PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK BIDANG KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

  

PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK

UNTUK BIDANG KESEHATAN

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas ijin dan rakhmat-Nya sehingga Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan dapat disusun dan diterbitkan.

  Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 pasal 31 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, mengatur bahwa dari dana pajak rokok minimal 50 % dipergunakan untuk pelayanan kesehatan dan penegakan hukum.

  Sesuai kewenangan pemerintah pusat yaitu menyusun norma-standar-prosedur dan kriteria (NSPK) sesuai dengan bidang atau kewenangan masing-masing, maka Kementerian Kesehatan bersama-sama Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri memandang perlu adanya Panduan umum tentang penggunaan pajak rokok untuk bidang kesehatan.

  Panduan umum ini memuat tentang penggunaan pajak rokok untuk pelayanan kesehatan, yaitu; pertama untuk kegiatan upaya kesehatan masyarakat, meliputi ; kegiatan pencegahan, pengendalian konsumsi rokok dan produk tembakau, kegiatan upaya penegakan hukum dalam kebijakan kawasan tanpa rokok (KTR), kegiatan upaya pelayanan kesehatan masyarakat, dan untuk pelayanan kesehatan perorangan, meliputi kegiatan

  kedua

  upaya peningkatan sarana dan prasarana kesehatan dan kegiatan upaya peningkatan SDM kesehatan dalam upaya kesehatan perorangan. Kegiatan upaya kesehatan masyarakat mencakup ; penyediaan data dasar dan analisis situasi, peningkatan kapasitas SDM, bina suasana, advokasi, pemberdayaan masyarakat dan kemitraan.

  Panduan ini diharapkan bisa menjadi acuan bagi pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait dalam penggunaan pajak rokok untuk bidang kesehatan sehingga penggunaannya dapat dilaksanakan secara tepatguna, tepat sasaran dan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.

  Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam penyusunan panduan ini Semoga panduan ini bisa bermanfaat untuk kita semua.

  Jakarta, Maret 2014 Kepala Pusat Promosi Kesehatan dr. Lily S. Sulityowati, MM

  

SAMBUTAN

SEKRETARIS JENDERAL

  Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, menyebutkan bahwa kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia.

  Untuk mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan tersebut, sangat diperlukan adanya peran serta aktif masyarakat, dan juga dukungan lintas sektor baik dalam bentuk kebijakan/regulasi, maupun dukungan sumber daya (dana, tenaga dan sarana prasarana).

  Kami memberikan apresiasi kepada Kementerian Keuangan Republik Indonesia, telah mendorong lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa salah satu sumber pajak daerah adalah pajak rokok.

  Penggunaan pajak rokok ini seperti yang tertuang dalam pasal 31 adalah minimal 50% dari pajak yang diterima diperuntukan bagi upaya kesehatan masyarakat dan penanganan aspek hukum.

  Adanya pajak daerah ini sebagai sumber Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), merupakan salah satu sumber dana yang bisa digunakan untuk upaya peningkatan kesehatan di daerah, karena selama ini banyak program atau kegiatan kesehatan di daerah yang tidak bisa terlaksana, antara lain karena kendala tidak tersedianya dana.

  Dana pajak tersebut agar bisa dimanfaatkan dengan baik, sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku, Kementerian Kesehatan bersama-sama dengan Kementerian Keuangan, Kementerian Dalam Negeri, Akademisi, dan Profesi Promosi Kesehatan telah menyusun Pedoman Umum Penggunaan Pajak Rokok untuk bidang kesehatan.

  Pada pedoman ini penggunaan dana pajak rokok lebih diprioritaskan untuk upaya peningkatan kesehatan (promotif) dan pencegahan penyakit (preventif), karena upaya kuratif- rehabilitatif saat ini sudah ditangani melalui program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JKN), justru kita perlu banyak melakukan upaya yang bersifat promotif preventif, selain akan lebih meningkatkan kesehatan masyarakat, juga dapat lebih efisien penggunaan dana yang bersifat kuraitf-rehabilitatif, yang saat ini ditangani oleh BPJS.

  Kami sampaikan bahwa hal terpenting dalam era otonomi daerah adalah Pemerintah Daerah (provinsi maupun kabupaten/ kota) bisa memanfaatkan dana ini untuk peningkatan kesehatan masyarakat, khususnya melalui upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit, juga pelayanan kesehatan kuratif rehabilitatif.

  Kami menyambut baik atas terbitnya pedoman ini, dan mengharapkan peranan dan dukungan semua pihak, khususnya Kementerian Dalam Negeri pada implementasi penggunaan dana pajak rokok ini agar berjalan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

  Semoga Panduan Umum Penggunaan Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini bisa menjadi pedoman bagi daerah, sehingga dana tersebut bermanfaat untuk peningkatan kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.

