ARTI PENTING KEMITRAAN BAGI UKM DALAM MENGHADAPI GLOBALISASI Andri Irawan andri.rifki81gmail.com Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi UNJANI Abstract - 04. Strategi kemitraan UKM dalam menghadapi globalisasi 240817

  Portofolio Volume 13 No. 1 Mei 2016 : 58 – 74

  ISSN : 1829 -7188

ARTI PENTING KEMITRAAN BAGI UKM DALAM MENGHADAPI

GLOBALISASI

  

Andri Irawan

  andri.rifki81@gmail.com Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi UNJANI

  

Abstract

Factors globalization becomes an aspect that is inevitable for SMEs. The challenge

facing complex that will become more strategic and managerial changes should be

carried out by SMEs. Level of competition that will take place in the era of

globalization will increasingly tight due to the scope of competition more widely so that

in this case the competition has become a central feature in globalization because it has

meaning anyone who is able and ready to compete it will win the competition

The method used is a literature review related to the partnership. Purpose of this paper

is expected to be one of the theoretical foundation within the scope of the research

partnership and management in general

The concept of partnership is now becoming an alternative option for SMEs in the face

of global competition. The concept of partnership will make SMEs become more

powerful and has a competitive advantage as well as profitable. Partnerships can be

becoming a solution for SMEs in overcoming one of the problems of SMEs, namely in

the field of marketing. Marketing partnership role in the competition and are used to

design marketing strategies as well as provide a sustainable competitive ability and

have a competitive advantage.

  Keywords: Partnership, globalization

I. Pendahuluan

  Globalisasi tampaknya telah menjadi bagian dari kehidupan kita. Kita tidak dapat melepaskan diri dari globalisasi. Siap atau tidak siap kita harus tetap berhadapan dengan globalisasi. Namun, arus globalisasi tidak selamanya berdampak positif tapi juga bisa berdampak negatif pada diri kita. Oleh karena itu, kita harus mempunyai penyaring supaya kita bisa menghadapi globalisasi dan kita tidak terlindas oleh jaman. (http://kuzt.blogspot.co.id/2015/04/tantangan-ukm-dan-koperasi-di-indonesia.html diakses hari senin tanggal 20 April 2015). Maka berdasarkan hal tersebut globalisasi seperti sebuah koin yang mempunyai dua sisi yaitu di satu sisi globalisasi bisa memberikan keuntungan dan di sisi lain globalisasi akan memberikan kerugian.

  Faktor globalisasi menjadi sebuah aspek yang tidak bisa dihindari bagi UKM. Tantangan yang dihadapi akan menjadi lebih kompleks sehingga perubahan strategis dan manajerial harus dilakukan oleh UKM. Tingkat persaingan yang akan terjadi di era globalisasi akan semakin ketat yang disebabkan oleh ruang lingkup persaingan yang lebih luas sehingga dalam hal ini persaingan sudah menjadi ciri utama dalam globalisasi

  Arti Penting Kemitraan Bagi UKM Dalam Menghadapi Globalisasi karena mempunyai arti siapapun yang mampu dan siap bersaing maka akan memenangkan persaingan. Saat ini UKM sudah menjadi salah satu fondasi penting dalam perekonomian nasional dimana pada tahun 1998 keberadaan UKM menjadi pilar yang sangat penting karena itu ke depan kebijakan UKM harus diarahkan untuk meningkatkan daya saing dari UKM. Salah satu cara yang bisa dilakukan oleh UKM dalam menghadapi persaingan di era globalisasi adalah dengan melaksanakan kemitraan. Kemitraan pada dasarnya dilakukan dalam rangka mempercepat perwujudan perekonomian nasional yang mandiri dan andal sebagai usaha bersama atas asas kekeluargaan, sehingga diperlukan upaya-upaya yang lebih nyata dalam menciptakan iklim yang mampu merangsang terselenggaranya kemitraan usaha yang kokoh di antara semua pelaku kehidupan ekonomi berdasarkan prinsip yangsaling menguntungkan (Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 TentangKemitraan). Terwujudnya kemitraan usaha yang kokoh, terutama antara Usaha Besar, Menengah, dan Kecil diharapkan nantinya akan febih memberdayakan Usaha Kecil agar tumbuh dan berkembang semakin kuat dan memantapkan struktur perekonomian nasional yang semakin seimbang. Dalam hal ini peran pemerintah menjadi begitu penting terutama dalam menciptakan iklim, lingkungan, kondisi dan nuansa yang kondusif untuk terciptanya kemitraan yang harmonis dengan penyusunan segala macam kemudahan- kemudahan, menyediakan fasilitas sarana prasarana, permodalan, manajemen, teknologi, dan rekayasa sistematis kemitraan sehingga dimanfaatkan dan digunakan dalam membangun dan mewujudkan kemitraan (Lili Naili Hidayah) Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa aspek kemitraan didasarkan kepada prinsip saling menguntungkan. Muhammad Jafar Hafsah (2000) menyatakan bahwa kunci keberhasilan dalam rangka meningkatkan peluang bagi usaha kecil adalah dengan kemitraan usaha dimana nantinya akan terjadi suatu keadaan yang saling mendukung dalam proses perubahan struktur ekonomi nasional. Ginandjar Kartasasmita kemitraan bukanlah konsep baru dalam dunia bisnis Internasional, program ini sudah lama dikenaf dan dipraktekkan dengan berbagai nama seperti Strategic Alliance (Aliansi Strategis), akan tetapi diIndonesia program ini relatif baru ini teriihat dari kebij'akan politik yang mendasari lahirnya Undang-undang Nomor

