Suku Uud Danum Animisme dan Kristianitas

Suku Uud Danum
Uud Danum, atau sering juga disebut Ot Danum, adalah sebutan untuk kelompok suku
Dayak yang berdiam di antara dua sisi pegunungan Schwaner di Kalimantan Barat dan
Kalimantan Tengah. Suku ini menyebar di beberapa daerah sekitar dua provinsi tersebut. Suku
Uud Danum yang akan dibahas dalam tulisan ini bermukim di Kec. Serawai dan Kec. Ambalau,
Kalimantan Barat. Suku Uud Danum merupakan suku mayoritas di dua tempat ini. Memang ada
beberapa suku lain, tetapi jumlah mereka tidak banyak dan hidupnya membaur dengan
masyarakat Uud Danum.
Uud Danum adalah kelompok suku dayak yang berdiam di daerah hulu sungai (Uud
berarti hulu, Danum berarti air). Ada dua sungai yang mengalir di sana, yaitu sungai Melawi
(dari Kec. Ambalau) dan sungai Serawai (menuju Kec. Serawai). Suku Uud Danum yang
melewati jalur sungai Melawi disebut Dohoi dan yang melewati sungai Serawai disebut Cihie.
Bahasa yang digunakan oleh masyarakat uud Danum adalah bahasa Uud Danum.
Jumlah total masyarakat Uud Danum secara pasti belum bisa diberikan dalam tulisan ini
karena belum ada pendataan resmi terhadap jumlah mereka. Sebagai perbandingan, jumlah
masyarakat Serawai adalah 21.922 jiwa (BPS Kabupaten Sintang tahun 2010) dengan mayoritas
umat beragama Katolik. Berarti masyarakat Uud Danum Serawai sekitar 60% dari jumlah
tersebut.
Sistem Kepercayaan Masyarakat Uud Danum
Secara geografis, tempat tinggal masyarakat Uud Danum dikelilingi hutan-hutan dan
sungai. Pada jaman dahulu, ketika modernisme belum masuk ke wilayah ini, seluruh anggota

masyarakat Uud Danum hidup dari hasil hutan dan sungai. Mereka berburu, mencari sayursayuran, ataupun mencari ikan di hutan dan sungai. Alam menyediakan segalanya bagi mereka.
Karena seluruh hidup mereka bergantung pada alam, maka sistem kepercayaan
masyarakat Uud Danum pun tentunya erat berhubungan dengan alam. Orang Uud Danum tidak
mengenal sebutan “Tuhan” ataupun “Allah”. Agama mereka, kalaupun bisa disebut demikian,
adalah animisme.1 Orang Uud Danum tidak menyebut kepercayaan ini sebagai sebuah agama.
Mereka hanya menyadari bahwa apa yang mereka percayai ini telah dilaksanakan secara turuntemurun sehingga mereka tetap menghidupinya sampai sekarang.
1 Animisme adalah suatu aliran kepercayaan yang mengakui keberadaan roh-roh halus yang mengatur kehidupan
manusia dan alam. Roh-roh ini dipercaya tinggal di benda-benda yang disakralkan oleh manusia.

Walaupun orang Uud Danum tidak mengenal sebutan “Allah” ataupun “Tuhan”, namun
mereka mengakui adanya “Roh Tertinggi” yang mengatur seluruh kehidupan mereka. Apapun
yang dilakukan manusia, menurut kepercayaan orang Uud Danum, akan selalu diperhatikan oleh
Roh Tertinggi ini. Pemahaman ini mempengaruhi aturan moral dan hukum adat masyarakat Uud
Danum. Sebagai contoh, di dalam masyarakat Uud Danum ada istilah Kempunan (atau biasa juga
disebut Pehunan). Kempunan adalah istilah yang digunakan untuk menyebut peristiwa-peristiwa
sial atau celaka yang diakibatkan kelalaian seseorang untuk mencicip sedikit, atau minimal
menyentuh dengan tangan, makanan yang telah dihidangkan baginya. Peristiwa kempunan ini,
oleh orang Uud Danum, dipercaya sebagai perbuatan dari roh yang ada disekitar mereka.
Rambang Ngawan, OP menulis dalam sebuah artikel 2 tentang bagaimana paham kempunan ini
secara rasional ternyata tidak hanya terhenti pada masalah perbuatan roh halus bagi manusia.

