Laporan Praktikum TBM dan TM Karet Apr

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN TAHUNAN

ACARA IV
PEMELIHARAAN TANAMAN KARET BELUM
MENGHASILKAN DAN TANAMAN MENGHASILKAN

Oleh :
Apriliane Briantika Louise
NIM A1L013055

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI
LABORATORIUM PERLINDUNGAN TANAMAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2015

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pengembangan

perkebunan

karet

memberikan

peranan

penting

bagi

perekonomian nasional. Selain sebagai sumber devisa dan sumber bahan baku industri,
karet dapat menjadi sumber pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta sebagai
pengembangan pusat-pusat perekonomian di daerah sekaligus berperan dalam
pelestarian lingkungan hidup. Karenanya, keberhasilan pengembangan karet sangat
perlu dilakukan dengan cara-cara strategis.
Tata cara budidaya tanaman karet menjadi penting karena dapat secara langsung

berdampak pada produktivitas dan hasil karet. Konsep budidaya dari pratanam hingga
pascapanen merupakan konsep-konsep esensial yang harus diterapkan secara baik dan
benar. Salah satu cara yang menjadi prioritas untuk diperhatikan adalah dalam kaitannya
dengan pemeliharaan karet.
Pemeliharaan karet tidak hanya terbatas pada pemupukan dan pengairan,
pengendalian hama dan patogen penyebab penyakit serta gulma, melainkan juga
penanaman Legume Cover Crop (LCC). Kegiatan-kegiatan tersebut sangan berperan
bagi produktivitas dan hasil daripada karet. Berkiut adalah kajian mengenai
pemeliharaan karet di PT. Perkebunan Nasional IX Krumput, Banyumas.

B. Tujuan

1. Mengetahui secara langsung kondisi, organisasi dan kegiatan utama pada
perkebunan karet PTPN IX Krumput.
2. Mengetahui dan memahami secara langsung teknik pemeliharaan TBM dan TM
tanaman karet pada perkebunan karet PTPN IX Krumput.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman karet (Hevea brasiliensis Mull, Arg.) merupakan salah satu tanaman yang

dibudidayakan di Indonesia dan memberikan andil yang cukup besar terhadap devisa
negara diantara hasil perkebunan lainnya, dan menempati urutan ketiga setelah migas
dan kayu. Selain dapat diambil lateksnya untuk bahan baku pembuatan aneka barang
keperluan manusia, sebenarnya karet masih memiliki manfaat lain, yaitu dapat
memberikan keuntungan bagi pemilik perkebunan dan memberikan hasil sampingan
dari kayu atau batang pohon karet. Gulma merupakan salah satu faktor penyebab
tertekannya pertumbuhan bibit karet dan menurunnya produksi (Meinin, Araz., 2006 ).
Karet telah dikembangkan di Indonesia sejak lebih dari seabad lalu, yangsebagian
besar (85%) merupakan perkebunan karet rakyat dengan produktivitasyang masih
rendah yaitu kurang dari 800 kg/ha/tahun (Direktorat JenderalPerkebunan, 2005).
Rendahnya produktivitas disebabkan karena sistempengelolaan masih bersifat ekstensif,
terutama penggunaan bahan tanam lokal(unselected seedling) dan rendahnya tingkat
pemeliharaan, seperti penyiangandan pemupukan yang minimum dilakukan (Wibawa,
2005).
Pengendalian gulma di perkebunan karet merupakan keharusan, sebab gulma
merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha perkebunan karet. Jika gulma
dibiarkan tumbuh bersamaan dengan tanaman karet, akan menimbulkan kerugian.
Kehadiran gulma menyebabkan pertumbuhan tanaman tertekan, terutama tanaman karet
di pembibitan dan tanaman belum menghasilkan (TBM). Fakta ini terjadi karena gulma
menyaingi tanaman dalam penyerapan unsur hara, air, cahaya matahari, dan ruang


