BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pengaruh Kos Lingkungan Terhadap Reaksi Pasar

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan indutri yang sangat pesat telah membawa Indonesia

  menjadi salah satu potensi kekuatan ekonomi terbesar di Asia bahkan dunia. Pada tahun 2030 saja Indonesia telah mencanangkan target sebagai tiga besar kekuatan perekonomian dunia bersama Amerika Serikat dan China. Hal ini merupakan suatu target yang wajar jika melihat tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang kian meningkat dari tahun ke tahun meskipun pada saat ini Indonesia masih kalah dengan negara-negara di Asia Tenggara lainnya terutama Malaysia.

  Perkembangan industri tak ayal merupakan salah satu kunci utama dalam peningkatan perekonomian Indonesia. Banyak sekali perusahaan-perusahaan yang kini berdiri dan bersaing di pasar Indonesia. Tercatat kurang lebih 23 juta perusahaan yang ada di Indonesia dan kurang lebih lima ratus di antaranya adalah perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).

  Perusahaan yang merupakan salah satu faktor kunci dari pertumbuhan perekonomian di Indonesia dianggap masyarakat sebagai lembaga yang memberikan banyak manfaat dan keuntungan. Salah satu keuntungan nyata dari adanya perusahaan bagi masyarakat adalah terciptanya lapangan pekerjaan.

  Masalah sosial klasik berupa pengangguran kini sedikit teratasi berkat berdirinya lembaga ini. Meskipun tidak menyelesaikan permasalah pengangguran secara total, dengan berdirinya perusahaan paling tidak telah berhasil menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Dengan terserapnya tenaga kerja inilah yang akan meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat sehingga kehidupan mereka akan lebih sejahtera. Dengan manfaat inilah perusahaan mendapatkan legitimasi dari pemerintah dan masyarakat untuk berdiri dan melangsungkan operasinya.

  Untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang meningkat secara drastis seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk maka peningkatan produksi menjadi suatu hal yang wajar bagi perusahaan. Ditambah dengan adanya motif bisnis yakni untuk memaksimalkan laba membuat perusahaan mengambil kebijakan peningkatan volume penjualan. Peningkatan volume penjualan berarti peningkatan aktivitas produksi. Dengan peningkatan aktivitas produksi ini maka perusahaan akan membutuhkan sumber daya yang semakin besar. Salah satu sumber daya yang dibutuhkan perusahaan dalam aktivitas ini adalah sumber daya alam. Pada akhirnya usaha dalam rangka meningkatkan dan memaksimalkan laba mereka membuat operasi perusahaan sulit dikendalikan, akibatnya terjadilah eksploitasi sumber daya alam.

  Eksploitasi sumber daya alam inilah yang menyebabkan kerusakan ekosistem lingkungan. Hal ini diperparah dengan adanya limbah hasil proses produksi yang mencemari lingkungan. Dalam jangka pendek kondisi seperti ini belum terasa dampak negatifnya akibatnya perusahaan terus melakukan eksploitasi terhadap sumber daya alam yang ada. Akibatnya dalam jangka panjang kerusakan lingkungan hidup tidak dapat dihindari lagi yang pada ujungnya akan mengancam keselamatan dan kelangsungan hidup masyarakat itu sendiri.

  Isu lingkungan hidup ini sendiri sebenarnya sudah menjadi agenda penting masyarakat internasional di forum regional dan multilateral sejak tahun 1972 setelah pelaksanaan konferensi internasional tentang Human Environment di Stockholm, Swedia dan KTT Bumi di Rio de Jeneiro, Brazil tahun 1992. Sejak saat itu, masyarakat internasional menilai bahwa perlindungan lingkungan hidup menjadi tanggung jawab bersama dan perlindungan lingkungan hidup tidak terlepas dari aspek pembangunan ekonomi dan sosial (Nuraini, 2011). Pasca konferensi tersebut juga muncul perjanjian internasional yang berhubungan dengan lingkungan hidup yaitu Protokol Kyoto. Protokol Kyoto lahir dari amandemen PBB mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB (UNFCCC) mengenai perubahan iklim. Dari protokol ini negara-negara yang meratifikasi protokol ini mempunyai komitmen untuk mengurangi pemakaian emisi dan pengeluaran karbondioksida dengan tujuan utama adalah mengurangi terjadinya pemanasan global (Wikipedia, 2013).