Ada beragam nilai yang terkandung di balik paham ini, misalnya: pemahaman akan betapa
pentingnya makanan sebagai hal yang essensial bagi manusia dan juga bagaimana setiap orang
harus selalu berhati-hati dimanapun mereka berada. Satu nilai lagi yang paling penting adalah
bagaimana, lewat peristiwa mencicip makanan ini, setiap anggota masyarakat Uud Danum dapat
menghargai dan menghormati kebaikan sesamanya.
Selain nilai-nilai moral, hukum adat yang berlaku di dalam masyarakat Uud Danum juga
dipengaruhi oleh keberadaan Roh Tertinggi. Sebagai contoh, seseorang yang ketahuan berbuat
zinah akan terkena ulun3, dan lebih parah lagi, bisa diusir dari kampung. Hukum adat masyarakat
Uud Danum terkenal di Sintang dan sekitarnya sebagai hukum adat yang sangat berat dan keras.
Selain itu, biaya untuk pelaksanaan hukum adat juga mahal. Keadaan ini bukannya tanpa alasan.
Hukum adat dan tradisi yang ada di dalam masyarakat Uud Danum ini tercipta sedemikian rupa
karena kepercayaan mereka akan keseimbangan kosmis. Jika ada satu hal yang salah, maka
keseimbangan tersebut akan terganggu. Akibatnya, Roh Tertinggi bisa murka dan menghukum
mereka. Hukuman itu bisa berupa kematian yang tak wajar, gagal panen, ataupun tanda-tanda
alam lainnya. Jadi, ulun ataupun pengusiran dari kampung itu bukanlah semata hukuman yang
membuat jera, tetapi ada hal lain yang “lebih’ dari sekadar itu semata.
2 “The Phenomenon of ‘Kempunan’: Lessons in Life from Food and Drinks” adalah artikel yang ditulis oleh
Rambang Ngawan, OP dalam kerjasama dengan Penulis dan Sutimbang Ngawan, S.Pd. Tulisan ini pertama-tama
adalah artikel lepas yang kemudian dimuat dalam blog pribadi: http://dontimbang.blogspot.com/2013/07/thephenomenon-of-kempunan-lessons-in.html, diakses pada tanggal 10 November 2013.
3 Ulun adalah beban adat yang ditanggungkan kepada seseorang akibat perbuatannya yang salah. Beban adat ini bisa

berupa uang, hewan, ataupun benda-benda adat (gong, mandau, dll).

1

Orang Uud Danum juga percaya bahwa Roh Tertinggi inilah yang memberikan alam
kepada mereka sebagai tempat untuk hidup. Karena alam adalah pemberian, maka orang Uud
Danum memiliki kewajiban moral untuk menjaganya dengan baik dan penuh rasa hormat. Orang
Uud Danum yakin bahwa mereka hanya menumpang tinggal di dunia ini.
Di samping kepercayaan akan Roh Tertinggi, orang Uud Danum meyakini bahwa masih
ada roh-roh lain yang juga membantu Roh Tertinggi untuk menjaga kelangsungan hidup mereka.
Mereka percaya akan keberadaan roh-roh halus di sekitar mereka. Roh-roh ini hidup di pohonpohon dan sungai-sungai. Roh-roh inilah yang menjadi “penunggu” pohon-pohon tersebut. Itulah
sebabnya alam menjadi sesuatu yang sangat sakral bagi orang Uud Danum.
Karena sedemikian sakral dan pentingnya alam bagi orang Uud Danum, maka tak ada
tempat sebenarnya bagi penodaan “kesucian hutan”. Alam dan orang Uud Danum merupakan
dua hal yang sangat menyatu dan saling bergantung. Mengapa? Karena lewat alam, orang Uud
Danum bisa berkomunikasi dengan Roh Tertinggi yang menjadikan segalanya ada bagi mereka.
Lewat alam juga orang Uud Danum bisa hidup. Betapa menyedihkan sekali ketika ada orang
Uud Danum yang ternyata ikut merusak alam mereka sendiri. Itu artinya mereka mengingkari
diri mereka sendiri. Mereka mengkhianati Roh Tertinggi. Karena itu, sudah seharusnya orang
Uud Danum melawan setiap tindakan yang menodai alam dan keseimbangan kosmis yang telah