  9 Tahun 1995. Kemitraan dalam dunia usaha adalah hubungan antar pelaku yang didasarkan pada ikatan usaha yang saling menguntungkan dalam hubungan kerja sinergis yang hasilnya bukan suatu Zero-Sum Game tetapi Positive- Sum Game atau

  

Win-win Situation. Dengan perkataan lain kemitraan usaha rrrerupakan hubungan kerja

  sama antara usaha yang sejajar dilandasi oleh prinsip saling menunjang dan saling menghidupi berdasarkan asas kekeluargaan dan kebersamaan (Kartasasmita, 1996 :186- 187).

  Pasal 27 Undang-undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil, disebutkan bahwa kemitraan dapat dilaksanakan dengan beberapa pola yaitu Intiplasma, Subkontrak, Dagang umum, Waralaba, Keagenan, dan Bentuk-bentuklain. Pada umumnya dalam dunia usaha yang dipergunakan dalam bermitra antara pengusaha besar dan pengusaha Portofolio Volume 13 No. 1 Mei 2016 : 58 – 74

  ISSN : 1829 -7188

  menengah maupun kecil mefiputi Franchise, Sub-Contracting, PIR (Inti Plasma), Contract Farming, Modal Ventura (panduan polakemitraan 1995) Menurut hasil studi Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi Universrtas Indonesia, sebagatmana dijelaskan oleh Pandji Anuraga menunjukkan bahwa di Indonesia kriteria Usaha Kecil sangat berbeda-beda, tergantung pada fokus permasalahan yang dituju dan instansi yang terkait (Anuraga.Dkk, 2002: 225).Demikian pula dalam hal penerapan pola apa yang akan digunakan, tidak ada keharusan dalam undang-undang untuk menggunakan suatu pola tertentu.

  Hidayah (2011) berpendapat bahwa terwujudnya kemitraan usaha yang kokoh, terutama antara Usaha Besar, Menengah, dan Kecil diharapkan nantinya akan lebih memberdayakan Usaha Kecil agar tumbuh dan berkembang semakin kuat dan memantapkan struktur perekonomian nasional yang semakin seimbang. Dalam hal ini peran pemerintah menjadi begitu penting terutama dalam menciptakan iklim, lingkungan, kondisidan nuansa yang kondusif untuk terciptanya kemitraan yang harmonis dengan penyusunan segala macam kemudahan-kemudahan, menyediakan fasilitas sarana prasarana, permodalan, manajemen, teknologi, dan rekayasa sistematis kemitraan sehingga dimanfaatkan dan digunakan dalam membangun dan mewujudkan kemitraan.

  Berdasarkan uraian di atas maka perumusan masalah adalah Arti penting kemitraan bagi UKM dalam menghadapi globalisasi

II. Pembahasan

  Salah satu kelemahan dalam UKM adalah aspek pemasaran. Kanagal (2010) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kemitraan pemasaran berperan dalam persaingan dan digunakan untuk merancang strategi pemasaran. Peran kemitraan pemasaran dalam strategi pemasaran adalah memberikan kemampuan kompetitif yang berkelanjutan.

