih variabel bebas. Dalam penelitian ini menggunakan metode VIF (Variance Inflation Factor). Dikatakan tidak terdapat hubungan antara dua atau lebih variabel bebas apabila nilai VIF < 10. Dari hasil pengujian multikolinearitas, didapatkan hasil bahwa nilai VIF = 1,008, ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan antara dua variabel bebas dalam penelitian ini. Pengujian multikolinearitas, terdapat pada tabel di bawah ini.

d. Uji Korelasi

Pengujian korelasi digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Dalam penelitian ini menggunakan metode


(26)

17

korelasi pearson. Dikatakan terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel tergantung apabila nilai signifikan (p <0,05). Dari hasil pengujian korelasi pearson, didapatkan bahwa hasil uji korelasi antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian, sebesar -0,345, dengan nilai signifikansi 0,000 (p <0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang negatif antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian. Sedangkan untuk variabel self-esteem dengan kemandirian didapatkan hasil koefisien korelasi sebesar 0,388 dengan nilai signifikan 0,000 (p< 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif antara self-esteem dengan kemandirian.

3. Uji Regresi

Pengujian regresi, diperlukan untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh suatu variabel terhadap variabel lain. Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel bebas, dan satu variabel tergantung. Kedua variabel bebas memiliki pengaruh terhadap variabel tergantung, dengan nilai R sebesar 0,544, dan signifikansi 0,000 (p <0,05). Pengujian regresi tiga variabel tertera dalam tabel dibawah ini:

Tabel 4

Uji regresi pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap kemandirian: Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the Estimate

1 .544a .296 .283 7.907

Predictors: (Constant), self_asteem, pola_asuh

ANOVAa

Model Sum of

Squares

Df Mean Square F

1

Regression 2815.185 2 1407.592 22.512

Residual 6690.279 107 62.526

Total 9505.464 109

a. Dependent Variable: kemandirian


(27)

18

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

T Sig.

B Std. Error Beta

1

(Constant) 60.073 7.166 8.383 .000

pola_asuh -.181 .038 -.384 -4.711 .000

self_esteem 1.183 .228 .422 5.187 .000

a. Dependent Variable: kemandirian

Dari hasil uji regresi pola asuh otoritatif dan self-esteem dengan kemandirian, secara bersama-sama pola asuh otoritatif dengan self-esteem dapat digunakan sebagai prediktor kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga, didapatkan nilai adjusted R square sebesar 0,283 (28,3%). Nilai beta dari variabel pola asuh otoritatif sebesar -0,384. Dengan signifikansi sebesar 0,000 (p< 0,05) dan nilai beta variabel self-esteem sebesar 0,422, dengan signifikansi 0,000 (p< 0,05).

Bedasarkan data diatas, maka model persamaan linear berganda, Y = α+β1X1+β2X2, maka persamaan persamaan regresi linear, yaitu

Y = 60,073 – 0,384X1+0,422X2. Keterangan:

1. Konstanta sebesar 60,073 mengandung arti bahwa jika variabel independen dianggap konstan, maka nilai kemandirian sebesar 60,073. Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat kemandirian mahasiswa yang tinggal di tempat kos tinggi.

2. Koefisien regresi pola asuh otoritatif sebesar -0,384, memberi pemahaman bahwa semakin tinggi tingkat pola asuh otoritatif maka akan berdampak pada menurunnya tingkat kemandirian mahasiswa yang tinggal di rumah kost di Salatiga.

3. Koefisien regresi self-esteem sebesar 0,422, memberi pemahaman bahwa semakin tinggi tingkat self-esteem maka akan berdampak pada meningkatnya kemandirian mahasiswa yang tinggal di rumah kost di Salatiga.