dirancang oleh Roh Tertinggi. Uraian berikut ini akan memberi penjelasan tentang roh-roh yang
dipercayai keberadaannya oleh orang Uud Danum.
Jenis-Jenis Roh, Karakter, dan Tingkatannya
Roh Tertinggi dalam masyarakat Uud Danum disebut dengan nama Tahala’. Dialah
yang mengatur keseimbangan kosmis dalam kehidupan masyarakat Uud Danum. Beberapa orang
sempat menganggap bahwa Tahala’ ini sama dengan Tuhan dalam kepercayaan Kristani, tetapi
anggapan itu kemudian ditolak. Dua Realitas Tertinggi ini sekilas memang tampak sama karena
kemahakuasaan dan daya kreatifnya untuk menciptakan dunia. Apa yang membedakan mereka?
Dalam dunia Kristiani, Tuhan adalah Realitas Tertinggi yang dari pada-Nyalah segala yang ada
menjadi ada dan kepada-Nyalah segala yang ada akan terarah. Tuhan adalah Realitas Tertinggi
yang menganugerahkan kebaikan kepada manusia. Apakah Tuhan juga menghakimi? Dalam
Kitab Suci, dijelaskan bahwa penghakiman Allah atas manusia telah dimulai dan hukumannya

2

akan diberikan di penghakiman terakhir, ketika manusia meninggal (Mat 25: 14-46). Bagaimana
dengan Tahala’?
Tahala’ adalah Realitas Tertinggi dalam alam kepercayaan orang Uud Danum. Dalam
beberapa hal, Tahala’ merupakan realitas yang berbeda dengan Tuhan. Di dalam satu pribadi,
Tahala’ memiliki dua kuasa yaitu kuasa baik dan kuasa jahat. Keduanya tidak bisa dipisahkan

dari Tahala’. Karena dua kuasa ini, Tahala’ juga bisa menghakimi. Tetapi, penghakiman Tahala’
atas kejahatan manusia tidak dilakukan setelah manusia meninggal. Penghakiman itu dilakukan
ketika manusia masih hidup. Dengan demikian, Tahala’ yang baik dan jahat benar-benar terlihat
dalam keseharian hidup orang Uud Danum. Ketika Tahala’ baik, maka panen berlimpah. Ketika
Tahala’ marah, maka manusia mengalami celaka.
Lalu bagaimana orang Uud Danum melihat kematian? Bagi mereka, kematian adalah
semacam gerbang untuk masuk ke Betang Abadi.4 Orang Uud Danum percaya bahwa di Betang
inilah mereka akan tinggal lagi bersama Tahala’ dan kaum kerabat mereka yang telah meninggal.
Orang Uud Danum juga tidak memiliki konsep tentang surga atau neraka. Bagi mereka,
setiap anggota suku yang meninggal pasti bisa masuk ke Betang Abadi asalkan diadakan pesta
Dalo’ bagi orang yang meninggal. Pesta Dalo’ merupakan pesta adat tertinggi di dalam suku
Uud Danum. Pesta Dalo’ dipenuhi dengan banyak ritual sakral. Pelaksanaanya bisa dilakukan
beberapa hari setelah pemakaman ataupun beberapa tahun kemudian. Rata-rata orang Uud
Danum melaksanakan pesta Dalo’ beberapa tahun setelah kematian. Mengapa? Karena pesta
Dalo’ merupakan pesta yang memerlukan dana yang sangat besar. Selain itu, perencanaan acara
adatnya harus benar-benar matang sehingga tidak ada kesalahan selama acara berlangsung.
Orang meninggal yang sudah di-Dalo’-kan dipercaya sudah memiliki takun5 dan jihpon6 di
Betang Abadi. Lalu bagaimana dengan orang meninggal yang belum mengalami Dalo’? Orang
Uud Danum percaya bahwa mereka ini akan menjadi Otu’.7
Selain Tahala’, ada beberapa roh lain yang tingkatannya ada di bawah Tahala’. Roh-roh