  Jakarta, Maret 2014 Sekretaris Jenderal, dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS NIP. 195408112010061001

  

PANDUAN UMUM

PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK BIDANG

KESEHATAN

DAFTAR ISI

  Kata Pengantar Sambutan Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan RI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Tujuan

  2. Tujuan Khusus

  C. Sasaran

  D. Dasar Hukum

  E. Pengertian

  

BAB II PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK

KEGIATAN UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM)

  1. Tujuan Umum

  B. Kegiatan Upaya Penegakan Hukum dalam Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

  1. Upaya Penegakan KTR melalui Mekanisme Hukum

  2. Upaya Penegakan KTR melaui Mekanisme Partisipatif

  C. Kegiatan Upaya Pelayanan Kesehatan Masyarakat

  1. Kegiatan Upaya Penurunan Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular dan Cedera

  2. Kegiatan Upaya Penurunan Faktor Risiko Penyakit Menular

  3. Kegiatan Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak, dan Lansia

  A. Kegiatan Upaya Pencegahan dan Pengendalian Konsumsi Rokok dan Produk Tembakau Lainnya

  4. Kegiatan Upaya Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Berisiko pada Remaja

  D. Kegiatan Peningkatan SDM Kesehatan dalam Upaya Kesehatan Masyarakat

BAB III PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK KEGIATAN UPAYA KESEHATAN PERORANGAN (UKP) A. Kegiatan Upaya Peningkatan Sarana dan Prasarana Kesehatan B. Kegiatan Upaya Peningkatan SDM Kesehatan dalam Upaya Kesehatan Perorangan BAB IV PENUTUP LAMPIRAN A. STRATEGI PENGGUNAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK BIDANG KESEHATAN

  1. Penyediaan Data Dasar dan Analisis Situasi

  2. Peningkatan Kapasitas SDM

  3. Bina Suasana

  4. Advokasi

  5. Pemberdayaan Masyarakat

  6. Kemitraan

B. ESTIMASI PENERIMAAN DANA PAJAK ROKOK UNTUK BIDANG KESEHATAN BERDASARKAN JUMLAH PENDUDUK INDONESIA TAHUN 2010

  

DAFTAR ISTILAH

AKB ANGKA KEMATIAN BAYI AKI ANGKA KEMATIAN IBU

APBD ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

APBN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA

ASI AIR SUSU IBU BOK BANTUAN OPERASIONAL KESEHATAN BPJS BADAN PENYELENGGARA JAMINANA SOSIAL DAK DANA ALOKASI KHUSUS DALYs DISABILITY ADJUSTED LIFE YEARS DAU DANA ALOKASI UMUM DBD DEMAM BERDARAH DENGUE DBHCHT DANA BAGI HASIL CUKAI DAN TEMBAKAU DPRD DEWAN PERWAKILAN DAERAH DTPK DAERAH TERPENCIL PERBATASAN DAN KEPULAUAN HIV HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS AIDs ACQUIRED IMMUNO DEFICIENCY SYNDROME

  IMS

  INFEKSI MENULAR SEKSUAL JKN JAMINAN KESEHATAN NASIONAL KIE KOMUNIKASI INFORMASI EDUKASI KLB KEJADIAN LUAR BIASA KNPI KOMITE NASIONAL PEMUDA INDONESIA KTR KAWASAN TANPA ROKOK LSM LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT MDGs MILLENIUM DEVELOPMEN GOALS MMC MASS MEDIA CAMPAIGN MoU MEMORANDUM OF UNDERSTANDING MSG MONOSODIUM GLUTAMATE NAPZA NARKOTIKA DAN ZAT ADIKTIF LAINNYA NCDs NON COMMUNICABLE DISEASES OSIS ORGANISASI SISWA INTRA SEKOLAH PDRD PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PHBS POLA HIDUP BERSIH DAN SEHAT

PKPR PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI REMAJA

PKRS PROMOSI KESEHATAN DI RUMAH SAKIT PM PENYAKIT MENULAR PMR PALANG MERAH REMAJA PMS PENYAKIT MENULAR SEKSUAL PTM PENYAKIT TIDAK MENULAR RI REPUBLIK INDONESIA RKUD REKENING KAS UMUM DAERAH RS RUMAH SAKIT RT RUKUN TETANGGA RW RUKUN WARGA SDH SOCIAL DETERMINANT HEALTH

SDKI SURVEY DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA

SKPD SATUAN KERJA PEMERINTAH DAERAH SKRT SURVEI KESEHATAN RUMAH TANGGA SMS SHORT MESSAGE SERVICE TMMC TARGETED MULTI MEDIA CAMPAIGN TOT TRAINING OF TRAINER UKM UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT UKP UPAYA KESEHATAN PERORANG UKS UNIT KESEHATAN SEKOLAH

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) mengatur kebijakan dalam hal

  sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintah daerah terutama pengaturan pembagian dan penggunaan pajak rokok sebagai salah satu jenis pajak daerah. Adapun besaran tarif pajak rokok adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari cukai rokok. Pajak rokok adalah pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh instansi pemerintah pusat yang kemudian disetor ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) provinsi secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk. Dana pajak rokok ini akan masuk ke RKUD Provinsi sebagai APBD provinsi dan akan ditransferkan ke Kabupaten/Kota. Pasal 94 ayat (1) butir C UU No. 28 tahun 2009 ini mengatur bahwa 70% (tujuh puluh persen) hasil penerimaan pajak rokok diserahkan kepada kabupaten/kota dan 30% (tiga puluh persen) diserahkan kepada provinsi.