tempat tumbuh. Selain itu beberapa jenis gulma mengeluarkan zat allelopat melalui akar
dan daun yang berpengaruh buruk menghambat pertumbuhan tanaman. Gulma juga
mempersulit pekerjaan pemeliharaan tanaman, bahkan adakalanya menjadi tempat
perlindungan hama dan penyakit tanaman (Girsang, 2005).
Nasution (1986) melaporkan pengaruh negatif gulma pada karet TBM, antara lain
menyebabkan usia matang sadap menjadi terhambat dan jumlah pohon yang dapat
disadap berkurang, mutu sadap menurun. Hal ini disebabkan ukuran lingkar batang
yang tidak berkembang normal. Selain itu diketahui pertumbuhan dan produksi lateks
selama enam tahun pertama semenjak penyadapan sangat nyata tertekan akibat
persaingan pada areal yang ditumbuhi gulma.
Masalah gulma akan berbeda pada setiap umur tanaman, hal ini tergantung pada
lokasi, iklim setempat dan cahaya yang diterima (Lubis 1992). Selain itu, perbedaan
umur tanaman juga menyebabkan terjadinya pergeseran dominansi gulma, pada
tanaman dengan persentase penutupan tajuk kecil akan ditemukan jenis gulma beragam
dan sebaliknya pada tanaman dengan persentase penutupan tajuk lebih besar lebih
didominasi gulma yang tahan naungan (Budiarto, 2001).
Jenis-jenis gulma penting pada perkebunan karet diantaranya yaitu jenis gulma
golongan rumput (Imperata cylindrica, Paspalum conjugatum, Ottochloa nodosa, dan
Polygala paniculata; jenis daun lebar (Mikania cordata, M. micrantha, Melastoma

malabatrichum,Clibadium surinamensis) dan jenis rumput teki (Cyperus kyllingia, C.
rotundus dan Scleria sumatrensis) (Tjitrosoedirdjo, dkk., 1984). Tetapi informasi jenis
gulma tersebut tidak didasarkan pada perbedaan umur tanaman karet. Selain itu dalam
budidaya karet, pengendalian gulma menyerap biaya sebesar 50-70% dari seluruh biaya

pemeliharaan selama tanaman belum menghasilkan (TBM) dan selanjutnya sebesar 2030% setelah tanaman menghasilkan (Mangoensoekardjo, 1983).
Pengendalian gulma secara kimiawi merupakan salah satu alternatif dari cara-cara
pengendalian yang ada, salah satunya adalah penggunaan herbisida. Tingkat dosis
aplikasi menentukan efektivitas penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma,
sekaligus mempengaruhi efisiensi pengendalian secara ekonomi. Penggunaan dosis
aplikasi yang terlalu rendah, menyebabkan tujuan pengendalian tidak berhasil.
Sebaliknya dosis yang terlalu tinggi, di samping terjadi pemborosan, juga akan
menimbulkan masalah pencemaran lingkungan (Girsang, 2005).
Waktu aplikasi herbisida juga mempengaruhi efektivitas pengendalian gulma.
Penyemprotan yang segera diikuti oleh hujan akan mengakibatkan herbisida tercuci,
sehingga efikasi berkurang sebab partikel herbisida belum sempat berpenetrasi ke dalam
kutikula daun (Djojosumarto, 2000).
Dalam membangun kebun karet, penting sekali untuk mengetahui penyakit utama
tanaman karet dan bagaimana cara mengendalikannya. Penyakit tersebut dapat diketahui
dengan melihat gejala yang muncul pada setiap bagian tanaman karet. Beberapa

penyakit utama yang ditemui dalam sistem RAS diantaranya Jamur Akar Putih (JAP),
Jamur Upas, Nekrosis Kulit (Fusarium) dan Kering Alur Sadap ( Budi et al, 2008).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan yaitu alat tulis, lembar pengamatan, sabit, pisau, selang,
gunting, sprayer, dan cangkul.Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah
tanaman karet, pupuk, air, herbisida dan bibit tanaman karet.

B. Prosedur kerja
1. Penyiangan
Gulma disekitar tanaman karet dibersihkan dengan penanganan secara mekanis
menggunakan cangkul/sabit dan secara kimiawi menggunakan herbisida.
2. Penyulaman
a) Bibit yang baru ditanam selama tiga bulan pertama setelah tanam diamati terus
menerus.
b) Tanaman yang mati segera diganti.
c) Klon tanaman untuk penyulaman harus sama.
d) Penyulaman dilakukan sampai umur 2 tahun.

e) Penyulaman setelah itu dapat berkurang atau terlambat pertumbuhannya.
3. Pemotongan Tunas Palsu
Tunas palsu dibuang selama 2 bulan pertama dengan rotasi 1 kali 2 minggu,
sedangkan tuas liar dibuang sampai tanaman mencapai ketinggian 1.80 meter.

