Investasi Manajemen Resiko Pertemuan 13

BEHAVIORAL CORPORATE
FINANCE: A SURVEY

Baker-Wurgler

Seminar Behavioral Finance

1

Introduction


Corporate finance bertujuan menjelaskan kontrak financial
dan perilaku investasi yang berkembang dari adanya interaksi
antara manager dan investor.



Diperlukan pemahaman tentang preferensi dan keyakinan
dari manager dan investor.




Artikel ini mengulas tentang behavioral corporate finance 
mengganti asumsi rational dengan asumsi behavioral yang
lebih realistik perilaku irrational investor dan irrational
manager.



Pembahasan terbagi menjadi theoretical framework, empirical
challenges dan empirical evidence.
Seminar Behavioral Finance

2

IRRATIONAL INVESTOR APPROACH


Dua building block untuk irrational investor yang
coexist dengan rational manager:


1. Irrational investor bisa mempengaruhi harga
sekuritas limited on arbitrage
Survey telah banyak dilakukan di pasar yang tidak
effisien mispricing bisa dan telah terjadi.
2. Manager cukup smart untuk mampu membedakan
antara harga pasar dengan nilai fundamental,
dengan beberapa justifikasi:
Seminar Behavioral Finance

3

1.

Corporate manager memiliki informasi superior
dan bisa menciptakan informasi yang
mengguntungkan

2.


Kendala yang dihadapi corporate manager lebih
sedikit dibanding smart money manager

3. Dengan mengikuti intuisi berdasarkan rule of
thumb, manager dapat mengidentifikasi
mispricing
Seminar Behavioral Finance

4

a. Theoritical Framework


Dalam irrational investor approach, manager
menyeimbangkan 3 tujuan:

1.

Fundamental value memilih dan mendanai proyek untuk
meningkatkan present value future cash flow  f(K;)-K


2.

Catering memaximalkan harga saham saat
inimelakukan tindakan yang dapat meningkatkan harga
saham melebihi fundamental value-nya δ(-)

3.

Market timing Mengeksploitasi mispricing untuk
mendapatkan keuntungan  mensuplai sekuritas yang
overvalued dan membeli kembali sekuritas yang
undervalued e δ(-)
Seminar Behavioral Finance

5



Sehingga investasi dan pendanaan yang dipilih adalah untuk:

max λ ((f(K;)-K + eδ(-)) + (1- λ)δ(-)  dimana λ= manager’s horizon
K,e



Optimalisasi kebijakan investasi
fk (K;)=1-(e+(1- λ)/ λ)δ(-)
marginal value yang diperoleh dari invetasi, dibobot dengan cost of capital.
Pengaruh bersih dari incremental investment pada mispricingcatering
dan market timing gain



Optimalisasi kebijakan pendanaan
-fe (K;)= δ(-) + (e+(1- λ)/ λ)δ(-)
marginal value lost dari pergeseran struktur modal kearah ekuitas dibobot
dengan market timing gain dampak tambahan ekuitas yang di-issue
pada mispricing catering dan market timing gain
Seminar Behavioral Finance


6



1.
a.

b.

Special cases
Kebijakan investasi konsekuensi mispricing pada investasi:
fe ≠ 0 Saat struktur modal optimal(kapasitas hutang berada pada
batas atas)  keuntungan dari market timing menyeimbangkan
penurunan nilai fundamental akibat hutang
δk ≠ 0 Struktur modal tidak optimal mispricing merupakan fungsi
investasi.

2.

Kebijakan pendanaan assumsi δe, negatifsaat manager memiliki

horison yang panjangakan menjual ekuitas hingga marginal revenue
sama dengan marginal cost  saat horisonnya pendek manager akan
menjual lebih sedikit ekuitas apabila biayanya lebih kecil dari leverage.

3.

