PENGARUH NORMA SUBYEKTIF, PERSEPSI KONTROL PERILAKU, DAN SIKAP WIRAUSAHATERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA SISWA SMK.

(1)

PENGARUH NORMA SUBYEKTIF, PERSEPSI KONTROL PERILAKU, DAN SIKAP WIRAUSAHATERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA

SISWA SMK

(Survey di SMK Muhammadiyah I Kadungora dan SMKN 12 Garut)

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi sebagian dari Syarat untuk memperoleh gelar

Magister Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi

Oleh:

RIJAL ASSIDIQ MULYANA 1102610

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2013


(2)

PENGARUH NORMA SUBYEKTIF, PERSEPSI

KONTROL PERILAKU, DAN SIKAP WIRAUSAHA

TERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA SISWA SMK

(SURVEY DI SMK MUHAMMADIYAH I

KADUNGORA DAN SMKN 12 GARUT)

Oleh

Rijal Assidiq Mulyana, SEI UPI Bandung

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Sekolah Pascasarjana

© Rijal Assidiq Mulyana 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

September 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

(4)

ABSTRAK

Rijal Assidiq Mulyana (2013). Pengaruh Norma Subyektif, Persepsi Kontrol Perilaku, dan Sikap Wirausaha Terhadap Minat Berwirausaha (Survey di SMK Muhammadiyah I Kadungora dan SMKN 12 Garut).

Saat ini penelitian mengenai minat berwirausaha tengah berkembang. Berbagai variabel dimasukkan untuk memprediksi minat berwirausaha. perkembangan tersebut karena anggapan bahwa kewirausahaan mampu menjadi kunci atas keberhasilan pertumbuhan ekonomi, pengangguran yang lebih rendah, peningkatan lapangan pekerjaan, dan stabilisasi ekonomi. Keyakinan pemerintah untuk mengembangkan kewirausahaan di Indonesia dianggap pilihan tepat mengingat fakta yang amat memprihatinkan mengenai tingginya jumlah pengangguran di Indonesia yang secara individual didominasi oleh mereka yang merupakan lulusan SMK. Karenanya, penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi berbagai prediktor yang diduga memiliki hubungan terhadap minat berwirausaha pada siswa SMK dengan jalan mengomparasikan berbagai prediktor tersebut berdasarkan lintas budaya yang berbeda antar siswa SMK. Tujuan Penelitian adalah untuk memperoleh gambaran dan membuktikan, 1) Pengaruh norma subyektif terhadap persepsi kontrol perilaku siswa SMK. 2) Pengaruh norma subyektif terhadap sikap wirausaha siswa SMK. 3) Pengaruh norma subyektif, persepsi kontrol perilaku, dan sikap wirausaha terhadap minat berwirausaha siswa SMK. Penelitian ini menggunakan analisis Model Persamaan Struktural. Penggunaan analisis ini dimaksudkan agar dapat menganalisis persamaan pengukuran, serta persamaan struktural. Sampel yang terlibat dalam penelitian ini adalah siswa SMK Muhammadiyah I Kadungora sebanyak 147 orang yang dipilih secara random dari populasi sebesar 233. Dan siswa SMKN 12 Garut sebanyak 128 orang yang dipilih secara random dari populasi sebesar 188. Berdasarkan analisis data dan pengujian hipotesis menunjukkan bahwa hasil penelitian secara umum menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha, berbeda antara SMK Muhammadiyah I Kadungora dan SMKN 12 Garut. Perbedaan ini secara khusus dapat dikemukakan sebagai berikut: 1) norma subyektif yang dimiliki siswa SMK Muhammadiyah I Kadungora berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol perilaku wirausaha dan sikap wirausaha. Sementara hasil penelitian yang diujikan kepada siswa SMKN 12 Garut menunjukkan norma subyektif tidak berpengaruh positif terhadap persepsi kontrol perilaku wirausaha dan sikap wirausaha. 2) norma subyektif, persepsi kontrol perilaku wirausaha, dan sikap wirausaha yang dimiliki siswa SMK Muhammadiyah I Kadungora tidak berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha baik secara individual maupun simultan. Sedangkan hasil penelitian yang diujikan kepada siswa SMKN 12 Garut menunjukkan bahwa) norma subyektif, persepsi kontrol perilaku wirausaha, dan sikap wirausaha tidak berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha secara simultan, namun secara individual persepsi kontrol perilaku dan sikap wirausaha berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha siswa SMKN 12 Garut.


(5)

ABSTRACT

Rijal Assidiq Mulyana (2013). Effect of Subjective Norms, Perceived Behavioral Control, and Attitudes Toward the Entrepreneurial Behavior Toward Entrepreneurial Intentions (Survey In SMK Muhammadiyah I Kadungora and SMKN 12 Garut)

Today research on the growing interest in entrepreneurship. Various variables included to predict interest in entrepreneurship. these developments because of the assumption that entrepreneurship can become the key to the success of economic growth, lower unemployment, increase employment, and economic stabilization. Government to develop entrepreneurial confidence in Indonesia is considered appropriate choice given the fact that very concern about the high number of unemployed in Indonesia that are individually dominated by those who are graduates of vocational schools. Therefore, this study was conducted to identify the various predictors which allegedly has ties to the entrepreneurial intention in vocational students to the various predictors comparing is based on cross-cultural differ between vocational students. The research goal is to obtain and prove, 1) The effect of subjective norm on perceived behavioral control vocational students. 2) The effect of subjective norms on entrepreneurial attitudes vocational students. 3) The effect of subjective norm, perceived behavioral control, and attitudes toward entrepreneurship toward entrepreneurial intention SMK students. This study uses Structural Equation Model analysis. The use of this analysis are intended to be analyzing the measurement equation, and the structural equation. Samples involved in this study were students of SMK Muhammadiyah I Kadungora total of 147 people were selected at random from a population of 233. And students SMKN 12 Garut as much as 128 people were selected at random from a population of 188. Based on data analysis and hypothesis testing shows that the results of research in general explained that the factors that affect entrepreneurial intention, differ between SMK Muhamadiyah I Kadungora and SMKN 12 Garut. This difference in particular can be expressed as follows: 1) subjective norms of the students of SMK Muhammadiyah I Kadungora positive effect on the perception of entrepreneurial behavior control and entrepreneurial attitude. While the results of the study are tested on SMKN 12 showed that subjective norm no positive effect on the perceived behavior of entrepreneurship control and attitude toward the entrepreneurial behavior. 2) subjective norm, perceived behavioral of entrepreneurship control and attitude toward the entrepreneurial behavior of the students of SMK Muhammadiyah I Kadungora no positive effect on the intention in entrepreneurship either individually or simultaneously. While the results of studies that tested the vocational students SMKN 12 Garut. subjective norm, perceived behavioral control entrepreneurship and entrepreneurial attitude no positive effect on the entrepreneurial intention simultaneously, yet individually perceived behavioral control and attitude positive influence on entrepreneurial intention students SMKN 12 Garut.


(6)

(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 11

1.3 Tujuan Penelitian... 13

1.4 Manfaat/Signifikansi Penelitian ... 13

1.5 Struktur Organisasi Laporan Penelitian ... 14

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka ... 16

2.1.1 Konsep Kewirausahaan ... 16

2.1.2 Teori Planned Behavior ... 22

2.1.3 Model Minat Berwirausaha (Entrepreneurial Intention Model) ... 26

2.1.4 Penelitian Terdahulu ... 59

2.2 Kerangka Pemikiran ... 62

2.3 Hipotesis Penelitian ... 63

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Objek Penelitian ... 64


(8)

3.3 Definisi Operasional ... 66

3.4 Instrumen Penelitian ... 69

3.5 Proses Pengembangan Instrumen ... 70

3.6 Teknik Pengumpulan Data ... 72

3.7 Analisis Data ... 73

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Hasil Penelitian ... 87

4.2 Aplikasi Penggunaan Sumber Data Empiris ... 98

4.3 Uji Asumsi Statistik ... 98

4.3.1 Uji Evaluasi Asumsi Normalitas Data ... 99

4.3.2 Uji Evaluasi Asumsi Multivariate Outliers ... 99

4.3.3 Uji Asumsi Multikolinieritas ... 99

4.4 Uji Model Pengukuran ... 100

4.4.1 Model Minat Berwirausaha SMKM I Kadungora... 100

4.4.2 Model Minat Berwirausaha SMKN 12 Garut ... 113

4.5 Penyimpangan Asumsi Statistik dan Aplikasi Bootstrapping ... 125

4.6 Pembahasan Hasil Penelitian ... 126

4.6.1 Pengaruh Norma Subyektif Terhadap Persepsi Kontrol Perilaku . 129 4.6.2 Pengaruh Norma Subyektif Terhadap Sikap Wirausaha ... 132

4.6.3 Pengaruh Norma Subyektif, Persepsi Kontrol Perilaku, dan Sikap Wirausaha Terhadap Minat Berwirausaha ... 134

4.7 Implikasi Teoritis Hasil Penelitian ... 140

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan... 141

5.2 Saran ... 144

DAFTAR PUSTAKA ... 147


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel

1.1 Kondisi Ketenagakerjaan Indonesia ... 2

1.2 Kondisi Ketenagakerjaan Propinsi Jawa Barat ... 3

2.1 Tingkatan Pembelajaran Kewirausahaan dan Tujuannya ... 43

3.1 Tabel Operasionalisasi Variabel-Variabel ... 66

3.2 Laporan Hasil Uji Validitas... 71

3.3 Laporan Hasil Uji Reliabilitas ... 72

3.4 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Norma Subyektif... 74

3.5 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Persepsi Kontrol Perilaku ... 74

3.6 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Sikap Wirausaha ... 74

3.7 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Minat Berwirausaha ... 74

3.8 Kriteria dan Batas Penilaian Goodness of Fit Test ... 79

3.9 Model Persamaan Struktural ... 82

3.10 Rancangan Pengujian Hipotesis Penelitian ... 84

4.1 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 88

4.2 Komposisi Responden Berdasarkan Pekerjaan Orang Tua ... 89

4.3 Distribusi Frekuensi Variabel Norma Subyektif SMKM I Kadungora ... 90

4.4 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Norma Subyektif SMKM I Kadungora ... 91

4.5 Distribusi Frekuensi Variabel Norma Subyektif SMKN 12 Garut ... 91

4.6 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Norma Subyektif SMKN 12 Garut ... 92

4.7 Distribusi Frekuensi Variabel Persepsi Kontrol Perilaku SMKM I Kadungora ... 92

4.8 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Persepsi Kontrol Perilaku SMKM I Kadungora ... 93

4.9 Distribusi Frekuensi Variabel Persepsi Kontrol Perilaku SMKN 12 Garut ... 93


(10)

4.10 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Persepsi Kontrol Perilaku

SMKN 12 Garut ... 94 4.11 Distribusi Frekuensi Variabel Sikap Wirausaha Siswa SMKM I

Kadungora ... 94 4.12 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Sikap Wirausaha SMKM I

Kadungora ... 95

4.13 Distribusi Frekuensi Variabel Sikap Wirausaha SMKN 12 Garut 95 4.14 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Sikap Wirausaha SMKN 12 Garut 96 4.15 Distribusi Frekuensi Variabel Minat Berwirausaha SMKM I

I Kadungora ... 96 4.16 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Minat Berwirausaha SMKM I