4. Merangsang Percabangan
Apabila tanaman berusia 2–3 tahun dengan tinggi 3.5 meter dan belum mempunyai,
maka cabang perlu diadakan perangsangan dengan cara:
a) Pengeringan batang (ring out)
b) Pembungkusan pucuk daun (leaf felding)
c) Penanggalan (tapping)
5. Pemupukan
Pemupukan dilakukan 2 kali setahun menjelang musim hujan dan akhir musim
kemarau, sebelumnya tanaman dibersihkan dulu dari rerumputan dibuat larikan
melingkar selama 10 cm. Pemupukan pertama kurang lebih 10 cm dari pohon dan
semakin besar disesuaikan dengan lingkaran tajuk.
6. Pemeliharaan Penutupan Tanah

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan dalam tahap pemeliharaan karet
didapatkan hasil :
1.
2.
3.
4.

Teras minimal 2 meter
Kemiringan teras kurang lebih 10 derajat
Teras berbentuk kontur
Pemupukan setiap 6 (enam) bulan sekali dengan dosis Urea 150 gr, KCL 160 gr, dan

Pupuk majemuk 170 gr
5. LCC atau tanaman penutup berupa mucuna
6. Penyakit yang ditemukan biasanya berupa jamur akar putih dan dilakukan
pencegahan rutin

B. Pembahasan
Pemeliharaan menurut Yardha (2007) bertujuan untuk; 1) menjaga dan

meningkatkan kesuburan tanah, 2) mengurangi persaingan dengan tumbuhan lain, baik
dalam pengambilan air, unsur hara, cahaya matahari dan udara, 3) mencegah terjadinya
serangan hama dan penyakit yang biasa merusak atau musuh dari tanaman karet.
Langkah-langkah kerja tersebut adalah:
1. Penyiangan dilakukan tergantung kondisi gulma dilapangan minimal penyiangan
dilakukan 1 kali enam bulan.

2. Pemupukan
Bertujuan untuk memperbaiki kondisi dan daya tahan tanaman terhadap perubahan
lingkungan yang ekstrim, seperti kekeringan, meningkatkan produksi dan mutu
hasil, mempertahankan stabilitas produksi. Dosis pemupukan ditentukan oleh umur
tanaman, kondisi tanah dan iklim, serta kondisi tanaman. Pupuk diberikan setahun
dua kali, yaitu pada awal dan akhir musim hujan. Cara pemberian pupuk mengikuti
jarak dan tata tanamnya, kedalaman penempatan 2-5 cm. Dosis pemupukan
sebagaimana tertera pada tabel berikut:

3. Pengendalian hama
Pada umumnya hama yang menyerang tanaman karet masih muda adalah hama
babi, Tenuk/tapir, kera/moyet dan rayap. Pengendalian hama babi dan Tapir yang
efektif adalah:

a. Membuat pagar yang rapat dan kebun dijaga
b. Berburu secara gotong royong
c. Memusnahkan sarangnya dengan cara menghilngkan semaksemak disekitar areal
kebun.
d. Memasang jerat pada tempat keluar masuknya babi ke kebun.
e. Menggunakan racun seperti Temix.

Hama rayap pada umumnya berkumpul dan bersarang pada tanaman yang sudah
mati, serangan pada tanaman karet biasanya setelah tanaman karet mati akibat
serangan jamur akar putih. Secara umum serangan rayap biasa terjadi pada musim
kemarau atau saat kekeringan. Pengendalian hama ini adalah dengan cara:
a. Membersihkan tunggul-tunggul sisa pembukaan lahan
b. Menanam dengan tanaman polibeg
c. Menaburkan carbofuran (furadan, dharmafur atau curater) disekitar tanaman
yang terserang sebanyak 1 sendok makan.
4. Pengendalian Penyakit
Penyakit yang biasa menyerang tanaman karet diantaranya :
a. Jamur Akar Putih (JAP)
Penyakit Jamur Akar Putih (JAP) disebabkan oleh jamur Rigidoporus
microporusatau Rigidoporus lignosus yang menyerang bagian pangkal batang