ini sama-sama memiliki kekuatan baik dan jahat di dalam diri mereka sendiri. Dua roh yang
memiliki kekuatan besar menurut orang Uud Danum adalah Gana dan Lebata.

4 Betang adalah rumah adat orang Dayak yang berbentuk rumah panjang. Satu rumah bisa terdiri dari ratusan bilik.
Setiap biliknya dihuni oleh satu keluarga.
5 Bilik, kamar.
6 Pembantu, kuli, budak.
7 Roh halus (semacam hantu) yang masih hidup bersamadengan manusia di dunia.

3

Gana adalah roh yang, menurut orang Uud Danum, tinggal di pohon-pohon besar
seperti beringin ataupun lanjau8. Tidak semua pohon ada penunggunya, hanya pohon-pohon
tertentu saja. Sejauh ini belum pernah ada orang yang mendiskripsikan sosok Gana seperti apa.
Masyarakat hanya meyakini Gana sebagai penunggu pohon-pohon keramat tersebut. Orangorang yang bertindak sembarangan di dekat pohon-pohon ataupun berkata-kata kotor tentang
pohon tersebut akan mendapat Badi.9
Lebata sebenarnya hampir sama dengan Gana. Perbedaannya, Lebata merupakan roh
yang tinggal di air seperti sungai ataupun teluk. Lebata berbentuk ular gaib yang berukuran besar
dan memiliki satu tanduk emas. Lebata kadangkala menampakkan dirinya untuk manusia. Orang
yang bisa melihat Lebata, apalagi sampai mampu mematahkan tanduknya, akan mendapat tuah.10

Ketika sisi jahatnya muncul, Lebata bisa membunuh manusia dengan cara memakan semangat11
manusia tersebut.
Pada tahun 2011 lalu, ada seorang anak muda di Serawai yang tiba-tiba mengalami
kejang setelah ia mandi di sungai. Tubuhnya membiru. Tak lama kemudia ia meninggal.
Masyarakat percaya bahwa semangatnya telah dimakan Lebata karena ada kesalahan yang
dilakukan oleh anak tersebut ataupun keluarganya. Untuk menghentikan kemarahan Lebata
tersebut, keluarganya dan beberapa tokoh masyarakat kemudian melaksanakan suatu upacara
khusus untuk memberi pacuh12 kepadanya.
Pembahasan di bawah ini akan menitikberatkan beberapa upacara adat yang memiliki
hubungan langsung dengan keberadaan roh-roh ini. Hanya dua upacara adat yang dipilih sebagai
contoh, walau sebenarnya masih ada banyak upacara lain.

Bohajat dan Mohpaisch: Upacara Adat bagi Tahala’, Lebata, dan Gana
Ada begitu banyak upacara adat yang dilaksanakan oleh orang Uud Danum.
Pelaksanaan upacara ini biasanya diurutkan sesuai dengan kronologi kehidupan manusia, mulai
8 Pohon yang memiliki ukuran (diameter) cukup besar.
9 Badi merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut kesialan yang dialami manusia akibat tindakannya
melecehkan keberadaan Gana atau Lebata. Penyebutan Badi selalu dalam hubungannya dengan kedua roh tersebut.
Badi bisa berupa penyakit ataupun kematian.
10 Tuah sama dengan keberuntungan.

