Modernisasi dan Perubahan Sosial Budaya

Modernisasi dan Perubahan Sosial Budaya
(Studi Pada Kehidupan Masyarakat Adat Ammatoa Kajang)
Risfaisal1
Abstract
Dalam masyakarat adat ammatoa kajang mempunyai sistem
masyarakat yang tertutup (hidden community). Tapi seiring dengan
adanya arus modernisasi, mereka perlahanpun mengikuti arus budaya
modern. Dalam penulisan jurnal ini di kemukakan faktor-faktor penyebab
masyarakat ammatoa dapat tersentuh dunia luar (modern) serta faktorfaktor yang mendorong terjadinya migrasi dalam pencarian nafkah.
Kata Kunci : Modernisasi dan Perubahan Sosial Budaya.
Pendahuluan
Salah satu prinsip sosiologis, manusia dan lingkungan tidaklah
dapat dipisahkan. Dalam pendekatan aliran behaviorisme dikatakan
bahwa lingkungan dapat mempengaruhi proses berpikir seseorang,
begitupun dengan adanya lingkungan tanpa bantuan manusia takkan
tercipta masyarakat yang equilibrum. Korelasi fungsional seperti ini
memiliki sifat komplementer dalam suatu lingkungan kehidupan, bahkan
sudah menjadi sifat ketergantungan (simbiosis-mutualisme). Dalam
tradisi masyarakat pedesaan telah memegang prinsip, bahwa manusia
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan lingkungannya, baik
lingkungan sesamanya (sosial) maupun lingkungan alam lainnya.

Dalam perspektif tersebut telah memiliki nilai dan makna sosial
didalamnya yakni untuk menciptakan suatu keserasian, keseimbangan
dan keselarasan antara manusia dan lingkungannya. (Siahaan, 1987)
mengatakan bahwa, sifat keseimbangan ekosistem masih dapat
dipertahankan karena masyarakat masih menganut pandangan yang
dilandasi kaidah-kaidah hidup, tradisi atau kebiasaan yang kadang
bersifat mithos dan misthis.
Seiring dengan adanya era modernisasi, dalam hal memithoskan
atau mengkeramatkan alam dalam suatu masyarakat pedesaan tertentu
tidak dapat diindahkan. Misalnya adanya suatu larangan membuang
sampah secara sembarangan di sebuah sungai tertentu, karena
akibatnya dapat menimbulkan penyakit atau malapetaka. Larangan untuk

1

Dosen Prodi Sosiologi FKIP Unismuh, (Tenaga Pengajar/III.a)
59

Jurnal Equilibrium Volume I No.
1/2013


menebang suatu pohon di tempat-tempat tertentu atau tidak boleh
menangkap ikan di suatu bagian sungai atau danau tertentu dan lain-lain.
Kebiasaan semacam inilah yang kemudian mempererat
harmonisasi alam, manusia, dan Tuhan. Hal ini menggambarkan bahwa
manusia telah menaruh hormat terhadap alam dan lingkungan hidupnya,
karena yakin berkat cinta terhadap alam sekitar manusia telah mampu
bertahan hidup (survive) dan mampu berbuat sesuatu.
Dengan berbagai macam keanekaragaman budaya yang di miliki
oleh Indonesia, khususnya yang terdapat di setiap daerah masingmasing. Ada banyak upaya untuk bisa melestarikan kebudayaan, agar
tetap menjadi budaya bangsa Indonesia yang bisa dipandang sebagai
identitas dan perekat suatu bangsa.
Di Sulawesi Selatan, terdapat suatu kelompok yang hidup secara
eksklusif dan tradisional yakni yang terletak di desa Tana Towa,
Kecamatan Kajang Kabupaten Bulukumba yang di sebut dengan tempat
wisata “Adat Ammatowa Kajang“. Di daerah tersebut, walaupun seiring
dengan derasnya arus perkembangan zaman modernisasi, tapi tetap
memegang nilai-nilai kultur dan tradisi yang dianutnya masih terasa
sangat kental.
Suatu hal yang sangat menarik dari kelompok masyarakat ini