  Dalam pasal 31 UU No. 28 tahun 2009 diatur bahwa penerimaan pajak rokok, baik bagian provinsi maupun bagian kabupaten/kota, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang. Pengertian pelayanan kesehatan dan penegakkan hukum yang dimaksud dalam

  pasal 31 tersebut tertuang dalam aturan penjelas Undang- Undang ini bahwa “pelayanan kesehatan masyarakat, antara lain: kegiatan memasyarakatkan tentang bahaya merokok dan iklan layanan masyarakat mengenai bahaya merokok, pembangunan/pengadaan dan pemeliharaan sarana dan prasarana unit pelayanan kesehatan, serta penyediaan sarana umum yang memadai bagi perokok (smoking area)”. Sedang penegakkan hukum yang dimaksud dalam aturan penjelas Undang-Undang ini adalah “penegakkan hukum sesuai dengan kewenangan Pemerintah Daerah, yang dapat dikerjasamakan dengan pihak/instansi lain, antara lain: pemberantasan peredaran rokok ilegal dan penegakkan aturan mengenai larangan merokok sesuai dengan peraturan perundang-undangan.” Tambahan dana APBD untuk kesehatan yang bersumber dari penerimaan pajak rokok ini bersifat “On Top” (tidak mengurangi alokasi APBD untuk kesehatan yang telah ada selama ini). Adapun besaran dana pajak rokok yang akan diterima oleh masing-masing daerah terlampir dalam lampiran Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini.

  Saat ini, Indonesia tengah mengalami masalah multiple

  

burden diseases , dimana penyakit menular masih banyak

  diderita oleh penduduknya disertai adanya serangan penyakit infeksi re-emergencies (DBD, malaria, dll) dan new-

  

emergencies (flu burung, HIV/AIDs, dll). Selain itu,

  Indonesia juga harus menangani bermunculannya penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular yang belum teratasi. Dalam bahasa internasional, penyakit degeneratif atau penyakit tidak menular dikenal sebagai Non-Communicable

  

Diseases (NCDs), di Indonesia dikenal dengan Penyakit

  Tidak Menular (PTM). Tiga dekade terakhir, prevalensi PTM terus meningkat, dimana penyakit ini telah menjadi penyebab utama kematian di Indonesia sebagaimana tergambar dalam

gambar 1.1 sebagai berikut:Gambar 1.1 Distribusi Kematian pada Semua Umur menurut

  

Kelompok Penyakit menurut Data SKRT 1995-2001 dan

Riskesdas 2007

  Berdasarkan diagram 1.1 di atas, 6% kematian pada semua kelompok umur di Indonesia disebabkan karena gangguan maternal/perinatal, 6,5% kematian disebabkan karena cedera dan 28.1% kematian semua umur disebabkan oleh penyakit menular sedangkan 59,5% kematian di Indonesia disebabkan oleh penyakit tidak menular, seperti penyakit kardiovaskular,

  

stroke dan pembuluh darah lainnya, diabetes, hipertensi,

  penyakit sendi, penyakit paru obstruktif kronik, cedera dan berbagai jenis penyakit kanker. Dengan kata lain, selain masalah penyakit menular dan masalah perinatal/maternal yang merupakan salah satu indikator Millenium Development

  (MDGs), Indonesia juga sedang mengalami transisi

  Goals

  epidemiologi dimana morbiditas dan mortalitas penyakit tidak menular menjadi permasalahan kesehatan yang harus segera ditanggulangi. Senada dengan hal tersebut, data The

  

Indonesian Burden of Disease, Injuries and Risk Factors:

Level, Trends and Policy Implication tahun 2010 sebagai berikut juga menggambarkan penyakit penyebab kematian saat ini yang lebih didominasi oleh penyakit tidak menular.

  

Tabel 1.1

The Indonesian Burden of Disease, Injuries and Risk Factors:

Level, Trends and Policy Implication tahun 2010

  No. Nama Penyakit No. Nama Penyakit

  1 Stroke

  11 Penyakit Ginjal Kronik

  2 Tuberculosis

  12 Tyfoid

  3 Diare

  13 Neonatal sepsis

  4 Cedera/Injury

  14 Kanker Paru-Paru Peryakit Kardio dan

  5 Penyakit Jantung Iskemik

  15 Sirkulasi

Penyakit Saluran Nafas Hipertensive Hearth

  6 Kronik (PPOK)

  16 Diseases

  7 Diabetes Mellitus

  17 COPD

  8 Neonatal Enchephalopathy

  18 Malformasi Congenital

  9 Preterm Birth Complication

  19 Maternal Disorders

  10 Cirrosis

  20 Malaria

  Sumber: Kosen, 2010 Signifikansi permasalahan penyakit tidak menular di Indonesia akan meningkat menjadi masalah kesehatan masyarakat berikutnya jika dilihat dari faktor risikonya.