(28)

19

Pembahasan

Berdasarkan hasil analisis data dalam penelitian ini, ditemukan bahwa secara simultan terdapat pengaruh antara pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap kemandirian. Besarnya pengaruh pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap kemandirian, tercermin dalam nilai adjusted R Square (R²) sebesar 0,283, yang menjelaskan bahwa sebesar 28,3% dari total varians kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga dapat dijelaskan secara simultan oleh pola asuh otoritatif dan self-esteem. Lebih lanjut hasil temuan ini didukung oleh, nilai Fhitung sebesar 22,512, dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05). Maka hipotesis yang menyatakan bahwa pola asuh otoritatif dan self-esteem sebagai prediktor kemandirian diterima.

Self-Esteem merupakan salah satu faktor yang berpengaruh signifikan terhadap kemandirian mahasiswa. Hal ini terbukti dari uji pada tabel 4 (β = 0,422), dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 (p<0,05), dan ternyata self-esteem memberi pengaruh yang lebih besar dari pola asuh otoritatif. Ini berarti bahwa self-esteem dapat dijadikan sebagai prediktor kemandirian mahasiswa. Maka hipotesis yang menyatakan bahwa ada pengaruh self-esteem dengan kemandirian diterima. Hal ini sesuai dengan pendapat Buss (dalam Handiati, 1991), bahwa individu yang memiliki harga diri yang tinggi akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena individu tersebut lebih meniliki kemantapan diri, kebebasan dan bertanggung jawab, sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah akan merasa mudah cemas dan depresi. Pentingnya peranan self-esteem (harga diri), adalah bahwa setiap orang memerlukan harga diri, berapapun usia, jenis kelamin, latar belakang budaya, atau arah serta pekerjaan dalam hidupnya.


(29)

20

Harga diri hampir mempengaruhi setiap segi kehidupan (Clemes, Bean, dan Clarck, 1995). Menurut penelitian Royani (2009), self-esteem (harga diri) merupakan hal yang paling krusial didalam hidup setiap manusia, tanpa terkecuali, dan self esteem ini tidak dapat dilepaskan dari identitas diri. Identitas diri yang jelas akan menghantar individu untuk menghargai dirinya secara tepat pula. Individu yang memiliki harga diri (self-esteem) yang tinggi, akan dapat bertindak mandiri. Pentingnya memiliki self esteem yang positif, secara khusus dalam diri remaja ini terkait dengan kehidupan remaja itu sendiri, dimana remaja sudah mulai membaur dalam masyarakat yang lebih luas. Sangat berbahaya bila remaja tidak memiliki self esteem yang positif, mereka akan mudah terbawa oleh pengaruh dari masyarakat yang negatif, karena mereka yang memiliki self-esteem yang negatif tidak mampu mengambil keputusan yang tepat bagi dirinya, mereka kerap kali dikontrol oleh lingkungannya.

Bagi mahasiswa yang tinggal di tempat kost, mereka dihadapkan dalam situasi dimana mereka berada jauh dari orangtua, dan harus dapat melakukan segala aktivitas sendiri secara mandiri seperti mulai dari: memilih teman, memilih mata kuliah apa yang hendak diambil, memecahkan masalah secara mandiri, mengambil sutu keputusan secara mandiri, dan sebagainya. Bagi mereka yang mempunyai harga diri yang tinggi, mereka akan dapat bertindak mandiri. Hal ini sesuai dengan pendapat Clemes, Bean, dan Clark (1995), bahwa salah satu ciri individu yang memiliki harga diri yang tinggi, mereka dapat bertindak mandiri, ia akan membuat pilihan dan mengambil keputusan tentang masalah seperti pemanfaatan waktu, uang, pekerjaan, pakaian, dan lain-lain dan ia akan mencari teman dan kesenangannya sendiri.


