TUGAS KELOMPOK PANCASILA SEBAGAI PARADIG

TUGAS KELOMPOK
PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA PEMBANGUNAN NASIONAL
DAN POLITIK

OLEH:
ANGGI F.J. AKUPANDU
BERNADINUS CEME
ELISABETH S.K.D AGUSTIN
MARIA A. WOLI
ADITIYA KALLE
WILLIAM A. DOH

ILMU ADMINISTRASI BISNIS
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2016

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas
berkat dan perlindungan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pancasila

sebagai paradigma pembangunan politik” ini dengan sebaik-baiknya.
Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih pada dosen yang telah meberikan tugas
ini kepada kami mahasiswa, karena dengan tugas ini dapat memberi kami banyak informasi
tentang Pancasila sebagai paradigma pembangunan politik yang sebenarnya.
Kami

menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami

sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca sekalian guna menyempurnakan pembuatan
makalah ini kedepannya, karena ada pepatah yang mengatakan “ Tak ada Gading yang Tak
Retak “, dan Kesempurnaan Hanyalah Milik Tuhan.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang
membaca makalah ini.
Sekian dan terima kasih.

Kupang, Oktober 2016

Kelompok IV

1


DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
1.4 Manfaat
BAB II ISI
2.1 Pengantar
2.2 Pengantar sifat dan fungsi undang-undang dasar
2.3 Konstitusionalisme
2.4 Ciri undang-undang dasar
2.5 Undang-undang dasar dan konvensi
2.6 Pergantian undang-undang dasar
2.7 Perubahan undang-undang dasar(amandemen)
2.8 Supremasi undang-undang dasar
2.9 Undang-undang dasar tertulis dan undang-undang dasar tidak tertulis
2.10 Undang-undang dasar yang fleksibel dan undang-undang dasar yang kaku

2.11 Undang-undang dasar indonesia
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu wilayah dikataka sebagai suatu Negara ialah apabila mempunyai wilayah, pemerintahan,
warga masyarakat serta diakui keberadaannya oleh Negara-negara lain. Negara tentu saja
membutuhkan pemerintahan agar dapat mengatur jalannya system kenegaraan dengan baik.
Agar system kenegaraan berjalan dengan baik pemerintah membuat peraturan-peraturan yang
berasal dari masyarakat dan untuk masyarakat yang dituangkan dalam Undang-undang Dasar
atau konstitusi.

1.2 Rumusan Masalah

A. Apa yang dimaksud Undang-undang Dasar atau Konstitusi?
B. Bagaimanakah Undang-undang Dasar di Amerika Serikat dan di Indonesia?

1.3 Tujuan
A. Mengetahui apa yang dimaksud Undang-undang Dasar atau Konstitusi.
B. Mengetahui Undang-undang Dasar di Amerika Serikat dan di Indonesia

1.4 Manfaat
A. Sebagai landasan untuk mengatur secara menyeluruh warga negarat indonesia
B. Mengarahkn kita pada kehidupan yang tertib dan teratur untuk mencapai kesedjatraan
C. Membantu kehidupan yang harmonis dalam berbangsa dan bernegara

3

BAB II
ISI
2.1 Pengantar
Istilah constution yaitu keseluruhan dari peraturan-peraturan baik tertulis maupun yang tidak
tertulis, yang mengatur secara mengikat cara-cara pemerintahan diselenggarakan dalam suatu
masyarakat.

Constitution dalam bahasa Belanda berasal dari kata Growdwet (grond = dasar ; wet= undangundang), dan dalam bahasa Jerman berasal dari grund= dasar ; gesetz = undang-undang
keduanya menunjuk naskah tertulis.
Namun dalam kepustakaan Belanda (misalnya L.G van apeldroom) diadakan pembedaan antar
pengertian UUD (grondwet) dan UUD (constitutie) menurut paham tersebut, undang-undang
dasar adalah bagian tertulis dan tidak tertulis. Setiap UUD tertulis ada unsur “tidak tertulisnya”,
sedangkan setiap UUD tidak tertulis ada unsur “tertulisnya”.