  Kini masyarakat menjadi semakin sadar akan pentingnya lingkungan hidup dan bahaya dari eksploitasi sumber daya alam serta polusi yang dihasilkan dari aktivitas perusahaan setelah mengalami sendiri berbagai fenomena-fenomena alam yang menjurus pada bencana yang merenggut nyawa dan harta mereka.

  Berbagai gerakan dan kebijakan kini mulai dilakukan dan digalakkan pemerintah bersama masyarakat mulai dari tanam seribu pohon, normalisasi sungai dan waduk, pengelolaan sampah terpadu dan berbagai usaha lain yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan hidup dan mengurangi terjadinya risiko bencana alam sebagai akibat dari kerusakan ekosistem.

  Masyarakat juga sadar akan perlunya peran aktif dari perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Oleh karena itu masyarakat bersama pemerintah selaku regulator menuntut agar perusahaan dalam menjalankan operasinya juga harus mengutamakan lingkungan di samping tujuan utama mereka yakni memaksimalkan laba. Sebagai salah satu perwujudan dari bentuk peran aktif perusahaan maka diterapkanlah ISO-14001 dan ISO-17025. ISO sendiri merupakan semacam standar berskala internasional yang menetapkan kriteria- kriteria tertentu yang salah satunya adalah kriteria dalam dunia industri. ISO- 14001 merupakan standar mengenai sistem manajemen lingkungan bagi perusahaan. Penerapan ISO-14001 oleh perusahaan dianggap sebagai salah satu perwujudan peran aktif mereka dalam pengelolaan lingkungan. Namun ISO- 14001 merupakan standar yang bersifat sukarela yang artinya perusahaan memiliki kebebasan dalam menjalankan standar ini. Pada akhirnya standar ini dirasa kurang mampu memberikan kontribusi positif dari perusahaan terhadap lingkungan dikarenakan tidak adanya komitmen dari perusahaan sendiri mengingat sifatnya yang sukarela. Kemudian muncul ISO 17025 yang merupakan sertifikasi bagi perusahaan dalam pengelolaan lingkungan oleh lembaga yang berkompeten. Pada akhirnya jelas tujuan utama dari standar dan sertifikasi di atas adalah melibatkan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

  Agar dapat terus beroperasi di tengah tuntutan masyarakat yang semakin tinggi mau tidak mau perusahaan harus mengikuti apa yang menjadi tuntutan masyarakat tersebut sebab salah satu syarat agar perusahaan dapat menjalankan operasinya secara berkesinambungan adalah mendapatkan legitimasi dari pemerintah dan masyarakat. Oleh karenanya kini perusahaan memiliki pemangku kepentingan yang semakin luas dan tidak hanya terfokus pada investor dan kreditor saja.

  Pada awalnya, perusahaan hanya bertanggung jawab kepada para pelaku pasar yaitu investor dan kreditor saja selaku penyandang dana namun kini tanggung jawab perusahaan semakin meluas dan tidak hanya pada pelaku pasar saja namun juga pada pelaku non pasar seperti pemerintah dan masyarakat umum.

  Perusahaan yang memiliki kewajiban membayar pajak kepada pemerintah menjadikan pemerintah sebagai pemangku kepentingan. Selain itu pemerintah juga memiliki peran dalam pembuatan peraturan dan perijinan bagi perusahaan. Selanjutnya perusahaan dalam operasinya menggunakan sumber daya alam dan menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan membuat perusahaan harus bertanggung jawab kepada masyarakat terutama masyarakat di sekitar tempat perusahaan itu beroperasi.