(30)

21

Sementara itu, berdasarkan hasil penghitungan uji regresi self-esteem dengan kemandirian, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang positif antara self-esteem dengan kemandirian. Dengan nilai beta sebesar 0,422, dan nilai signifikan sebesar 0,000 (p <0,05). Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif antara self-esteem dengan kenandirian, artinya semakin tinggi tingkat self-self-esteem, maka semakin tinggi pula tingkat kemandiriannya, begitu juga sebaliknya semakin rendah tingkat self-esteem maka semakin rendah pula tingkat kemandiriannya. Hasil penelitian ini, sesuai dengan hasil penelitian Dickstein dan Hardy (1979) yang meneliti hubungan antara self-esteem, kemandirian, dan perilaku moral pada mahasiswa laki-laki dan perempuan, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara self-esteem dengan kemandirian, dengan nilai korelasi sebesar 0,43, dengan nilai signifikansi (p<0,01). Selanjutnya hasil penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Handiati (1991), yang meneliti hubungan antara harga diri dengan kemandirian remaja pada SMA Kristen YSKI dan SMA Nasional Karangturi Semarang, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara harga diri dengan kemandirian dengan nilai korelasi sebebesar 0,598, dan nilai signifikansi (p<0,01).

Selain self-esteem, pola asuh otoritatif juga berpengaruh terhadap kemandirian mahasiswa. Hasil uji t pada tabel 4, memperlihatkan bahwa pola asuh memberi pengaruh yang lebih kecil dari self-esteem (β = -0,384), hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang negatif antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian, artinya semakin tinggi tingkat pola asuh otoritatif, maka semakin rendah tingkat kemandiriannya, begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat pola asuh otoritatif, maka semakin tinggi tingkat kemandiriannya. Mengingat ternyata hasil penelitian ini menemukan adanya korelasi yang sifatnya negatif, maka hipotesis yang menyatakan


(31)

22

ada pengaruh positif antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian ditolak. Hasil penelitian ini tidak mendukung pendapat Baumrind (dalam Turner, Chander, dan Heffer, 2009) yang menyatakan bahwa pola asuh yang dapat mendorong kemandirian adalah pola asuh otoritatif (authoritative parenting), karena dalam pola asuh ini terdapat beberapa ciri, dan salah satunya yaitu mendorong kemandirian. Hasil penelitian ini juga tidak sesuai dengan pendapat Lestari, Susanti dan Indrayani, (2012) yang menyatakan bahwa pola asuh otoritatif merupakan pola asuh yang paling tepat diterapkan oleh orangtua demi meningkatkan kemandirian remaja. Dalam penelitian ini, justru ditemukan bahwa pola asuh otoritatif menurunkan tingkat kemandirian remaja.

Dalam penelitian ini, didapatkan nilai beta untuk variabel pola asuh otoritatif sebesar -0,384, dengan nilai signifikansi 0,000 (p<0,05). Adanya korelasi negatif antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian, mungkin disebabkan karena orangtua authoritative dicirikan dengan tingginya tingkat dukungan dan kedekatan emosional (Yaffe, 2014). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Golonka (2013), yang meneliti tentang hubungan antara pola asuh orangtua, komunikasi elektronik antara orangtua-anak, dan perkembangan kemandirian dan penyesuaian diri mahasiswa, menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara pola asuh authoritative dengan kemandirian emosi pada mahasiswa, karena mahasiswa dengan orangtua otoritatif memiliki kesempatan lebih untuk merasa sangat dekat, merasa nyaman, dan bergantung pada orangtua yang berperilaku mendukung secara emosional, yang dapat menurunkan keinginan mahasiswa untuk memisahkan diri dari orangtua dimasa dewasa, sebagai hasilnya terjadi penurunan kemandirian emosional. Begitu pula dengan mahasiswa yang tinggal ditempat kost,


(32)

23

dimana ia dihadapkan pada situasi dimana ia berada jauh dari kedua orangtuanya, ia harus dapat memecahkan masalah yang dialaminya secara mandiri, dan harus dapat menentukan dan memilih apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Dengan adanya kedekatan emosional antara anak dengan orangtua, maka ia merasa nyaman dengan orangtua, dan selalu bergantung pada orangtua yang berperilaku mendukung secara emosional, yang dapat menurunkan keinginan anak untuk memisahkan diri dari orangtua, dan pada akhirnya menurunkan tingkat kemandirian anak.