2.2 Sifat dan fungsi Undang-undang Dasar atau konstitusi
Apakah Undang-undang Dasar (UUD) itu ?
Umumnya dapat dikatakan bahwa UUD merupakan suatu perangkat peraturan yang menetukan
kekuasaan dan tanggung jawab dari berbagai alat kenegaraan.
Sifat undang-undang dasar adalah fleksibel (luwes) dan rigit (kaku). Konstitusi negara memiliki
sifat fleksibel / luwes apabila konstitusi itu memungkinkan adanya perubahan sewaktu-waktu
sesuai perkembangan jaman /dinamika masyarakatnya. Sedangkan konstitusi negara dikatakan
rigid / kaku apabila konstitusi itu sulit untuk diubah kapanpun.
Fungsi konstitusi adalah menetukan batas-batas berbagai pusat kekuasaan dan memaparkan
hubungan-hubungannya.

2.3 Konstitusionalisme
Ide pokok dari konstitusionalisme adalah bahwa pemerintah perlu dibatasi kekuasaannya(the

Limited State), agar penyelenggaraannya tidak bersifat sewenang-wenang. Dengan demikian
timbul konsep the Constitutional State dimana UUD dianggap sebagai institusi yang paling
efektif untuk melindungi warganya melalui konsep Rule of Law atau Rechtsstaat.
Menurut Carl J. Friedrich dalam buku Constitutional Goverment and Democracy dan Richard S.
Kay menghasilkan kesimpulan bahwa konsep Rule of Law dan Rechsstaat. Merupakan inti dari
demokrasi konstitusional.

4

Menurut sarjana ilmu politik Andrew Heywood, mengartikan konstitusionalisme ke dalam 2
sudut pandang:
1. Dalam arti sempit
Konstitusionalisme adalah penyelenggaraan pemerintah menurut UUD.
2. Dalam arti luas
Konstitusionalisme adalah perangkat nilai dan aspirasi politik yang mencerminkan adanya
keinginan untuk melindungi kebebasan dengan melakukan pengawasan internal maupun
eksternal terhadap kekuasaan pemerintah.
Gagasan konstitusionalisme telah timbul lebuh dulu daripada UUD. Paham konstitualisme dalam
arti bahwa penguasa perlu dibatasi kekuasaannya dan karena itu kekuasaannya harus diperinci
secara tegas, telah timbul pada abad pertengahan (Middle Ages) di Eropa pada peristiwa

terbentuknya Magna Charta. Magna charta berisikan perjanjian antara Raja Jhon tidak akan
memunguti pajak tanpa persetujuan dari yang bersangkutan, dan bahwa tidak akan diadakan
penangkapan tanpa peradilan.
Pada tahun 1679 parlemen menerima Habeas Corpus Act, memberi perlindungan terhadap
penangkapan sewenang-wenang dan menjamin pengadilan yang cepat.
pada tahun 1688 terjadi suatu revolusi yang disebut the Glorious Revolution, yaitu perebutan
kekuasaan. Raja James II dipaksa turun takhta oleh parlemen.
Pada tahun 1689 parlemen menerima Bill Of Rights yang menjamin Habeas Corpus dan
menetapkan beberapa hak bagi masyarakat.
Pada tahun 1778 di Amerika Serikat adanya perjuangan untuk pengakuan hak-hak asasi
masyarakat (Bill Of Rights).
Akan tetapi “abad UUD” dimulai dengan diundangkannya UUD tertulis yang pertama yaitu
UUD Amerika Serikat(1789) dan Deklarasi Perancis tentang hak-hak Manusia dan Warga
Negara(1789).

2.4 Ciri-ciri Undang-undang Dasar
1.
2.
3.
4.

5.

Organisasi Negara
Hak-hak asasi manusia
Prosedur mengubah UUD (amandemen)
Larangan mengubah sifat tertentu dari UUD
Aturan hukum yang mengikat semua warna dan lembaga Negara tanpa kecuali

Selain itu mukadimah undang-undang dasar sering memuat cita-cita rakyat dan asas-asas
ideologi Negara. Ungkapan ini mencerminkan semangat dan spirit yang oleh penyusun UUD
ingin diabadikan dalam UUD itu, sehingga mewarnai seluruh naskah UUD itu.