hingga kebagian akar di dalam tanah.Gejala serangan JAP pada tanaman karet
adalah:
1) Daun terlihat pucat kuning dan tepi atau ujung daun terlipat ke
dalam.Peningkatan serangan ditandai oleh daun gugur dan ujung ranting
mati.Terbentuk daun muda atau bunga dan berbuah lebih awal.
2) Pada perakaran tanaman yang terserang JAP akan terlihat benangbenangjamur berwarna putih dan agak tebal (Rizomorf).
3) Pada serangan berat, akar tanaman busuk, batang mengering mudah
tumbangdan mati. Serangan JAP tidak berhenti pada satu pohon, melainkan

secaraperlahan akan menyebar melalui persentuhan akar tanaman sakit ke
tanamandi sekitarnya (Situmorang dan Budiman, 2003).
Asal lahan penanaman karet mempengaruhi perkembangan Jamur Akar Putih
(Situmorang, 2004). Hasil percobaan di kebun karet dengan sistem RASmenunjukkan
bahwa tingkat kematian karet paling tinggi (10%) pada empattahun pertama terjadi pada
kebun karet yang dibangun dari lahan hutan karettua, sedangkan pada kebun karet yang
dibangun pada lahan bawas muda, alangalangatau resam hanya 1% (Ilahang, et al.,
2006).
Teknik pengendalian penyakit JAP meliputi 2 tahap yaitu tahap pencegahan
danpengobatan tanaman sakit. Tahapan pencegahan lebih bersifat kepada tindakan yang
dilakukan sebelum tanaman terserang dan menjaga agar tanaman karettidak terkena
penyakit JAP.Beberapa cara yang dapat dilakukan dalam pencegahan penyakit JAP
diantaranya:
1) Pada saat persiapan lahan, dilakukan pembongkaran dan pemusnahantunggul serta
sisa akar tanaman, karena sisa-sisa kayu mati yang tertinggaldi lahan yang akan
ditanami dapat merupakan media dan tempat tumbuhjamur.
2) Pada sistem RAS, pembersihan dan pembongkaran sisa-sisa akar dapatdilakukan di
barisan dan lorong tanaman karet
3) Penanaman kacang-kacangan penutup tanah (Legume Cover Crops/LCC)selain
berfungsi untuk meningkatkan kesuburan tanah melalui pengikatan nitrogen bebas
dari udara, juga dapat meningkatkan aktivitas jasad renik didalam tanah yang
membantu pelapukan tunggul atau sisa akar tanaman serta membantu menghambat
pertumbuhan JAP (Situmorang dan Budiman,2003)

4) Pembangunan kebun menggunakan bibit yang sehat mulai dari persiapanbatang
bawah di pembibitan dan penggunaan entres yang tidak terkena JAP.
5) Bahan tanam OPAS juga sebaiknya diseleksi terlebih dahulu sebelumditanam di
lapangan. Perlindungan tanaman dapat dilakukan setelah OPAS ditanam di
lapangan,di antaranya dengan menaburkan belerang di sekitar leher akar
tanamansebanyak 100-200 gram/pohon dengan jarak 10 cm dari batang tanaman
6) Pemberian

produk

berbahan

aktif

Trichoderma

(biologis)

dengan

dosis

100gram/pohon yang dilakukan setiap enam bulan
7) Pemeliharaan tanaman dilakukan secara teratur dan rutin dengan tujuan
untukmendapatkan

pertumbuhan

karet

yang

sehat

dan

optimum.

Pemeliharantanaman dilakukan dengan pemupukan dan penyiangan rumput, gulma
danvegetasi lainnya di barisan tanaman karet
b. Jamur Upas
Penyakit

ini

disebabkan

oleh

jamur

Corticium

salmonicolor

yang

menyerangtanaman muda dan telah menghasilkan. Jamur upas menyerang secara
perlahandi bagian batang atau cabang dengan gejala:
1) Membentuk lapisan jamur berwarna putih hingga merah muda dan masukke
bagian kayu.
2) Pada bagian tanaman yang terserang, keluar getah berwarna hitam, melelehdi
permukaan batang tanaman hingga batang menjadi busuk
3) Percabangan mati dan mudah patah oleh angin (Situmorang dan Budiman,2003).