  Jadi, kini konsep akuntansi tradisional yang menganggap investor dan kreditor sebagai pemangku kepentingan tunggal kini telah dilengkapi dengan konsep baru yaitu Corporate Social Responsibility (CSR). Rakhiemah dan Agustia

  (2008) menyatakan bahwa Corporate Social Responsibility adalah transparansi pengungkapan sosial atas kegiatan atau aktivitas sosial yang dilakukan oleh perusahaan dimana transparansi yang diungkapkan tidak hanya informasi keuangan perusahaan, tetapi juga diharapkan mengungkapkan informasi mengenai dampak sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan aktivitas perusahaan. Selain itu sejarah juga mencatat telah muncul konsep akuntansi baru yang melengkapi akuntansi

  Konsep akuntansi lingkungan sebenarnya sudah mulai berkembang sejak tahun 1970an di Eropa. Akibat tekanan lembaga-lembaga bukan pemerintah dan meningkatnya kesadaran lingkungan dikalangan masyarakat yang mendesak agar perusahaan-perusahaan menerapkan pengelolaan lingkungan tidak hanya kegiatan industri demi bisnis semata (Djogo dalam Almilia dan Wijayanto, 2007). Ikhsan (2008) menyatakan bahwa secara garis besar, keutamaan penggunaan konsep akuntansi lingkungan bagi perusahaan adalah kemampuan untuk meminimalisasi persoalan-persoalan lingkungan yang dihadapinya. Tujuannya jelas yaitu untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan dengan melakukan penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya (environmental costs) dan manfaat atau efek (economic benefit).

  Dengan adanya konsep akuntansi lingkungan dan CSR maka kini kewajiban manajemen perusahaan tidak hanya menyampaikan informasi keuangan semata namun informasi mengenai kinerja sosial dan lingkungan juga diperlukan. Perusahaan wajib menyediakan informasi kepada semua pemangku kepentingan tak terkecuali

  adalah masyarakat luas yang dalam hal ini terkena dampak dari aktivitas operasi perusahaan. Informasi yang dimaksud di sini adalah informasi mengenai kondisi lingkungan tempat perusahaan ini beroperasi.

  Sebagai salah satu perwujudan dari konsep akuntansi lingkungan dan CSR, maka perusahaan mulai mengalokasikan dana mereka khusus untuk pengelolaan lingkungan. Wujud tanggung jawab seperti ini biasa dikenal dengan sebutan kos lingkungan (environmental cost). Informasi mengenai kos lingkungan sendiri dipertanggungjawabkan dan dilaporkan oleh manajemen kepada para Laporan keberlanjutan (sustainability reporting) adalah laporan yang memuat kinerja perusahaan dalam tiga aspek yaitu Ekonomi, Lingkungan dan Sosial.

  Laporan ini menjadi sarana bagi para pemangku kepentingan (stakeholder) untuk menilai sejauh mana perusahaan mengatasi isu keberlanjutan seperti penghematan dan konservasi energi, pengelolan air, pengelolaan limbah, mengatasi pencemaran udara serta isu sosial seperti partisipasi perusahaan dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat. (Ali Darwin dalam Kompas, 3 Desember 2012).

  Laporan keberlanjutan ini merupakan informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan dengan harapan para pemangku kepentingan akan menerima pertanggungjawaban mereka utamanya dalam hal pengelolaan lingkungan hidup. Laporan keberlanjutan kian menjadi tren dan kebutuhan bagi perusahaan progresif untuk menginformasikan perihal kinerja ekonomi, sosial dan lingkungannya sekaligus kepada seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) perusahaan (Chariri, 2009). Salah satu cerminan dari diterimanya laporan keberlanjutan ini oleh para pemangku kepentingan adalah informasi yang disampaikan dalam laporan ini digunakan sebagai acuan bagi para pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan. Informasi merupakan kebutuhan yang mendasar bagi para investor dan calon investor, karena dengan adanya informasi ini memungkinkan para investor melakukan pengambilan keputusan secara rasional berdasarkan fakta yang ada.

