BAB I DAFTAR PUSTAKA docx

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dibandingkan
dengan makhluk yang lain. Dimana manusia memiliki kemampuan berfikir
dan menggunakan nalarnya untuk melangsungkan hidupnya. Hal tersebut
adalah anugerah yang luar biasa karena memiliki potensi yang besar untuk
berkembang dalam hal kemampuan intelek. Potensi ini tidak akan berkembang
dengan baik jika tidak mendapat pengaruh luar. Dalam hal ini “belajar” sangat
penting peranannya dalam kehidupan manusia. Tanpa belajar manusia tidak
dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya.
Sumber daya manusia (SDM) ini harus sejalan dengan tingkat
kemajuan ilmu pengetahuan dan tekhnologi yang berkembang pesat. Sehingga
peningkatan kualitas pendidikan haruslah menjadi prioritas utama pemerintah
sekarang. Karena bangsa itu akan maju jika orang-orang yang ada didalamnya
memiliki kemampuan yang dapat menguasai IPTEK.
Menyadari pentingnya matematika sebagai salah satu penopang
perkembangan IPTEK, maka hasil belajar matematika

di setiap jenjang


pendidikan perlu mendapat perhatian yang serius. Upaya peningkatan hasil
belajar tersebut sangat ditentukan oleh kualitas proses belajar yang dialami
setiap peserta didik di setiap jenjang pendidikan.
Prestasi belajar siswa dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor baik itu
faktor dari dalam diri siswa maupun dari luar diri siswa. Salah satu kendala

1

2

dalam pembelajaran matematika yang dialami oleh siswa yaitu sikap negatif
terhadap bidang studi matematika yang menganggap bidang studi matematika
adalah pelajaran yang sulit dipahami, membosankan dan ditakuti oleh siswa
pada umumnya. Rendahnya prestasi belajar siswa juga disebabkan oleh
kurangnya interaksi dan kerjasama antarsiswa dalam menyelesaikan soal-soal
yang diberikan.
Namun perlu disadari bahwa setiap siswa memiliki kemampuan yang
berbeda-beda dalam menerima pelajaran Matematika yang dijelaskan oleh
guru, dan kadang siswa malu atau enggan bertanya langsung kepada Guru.

Seperti halnya yang terjadi pada SMP Negeri 2 Belopa Kabupaten Luwu yang
prestasi belajarnya dikategorikan dalam tingkat penguasaan yang rendah
bardasarkan pengkategorisasian Departemen Pendidikan Nasional. Hasil data
ini diperoleh berdasarkan pengamatan observasi awal Peneliti. Maka dari itu
siswa dapat dibentuk secara kelompok agar siswa saling mengisi, saling
melengkapi, dan bekerja sama dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan
oleh guru. Sehingga tujuan belajar tercapai dan hasil belajar siswa lebih
meningkat. Serta membiasakan siswa selalu aktif dalam belajar.
Dalam pembelajaran Matematika di kelas, siswa tidak hanya belajar
konsep-konsep matematika semata. Tetapi mereka juga harus belajar
keterampilan-keterampilan kooperatif untuk bekerja secara kelompok, seperti
mendengarkan,

merespon,

menyetujui,

memperjelas,

mendorong


dan

mengevaluasi. Dalam pembelajaran kooperatif banyak metode pembelajaran
yang dapat digunakan salah satunya adalah tipe STAD (Student Teams
Achievement Divisions).

Tipe STAD adalah salah satu metode pembelajaran kooperatif yang
mampu meningkatkan keterampilan sosial siswa dan hasil belajarnya karena
dalam pembelajarannya dengan kelompok-kelompok kecil yang disusun
secara heterogen baik tingkat akademik, jenis kelamin, dan lain sebagainya.
Sehingga

siswa

memungkinkan

akan

memberikan


kontribusi

bagi

kelompoknya dan komunikasi antar siswa dalam kelompok akan lebih baik.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis bermaksud melakukan penelitian
mengenai “Peningkatan hasil belajar matematika melalui penerapan
pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Division (STAD)
pada siswa kelas VIIIB SMP Negeri 2 Belopa Kab. Luwu”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka
yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah dengan
menerapkan Model Pembelajaran Kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan
hasil belajar Matematika siswa kelas VIIIB SMP Negeri 2 Belopa Kab.
Luwu?”
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini
adalah untuk meningkatkan hasil belajar Matematika siswa kelas VIII B SMP
Negeri 2 Belopa Kab. Luwu melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe

STAD(Student Teams Achievement Divisions).

3

4

D. Defenisi Operasional
Peningkatan hasil belajar adalah meningkatkan hasil belajar
sebelumnya dengan hasil belajar setelah mengajar pada proses pembelajaran.
Hasil belajar matematika adalah suatu hasil yang dicapai atau diperoleh siswa
dalam menekuni dan mempelajari matematika atau yang dikaitkan secara
sadar sebagai hasil belajar dan interaksi.
Pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran
kelompok yang pembagian kelompoknya berdasarkan prestasi belajar dengan
jumlah anggota 4-6 orang yang secara heterogen.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagi sekolah, memberikan sumbangan dalam rangka menyempurnakan
pembelajaraan khususnya mata pelajaran Matematika.
2. Bagi guru, melalui penelitian ini guru dapat mengembangkan metode yang

tepat dalam mengajar matematika dikelas.
3. Bagi siswa :
a) Siswa dapat meningkatkan hasil belajarnya.
b) Siswa dapat lebih aktif belajar baik secara berkelompok maupun
secara mandiri. Serta dapat meningkatkan hubugan sosial sesama
temannya sehingga timbul suasana kelas yang menyenangkan untuk
belajar.
4. Bagi peneliti, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
serta pengalaman dalam melakukan penelitian tindakan.

BAB II
KAJIAN TEORI DAN HIPOTESIS TINDAKAN

A. Kajian Teori
1. Belajar
Belajar tidak asing lagi dipendengaran kita, bahkan selalu ada
dalam kehidupan kita. Belajar tidak hanya melibatkan penguasaan suatu
kemampuan atau masalah akademik baru, tetapi juga perkembangan
emosional, interaksi sosial dan bahkan perkembangan kepribadian. Dan
dalam proses pendidikan disekolah, kegiatan belajar merupakan kegiatan

yang paling pokok atau paling penting.
Melihat begitu pentingnya belajar dalam kehidupan kita maka
banyak para ahli dalam bidang pendidikan dan psikologi mendefenisikan
belajar sesuai dengan pendapat dan penafsiran mereka tentang pengertian
belajar. Meskipun penjabarannya berbeda-beda namun pada hakekatnya
mengacu pada tujuan pendefenisian yang sama.
Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dan interaksi dengan lingkungannya
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut
akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Pengertian belajar dapat
didefinisikan sebagai berikut: “Belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.”(Slameto 2003:2)
5