adalah kemampuannya mempertahankan diri dalam suatu ikatan tradisi
yang kuat, internalisasi nilai-nilai budaya tersebut merupakan sarana
untuk mengatasi segala ketegangan yang muncul dalam masyarakat
Ammatowa melalui apa yang mereka istilahkan dengan sebutkan “
Pasang “ Hafiluddin (2000).
Pasang yang diartikan sebagai kumpulan pesan-pesan, petuahpetuah, petunjuk-petunjuk dan aturan-aturan bagaimana seseorang
menempatkan diri terhadap makro dan mikro kosmos serta tata cara
menjalin harmonisasi Alam-Manusia-Tuhan. Pasang merupakan sistem
nilai yang menjadi pedoman tertinggi bagai komunitas dalam mana ia
mengkonsepsikan hal-hal yang paling bernilai dalam kehidupan, baik
yang berorientasi keduniaan maupun keakhiratan. pasang dalam
masyarakat Ammatowa diyakini sebagai warisan leluhur yang
mengandung prinsip-prinsip dan aturan tentang hubungan warga
Ammatowa dengan Turie A’ra’na (Yang Maha berkehendak), hubungan
antara manusia dengan lingkungannya.
Dalam suatu penelitian ini, tentang perubahan sosial dan budaya
pada kehidupan pasang ri Kajang dalam kaitannya dengan modernisasi,
terdapat beberapa persoalan yang menggelitik peneliti untuk dipandang
sebagai latar belakang penelitian. Dengan melihat tinjauan historis
perilaku masyarakat setempat mereka menolak secara ekstrem yang

berbau asing atau yang di anggap tidak sesuai dengan adat istiadat
mereka sekarang ini telah berkurang.
Jurnal
60

Equilibrium

Volume

I

No.

1/2013

Dalam segi untuk mendapatkan pencahariannya misalnya,
mereka sudah mentipologikan jenis mata pencariannya seperti mereka
melakukan migrasi menjadi buruh di perkotaan, bahkan ada yang
menjadi anggota ABRI, masuk ke Perguruan Tinggi atau bahkan ada
yang menjadi guru.

Begitupun dalam aspek yang lain misalnya dalam hal segi
pendidikan. Dengan melihat tinjauan historis pola perilaku masyarakat
setempat sebagian orang tua beranggapan enggang memasukkan
anaknya ke sekolah dengan berbagai macam alasan, apalagi anaknya
tersebut adalah seorang perempuan dimana mereka menganggap pada
akhirnya akan menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Tapi,
seiring dengan adanya perkembangan arus modernisasi dalam hal segi
pendidikan mereka mulai sedikit mengalami suatu perubahan bahkan
pengamatan dari seorang peneliti merekapun mulai menyekolahkannya
sampai ke jenjang perguruan tinggi untuk meraih gelar sarjana.
Tinjauan Pustaka
A. Perubahan Sosial
Kehidupan manusia selalu berubah seiring dengan perubahan
zaman. Pada zaman dahulu kehidupan manusia hanya terpusat di
daerah sekitar tempat tinggalnya saja. Dengan adanya globalisasi, di
mana arus komunikasi dan informasi terbuka lebar menyebabkan nilainilai yang dianut dalam masyarakat mulai bergeser. Berlangsungnya
perdagangan antarnegara meneyebabkan masyarakat suatu bangsa
dapat menikmati hasil-hasil produksi dari masyarakat bangsa lain. Jika
hal tersebut berlangsung dalam waktu yang lama dan terus menerus
akan mengakibatkan munculnya kebudayaan baru, baik kebudayaan

yang benar-benar baru atau hasil penyatuan antara kebudayaan lama
yang telah ada dengan kebudayaan asing.

Dul
u

Sekaran
g

Masa
depan

Gambar 1.1. Dimensi Waktu Perubahan Sosial
Studi mengenai perubahan sosial yang menjadi inti studi dalam
sosiologi, sudah dimulai pada sekitar abad ke-18. Ibnu khaldun, seorang
pemikir islam dalam bidang ilmu sosial, pertama kali memperkenalkan
konsep perubahan sosial. Perubahan sosial menurut Khaldun (13321406 M), bahwa masyarakat secara historis bergerak dari masyarakat
61

Jurnal Equilibrium Volume I No.

1/2013

nomaden menuju masyarakat (yang tinggal) menetap (disebut
masyarakat kota).
Selain Khaldun, beberapa ilmuwan sosial (sosiologi) di abad ke19 sampai abad ke-20, juga menjelaskan beberapa konsep perubahan
sosial. Auguste Comte (1798 – 1857) menjelaskan mengenai kajian
sosiologi menjadi dua bidang kajian, yakni statika sosial dan dinamika
sosial. Comte menjelaskan mengenai perubahan tahap kehidupan
manusia mulai dari tingkat teologis, metafisika, dan positivistik.
Menurut Bhaskar (dalam salim:2002) perubahan sosial biasanya
terjadi secara wajar (naturally), gradual, bertahap serta tidak pernah
terjadi secara radikal atau revolusioner. Proses perubahan terdiri atas : 1)
proses reproduction dan 2) proses transformation.
Proses
reproduction
adalah
proses
mengulang-ulang,
menghasilkan kembali segala hal yang diterima sebagai warisan budaya
dari nenek moyang sebelumnya. Dalam hal ini meliputi bentuk warisan