Kadungora ... 97 4.17 Distribusi Frekuensi Variabel Minat Berwirausaha SMKN 12

Garut ... 97 4.18 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Minat Berwirausaha SMKN 12

Garut ... 97

4.19 Ringkasan Hasil Estimasi Pengukuran Model SMKM I Kadungora 103 4.20 Dekomposisi Pengaruh Antar Variabel Minat Berwirausaha

SMKM I Kadungora ... 113 4.21 Ringkasan Hasil Estimasi Pengukuran Model SMKN 12 Garut.. 115 4.22 Dekomposisi Pengaruh Antar Variabel Minat Berwirausaha

SMKN 12 Garut ... 124 4.23 Skor Rata-Rata dan Standar Deviasi ... 126


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar

2.1 Teori Planned Behavior ... 24

2.2 Pola Dasar Pembelajaran Kewirausahaan ... 41

2.3 Sumber Informasi Efikasi Diri ... 46

2.4 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 63

3.1 Diagram Jalur Lengkap Hipotesis Penelitian ... 81

4.1 Model Minat Berwirausaha SMKM I Kadungora... 100

4.2 Reestimasi Model Minat Berwirausaha SMKM I Kadungora ... 101


(12)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Saat ini penelitian mengenai minat berwirausaha tengah berkembang. Berbagai variabel dimasukkan untuk memprediksi minat berwirausaha. begitupun, metodologi yang digunakan untuk mempelajari wirausahawan telah berubah sepanjang beberapa tahun (Linan dan Chen: 2006). Berbagai model juga dikembangkan dalam penelitian minat berwirausaha, tercatat dari tahun 1980an hingga tahun 2000an berkembang beberapa model antara lain Entrepreneurial

Event Model, Davidsons Model, Entrepreneurial Attitude Orientation Model, Entrepreneurial Potential Model, Theory of Planned Behaviour (Wijaya: 2008).

Hal ini menyiratkan pentingnya penelitian mengenai minat berwirausaha. Kecenderungan tersebut dikarenakan kewirausahaan diyakini sebagai syaraf pusat perekenomian atau the backbone of economy dan pengendali perekonomian suatu bangsa atau tailbone of economy (Suryana, 2009: 14). Keyakinan lainnya bahwa kewirausahaan merupakan kunci untuk sejumlah hasil sosial yang diinginkan. Seperti, pertumbuhan ekonomi, pengangguran yang lebih rendah, peningkatan lapangan pekerjaan, stabilisasi ekonomi dan modernisasi teknologi (Baumol, et al: 2007, United Nations Conference On Trade and Development,2005: 4).

Keyakinan pemerintah untuk mengembangkan kewirausahaan dan meningkatkan jumlah wirausahawan di Indonesia dianggap pilihan tepat mengingat fakta yang amat memprihatinkan mengenai tingginya jumlah pengangguran di Indonesia, data terakhir yang dilansir BPS menyebutkan bahwa angkatan kerja pada tahun bulan Agustus 2012 mencapai 118 juta orang, dengan tingkat pengangguran terbuka mencapai 7.245.200 orang (6,14%). Sedangkan tingkat pengangguran terbuka berdasarkan pendidikan adalah sebagaimana dijelaskan dalam Tabel 1.1 (Berita Resmi Statistik No.75/11/Th.XV, 5 Nopember 2012).


(13)

Tabel 1.1 Kondisi Ketenagakerjaan Indonesia

Berdasarkan data tersebut diatas, pengangguran terdidik lulusan Diploma I/II/III adalah sebesar 6,21% dan Universitas sebesar 5,91. Jika dijumlahkan pengangguran terdidik (lulusan diploma dan universitas) adalah sebesar 12,12%. Angka yang begitu besar dan memunculkan keprihatinan yang begitu besar bagi kita sebagai putera bangsa mengingat mereka yang menganggur adalah mereka yang terdidik dan memiliki pendidikan yang relatif tinggi. Peringkat kedua ditempati oleh mereka yang merupakan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan 9,87% kemudian diikuti oleh mereka yang merupakan lulusan Sekolah Menengah Atas 9,60%, Sekolah Menengah Pertama 7,76% dan SD ke bawah 3,64%.

Di Propinsi Jawa Barat sendiri, sebagaimana dilansir oleh BPS Propinsi Jawa Barat jumlah angkatan kerja pada bulan Pebruari 2012 adalah sebesar 20.138.658 orang, dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 9,78% atau 1.969.006 orang. Jumlah pengangguran yang merupakan lulusan dari Diploma I/II/III sebesar 11,94%. Sementara jumlah pengangguran yang merupakan lulusan universitas adalah sebesar 9,81%. Jika dijumlahkan, maka, jumlah pengangguran terdidik di Propinsi Jawa Barat adalah sebesar 21,75%. Jumlah tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan jumlah pengangguran secara agregat/nasional. Kemudian diikuti oleh penganggur yang nerupakan lulusan SMK, SMA, SMP, dan SD. Melihat angka pengangguran yang begitu besar yang disumbangkan oleh


(14)

mereka yang dikatakan sebagai penganggur terdidik di Propinsi Jawa Barat menimbulkan keprihatinan yang teramat dalam bagi penulis secara pribadi dan masyarakat Jawa Barat pada umumnya. Melihat angka tersebut. Maka, wajar saja jika kemudian pendidikan di Indonesia pada umumnya dan Propinsi Jawa Barat pada khususnya dipertanyakan. Apakah sudah tepat pendidikan dikatakan sebagai sebuah investasi jika kita konfrontasikan dengan fakta getir tentang pengangguran terdidik kita. Walaupun disisi lain pendidikan tidak bisa dijadikan kambing hitam, satu-satunya institusi yang disalahkan atas problem kebangsaan ini karena tentu saja kita mafhum bersama, bahwa banyak paramater lainnya yang memiliki kontribusi dalam keberhasilan sebuah bangsa. Namun setidaknya menyadarkan kita tentang pentingnya membangun sebuah pendidikan yang memberikan jaminan bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk menjadi masyarakat sejahtera. Karena walaupun menjadi satu diantara berbagai parameter keberhasilan sebuah bangsa, pendidikan atau institusi pendidikan mesti bertanggung jawab dan berperan atas problema kebangsaan ini. Selain pendidikan, data pengangguran di Propinsi Jawa Barat memberikan gambaran sekaligus membuktikan pada kita akan terbatasnya lapangan pekerjaan di Jawa Barat. Sehingga pemerintah sebagai

stake holders segera membuat aksi untuk memcahkan problem ini. Adapun

kondisi ketenagakerjaan di Propinsi Jawa Barat selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.2 (No. 23/05/32/Th.XIV, 7 Mei 2012).


(15)

Selain alasan yang dikemukakan penulis, Ciputra (2007) memberikan alasan lain mengenai jumlah pengangguran yang relatif tinggi di Indonesia adalah karena. Pertama, selama 350 tahun sebagian besar rakyat Indonesia tidak mendapatkan pendidikan yang seharusnya dan peluang untuk berwirausaha. Kedua, pendidikan kita memiliki orientasi membentuk sumber daya manusia pencari kerja bukan pencipta kerja. Kemudian, hasil penelitian Wijaya (2007) memberikan gambaran bahwa masyarakat Indonesia cenderung memilih pekerjaan sebagai pegawai swasta atau pegawai negeri. Secara tidak langsung, pendidikan formal maupun non formal di Indonesia masih belum berorientasi pada kewirausahaan. Hal ini sangat dimungkinkan karena wirausaha belum mejadi alternatif pilihan negara dalam memecahkan krisis multidimensional yang melanda. Dalam keluarga sebagian besar orang tua akan lebih bahagia dan merasa berhasil dalam mendidik anak-anaknya, apabila anak dapat menjadi pegawai pemerintah maupun karyawan swasta yang jumlah penghasilannya jelas dan kontinyu setiap bulannya. Pendidikan di Indonesia juga membentuk peserta didik menjadi karyawan atau bekerja di perusahaan. Masyarakat di Indonesia cenderung lebih percaya diri bekerja pada orang lain daripada memulai usaha. Selain itu kecenderungan untuk mengindari risiko gagal dan penghasilan yang tidak tetap.

Dari kedua tabel yang penulis paparkan dari hasil data BPS dan BPS Propinsi Jawa Barat. Menunjukkan bahwa secara individu lulusan SMK merupakan pengangguran yang paling tinggi. Dalam hal ini Wijaya (2007) memberikan alasan mengapa penganggur yang berasal dari lulusan SMK begitu tinggi. Wijaya menyebutkan bahwa pada kenyataannya siswa lulusan SMK lebih senang menjadi pegawai atau buruh dan bahkan tidak bekerja sama sekali. Ada beberapa hal mengapa siswa SMK tidak tertarik berwirausaha setelah lulus SMK adalah karena tidak mau mengambil risiko, takut gagal, tidak memiliki modal dan lebih menyukai bekerja pada orang lain. Alasan tersebut bertentangan dengan tujuan individu masuk SMK yang ingin cepat bekerja dan ingin membuka usaha sendiri. Lebih lanjut dari hasil Penelitian Wijaya (2007) disebutkan siswa tidak tertarik berwirausaha karena kurang memiliki motivasi dan tidak memiliki


(16)

semangat serta keinginan untuk berusaha sendiri. Akibatnya individu berfikir bahwa berwirausaha merupakan sesuatu yang sulit untuk dilakukan dan lebih senang untuk bekerja pada orang lain.

Dipihak lain upaya pemerintah senantiasa digalakkan untuk mendorong penciptaan wirausahawan. Pada tataran kebijakan pemerintah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 04 Tahun 1995 Tentang Gerakan Nasional Memasyarakatkan dan Membudidayakan Kewirausahaan (GN-MMK). Namun, kenyataannya gerakan ini gagal karena memiliki kelemahan konsep yang mendasar, tidak menjangkau akar masalah dan dukungan dari pemerintah pusat yang rendah (Syamsuri dalam Iskandar: 2012), terkesan sporadis (Suherman, 2010: 1). Pada tingkat perguruan tinggi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi telah mengembangkan berbagai kebijakan dan program dalam upaya untuk merangsang dan menumbuhkan minat kewirausahaan mahasiswa. Program yang termasuk dalam kurikulum seperti Mata Kuliah Kewirausahaan (KWU). Namun ada juga program yang didesain sebagai proram ekstrakurikuler seperti Magang Kewirausahaan (MKU), Kuliah Kerja Usaha (KKU), Program Kreativitas Mahasiswa Kewirausahaan (PKMK), Wira Usaha Baru (WUB), Inkubator Wira Usaha Baru (INWUB), Konsultasi Bisnis dan Penempatan Kerja, Wira Usaha Mandiri dan Program Hibah Kompetensi (PHK) dalam bentuk pemberian modal awal bagi mahasiswa untuk belajar memulai usaha baru (Iskandar: 2012). Selain itu dibawah Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah digalakkan SMK, yang disinyalir memiliki hubungan positif dalam pembentukan karakter kewirausahaan siswa. Kebijakan lainnya adalah dengan memasukkan mata pelajaran kewirausahaan pada sekolah tingkat menengah.