6

Perubahan yang terjadi dalam diri seseorang banyak sekali baik
sifat maupun jenisnya karena itu sudah tentu tidak setiap perubahan dalam

diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar. Kalau tangan
seorang anak menjadi bengkok karena patah tertabrak mobil, perubahan
semacam itu tidak digolongkan kedalam perubahan dalam arti belajar.
Menurut Hamalik (2001: 27) Mengemukakan bahwa belajar adalah
modivikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar
merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni
mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil latihan melainkan
pengubahan kelakuan.
Sedangkan menurut L.B Curson dalam Sahabuddin (1999:85)
mengemukakan bahwa “belajar sebagai modivikasi yang tampak dari
perilaku seseorang melalui kegiatan-kegiatan pengalaman-pengalamannya,
sehingga pengetahuan, keterampilan dan sikapnya, termasuk penyesuain
cara-caranya terhadap lingkungan yang berubah-ubah yang sedikit
banyaknya permanent.”
Berdasarkan beberapa defenisi diatas maka dapat disimpulkan
bahwa belajar adalah suatu proses yang menyebabkan perubahan tingkah
laku seseorang melalui pengalaman-pengalaman untuk memperoleh
pengetahuan.
2. Mengajar

Istilah mengajar dan belajar adalah dua peristiwa yang berbeda.
Akan tetapi antara keduanya terdapat hubungan yang erat sekali. Bahkan

antara keduanya terjadi kaitan dan interaksi satu sama lain. Antara kedua
kegiatan itu saling mempengaruhi dan saling menunjang satu sama lain.
Mengajar

pada

dasarnya

merupakan

suatu

usaha

untuk

menciptakan kondisi atau sistem lingkungan yang mendukung dan

memungkinkan untuk berlangsungnya proses belajar. Kalau belajar
dikatakan milik siswa, maka mengajar sebagai kegiatan guru. Disamping
itu ada beberapa defenisi lain, yang dirumuskan secara rinci dan tampak
bertingkat.
Pengertian yang luas, mengajar diartikan sebagai suatu aktivitas
mengorganisasi

atau

mengatur

lingkungan

sebaik-baiknya

dan

menghubungkan dengan siswa, sehingga terjadi proses belajar. Atau
mengajar sebagai upaya menciptakan kondisi yang kondusif untuk
berlangsungnya kegiatan belajar bagi para siswa.

Menurut Alvin W. Howard dalam Slameto (2003: 32), “Mengajar
adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang
untuk mendapatkan, mengubah atau mengembangkan skill (keterampilan),
attitude (sikap), ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan) dan
knowledge (pengetahuan).”
Menurut DeQueliy dan Gazali dalam Slameto (2003: 30), “
Mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara
paling singkat dan tepat. Dalam hal ini pengertian waktu yang singkat
sangat penting. Guru kurang memperhatikan bahwa di antara siswa ada
perbedaan individual, sehingga memerlukan pelayanan yang berbedabeda. Bila semua siswa dianggap sama kemampuan dan kemajuannya,
7

8

maka bahan pelajaran yang diberikan pun akan sama pula. Hal itu
bertentangan dengan kenyataan.
Menurut Robert M. Gagne dalam Sahabuddin (1980: 47),
“kegiatan mengajar ialah semua yang harus dikerjakan oleh guru, setelah
ia merumuskan tujuan pengajarannya dengan jelas dan menentukan titik
permulaan kegiatan siswa pada saat pelajaran dimulai.” Kegiatan mengajar
yang dimaksud itu memberikan petunjuk kepada guru mengenai yang
dilakukannya di kelas dan yang dicantumkan dalam persiapan mengajar.
Berdasarkan dari pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa
mengajar adalah membimbing dan membantu kegiatan belajar siswa
dalam mengembangkan potensi intelektual, emosional dan spritualnya
sehingga dapat berkembang secara optimal.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
menunjukkan suatu keberhasilan yang dicapai seseorang setelah
melakukan usaha. Bila dikaitkan dengan belajar berarti hasil yang
menunjukkan suatu keberhasilan yang dicapai oleh seseorang yang belajar
dalam selang waktu tertentu.
Menurut Nana Sudjana (Muh. Ikbal, 2007) mengemukakan bahwa
“Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima
pengalaman belajar”. Hasil belajar merupakan hasil dari interaksi belajar
mengajar. Bagi siswa hasil belajar merupakan berakhirnya proses, bagi
guru diakhiri dengan evaluasi.

Salah satu hasil belajar adalah penguasaan bahan pelajaran atau
biasa disebut prestasi. Prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan yang telah
dikerjakan, diciptakan baik secara individual, berpasangan maupun
kelompok. Banyak kegiatan yang biasa dijadikan sebagai saran untuk
mendapatkan suatu prestasi.
Berdasarkan dari beberapa pendapat diatas, maka hasil belajar
dapat dinyatakan sebagai tingkat penguasaan bahan pelajaran setelah
mendapatkan pengalaman belajar dalam kurung waktu tertentu yang
diukur dengan menggunakan tes tertentu.
4. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang bernaung
dalam teori kontruktivisme. Dimana dalam proses pembelajaran siswa
diberi kesempatan untuk mengontruksi pengetahuannya. Artinya siswa
harus dilibatkan secara aktif dalam kegiatan belajar serta berkontribusi
dalam membangun pengetahuan, serta bertanggung jawab terhadap apa
yang ia kontruksikan. Dalam pembelajaran kooperatif muncul dari konsep
bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang
sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya siswa secara rutin
bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalahmasalah yang kompleks.
Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompokkelompok kecil yang terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi
heterogen, kemampuan jenis kelamin, suku/ras, dan satu sama lain
membantu. “Pembelajaran kooperatif mempunyai efek yang berarti
9

10

terhadap penerimaan yang luas terhadap keragaman ras, budaya dan
agama, strata sosial, kemampuan dan ketidakmampuan.” (Ibrahim.
Dkk,2000:9). Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk
memberikan kesempatan kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara
aktif dalam proses berpikir dan kegiatan belajar selama bekerja dalam
kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan materi
yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman sekelompoknya
untuk mencapai ketuntasan belajar. Eggen and kauchak dalam Sahabuddin,
(1996: 276) mengumakakan bahwa pembelajaran kooperatif meruapakan
strategi pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi
untuk mencapai tujuan bersama.
Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk
meningkatkan partisispasi siswa, menfasilitasi siswa dengan pengalaman
sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar
bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya. Jadi dalam
pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun
sebagai guru. Dengan bekerja secara kolaboratif untuk mencapai sebuah
tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan keterampilan
berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat bermanfaat bagi
kehidupan

diluar

sekolah.

Seperti

yang

dikemukakan

(Ibrahim.

dkk,2000:9) bahwa “pembelajaran kooperatif sangat tepat digunakan
melatihkan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaborasi, dan juga
keterampilan-keterampilan tanya jawab”.

Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
materi belajar
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi,
sedang, dan rendah.
c. Bila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
jenis kelamin yang beragam.
d. Penghargaan lebih berorientasi kepada kelompok dari pada individu.
Menurut Lungren dalam Ratumanan 2000 menyebutkan bahwa
unsur-unsur dasar yang perlu untuk ditanamkan kepada siswa agar
pembelajaran kooperatif dapat berjalan lebih efektif lagi adalah:
1. Siswa harus memiliki persepsi sama bahwa mereka “tenggelam” atau
“berenang” bersama.
2. Siswa memiliki tanggung jawab terhadap tiap siswa lain dalam
kelompoknya, disamping tanggung jawab terhadap diri sendiri, dalam
mempelajari materi yang dihadapi.
3. Siswa harus berpandangan bahwa mereka semuanya memiliki tujuan
yang sama.
4. Siswa harus membagi tugas dan berbagi tanggung jawab sama
besarnya diantara para anggota kelompok.
5. Siswa akan diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut
berpengaruh terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok.
6. Siswa

berbagi

kepemimpinan

sementara

mereka

keterampilan-keterampilan bekerja sama selama belajar.
11

memperoleh

12

7. Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual
materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.
Berikut ini langkah-langkah atau fase-fase Pembelajaran Kooperatif :
Fase-fase
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan
memotivasi siswa
Fase-2
Menyajikan informasi
Fase-3
Mengoraganisasikan siswa ke
dalam kelompok kooperatif
Fase-4
Membimbing kelompok
bekerja dan belajar
Fase-5
Evaluasi
Fase-6
Memberikan penghargaan

Tingkah Laku Guru
Guru menyampaikan semua tujuan
pelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran
tersebut dan memotivasi siswa belajar.
Guru menyajikan informasi kepada siswa
dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan
bacaan.
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana
caranya membentuk kelompok belajar dan
membantu setiap kelompok agar melakukan
transisi secara efisien.
Guru membimbing kelompok-kelompok
belajar pada saat mereka mengerjakan tugas
mereka.
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang
materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil
kerjanya.
Guru mencari cara-cara untuk menghargai
baik upaya maupun hasil belajar individu
dan kelompok

5. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD
Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement
Divisions) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling
sederhana dengan menggunakan kelompok-kelompok kecil dengan jumlah
anggota tiap kelompok 4-6 orang siswa secara heterogen. Diawali dengan
penyampaian

tujuan

pembelajaran,

penyampaian

materi,

kegiatan

kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.

Slavin dalam Trianto, (2000:26) menyatakan bahwa pada STAD
siswa ditempatkan dalam kelompok belajar beranggotakan 4-6 orang yang
merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.
Guru menyajikan pelajaran, dan kemudian siswa bekerja dalam kelompok
mereka memastikan bahwa seluruh anggota kelompok telah menguasai
pelajaran tersebut. Kemudian, seluruh siswa diberikan tes tentang materi
tersebut, pada saat tes ini mereka tidak diperbolehkan saling membantu.
Menurut

slavin

dalam

Trianto,

(2005:16)

Student

Team

Achievement Division (STAD) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Bahan pelajaran disajikan oleh guru dan siswa harus mencurahkan
perhatiannya, karena hal itu akan mempengaruhi hasil kerja didalam
kelompok.
b. Anggota kelompok terdiri empat sampai enam orang siswa, mereka

13

14

heterogen dalam berbagai hal seperti prestasi akademik dan jenis
kelamin.
c. Setelah tiga kali pertemuan diadakan tes individu berupa kuis
mingguan yang harus dikerjakan siswa sendiri.
d. Materi pelajaran disiapkan oleh guru dalam bentuk lembar kerja siswa
e. Menempatkan siswa dalam kelompok lebih baik ditentukan oleh Guru
dari pada memilih sendiri.
STAD terdiri dari tahap-tahap kegiatan pengajaran sebagai berikut:
a. Penyajian materi: mempresentasikan materi pelajaran.
b. Kerja kelompok: setiap kelompok yang terdiri dari 4-6 orang yang
heterogen, tiap siswa diberikan lembar kerja siswa (LKS) berisikan
tugas atau kegiatan yang harus dikerjakan berkaitan dengan materi
pelajaran yang telah dijelaskan oleh guru. Siswa akan berinteraksi dan
saling membantu, mendiskusikan tugas yang harus mereka selesaikan.
c. Kuis: siswa mengerjakan kuis secara individu sekalipun skor yang ia
peroleh nanti digunakan untuk menetukan keberhasilan kelompoknya.
d. Perhitungan skor dengan penghargaan kelompok: skor yang diperoleh
setiap anggota dalam kuis akan berkontribusi pada kelompok mereka,
dan didasarkan pada sejauh mana skor mereka telah meningkat
dibandingkan dengan skor awal yang mereka capai sebelumnya.
e. Penghargaan kelompok: penghargaan kelompok diberikan pada
kelompok yang berprestasi.
Untuk mengoptimalkan pencapaian hasil pembelajaran kooperatif
dengan pendekatan Student Team Achievement Division (STAD). Maka

guru perlu memahami prinsip-prinsip penerapannya dalam kegiatan
belajar

mengajar.

Berikut

dikemukakan

prinsip-prinsip

penerapan

pendekatan STAD dalam pembelajaran kooperatif.
a. Bagilah siswa kedalam kelompok-kelompok masing-masing terdiri
dari 4 atau 6 orang anggota. Untuk menempatkan siswa dalam
kelompok, urutkan mereka dari atas ke bawah berdasarkan
kemampuan akademik tertentu (misalnya nilai rapor yang lalu atau
ujian blok) dan bagilah daftar siswa yang telah diurut itu menjadi
empat, pastikan bahwa kelompok-kelompok yang terbentuk itu
berimbang menurut jenis kelamin, kemampuan akademik dan lain-lain.
b. Buatlah Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dan kuis pendek untuk
pelajaran yang direncanakan untuk diajarkan.

Selama belajar

kelompok (1 atau 2 periode kelas) tugas anggota kelompok adalah
menguasai secara tuntas materi yang dipresentasikan dan membantu
anggota kelompok mereka menguasai secara tuntas materi tersebut.
c. Pada saat guru menjelaskan tentang STAD didalam kelas, guru terlebih
dahulu membacakan tugas-tugas yang harus dikerjakan kelompok
yaitu:
1) Mintalah anggota kelompok bekerja sama mengatur bangku atau
meja kursi mereka.
2) Bagikan LKS atau materi belajar lain
3) Anjurkan agar siswa pada tiap-tiap kelompok bekerja berpasangan
atau ketiga. Apabila mereka sedang mengerjakan soal itu dan
kemudian saling mengecek pekerjaannya diantara teman dalam
15