  Adanya pengembangan standar hidup yang meningkatkan kesejahteraan hidup penduduk ditengarai sebagai hal yang merubah pola hidup masyarakat. Perubahan pola hidup ini meningkatkan faktor risiko penyebab penyakit tidak menular sehingga turut meningkatkan prevalensi penyakit tidak menular di Indonesia. Akan tetapi, teori Barker mengenai epidemiologi penyakit tidak menular mengemukakan bahwa orang yang rentan dan kurang beruntung secara sosial akan sakit dan mati lebih cepat dibandingkan dengan orang-orang yang berkedudukan sosial lebih tinggi, oleh karena mereka berada pada kondisi dengan faktor risiko lebih dekat kepada penyakit tidak menular, seperti gizi yang kurang dan lingkungan yang tidak sehat. Hal ini berarti tingkat morbiditas dan mortalitas akibat penyakit tidak menular dan faktor risikonya tidak hanya berpotensi kepada masyarakat dengan kelas ekonomi atas, akan tetapi juga dipengaruhi oleh faktor- faktor sosial yang berpengaruh pada kesehatan (Social

  

Determinant Health/ SDH) yang berada di sekeliling

  kehidupan manusia sejak dari lahir, tumbuh, berkembang hingga bekerja, seperti: faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan budaya kehidupan atau etnis. Data Riskesdas tahun 2010 menunjukkan 3 (tiga) faktor risiko terbesar yang menyebakan penyakit tidak menular adalah rendahnya pola asupan makanan rendah sayur dan buah (93,6%), kurangnya aktivitas fisik (48,2%) dan tingginya pola konsumsi rokok (34,7%) penduduk Indonesia. Menurut data lain, yakni The Indonesian Burden of Disease, Injuries and

  

Risk Factors: Level, Trends and Policy Implication , yang

  merupakan faktor risiko terbesar terhadap Disability Adjusted

  

Life Year (DALYs) orang Indonesia tahun 2010 adalah pola

  makan yang berisiko (dietary risks), tekanan darah tinggi dan perilaku merokok. Hasil publikasi studi Soewarta Kosen tahun 2012 menunjukkan 12,7% kematian yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh penyakit yang terkait dengan rokok. Dengan kata lain, terdapat 190.260 kematian yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh penyakit yang terkait dengan rokok, dengan 100.680 kematian untuk laki-laki dan 89.580 kematian untuk perempuan. Adapun beban kerugian ekonomi akibat hilangnya waktu produktif terkait meningkatnya kematian, kesakitan, dan disabilitas terkait dengan merokok adalah sebesar Rp105,3 triliun per tahun. Rata-rata biaya rawat inap yang dihabiskan akibat penyakit terkait merokok adalah Rp1,38 triliun per tahun, sedang rata- rata biaya rawat jalan akibat penyakit terkait merokok adalah Rp0,26 triliun per tahun. Saat ini Indonesia tengah menyusun skema jaminan sosial yang akan berlaku secara bertahap mulai 1 Januari 2014 melalui implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), dimana setiap penduduk akan memperoleh hak kesehatan tanpa terkecuali (Universal Health Coverage). Dengan demikian, Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) akan dibiayai oleh dana JKN dari anggaran pembiayaan kesehatan Indonesia dalam APBN dan kumpulan premi pesertanya. Pada dasarnya, anggaran pembiayaan kesehatan Indonesia dalam APBN sendiri masih sangat rendah, yakni sekitar 2 ,5% - 3% Produk Domestik Bruto per tahunnya, padahal seharusya 5% dari APBN dan 10% dari APBD. Data National Health Account Indonesia tahun 2011 menyebutkan 50% dari belanja kesehatan Indonesia diperuntukkan untuk kegiatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif, yakni 28,46% untuk rawat inap, 21,71% untuk rawat jalan dan 0,15% untuk kegiatan rehabilitatif. Sementara belanja kesehatan Indonesia diperuntukkan untuk kegiatan yang bersifat promotif dan preventif hanya 8,11%.

Gambar 1.2 Diagram Belanja Kesehatan Indonesia Menurut Fungsinya

  

Tahun 2011 Sumber: National Health Account, 2011 Pembiayaan kegiatan Upaya Kesehatan Perortangan atau UKP (kuratif dan rehabilitatif lainnya) telah dibiayai oleh APBN dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sementara untuk kegiatan Upaya Kesehatan Masyarakat atau UKM (promotif preventif) dan pemberdayaan masyarakat masih sangat minim. Oleh karenanya, penggunaan dana pajak rokok untuk bidang kesehatan diprioritaskan untuk membiayai kegiatan UKM (promotif preventif) dan pemberdayaan masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kegiatan UKP (kuratif dan rehabilitatif lainnya) sesuai kebutuhan daerah masing-masing. Adapun harapan dampak jangka panjang dari penggunaan dana pajak rokok untuk kesehatan ini akan mampu menekan biaya kesehatan, sehingga program JKN dapat berlangsung dengan berkesinambungan.