Berdasarkan hasil uji regresi pola asuh otoritatif dan self-esteem dengan kemandirian, didapatkan jumlah sumbangan relatif dari kedua variabel bebas pola asuh otoritatif (X1) dan self-esteem (X2), sebesar 0,283 (28,3%). Hal ini menunjukkan bahwa kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga dipengaruhi oleh pola asuh otoritatif dan self-esteem. Sedangkan sisanya 71,7% dipengaruhi oleh faktor lain, seperti: latar belakang budaya, jumlah anak dalam keluarga, tingkat pendidikan ibu, dan status pekerjaan ibu (Soetjiningsih, 1993).

Penelitian ini, tentunya memiliki kelemahan, yaitu: menurut peneliti kelemahan penelitian ini adalah saat pelaporan jumlah populasi, peneliti sudah mengidentifikasi populasi yang berasal dari luar kota Salatiga sebagai anak kost, padahal belum tentu mereka anak kost.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pola asuh otoritatif dan self-esteem sebagai prediktor kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:


(33)

24

a) Ada pengaruh pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap kemandirian mahasiswa. Dengan kata lain pola asuh otoritatif dan self-esteem sebagai prediktor kemandirian mahasiswa yang tinggal di rumah kost di Salatiga.

b) Ada pengaruh yang negatif antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga, semakin tinggi pola asuh otoritatif, maka semakin rendah kemandiriannya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat pola asuh otoritatif, maka semakin tinggi tingkat kemandiriannya. c) Ada pengaruh yang positif antara self-esteem dengan kemandirian, semakin tinggi

tingkat self-esteem maka semakin tinggi pula tingkat kemandiriannya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat self-esteem, maka semakin rendah pula tingkat kemandiriannya.

d) Besarnya sumbangan efektif pola asuh otoritatif dan self-esteem sebesar 28,3%. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif dan self-esteem merupakan faktor yang cukup besar memengaruhi kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga.

e) Sebagian besar subjek (71,82%) memiliki tingkat kemandirian berada pada kategori tinggi, sebagian subjek (65,45%) memiliki tingkat self-esteem berada pada kategori tinggi, dan sebagian besar subjek (46,36%) memiliki tingkat pola asuh otoritatif yang tinggi.

Saran

Dengan demikian, maka para mahasiswa diharapkan agar tetap mengembangkan self-esteem yang positif untuk dapat bertindak lebih mandiri, bertanggung jawab, dapat lebih mengahargai usaha dan prestasinya, serta tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang lain yang ada disekitarnya. Bagi para orangtua, orangtua perlu


(34)

25

memberikan kebebasan yang bertanggungjawab pada anak sejak kecil, agar saat anak tumbuh dewasa ia dapat mengurus dirinya sendiri dan dapat bertindak mandiri. Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini masih sangat terbatas, karena hanya meneliti pengaruh pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga. Peneliti selajutnya dapat meneliti lebih lanjut dengan mengembangkan variabel-variabel lain yang dapat digunakan, sehingga terungkap faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian, seperti: faktor jenis kelamin, sistem pendidikan disekolah, sistem kehidupan dimasyarakat, jumlah anak dalam keluarga, dan kecedasan. Selain itu, penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat kelemahan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis seperti: saat pelaporan jumlah populasi, peneliti sudah mengidentifikasi populasi yang berasal dari luar kota Salatiga sebagai anak kost, padahal belum tentu mereka anak kost.


(35)

26

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., & Ashori, M. (2012). Psikologi remaja: perkembangan peserta didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arifin, A.S. (2009). Kemandirian dalam pengambilan keputusan pada mahasiswa kost ditinjau dari komunikasi dengan orangtua. Skripsi (tidak diterbitkan).

Diunduh pada 7 Mei 2013, dari

http://eprints.unika.ac.id/2507/1/02.40.0202_Arrest_Setyanto_Arifin.pdf Azwar, S. (1997). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Baumrind, D. (1966). Effects of authoritative parental control on child behavior. Child Development, 37, 887-908. Retrieved May 2, 2013, from http://web.b.ebscohost.com

Clemes, H., Bean, R., & Clarck A. (1995). Bagaimana meningkatkan harga diri remaja. Jakarta: Binarupa Aksara.