Kebijakan lain kebijakan dividen mempengaruhi fundamental value
melalui pajak dan mispricing.
Seminar Behavioral Finance

7

B. Empirical Challenges


Ukuran mispricing



Ex ante misvaluation

Market to book ratio Semakin tinggi market to book
ratio perusahaan overvaluedFama and French (1992)
menemukan bahwa market to book ratio berhubungan
terbalik dengan future stock return





Akan tetapi nilai buku bukan estimator yang tepat untuk
fundamental value summary dari kinerja akuntansi
masa lalu

Seminar Behavioral Finance

8











Ex post misvaluation
Idenya dari seringnya harga saham mengalami penurunan setelah
corporate even, diduga terjadi inflated (penggelembungan) pada
saat even ada abnormal return yang predictable
Corporate even secara sistematik bersamaan dengan peningkatan
risk,sehingga ada return yang disyaratkan (Fama 1998)
Interaksi cross-sectional
prediksi fe positif mispricing untuk perusahaan dengan financial
constraint (Baker et al, 2003)
pendekatan ini membutuhkan proxy dengan pendekatan ex ante
atau ex post.

Seminar Behavioral Finance


9

C. Kebijakan Investasi

•
a.

b.

Real Investment
Mispricing mempengaruhi real investment dengan 2 cara:
Investasi sebagai subject mispricing  investor overestimate
terhadap nilai investasi
Keynes (1936)sentimen investor dominan menentukan investasi.
Malkiel (1990), Ofek and Richardson (2002)booming internet
Huberman (2004) investment sensitif terhadap proxy mispricing.
Kendala pendanaan  perusahaan tidak bisa mengambil
kesempatan investasi yang valuable  undervalued.
Stein (1996)investasi lebih sensitif terhadap mispricing di
perusahaan yang equity-dependent.

Manager dengan long-horizon di perusahaan yang undervalued
akan sedikit mengambil kesempatan investasi (underinvest)
Seminar Behavioral Finance

10



Merger dan akuisi
 Shleifer and Vishny (2003)model market timing pada
akuisisi dengan asumsi acquirer overvalueduntuk
melindungi temporary overvaluation
 Teoh et.al (2003), Ang dan Cheng (2003)
- Terdapat korelasi positif antara mispricing dengan volume
merger  acquirer lebih overpriced.
 Bouman et.al (2003),pada periode valuation
tinggiinvestor welcome terhadap pengumuman akuisisi
 Overvaluation mendorong aktivitas merger
Seminar Behavioral Finance

11

•

Diversifikasi dan fokus
apakah evidence yang ada konsisten dengan pandangan
tahun 1960-an bahwa konglomerasi dilakukan sebagai usaha
untuk memenuhi selera investor



Ravenscraft dan Scherer (1987) konglomerasi mencapai
puncak di tahun 1968 dan mulai runtuh pada pertengahan
1968



Matsusaka (1993)diversifikasi dalam akuisi awalnya
disambut baik dengan pengaruh positif saat diumumkan,
akhir 1970an terjadi pergeseran selera investor terhadap
pengumuman diversifikasi dan tahun 80-an berpengaruh
negatif
Seminar Behavioral Finance

12

D. Financial Policy










Equity issue
Overvaluation merupakan motif untuk meng-issue ekuitas.
Graham dan Harvey (2001)Harga saham merupakan faktor
penting yang dipertimbangkan dalam keputusan untuk mengissue equity.
Equity issuence berhubungan positif terhadap ex ante indikator
overvaluation  Pagano et.al (1998), Stigler (1964)
Repurchases
Undervaluation merupakan motif untuk melakukan
repurchases Brav et.al (2004), Ikenberry et.al (2000)
Manager cenderung meng-issue ekuitas sebelum return turun
dan melakukan repurchases sebelum return naik.
Seminar Behavioral Finance

13




Debt issues
Interest rate merupakan faktor penting dalam
pengambilan keputusan tentang debt  Graham dan
Harvey (2001), Marsh (1982)



Perusahaan yang meng-issue debt diikuti stock return
rendah Affect-Graves (1999), Sloan (2003)



Ekuitas yang overvaluation menciptakan kapasitas
hutang cost of debt menjadi lebih rendah manager
menjadi optimistik karena modal bisa diperoleh dengan
murah overinvestment (Baker et.al(2003)
Seminar Behavioral Finance

14

• Cross-border issue


Froot dan Debora (1999) Mispricing antar pasar
sekuritas international mungkin terjadi international
market timing



Graham dan Harvey (2001),Henderson et.al (2004)
CFO di US yang ingin meningkatkan hutang sangat
mempertimbangkan foreign interest rate yang rendah.