  Dengan kata lain, peruntukan dana pajak rokok untuk kesehatan ini diharapkan dapat mengisi kekurangan dari program yang ada diluar belanja kesehatan rutin daerah. Sehingga tambahan dana APBD untuk kesehatan yang bersumber dari penerimaan pajak rokok yang bersifat “On Top” ini merupakan sumber pendapatan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota yang diharapkan penggunaannya dapat difokuskan ke pembiayaan kegiatan UKM (promotif preventif) dan pemberdayaan masyarakat agar dapat selaras dengan upaya percepatan pembangunan kesehatan 2015-2019.

Gambar 1.3 Kerangka Berpikir Upaya Percepatan Pembangunan

  Amanat: Penguatan Upaya dan

Kesehatan 2015-2019

UKM: Organisasi  UU No 36 Th Kesehatan 2009 tentang masyarakat Pusat pemberdayaan Kesehatan di promprev dan Pembangunan UU No 17 Th 2007 tentang  Perpres 72/2012 SKN Percepatan Upaya 2005-2025 RPJPN Amanat: Penguatan Kesehatan Pembangunan Kesehatan di Pembangunan Organisasi Upaya Upaya  UU No 40 Th SJSN 2004 tentang (UKP): JKN Perorangan Kesehatan Daerah  UU No 24 Th SKN tentang Kesehatan BPJS2012 2011 tentang Tahun 2007 Pembangunan UU No 32 Kebijakan Daerah Daerah Pemerintahan Pemerintah

  Definisi pelayanan promotif dan preventif dalam hal ini didasarkan pada Pasal 1 Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Pelayanan kesehatan promotif didefinisikan sebagai suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan bersifat promosi kesehatan. Sedang pelayanan kesehatan preventif didefinisikan sebagai suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu permasalahan kesehatan atau penyakit. Kementerian Kesehatan RI membuat Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini sebagai bentuk tanggung jawab terhadap derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Panduan umum ini dibuat bersama Kementerian Keuangan RI, Kementerian Dalam Negeri RI dan Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (LD FEUI). Panduan Umum ini membahas mengenai pengalokasian dana pajak rokok untuk bidang kesehatan agar pemanfaatan dana pajak rokok tepat sasaran sesuai dengan amanat UU No. 28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. Seluruh kegiatan dalam Panduan Umum ini merupakan “paket menu komprehensif” yang bersifat optional , berdasarkan kebutuhan penanganan permasalahan kesehatan masing-masing daerah. Dimana perencanaan dan penentuan program penggunaan dana pajak rokok untuk bidang kesehatan ini diharapkan dapat melibatkan masyarakat sesuai dengan sistem atau peraturan perencanaan yang sudah berlaku dalam UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

  Penggunaan dana pajak rokok diperuntukan untuk kegiatan penanganan masalah kesehatan yang belum didanai dari APBN, APBD, DAK, DAU, Dana Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, DBHCHT, dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan) dan sumber pembiayaan kesehatan lainnya di masing-maisng daerah. Sehingga Pemerintah Daerah dan SKPD lintas sektor di daerah dirasa perlu untuk memilih kegiatan mana yang sudah dan belum didanai oleh sumber dana tersebut. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada duplikasi atau overlapping sumber pendanaan untuk suatu kegiatan sebagaimana arahan dari Kementerian Keuangan RI. Oleh karenanya, pelaksanaaan dan perencanaan kegiatan yang tercantum dalam panduan ini dapat dilakukan dengan melibatkan peran lintas sektor dan masyarakat. Berdasarkan pengalaman di beberapa daerah, peruntukan dana DAK, Dana Dekon & Tugas Perbantuan dan DBHCHT lebih diarahkan pada pembangunan kesehatan secara fisik, oleh karenanya akan lebih tepat guna jika peruntukan penggunaan dana pajak rokok ini diutamakan untuk kegiatan UKM (promotif preventif) dan pemberdayaan masyarakat.

Gambar 4.1 Skema Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang

  

Kesehatan

Pasal 31 UU No. 28 tahun 2009:

  penerimaan pajak rokok, dialokasikan paling sedikit 50% (lima puluh persen) untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum oleh aparat yang berwenang.