5

2.5 Undang-undang Dasar dan Konvensi
Setiap UUD mencerminkan konsep-konsep dan alam pikiran dari masa dimana ia dilahirkan, dan
merupakan hasil dari keadaan material dan spiritual dari masa ia dibuat.
Konvensi adalah aturan perilaku kenegaraan yang didasarkan tidak pada undang-undang
melainkan pada kebiasaan-kebiasaan ketatanegaraan dan presiden.
Konvensi ada dalam semua sistem UUD, dan biasanya memberikan panduan ketika aturan

formal tidak memadai atau tidak jelas. Dalam konteks UUD tidak tertulis, konvensi merupakan
hal yang signifikan Karena ia memberikan arahan tentang prosedur, kekuasaan dan kewajiban
dari institusi-institusi utama Negara.
Disamping itu, ada konvensi berdasarkan putusan-putusan hakim. Konvensi-konvensi ini telah
memungkinkan UUD untuk menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan zaman.

2.6 Pergantian Undang-undang Dasar
Adakalanya UUD dibatalkan dan diganti dengan UUD baru. Hal semacam ini terjadi jika
dianggap bahwa UUD yang ada tidak lagi mencerminkan konstelasi politik atau tidak lagi
memenuhi harapan dan aspirasi rajyat.
Di Indonesia telah terjadi lima tahap perkembangan yaitu:
1. Tahun 1945 (UUD Republik Indonesia yang de facto) hanya berlaku di Jawa, Madura dan
Sumatera.
2. Tahun 1949 (UUD Republik Indonesia Serikat ) yang berlaku diseluruh Indonesia, kecuali
Irian Barat.
3. Tahun 1950 (UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia) yang berlaku diseluruh Indonesia
kecuali Irian Barat.
4. Tahun 1959 (UUD Republik Indonesia tahun 1945) UUD ini mulai 1959 berlaku seluruh
Indonesia termasuk Irian Barat.
5. Tahun 1999 (UUD 1945 setelah amandemen).


2.7 Perubahan undang-undang dasar(amandemen)
Selain pergantian secara menyeluruh, tidak jarang pula Negara mengadakan perubahan
sebagian dari UUD-nya. Perubahan ini dinamakan amandemen.
Di Indonesia yang berwenang mengadakan amandemen adalah MPR.

2.8 Supremasi undang-undang dasar
UUD berbeda dengan UU. UUD dibentuk dengan cara yang istimewa. Badan yang membuat
UUD berbeda dengan yang membuat UU. Karena dibuat dengan istimewa UUD dianggap
sesuatu yang luhur. Dari segi politis, sifat UUD lebih sempurna dan lebih tinggi dibanding UU.
UUD adalah hukum tertinggi yang harus ditaati baik oleh rakyat maupun alat-alat perlengkapan
Negara.
6

2.9 Undang-undang dasar tertulis dan undang-undang dasar tidak
tertulis
Menurut C.F. Strong dalam bukunya modern political constitutions, dan Fraley Bealey dalam
bukunya element in political science. UUD disebut tertulis bila merupakan satu naskah,
sedangkan UUD tak tertulis merupakan satu naskah dan banyak dipengaruhi oleh tradisi dan
konvensi.

1. Undang-Undang Dasar Tidak Tertulis BELUM
2. Undang-undang Dasar Tertulis
Amerika Serikat: UUD Amerika Serikat yang disusun pada tahun 1787 dan diresmikan pada
tahun 1789, merupakan naskah yang tertulis didunia. Hak asasi warga Negara tercantum dalam
suatu naskah yang dinamakan Bill of Rights.
Ketentuan-ketentuan konstitusional Amerika Serikat terdapat dalam:
1. Naskah UUD
2. Sejumlah undang-undang
3. Sejumlah keputusan Mahkamah Agung berdasarkan hak menguji
UUD Amerika Serikat tidak menyebut adanya partai politik. Hal ini diatur dalam undang
undang.
Selain partai-partai politik yang tidak disebutkan dalam UUD, juga ada sepuluh departemen,
dasar serta struktur dari badan pengadilan federal dan adanya badan-badan lain seperti Bureau of
the Budget yang menyusun Anggaran Belanja tidak disebut dalam UUD, tetapi diatur dengan
undang-undang.
Begitu pula wewenang Mahkamah Agung untuk menguji undang-undang dan dengan
demikian turut menentukan perkembangan konstitusional, sama sekali tidak disebut dalam UUD,
padahal wewenang ini sangat berperan dalam masyarakat Amerika dan telah menjadikan
Mahkamah Agung sebagai “Pengaman UUD” (Guardian of the Constitusion).
Hak uji ini berpangkal tolak pada suatu keputusan Mahkamah Agung yang dirumuskan oleh
ketuanya John Marshall pada tahun 1803. Mahkamah Agung dapat menyatakan undang-undang
itu bertentangan dengan UUD dan selanjutnya menyisihkannya, seolah-olah undang-undang itu
tidak ada. Akan tetapi begitu besar pengaruh dan kewibawaan dari Mahkamah Agung, sehingga
suatu pernyataan “bertentangan dengan UUD” sama efeknya dengan membatalkan UUD itu.
Berkat wewenang itu, Mahkamah Agung telah memainkan peranan penting dalam
menyesuaikan UUD yang sudah lebih dari 200 tahun umunya pada perubahan-perubahan
masyarakat, sekalipun prosedur mengubah UUD secara formal sangat sukar.
Begitu pula Mahkamah Agung telah memainkan peranan penting dalam memajukan status
golongan orang Amerika keturunan Afrika, melalui beberapa keputusannya, diantaranya yang
paling terkenal kasus Brown vs Board of veducation of Topeka (1954) yang menyatakan bahwa
pemisahan berdasarkan ras adalah bertentangan dengan UUD. Umumnya dianggap bahwa
keputusan ini telah mengubah tata masyarakat Amerika secara fundamental.