Upaya yang dilakukan untuk mencegah serangan jamur upas adalah:
1) Menanam klon karet yang tahan terhadap penyakit jamur upas seperti PB260, RRIC
100 dan BPM 1 pada sistem RAS (Situmorang dan Budiman,2003).
2) Menjaga kelembaban kebundengan mengatur jarak tanamagar tidak terlalu
rapat,penyiangan dan pemangkasanvegetasi di barisan dan diantara barisan tanaman
karetdilakukan secara teratur.
3) Pada kondisi tanaman karet yang sudah terserang, sebaiknyasegera diobati dengan
pengolesanfungisida sesuai dengan dosisanjuran, seperti Antico F-96.
4) Pengerokan kulit pada batangatau cabang tanaman terserangharus dihindari karena
akanmengeluarkan spora yang terbangdan terbawa oleh angin hinggamenempel di
tanaman sehat.
c. Nekrosis kulit (Fusarium)
Penyakit nekrosis kulit banyak ditemui dan menyerang tanaman klon karet jenis
PB

260.

Penyakit

ini

disebabkan

oleh

jamur

Fusarium

sp.

dan

Botryodiplodiatheobromae. Gejala yang ditimbulkan berupa kulit batang timbul
bercak coklat kehitam-hitaman dengan ukuran2-5 cm. Bercak-bercak tersebut makin
membesar lalu bergabung, terlihatbasah dan mengalami pembusukan. Kulit yang
membusuk biasanya akanmengundang kumbang penggerek untuk datang, bersarang
hingga masuk ke bagian kayu tanaman. Gejala ini timbul mulai dari bagian kaki
gajah hingga ke percabangan tanamankaret. Gejalanya akan semakin parah pada
saat kondisi cuaca lembab danhujan terus-menerus.
Penularan penyakit nekrosis kulit terjadi melalui spora yang terbawa olehangin
ke tanaman lain yang masih sehat. Apabila dibiarkan, maka sebagianbesar tanaman

dalam satu luasan akan terkena penyakit tersebut. Tahapanpengendalian penyakit ini
adalah:
1) Mengoleskan fungisida Benlate50 WP atau Antico F-96 padakulit yang
terinfeksi Fusarium
2) Bagian kulit yang terinfeksidikupas dengan menggunakanalat pengerok kulit
yang terbuatdari bahan logam, kemudian dioles dengan Antico F-96
3) Tanaman

sehat

di

sekitartanaman

yang

terserangdisemprot

dengan

fungisidaseminggu sekali untuk mencegahpenyebaran sporanya
4) Batang, cabang atau tanamanyang mati dikumpulkan dandibakar
5) Tanaman yang mengalamiserangan berat diistirahatkantidak disadap sampai
tanamankembali pulih.
d. Kering Alur Sadap (KAS)
Penyakit Kering Alur Sadap (KAS) banyak ditemukan pada klon PB 260
yangdisadap dengan frekuensi yang cukup tinggi, terlebih bila disertai
denganpenggunaan stimulan/obat perangsang keluarnya lateks seperti ethepon
(ethrel)yang tidak terkendali. Gejala yang terlihat yaitu:
1) tanaman karet mengalami kekeringan pada bagian panel sadap dan
tidakmengeluarkan lateks (getah).
2) bagian yang kering akan menjadi coklat dan terbentuk lekukan pada batangtidak
teratur, dengan disertai pecah-pecah di permukaan kulit batang dan
menimbulkan benjolan.
Penyakit KAS tidak menyebabkan kematian pada tanaman karet, namun
kemampuan tanaman menghasilkan lateks menjadi berkurang. Hinggasaat ini,

penularan terhadap tanaman lain yang sehat belum diketahui, namun penyebaran
dan penularan terjadi pada kulit yang seumur pada pohon yang sama. Beberapa
tahapan pengendalian penyakit KAS yaitu :
1) Menghindari frekuensi penyadapan yang tinggi di atas 150 hari/tahun,
dengan menyesuaikan anjuran terhadap klon-klon yang ditanam
2) Pengerokan pada bagian kulit yang kering dengan pisau sadap atau alat
pengerok sampai batas 3-4 mm dari kambium. Kulit yang dikerok dioles
dengan obat NoBB atau Antico F-96 (Situmorang dan Budiman, 2003)
3) Hindari penggunaan stimulan
4) Pohon yang mengalami kering alur sadap diberikan pupuk ekstra untuk
membantu mempercepat pemulihan kulit.
e. Pengendalian gulma
Areal pertanaman karet, baik tanaman belum menghasilkan (TBM) maupun
tanaman sudah menghasilkan (TM) harus bebas dari gulma seperti alang‐alang,
Mekania, Eupatorium, dll sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik. Untuk
mencapai hal tersebut, penyiangan pada tahun pertama dilakukan berdasarkan umur
tanaman menurut Anwar (2001) adalah seperti berikut:

f. Legume Cover Crop (LCC)
Di perkebunan karet, pada umumnya selama masa tanaman belum menghasilkan
atau sebelum tajuk saling menutup, gawangan ditanami dengan tanaman penutup
tanah leguminosa yang merambat atau legume cover crop (LCC). Dalam budidaya
tanaman karet, pengelolaan LCC selama periode belum menghasilkan sudah
merupakan standar baku teknis.
Meskipun secara umum karet memiliki kemampuan tumbuh yang lebih baik
pada tanah-tanah bermasalah dari pada tanaman pangan, ternyata perlu juga
diperhatikan lingkungan tumbuhnya. Ekosistem tanaman karet tanpa adanya
penutup tanah sangat membahayakan kestabilan lingkungan dibanding dengan hutan
belukar Jenis LCC yang umum ditanami sampai dengan sekarang adalah campuran
dari Pueraria javanica (Pj), Calopogonium mucunoides (Cm), Centrosema
pubercens (Cp) atau kacangan Calopogonium caeruleum(Cc). Tiga jenis LCC yang
disebut pertama sering disebut dengan LCC konvensional, sementara jenis Cc relatif

lebih baru. Campuran kacangan lebih dianjurkan penggunaannya untuk mengurangi
akibat kondisi yang kurang menguntungkan dari perubahan lingkungan seperti
kekeringan, hama dan penyakit.
LCC yang ideal seharusnya mempunyai keseluruhan dari sifat sifat berikut: Laju
pertumbuhan cepat, pertumbuhan biomassa cukup tinggi, tahan terhadap
kekeringan/naungan, kapasitas memfiksasi nitrogen cukup tinggi, tidak menjadi
saingan terhadap tanaman utama karet, tidak disukai ternak, toleran terhadap
serangan hama dan penyakit, mampu berkompetisi dengan gulma melalui adanya
zat allelopati yang dihasilkan dan pengendali erosi tanah secara baik.
LCC secara garis besar bermanfaat untuk mengurangi aliran permukaan dan
erosi, menambah unsur hara tanah, memperbaiki bahan organik ke dalam tanah dan
memperbaiki struktur tanah, memperbaiki tata lengas tanah, menekan pertumbuhan
gulma, mengurangi serangan jamur akar putih, memperbaiki sifat-sifat tanah akibat
pembakaran, dan mempercepat pertumbuhan tanaman karet serta meningkatkan
produksi karet kering (Karyudi dan Siagian, 2006).

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
1.

Beberapa penyakit utama yang ditemui dalam sistem RAS diantaranya Jamur Akar
Putih (JAP), Jamur Upas, Nekrosis Kulit (Fusarium) dan Kering Alur Sadap

2.

LCC secara garis besar bermanfaat untuk mengurangi aliran permukaan dan erosi,
menambah unsur hara tanah, memperbaiki bahan organik ke dalam tanah dan
memperbaiki struktur tanah, memperbaiki tata lengas tanah, menekan pertumbuhan
gulma, mengurangi serangan jamur akar putih, memperbaiki sifat-sifat tanah akibat
pembakaran, dan mempercepat pertumbuhan tanaman karet serta meningkatkan
produksi karet kering.

LAMPIRAN BIODATA

Nama Lengkap

: Apriliane Briantika Louise

NIM

: A1L013055

TTL

: Cilacap, 25 April 1995

Alamat Rumah

: Medan, Sumatera Utara

Alamat Kost

: Asrama Putri Soedirman, Karangwangkal, Purwokerto.

No. HP/ PIN

: 087802974562 / 598F8A5D

Hoby

: Makan dan Tidur

Alamat E_mail

: apriliane.louise@gmail.com

Twitter

: @apriliane_M

Tumblr

: aprilianelouise