  Selain itu, pelaksanaan kegiatan pemanfaatan dana pajak rokok di setiap daerah dilakukan dengan memperhatikan panduan pembagian urusan bidang promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat sebagai berikut: Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan & Penegakan Hukum (50%) Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) A. Pengendalian Konsumsi Rokok dan Produk Tembakau Lainnya B. Penegakan Hukum dalam Kebijakan KTR C. Pelayanan Kesehatan Masyarakat 1. Upaya Penurunan Faktor Risiko PTM & Cedera 2. Upaya Penurunan Faktor Risiko Penyakit Menular 3. Upaya Peningkatan Kesehatan Ibu, Anak dan Lansia 4. Upaya Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Berisiko pada Remaja Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) A. Peningkatan Sarana & Prasarana Kesehatan, baik di Faskes Primer maupun Faskes Lanjutan. B. Peningkatan Kualitas SDM Upaya Kesehatan Perorangan Dana Pajak Rokok Dana Pajak Rokok untuk Pembangunan Bidang Lainnya

  No Sub Urusan Sub-Sub Urusan Pusat Provinsi Kabupaten/Kota

  1 Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat

  Pemberdayaan masyarakat

Pengelolaan dan

pembinaan

pemberdayaan

masyarakat di

kantor-kantor pemerintahan milik Pusat,

RSU milik Pusat,

Perguruan Tinggi, serta

organisasi profesi

dan organisasi

kemasyarakatan

tingkat Pusat

  Pengelolaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat di kantor-kantor milik Pemerintah Provinsi, RSUD provinsi, Sekolah menengah dan sederajat, tempat-tempat umum (bandara, pelabuhan, stasiun, pusat olahraga, pusat pertunjukkan), serta organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan tingkat provinsi Pengelolaan dan pembinaan pemberdayaan masyarakat di tingkat masyarakat, kantor-kantor milik Pemerintah kabupaten/kota, puskesmas, RSUD kabupaten/kota, sekolah pendidikan dasar, tempat- tempat umum (pasar, pusat perbelanjaan, terminal, dermaga), serta organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan tingkat kabupaten/kota Bina Suasana Bina suasana

individu, Publik,

organisasi profesi

dan organisasi

kemasyarakatan

di tingkat nasional

  Bina suasana individu, organisasi profesi dan organisasi kemasyarakatan di tingkat provinsi Bina suasana individu, kelompok, dan masyarakat umum di tingkat kabupaten/kota (termasuk desa dan kecamatan) Advokasi Advokasi tokoh masyarakat formal dan informal di

tingkat nasional

  Advokasi tokoh masyarakat formal dan informal di tingkat provinsi Advokasi tokoh masyarakat formal dan informal di tingkat kabupaten/kota

  Kemitraan Kemitraan dengan Organisasi masyarakat

tingkat nasional

Kemitraan dengan Organisasi masyarakat tingkat provinsi

  Kemitraan dengan Organisasi masyarakat tingkat kabupaten/kota

  Pelatihan Pelatihan promosi

kesehatan kepada

petugas provinsi

  Pelatihan promosi kesehatan bagi petugas kabupaten/kota Pelatihan kader, tokoh masyarakat, dan petugas promosi kesehatan di Puskesmas

B. Tujuan

  Tujuan dari penggunaan dana pajak rokok untuk bidang kesehatan, antara lain:

  1. Tujuan Umum

  Penggunaan dana pajak rokok yang tepat guna, tepat sasaran, dan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik.

  2. Tujuan Khusus

  1) Penggunaan dana pajak rokok dapat tepat guna, tepat sasaran, dan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan negara dengan tata kelola pemerintahan yang baik. 2) Penggunaan dana pajak rokok dapat mendukung tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang lebih baik, mulai dari preventif, promotif, kuratif dan rehabilitatif. 3) Penggunaan dana pajak rokok dapat mengurangi faktor risiko penyakit tidak menular dan cedera. 4) Penggunaan dana pajak rokok dapat mengurangi faktor risiko penyakit menular. 5) Penggunaan dana pajak rokok dapat mendukung upaya peningkatan kesehatan ibu, anak serta lansia. 6) Penggunaan dana pajak rokok dapat mendukung upaya pengendalian perilaku berisiko pada remaja. 7) Penggunaan dana pajak rokok ini akan mendorong pemberdayaan masyarakat dalam menumbuhkan kesadaran, kemauan dan kemampuan mereka untuk berperilaku hidup bersih dan sehat. 8) Penggunaan dana pajak rokok dapat meningkatkan dukungan kebijakan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dalam pencegahan dan penanggulangan faktor risiko penyakit tidak menular dan cedera, penyakit menular, kesehatan ibu, anak dan lansia, serta perilaku berisiko pada remaja.

  C. Sasaran

  Sasaran dari Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini, antara lain:

  1. Dinas Kesehatan di tiap provinsi dan kabupaten/kota.

  2. Fasilitas pelayanan kesehatan (RS, Puskesmas dan jaringannya) di tiap provinsi dan kabupaten/kota.

  3. Pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota, antara lain: jajaran Pemerintah Daerah, Badan Perencanaan Daerah, Dinas Pendapatan Daerah atau Dinas Pendapatan, Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah, Badan Pemberdayaan Masayarakat, Badan Pengawas dan Lembaga Penegak Peraturan Daerah.

  4. DPRD di tiap provinsi dan kabupaten/kota

  5. Akademisi dan Organisasi Profesi Kesehatan di masing- masing daerah.

  6. Organisasi Kemasyarakatan dan Lembaga Swadaya Masyarakat peduli kesehatan di masing-masing daerah.

  D. Dasar Hukum

  1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah

  2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah

  3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

  4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional

  5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

  6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan

  7. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional

  8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

  32 Tahun 2013 tentang Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014

  9. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 115/PMK.07/2013 tentang Tata Cara Pemungutan dan Penyetoran Pajak Rokok

  10. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 188/Menkes/PB/I/2011 dan No. 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok E.