  Kanagal (2010) menyatakan penerapan kemitraan pemasaran dalam keunggulan bersaing meliputi (1) profit marjin dari penjualan di masa depan menunjukkan bahwa loyalitas dapat dibangun melalui hubungan jangka panjang (2)terdapat peluang menawarkan produk lain kepada pelanggan yang sama, hal ini mencerminkan konsep

  brand equity

  dan perluasan merek (3) berita dari mulut ke mulut yang positif dari pelanggan yang terpuaskan akan memberikan dampak positif terhadap perusahaan (4) meningkatkan kualitas pelayanan dan produk karena adanya peluang yang cukup besar melalui komunikasi, pengalaman pribadi dan terpenuhi kebutuhan pribadi secara memuaskan (5) hubungan baik dalam jangka panjang berpotensi untuk menekan biaya dan pelanggan yang memiliki loyalitas tinggi menguntungkan perusahaan dan secara tidak sengaja ikut mempromosikan perusahaan tanpa imbalan. Sasono (2001) dalam Saparudin dan Bado (2011) menyatakan bahwa permasalahan mendasar pada usaha kecil dan menengah dan koperasi adalah diantaranya kurangnya kemampuan manajemen dan profesionalisme serta terbatasnya akses terhadap permodalan, penguasaan teknologi informasi dan jaringan pemasaran. Faktor ini Arti Penting Kemitraan Bagi UKM Dalam Menghadapi Globalisasi kadangkala menjadi penghambat berkembangnya usaha kecil dan menengah serta menjadi alasan logis bagi pengusaha besar untuk tidak melakukan kerjasama atau bermitra bisnis dengan usaha kecil menengah dan koperasi. Berdasarkan hal tersebut di atas faktor kemitraan bisa menjadi salah satu solusi bagi permasalahan di bidang pemasaran. Kemitraan memberikan dampak yang positif bagi UKM dan sekaligus juga memberikan keunggulan bersaing bagi UKM dalam bentuk promosi gratis, kepuasan dan kepercayaan konsumen serta selain itu dalam jangka panjang juga dapat menekan biaya pemasaran. Menurut Lili Naili Hidayah dalam penelitiannya di Kabupaten Bantul Yogyakarta menyebutkan bahwa alasan-alasan yang mendasari Pengrajin Keramik memilih kemitraan dengan Pola Dagang Umum adalah sebagai berikut:

  1. Alasan kendala sosial ekonomi Dalam hal modal memang bukan merupakan syarat mutlak, karena keberanian dan tekad merupakan prasyarat yang tidak kalah pentingnya. Akan tetapi dalam batas tertentu pengembangan modal usaha dalam bentuk uang tetap saja menjadi faktor yang sangat menentukan. Hal tersebut terungkap berdasarkan pendapat beberapa responden dari pengerajin keramik di Kabupaten Bantul, khususnya pengerajin yang pada saat dilakukannya penelitian ini sedang berusaha menambah permodalan untuk mengembangkan usahanya. Berdasarkan kondisi tersebut, para pengusaha di Kecamatan Sedayudan Kecamatan Pundong melakukan kemitraan dengan Pola Dagang Umum dengan pemgusaha di Kecamatan Kasihan. Kemrtraan dengan Pola Dagang Umum yang mereka lakukan relatif lebih mudah, karena tidak memerlukan suatu proses yang berbelit-belit untuk mendapatkan modal usaha.

  Berdasarkan posisi mereka sebagai pemasok tetap bagi pengusaha kerajinan keramik di Kecamatan Kasihan, maka paling tidak usaha kerajinan keramik yang sedang mereka geluti dapat terus berjalan, walaupun perkembangannya lambat.

  2. Bantuan modal yang kecil dan pembinaan yang kurang. Dalam hal pembinaan, di Sedayu, meskipun tidak secara berkala namun pernah juga diadakan pembinaan terutama berkaitan dengan ketrampilan. Berdasarkan pernyataan dari beberapa responden, maka dapat dikatakan bahwa kecilnya bantuan permodalan serta kurangnya pembinaan yang dilakukan tidak secara berkala sehingga kurang berkembang dibanding sentra yang lain. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka pengusaha berusaha mencari mitra usaha yaitu Badan Usaha Milik Negara (seianjutnya disingkatBUMN) maupun pengusaha swasta besar lainnya. Di samping mendapatkan bantuan permodalan pengusaha keramik juga mendapat bimbingan dari segi manajemen pemasaran, yang dilakukan baik itu oleh lembaga pendidikan ataupun bekerjasama dengan lembaga perbankan.