  Dilihat dari segi pertanggungjawaban sosial jelas informasi dalam laporan berkelanjutan akan memberikan manfaat bagi perusahaan sendiri dan para pemangku kepentingan dalam mengambil keputusan, namun jika dilihat dari segi ekonomi informasi mengenai kos lingkungan yang disajikan dalam laporan keberlanjutan belum tentu bermanfaat. Sebuah informasi dianggap berguna apabila mampu mengubah pertimbangan dan kepercayaan dari para investor dalam mengambil keputusan. Pertimbangan dan kepercayaan dalam hal ini adalah pertimbangan dan kepercayaan dari segi ekonomi yang ditunjukkan dengan adanya perubahan harga pada surat-surat berharga yang mereka terbitkan. Oleh karena itu penelitian ini memberikan bukti empiris apakah informasi mengenai kinerja lingkungan yang ditunjukkan dalam laporan keberlanjutan ini memiliki dampak terhadap kinerja ekonomi perusahaan di pasar dan mendapat respon dari para investor.

  Penelitian-penelitian empiris terdahulu mengenai pengaruh kinerja lingkungan juga sudah banyak dilakukan antara lain adalah penelitian yang

  Al-Tuwaijri, et al. (2003) melakukan analisis dilakukan Al-Tuwaijri, et al. (2003). terintegrasi mengenai hubungan antara kinerja lingkungan, environmental disclosure

  dan kinerja ekonomi. Hasilnya dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa bagusnya kinerja lingkungan berhubungan signifikan dengan bagusnya kinerja ekonomi dan semakin luas dan berkualitas environmental disclosure tersebut. Dari hasil penelitian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kinerja lingkungan berpengaruh positif terhadap kinerja ekonomi dan environmental disclosure suatu perusahaan.

  Selain itu Suratno, Darsono, dan Mutmainah (2006) dalam penelitiannya menguji pengaruh kinerja lingkungan terhadap environmental disclosure dan pengaruh kinerja lingkungan terhadap kinerja ekonomi pada perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta yang mengikuti Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) pada tahun 2002-2005. Kinerja lingkungan dalam penelitian tersebut diukur melalui prestasi perusahaan dalam mengikuti Program Penilaian Peringkatan Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Sementara tolok ukur kinerja ekonomi dalam penelitian tersebut sama dengan kinerja ekonomi yang digunakan oleh Al-Tuwaijri, et al. (2003). Penelitian ini menyatakan bahwa kinerja lingkungan secara signifikan berpengaruh positif terhadap environmental

  disclosure dan kinerja lingkungan juga secara signifikan berpengaruh positif terhadap kinerja ekonomi perusahaan.

  Sama halnya dengan penelitian sebelumnya Cortez (2011) menyatakan bahwa kinerja lingkungan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

  market performance suatu perusahaan. Penelitian ini dikuatkan oleh Anderson-

  Weir (2010) yang menyatakan bahwa pasar akan bereaksi terhadap peringkat perusahaan dalam kinerja lingkungan. Namun dalam hal ini Anderson-Weir (2010) menyimpulkan bahwa investor akan memberikan reaksi negatif terhadap kinerja lingkungan perusahaan. Selain itu terdapat pula penelitian yang menyangkut pengungkapan kinerja lingkungan yang diproksikan melalui penghargaan Indonesia Sustainability Reporting (ISRA) terhadap abnormal

  return dan volume perdagangan saham oleh Armin (2011) yang hasilnya adalah signifikan.

  Rakhiemah dan Agustia (2008) juga meneliti mengenai pengaruh kinerja lingkungan terhadap kinerja ekonomi dan CSR disclosure terhadap perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2004-2006. Sama halnya dengan Suratno et al. (2006) kinerja lingkungan dalam penelitian ini diukur menggunakan Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

  Hasilnya kinerja lingkungan berpengaruh signifikan terhadap CSR disclosure. Namun tidak pada kinerja ekonomi, hasil penelitian yang menggunakan analisis regresi berganda ini ternyata menyatakan bahwa kinerja lingkungan tidak berpengaruh terhadap kinerja ekonomi.