16

pasangan atau ketiganya itu. Apabila ada siswa yang tidak dapat
mengerjakan soal itu, teman satu siswa itu memiliki tanggung
jawab untuk menjelaskan soal itu.
4) Beri penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh
mengakhiri kegiatan belajar sampai mereka yakin bahwa seluruh
anggota kelompok dapat menguasai materi yang dijarkan.
5) Pastikan siswa memahami bahwa LKS itu untuk belajar, bukan
untuk diisi dan dikumpulkan. Oleh karena itu penting bagi siswa
pada akhirnya diberi lembar kunci jawaban LKS untuk mengecek
pekerjaan mereka sendiri dan teman satu kelompok mereka pada
saat mereka belajar.
6) Beri kesempatan pada siswa untuk saling menjelaskan jawaban
mereka, tidak hanya saling mencocokkan jawaban mereka dengan
lembar kunci jawaban.
7) Apabila siswa memiliki pertanyaan, mintalah mereka mengajukan
pertanyaan itu kepada teman satu timnya sebelum mengajukannya
pada siswa yang lain atau kepada guru.
8) Pada saat sedang bekerja dalam kelompok, guru berkeliling
didalam kelas sambil memberikan pujian kepada kelompok yang
bekerja dengan baik secara bergantian duduk bersama tiap
kelompok untuk memperhatikan bagaimana anggota kelompok itu
bekerja.
d. Bila tiba saatnya memberikan kuis, guru membagikan soal-soal kuis
atau bentuk evaluasi yang lain dengan alokasi waktu yang cukup bagi

setiap kelompok untuk menyelesaikan kuis itu. Jangan mengizinkan
siswa untuk bekerja sama pada saat mengerjakan kuis itu ; pada saat
itu mereka harus menunjukkan bahwa mereka telah belajar sebagai
individu.
e. Buatlah skor individual dan skor kelompok pada STAD didasarkan
pada peningkatan skor anggota kelompok dibandingkan dengan skor
yang lalu mereka sendiri.
Sebagai contoh, menurut Slavin dalam Trianto, (1995:115) untuk
perhitungan skor perkembangan individu pada tabel 1:
Tabel 1 Perhitungan peningkatan individu
Skor Tes

Skor perkembangan individu

Lebih dari 10 poin dibawah skor awal
10 hingga 1 poin dibawah skor awal
Skor awal hingga 10 poin diatas skor
awal
Lebih dari 10 poin diatas skor awal
Nilai sempurna

0
10
20
30
30

Penghargaan

yang

diberikan

berdasarkan

rata-rata

skor

peningkatan/perkembangan dalam tiap kelompok, dengan kategori
kelompok baik, kelompok hebat, dan kelompok super (Salvin:1995)
sebagai berikut:
Tabel 2 kategori penghargaan pada kelompok
Nilai rata-rata
kelompok
5<
15 <

x

Penghargaan
Baik

≤ 15

x

Hebat

≤ 25

Super
17

18

25 <

x

≤ 30

f. Pengakuan kepada prestasi kelompok setelah menghitung skor untuk
siswa dan skor untuk kelompok, guru hendaknya mempersiapkan
semacam pengakuan kepada tiap kelompok yang mencapai skor tinggi.
6. Matematika sekolah
Matematika sekolah yaitu matematika yang diajarkan di sekolah
pendidikan dasar SD, SMP dan pendidikan menengah (SMA dan SMK).
Bagian-bagian dari matematika yang dapat menata nalar, membentuk
kepribadian,

menanamkan

nilai-nilai,

memecahkan

masalah,

dan

melakukan tugas tertentu yang berorientasi pada kepentingan pendidikan
dan perkembangan IPTEK. Kemampuan memecahkan masalah, penalaran
dan membentuk kepribadian merupakan dasar yang diharapkan tercapai
melalui pembelajaran matematika. Untuk itu mencapai kompetensi
tersebut Guru harus menjabarkan kegiatan belajar mengajar dalam bentuk
silabus dengan mempertimbangkan tingkat perkembangan berpikir siswa.
Proses pembelajaran yang selama ini berlangsung di SMP, pada
umumnya didomominasi oleh guru sehingga siswa dijadikan sebagai objek
pembelajaran yang sebenarnya menjadi subjek pembelajaran. Guru
memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya sehingga siswa hanya
mendengar, menyimak dan menghafal dan tidak mempunyai kesempatan
untuk mencerna dan membuktikan apa yang telah didapatkannya dari
seorang guru apalagi pembelajaran matematika. Mereka hanya dituntut

menggunakan rumus yang ada dan mampu menyelesaikan soal-soal
matematika berdasarkan contoh-contoh yang diberikan.
Selain itu pembelajaran yang dilakukan di kelas pada umumnya
hanya terpusat pada guru(teacher center) yang mengakibatkan siswa
menjadi malas dan kurang bergairah dalam menerima pelajaran, termasuk
pelajaran matematika. Sullivan(Upu, 2004:78).
Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola pikir, dan
ilmu pengetahuan. Ketiga fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan
acuan dalam pembelajaran matematika sekolah. (Suherman, 2001).
Fungsi matematika yang pertama adalah siswa diberi pengalaman
menggunakan

matematika

sebagai

alat

untuk

memahami

atau

menyampaikan informasi misalanya melalui persamaan-persamaan, atau
tabel-tabel

dalam

model-model

matematika

yang

merupakan

penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian matematika
lainnya.
Fungsi matematika yang kedua adalah matematika bagi siswa juga
merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian
maupun penalaran dalam suatu hubungan di antara pengertian-pengertian
itu.

Dalam pembelajaran matematika siswa dibiasakan pula untuk

memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang
dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan obyek. Dengan
pengamatan terhadap contoh dan bukan contoh diharapkan siswa mampu
menangkap pengertian suatu konsep. Selanjutnya dengan abstraksi ini,
siswa dilatih untuk membuat perkiraan, terkaan, atau kecenderungan
berdasarkan kepada pengalaman atau pengetahuan yang dikembangkan
melalui

contoh-contoh

khusus
19

(generalisasi).

Di

dalam

proses

20

penalarannya dikembangkan pola pikir induktif maupun deduktif. Namun
tentu

kesemuanya

itu

harus

disesuaikan

dengan

perkembangan

kemampuan siswa, sehingga pada akhirnya akan membantu kelancaran
proses pembelajaran matematika di sekolah.
Fungsi matematika yang ketiga sebagai ilmu atau pengetahuan, dan
tentunya pengajaran matematika di sekolah harus diwarnai oleh ketiga
fungsi ini sebagai manusia, guru tidak luput dari kekurangan, kekhilafan,
bahkan kesalahan kita harus bersedia menerima dengan rasa tawakal dan
penuh pengertian dari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam
proses

pembelajaran

seandainya

kesalahan

tersebut

ditunjukkan

kebenarannya oleh siswa kita. Kita harus dengan hati terbuka dan lapang
dada, bahkan merasa bangga untuk menerima cara-cara pengerjaan soal
matematika yang dikembangkan oleh siswa yang berbeda dengan caracara yang kita berikan kepada siswa tersebut. Itulah salah satu fungsi
matematika sebagai ilmu.
7. Substansi Mata Pelajaran
a. Pengertian Sistem Persamaan Linear
System persamaan linear adalah beberapa persamaan linear yang
disajikan secara bersamaan. Yang dimaksud persamaan linear sendiri
adalah persamaan yang variable-variabelnya berderajat satu.
b. Sistem Persamaan Linear dengan Dua Variabel
1) Bentuk umum
a1 x +b 1 y =c 1
a2 x +b 2 y =c 2
¿
{¿ ¿ ¿
¿