7

2.10 Undang-Undang Dasar yang Fleksibel dan Undang-Undang
Dasar yang Kaku
Menurut sifatnya UUD diklasifikasikan menjadi dua, yaitu fleksibel (supel) dan kaku
(rigid). Suatu UUD dapat diubah dengan prosedur yang sama dengan prosedur membuat undangundang disebut fleksibel, seperti Inggris, Selandia Baru, dan kerajaan Italia sebelum Perang
Dunia II. Sedangkan UUD yang diubah dengan prosedur yang berbeda dengan prosedur
membuat undang-undang deisebut kaku, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan sebagainya.
Tetapi, jika UUD terlalu kaku maka dapat menimbulkan tindakan-tindakan yang
melanggar UUD, sedangkan kalau UUD terlalu fleksibel maka UUD dianggap kurang
berwibawa dan dapat disalahgunakan.
a.

Undang-Undang Dasar yang Fleksibel

Inggris: Gagasan mengenai UUD yang fleksibel berdasarkan konsep supremasi parlemen
(parliamentary supremacy). Hanya parlemenlah yang bisa mengubah atau membatalkan undangundang yang pernah dibuat oleh badan itu serta menyatakan sesuatu tafsiran Parlemen sendiri.
Bahkan Mahkamah Agung tidak mempunyai wewenang untuk menyatakan suatu undang-undang
bertentangan dengan UUD.
Selandia Baru: Di Selandia Baru, dalam ketentuan-ketentuan konstitusional Selandia Baru
yang berupa naskah dikatakan secara eksplisit bahwa Parlemen boleh bertindak sengan leluasa
termasuk mengubah UUD.
b. Undang-Undang Dasar yang Kaku
Berdasarkan perumusan tersebut di atas maka UUD yang bersifat kaku lebih banyak
dibandingkan UUD yang bersifat fleksibel. Kebanyakan UUD memerlukan partisipasi dari badan
lain di samping Parlemen untuk mengambil keputusan ini.
UUD yang kaku biasanya hasil kerja dari suatu konstituante yang dianggap lebih tinggi
kekuasaannya daripada parlemen karena memiliki “kekuasaan membuat UUD” (pouvoir
constituant). Ketika konstituante dibubarkan setelah tugasnya selesai, maka diperlukan untuk
memberi pedoman bagi generasi mendatang mengenai prosedur mengubah UUD yang baru
disusun. Bahkan mencantumkan ketentuan bahwa ada beberapa hal yang tidak boleh diubah
seperti Italia (1947) mengatakan bahwa bentuk republik tidak boleh diubah.
Tetapi seorang ahli ilmu politik meragukan efektivitas larangan ini, sebab konstituante
mempunyai kekuasaan yang tertinggi dan dapat berbuat menurut kehendaknya, termasuk
mengubah bentuk negara.