11 Roh atau jiwa manusia.
12 Makanan (khusus untuk roh halus).

4

dari lahir hingga meninggal. Setiap upacara ini tentunya memiliki nilai, tujuan, dan makna
masing-masing sesuai dengan konteks pelaksana upacaranya. Di antara sekian banyak upacara
tersebut, Bohajat dan Mohpaisch merupakan upacara adat yang pelaksanaanya seringkali tidak
harus sejalan dengan kronologi kehidupan manusia.
Bohajat merupakan upacara adat yang isinya mirip dengan bernazar. Ketika Bohajat,
seseorang berdoa pada Gana ataupun Lebata memohon kesembuhan, rejeki berlimpah,
pendidikan selesai dengan baik, hasil ladang meningkat, dan lain-lain. Upacara menyampaikan
Hajat disebut Nohka’ Hajat (melempar atau menyampaikan Hajat). Jika doanya ini dikabulkan,
orang yang Bohajat harus membalas Hajatnya. Balas Hajat ini menjadi sangat penting karena
jika si pelaksana Hajat tidak melakukannya, maka semangatnya akan diambil dan dia akan
meninggal. Jadi, ada dua ritual yang dilakukan seseorang ketika Bohajat, yaitu ritual ketika
memanjatkan Hajat dan ritual ketika Hajat sudah dikabulkan.
Upacara Nohka’ Hajat bisa dilakukan di rumah pelaksana Bohajat. Sebaliknya, upacara
balas Hajat harus dilakukan di tempat dimana Lebata atau Gana tinggal (sungai, teluk, pohon,
dll). Pemimpin upacara Bohajat tidak harus kepala suku, tetapi juga orang-orang yang dituakan

atau yang mengerti dengan baik tata upacara Bohajat.
Dalam upacara Nohka’ Hajat, pemimpin upacara memanggil roh halus yang menjadi
tujuan Bohajat (Gana atau Lebata). Roh ini bisa dipanggil dengan menyiapkan sesaji. Isi dari
sesaji tersebut adalah ayam utuh yang sudah dimasak, beras kuning, sirih, rokok, tuak, serta
makanan dan minuman lainnya yang dimakan di rumah pelaksana Bohajat. Sebagai catatan,
ayam yang digunakan haruslah utuh dari ujung kepala sampai ekor. Menurut orang Uud Danum,
roh halus tidak mau menerima sesajian yang tidak utuh. Sesajian ini kemudian diletakkan di
suatu tempat khusus yang telah disiapkan oleh tuan rumah, entah di depan ataupun di belakang
rumah. Sebelum diletakkan di sana, pemimpin upacara akan mengambil sedikit sesaji itu dengan
tangan kirinya lalu kemudian dilemparkan ke sembarang tempat. Mereka percaya bahwa roh
halus tidak mau menerima makanan menggunakan tangan kanan. Harus dengan tangan kiri.
Setelah permohonan dikabulkan, pelaku Hajat akan melaksanakan balas Hajat. Satu
hari sebelum upacara balas Hajat (H-1), pemimpin upacara dan pelaksana Hajat harus pergi ke
tempat tinggal roh yang menjadi tujuan Bohajat untuk memberikan sesaji. Isi sesaji yang
diberikan pada umumnya sama. Tapi ada satu hal yang berbeda. Jika pada upacara Nohka’ Hajat

5

kurban yang diberikan adalah ayam, maka pada upacara balas Hajat kurban yang diberikan
adalah babi. Jika sebelumnya babi, maka kurban berikutnya adalah sapi.