Dengan x,y suatu variabel a1, b1, c1, a2, b2, c2 suatu konstanta. Nilai
x dan y yang memenuhi kedua persamaan disebut penyelesaian
sistem persamaan linear.
2) Metode yang digunakan untuk menentukan penyelesaian suatu
sistem persamaan linear:
a) Metode grafik
Penyelesaian

SPLDV

dengan

metode

grafik

dapat

diselesaikan dengan melihat titik potong grafik kedua garis dari
persamaan-persamaan linearnya.
Contoh:
Tentukan penyelesaian dari persamaan linear berikut:
x + y =7
x − y=3
¿
{¿ ¿ ¿
¿

Langkah 1: cari titik potong kedua persamaan dengan sumbu x
dan sumbu y.
Titik potong terhadap sumbu x dan y = 0
x + y = 7 ⇔ x = 7, jadi titik potong sumbu x(7,0)
x – y = 3 ⇔ x = 3, jadi titik potong sumbu x(3,0)
Titik potong terhadap sumbu y dan x = 0
x + y = 7 ⇔ y = 7, jadi titik potong sumbu y(0,7)
x – y = 3 ⇔ y = -3, jadi titik potong sumbu y(0,-3)
Y
Langkah
2: gambar sketsa grafik dalam koordinat kartesisus
7

(5,2
)
21
3
-3

7

x

22

Titik ( 5,2) terletak pada gris x + y = 7 dan x – y =3. sehingga
titik potong (5,2) adalah penyelesaian sistem persamaan
tersebut adalah x =5 dan y =2.

b) Metode Substitusi
Substitusi artinya mengganti variabel yang satu dengan
yang lainnya sehingga diperoleh suatu persamaan dengan satu
variabel
Contoh:
x + y = 7……1)
x – y = 3……2)
dari persamaan (2) diperoleh x – y = 3

⇔ x = 3 + y

disubstitusikan ke dalam persamaan (1)
(3+y)+y=7
3 + 2y = 7
2y = 4
y=2
substitusikan y = 2 ke dalam salah satu persamaan
x=3+y
x=3+2
x=5
jadi, penyelesaiannya adalah x = 5 dan y = 2

c. Metode Eliminasi
Eliminasi artinya proses mengeliminasi (menghilangkan )
salah satu variabel dengan cara dikurangi atau dijumlahkan
dengan lawannya.
Contoh:
x+y=7

x+y=7

x–y=3 +

x–y=3 _

2x = 10

2y = 4

x=5

y=2

jadi, penyelesaian adalah x = 5 dan y = 2
d. Gabungan metode substitusi dan eliminasi
Langkah 1 : mengeliminasi salah satu variabel
x+y=7
x–y=3_
2x = 10
x=5
langkah 2: substitusikan hasil dari langkah 1 ke dalam salah
satu persamaan
x+y=7
5+y=7
y=7–5
y=2
jadi, penyelesaiannya adalah x = 5 dan y = 2

B. HIPOTESIS TINDAKAN
Berdasarkan kajian teori diatas, maka hipotesis tindakan penelitian
ini

adalah

”Penerapan

pembelajaran
23

Kooperatif

tipe

STAD

dapat

24

meningkatkan hasil belajar Siswa kelas VIIIB SMP Negeri 2 Belopa Kab.
Luwu.”

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang meliputi
perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi secara berulang.

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII B SMP Negeri 2
Belopa Kabupaten Luwu pada tahun ajaran 2008/2009 pada pokok bahasan
Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. Jumlah siswa 35 orang laki-laki 7
orang dan perempuan 28 orang.

C. Faktor yang Diselidiki

1. Faktor siswa, yaitu akan diselidiki terjadinya peningkatan daya serap
bahan ajar, baik secara individu maupun secara kelompok serta perubahan
sikap siswa dan kemampuan dalam menyelesaikan soal-soal matematika.
2. Faktor proses, yaitu akan diselidiki apakah terjadi interaksi antara guru
dengan siswa, serta antara siswa dengan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar berlangsung efektif dan efisien.
3. Faktor guru, apakah guru yang menerapkan pembelajaran kooperatif tipe
STAD akan membuat siswa menjadi aktif dan senang belajar matematika.
4. Faktor hasil, melihat hasil belajar matematika setelah penerapan kooperatif
tipe STAD.
D. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian tindakan kelas ini terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus I
diadakan 5 kali pertemuan yang terdiri dari 4 kali proses belajar dan 1 kali tes
siklus 1 dan siklus II diadakan 4 kali pertemuan yang terdiri dari 3 kali proses
belajar dan 1 kali tes siklus II. Sesuai dengan hakikat penelitan tindakan kelas,
maka penelitian pada siklus II merupakan pelaksanaan perbaikan dari
kekurangan pada siklus I. dan setiap siklus terdiri dari 4 tahap yakni
perencanaan, tindakan, observasi, evaluasi serta refleksi.
1. Gambaran siklus I
a. Tahap perencanaan tindakan
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ini
adalah sebagai berikut:

25

26

 Menelaah kurikulum 2004 materi pelajaran matematika pada
pokok bahasan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel semester
ganjil kelas VIII SMP.
 Membuat rencana pembelajaran yang mencerminkan pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
 Membuat alat bantu mengajar yang diperlukan.
 Menyusun kelompok belajar siswa yang heterogen, terdiri dari 4-6
orang dalam satu kelompok dan merencanaklan pengaturan tempat
duduk bagi tiap kelompok.
 Membuat lembar observasi untuk melihat bagaimana kondisi
belajar mengajar dikelas.
 Membuat angket untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap
model pembelajaran kooperatif tipe STAD.
 Membuat buku jurnal untuk mengetahui aktivitas siswa dalam
kelas.
 Membuat alat evaluasi untuk mekihat kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal.
b. Tahap tindakan.
 Guru menyajikan materi secara klasikal, pelajaran dimulai dengan
guru menyampaikan jam pelajaran dan memotivasi siswa untuk
belajar sekaligus mnyajikan informasi atau materi.
 Siswa diarahkan untuk membentuk kelompok kecil yang
anggotanya heterogen berjumlah 4-6 orang tiap kelompok.