budaya yang di miliki. Warisan budaya dalam kehidupan keseharian
terdiri atas : 1) material dan immaterial.
Adapun Roy Bhaskar (dalam Salim, 2002) menyatakan,
reproduction berkaitan dengan masa lampau perilaku masyarakat, yang
berhubungan dengan masa sekarang dan masa yang akan datang.
Transformasi merupakan sesuatu proses masa depan yang menjadi
ancaman perilaku manusia, yang sebetulnya dasar perilaku strukturnya
telah tertanam pada masa sekarang dan masa lalu.
Dengan demikian transformasi masa depan bukanlah perilaku
yang lepas dari dasar kegiatan manusia pada masyarakat dunia, yang
menerima perubahan sesuai proses kematangan sehingga sebenarnya
perubahan sosial akan berjalan dengan menapak sebagai penahapan
model kematangan perilaku manusia, dari suatu masa ke masa yang
lain. Setiap jenis kematangan akan mengikuti aspek yang telah
dilakukan, jauh sebelum perilaku masyarakat berubah masa kini.
Proses transformation, adalah suatu proses penciptaan hal yang
baru (something new) yang dihasilkan oleh pengetahuan dari teknologi
(tools and technologies), yang berubah adalah aspek budaya yang
sifatnya material, sedangkan yang sifatnya norma dan nilai sulit sekali
diadakan perubahan. Sebagai contoh kebudayaan masyarakat sulawesi

selatan yang hidup di perkotaan yang telah memakai pakaian dengan
setelan jasi dan jas, tetapi nilai kehidupannya masih tetap bugismakassar yang teguh memegang prinsip budaya siri’ na pacce.
Hal ini menunjukkan bahwa budaya yang tampak (material) lebih
mudah diubah, tetapi sikap hidup adalah menyangkut nilai-nilai yang
sukar untuk dibentuk kembali.
Perubahan sosial dapat dibayangkan sebagai perubahan yang
terjadi di dalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya, terdapat
perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu yang
Jurnal
62

Equilibrium

Volume

I

No.

1/2013


berlainan. Untuk itu, konsep dasar mengenai perubahan sosial
menyangkut tiga hal, yaitu : pertama, studi mengenai perbedaan; kedua,
studi harus dilakukan pada waktu yang berbeda; dan ketiga; pengamatan
pada sistem sosial yang sama (Sztompka, 1994). Artinya bahwa untuk
dapat melakukan studi perubahan sosial, kita harus melihat adanya
perbedaan atau peruban kondisi objek yang menjadi fokus studi. Kedua,
studi perubahan harus dilihat dalam konteks waktu yang berbeda,
dengan kata lain kita harus melibatkan studi komparatif dalam dimensi
waktu yang berbeda. Ketiga, objek yang menjad fokus studi komparasi
tersebut haruslah objek yang sama.
Menurut Harper (1989), perubahan sosial didefinisikan sebagai
pergantian (perubahan) yang signifikan mengenai struktur sosial dalam
kurung waktu tertentu. Perubahan di dalam struktur ini mengandung
beberapa tipe perubahan struktur sosial. yaitu : pertama perubahan
dalam personal, yang berhubungan dengan perubahan-perubahan peran
dan individu-individu baru dalam sejarah kehidupan manusia yang
berkaitan dengan keberadaan struktur. Perubahan dalam tipe ini bersifat
gradual (bertahap) dan tidak terlalu banyak unsur – unsur baru maupun
unsur – unsur yang hilang. Misalnya dalam perubahan peran dan fungsi