Dickstein, E.B., & Hardy, B.W. (1979). Self-esteem, autonomy, and moral behavior in college men and woman. Journal Of Genetic Psychology, 134, 51-55. Retrieved May 05, 2013, from www.ebscohost.com.

Garcia, F., & Gracia, E. (2009). Is always authoritative the optimum parenting style? evidence from spanish families. Adolescence, 44 (173), 101-131. Retrieved June 12, 2013, from http://www.uv.es/garpe/C_/A_/C_A_0037.pdf

Goeritno, H., & Anggita, I.A. (2006). Kemandirian wanita dan sikap terhadap kekerasan dalam berpacaran. Psikodemensia. vol. 5, no. 1, (17-26). Diunduh

pada 29 Mei 2013, dari

http://eprints.unika.ac.id/3414/1/kemandirian_awanita.pdf.

Golonka, M.M (2013). Keep touching: relationship between parenting style, parent-child electronic communication and the developing autonomy and adjustment of college student Doctoral disertation (unpublished). Retrieved September 28, 2014 from http://dukespace.lib.duke.edu

Handiati. (1991). Hubungan antara harga diri dengan kemandirian pada remaja di SMA kristen YSKI Dan SMA nasional karangturi Semarang. Skripsi (tidak diterbitkan). Diunduh pada tanggal 16 September 2013, dari http://eprints.unika.ac.id/11721/

Lesatari, S.B., Susanti, S., & Indriyani, S. (2013). Hubungan antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian pada siswa kelas XI jurusan akuntansi SMKN 12 Jakarta. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, 1 (2), 54-69. Diunduh pada tanggal 24 September 2013, dari www.jpeb.net


(36)

27

Manoppo, N.O. (2012). Kemandirian anak tunggal ditinjau dari pola asuh demokratis. Skripsi (tidak diterbitkan). Diunduh pada 24 Mei 2013, dari http://eprints.unika.ac.id/4258/

Monks, F.J. (1999). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Nazir, M. (1985). Metode penelitian. Ghalia Indonesia

Pancariatno, Sunu. (2009). Hubungan pola asuh anak yang ditinggal orangtuanya dan harga diri dengan kemandirian siswa SMP negeri di wilayah kecamatan Pabelan kabupaten semarang Tahun Pelajaran 2008/2009. Skripsi (tidak diterbitkan). Diunduh tanggal 9 November 2013, dari http://lib.unnes.ac.id/view/creators/SUNU_PANCARIATNO=

3A1103506087_=3A=3A.html

Robinson, C.C., Mandleco. B., Olsen, S.F., & Hart, C.H. (1995). Authoritative, authoritarian, and permissive parenting practices: development of a new measure. Psychological Reports, 77, 817-830. Retreived May 23 2014, from www.researchgate.net

Royani, I. (2009). Pengaruh dukungan sosial orangtua dan monitoring orangtua terhadap self-esteem remaja awal: studi pada SMP pangudi luhur, salatiga. Thesis (tidak diterbitkan). Fakultas psikologi: Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Santrock. J. W. (2002). Life-span development: perkembangan masa hidup (edisi kelima). Jakarta: Erlangga

Soetjiningsih, C.H. (1993). Kemandirian remaja suku jawa dan cina ditinjau dari tahapan perkembangannya Dan Tingkat Pendidikan Ibu. Laporan Penelitian. Salatiga: Fakultas Psikologi: Universitas Kristen Satya Wacana.

Steinberg, L. (1993). Adolescence (edisi ketiga). New York: McGraw-Hill, Inc. Syamsu, Yusuf. (2004). Psikologi anak dan remaja. Bandung: Rosdakarya.