Yang paling mutakhir adalah MP3EI (Master Plan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia), dengan MP3EI pemerintah tengah mendorong dan menumbuh-kembangkan sumber daya manusia yang produktif. Hal ini jelas nampak jika kita baca salah satu uraian dari MP3EI (2011:40) Didalamnya disebutkan bahwa pendidikan yang bermutu dan relevan dengan kebutuhan pembangunan dibutuhkan sebagai basis pembangunan ekonomi, hal ini karena ada


(17)

pergesaran paradigma ekonomi menuju ekonomi yang berbasis pengetahuan. Dalam konteks menciptakan atau mendorong sumber daya produktif penulis melihat bukan hanya pada aspek penciptaan tenaga kerja produktif yang unggul dan mampu mengaplikasikan ilmu pengetahuan dan teknologi tapi juga proses penciptaan wirausahawan.Dalam perspektif MP3EI pemerintah tengah bersungguh-sungguh mendorong sumber daya manusia yang mampu meningkatkan nilai tambah kegiatan ekonomi. oleh karenanya pemerintah

mendorong “Model Berbagi dan Integrasi Pendidikan Tinggi dan Menengah”.

Pada perguruan tinggi pemerintah membuka program pendidikan akademik, program pendidikan vokasi dan program pendidikan profesi. Sedangkan pada jenjang sekolah menengah dengan menyebarkan program SMK BISA!!! secara masif. Berbagai program pendidikan tersebut diarahkan pada potensi pengembangan ekonomi di setiap koridor ekonomi. Upaya tersebut tentu saja kita pahami sebagai sinyalemen bahwa kewirausahaan menjadi sangat penting untuk mendorong percepatan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia.

Perhatian pemerintah untuk mendorong lahirnya wirausahawan patut kita apresiasi bersama, mengingat adanya kesenjangan angka jumlah wirausahawan kita dibanding jumlah warga yang bukan wirausahawan. Data terakhir jumlah wirausahawan disebutkan oleh Wakil Presiden Boediono sebesar 1,56% tertinggal jauh dari Malaysia sebesar 4%, Thailand sebesar 4,1% dan Singapura 7,2%. (

dilihat pada tanggal 11 Nopember 2012 tersedia di

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/11/12/11145724/Wapres.Jumlah.Pe

ngusaha.Indonesia.Tertinggal.dari.Malaysia). Menurut Mc Clelland untuk

mendorong kemakmuran suatu negara setidaknya dibutuhkan minimal 2% jumlah wirausahawan dari total jumlah penduduk (Wijaya, 2008). Artinya bahwa butuh 0,44% untuk menambal kekurangan jumlah wirausahawan kita. Boediono memaparkan enam hal yang menghambat pertumbuhan kewirausahaan di Indonesia. Keenam hambatan tersebut adalah sebagai berikut. Pertama, penegakan hukum merupakan hambatan terbesar bagi penciptaan kewirausahaan di Indonesia, di antaranya yang sangat perlu ditertibkan ialah gangguan keamanan dan pungutan liar. Kedua, kondisi ekonomi makro. Walaupun kondisi saat ini


(18)

relatif tidak bermasalah karena ekonomi Indonesia sedang stabil. Peran BI sangat penting dalam hal ini. Ketiga, belum meratanya pembangunan infrastrukutur di Indonesia. Keempat, banyaknya regulasi/peraturan yang tidak relevan serta tumpang tindihnya peraturan usaha di pusat dan daerah sehingga menghambat pembangunan ekonomi baik di tingkat nasional maupun daerah.Kelima, tersedianya pelayanan finansial/akses kredit bagi bisnis baik bagi yang besar maupun yang gurem, ini sangat mempengaruhi bagi perkembangan usaha selanjutnya. Sehingga akses kredit/pendanaan perlu diperluas sehingga usaha bisa berkembang. Keenam, kualitas sumber daya manusia kita yang masih rendah. Sehingga di tahun-tahun ke depan perlu ditingkatkan (dilihat pada 12 Nopember 2012 tersediapada

http://ekbis.sindonews.com/read/2012/11/12/34/687579/6-hambatan-kewirausahaan-versi-boediono).

Pendidikan sebagai anteseden dari minat berwirausaha sebenarnya telah banyak dipertimbangkan dalam berbagai penelitian. Oleh karenanya tidak salah jika kemudian pemerintah menempatkan pendidikan sebagai salah satu faktor pembentuk minat berwirausaha. Munculnya beragam iklan yang mempromosikan SMK atau dengan jargon SMK BISA!!! adalah salah satu cara atau strategi pemerintah untuk menjaring banyak calon siswa yang pada akhirnya akan memiliki kemampuan/bekal berwirausaha. Apalagi kemudian diintegrasikan dengan perguruan tinggi dalam upaya pengembangan potensi ekonomi di berbagai koridor ekonomi di Indonesia.

Program pemerintah yang diarahkan pada proses pembentukan wirausahawan, menurut hemat penulis adalah langkah yang tepat. Kehadiran wirausahawan tentu saja akan berdampak pada menurunnya angka pengangguran karena setiap orang berlomba untuk menjadi wirausahawan. Kemudian meningkatnya ketersediaan lapangan pekerjaan, dapat menekan angka pengangguran. Jadi, wirausahawan memiliki efek berganda pada kedua sisi, sisi pertama dari dirinya sendiri, telah berkontribusi untuk tidak menyumbangkan angka pengangguran dengan menjadi wirausahawan. Sisi berikutnya, turut andil dalam upaya pembangunan ekonomi bangsa dengan mampu menyediakan


(19)

lapangan pekerjaan. Hal ini menyiratkan bahwa penelitian mengenai minat berwirausaha sangat relevan dilakukan di Indonesia atau khususnya di Propinsi Jawa Barat.

Namun tentu saja, pendidikan kewirausahaan bukan satu-satunya prediktor yang mampu memberikan gambaran utuh mengenai keinginan berwirausaha. Pada prinsipnya penelitian terkait minat berwirausaha dilakukan untuk mengidentifikasi variabel-variabel yang diindikasikan mampu menjadi prediktor minat berwirausaha seseorang. Dari berbagai penelitian ditemukan bahwa factor kepribadian, kesiapan instrument, factor demografis seperti usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan dan pengalaman kerja (Indarti, et al, 2010, Misradan Kumar, 2000), kompetensi dosen/guru, faktor-faktor psikologis, pembelajaran yang dirasakan, pengetahuan kewirausahaan, sikap terhadap kewirausahaan, persepsi tentang norma sosial yang dirasakan, efikasi diri (Iskandar, 2012), kemampuan mengelola risiko, keinovatifan, determinasi diri, pengalaman bekerja, kemandirian, pendapatan keluarga setiap tahun (Wang, et al, 2011), faktor kebutuhan, nilai, keinginan, kebiasaan dan keyakinan (Lee dan Wong, 2004), sikap pribadi terhadap prilaku, persepsi terhadap norma sosial dan persepsi terhadap perilaku atau Ajzen menyebutnya sebagai faktor pendahulu (Ajzen, 1991, Wijaya, 2008) latar belakang bisnis keluarga (Tong, et al, 2011) menjadi anteseden dari keinginan berwirausaha.

Berbagai penelitian tersebut diatas umumnya dilakukan dengan menggunakan pendekatan kognitif. Pentingnya variabel kognitif ini telah ditegaskan oleh Baron (2004). Fokus kognitif semacam ini memberikan wawasan tambahan dalam proses kewirausahaan yang kompleks (Linan dan Chen 2006). Akan tetapi, masih diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahami faktor apa yang mempengaruhi persepsi-persepsi kewirausahaan yang pada akhirnya mempengaruhi keinginan berwirausaha.

Kewirausahaan atau sikap berwirausaha adalah perilaku yang terencana yang didorong oleh hasrat atau minat untuk berwirausaha. Artinya tanpa adanya


(20)

minat berwirausaha seseorang. Maka, tidak akan mampu membentuk seseorang menjadi wirausahawan masa depan. Oleh karena itu dalam penelitian mengenai intense kewirausahaan, secara umum diungkapkan oleh dua model. Yaitu teori perilaku terencana (theory planned behavior) yang digagas oleh Ajzen (1991). Ajzen menyatakan bahwa ada 3 faktor yang mendahului niat yaitu; 1) attitude

toward the behavior, tingkah laku spesifik yang diarahkan pada minat berprilaku.

2) subjective norm, keyakinan seseorang akan aturan yang mengikat dirinya. 3) perceived behavioral control, kontrol prilaku yang dipersepsikan seseorang. Model lainnya yang telah mapan adalah Model Shapero Entrepreneurial Event yang digagas oleh Shapero. Menurut Shapero ada dua persepsi yang mendahului niat berperilaku seseorang yaitu, 1) Perceived Desirability, persepsi seseorang atas perilaku yang menarik dan diinginkan. 2) Perceived Feasibilty, persepsi seseorang akan kemampuan dirinya untuk melakukan perilaku yang diinginkan. Krueger kemudian memasukkan prediktor ketiga sebagai determinan langsung atau tidak langsung terhadap intensi berwirausaha yaitu Prospencity To Act, menunjukkan dorongan dalam diri seseorang untuk bertingkah laku dan intensitasnya sangat bervariasi bagi tiap individu sehingga kemudian dikenal

Shapero-Krueger Model (Krueger, et al, 2000).

Model terakhir yang muncul untuk mengidentifikasi minat berwirausaha adalah sebuah model yang digagas Linan dan Chen (2006) yaitu Entrepreneurial

Intention Model. Model ini digunakan untuk mengembangkan Entrepreneurial Intention Questionare (EIQ). Entrepreneurial Intention Model tidak bisa

dilepaskan dari atribut model intensi yang telah mapan yang digagas oleh Ajzen dan Shapero. sehingga model minat berwirausaha tersebut menjadi model yang menyempurnakan model sebelumnya. Menurut Linan dan Chen (2009) ada 3 faktor yang mendahului keinginan berwirausaha seseorang yaitu, 1) Attitude

Toward Start Up/Personal Attitude. Yaitu sejauh mana individu memegang

penilaian pribadi yang positif atau negatif tentang menjadi seorang wirausahawan dengan berbagai pertimbangan afektif dan evaluatif. 2) Subjective Norm. akan mengukur tekanan sosial yang dirasakan untuk melaksanakan -atau untuk tidak


(21)

melaksanakan - perilaku kewirausahaan. Secara khusus, hal ini akan mengacu pada persepsi dari "orang yang dipercaya" yang menyetujui atau tidak menyetujui keputusan untuk menjadi seorang wirausahawan. 3) perceived behavioral control didefinisikan sebagai persepsi kemudahan atau kesulitan dalam pemenuhan perilaku yang diinginkan (dalam kasus ini keinginan menjadi seorang wirausahawan). Oleh karena itu, konsep ini cukup mirip dengan konsep penilaian diri Self-efficacy dari Bandura (1993).