 Siswa mendengarkan tugas-tugas yang dibacakan oleh guru yang
harus dikerjakan oleh kelompok.
 Siswa diberi soal latihan yang sama dan diselesaikan dengan
kelompok masing-masing. Setelah siswa itu diberi soal yang
identik untuk diselesaikan secara individual.
 Selama proses belajar kelompok berlangsung, setiap kelompok
tetap diawasi, dikontrol dan diarahkan, serta diberi bimbingan
secara langsung pada kelompok yang mengalami kesulitan.
 Evaluasi tentang hasil kerja kelompok, masing-masing kelompok
ditunjuk wakilnya untuk mempresentasikan hasil diskusinya dan
kelompok lain memberi tanggapan.
 Guru memberi penghargaan atas hasil kerja siswa baik secara
individual maupun kelompok.
c. Tahap observasi
Selama proses pembelajaran akan diadakan pengamatan
tentang:
 Kemampuan siswa memahami materi yang telah dipelajari selama
siklus I dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
 Keaktifan siswa dalam kelompok bertanya kepada temannya
maupun kepada guru atau keaktifan siswa menjawab pertanyaan
yang diajukan oleh guru maupun dengan kelompoknya dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif tipe STAD.
 Kelompok dan kerjasama yang diperlihatkan siswa dalam
kelompoknya.
27

28

 Kesulitan-kesulitan yang dialami siswa dalam mengerjakan soalsoal latihan.
d. Tahap refleksi
Melihat dan mempelajari kembali hasil yang dilakukan pada
tahap perencanaan, observasi, dan evaluasi. Ternyata pada siklus I
belum sesuai dengan indicator kinerja, maka dilanjutkan pada siklus
II.
2. Gambaran siklus II
Dari hasil refleksi, hal-hal yang sudah baik dipertahankan
sedangkan hal-hal yang masih kurang diperbaiki. Adapun yang dilakukan
pada siklus II yaitu:
 Memberikan motivasi yang besar pada siswa sehingga memiliki hasrat
untuk lebih giat lagi belajar
 Memberikan perhatian kepada siswa yang dianggap masih memiliki
kekurangan dalam hal ini peningkatan dari hasil belajar.
 Mengkombinasikan setiap metode pembelajaran yang dianggap cocok
dalam peningkatan pencapaian kompetensi dasar siswa
 Hasil observasi dan evaluasi dianalisis
 Mengadakan refleksi akhir dari tindakan yang telah dilakukan.

E. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai
berikut:

a. Data mengenai sikap, minat serta kesungguhan siswa dalam mengikuti
pembelajaran kooperatif tipe STAD diambil dengan teknik observasi, yaitu
pengamatan yang dilakukan penulis kepada siswa yang menjadi subjek
penelitian pengamatan ini dilakukan disaat berlangsungnya proses belajar
mengajar.
b. Data mengenai peningkatan prestasi belajar matematika siswa diambil dari
hasil pre-test dan post –test.

F. Teknik Analisis Data
Data yang terkumpul selanjutnya dianalisis dengan menggunakan
analisis kuantitatif dan kualitatif. Untuk analisis kuantitatif digunakan
deskriptif yaitu rata-rata skor dan persentase. Selain itu akan dibetuk pula
standar deviasi, table frekuensi dan persentase, nilai minimum dan maksimum
yang siswa peroleh pada setiap pokok bahasan.
Untuk analisis data kualitatif, maka teknis kategorisasi dalam buku
laporan pendidikan yang ditetapkan oleh Depdikbud (1993:6) sebagai berikut:
Nilai 85-100% dikategorikan ”sangat tinggi”
Nilai 65-84% dikategorikan ”tinggi”
Nilai 55-64% dikategorikan ”sedang”
Nilai 35-54% dikategorikan ”rendah”
Nilai 0-34% dikategorikan ”sangat rendah”

G. Indikator keberhasilan

29

30

Indikator keberhasilan dalam penelitian tindakan kelas (classroom action
reseach) ini adalah setelah diterapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD,
maka kualitas belajar matematika mengalami peningkatan. Kualitas ini
ditandai dengan terjadinya peningkatan keaktifan fisik, keaktifan mental dan
keaktifan sosial siswa. Sedangkan kualitas kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal-soal Matematika ditandai dengan meningkatnya skor ratarata dengan memperhatikan ketuntasan belajar siswa. Adapun teknik analisis
kualitatif akan digunakan kategori ketuntasan belajar siswa dapat dari
kategori yaitu Seorang siswa disebut telah tuntas hasil belajarnya bila ia telah
mencapai skor 65% atau 6,5 dan ketuntasan klasikal tercapai jika minimal 85
% mencapai nilai 65 dari skor ideal 100.

BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Hasil dan analisis data penelitian ini dibuat berdasarkan data yang
diperoleh dari kegiatan penelitian tentang hasil belajar siswa melalui pembelajaran
kooperatif tipe STAD yang telah dilaksanakan di SMP Negeri 2 Belopa
Kabupaten Luwu. Pelaksanaan ini dilakukan dua siklus kegiatan yaitu siklus I dan
siklus II, adapun yang dianalisis adalah hasil tes awal, tes akhir siklus I dan siklus
II, serta data tambahan berupa perubahan sikap siswa yang diambil dari hasil
pengamatan maupun tanggapan yang diberikan siswa selama penelitian
berlangsung.

Hasil dan pembahasan yang diperoleh dari dua siklus pelaksanaan
penelitian ini dapat diuraikan sebagai berikut:
A. Peningkatan Hasil Belajar Siswa
1. Analisis Deskriptif Hasil Tes Awal
Berdasarkan analisis deskriptif tes awal, hasil belajar siswa dapat
dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Statistik Skor penguasaan siswa pada tes awal
Statistik

Nilai Statistik

Subjek
Skor ideal
Skor maksimum
Skor minimum
Rentang Skor
Skor Rata-rata
Standar Deviasi

35
100
85
30
55
49,57
18,84

Pada tabel 2.1 menunjukan bahwa skor rata-rata hasil belajar
matematika setelah tes awal adalah 49,57 dari skor ideal 100. banyaknya
siswa yang tuntas sebanyak 9 orang (25,71%) dengan standar Deviasi
18,84. Skor maksimum yang diperoleh siswa pada tes awal adalah 85 dan
skor minimum yang diperoleh siswa adalah 30.
Jika skor penguasaan siswa di atas di kategorikan ke dalam lima
kategori (Berdasarkan teknik pengkategorisasian Departemen Pendidikan
Nasional), maka dapat diperoleh distribusi frekuensi skor seperti
ditunjukkan pada Tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Distribusi Frekuensi dan persentase skor penguasaan siswa
pada tes awal.