  Bemby S, et al (2013) dalam penelitiannya juga menguji kandungan informasi mengenai kinerja lingkungan terhadap reaksi investor. Informasi kinerja lingkungan yang dimaksud adalah PROPER yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Reaksi investor dalam penelitian ini diukur menggunakan abnormal return. Pada penelitian digunakan teknik analisis event

  study terhadap abnormal return sebelum dan pasca pengumuman PROPER tersebut. Pengujian hipotesis dalam peneltian ini menggunakan Wilcoxon Rank.

  Hasil penelitian ini menyatakan bahwa abnormal return tidak terpengaruh terhadap adanya pengumuman penilaian PROPER ini namun apabila penilaian dikategorikan berdasarkan ranking perusahaan yang baik dan buruk maka terdapat perbedaan abnormal retrun ketika informasi mengenai PROPER ini dikeluarkan.

  Beberapa penelitian lain mengenai kinerja lingkungan juga menyatakan bahwa tidak berdampak signifikan pada performa ekonomi. Sarumpaet (2005) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara kinerja lingkungan dan kinerja keuangan. Almilia dan Wijayanto (2007) juga menyatakan bahwa kinerja lingkungan tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap performa ekonomi perusahaan perhutanan dan pertambangan. Sudaryanto (2011) juga berpendapat sama bahwa berdasarkan penelitiannya kinerja lingkungan tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja finansial perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Senada dengan ketiga peneliti di atas, Rahmawati (2012) dalam penelitiannya juga menemukan pengaruh yang tidak signifikan antara kinerja lingkungan terhadap Corporate Financial Performance (CFP). Donato (2007) juga menunjukkan hasil yang serupa. Donato (2007) menguji pengaruh antara CSR terhadap perubahan harga saham. Dalam penelitian ini Donato menggunakan tiga parameter yaitu ketenagakerjaan, lingkungan, dan masyarakat sebagai indikator CSR perusahaan. Parameter lingkungan dalam penelitian ini diukur menggunakan kualitas dari kebijakan lingkungan, sistem pengelolaan lingkungan hidup, dan pelaporan tanggung jawab sosial. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa CSR tidak mempengaruhi harga saham.

  Meskipun berbagai penelitian mengenai kinerja lingkungan sudah banyak dilakukan, namun ternyata masih terdapat perbedaan penelitian-penelitian sebelumnya dan masih terdapat inkonsistensi antara hasil penelitian terdahulu sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Dikarenakan alasan itulah maka penelitian ini dilakukan untuk melengkapi penelitian sebelumnya dan menguji kembali mengenai pengaruh kinerja lingkungan dengan menggunakan kos lingkungan sebagai alat ukurnya.

B. Perumusan Masalah

  Sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, penelitian-penelitian terdahulu mengenai pengaruh kinerja lingkungan hasilnya masih belum konsisten antar tiap peneliti. Hal inilah yang menjadi sorotan utama dalam penelitian ini. Kinerja lingkungan yang mayoritas diukur melalui Program Penilaian Peringkatan Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup secara empiris memiliki pengaruh terhadap kinerja ekonomi perusahaan namun pada penelitian lain ternyata memberikan bukti empiris yang justru berkebalikan.

  Selain itu berdasarkan teori pensinyalan (signalling teori) perusahaan akan memberikan informasi yang dapat mempengaruhi keputusan para pengguna laporan keuangan terutama investor. Informasi yang dikeluarkan oleh perusahaan inilah yang diharapkan dapat mempengaruhi investor dalam mengambil keputusannya termasuk informasi mengenai kinerja lingkungan. Namun ternyata pada beberapa penelitian, informasi mengenai kinerja lingkungan ternyata tidak mendapat respon dari pasar sehingga kinerja lingkungan ini seolah-olah menjadi informasi yang sia-sia bagi perusahaan dikarenakan investor tidak secara signifikan merespon akan informasi ini.