Pada hari H upacara balas Hajat, seluruh anggota keluarga dan peserta Bohajat akan
melaksanakan makan-minum adat. Dalam acara ini, roh halus (Lebata atau Gana) akan makan
terlebih dahulu dengan cara menyiapkan sedikit makanan yang akan dimakan (sebagai syarat)
oleh seluruh orang yang ikut dan kemudian diletakkan di pohon atau pinggir sungai dimana
upacara Bohajat berlangsung. Walaupun sedikit, makanan yang diberikan kepada roh tersebut
harus mewakili seluruh makanan dan minuman yang akan disantap oleh keluarga yang ikut.
Setelah pemberian makanan untuk roh halus selesai, seluruh peserta upacara bebas makan dan
minum sepuasnya. Tuak13 pun bisa dibagikan. Syarat terakhir dalam upacara ini adalah seluruh
makanan yang ada harus dihabiskan tanpa ada yang tersisa.
Upacara selanjutnya adalah Mohpaisch. Mohpaisch merupakan upacara adat yang
dilakukan untuk memohonkan perlindungan dan penyertaan Urai Ondak14 untuk kehidupan
seseorang ataupun beberapa orang. Permohonan ini disampaikan kepada Tahala’. Pemimpin dari
upacara ini biasanya adalah orang-orang yang dituakan. Praktik dari upacara Mohpaisch
sebenarnya cukup sederhana. Orang yang didoakan pertama-tama harus duduk menghadap ke
arah matahari terbenam. Setelah itu, pemimpin upacara adat akan mengibaskan seekor ayam
hidup sebanyak tujuh kali di atas orang tersebut. Setelah menghadap matahari terbenam, orang
yang didoakan harus menghadap ke arah matahari terbit lalu ayam dikibaskan lagi sebanyak
tujuh kali. Setiap kali mengibaskan ayam, pemimpin upacara akan memanjatkan doa-doa kepada
Tahala’. Ketika menghadap ke arah matahari terbenam, doa yang disampaikan bertujuan untuk
membuang sial. Sebaliknya, menghadap ke arah matahari terbit berarti memohonkan

keselamatan.
Ayam yang digunakan dalam upacara ini kemudian dipotong dan dimasak untuk
dimakan bersama. Selain ayam, benda-benda yang digunakan dalam upacara ini adalah sambon
(manik-manik), tongang, beras, mandau15, dan darah ayam. Manik-manik digunakan untuk
menggantikan darah. Darah memiliki arti yang sangat penting bagi orang Uud Danum. Manusia
hidup karena ada darah. Jadi dengan mengenakan manik-manik tersebut, orang diharapkan bisa
hidup dengan baik. Manik-manik tersebut dikenakan sebagai gelang. Karena manik-manik
13 Minuman beralkohol (biasa terbuat dari beras ketan yang diberi ragi) yang sering digunakan dalam upacaraupacara adat orang Uud Danum.
14 Semacam malaikat pelindung dalam tradisi Kekristenan.
15 Senjata adat orang Dayak dalam bentuk parang/golok.