Entrepreneurial Intention Model dibangun untuk memahami/ mengidentifikasi sejumlah prediktor yang mempengaruhi persepsi kewirausahaan. Selain itu, Entrepreneurial Intention Model menjawab keterbatasan penelitian minat kewirausahaan dengan menggunakan pendekatan kognitif, yang tidak mampu menggambarkan berbagai efek dari berbagai budaya yang berbeda dan nilai-nilai keinginan berwirausaha. sehingga, instrumen yang dikembangkan mestilah memadai, dapat diandalkan, valid dan mesti dibuat standar untuk menganalisa persepsi dan keinginan berwirausaha lintas budaya dan sosial (Linan dan Chen, 2006. Linan dan Chen, 2009). Untuk menguji kelayakan model keinginan berwirausaha tersebut Linan dan Chen mengambil sampil di dua negara dengan struktur budaya dan sosial yang sangat berbeda yaitu Taiwan dan Spanyol. Kewirausahaan sebagai perilaku yang dipengaruhi minat dan minat sebagai faktor yang dipengaruhi sikap adalah tema umum yang dilakukan peneliti dalam menjelaskan minat berwirausaha. Berdasarkan pemahaman ini, minat berwirausaha merupakan prediktor terbaik dalam mempengaruhi perilaku berwirausaha (Krueger, et al, 2000, Fayolle dan Gailly, 2004). Dalam pengertian ini minat berwirausaha akan menjadi langkah pertama dalam proses yang berkembang dan kadang dalam proses jangka panjang bagi penciptaan sebuah usaha (Lee dan Wong, 2004). Dengan beragam prediktor yang mempengaruhi keinginan berwirausaha. maka, elemen kewirausahaan saat ini tidak hanya masuk di ruang-ruang kelas yang diarahkan pada program vokasional ataupun program non vokasional (karena, mata pelajaran kewirausahaan pun diajarkan di SMA dan Aliyah) tetapi juga pada beragam kegiatan ekstrakurikuler di sekolah yang


(22)

diarahkan pada pembentukan sikap wirausaha siswa.Tidak terkecuali SMK, SMA dan Aliyah di Kabupaten Garut.

Kabupaten Garut adalah salah satu Kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang memiliki potensi wirausaha, banyak hasil wirausaha daerah yang dikenal, seperti dodol garut, domba garut, jeruk keprok Garut, jaket kulit garut terutama di wilayah Sukaregang yang saat ini menjadi komplek pertokoan kerajinan masyarakat garut dari kulit, juga beragam wisata kuliner seperti Asep Strawberry, Nasi Liwet Cibiuk dan lain sebagainya, yang sedang trend saat ini adalah Chocodot, sebuah usaha kuliner khas Garut yang dikembangkan oleh seorang wirausahawan muda dan tentu saja banyak potensi wirausaha di Garut lainnya yang belum tergali. Sehingga jika dikaitkan dengan program wirausahawan yang tengah digalakkan pemerintah pada jenjang pendidikan menengah dengan potensi wirausaha di Kabupaten Garut, maka, nampak irisan diantara keduanya. Idealnya, para siswa lulusan SMK didorong untuk menjadi wirausahawan muda mandiri.

Beranjak dari pemikiran diatas maka rasanya sangat relevan jika kemudian diadakan penelitian mengenai minat berwirausaha antar SMK di Kabupaten Garut yang notabene dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten Garut dengan SMK yang relatif jauh dari pusat pemerintahan. Mengingat minimnya penelitian yang mengomparasikan minat berwirausaha seperti demikian. Tentu saja, penelitian dilakukan dengan jalan mengomparasikan berbagai prediktor minat berwirausaha siswa-siswa SMK di Kabupaten Garut. Maka, Entrepreneurial Intention Model yang dikembangkan oleh Linan dan Chen (2009) sangat relevan untuk dijadikan model penelitian dalam rangka menganalisis dan mengidentifikasi variabel apa saja yang berpengaruh terhadap minat/keinginan wirausaha antar siswa SMK tersebut. Dalam konteks inilah penelitian ini dilakukan.

1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah

Penelitian diarahkan pada upaya mengkaji berbagai variabel yang diduga memiliki hubungan positif dengan minat berwirausaha antar siswa SMK. Beragam program digalakkan pemerintah untuk mempersiapkan lulusan SMK


(23)

yang siap terjun menjadi wirausaha. Namun, fakta mengejutkan datang dari hasil penelitian Wijaya (2007) yang menyebutkan bahwa siswa SMK lebih senang menjadi pegawai atau buruh pabrik dan bahkan tidak bekerja sama sekali. Rendahnya minat berwirausaha pada lulusan sekolah menengah terutama SMK karena mereka ragu dan takut gagal sehingga mereka tidak siap menghadapi berbagai rintangan, hambatan yang ada.

Beragam upaya yang digalakkan pemerintah untuk meningkatkan sumber daya produktif terutama setelah hadirnya MP3EI patut kita apresiasi bersama. Mengingat beragam masalah sosial yang terus menggerogoti bangsa ini terutama kemiskinan dan pengangguran. Dengan beragam kebijakan yang digelontorkan pemerintah tersebut diharapkan masalah-masalah sosial sedikit demi sedikit dapat teratasi.

Pemerintah menempatkan pendidikan sebagai ujung tombak dalam upaya membentuk minat berwirausaha siswa SMK dan pendidikan setingkat lainnya. Sehingga tidak salah jika kemudian kita banyak melihat berbagai tayangan iklan di televisi yang menampilkan banyak keterampilan yang dihasilkan siswa SMK.

Merujuk Teori Perilaku Terencana, maka minat/keinginan siswa SMK menjadi prediktor terbaik dalam menggambarkan perilaku berwirausaha (Ajzen, 1991, Krueger, et al, 2000, Fayolle & Gailly, 2004). Sedangkan minat berwirausaha didahului oleh variabel 1) Attitude Toward Start Up/Personal

Attitude/sikap berwirausaha. Yaitu sejauh mana individu memegang penilaian

pribadi yang positif atau negatif tentang menjadi seorang wirausahawan dengan berbagai pertimbangan afektif dan evaluatif. 2) Subjective Norm/Norma Subyektif. akan mengukur tekanan sosial yang dirasakan untuk melaksanakan -atau untuk tidak melaksanakan - perilaku kewirausahaan. Secara khusus, hal ini akan mengacu pada persepsi dari "orang yang dipercaya" yang menyetujui atau tidak menyetujui keputusan untuk menjadi seorang wirausahawan.3) perceived

behavioral control/Persepsi Kontrol Perilaku. didefinisikan sebagai persepsi

kemudahan atau kesulitan dalam pemenuhan perilaku wirausaha yang diinginkan (Ajzen, 1991, Linan, 2004, Linan & Chen, 2006, Linan & Chen 2009).


(24)

Untuk mengukur beragam variabel yang mendahului minat berwirausaha dan minat berwirausaha antar siswa SMK. Penulis menggunakan model yang digagas oleh Linan dan Chen (2009) sebagai acuan dalam penelitian dengan beberapa variabel yang dimodifikasi dan disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan SMK Kabupaten Garut.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka masalah penelitian akan dirumuskan dalam rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh norma subyektif terhadap persepsi kontrol perilaku siswa SMK?

2. Bagaimana pengaruh norma subyektif terhadap sikap wirausaha siswa SMK?

3. Bagaimana pengaruh norma subyektif, persepsi kontrol perilaku, dan sikap wirausaha terhadap minat berwirausaha siswa SMK?

1.3Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian penulis adalah untuk menguji teori perilaku terencana yang digagas oleh Ajzen (1991) yang kemudian dikembangkan oleh Linan dan Chen (2009) sebagai model minat berwirausaha (Entrepreneurial

Intention Model).

Adapun secara khusus tujuan dari penelitian yang dilakukan penulis adalah untuk memperoleh gambaran dan membuktikan:

1. Pengaruh norma subyektif terhadap persepsi kontrol perilaku siswa SMK.

2. Pengaruh norma subyektif terhadap sikap wirausaha siswa SMK. 3. Pengaruh norma subyektif, persepsi kontrol perilaku, dan sikap

wirausaha terhadap minat berwirausaha siswa SMK.

1.4Manfaat/Signifikansi Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada bahasan teoritis mengenai minat berwirausaha pada beragam jenis pendidikan menengah. Selain itu, penelitian ini juga dapat berkontribusi signifikan sebagai bahan rekomendasi


(25)

bagi pemerintah selaku pemegang kebijakan dalam memformulasikan kebijakan dalam mendorong penciptaan wirausahawan dan juga bagi akademisi yang bergelut dalam pengembangan kewirausahaan sebagai bahan rujukan yang memadai.

Teridentifikasinya variabel-variabel yang berkontribusi pada minat berwirausaha dapat mengarahkan siswa-siswa SMK tersebut pada aktifitas yang spesifik terkait dengan variabel-variabel yang berperan signifikan tersebut. Tentunya didukung juga dengan pengelolaan kelas yang mampu mendorong ke arah pembentukan wirausahawan ataupun bisa dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler lainnya yang disesuaikan guna tercapainya harapan sekolah untuk membentuk siswa memiliki minat berwirausaha yang tinggi.

1.5Struktur Organisasi Laporan Penelitian

Laporan penelitian dalam bentuk tesis ini disusun dalam 5 bab. Bab I Pendahuluan, berisikan: 1) Latar belakang penelitian, yang menguraikan masalah pokok penelitian, bukti-bukti empirik yang mendukung masalah penelitian, pentingnya masalah itu diteliti, dan pendekatan untuk mengatasi masalah tersebut; 2) Identifikasi dan perumusan masalah, yang menguraikan telusuran variabel-variabel penelitian beserta definisi operasionalnya dan keterkaitannya satu sama lain yang kemudian dirumuskan dalam bentuk masalah penelitian; 3) Tujuan penelitian, yang menyajikanhasil yang ingin dicapai dalam penelitian yang dirumuskan secara operasional; 4) Manfaat/signifikansi penelitian, yang menjelaskan manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian, baik secara teoritis untuk memperkaya teori-teori yang sudah ada maupun secara praktis dalam bentuk masukan bagi institusi pendidikan khususnya dan pemerintah; dan 5) Organisasi pelaporan, yang menguraikan bagaimana pelaporan hasil penelitiandiorganisasikan.

Bab II Kajian Pustaka, Kerangka Pemikiran, dan Hipotesis, berisikan: 1) Kajian teori yang merupakan telusuran teori-teori yang berkenaan dengan variabel penelitian, dari mulai grand theory, midle theory , sampai hasil-hasil penelitian terbaru dan posisi teoritik penulis. Kajian teori ini menguraikan justifikasi teori


(26)

sebagai landasan perumusan hipotesis penelitian dan penetapan indikator-indikator dari variabel penelitian; 2) Kerangka pemikiran yang menguraikan posisi-posisi setiap variabel penelitian dan keterkaitan antar variabel dalam bangunan teori yang dirujuk sehingga melahirkan model penelitian yang ingin dibuktikan; dan 3) Hipotesis penelitian sebagai jawaban tentatif terhadap masalah enelitian yang berasal dari teori.

Bab III Metode Penelitian, berisikan: 1) Lokasi dan subjek populasi/sampel penelitian, cara pemilihan sampel serta justifikasi dari pemilihan lokasi serta penggunaan sampel. 2) Jenis dan metode penelitian yang menguraikan tentang jenis dan metode penelitian yang digunakan serta justifikasi penggunaan metode tersebut. 3) Definisi operasional; yang dirumuskan dari setiap variabel yang melahirkan indikator-indikator yang akan dijabarkan pada instrumen penelitian. 4) Menjelaskan tentang instrumen penelitian yang digunakan dan pengukurannya serta justifikasi penggunaannya. 5) Proses pengembangan instrumen.6) Teknik pengumpulan data dan justifikasi penggunaannya.7) Analisis data

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, berisikan laporan hasil pengolahan dan analisis data, pengujian hipotesis, serta pembahasan hasil penelitian. Pada babini diuraikan: 1) Deskripsi hasil penelitian yang menguraikan deskripsi responden penelitian dan deskripsi variabel-variabel penelitian; 2) Uji asumsi statistik yang disyaratkan; 3) Analisis verifikatif hasil penelitian dan pengujian hipotesis, meliputi analisis faktor konfirmatori dan analisis jalur; dan 4) Pembahasan hasil penelitian yang mendiskusikan temuan penelitian dengan landasan teori yang digunakan dan hasil-hasil penelitian sebelumnya.