31

32

Setelah digunakan kategorisasi dari tabel 2.2 terlihat bahwa dari
35 orang siswa kelas VIII yang menjadi subjek penelitian ternyata 12
orang

dengan

persentase

(34,28)%

dikategorikan

dalam

tingkat

penguasaan sangat rendah dan 2 orang dengan persentase (5,71)%
dikategorikan dalam tingkat penguasaan sangat tinggi.
Jika nilai rata-rata hasil belajar siswa yaitu 49,57 dihubungkan
Frekuens
Persentase (%)
i
1
0 - 34
Sangat rendah
12
34,28
2
35 - 54
Rendah
8
22,85
3
55 - 64
Sedang
6
17,14
4
65 - 84
Tinggi
7
20
5
85 - 100
Sangat tinggi
2
5,71
35
100
dengan kategori di atas, maka skor rata-rata hasil belajar siswa berada
No

Skor

Kategori

dalam kategori rendah. Hal ini berarti bahwa tingkat hasil belajar
matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Belopa Kabupaten pada tes
awal berada dalam kategori rendah.
Apabila kemampuan siswa menyelesaikan soal-soal pada tes awal
dianalisis, maka presentase ketuntasan belajar siswa pada tes awal dapat
dilihat pada tabel 2.3, berikut :
Tabel 2.3 Distribusi frekuensi ketuntasan belajar siswa pada tes awal:

Skor
Frekuensi
Persen
Kategori
0 - 64
26
74,28
tidak tuntas
65 - 100
9
25,71
tuntas
Dari tabel 2.3 menunjukkan bahwa pada tes awal persentase
ketuntasan siswa sebesar 25,71 % yaitu 9 dari 35 siswa termasuk dalam
kategori tuntas, 74,28 % yaitu 26 dari 35 siswa termasuk dalam kategori
tidak tuntas, artinya dari 35 jumlah siswa lebih banyak yang belum tuntas
dan memerlukan perbaikan pada pembelajaran siklus I.
2. Analisis Deskriptif Hasil Tes akhir Siklus I
Pada siklus ini dilaksanakan tes hasil belajar yang berbentuk
ulangan harian. Adapun analisis deskriptif skor perolehan siswa setelah
diterapkan kooperatif tipe STAD selama siklus I dan dapat dilihat pada
tabel 2.3 berikut ;
Tabel 2.4 Statistik skor penguasaan siswa pada tes siklus I.

Pada tabel 2.4 menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar
matematika
setelah

Statistik

Nilai Statistik

Subjek
Skor ideal
Skor maksimum
skor minimum
Rentang skor
Skor rata-rata
Standar Deviasi

35
100
90
30
60
55,43
18,95
33

diterapkan
metode
pembelajaran
kooperatif tipe

34

STAD pada siklus I adalah 55,43 dari skor ideal 100. banyaknya siswa
yang tuntas 13 orang dengan persentase 37,14 % dan belum tuntas
sebanyak 22 orang dengan persentase 62,85 %. Dengan standar deviasi
18,95. Skor maksimum yang diperoleh siswa pada tes siklus I adalah 90
dan Skor minimum yang diperoleh siswa adalah 30. Dari tes awal ke tes
siklus I sudah mengalami peningkatan dimana skor rata-rata dari 49,57
meningkat menjadi 55,43.
Jika skor penguasaan siswa di atas dikelompokkan kedalam lima
kategori (Berdasarkan teknik pengkategorisasian Departemen Pendidikan
Nasinonal), maka diperoleh distribusi frekuensi skor seperti ditunjukkan
pada tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.5 Distribusi frekuensi dan persentase skor penguasaan siswa
pada tes siklus I

No

Skor

Kategori

1
2
3
4
5

0 - 34
35 - 54
55 - 64
65 - 84
85 - 100

Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

Frekuensi Persentase (%)
6
11
5
10
3
35

17,14
31,42
14,28
42,85
8,57
100

Setelah digunakan kategorisasi dari tabel 2.5 terlihat bahwa dari 35
orang siswa kelas VIII yang menjadi subjek penelitian ternyata 6 orang
dengan persentase (17,14)% dikategorikan dalam tingkat penguasaan
sangat rendah, dan 3 orang (8,57)% dikategorikan dalam tingkat
penguasaan sangat tinggi.
Jika skor rata-rata hasil belajar matematika pada siklus I yaitu
55,43 dihubungkan dengan kategori di atas, maka skor rata-rata hasil
belajar siswa berada dalam kategori sedang. Hal ini menunjukkan bahwa
tingkat hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Belopa Kabupaten
Luwu mengalami peningkatan yang sebelumnya berada dalam kategori
rendah menjadi kategori sedang.
Apabila kemampuan belajar siswa dalam menyelesaiakan soal-soal
pada tes awal dianalisis, maka presentase ketuntasan belajar siswa pada tes
awal dapat dilihat pada tabel 2.6, berikut :
Tabel 2.6 Distribusi frekuensi ketuntasan belajar siswa pada tes siklus I
Skor
0 - 64
65 - 100

Frekuensi
22
13

Persen
62,86
37,14

Kategori
tidak tuntas
tuntas

Dari tabel 2.6 menunjukkan bahwa pada tes siklus I persentase
ketuntasan siswa sebesar 37,14 % yaitu 13 dari 35 siswa termasuk dalam
kategori tuntas, 62,86 % yaitu 22 dari 35 siswa termasuk dalam kategori
tidak tuntas, artinya dari tes awal hingga tes siklus I ini sudah mengalami
peningkatan yaitu dari 9 siswa yang tuntas pada tes awal meningkat pada

35

36

tes siklus I menjadi 13 siswa. Dan yang belum tuntas memerlukan
perbaikan pada pembelajaran siklus II.

3.

Hasil
Siklus

siklus

Statistik

Nilai Statistik

Subjek
Skor ideal
Skor tertinggi
Skor terendah
Rentang Skor
Skor Rata-rata
Standar Deviasi

35
100
100
50
50
73,71
14,71

Analisis
Deskriptif
Tes

akhir

II
Pada
ini diterapkan

metode pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan memantapkan dan
membenahi kekurangan yang terjadi pada siklus I dan dapat dilihat pada
tabel 2.7 Berikut:
Tabel 2.7 Statistik skor penguasaan siswa pada siklus II

Pada tabel 2.7 menunjukkan bahwa skor rata-rata hasil belajar
matematika setelah diterapkan metode pembelajaran kooperatif tipe STAD
pada siklus II adalah 73,71 dari skor ideal 100. Banyaknya siswa yang

tuntas 30 orang dengan persentase 85,71 % dan belum tuntas sebanyak 5
orang dengan persentase 14,28 %. Dengan standar deviasi 14,71. Skor
maksimum yang diperoleh siswa pada tes siklus II adalah 100 dan Skor
No

Skor

Kategori

1
2
3
4
5

0 - 34
35 - 54
55 - 64
65 - 84
85 - 100

Sangat rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat tinggi

Frekuensi Persentase (%)

0
0
3
8,57
2
5,71
20
57,14
10
28,57
35
100
minimum yang diperoleh siswa adalah 50. Dari tes siklus I ke tes siklus II
lebih mengalami peningkatan dimana skor rata-rata dari 55,43 meningkat
menjadi 73,71.
Jika skor penguasaan siswa di atas dikelompokkan kedalam lima
kategori (Berdasarkan teknik pengkategorisasian Departemen Pendidikan
Nasinonal), maka diperoleh distribusi frekuensi skor seperti ditunjukkan
pada tabel 2.8 berikut:
Tabel 2.8 Distribusi frekuensi dan persentase skor penguasaan siswa
pada siklus II