Henderson et.al (2004), saat foreign issue di US atau
UK tinggireturn di pasar tersebut lebih rendah
dibanding return di pasar domestik
Seminar Behavioral Finance

15




Capital structure
Merupakan hasil komulatif dari suatu serial yang panjang
tentang keputusan pendanaan.



Market timing berdampak penting pada struktur modal
Baker dan Wurgler(2002) saat rata-rata tertimbang
market to book ratio tinggi eksternal financing
meningkat meng- issue ekuitas market to book ratio
berbanding terbalik dengan debt to asset ratio



Hovakimian (2004)ekuitas yang di-issue tidak terlalu
berpengaruh terhadap struktur modal peningkatan ratarata tertimbang market to book informasi growth
meningkatkan target leverage
Seminar Behavioral Finance

16

E. Other Corporate Decision









Dividen
Long (1978), investor memandang cash dividend penting
meningkatkan motive catering.
Baker dan Wurgler (2004a) perusahaan membayar dividen pada
saat sahamnya overvalued
Catering insentive dari dividen bervariasi antar waktu (Fama dan
French (2002))investor memandang dividen berdasarkan selfcontrol problem, prospect theory, mental accounting dan regret
aversion (Shefrin dan Statman (1984))
Nama perusahaan
Merupakan contoh dari catering berhubungan dengan overpriced
 Malkiel (1990) :” tronic boom”, Cooper et.al (2001):dotcom
Merubah nama perusahaan pertujuan untuk meningkatkan
fundamental value of franchise
Seminar Behavioral Finance

17



Earning Management




CEO percaya bahwa investor lebih perhatian terhadap EPS
daripada cash flow Graham et.al (2004)
Manager dengan short horizon sering melakukan earning
management untuk mengelabui investor dan meng-issue
ekuitas yang overvalued Teoh et.al (1998a,b)



Executive Compensation



assume: manager mendapat insentive untuk meng-cater
mispricing jangka pendek
Kontrak yang optimal mengurangi tindakan CEO yang
costlyScheinkman dan Xiong (2003), Bolton et.al (2003)



Seminar Behavioral Finance

18

IRRATIONAL MANAGER APPROACH


Irrational manager beroperasi di pasar modal yang efisien



Perilaku manager yang menyimpang dari rational
expectation dan mengharapkan maksimum utility
manager yakin bisa memaximimkan nilai perusahaan
kenyataannya terjadi deviasi dari ideal



Pendekatan ini membahas perilaku bias yang disebabkan
karena optimisme dan overconfidence manager dengan
alasan:
Seminar Behavioral Finance

19

1.

Managerial bias strong and robust

2.

Managerial bias mudah dimodelkan optimisme
dimodelkan sebagai overestimate terhadap mean dan
overconfidence dimodelkan sebagai underestimate
terhadap variance.

3.

Overconfidence mendorong untuk berani mengambil risiko

4.

Saat manager memulai tanpa perilaku bias, atribut bias
akan mendorong manager untuk overconfidence

Seminar Behavioral Finance

20

A. Theoretical Framework


Asumsi: manager optimis terhadap nilai dari asset dan
kesempatan investasi perusahaan



Menyeimbangkan 2 tujuan yaitu:
Memaximumkan nilai fundamental (1+γ)f(K;)-K
Meminimalkan cost of capital eγf(K;)

1.
2.



Optimistik manager akan memilih investasi baru dan
mendanainya untuk:
max (1+γ)f(K;)-K-eγf(K;)
K,e

Seminar Behavioral Finance

21



Optimalisasi kebijakan investasi
fk (K;)=1/(1+(1- e)γ)
Marginal value sama dengan cost of capital (1) manager
yang overinvest, mendapatkan marginal value < 1



Optimalisasi kebijakan pendanaan
(1+γ)fe(K;) = γ(f(K;)+ efe(K;))
marginal value lost karena perubahan struktur modal,
dibobot berdasarkan kerugian market timing
Seminar Behavioral Finance

22

Special cases
1.
Kebijakan investasi manager yang optimis overinvest  struktur
modal optimal (debt berada pada posisi upper bound).
Optimisme dan overconfidence managerial dapat
mengurangi underinvestment.
2.

Kebijakan pendanaanjika perusahaan mengalami kendala
pendanaan (fe < 0) pendekatan optimisme memperediksi keputusan
pendanaan dengan pecking order manager akan memilih dana dari
internal dan debtoutside equity menjadi pilihan terakhir.