Sugiyono. (2004). Metode penelitian bisnis. Alfabeta, CV. Bandung

________ (2010). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Tafarodi, R.W., & Jr, Swann, W.B. (2001). Two dimensional self-esteem: theory and measurement. Personality and Individual Differences, 31, 653-673.

Retrieved November 8, 2013, from


(37)

28

Turner, E.A., Chandler, M., Heffer, R.W. (2009). The influence of parenting styles, achievement motivation, and self-efficacy on academic performance in college students. Journal of College Student Development, 50, 337-346. Retrieved

September 10, 2014 from

http://www.selfdeterminationtheory.org/SDT/documents/2009_TurnerChandle retal_JCSD.pdf

Umar, D.P. (2009). Studi deskriptif mengenai self-efficacy pada mahasiswa/i double degree di universitas “x” kota Bandung. Skripsi (tidak diterbitkan). Diunduh dari http://repository.maranatha.edu/4964/

Walgito, B. (1982). Bimbingan dan konseling di perguruan tinggi. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

Widiana, A. A., & Nugraheni, H. (2008). Hubungan antara pola asuh demokratis dengan kemandirian pada remaja. Psikohumanika, 1, 1-11. Diunduh pada 5

Mei 2013, dari

http://setiabudi.ac.id/jurnalpsikologi/images/files/JURNAL%202.pdf

Yaffe, Y. (2014). Corporal punishment as a parental practice and anxiety in are-adolescent children. Journal of Social Science Studies 1 (2), 13-31. Retreived September 28, 2014 from http://dx.doi.org/10.5296/jsss.v1i2.5099


(1)

dimana ia dihadapkan pada situasi dimana ia berada jauh dari kedua orangtuanya, ia harus dapat memecahkan masalah yang dialaminya secara mandiri, dan harus dapat menentukan dan memilih apa yang terbaik untuk dirinya sendiri. Dengan adanya kedekatan emosional antara anak dengan orangtua, maka ia merasa nyaman dengan orangtua, dan selalu bergantung pada orangtua yang berperilaku mendukung secara emosional, yang dapat menurunkan keinginan anak untuk memisahkan diri dari orangtua, dan pada akhirnya menurunkan tingkat kemandirian anak.

Berdasarkan hasil uji regresi pola asuh otoritatif dan self-esteem dengan kemandirian, didapatkan jumlah sumbangan relatif dari kedua variabel bebas pola asuh otoritatif (X1) dan self-esteem (X2), sebesar 0,283 (28,3%). Hal ini menunjukkan bahwa kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga dipengaruhi oleh pola asuh otoritatif dan self-esteem. Sedangkan sisanya 71,7% dipengaruhi oleh faktor lain, seperti: latar belakang budaya, jumlah anak dalam keluarga, tingkat pendidikan ibu, dan status pekerjaan ibu (Soetjiningsih, 1993).

Penelitian ini, tentunya memiliki kelemahan, yaitu: menurut peneliti kelemahan penelitian ini adalah saat pelaporan jumlah populasi, peneliti sudah mengidentifikasi populasi yang berasal dari luar kota Salatiga sebagai anak kost, padahal belum tentu mereka anak kost.

Kesimpulan dan Saran

Berdasarkan hasil penelitian mengenai pola asuh otoritatif dan self-esteem sebagai prediktor kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:


(2)

a) Ada pengaruh pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap kemandirian mahasiswa. Dengan kata lain pola asuh otoritatif dan self-esteem sebagai prediktor kemandirian mahasiswa yang tinggal di rumah kost di Salatiga.

b) Ada pengaruh yang negatif antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga, semakin tinggi pola asuh otoritatif, maka semakin rendah kemandiriannya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat pola asuh otoritatif, maka semakin tinggi tingkat kemandiriannya. c) Ada pengaruh yang positif antara self-esteem dengan kemandirian, semakin tinggi

tingkat self-esteem maka semakin tinggi pula tingkat kemandiriannya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah tingkat self-esteem, maka semakin rendah pula tingkat kemandiriannya.

d) Besarnya sumbangan efektif pola asuh otoritatif dan self-esteem sebesar 28,3%. Hal ini menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif dan self-esteem merupakan faktor yang cukup besar memengaruhi kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga.

e) Sebagian besar subjek (71,82%) memiliki tingkat kemandirian berada pada kategori tinggi, sebagian subjek (65,45%) memiliki tingkat self-esteem berada pada kategori tinggi, dan sebagian besar subjek (46,36%) memiliki tingkat pola asuh otoritatif yang tinggi.