Bab V Kesimpulan dan Saran, berisi: 1) Kesimpulan yang merupakan penafsiran dan pemaknaan terhadap temuan penelitian dan merupakan jawaban terhadap masalah penelitian; serta 2) saran atau rekomendasi bagi institusi pendidikan, pemerintah, dan penelitian lanjutan berdasarkan temuan penelitian.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1Lokasi dan subjek Populasi/Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan di Kabupaten Garut dengan lokasi yang diambil adalah: 1) SMK Muhammadiyah Kadungora, dengan beberapa pertimbangan yaitu, a) adalah SMK adalah sekolah menengah yang memfasilitasi siswa dengan mata pelajaran kewirausahaan. b) mengakomodasi siswa yang berasal pelosok. c) kebanyakan siswa berasal dari 1 kecamatan yang sama yaitu Kecamatan Kadungora. d) letak sekolah jauh dari pusat pemerintahan. 2) Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 12 Garut. Dengan beberapa pertimbangan yaitu : a) SMK yang memfasilitasi siswa dengan mata pelajaran kewirausahaan.b) letak sekolah dekat dengan pusat pemerintahan kabupaten Garut. c) siswa berasal dari berbagai daerah yang berada di Kabupaten Garut.

Populasi dalam penelitian penulis adalah siswa SMK. Menurut Sugiyono (2009: 80) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Dari kutipan tersebut dapat dikatakan bahwa populasi merupakan obyek atau subyek yang berada pada suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang mempunyai kaitan dengan masalah yang diteliti.

Adapun syarat-syarat tertentu dari populasi yang berkaitan dengan masalah yang penulis teliti adalah mereka yang memiliki karakteristik yaitu,mereka yang telah mengikuti mata pelajaran kewirausahaan.Langkah berikutnya adalah pengambilan sampel dengan karakteristik yang penulis tetapkan tersebut diatas.Pengambilan sampel dengan karakteristik yang penulis tetapkan tersebut diatas senada dengan pendapat Sugiyono (2009: 81) mengenai pengertian sampel, yaitu bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Adapun jumlah populasi dari SMK Muhammadiyah I Kadungora adalah 233


(28)

orang sementara jumlah populasi yang berasal dari SMKN 12 Garut adalah 188 orang. Untuk tabulasi data sampel selengkapnya dapat dilihat pada lampiran I.

Adapun penentuan jumlah sampel didasarkan pada rumus Slovin dan Sevillan (Kusnendi, 2008: 52). Dengan ditetapkan tingkat kesalahan yang bisa ditolerir sebesar 0,05. Hal ini berarti menunjukkan tingkat kepercayaan 95%. Adapun rumusnya sebagai berikut,

n =

n adalah ukuran sampel, N menunjukkan ukuran populasi, α adalah tingkat kesalahan yang ditolerir. Adapun sampel SMK Muhammadiyah I Kadungora berdasarkan rumus Slovin adalah sebagai berikut,

n =

n =

n = 147,46 dibulatkan menjadi 147

Sementara jumlah sampel SMKN 12 Garut berdasarkan rumus slovin adalah sebagai berikut,

n =

n =

n = 127,89 dibulatkan menjadi 128

3.2Jenis dan Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan penulis termasuk kedalam jenis penelitian non eksperimen karena adanya telaah empirik sistematis dimana penulis tidak dapat mengontrol secara langsung variabel bebasnya karena manifestasinya telah muncul, dan karena sifat hakikat variabel yang yang menutup kemungkinan adanya manipulasi. Inferensi tentang relasi antar variabel dibuat tanpa intervensi


(29)

langsung, berdasarkan variasi yang muncul seiring dalam variabel bebas dan variabel terikatnya (Kerlinger, 2006:603).

Berdasarkan jenis penelitian sebagaimana diungkapkan diatas. Maka, metode penelitian yang relevan dan akan digunakan penulis adalah metode survey. Sehingga data dikumpulkan dari responden/sampel yang telah ditentukan dan data variabel penelitian dijaring menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data utama.

3.3Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan proses pengukuran dengan memberikan nilai atau ukuran terhadap variabel yang diteliti menurut indikator-indikator yang dapat diobservasi (Kerlinger, 2006: 51). Lebih lanjut Kerlinger menyatakan definisi operasional melekatkan arti pada suatu konstruk atau variabel dengan cara menetapkan kegiatan-kegiatan atau tindakan-tindakan yang perlu untuk mengukur konstruk atau variabel tersebut. Sementara variabel menurut Kerlinger (2006: 49) adalah simbol/lambang yang padanya kita lekatkan bilangan atau nilai.Karena dalam model persamaan regresi multipel/model analisis jalur variabel yang dianalisis meliputi pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung maka variabel yang terdapat dalam model dibedakan menjadi eksogen dan endogen (Kusnendi, 2008: 5).

Menurut Kusnendi (2008: 5) variabel eksogen adalah variabel penyebab yang tidak dijelaskan dalam model. Sedangkan variabel endogen adalah variabel akibat yang dijelaskan dalam model. Seperti dijelaskan pada bab sebelumnya. Dalam penelitian penulis ada empat variabel yang akan diteliti yaitu: sikap wirausaha, norma subyektif, persepsi kontrol perilaku, dan minat berwirausaha. berdasarkan variabel-variabel tersebut. Maka, dapat dirumuskan definisi operasional sebagaimana tertera dalam Tabel 3.1.


(30)

Tabel 3.1 Tabel Operasional Variabel Norma Subyektif, Persepsi Kontrol Perilaku, Sikap Wirausaha, dan Minat Berwirausaha

Konstruk Definisi Operasional Sumber Data

Norma subyektif adalah it

refers to the perceived social pressure to perform or not to perform the behavior (Ajzen, 1991).

perceived social pressure to carry out -or not to carry out- that entrepreneurial behavior. In particular, it would refer to the perception that “reference people” would approve of the decision to become an entrepreneur, or not.

(Linan dan Chen: 2006).

Indeks skor succesive skala norma subyektif dengan indikator:

Siswa SMK Muhammadiyah I Kadungora & SMKN 12 Garut

1.keluarga terdekat anda menyetujui keputusan untuk menjadi wirausaha 2.teman terdekat anda menyetujui keputusan untuk menjadi wirausaha 3.kolega terdekat anda menyetujui keputusan untuk menjadi wirausaha 4. mata pelajaran kewirausahaan di sekolah yang anda peroleh mendorong anda untuk menjadi wirausaha

Persepsi kontrol perilaku adalah refers to the perceived ease or difficulty of performing the behavior and it is assumed to reflect past experience as well as anticipated impediments and obstacles.( Ajzen,

1991).

the perception of the easiness or difficulty in the fulfillment of the behavior of interest

(becoming an

entrepreneur). (Linan dan

Chen: 2006).

Indeks skor succesive ska la persepsi kontrol pe rilaku dengan indikator:

Siswa SMK Muhammadiyah I Kadungora & SMKN 12 Garut

1. memulai sebuah usaha dan membuatnya tetap berjalan akan mudah bagi saya.

2. saya siap untuk

memulai sebuah

perusahaan yang layak 3. saya memiliki kemampuan mengontrol proses penciptaan sebuah usaha baru

4. saya mengetahui rincian praktis yang

diperlukan untuk

memulai sebuah usaha 5. saya mengetahui bagaimana


(31)

mengembangkan sebuah proyek kewirausahaan. 6. Jika saya mencoba untuk memulai sebuah usaha, saya akan memiliki kemungkinan yang tinggi untuk berhasil

Sikap adalah a persons

location on a bipolar evaluative or affective dimension with respect to some object, action or event. An attitude represent a persons general feeling of favorableness or unfavorableness toward some stimulus object.

(Ajzen dan Fishbein, 1975: 216)

refers to the degree to which the individual holds a positive or negative personal valuation about being an entrepreneur (Linan dan

Chen: 2006).

Indeks skor succesive skala sikap wirausaha dengan indikator:

Siswa SMK Muhammadiyah I Kadungora & SMKN 12 Garut

1. menjadi wirausahawan

memiliki banyak

keuntungan

2. menjadi wirausahawan adalah suatu karir yang menyenangkan

3. jika ada kesempatan dan sumber daya, maka akan segera memulai untuk membuka usaha 4. menjadi wirausahawan

akan memberikan

kepuasan besar

5. diantara beragam

pilihan menjadi

wirausahawan adalah yang lebih disukai

Minat adalah “… a

person’s location on a subjective probability dimension involving a relation between himself and some action.” (Ajzen

dan Fishbein, 1975).

Indeks skor succesive skala minat berwirausaha dengan indikator:

Siswa SMK Muhammadiyah I Kadungora & SMKN 12 Garut

1. siap melakukan segalanya untuk menjadi wirausahawan.

2. Tujuan profesional saya adalah menjadi seorang wirausahawan. 3. saya akan melakukan segala upaya untuk

memulai dan


(32)

sendiri

4. saya memiliki tekad untuk menciptakan sebuah usaha di masa depan.

5. saya sangat serius berpikir untuk memulai sebuah usaha.

6. saya mempunyai keinginan kuat untuk memulai sebuah usaha suatu hari nanti

Sumber instrumen tersebut diatas diadaptasi diatas dari Linan dan Chen (2009) dengan sedikit modifikasi dan tambahan.

3.4Instrumen Penelitian

Bertolak dari tujuan dan data yang diperlukan dalam penelitian penulis, maka instrumen yang digunakan adalah Entrepreneurial Intention Questionare. Instrumen tersebut dikembangkan oleh Linan dan Chen, pada tahun 2006 pertama kali dicobakan pada mahasiswa di Spanyol dan Taiwan kemudian pada tahun 2009 disempurnakan. Berikut penjelasan dari Entrepreneurial Intention

Questionare.

3.4.1 Deskripsi Entrepreneurial Intention Questionare.

Entrepreneurial Intention Questionare adalah sebuah instrumen/alat ukur

yang dikembangkan dari model keinginan berwirausaha yang dikembangkan oleh Linan dan Chen (2006) yang diadaptasi dari teori perilaku terencana (theory

planned behavior). Kuesioner Keinginan Berwirausaha (Entrepreneurial Intention Questionnaire/ EIQ) yang baru dikembangkan telah digunakan untuk mengatasi

beberapa keterbatasan instrumen-instrumen yang telah ada sebelumnya. Keterbatasan tersebut didasarkan pada asumsi bahwa penelitian mengenai minat berwirausaha selama ini kurang memperhatikan setting budaya yang berbeda kemudian metodologi yang digunakan sejauh ini untuk mempelajari minat berwirausaha telah berubah dalam selang beberapa tahun.