  Selain mendapatkan bantuan permodalan dari BUMN, pengusaha keramik juga mendapat pinjaman kredit dari lembaga perbankan yang adaseperti Bank Perkreditan Rakyat. Pemanfaatan kredit melalui lembaga perbankan juga ditempuh, sebagaimana para pengusaha kerajinan keramik di Pundong juga memanfaatkan kredit dari lembaga perbankkan. Portofolio Volume 13 No. 1 Mei 2016 : 58 – 74

  ISSN : 1829 -7188

  Dalam masa Otonomi Daerah ini Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul juga memberikan bantuan permodalan, yaitu melalui Dewan Kerajinan Nasional (DEKRANAS) Kabupaten BantuI yang memberikan pinjaman sebesar kurang lebih Rp.

  15 Juta dengan jangka waktu 1 tahun danbunga 10 % per tahun bagi para pengusaha yang mengajukan. Sedangkan untuk Pemerintah Propinsi juga memberikan bantuan permodalan sebesarRp. 50 Juta melalui LPT Industri dan perdagangan.

  3. Masalah akses ke pasar luar negeri Masalah lain yang dihadapi pengusaha kerajinan keramik adalah berkaitan dengan akses dan kesempatan menuju pasar internasional. Untuk menyiasati kesulitan akses tersebut, menurut hasil penelitian,biasanya pengusaha kerajinan melakukan beberapa hal, seperti:

  a. Mengikuti pameran produk di tingkat daerah maupun nasional, dan berusaha mengikuti pameran di tingkat intemasional.

  b. Memajang hasil produksi meraka di toko-toko suvenir di sejumlah objek- objekwisata.

  c. Menyediakan kartu nama sebagai alat promosi. Melalui kemitraan dengan Pola Dagang Umum, biasanya mereka menggunakan mitra usahanya yang sudah dapat memasarkan produknya melalui pasar intemasional, untuk menitipkan (memasok) produksi mereka sehingga dapat dipasarkan ke luar negeri.

  4. Masalah formalitas perjanjian bisnis Bentuk formalitas perjanjian bisnis antara pihak-pihak terkait dengan Usaha Kecil kerajinan keramik menjadi faktor yang penting. Dalam beberapa segi, kemungkinan sedikttnya kemampuan dalam hal-hal teknis yang berkaitan dengan aspek legal pembuatan perjanjian bisnis, seperti keterbatasan pengetahuan tentang prosedur pengisian ekspor dan keengganan untuk mengurus surat-surat izin yang terkait seperti L/C, SuratKeterangan Asal (SKA), (jin Ekspor, Sertifikat Asuransi dan Kemasan danataupun dokumen-dokumen lainnya.

  Dalam hal ini, ijin biasanya merupakan momok bagi para Pengusaha Kecil tersebut karena tidak transparannya proses, biaya, dan kegunaan ijin tersebut. Oleh karena inforrnasi yang simpang siur, maka kecenderungan ijin itu diabaikan, kecuali kalau mereka akan menggunakannya untuk keperluan tertentu, seperti meminjam uang dan bank.

  5. Masalah pengembangan produksi Kesulitan dalam pengembangan produksi juga menjadi permasalahan yang cukup penting. Untuk itu, diperlukan pembenahan dalam bidang teknologi produksi, yaitu adanya perubahan dari pola produksi tradisionalke arah penggunaan peralatan moderen. Hal ini sangat penting guna memenuhi tuntutan pasar internasional yang berhubungan dengan kualitas,jumlah, dan ketepatan waktu produksi, termasuk aspek bahan baku yang juga memegang peranan penting. Perkembangan dari suatu kualitas produksi ke kualitas produksi berikutnya yang lebih tinggi memeriukan bahan baku yang berkualitas. Oleh karenanya penyediaan bahan baku yang berkualitas menjadi tuntutan bagi pengusaha keramik.