6

tersebut bukan merupakan gelang utuh, maka diperlukan tali untuk mengikatnya. Tali tersebut
disebut tongang. Tongang merupakan tali yaang sangat kuat, terbuat dari kulit salah satu pohon
di Kalimantan. Tongang digunakan sebagai lambang untuk memperkuat semangat. Beras
digunakan untuk memanggil semangat orang tersebut agar tetap menyatu dengan tubuhnya.
Mandau digunakan dengan cara digigit sebanyak tiga kali. Dengan melakukan hal tersebut, orang
yang didoakan akan semakin keras dan teguh semangatnya seperti kerasnya mandau. Terakhir,
darah ayam dimaksudkan sebagai kurban silih untuk menggantikan kesalahan-kesalahan yang
dilakukan oleh orang yang didoakan.
Demikianlah dua contoh upacara adat yang erat kaitannya dengan keberadaan baik
Tahala’ maupun Lebata ataupun Gana. Upacara-upacara ini sebenarnya masih bisa diperinci lagi
penjelasannya. Namun, sebagai sebuah gambaran umum, penjelasan di atas sudah mencukupi.
Katolisitas dan Tradisi Uud Danum
Gereja Keuskupan Sintang berdiri pada tanggal 3 Januari 1961. Penanaman dasar
Gereja Katolik di Sintang salah satunya digagas oleh para misionaris Serikat Maria Monfortan
(SMM). Sebagai sebuah Gereja, usia 52 tahun tentunya bukanlah usia yang cukup tua. Paroki
Serawai sendiri merupakan salah satu paroki awal yang dirintis oleh para misionaris Monfortan
di Keuskupan Sintang.
Menurut beberapa orang Serawai, Gereja Katolik sejak awalnya tidak pernah
mengalami konflik dengan masyarakat Uud Danum berkaitan dengan adat dan tradisi suku
tersebut. Rupanya para misionaris awal benar-benar menyadari rawannya konflik yang bisa
diakibatkan oleh pelanggaran adat dan tradisi. Selain itu, para misionaris tersebut juga
menanamkan nilai pentingnya mencintai budaya leluhur kepada orang Uud Danum yang
memeluk agama Katolik.
Para misionaris ini juga mengadakan pendekatan budaya dalam menjalankan
pelayanannya. Sebagai contoh, pastoran pertama di Serawai dibangun dengan menggunakan
desain rumah Betang. Seluruh tiang dasar dan lantainya dibangun dengan menggunakan kayu
ulin (kayu besi). Kayu ulin merupakan kayu terbaik di Kalimantan. Pastoran ini masih berdiri
kokoh sampai sekarang.
Setelah masuknya agama Katolik, memang ada beberapa pergeseran nilai dalam
kepercayaan orang Uud Danum. Roh Tertinggi, yang dulu dikenal sebagai Tahala’, kemudian
7

dimengerti sebagai Tuhan Yesus. Dengan demikian, secara perlahan orang Uud Danum mulai
mengubah konsep Tahala’ menjadi konsep Allah Tritunggal untuk mengerti Roh Tertinggi
tersebut. Umat pun mulai ada yang mau mengawali seluruh rangkaian upacara adatnya (mis.
Dalo’) dengan misa. Doa-doa yang diucapkan dalam upacara Mohpaisch pun sudah ada yang
ditujukan kepada Tuhan Yesus.
Apa yang dilakukan oleh Gereja Katolik sampai saat ini, berkaitan dengan adat dan
tradisi orang Uud Danum, sebenarnya sudah cukup baik. Gereja tidak secara arogan menghapus
ataupun meniadakan seluruh upacara-upacara adat yang berlaku secara turun-temurun di dalam
kehidupan masyarakat Uud Danum. Walaupun mayoritas Katolik, masih banyak orang Uud
Danum yang melaksanakan upacara Bohajat ataupun Mohpaisch. Beberapa hal dari upacara ini
tentunya bertentangan dengan ajaran Gereja. Penyembahan terhadap

pohon, misalnya,

merupakan praktik penyembahan terhadap berhala bagi orang Kristen.
Untuk mengubah pemahaman dasar orang Uud Danum agar semakin Kristiani, perlu
dilakukan pendekatan yang karitatif dan sopan. Gereja sendiri pertama-tama harus menyadari
bahwa banyak upacara adat orang Uud Danum merupakan wujud penghormatan mereka
terhadap alam dan kehidupan. Penghormatan terhadap kedua hal ini tentu saja merupakan misi
Gereja. Selain itu, orang Uud Danum lebih membutuhkan pelayanan kasih para pastor, dalam
wujud pelayanan misa, pendidikan, ekonomi, dan kesehatan, daripada pengajaran dogma-dogma
ataupun hukum Gereja. para misionaris awali telah menujukkan bagaimana cara tersebut terbukti
efektif dalam mendekatkan iman Katolik kepada kehidupan orang uud Danum.
Ketika umat telah mengalami sentuhan kasih Kristiani, mereka akan semakin percaya
dan bertumbuh dalam iman Kristen. dengan demikian, secara perlahan mereka juga
meninggalkan praktik-praktik yang salah/sesat dalam upacara adat mereka. Di lain sisi, mereka
juga tetap bisa mewariskan upacara adat tersebut dengan cara Katolik.

8