3.

Keputusan lain jika manager lebih optimis mengenai future cash
flow dan assetnya, daripada outside investor pembayaran dividen
lebih sustainable. Tetapi jika terdapat kesempatan investasi yang
membutuhkan dana tidak ada meningkatkan dividen.
Seminar Behavioral Finance

23

B. Empirical Challenges


Mengidentifikasi optimisme dan
overconfidence tanpa ukuran yang jelas,
pendekatan irrational manager sulit dibedakan
dengan teori agency



Stein (2003)  max (1+γ)f(K;)-K-c(e)
K,e

 γ lebih merefleksikan preferensi private benefit
daripada optimisme, c = biaya peningkatan
outside equity
Seminar Behavioral Finance

24

C. Kebijakan Investasi

• Real Investment





Entrepreneur memulai dengan optimisme dan
overconfidence Cooper et.al (1998), Scarpetta et.al
(2002)
Optimisme mempengaruhi investasi pada mature
firms Merrow et.al (1981)
Sensitivitas investasi terhadap cashflow lebih tinggi
untuk CEO yang lebih optimisme  Malmendier dan
Tate (2004)

Seminar Behavioral Finance

25





1.
2.
3.

Merger dan akuisisi
Roll (1986) keberhasilan acquirer karena optimisme dan
overconfidence dalam melakukan valuasi.
Malmendier dan Tate (2004):
Optimisme CEO melengkapi banyak merger yang nilainya
meragukan
Optimisme berpengaruh besar pada perusahaan yang
kurang tergantung pada ekuitas
Investor lebih skeptis terhadap pengumuman penawaran
pada saat mereka optimis.

Seminar Behavioral Finance

26

D. Kebijakan pendanaan





1.
2.

Capital Structure
Model optimism memprediksi kebijakan pendanaan
berdasarkan pecking order Donalson (1961), Fama dan
French (2002)
Untuk membedakan optimisme dengan penjelasan lain
tentang pecking order, penelitian Malmendier dan Tate
(2003,2004) menunjukkan:
Perusahaan yang dijalankan dengan optimisme sensitivitas
investasi terhadap internal cash flow, lebih tinggi
Manager yang optimistik memiliki kecenderungan lebih tinggi
untuk melakukan akuisisitidak tergantung pada ekuitas
internal.
Seminar Behavioral Finance

27



Financial contracting



Landier dan Thesmar (2004) 2 aspek dari kontrak
dan optimisme.
Karena optimisme cenderung berjalan tidak efisien
sesuai rencana awal, maka kontrak yang optimal
mentransfer pengawasan pada saat perubahan
terjadi.
Karena optimisme meyakini good state bersedia
menukar hak kepemilikan dan control pada bad state
untuk meningkatkan claim yang bagus.

1.

2.

Seminar Behavioral Finance

28

E. Other Behavioral Pattern




•


Bounded rationality
Asumsi cara berpikir manager atau biaya untuk
memperoleh informasi merupakan kendala
Bounded-rational manager menanggulangi kompleksitas
dengan rule of thumb yang menjamin tingkat kinerja yang
bisa diterima dan tidak bias Conlisk (1996)
Reference-point preference
Berdasarkan eksperimen secara psikologi dan intuisi, nilai
manusia berubah sesuai kondisi ekonomi keuntungan
dan kerugian tergantung pada referensinya Kahneman
dan Tversky’s (1997)
Aplikasi reference point preferenceunderpricing IPO 
Lougran dan Ritter (2002), Thaler (1980,1985)
Seminar Behavioral Finance

29

KESIMPULAN


Kedua pendekatan memiliki perbedaan pandangan tentang
peran manager dan memilik perbedaan pada impikasinya



Dari sisi irrational investor maksimisasi nilai jangka
panjang dan efisiensi ekonomi mensyaratkan agar manager
tidak terpengaruh oleh harga saham jangka pendek.



Dari sisi irrational manager  efisiensi mensyaratkan
pembatasan keleluasaan dan tanggungjawab manager
untuk merespon signal harga pasar.



Artikel ini menawarkan komplement yang berguna untuk
paradigma lain dalam bidang behavioral corporate finance
Seminar Behavioral Finance

30