  6. Sumber daya manusia yang terbatas Kecenderungan penggunaan Pola Dagang Umum dikarenakan para pengusaha tidak ingin adanya sebuah hubungan yang terikat dalam waktu tertentu. Para pengusaha itu mengadakan hubungan dengan mttranya sebatasjika ada pemesanan, dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh mrtra adalah memenuhi kebutuhan pada saat pemesanan. Jadi

  Arti Penting Kemitraan Bagi UKM Dalam Menghadapi Globalisasi ketika tidak ada pemesanan maka tidak ada kewajiban rnitra dalam memenuhi kebutuhan pengusaha lain. Selain itu dengan pola ini dapat mengetahui kualitas produk yang dihasilkan, jika kurang memuaskan maka dapat segera memutuskan hubungan dan mencari pemasok lainnya. Di samping alasan-alasan penggunaan Pola Dagang Umum seperti di atas, pada dasarnya dengan menggunakan pola ini pengusaha merasakan langsung manfaatnya terutamadalam hal pemasaran produk keramik, artinya pengusaha akan merasakan langsung keuntungan yang diperoleh dari hasil produk yang dipasarkan oleh mitra usahanya. Saptana, dkk (2007) dalam dalam penelitiannya terkait analisis perbandingan kinerja kelembagaan kemitraan usaha, secara umum terbagi menjadi dua yaitu pola dagang umum dan kelembagaan kemitraan usaha contrac farming dengan berbagai variasinya. Analisis perbandingan akan difokuskan pada keunggulan dan kelemahan dua pola kelembagaan kemitraan usaha tersebut. Beberapa keunggulan pola dagang umum antara lain adalah : (1) Kelembagaan kemitraan pola ini umumnya lebih fleksibel yang didasarkan atas ikatan-ikatan informal yang tidak mengikat, ikatan langganan, ikatan modal tanpa bunga, serta ikatan sosial lainnya; (2) Umumnya pedagang memiliki jaringan pasar yang luas namun tidak mengikat (pasar tradisional, supplier, dan supermarket); (3) Memiliki fleksibilitas keluar masuk pasar; dan (4) Dapat menampung hasil produksi sayuran pada hampir semua kelas kualitas dengan perbedaan harga pembelian. Beberapa kelemahan pola ini adalah : (1) Efisiensi dalam pengumpulan hasil rendah karena produksi tersebar; (2) Efisiensi dalam pengangkutan rendah karena seringkali tidak mencapai skala angkut maksimal; (3) Fluktuasi harga tajam karena mengikuti mekanisme pasar sepenuhnya; dan (4) Kurang mendorong petani pada peningkatan kualitas hasil karena sistem pembelian dari pedagang seringkali dilakukan dengan sistem borongan, tebasan, dan ijon, meskipun terdapat juga petani yang memasarkan dengan sistem timbang atau kiloan. Sementara itu beberapa keunggulan pada pola contrac farming (dalam pelaksanaannya berupa kontrak pemasaran) antara lain adalah: (1) Efisiensi dalam pengumpulan hasil tinggi karena kontrak dilakukan secara berkelompok dalam hamparan tertentu; (2) Efisiensi dalam pengangkutan tinggi karena dapat mencapai skala angkut maksimal; (3) Harga relatif stabil karena ditetapkan dengan sistem kontrak pemasaran di mana harga ditetapkan sebelum tanam; dan (4) Mampu mendorong petani untuk menghasilkan produk berkualitas, karena hanya produk-produk yang memenuhi standar mutu tertentu yang ditampung, produk yang tidak memenuhi standar mutu akan dikenakan rafaksi oleh perusahaan mitra; serta (5) Efektif diterapkan pada komoditas atau produk yang memiliki struktur pasar yang oligopolistik-oligopsonistik, di mana pada sebagian besar komoditas menghadapi kondisi ini. Beberapa kelemahan pola contrac farming antara lain adalah : (1) Kelembagaan kemitraan pola ini umumnya bersifat rigid karena didasarkan atas ikatan-ikatan formal yang mengikat, dengan sistem insentif dan sangsi (reward and punishment) yang jelas; (2) Biasanya Perusahaan Mitra memiliki jaringan pasar yang bersifat khusus Portofolio Volume 13 No. 1 Mei 2016 : 58 – 74