Saran

Dengan demikian, maka para mahasiswa diharapkan agar tetap mengembangkan self-esteem yang positif untuk dapat bertindak lebih mandiri, bertanggung jawab, dapat lebih mengahargai usaha dan prestasinya, serta tidak mudah terpengaruh oleh hal-hal yang lain yang ada disekitarnya. Bagi para orangtua, orangtua perlu


(3)

memberikan kebebasan yang bertanggungjawab pada anak sejak kecil, agar saat anak tumbuh dewasa ia dapat mengurus dirinya sendiri dan dapat bertindak mandiri. Bagi peneliti selanjutnya penelitian ini masih sangat terbatas, karena hanya meneliti pengaruh pola asuh otoritatif dan self-esteem terhadap kemandirian mahasiswa yang tinggal dirumah kost di Salatiga. Peneliti selajutnya dapat meneliti lebih lanjut dengan mengembangkan variabel-variabel lain yang dapat digunakan, sehingga terungkap faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian, seperti: faktor jenis kelamin, sistem pendidikan disekolah, sistem kehidupan dimasyarakat, jumlah anak dalam keluarga, dan kecedasan. Selain itu, penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini terdapat kelemahan dari penelitian yang dilakukan oleh penulis seperti: saat pelaporan jumlah populasi, peneliti sudah mengidentifikasi populasi yang berasal dari luar kota Salatiga sebagai anak kost, padahal belum tentu mereka anak kost.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., & Ashori, M. (2012). Psikologi remaja: perkembangan peserta didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Arifin, A.S. (2009). Kemandirian dalam pengambilan keputusan pada mahasiswa kost ditinjau dari komunikasi dengan orangtua. Skripsi (tidak diterbitkan).

Diunduh pada 7 Mei 2013, dari

http://eprints.unika.ac.id/2507/1/02.40.0202_Arrest_Setyanto_Arifin.pdf Azwar, S. (1997). Metode penelitian. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Baumrind, D. (1966). Effects of authoritative parental control on child behavior. Child Development, 37, 887-908. Retrieved May 2, 2013, from http://web.b.ebscohost.com

Clemes, H., Bean, R., & Clarck A. (1995). Bagaimana meningkatkan harga diri remaja. Jakarta: Binarupa Aksara.

Dickstein, E.B., & Hardy, B.W. (1979). Self-esteem, autonomy, and moral behavior in college men and woman. Journal Of Genetic Psychology, 134, 51-55. Retrieved May 05, 2013, from www.ebscohost.com.

Garcia, F., & Gracia, E. (2009). Is always authoritative the optimum parenting style? evidence from spanish families. Adolescence, 44 (173), 101-131. Retrieved June 12, 2013, from http://www.uv.es/garpe/C_/A_/C_A_0037.pdf

Goeritno, H., & Anggita, I.A. (2006). Kemandirian wanita dan sikap terhadap kekerasan dalam berpacaran. Psikodemensia. vol. 5, no. 1, (17-26). Diunduh

pada 29 Mei 2013, dari

http://eprints.unika.ac.id/3414/1/kemandirian_awanita.pdf.