   Pengertian

  Dalam Panduan Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini yang dimaksud dengan:

1. Kesehatan

  Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)

  2. Tenaga Kesehatan

  Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. (UU No.

  36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)

  3. SDM Kesehatan

  SDM Kesehatan adalah seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan, baik yang memiliki pendidikan formal maupun tidak, yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. (Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 541/Menkes/Per/VI/2008). Dalam Panduan Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini, SDM Kesehatan yang dimaksud dapat merupakan tenaga nonkesehatan, petugas penyuluh dan lain-lain diluar pengertian Tenaga Kesehatan.

  4. Upaya Kesehatan

  Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit dan pemulihan kesehatan oleh Pemerintah dan/atau Masyarakat. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)

  5. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

  Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah,

  Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)

  6. Pemerintah Daerah

  Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah)

  7. Pemerintahan Daerah

  Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

  58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah) 8.

   Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM)

  Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat serta swasta untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah dan menanggulangi timbulnya masalah kesehatan di masyarakat. UKM mencakup upaya promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, pengendalian penyakit tidak menular, kesehatan jiwa, penyehatan lingkungan dan penyediaan sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pengamanan obat dan perbekalan kesehatan, pengamanan penggunaan zat aditif (bahan tambahan makanan), pengamanan makanan, pengamanan narkotika, psikotropika, zat adiktif dan bahan berbahaya, serta penanggulangan bencana dan bantuan kemanusiaan. Hal ini menyesuaikan Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional.

9. Upaya Kesehatan Perorangan (UKP)

  Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini adalah setiap kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, swasta dan atau pemerintah, untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan. UKP mencakup upaya-upaya promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan rawat jalan, pengobatan rawat inap, pembatasan dan pemulihan kecacatan yang ditujukan terhadap perorangan. Hal ini menyesuaikan dengan amanat Peraturan Presiden No. 72 tahun 2012 tentang Sistem Kesehatan Nasional.

  

10. Desa Terpencil, Desa Tertinggal dan Pulau-Pulau

Kecil

1) Desa Terpencil

  Desa Terpencil merupakan kawasan perdesaan yang terisolasi dari pusat pertumbuhan atau daerah lain akibat tidak memiliki atau kekurangan sarana (infrastrukur) perhubungan, sehingga menghambat pertumbuhan/perkembangan kawasan. Kriteria untuk menentukan (mengindikasikan) Desa Terpencil dalam kegiatan ini yaitu:

  1. Daerah perdesaan (unit administratif desa)

  2. Sarana/ Infrastruktur Aksesibilitas Kurang/Tidak Ada (Jalan, Jembatan, dll)

  3. Secara Geografis Jauh dari Pusat Pertumbuhan

  4. Ada Isolasi Geografis yang memisahkan dari daerah lain

  2) Desa Tertinggal

  Desa Tertinggal merupakan kawasan perdesaan yang ketersediaan sarana dan prasarana dasar wilayahnya kurang atau tidak ada (tertinggal) sehingga menghambat pertumbuhan/perkembangan kehidupan masyarakatnya dalam bidang ekonomi (kemiskinan) dan bidang pendidikan (keterbelakangan). Kriteria untuk menentukan (mengindikasikan) Desa Tertinggal dalam kegiatan ini yaitu:

  1. Daerah perdesaan (unit administratif desa)

  2. Prasarana Dasar Wilayah Kurang/Tidak Ada (air bersih, listrik, irigasi)

  3. Sarana Wilayah Kurang/Tidak Ada:

  a. Sarana Ekonomi: (Pasar, Pertokoan, PKL, Industri)

  b. Sarana Sosial: (Kesehatan dan Pendidikan)

  c. Sarana Transportasi: (Terminal, Stasiun, Bandara, dll)

  4. Perekonomian masyarakat rendah (Miskin/Pra Sejahtera).

  5. Tingkat Pendidikan Rendah (Terbelakang/ Pendidikan kurang dari 9 tahun).

  6. Produkitivitas Masyarakat Rendah (Pengangguran pada usia produktif)

  3) Pulau-Pulau Kecil

  Pulau-Pulau Kecil merupakan Suatu daratan yang pada saat pasang tertinggi tidak tertutupi air, dengan luas kurang dari 2.000 km², memiliki komunitas permukiman, memiliki keterbatasan sarana aksesibilitas dan ketersediaan sarana dan prasarana dasar wilayahnya kurang/tidak ada. Kriteria untuk menentukan (mengindikasikan) Pulau-Pulau Kecil dalam kegiatan ini yaitu:

  1. Pulau dengan Luas < 2.000 km²

  2. Memiliki Unit Komunitas (RT, RW, Desa, dst)

  3. Sarana/Infrastruktur Aksesibilitas Kurang/Tidak Ada (Dermaga, Bandar Udara)

  4. Prasarana Dasar Wilayah Kurang/Tidak Ada (Air Bersih, Listrik)

  5. Sarana Wilayah Kurang/Tidak Ada:

  a. Sarana Ekonomi: (Pasar, Pertokoan, PKL, Industri)

  b. Sarana Sosial: (Kesehatan dan Pendidikan)

  c. Sarana Transportasi Lokal 11.