  ISSN : 1829 -7188

  (supermarket, industri pengolahan, restoran dan hotel, serta ekspor) dengan persyaratan standar mutu yang ketat baik yang bersifat fisik, kandungan nutrisi, serta terdapat ketentuan batas maksimal residu pestisida; (3) Tidak adanya fleksibilitas keluar masuk pasar secara bebas, karena sudah terikat kontrak pemasaran; dan (4) Hanya dapat menampung hasil produksi sayuran yang memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan oleh ke dua belah pihak; serta (5) Kurang dapat diterapkan pada komoditas atau produk yang memiliki struktur pasar mendekati persaingan sempurna. Saptana, dkk dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa Kelembagaan kemitraan usaha komoditas sayuran yang eksis dan sedang berjalan di daerah sentra produksi sayuran antara lain adalah : Pola Dagang Umum, Pola Kontrak Pemasaran, Pola Inti- Plasma, Pola Pembinaan dan Kredit Bibit, Kerjasama dalam rangka pengembangan STA, dan Kerjasama dalam penyediaan modal KSU, LPD, Credit Union dan lembaga perbankan. Efektivitas kinerja kelembagaan kemitraan usaha komoditas sayuran sangat ditentukan oleh beberapa hal pokok : (1) Karakteristik komoditas sayuran terutama kemampuan daya simpan; (2) Komitmen antara pihak-pihak yang bermitra; (3) Keterbukaan (tranparancy) antara pihak-pihak yang bermitra terutama dalam hal harga dan pembagian keuntungan; (4) Kemampuan petani mitra dalam menghasilkan produk sayuran yang dapat memenuhi jenis, jumlah, kualitas, dan kontinuitas sesuai permintaan pasar yang dikoordinasikan oleh perusahaan mitra; (5) Kemampuan menembus dan memperluas jaringan pasar oleh perusahaan mitra; dan (6) Kemampuan pendalaman industri pengolahan melalui diversifikasi produk oleh perusahaan mitra.

  Suwandi (1995), dalam penelitiannya di bidang agribisnis menyimpulkan bahwa untuk pengembangan agribisnis yang tangguh diperlukan empat pilar penunjang yaitu (1) Eksistensi semua komponen agribisnis secara lengkap di kawasan sentra produksi; (2) Pentingnya kemitraan usaha antar pelaku agribisnis;(3) Iklim usaha yang kondusif; dan (4) Adanya gerakan bersama dalam memasyarakatkan agribisnis.

  Berdasarkan hal tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa aspek kemitraan juga mempunyai peranan penting dalam pengembangan agribisnis yang kuat karena dengan adanya kemitraan usaha antar pelaku bisnis akan mengakibatkan iklim usaha akan menjadi kondusif dikarenakan pihak-pihak yang terkait mempunyai rasa saling memiliki di usaha agribisnis. Banu Astono (1997:17) dalam Saparudin dan Bado (2011) mengemukakan bahwa pola kemitraan melalui sub kontraktor merupakan upaya yang paling efektif untuk membangun industri kecil yang mandiri. Dalam pola ini mereka bisa memperoleh kepastian pasar, kepastian pasokan bahan baku dan bagaimana melakukan sistem manajemen yang baik. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pola kemitraan melalui sub kontraktor dapat menjadi sebuah solusi bagi UKM dalam menghadapi persaingan serta menjadi sebuah keunggulan bersaing. Kepastian bagi UKM mempunyai peranan yang sangat penting untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh UKM diantaranya

  Arti Penting Kemitraan Bagi UKM Dalam Menghadapi Globalisasi adalah kurangnya permodalan, jaringan pemasaran dll dengan adanya kepastian maka UKM akan mampu bertahan dan berkembang. Numianto dkk (2004) dalam penelitiannya menyatakan bahwa untuk penilaian kinerja dari suatu model atau pola kemitraan terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan yaitu efektivitas, profesionalitas, pola pembinaan, pola pengawasan, modal yang disalurkan, potensi pengembangan, dan prosedur birokarsi yang ada. Model usulan adalah model kemitraan yang memfokuskan pengembangan kemitraan antara PT. INKA dan IKM dengan pengelolaan yang lebih profesional dengan adanya Badan Pengelola Dana BUMN yang bersifat mandiri. Pola Kemitraan yang sedang berjalan saat ini sebaiknya dirubah dengan model usulan guna mendukung kemajuan bersama (win-win

  

solution) .Pengaplikasian pola ini harus didukung oleh stake-holder dan top management

di BUMN, terutama untuk perencanaan jangka panjang antara PT. INKA dan IKM.

  Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa kriteria yang dapat digunakan untuk suatu model kemitraan dapat digunakan efektivitas, profesionalitas, pola pembinaan, pola pengawasan, modal yang disalurkan, potensi pengembangan, dan prosedur birokarsi. Aspek fokus dan profesionalitas mempunyai arti penting dalam suatu pengembangan kemitraan suatu badan usaha selain itu aspek manajemen juga mempunyai peranan dalam jangka panjang. Pola kemitraan yang ditekankan mempunyai tujuan untuk kemajuan bersama sehingga faktor kemitraan dapat dijadikan sebuah keunggulan dalam menjalankan kegiatan usaha.

  Pola kemitraan yang diusulkan oleh Nurmianto, dkk adalah sebagai berikut :

  

Gambar 1. Pola Kemitraan Saat Sekarang Portofolio Volume 13 No. 1 Mei 2016 : 58 – 74

  ISSN : 1829 -7188

Gambar 2. Pola Kemitraan yang diusulkan

  Saparudin dan Bado (2011) menyatakan berbagai upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk mewujudkan kemitraan antara lain dengan lahirnya undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang usaha kecil dimana khusus mengatur tentang kemitraan usaha dan dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 1997. Pihak pemerintah melalui departemen ditugaskan untuk membina dan mendorong terlaksananya kemitraan usaha, demikian pula berbagai organisasi kemasyarakatan yang bergerak di bidang kemitraan. Namun demikian karena kompleksnya permasalahan yang timbul dan belum terkoordinasinya pihak-pihak yang bermitra maka sasaran utama dari upaya- upaya ke arah kemitraan masih perlu pembuktian, namun tidak dapat disangkal gaung dan nuansa politiknya sudah cukup menggelegar sebagai modal dasar untuk menggelindingkan bola salju kemitraan di masa-masa mendatang. Berdasarkan hal tersebut di atas menyatakan bahwa pemerintah dalam hal ini ikut berpartisipasi dalam mengatur tentang kemitraan usaha yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 1997, hal ini dilakukan sebagai wujud pembinaan dan pendorong terwujudnya kemitraan antar usaha kecil dan organisasi kemasyarakatan. Permasalahan yang masih terjadi adalah masih lemahnya koordinasi antar pihak-pihak yang terkait dan masih adanya anggapan bahwa kemitraan bukan merupakan sesuatu hal yang penting akan tetapi di era globalisasi sekarang ini kemitraan menjadi sebuah aspek penting sangat memegang peranan yang diakibatkan dari semakin kompleksnya permasalahan yang timbul. Kuncoro(2000:309) dalam Saparudin dan Bado (2011) menyatakan bahwa pilihan alternatif pemberdayaan pada usaha kecil menengah dan koperasi adalah melalui konsep mekanisme kerjasama atau keterkaitan dengan perusahaan besar dalam bentuk kemitraan usaha. konsep kemitraan mulai ditawarkan di Indonesia sejak tahun 1980 dan dicanangkan melalui Gerakan Kemitraan Usaha Nasional (GKUN) pada tahun 1996, hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mempersempit kesenjangan yang terjadi antara usaha kecil menengah yang sebagian besar memayungi masyarakat miskin dengan BUMN dan swasta.

  Marbun (1996: 34-35) dalam Saparudin dan Bado (2011) mengemukakan bahwa konsepkemitraan merupakan terjemahan kebersamaan (partnership) atau bagian dari tanggungjawab sosial perusahaan terhadap lingkungannya sesuai dengan konsep manajemen berdasarkan sasaran atau partisipatif. Karena sesuai dengan konsep manajemen partisipatif, perusahaan besar harus juga bertanggungjawab mengembangkan usaha kecil dan masyarakat pelanggannya, karena pada akhirnya hanya konsep kemitraan (partnership) yang dapat menjamin eksistensi perusahaan besar, terutama untuk jangka panjang.