(33)

Linan dan Chen (2006) mengambil sampel dari dua negara berbeda: satudari Spanyol dansatulagi Taiwan.Teknik persamaan struktural digunakan dalam analisa empiris. Hasilnya secara keseluruhan memuaskan, menunjukkan bahwa model keinginan berwirausaha yang dikembangkan Linan dan Chen cukup memadai untuk mempelajari kewirausahaan. Dukungan untuk model ini ditemukan tidak hanya dalam sampel gabungan, tetapi juga di masing-masing negara yang menjadisampel.

Instrumen ini terdiri dari 20 butir pertanyaan yang terbagi kedalam empat konstruk. Yaitu, sikap wirausaha, norma subyektif, persepsi kontrol perilaku dan minat berwirausaha.

3.4.2 Prosedur Adaptasi Entrepreneurial Intention Questionare.

Adaptasi Entrepreneurial Intention Questionare dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut:

1) Menerjemahkan butir pertanyaan

Entrepreneurial Intention Questionare berbahasa Inggris dan terdiri dari

20 butir pertanyaan tersebut diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan bantuan ahli. Penterjemahan dilakukan tanpa keluar dari konteks aslinya. Hal tersebut dilakukan guna menjaga otentisitas setiap butir pertanyaan dalam bahasa aslinya.

2) Menyederhanakan hasil terjemahan

Hasil terjemahan dalam bahasa Indonesia, selanjutnya dengan bantuan guru Sekolah Menengah Kejuruan dilakukan proses penyederhanaan dalam susunan kalimatnya yang disesuaikan dengan tingkat kemampuan sampel penelitian.

3.5Proses Pengembangan Instrumen.

Uji instrumen dilakukan terhadap 112 orang siswa SMK Muhammadiyah I Kadungora yang dilakukan dalam dua tahap yaitu uji validitas, dalam uji validitas dilakukan dengan cara analisis korelasi item total, yaitu mengkorelasikan jumlah


(34)

skor yang diperoleh dari masing-masing item edengan skor totalnya. Analisis item ini diperlukan untuk mengetahui kualitas item-item kuesioner dan tes agar alat ukur memenuhi kaidah secara teoritis dan secara empirik teruji kualitasnya. Untuk kepentingan tersebut dilakukan uji korelasi dengan menggunakan rumus korelasi Product moment- Pearson. Dengan rumus sebagai berikut,

ri =

Sebagai kriteria pemilihan item berdasarkan korelasi item total, Azwar (2010: 65) memberikan batasan ri ≥ 0,30. Semua item yang mencapai koefisien

korelasi minimal 0,30 daya pembedanya dianggap memuaskan. Sehingga item yang tidak mencapai koefisien korelasi minimal 0,30 diinterpretasikan sebagai item yang memiliki daya diskriminasi rendah. Dalam praktik penelitian item yang tidak memenuhi persyaratan validitas tersebut dikeluarkan dari kuesioner penelitian. Laporan hasil uji validitas dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2 Laporan Hasil Uji Validitas

Kuesioner Penelitian Variabel Penelitian Indikator Penelitian Korelasi Item Total Dikoreksi Skala Norma Subyektif (X1-X4) Norma Subyektif

X1 0,404

X2 0,433

X3 0,433

X4 0,384

Skala Persepsi Kontrol Perilaku (X5-X10) Persepsi Kontrol Perilaku

X5 0,367

X6 0,382

X7 0,564

X8 0,420

X9 0,500

X10 0,408

Skala Sikap Wirausaha

(X11-X15)

Sikap Wirausaha

X11 0,525

X12 0,625

X13 0,405

X14 0,674

X15 0,564

Skala Minat Berwirausaha

Minat Berwirausaha

X16 0,747

X17 0,789

X18 0,657

X19 0,553

X20 0,701


(35)

Dari tabulasi data diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa seluruh item dari seluruh variabel penelitian dinyatakan valid, karena angka dari masing-masing item lebih besar dari angka minimal yang dipersyaratkan yaitu 0,30. Untuk laporan hasil uji validitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 2.

Tahapan berikutnya yaitu uji reliabilitas, umumnya para peneliti menggunakan rumus koefisien alpha cronbach untuk menguji reliabilitas suatu instrumen penelitian. Dengan rumus sebagai berikut,

C

Dimana k adalah jumlah item, adalah jumlah variansi setiap item dan adalah variansi skor total.

Dilihat menurut statistik alpha cronbach, suatu instrumen penelitian diindikasikan memiliki reliabilitas yang memadai jika koefisien alpha cronbach lebih besar atau sama dengan 0,70 (Hair, Anderson, Tatham dan Black dalam Kusnendi, 2008: 96). Atau nilai koefisien reliabilitas minimal 0,60 (Nunnaly, 1981). Adapun laporan hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3 Laporan Hasil Uji Reliabilitas

Variabel Penelitian Koefisien Alpha Cronbachs

Norma Subyektif 0,631

Persepsi Kontrol Perilaku 0,703

Sikap Wirausaha 0,778

Minat Berwirausaha 0,876

Masing-masing faktor dalam penelitian penulis sebagaimana ditunjukkan tabel diatas reliabel karena memiliki koefisien alpha cronbachs lebih besar dari 0,6. Adapun bentuk instrumen penelitian bisa dilihat pada lampiran 3.

3.6Teknik Pengumpulan Data

Data dikumpulkan melalui kuesioner dikembangkan secara khusus oleh Linan dan Chen (2009) untuk mengukur minat kewirausahaan yang dapat diaplikasikan pada penelitian dengan struktur budaya dan sosial yang berbeda.


(36)

Indikator dari variabel-variabel penelitian disusun menggunakan penskalaan respons model likert (dengan 7 opsi pilihan). Penggunaan model likert pada kuesioner didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: 1) relatif lebih mudah membuatnya, 2) model ini memiliki reliabilitas lebih tinggi dibandingkan model lain (Nazir, 1999: 398).

3.7Analisis Data

Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif, hasil penelitian perlu diinterpretasikan secara kualitatif. Azwar (2010 : 105) mengatakan

sekalipun skor pada skala psikologis yang ditentukan lewat prosedur penskalaan akan menghasilkan angka-angka pada level pengukuran inerval namun dalam interpretasinya hanya dapat dihasilkan kategori-kategori atau kelompok-kelompok skor yang berada pada level ordinal. Sebagai contoh, respons-respons “sangat setuju”, “setuju”, “netral”, “tidak setuju”,

dan “sangat tidak setuju” akan memperoleh skor interval bila ditetapkan lewat prosedur penskalaan summated ratings, namun makna skor pada keseluruhan skala yang dijawab dengan respons tersebut tidak dapat diletakkan pada kontinum interval melainkan berada pada kategori-kategori ordinal.

Hal ini berkaitan dengan deskripsi masing-masing variabel yang ada dalam penelitian. untuk memudahkan interpretasi maka perlu dibuat kategorisasi-kategorisasi. Menurut Azwar (2010, 106) salah satu cara kategorisasi subjek secara normatif dengan memanfaatkan statistik deskripstif guna memberi interpretasi terhadap skor skala yaitu berdasarkan model berdistribusi normal hal ini didasari oleh suatu asumsi bahwa skor subjek dalam kelompoknya merupakan estimasi terhadap skor subjek dalam populasinya terdistribusi secara normal. Dengan demikian kita dapat membuat skor teoritis yang terdistribusi menurut model normal.

Berdasarkan acuan distribusi normal diatas. Maka, interpretasi skor terhadap semua variabel dalam penelitian dikategorisasikan kedalam 3 level yaitu tinggi, sedang dan rendah. Adapun kategorisasi skor mengacu kepada pendapat Azwar (2010: 109). Kategorisai tersebut penulis jadikan sebagai acuan dalam melakukan interpretasi untuk masing-masing variabel.


(37)

Untuk variabel norma subyektif didapatkan kategorisasi yang dipaparkan dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Norma Subyektif

SMK Muhammadiyah I Kadungora SMKN 12 Garut

Skor Kategori Skor Kategori

14 - ≤ 18 Rendah 15 - ≤ 19 Rendah

19 - ≤ 23 Sedang 20 - ≤ 24 Sedang

24 - ≤ 27 Tinggi 25 - ≤ 28 Tinggi

Sementara, untuk variabel persepsi kontrol perilaku didapatkan kategorisasi yang dipaparkan dalam Tabel 3.5.

Tabel 3.5 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Persepsi Kontrol Perilaku

SMK Muhammadiyah I Kadungora SMKN 12 Garut

Skor Kategori Skor Kategori

14 - ≤ 22 Rendah 15 - ≤ 23 Rendah

23 - ≤ 31 Sedang 24 - ≤ 32 Sedang

32 - ≤ 41 Tinggi 33 - ≤ 40 Tinggi

Sementara, untuk variabel sikap wirausaha didapatkan kategorisasi yang dipaparkan dalam Tabel 3.6.

Tabel 3.6 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Sikap Wirausaha

SMK Muhammadiyah I Kadungora SMKN 12 Garut

Skor Kategori Skor Kategori

14 - ≤ 20 Rendah 19 - ≤ 24 Rendah

21 - ≤ 27 Sedang 25 - ≤ 30 Sedang

28 - ≤ 35 Tinggi 31 - ≤ 35 Tinggi

Sementara, untuk variabel minat berwirausaha didapatkan kategorisasi yang dipaparkan dalam Tabel 3.7.

Tabel 3.7 Skala Nilai Kategorisasi Variabel Minat Berwirausaha

SMK Muhammadiyah I Kadungora SMKN 12 Garut

Skor Kategori Skor Kategori

20 - ≤ 26 Rendah 12 - ≤ 21 Rendah

27 - ≤ 33 Sedang 22 - ≤ 31 Sedang


(38)

Masalah yang diuji dalam penelitian ini merupakan jaringan variabel yang mempunyai hubungan antar variabel, maka untuk dapat mendeteksi hubungan antar variabel tersebut digunakan analisis Model Persamaan Struktural (

Structural Equation Model/SEM ). Penggunaan analisis SEM dimaksudkan agar

dapat menganalisis bagaimana hubungan antar variabel indikator dengan variabel latennya yang dikenal sebagai Persamaan Pengukuran ( Measurement Equation ), serta hubungan antara variabel laten yang satu dengan variabel laten lainnya yang disebut Persamaan Struktural (Structural Equation). Selain itu SEM juga dapat menganalisis hubungan dua arah ( reciprocal ) yang sering terjadi pada ilmu-ilmu sosial.

Dalam analisis model persamaan struktural ada asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam prosedur dan pengolahan datanya adapun asumsi tersebut menurut Ferdinand (Kusnendi, 2008: 46) adalah sebagai berikut:

(1) Ukuran sampel yang harus dipenuhi dalam pemodelan adalah minimum berjumlah 100 dan selanjutnya menggunakan perbandingan lima observasi untuk setiap estimated parameter.(2) normalitas dan linieritas. Sebaran data harus dianalisis untuk melihat apakah asumsi normalitas dipenuhi sehingga data dapat diolah lebih lanjut untuk pemodelan SEM. (3)outliers yaitu observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrim baik secara univariat maupun multivariat. (4) multikolinieritas. Multikolinieritas dapat dideteksi dari determinan matriks kovarians yang sangat kecil memberikan indikasi adanya problem multikolinieritas atau singularitas.