perempuan dalam masyarakat. Jika sebelumnya perempuan diposisikan
sebagai subjek yang memegang peran dan fungsi wilayah domestik (di
dalam rumah), namun sebagaimana dapat dilihat dalam masyarakat
modern, perempuan sudah mulai ikut berperan serta dalam wilayah
publik yang sebelumnya hanya diduduki laki-laki.
Kedua, perubahan dalam cara bagian-bagian struktur sosial
berhubungan. Perubahan ini misalnya terjadi dalam perubahan alur kerja
birokrasi dalam lembaga pemerintahan. Bila pada masa dulu cara kerja
aparat pemerintah masih manual (tenaga manusia) maka sekarang dapat
dilihat hampir berbagai sistem pelayanan pemerintahan telah tergantikan
secara mekanis dengan menggunakan teknologi canggih, sehingga
segala sesuatu menjadi serba online.
Ketiga, perubahan dalam fungsi-fungsi struktur, berkaitan dengan
apa yang dilakukan masyarakat dan bagaimana masyarakat tersebut
melakukannya.
Keempat, perubahan dalam hubungan struktur yang berbeda.
Lembaga pendidikan dalam masyarakat industri memiliki fungsi
menyiapkan tenaga kerja untuk kepentingan industri.
Kelima, kemunculan struktur baru, yang merupakan peristiwa
munculnya struktur baru untuk menggantikan struktur sebelumnya.
Misalnya
munculnya KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).
Pemberatasan korupsi pada awalnya menjadi tugas kepolisian, namun
dengan terbentuknya KPK, peran kepolisian dalam melakukan
penyelidikan masalah korupsi telah tergantikan.
63

Jurnal Equilibrium Volume I No.
1/2013

Menurut Macionis, perubahan sosial merupakan transformasi
dalam organisasi masyarakat dalam pola berpikir dan dalam perilaku
pada waktu tertentu.
Menurut Hilmes dan Moore (dalam Soelaiman, 1998), perubahan
sosial mempunyai tiga dimensi, yaitu dimensi struktural, kultural, dan
interaksional. Dimensi strukural misalnya bertambah dan berkurangnya
kadar peranan, menyangkut aspek perilaku dan kekuasaan, adanya
peningkatan atau penurunan sejumlah peranan atau pengategorian
peranan.
Kedua dimensi kultural mengacu pada perubahan kebudayaan
dalam masyarakat. Perubahan ini meliputi : pertama, inovasi
kebudayaan. Inovasi kebudayaan merupakan komponen internal yang
memunculkan perubahan sosial dalam suatu masyarakat. Inovasi
kebudayaan meliputi yang paling mudah ditemukan adalah munculnya
teknologi baru. Kedua, difusi. Difusi merupakan komponen eksternal
yang mampu menggerakkan terjadinya perubahan sosial. Ketiga,
integrasi. Integrasi merupakan wujud perubahan budaya yang “relatif
lebih halus”.
Ketiga, dimensi interaksional mengacu pada adanya perubahan
hubungan sosial dalam masyarakat. Dimensi ini meliputi : pertama,
perubahan
dalam
frekuensi.
Perkembangan
teknologi
telah
menyebabkan berkurangnya frekuensi individu untuk saling bertatap
muka. Kedua, perubahan dalam jarak sosial. Perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi telah menggeser fungsi “tatap muka” dalam
proses interaksi. Ketiga, perubahan perantara. Mekanisme kerja individu
dalam masyarakat modern banyak bersifat “serba online”, menyebabkan
individu tidak banyak membutuhkan “orang lain” dalam proses
pengiriman informasi.
Menurut Abdulsyani (2002) perubahan sosial adalah itu adalah
perubahan fungsi kebudayaan dan perilaku manusia dalam masyarakat
dari keadaan tertentu kekeadaan yang lain. Sedangkan Gillin (dalam
Abdulsyani, 2002), mengatakan bahwa perubahan-perubahan sosial
adalah suatu variasi dari cara-cara hidup yang telah diterima, yang
disebabkna baik karena perubahan-perubahan kondisi geografis,
kebudayaan material, komposisi penduduk, ideologi maupu karena
adanya difusi ataupun penemuan-penemuan baru dalam masyarakat
tersebut.
Perubahan-perubahan sosial menunjuk pada modifikasimodifikasi yang terjadi dalam pola-pola kehidupan manusia. Samuel
Koening (dalam Abdulsyani, 2002).
Sedangkan Kingsley Davis (dalam Abdulsyani, 2002)
mengartikan perubahan-perubahan sosial sebagai perubahan –
perubahan yang terjadi dalam struktur dan fungsi masyarakat.
Jurnal
64

Equilibrium

Volume

I

No.