8

2.11 Undang-Undang Dasar Indonesia
Dari sejarah ketatanegaraan Indonesia dapat diketahui bahwa UUD yang berlaku telah
beberapa kali berganti, yaitu dari UUD 1945, kemudian diganti UUD RIS 1949, lalu berganti
lagi dengan UUD Sementara 1950, dan akhirnya kembali ke UUD 1945. UUD yang kini berlaku
itu juga telah mengalami beberapa amandemen.
Ada beberapa peristiwa yang yang dialami UUD 1945. Ada 3 krisis yang langsung
melibatkan UUD. Pertama, pada bulan November 1945 sistem pemerintahan presidensial diubah
menjadi sistem pemerintahan parlementer. Kedua, Juli 1959 kita kembali ke UUD 1945. Ketiga,
1999-2002 terjadi empat kali amandemen yang banyak mengubah sistem ketatanegaraan kita.
Pada 17 Agustus 1949, Soekarno-Hatta, didukung oleh masyarakat luas, memproklamasikan
Kemerdekaan Republik Indonesia. PPKI secara resmi mendukung proklamasi itu dan pada
tanggal 18 Agustus 1945 mengeluarkan undang-undang untuk memberlakukan UUD yang telah
dibentuk sebelumnya. UUD itu menetapkan sistem pemerintahan presidensial dengan kekuasaan
yang besar ditangan presiden, meskipun kekuasaan tertinggi berada di tangan MPR. Selain itu,
ada DPR dan Dewan Pertimbangan Agung yang berwenang memberi nasihat kepada Presiden
dan Mahkamah Agung.
Dan untuk pertama kali seorang presiden akan dipilih oleh PPKI dan bahwa, karena
pembentukan MPR dan DPR ditunda, wewenang kedua badan ini akan dijalankan oleh presiden
dengan nasihat dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP).
PPKI pada 18 Agustus 1945 memilih Soekarno dan Hatta sebagai presiden dan wakil
presiden.
Pada awalnya KNIP hanya dimaksudkan sebagai badan penasihat presiden. Akan tetapi
sekelompok intelektual berpendapat bahwa akan lebih demokratis jika KNIP diberi wewenang
sebagai semacam badan legislatif dengan kekuasaan legislatif bersama presiden. Untuk mencapai
tujuannya, kelompok ini bekerja melalui beberapa tahap. Sebagai langkah pertama, pada tanggal
7 Oktober 1945, 50 dari 150 anggota KNIP menyerahkan sebuah petisi kepada pemerintah agar
KNIP tidak hanya sebagai badan penasihat tetapi juga diberi kekuasaan legislatif. Baik Soekarno
maupun Hatta setuju dan pada tanggal 16 Oktober 1945, dalam rapat KNIP berikutnya di Jakarta,
wakil presiden atas nama presiden menandatangani Maklumat Wakil Presiden No. X, 16 Oktober
1945. Ditentukan bahwa selama MPR dan DPR belum dapat dibentuk, KNIP akan diberi
kekuasaan legislatif dan wewenang untuk ikut serta dalam penentuan garis-garis besar haluan
negara. Oleh karena disadari bahwa suatu badan yang besar seperti KNIP tidak mungkin
melaksanakan fungsinya dalam keadaan genting yang sedang dihadapi. Sebagai langkah akhir,
pada tanggal 11 November 1945 Badan Pekerja mengajukan petisi kepada pemerintah agar para
menteri kabinet bertanggung jawab kepada KNIP, bukan kepada presiden. Pemerintah setuju dan
untuk itu mengeluarkan Maklumat Presiden yang mulai berlaku pada tanggal 14 November
1945. Kemudian, presiden Soekarno melantik kabinet perlementer yang pertama dengan Syahrir
sebagai perdana menteri. Dengan demikian UUD telah diamandemen dari sistem presidensial
menjadi parlementer.
Dengan demikian sistem ini selanjutnya dikukuhkan dalam UUD Republik Indonesia Serikat
1949. Melalui pemindahan ke sistem parlementer, maka jabatan kepala negara (presiden)
dipisahkan dari jabatan kepala pemerintahan (perdana menteri).
Berhubunh hingga tahun 1949 MPR belum juga terbentuk , maka hingga saat itu juga belum
tersusun UUD yang baru. Malah hasil perundingan dengan Belanda di Konferensi Meja Bundar
9