Mengenai ukuran sampel dalam model persamaan struktural, Ghazali (2004: 16) memberikan keterangan lebih detail. menurutnya besarnya ukuran sampel memiliki peran penting dalam interpretasi hasil SEM. Ukuran sampel memberikan dasar untuk mengestimasi sampling error. Dengan model estimasi menggunakan Maximum Likelihood (ML) minimum diperlukan jumlah sampel 100. Ketika sampel dinaikkan di atas nilai 100, metode ML meningkat sensitivitasnya untuk mendeteksi perbedaan antar data. Begitu sampel menjadi besar (di atas 400 sampai 500), maka metode ML menjadi sangat sensitif dan selalu menghasilkan perbedaan secara signifikan sehingga ukuran Goodness-of-fit menjadi jelek. Jadi direkomendasikan bahwa ukuran sampel antara 150 sampai


(39)

400 harus digunakan untuk metode estimasi ML. Adapun penjelasan dari

Goodness-of-fit adalah sebagai berikut:

1) Likelihood Ratio Chi Square Statistic.

Ukuran fundamental dari overall fit adalah Likelihood Ratio Chi Square

Statistic. Nilai chi square yang tinggi relatif terhadap degree of freedom

menunjukkan bahwa matriks kovarian atau korelasi yang diobservasi dengan yang diprediksi berbeda secara nyata dan ini menghasilkan probabilitas lebih kecil dari signifikansi. Sebaliknya nilai chi square yang kecil akan menghasilkan nilai probabilitas yang lebih besar dari tingkat signifikansi dan ini menunjukkan bahwa input matrik kovarian antara prediksi dengan observasi sesungguhnya tidak berbeda secara signifikan (Ghazali, 2004: 19).

2) CMIN/DF

CMIN/DF adalah ukuran yang diperoleh dari nilai chi-square dibagi dengan degree of freedom. nilai yang direkomendasikan untuk menerima kesesuiansebuah model adalah nilai CMIN/DF yang lebih kecil atau sama dengan 2,00 atau CMIN/DF ≤ 2 mengindikasikan model fit dengan data artinya semakin parsimoni model yang diususlkan dibandingkan dengan model alternatif (Ghazali, 2004: 19. Kusnendi, 2008: 30).

3) GFI

Digunakan untuk menghitung proporsi tertimbang dari varians dalam matriks kovarians sampel yang dijelaskan oleh matriks kovarians populasi yang terestimasikan. Indeks ini mencerminkan tingkat kesesuaian model secara keseluruhan yang dihitung dari residual kuadrat model yang yang diprediksi dibandingkan dengan data yang sebenarnya. Nilai Goodness of Fit Index biasanya dari 0 sampai 1. Nilai yang lebih baik mendekati 1 mengindikasikan model yang diuji memiliki kesesuaian yang baik nilai GFI dikatakan baik adalah ≥ 0,90 (Ghozali & Fuad, 2005).

4) RMSEA

Root mean square error of approximation (RMSEA) merupakan ukuran

yang mencoba memperbaiki kecenderungan statistik chi square menolak model dengan jumlah sampel yang besar. Nilai RMSEA antara 0,05 sampai 0.08


(40)

merupakan ukuran yang dapat diterima atau RMSEA < 0,08 berarti model fit dengan data (Ghazali, 2004: 19. Kusnendi, 2008: 29).

5) AGFI

AGFI merupakan pengembangan dari GFI yang disesuaikan dengan

degree of freedom yang tersedia untuk menguji diterima tidaknya model. Tingkat

penerimaan yang direkomendasikan adalah bila mempunyai nilai sama atau lebih besar dari 0,9 (Ghazali, 2004: 20).

6) TLI

TLI adalah sebuah alternatif incremental fit index yang membandingkan sebuah model yang diuji terhadap sebuah baseline model. Nilai yang direkomendasikan sebagai acuan untuk diterimanya sebuah model adalah lebih besar atau sama dengan 0,9 dan nilai yang mendekati 1 menunjukkan a very good

fit. TLI merupakan index fit yang kurang dipengaruhi oleh ukuran sampel

(Ghozali, 2004: 20). 7) CFI

Ukuran kesesuaian model berbasis komparatif dengan model null. CFI nilainya berkisar antara 0,0 sampai 1,0. CFI > 0,90 mdel fit dengan data.

Setelah masalah penelitian diuji dengan menguji asumsi-asumsi statistik yang dipersyaratkan yaitu ukuran sampel, uji normalitas untuk mengetahui pola distribusi skor data hasil penelitian, uji multikolinieritas untuk mengetahui kemungkinan terdapatnya multikolinieritas sempurna antar variabel penelitian, dan berkenaan dengan identifikasi kasus multivariate outliers.Adapun pengujian asumsi dengan menggunakan komputasi statistik melalui aplikasi program AMOS 20.

Analisa data yang digunakan oleh penulis berbasis data empiris. Hal ini konsisten dengan asumsi analisa model persamaan struktural yang mensyaratkan data sekurang-kurangnya berskala interval. Sementara data yang terkumpul dalam penelitian ini jika diklasifikasi dalam skala psikologi termasuk kedalam jenis data ordinal. Transformasi data ordinal kedalam data interval penulis lakukan dengan menggunakan alat bantu succesive interval yang tersedia dalam fungsi microsoft


(41)

Setelah data berskala interval. Maka penulis memfokuskan untuk menjawab masalah penelitian yang telah dirumuskan atau analisa data. Untuk maksud tersebut, analisis data menggunakan: 1) Analisis Faktor Konfirmatori (

Confirmatory Factor Analysis/CFA ) untuk mengkonfirmasikan serangkaian

variabel indikator dengan variabel latennya atau untuk menguji model pengukurannya (measurement model); dan 2) Analisis Jalur ( Path Analysis ) untuk menguji hubungan kausalitas antar variabel atau untuk menguji model strukturalnya (structural model). Dalam penelitian ini analisis faktor konfirmatori dan analisis jalur dilakukan dengan bantuan aplikasi program AMOS 20.0. adapun penjelasannya sebagai berikut

1) Analisis Faktor Konfirmatori ( Confirmatory Factor Analysis/CFA

Analisis Faktor Konfirmatori adalah metode statistik lain yang dipandang lebih akurat dalam menguji validitas dan reliabilitas. Long (Kusnendi, 2008: 97) menyatakan “the confirmatory factor model is a powerful statistical model. Its ability to test structures suggested by substantive theory”. Menurut Kerlinger (2006: 1000) karena kekuatan, keluwesan, dan kedekatannya degan hakkat maksud dan tujuan ilmiah. Analisis faktor dapat disebut sebagai ratu metode analisis. Lebih lanjut kerlinger menyatakan (2006: 1000) analisis faktor berfungsi melayani tujuan keiritan upaya ilmiah. Ia mengurangi kelipatgandaan tes dan pengukuran hingga menjadi lebih sederhana.

Sementara, menurut Joreskog dan Sorbom (Kusnendi, 2008: 98) CFA adalah analisis faktor yang digunakan untuk menguji “theoritical or hyphotetical

concepts, or construct, or latent variables, which are not directly measurable or observable” atau menguji unidimensionalitas, validitas, reliabilitas model pengukuran. Dengan demikian menurut Kusnendi (2008: 98) masalah penelitian dalam kerangka CFA paling tidak akan berkisar pada pertanyaan berikut: (1) apakah indikator-indikator yang dikosenpsikan secara unidimensional, tepat (valid), dan konsisten (reliabel) dapat menjelaskan konstruk yang diteliti?. (2) apa saja indikator-indikator yang dominan membentuk konstruk yang diteliti?.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Al Quran Al Karim

Agustinus, M. (2012, 12 Nopember). Hambatan Kewirausahaan Versi Boediono.

Seputar Indonesia (Online) tersedia

http://ekbis.sindonews.com/read/2012/11/12/34/687579/6-hambatan-kewirausahaan-versi-boediono).

Ajzen, I. (1987): “Attitudes, Traits and Actions: Dispositional Prediction of Behavior in Personality and Social Psychology”; in Berkowitz, L. (Ed.):

Advances in Experimental and Social Psychology, Academic Press, San Diego, 1–63.

Ajzen, I dan Fishbein, M. (1975). Belief, Attitude, Intention and Behabior: An Introduction To Theory And Research. Philipines: Addison Wesley Publishing Company.

Ajzen, I. (2001): “Nature and Operation of Attitudes”, Annual Review of

Psychology, 52, 27-58.

Ajzen, I. (2002): “Perceived Behavioral Control, Self-Efficacy, Locus of Control,

and The Theory of Planned Behavior”, Journal of Applied Social

Psychology, 32, 1-20.

Ajzen, I. (1991): “The Theory of Planned Behavior”, Organizational Behavior

and Human Decision Processes, 50, 179-211.

Ajzen, I dan Fishbein, M. (1980). Understanding Attitudes and Predicting Social Behavior. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc.

Ali Bin Abi Thalib. (2005). Tanyalah Aku Sebelum Kau Kehilangan Aku; Kata-Kata Mutiara Ali Bin Abi Thalib. Dihimpun atas Arahan Syaikh Fadlullah

Al Ha‟iri. Bandung: Pustaka Hidayah.

Armitage, C.J. and Conner, M. (2001): “Efficacy of The Theory of Planned

Behavior: A Meta-Analytic Review”, British Journal of Social Psychology, 40 (4), 471-499.

Azwar, S. (2008). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Azwar, S. (2010). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, R.A. (1998): “Cognitive Mechanisms in Entrepreneurship: Why and When

Entrepreneurs Think Differently Than Other People”, Journal of Business

Venturing, 13, 275–294.

Baron, R.A. (2004): “The cognitive perspective: a valuable tool for answering

entrepreneurship‟s basic „„why‟‟ questions”, Journal of Business


(2)

Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Barat. Berita Resmi Statistik No. 23/05/32/Th.XIV, 7 Mei 2012.

Badan Pusat Statistik. Berita Resmi Statistik No.75/11/Th.XV, 5 Nopember 2012.

Bandura, A, (1977) : “Self Efficacy : Toward a Unifying of Behavioral Change”,

Psychologycal Review. Vol 84, No. 2, 191-215.

---. (1993) : “Perceived Self Efficacy in Cognitive Development and

Functioning”, Educational Psychologist, 28 (2), 117-148.

---. (1994): “Self-efficacy”. In V. S. Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia of Human Behavior (Vol. 4, pp. 71-81). New York: Academic Press. (Reprinted in H. Friedman [Ed.], Encyclopedia of mental health. San Diego: Academic Press, 1998).

Baumol, W. J. Litan, R. E. Schramm, C. J. (2007):“Sustaining Entrepreneurial Capitalism”. Capitalism and Society, Vol. 2, Issue 2. 1-36.

Bell, J. R. (2008): “Utilization of Problem Based Learning In An

Entrepreneurship Bussines Planning Course”. New England Journal Of

Entrepreneurship, Spring, Vol. 11 No. 1.

Betz, N. E. dan Hacket, G, (1986): “Aplication of Self Efficacy Theory to Understanding Career Choice Behavior, Journal of Social and Clinical Psychology, 4: 270-289.”

Bird, B. (1988): “Implementing Entrepreneurial Ideas: The Case For Intention”,

Academy of Management Review, 13, 442–453.

Chen, C.C., Greene, P.G. and Crick, A. (1998): “Does Entrepreneurial Self

-Efficacy Distinguish Entrepreneurs From Managers?”, Journal of Business

Venturing, 13 (4), 295-316.

Ciputra. (2007). “Pendidikan Entrepreneur Pendidikan Manusia Abad 21”.