1/2013

Menurut Marx (dalam Salim, 2002) ada tiga tema menarik ketika
hendak mempelajari perubahan sosial di lingkungan masyarakat, yaitu :
1. Perubahan sosial menekankan pada kondisi materialistis
berpusat pada perubahan-perubahan cara atau teknik produksi
material sebagai sumber pengetahuan sosial budaya. Hal ini
mencakup perkembangan teknologi baru, penemuan sumbersumber baru atau perkembangan lain dalam bidang kegiatan
produksi. Kontradiksi dapat muncul karena cara – cara produksi
dan hubungan-hubungan produksi, yang muncul dari hubungan
buruh dengan majikan. Dalam pikiran Marx, teknologi tinggi tidak
akan dapat mendatangkan kesejahteraan kepada umat manusia,
andaikata tidak dimiliki oleh kelompok pekerja pada umumnya.
Teknologi malah akan mendatangkan malapetaka, karena ia
selalu berada pada pemilik modal yang digunakan untuk
mengeksploitasi tata kerja buruh.
2. Perubahan sosial utama adalah kondisi-kondisi material dan
cara-cara produksi disatu pihak dan hubungan-hubungan sosial
serta norma-norma pemilikan dipihak lain, mulai dari komunitas
bangsa primitif sampai bentuk kapitalis modern. Pada tahap
kehidupan komunal masyarakat hidup di bawah ideologi
individualitas dan berkurangnya hubungan manusiawi, menjadi
hubungan pemikiran. Dalam hubungan kapitalis, hubungan buruh
dan majikan ditentukan semata-mata oleh relasi buruh dalam
kerangka “menjual” tenaga kepada majikan dalam sistem pasar
yang “impersonal”.
3. Dapat dinyatakan bahwa manusia menciptakan sejarah
materialnya sendiri. Selama ini mereka berjuang menghadapi
lingkungan materialnya dan terlibat dalam hubungan-hubungan
sosial yang terbatas dalam proses pembentukannya.
Demikian menurut Marx, perubahan sosial hanya mungkin terjadi
karena konflik kepentingan material (benda) atau hal yang bersifat
material (dibendakan). Konflik sosial dan perubahan sosial menjadi satu
pengertian yang setara, karena perubahan sosial berasal dari adanya
konflik kepentingan material tersebut akan melahirkan perubahan sosial.
Perubahan sosial bukanlah sebuah proses yang terjadi dengan
sendirinya. Pada umunya, ada beberapa faktor yang berkontribusi dalam
memunculkan perubahan sosial. Faktor tersebut dapat digolongkan pada
faktor dari dalam dan faktor dari luar masyarakat (soekanto, 1999).
Faktor dari dalam misalnya bertambah dan berkurangnya penduduk.
Sedangkan faktor dari luar misalnya terjadinya bencana alam atau
kondisi lingkungan fisik.

65

Jurnal Equilibrium Volume I No.
1/2013

PENUTUP
1. Dalam kehidupan sosial kawasan adat ammatoa kajang di ikat
suatu aturan atau norma yang di sebut pasang. Pasang inilah
yang membentuk karakter dan pola perilaku yang berbeda
dengan kehidupan masyarakat yang tinggal di luar daerah
tersebut.
Namun,
seiring
dengan
kemajuan
zaman,
pembangunan yang digalak oleh pemerintah sekitar daerah
tersebut, perubahan pola perilaku masyarakat adat ammatoa
yang dikenal memiliki karakter tersendiri mulai terkikis sedikit
demi sedikit.
2. Salah satu aspek penting sehingga masyarakat adat ammatoa
kajang tersentuh dengan dunia luar adalah faktor pendidikan
(mindset) yakni para orang tua menyekolahkan anaknya ke
jenjang menengah, atas, sampai perguruan tinggi.
3. Dengan terjadinya perubahan perilaku sosial masyarakat dalam
kawasan adat ammatoa, serta pemikiran masyarakat yang sudah
rasional maka lambat laun perubahan itu akan terjadi sangat
cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Akib, Yusuf. 2003. Potret Manusia Kajang. Pustaka Refleksi. Makassar
Upe, Ambo. 2010. Tradisi Aliran Dalam Sosiologi. Rajagrafindo Persada.
Jakarta
Ahmadi, Abu. 2004. Sosiologi Pendidikan. PT Rineka Cipta. Jakarta
Martono, Nanang. 2011. Sosiologi Perubahan Sosial Perspektif Klasik,
Modern, Posmodern, dan Poskolonial. PT Rajagrafindo Persada.
Jakarta
Abdulsyani, 2002. Sosiologi Skematika, Teori, dan Penerapannya.
Jakarta : Bumi Aksara
Setiadi, Elly M dan Kolip, Usman. 2011.

Pengantar Sosiologi

Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial; Teori, Aplikasi,
dan Pemecahannya. Kencana Jakarta
Sztompka, P. 2005. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta: Prenada
Jurnal
66

Equilibrium

Volume

I

No.

1/2013

Faizal, Sanapiah. 2003. Format-format Penelitian Sosial. Jakarta; Raja
Grafindo Persada.

67

Jurnal Equilibrium Volume I No.
1/2013