Setelah digunakan kategorisasi dari tabel 2.8 terlihat bahwa dari 35
orang siswa kelas VIII yang menjadi subjek penelitian ternyata sudah tidak
ada yang dikategorikan dalam tingkat penguasaan sangat rendah,
37

38

sedangakan yang dikategorikan dalam tingkat penguasaan sangat tinggi
bertambah menjadi 10 orang dengan persenatse (28,57%).
Jika skor rata-rata hasil belajar matematika pada siklus II yaitu
73,71 dihubungkan dengan kategori di atas, maka skor rata-rata hasil
belajar siswa sudah berada dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa tingkat hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Belopa
Kabupaten Luwu mengalami peningkatan yang sebelumnya berada dalam
kategori sedang menjadi kategori tinggi.
Apabila kemampuan belajar siswa dalam menyelesaiakan soal-soal
pada tes awal dianalisis, maka presentase ketuntasan belajar siswa pada tes
awal dapat dilihat pada tabel 2.9, berikut:

Tabel 2.9 Distribusi frekuensi ketuntasan belajar siswa pada tes siklus II
Skor

Frekuensi

Persen

Kategori

0 - 64
65 - 100

5
30

14,28
85,71

tidak tuntas
tuntas

Dari tabel 2.9 menunjukkan bahwa pada tes siklus II persentase
ketuntasan siswa sebesar 85,71 % yaitu 30 dari 35 siswa termasuk dalam
kategori tuntas, 37,14 % yaitu 13 dari 35 siswa termasuk dalam kategori
tidak tuntas, artinya dari tes siklus I hingga tes siklus II ini sudah
mengalami peningkatan yaitu dari 13 siswa yang tuntas pada tes siklus I
meningkat pada tes siklus II menjadi 30 siswa. Dan siswa yang termasuk

kategori tuntas sudah melebihi setengah dari jumlah keseluruhan siswa
yaitu 35 siswa.
Hal ini disebabkan karena pada siklus II ini, para siswa sudah mulai
beradaptasi dan terbiasa dengan penerapan metode pembelajaran
kooperatif tipe STAD, setelah dilakukan pembenahan mengenai hal-hal
yang dianggap kurang pada siklus I.
B. Hasil Analisis Kualitatif
Disamping terjadinya peningkatan hasil matematika, selama penelitian
pada siklus I dan siklus II tercatat sejumlah perubahan yang terjadi selama
proses belajar mengajar berlangsung. Perubahan tersebut merupakan data
kualitatif yang diperoleh dari lembar observasi pada setiap pertemuan yang
dicatat pada tiap siklus dan catatan guru untuk mengetahui perubahan
kesiapan siswa dalam mengikuti proses belajar mengajar selama penelitian
berlangsung.
Berikut ini adalah data perubahan siswa selama kegiatan proses
belajar mengajar:
1. Kehadiran siswa semakin meningkat dari 93,14% pada siklus I menjadi
99,28% pada siklus II. Hal ini disebabkan (Siklus I) karena pada
pertemuan pertama ada 2 orang siswa yang alpa, 1 orang siswa yang sakit
dan 1 orang siswa yang izin. Pertemuan kedua ada 3 orang siswa alpa dan
1 orang siswa sakit. Pertemuan ketiga ada 1 orang siswa alpa, 1 orang
siswa izin dan 1 orang lagi sakit. Pertemuan keempat masih ada 1 orang
siswa alpa. Sedangkan pada siklus II hanya 1 orang siswa yang sakit.

39

40

2.

Siswa yang melakukan kegiatan lain pada saat guru menjelaskan
mengalami penurunan. Pada siklus I terdapat 26,42% dan pada siklus II
sudah mengalami penurunan menjadi 9,51%. Hal ini disebabkan karena
siswa sendiri merasa rugi jika tidak memperhatikan penjelasan Guru.
Dengan kata lain mereka tidak dapat menyelesaikan tugas yangakan
diberikan nantinya oleh Guru.

3. Keaktifan siswa dalam kegiatan kelompok

terjadi peningkatan dari

23,56% pada siklus I menjadi 43,80%. Hal ini sisebabkan karena siswa
menyadari akan pentingnya saling kerjasama dalam berkelompok dimana
kita dapat menyelesaikan soal-soal yang sulit bersama teman kelompok.
4. Pada proses belajar mengajar masih banyak siswa yang meminta untuk
dibimbing. Ketika pembelajaran kooperatif tipe STAD telah diterapkan
sudah terjadi penurunan yaitu dari 25,71% menurun menjadi 13,32%. Hal
ini disebabkan karena terjalin kerjasama kelompok dalam menyelesaiakan
tugas yang diberikan oleh guru.
5. Siswa yang mengerjakan LKS dari 80,71% pada siklus I meningkat
menjadi 95,23% pada siklus II. Hal ini disebabkan karena siswa
menyadari bahwa tugas LKS dapat menjadi bahan penilain tersendiri oleh
guru yang nantinya akan menjadi salah satu faktor pada penilaian akhir.
6. Siswa yang bertanya tentang materi yang belum dimengerti mengalami
penurunan dari 17,85% pada siklis I menjadi 9,52% pada siklus II. Hal ini
menyebabkan

karena

siswa

menyadari

akan

memperhatikan materi yang dijelaskan oleh guru.

pentingnya

dalam

7. Siswa yang mengajukan diri untuk mengerjakan soal di papan tulis
mengalami peningkatan dari 14,99% pada siklus I menjadi 23,80% pada
siklus II. Hal ini disebabkan karena mereka termotivasi oleh temannya
yang lain, yang sealu mengerjakan soal di papan tulis. Dan guru juga
selalu memotivasi untuk bersaing secara sehat untuk mengerjakan soal di
papan tulis.
8. Siswa yang mengumpulkan PR mengalami peningkatan dari 79,99% pada
siklus I menjadi 95,71% pada siklus II. Hal ini disebabkan karena guru
mengembalikan tugas PR kepada masing-masing siswa sehingga yang
tidak mengumpulkan PR akan merasa malu kepada siswa yang lain yang
mendapatkan nilai dari PR yang dikerjakannya. Hal ini juga dapat
memotivasi siswa dalam mengerjakan PR.
C. Refleksi Terhadap Pelaksanaan Tindakan dalam Proses Belajar
Matematika
Dari analisis deskriptif kualitatif di atas dapat disimpulkan refleksi
secara umum sebagai berikut:
1. Pandangan siswa terhadap mata pelajaran matematika dapat dikatakan
mengalami perubahan kearah yang lebih positif. Hal ini dapat terlihat dari
interaksi yang terjadi baik antara siswa dengan siswa maupun antara guru
dengan siswa di kelas.
2. Pandangan siswa terhadap penerapan model kooperatif dengan metode
Student Team Achievement Division, untuk hal tersebut umumnya siswa
menanggapi dengan positif. Mereka menganggap bahwa metode
pembelajaran te