Konferensi Nasional: Universitas Ciputra.

______. (2007). “Entrepreneurial Education to Solve The Problem of Poverty and

Unemployment in Indonesia”. Makalah disampaikan pada INA-ICDF

International Seminar. Institut Pertanian Bogor. Djaali. (2009). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Fayolle, A. and Gailly, B. (2004). “Using The Theory of Planned Behaviour to Assess Entrepreneurship Teaching Programs: A First Experimentation”,

IntEnt2004 Conference, Naples (Italy), 5-7 July.

Frazier, B. Niehm, L.S. (2008). “FCS Students' attitudes and intentions toward

entrepreneurial careers”, Journal of Family and Consumer Sciences, April 2008, Vol 100 No. 2.

Gartner, W.B. (1989): “ “Who is an Entrepreneur?” is the Wrong Question”,

Entrepreneurship Theory and Practice, vol. 13 (4), pp. 47-68. Gerungan, W. A. (1987). Psikologi Sosial. Bandung: PT. Eresco.


(3)

Ghozali. (2004). Model Persamaan Struktural Konsep dan Aplikasi Dengan Program AMOS Ver. 5.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Gie, T. L. (1998).Cara Belajar yang Efisien. Yogyakarta: PUBIB. Hurlock, E. B. (1978).Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga.

Indarti, N dan Rostiani, R. (2008). “Intensi Kewirausahaan Mahasiswa: Studi

Perbandingan Antara Indonesia, Jepang dan Norwegia” Jurnal Ekonomika dan Bisnis Indonesia, Vol. 23, No. 4, Oktober.

Iskandar. (2012). Efektivitas Pendidikan Kewirausahaan Dalam Mengembangkan Intensi Kewirausahaan Mahasiswa: Studi Tentang Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Intensi Kewirausahaan Mahasiswa Berdasarkan Pendekatan Entrepreneurial Intention Based Model Pada Mahasiswa Perguruan Tinggi di Wilayah Cirebon. Disertasi Doktor Pada SPS UPI Bandung: Tidak Diterbitkan.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. (2008). Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional.

Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementrian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. (2011). Master Plan Percepatan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Jakarta: Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian.

Kerlinger, F. N. (2006). Asas-Asas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kolvereid, L. (1996): “Prediction of Employment Status Choice Intentions”,

Entrepreneurship Theory & Practice, 21 (1), 47-57.

Krueger, N. F. Reilly, M. D. Carsrud, A. L. (2000). “Competing models of

Entrepreneurial Intentions”. Journal of Business Venturing, 411–432.

Krueger, N. F. and Carsrud, A. L. (1993): “Entrepreneurial Intentions: Applying

The Theory of Planned Behavior”, Entrepreneurship and Regional Development, 5, 315–330.

Krueger, N. (1993): “The Impact of Prior Entrepreneurial Exposure on Perceptions of New Venture Feasibility and Desirability”,

Entrepreneurship Theory & Practice, 18, 5–21.

Kuratko, D. F. (2005): “The Emergence of Entrepreneurship Education: Development, Trends, and Challenges”, Entrepreneurship Theory & Practice, 577 - 597.

Kusnendi. (2008). Model-Model Persamaan Struktural Satu dan Multigroup Sampel Dengan LISREL. Bandung: Penerbit Alfabeta.


(4)

Lee, S.H. and Wong, P.K. (2004): “An Exploratory Study of Technopreneurial

Intentions: a Career Anchor Perspective”, Journal of Business Venturing,

19, 7–28.

Liñán, F. (2004) “Intention Based Models of Entrepreneurship Education”,

Piccolla Impresa / Small Business, Iss. 3, 11-35.

Liñán, F dan Chen, Y. W. (2006). Testing The Entrepreneurial Intention Model on a Two-Country Sample. Barcelona: Departament d'Economia de l'Empresa Universitat Autònoma de Barcelona.

Liñán, F dan Chen, Y. W. (2009). “Development and Cross-Cultural Application

of a Spesific Instrument to Measure Entrepreneurial Intention”.

Entrepreneurship Theory and Practice, 593-617.

Misra, S. Dan Kumar, E. S. (2000). “Resourcefulness: A Proximal

Conceptualisation of Entrepreneurship Behaviour”. Journal of Enrepreneurship, 2000; 9; 135-153.

Muhibbin Syah. (2004). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nastiti, N. Indarti, N. Rostiani, R. (2010). “Minat Berwirausaha Mahasiswa

Indonesia dan Cina”. Jurnal Manajemen dan Bisnis. Vol. 9, No. 2

September: 188-200.

Nazir, M. (1999). Metode Penelitian. Jakarta: Penerbit Ghalia.

Nunnaly, J.C., 1981. Psychometric Theory. Tata McGraw-Hill: New Delhi.

Pervin, L.A. (1996). The science of personality (1st ed). USA: John Wiley & Sons, Ltd.

Pintrich, R. P. Dan Schunk, D. H. (1996). Motivation in Education, Theory, Research, and Application. New Jersey: Prentice Hall

Purwanto, D. (2012, 11 Nopember). Jumlah Pengusaha Indonesia Tertinggal Dari

Malaysia. Kompas (Online). tersedia

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/11/12/11145724/Wapres.Ju mlah.Pengusaha.Indonesia.Tertinggal.dari.Malaysia.

Purwanto, Ngalim. (2006). Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Rakhmat, J. (1999). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Reynolds, P.D. (1997): “Who Start New Firms? – Preliminary Explorations of

Firms-In-Gestation”, Small Business Economics, 9 (5), 449-462.

Robinson, P.B., Stimpson, D.V., Huefner, J.C. and Hunt, H.K. (1991): “An Attitude Approach to The Prediction of Entrepreneurship”,

Entrepreneurship Theory and Practice, 15 (4), 13-30.

Rogers, E. M. (1983). Diffusions of Innovations. New York: The Free Press The Division of Mc Millan Publishing.


(5)

Sardiman, A. M. (2000). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Scherer, R.F., Brodzinsky, J.D. and Wiebe, F.A. (1991): “Examining the

relationship between personality and entrepreneurial career preference”, Entrepreneurship and Regional Development, 3, 195-206.

Schunk D.H. dan Hanson A.R. (1985) : “Peer Model: Influence on children‟s self

-efficacy and achievement. Journal of Educational Psychology, 313-322.

Segal, G. Borgia, D. Schoenfeld, J. (2005): “The motivation to become an

entrepreneur”, International Journal of Entrepreneurial Behaviour &

Research, Vol. 11 No. 1, 42-57.

Shaleh, A. R. (2004). Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam.Jakarta: PT. Prenada media.

Shapero, A. and Sokol, L. (1982): “Social dimensions of entreprenurship”, in

Kent, C.A., Sexton, D.L. and Vesper, K.H. (eds.): Encyclopaedia of entrepreneurship, Prentice Hall, Englewood Cliffs (NJ).

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Suherman, E. (2008). Desain Pembelajaran Kewirausahaan. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sunarto, Achmad, et al (1991). Tarjamah Shahih Bukhari, Jilid I. Semarang:

CV Asy Syifa‟.

Suryana. (2009). Kewirausahaan Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Timmons, J. A. dan Spinelli, S. (2007). New Venture Creation Entrepreneurship For 21st Century. Singapore: Mc Graw Hill Companies Inc.

Tong, X. F. Tong, D. Y. K. Loy, L. C. (2011). “Factors Influencing Entrepreneurial Intention Among University Students”. International Journal of Social Sciences And Humanity Studies. Vol 3, No 1, 487-496. United Nations Conference on Trade and Development. (2004). Entrepreneurship

and Economic Development: The empretec Showcase. Geneva: United Nations Conference on Trade and Development.

Veciana, J. M. Aponte, M. and Urbano, D. (2005): “University Students‟

Attitudes Towards Entrepreneurship: A Two Countries Comparison”,

International Entrepreneurship and Management Journal, 1 (2), 165-182. Wahyu, U. J. Keterkaitan Sikap Pada Minat Guru Terhadap Bahasa Indonesia

Dengan Proses Belajar-Mengajar: Studi Terhadap Guru-Guru Bahasa Indonesia di SMA Swasta Kotamadya Bandung. Tesis Pada Fakultas Pascasarjana IKIP Bandung.

Walgito, B. (2003). Psikologi Sosial (Suatu Pengantar). Yogyakarta: Penerbit Andi.


(6)

Wang, W. Lu, W. Millington, J. W. (2011). “Determinants of Entrepreneurial Intention among College Students in China and USA”. Journal of Global Entrepreneurship Research, Winter & Spring, 2011, Vol.1, No.1, pp.35-44.

Wijaya, T. (2008). “Kajian Model Empiris Perilaku Berwirausaha UKM DIY dan

Jawa Tengah”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 10, No. 2,

September: 93-104.

________. (2007). “Hubungan Adversity Intelligence Dengan Intensi Berwirausaha”. Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 9, No. 2, September: 117-127.

Wikipedia. (2013, 03 Pebruari). Kewirausahaan. Tersedia

http://id.m.wikipedia.org/wiki/kewirausahaan.

Winkel, W. S. (1983).Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar. Jakarta: Gramedia.


Dokumen yang terkait

PENGARUH SIKAP, NORMA SUBYEKTIF, DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP MINAT BELI PENGARUH SIKAP, NORMA SUBYEKTIF, DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN MELALUI ONLINE SHOPPING.

0 3 13

PENDAHULUAN PENGARUH SIKAP, NORMA SUBYEKTIF, DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN MELALUI ONLINE SHOPPING.

0 2 8

LANDASAN TEORI PENGARUH SIKAP, NORMA SUBYEKTIF, DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN MELALUI ONLINE SHOPPING.

0 2 14

PENUTUP PENGARUH SIKAP, NORMA SUBYEKTIF, DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP MINAT BELI KONSUMEN MELALUI ONLINE SHOPPING.

0 3 32

ANALISIS PENGARUH SIKAP, NORMA SUBYEKTIF, DAN KONTROL PERILAKU YANG DIRASAKAN TERHADAP MINAT BELI PRODUK Analisis Pengaruh Sikap, Norma Subyektif, Dan Kontrol Perilaku Yang Dirasakan Terhadap Minat Beli Produk Private Brand Alfamart Di Sekitar Universita

0 4 15

ANALISIS PENGARUH SIKAP, NORMA SUBYEKTIF, DAN KONTROL PERILAKU YANG DIRASAKAN TERHADAP MINAT BELI PRODUK Analisis Pengaruh Sikap, Norma Subyektif, Dan Kontrol Perilaku Yang Dirasakan Terhadap Minat Beli Produk Private Brand Alfamart Di Sekitar Universita

1 2 17

Sikap Berwirausaha Memediasi Locus Of Control Dan Norma Subyektif Pada Niat Berwirausaha.

0 0 33

PENGARUH SIKAP, NORMA SUBJEKTIF DAN PERSEPSI KONTROL PERILAKU TERHADAP NIAT BERWIRAUSAHA SISWA SMK NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2013/2014.

0 2 1

PENGARUH SIKAP DAN NORMA SUBJEKTIF TERHADAP MINAT BERWIRAUSAHA SISWA SMK IMMANUEL II

0 0 10

PENGARUH NORMA SUBYEKTIF, SIKAP DAN KONTROL KEPERILAKUAN TERHADAP MINAT MENGGUNAKAN INTERNET MELALUI TELEPON SELULER

0 0 14