membuat pihak Indonesia terpaksa menerima bentuk negara Republik Indonesia Serikat dengan
UUD Republik Indonesia Serikat 1949, yang dibuat oleh kedua belah pihak. Dengan Uud
Republik Indonesia Serikat berarti indonesia menerima bentuk federalisme.
Tetapi federalisme hanya berlangsung singkat, sekitar 7 bulan. Tidak lama setelah bentuk
federalisme diberlakukan, rakyat di banyak negara bagian mengadakan perlawanan. Akhirnya
pada bulan April 1950, 13 negara bagian menyatakan bergabung dengan Republik Indonesia
untuk membentuk negara kesatuan. Akhirnya pada 17 Agustus 1950 pemerintah federal dan
Republik Indonesia sepakat untuk membentuk negara kesatuan, dan UUD yang digunakan
adalah UUD Sementara 1950. Dengan demikian berakhir jugalah UUD RIS yang mendasari
bentuk federalisme.
UUD Sementara 1950 juga mengamanatkan agar segera disusun sebuah UUD yang baru.
Konstituante yang dibentuk melalui pemilihan umum Desember 1955 ternyata tidak berhasil
menyusun UUD baru. Sidang-sidang yang diselenggarakan oleh lembaga ini tidak pernah berjala
dengan lancar, malah sebaliknya menjadi ajangbperdebatan yang berkepanjangan. Satu di antara
masalah yang paling krusial dan tidak kunjung mencapai kesepakatan adalah perdebatan tentang
ideologi negara. Maka pada bulan April 1959 presiden Soekarno menyampaikan anjuran kepada
konstituante agar menetapkan kembali UUD 1945 sebagai UUD negara. Karena setelah itu
sidang-sidang konstituante tetap saja berlangsung alot dan menemui jalan buntu, maka pada 5
juli 19959 presiden soekarno mengeluarkan Dekrit yang isinya menetapkan kembali UUD 1945
sebagi UUD Negara RI. Dan sebagai konsekuensinya aspek ketatanegaraan segera disesuaikan
dengan ketentuan UUD 1945. Misalnya sistem pemerintahan adalah presidensial, dimana
tanggung jawa di tangan presiden sedangkan menteri-menteri merupakan pembantu presiden.
Tetapi semakin bertambah tahun ternyata kecenderungan yang terjadi bukannya mengarah ke
penegakan UUD secara benar melainkan pemupukan kekuasaan ke tangan presiden.
Pertentangan yang paling mencolok dengan UUD 1945 adalah adanya produk hukum yang
mengangkat Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
Setelah presiden Soekarno jatuh dari kekuasaan dan digantikan oleh rezim Orde baru yang
dipimpin Presiden Soeharto, yang didengung-dengungkan adalah melaksanakan UUD 1945 dan
pancasila secara murni dan konsekuen.
Sejak saat itu perubahan terhadap UUD 1945 (dengan jalan amandemen) telah dilakukan
empat kali. Perubahan pertama dilakukan melalui sidang Umum MPR Oktober 1999. Perubahan
kedua melalui sidang Tahunan MPR Agustus 2000. Perubahan ketiga melalui sidang Tahunan
MPR Agustus 2002. UUD1945 yang telah diamandemen inilah yang sekarang menjadi UUD
kita.
Meskipun demikian, rumusan UUD 1945 cukup memberi kerangka konstitusional untuk
dipakai dalam menghadapi masa depan. Perumusannya juga tidak mengekang generasi-generasi
baru untuk berkembang sesuai dengan tuntutan zamannya, sehingga dengan segala kelemahan
yang melekat padanya dapat diterima oleh semua golongan masyarakat untuk kurun waktu yang
cukup lama sebelum kemudian (pada tahun 1999-2002) diamandemen.

10

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Definisi UUD dari sudut pandang filsafat diberikan oleh Richard S,Kay,Seorang ahli yang
kontemporer: maksud di adakanya UUD adalah untuk meletakkan aturan yang pasti, yang
mempengaruhi perilaku manusia dan dengan demikian menjaga agar pemerintah tetap berjalan
dengan baik.

3.2 Saran
Dari pembahasan di atas maka kami menyarankan agar para pembaca mengetahui dan
memahami tentang”UNDANG-UNDANG DASAR”serta lebih mengerti dan bisa menerapkan
dalam kehidupan sehari-hari.

11

DAFTAR PUSTAKA
- Budiarjo Miriam,2008,” Dasar-Dasar Ilmu Politik” PT. Ikrar Mandiriabadi,
Jakarta

12