Golonka, M.M (2013). Keep touching: relationship between parenting style, parent-child electronic communication and the developing autonomy and adjustment of college student Doctoral disertation (unpublished). Retrieved September 28, 2014 from http://dukespace.lib.duke.edu

Handiati. (1991). Hubungan antara harga diri dengan kemandirian pada remaja di SMA kristen YSKI Dan SMA nasional karangturi Semarang. Skripsi (tidak diterbitkan). Diunduh pada tanggal 16 September 2013, dari http://eprints.unika.ac.id/11721/

Lesatari, S.B., Susanti, S., & Indriyani, S. (2013). Hubungan antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian pada siswa kelas XI jurusan akuntansi SMKN 12 Jakarta. Jurnal Pendidikan Ekonomi dan Bisnis, 1 (2), 54-69. Diunduh pada tanggal 24 September 2013, dari www.jpeb.net


(5)

Manoppo, N.O. (2012). Kemandirian anak tunggal ditinjau dari pola asuh demokratis. Skripsi (tidak diterbitkan). Diunduh pada 24 Mei 2013, dari http://eprints.unika.ac.id/4258/

Monks, F.J. (1999). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Nazir, M. (1985). Metode penelitian. Ghalia Indonesia

Pancariatno, Sunu. (2009). Hubungan pola asuh anak yang ditinggal orangtuanya dan harga diri dengan kemandirian siswa SMP negeri di wilayah kecamatan Pabelan kabupaten semarang Tahun Pelajaran 2008/2009. Skripsi (tidak diterbitkan). Diunduh tanggal 9 November 2013, dari http://lib.unnes.ac.id/view/creators/SUNU_PANCARIATNO=

3A1103506087_=3A=3A.html

Robinson, C.C., Mandleco. B., Olsen, S.F., & Hart, C.H. (1995). Authoritative, authoritarian, and permissive parenting practices: development of a new measure. Psychological Reports, 77, 817-830. Retreived May 23 2014, from www.researchgate.net

Royani, I. (2009). Pengaruh dukungan sosial orangtua dan monitoring orangtua terhadap self-esteem remaja awal: studi pada SMP pangudi luhur, salatiga. Thesis (tidak diterbitkan). Fakultas psikologi: Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Santrock. J. W. (2002). Life-span development: perkembangan masa hidup (edisi kelima). Jakarta: Erlangga

Soetjiningsih, C.H. (1993). Kemandirian remaja suku jawa dan cina ditinjau dari tahapan perkembangannya Dan Tingkat Pendidikan Ibu. Laporan Penelitian. Salatiga: Fakultas Psikologi: Universitas Kristen Satya Wacana.

Steinberg, L. (1993). Adolescence (edisi ketiga). New York: McGraw-Hill, Inc. Syamsu, Yusuf. (2004). Psikologi anak dan remaja. Bandung: Rosdakarya.

Sugiyono. (2004). Metode penelitian bisnis. Alfabeta, CV. Bandung

________ (2010). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Tafarodi, R.W., & Jr, Swann, W.B. (2001). Two dimensional self-esteem: theory and measurement. Personality and Individual Differences, 31, 653-673.

Retrieved November 8, 2013, from


(6)

Turner, E.A., Chandler, M., Heffer, R.W. (2009). The influence of parenting styles, achievement motivation, and self-efficacy on academic performance in college students. Journal of College Student Development, 50, 337-346. Retrieved

September 10, 2014 from

http://www.selfdeterminationtheory.org/SDT/documents/2009_TurnerChandle retal_JCSD.pdf

Umar, D.P. (2009). Studi deskriptif mengenai self-efficacy pada mahasiswa/i double degree di universitas “x” kota Bandung. Skripsi (tidak diterbitkan). Diunduh dari http://repository.maranatha.edu/4964/

Walgito, B. (1982). Bimbingan dan konseling di perguruan tinggi. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.

Widiana, A. A., & Nugraheni, H. (2008). Hubungan antara pola asuh demokratis dengan kemandirian pada remaja. Psikohumanika, 1, 1-11. Diunduh pada 5

Mei 2013, dari

http://setiabudi.ac.id/jurnalpsikologi/images/files/JURNAL%202.pdf

Yaffe, Y. (2014). Corporal punishment as a parental practice and anxiety in are-adolescent children. Journal of Social Science Studies 1 (2), 13-31. Retreived September 28, 2014 from http://dx.doi.org/10.5296/jsss.v1i2.5099