   Pelayanan Kesehatan Rehabilitatif

  Pelayanan kesehatan rehabilitatif adalah suatu kegiatan untuk mengembalikan bekas penderita ke dalam masyarakat sehingga dapat berfungsi lagi sebagai anggota masyarakat yang berguna untuk dirinya dan masyarakat semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuannya. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) 12.

   Pelayanan Kesehatan Kuratif

  Pelayanan kesehatan kuratif adalah suatu kegiatan pengobatan yang ditujukan untuk penyembuhan penyakit, pengurangan penderitaan akibat penyakit, pengendalian penyakit, atau pengendalian kecacatan agar kualitas penderita dapat terjaga seoptimal mungkin. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan) 13.

   Pelayanan Kesehatan Preventif

  Pelayanan kesehatan preventif adalah suatu kegiatan pencegahan terhadap suatu permasalahan kesehatan atau penyakit. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)

  14. Pelayanan Kesehatan Promotif

  Pelayanan kesehatan promotif adalah suatu kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang lebih mengutamakan kegiatan bersifat promosi kesehatan. (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan)

  15. Promosi Kesehatan

  Promosi Kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar mereka dapat menolong dirinya sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang bersumber daya masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh kebijakan publik yang berwawasan kesehatan. (Rencana Operasional Promosi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI) 16.

   Penyakit Tidak Menular (PTM)

  Penyakit tidak menular merupakan penyakit yang bukan disebabkan oleh proses infeksi (tidak infeksius), penyakit kronis, menahun yang karena panjangnya periode sakit tersebut membelanjakan sumber daya, terutama finansial, yang tidak sedikit atau biasa disebut sebagai penyakit degeneratif. Contoh penyakit tidak menular, antara lain: penyakit kardiovaskular, stroke dan pembuluh darah lainnya, diabetes, hipertensi, penyakit sendi, penyakit paru obstruktif kronik, cedera dan berbagai jenis penyakit kanker. (World Health Organization)

  17. Faktor Risiko PTM

  Faktor risiko PTM merupakan suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya PTM pada seseorang atau kelompok tertentu. Faktor risiko yang dimaksud antara lain: kurang aktivitas fisik, diet yang tidak sehat dan tidak seimbang, merokok, konsumsi alkohol, obesitas, hyperglikemia, hipertensi, hiperkolesterol, dan perilaku yang berkaitan dengan kecelakaan dan cedera, misalnya perilaku berlalu lintas yang tidak benar.

  18. Penyakit Menular (PM)

  Penyakit menular atau penyakit infeksi adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh sebuah agen biologi seperti virus, bakteri, maupun parasit, bukan disebbakan karena faktor fisik, seperti luka bakar atau kimia seperti keracunan. (World Health Organization) 19.

   Faktor Risiko PM

  Faktor risiko PM merupakan suatu kondisi yang secara potensial berbahaya dan dapat memicu terjadinya PM pada seseorang atau kelompok tertentu, seperti udara dan/atau air yang tidak bersih, jarum suntik, transfusi darah, serta tempat makan atau minum bekas penderita yang masih kurang bersih saat dicuci, hubungan seksual, dan lain-lain.

  20. Kawasan Tanpa Rokok

  Kawasan Tanpa Rokok, yang selanjutnya disingkat KTR, adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau. (Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 188/Menkes/PB/I/2011 dan No. 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok)

  21. Produk Tembakau

  Produk Tembakau adalah suatu produk yang secara keseluruhan atau sebagian terbuat dari daun tembakau sebagai bahan bakunya yang diolah untuk digunakan dengan cara dibakar, dihisap, dan dihirup atau dikunyah.

  (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan). Produk tembakau dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini adalah termasuk rokok, e-cigarette dan sisha.

  22. Rokok

  Rokok adalah salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar, dihisap, dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana Tabacum,

  Nicotiana Rustica , dan spesies lainnya atau sintetisnya

  yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan. (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan)

  23. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Lansia

  Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan Lansia merupakan suatu program yang meliputi pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi dan balita, terutama dalam rangka menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB). Selain itu, upaya Kesehatan Ibu, Anak dan Lansia dalam Panduan Umum Penggunaan Dana Pajak Rokok untuk Bidang Kesehatan ini juga mencakup program yang meliputi pelayanan dan pemeliharaan penduduk usia lanjut usia, dalam rangka penyehatan, kemudahan akses dan peningkatan produktivitasnya.

  

24. Determinan Kesehatan Sosial / Social Determinant of

Health (SDH) Social Determinant of Health di Indonesia adalah kondisi-