  Dari perbedaan dan inkonsistensi inilah peneliti berusaha melengkapi penelitian sebelumnya dan menguji kembali topik kinerja lingkungan ini dengan menyertakan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol. Perbedaan hasil penelitian sebelumnya dan adanya kesamaan proksi dalam mengukur kinerja lingkungan perusahaan membuat peneliti akan melakukan penelitian mengenai kinerja lingkungan menggunakan proksi kinerja lingkungan yang berbeda dari penelitian-penelitian sebelumnya. Kos lingkungan (environmental cost) akan menjadi alat ukur kinerja lingkungan dalam penelitian. Selain itu Cumulative

  Abnormal Return (CAR) akan digunakan dalam menentukan reaksi pasar. Atas

  dasar permasalahan itulah pertanyaan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

  

Apakah kinerja lingkungan yang diproksikan dengan kos lingkungan perusahaan

1. (environmental cost) akan berpengaruh terhadap reaksi pasar ?

C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji apakah pasar akan bereaksi terhadap kinerja lingkungan perusahaan yang diukur menggunakan kos lingkungan (environmental cost) serta memberikan bukti empiris mengenai bagaimana reaksi pasar terhadap kinerja lingkungan.

D. Manfaat Penelitian

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak di bawah ini:

  1. Akademisi Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman bagi akademisi bagaimana pasar bereaksi terhadap informasi kinerja lingkungan perusahaan.

  2. Bagi Praktisi Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan acuan mengenai reaksi pasar terhadap informasi kinerja lingkungan. Dari sisi perusahaan, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran pemahaman bagi para manajer akan pentingnya kinerja lingkungan bagi perusahaan mereka.

  Selain itu bagi para investor dan calon investor penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal.

E. Orisinalitas penelitian

  Penelitian tentang pengaruh kinerja lingkungan telah banyak dilakukan antara lain seperti: Konar (2000), Cortez (2010), Anderson-Weir (2010), Donato (2007), Almilia dan Wijayanto (2007), Rahmawati (2012), Sudaryanto et al. (2011), Jacobs et al. (2010), Armin (2011), Sarumpaet S. (2005); Bemby S. (2013) dll.. Penelitian ini akan menguji apakah kinerja lingkungan perusahaan akan direaksi oleh pasar, namun demikian penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam beberapa hal:

  1. Penelitian ini tidak menggunakan instrumen Program Penilaian Peringkatan Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) dalam menilai kinerja lingkungan, namun penelitian ini menggunakan environmental cost sebagai alat ukur dalam menilai kinerja lingkungan yang bersumber dari laporan keberlanjutan yang dikeluarkan oleh perusahaan setiap tahunnya.

  

2. Penelitian ini berbeda dengan penelitian Cortez (2010) yang menguji

  pengaruh kinerja lingkungan dengan market value of firm. Market value of

  firm diukur menggunakan high stock market price in a year dan book value per share, sedangkan dalam penelitian ini menggunakan reaksi pasar

  yang diproksikan dengan Cumulative Abnormal Return.

  

3. Penelitian ini berbeda dengan penelitian-penelitian di atas dikarenakan

  dalam penelitian ini menyertakan ukuran (size) perusahaan sebagai variabel kontrol.

F. Sistematika Penulisan

  Sistematika yang digunakan penulis dalam menyusun skripsi ini adalah sebagai berikut:

  BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan, dan manfaat penelitian. BAB II : TINJAUAN PUSTAKA DAN PERUMUSAN HIPOTESIS Bab ini berisi teori yang digunakan dalam penelitian ini, penelitian sebelumnya, dan perumusan hipotesis. BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisi tentang metode penelitian, yang meliputi: populasi dan sampel, variabel, definisi operasional, dan mekanisme pengujian hipotesis.

  BAB IV : HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini mencantumkan hasil analisis dan pembahasan hasil penelitian. BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan yang disarikan dari permasalahan, keterbatasan penelitian dan saran untuk penelitian berikutnya.