  Hal ini diperkuat juga oleh Mirza dan Sulistiyarini (1997:42) mengemukakan bahwa perusahaan disebut bertanggungjawab secara sosial, ketika manajemennya memiliki visi atas kinerja operasional yang tidak hanya sekedar merealisasikan profit, tapi juga suatu keharusan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi setiap pihak yang

  Arti Penting Kemitraan Bagi UKM Dalam Menghadapi Globalisasi bermitra usaha baik sebagai pionir maupun sebagai mitra, tidak hanya dilakukan hanya sekedar belas kasihan oleh yang kuat terhadap yang lemah, tetapi kemitraan seyogyanya terjalin kinerja karena kehendak bisnis yang dibarengi dengan rasa tanggungjawab sosial yang kuat. Dengan demikian kerjasama dalam bentuk bermitra usaha antara usaha kecil menengah dan koperasi harus didasarkan atas prinsip sinergi, yaitu saling membutuhkan dan saling membantu. Prinsip saling membutuhkan dimaksudkan, pihak usaha besar akan selalu mengajak usaha kecil menengah dan koperasi sebagai partner in progress . Adanya prinsip saling membutuhkan maka secara langsung pihak yang bekerjasama (bermitra usaha) memunculkan prinsip saling membantu. (Saparudin Baso (2011) Berdasarkan hal tersebut di atas menyimpulkan bahwa konsep kemitraan merupakan suatu pilihan alternatif untuk mempersempit kesenjangan yang terjadi antara usaha kecil dan menengah dengan BUMN dan swasta. Sumber-sumber daya yang dimiliki antara usaha kecil dan menengah dengan BUMN dan swasta sangat besar seperti dari aspek permodalan, tenaga kerja, aspek manajerial, dll. Konsep kemitraan menjadi sebuah alternatif bagi UKM untuk dapat bersaing dengan BUMN dan swasta. Purnaningsih (2007) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa ada beberapa alasan mengapa harus melakukan kemitraan dalam usahanya. Adapun alasan-alasannya sebagai berikut :

  Tabel 1. Persentase Bermitra menurut Alasan Bermitra (N=26)

  N o. A l asa n Ber m i t ra J u ml a h Pe r se n

1. P e m asaran T erj amin 202 93,4

  2. T e r se d i aB ib i t / b e nih 90 41,8

  3. P r o d u k ti v i t as leb ih t ingg i 72 33,5

  4. A d a keg ia t a n pe nd a m pinga n 70 32,5

  5. Me n i r upetanil ain 70 32,5

6. T e r se d i aP up k

  59 27,4

  7. T e r se d i aP est i s i d a 58 27,0

  8. Jenis ta nam antah anh a ma penyakit

  24 11 ,3

  9. D iajak petugas penda m ping

  22 1 0,4

  Sumber data penilaian sudah dicek 2015 Berdasarkan tabel di atas maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : 1.

  Pemasaran Terjamin. Sebagian besar (93,4%) petani menyatakan alasan bermitra karena pemasaran terjamin. Petani melakukan proses produksi secara optimal, dengan harapan seluruh hasilnya dapat dipasarkan dengan harga yang memadai.

  2. Tersedia Bibit/benih. Alasan kedua adalah karena tersedia benih/bibit. Petani tidak perlu membeli ke pasar atau kios saprodi karena disediakan pinjaman benih/bibit.

  Dalam beberapa kasus petani kesulitan mencari benih/bibit satu jenis komoditas sayuran. Benih sayuran tertentu misalnya Brokoli sering tidak tersedia. Dengan bermitra 41,8 persen petani menyatakan termotivasi karena tersedia benih/bibit.

  3. Produktivitas lebih tinggi. Beberapa jenis sayuran yang dimitrakan mempunyai produktivitas yang lebih tinggi dibanding sayuran yang tidak dimitrakan. Portofolio Volume 13 No. 1 Mei 2016 : 58 – 74

  ISSN : 1829 -7188 Produktivitas ini diukur dari hasil persatuan luas tertentu per periode waktu tertentu.

  Beberapa sayuran yang dimitrakan mempunyai harga yang relatif lebih tinggi, dengan umur yang relatif pendek, sehingga lebih menguntungkan. Produktivitas yang tinggi ini juga dibarengi dengan tingkat kerumitan budidaya dan biaya produksi yang relatif tinggi juga, sehingga tidak semua petani mampu. Hal ini terbukti bahwa hanya 33, 5 persen petani yangmenyatakan bahwa jenis sayuran yang dimitrakan mempunyai produktivitas yang lebih tinggi.

  4. Ada kegiatan pendampingan. Alasan bermitra berikutnya bagi petani adalah adanya kegiatan pendampingan dari petugas dan meniru teman (32,5 persen). Kerumitan dalam prosedur bermitra dan teknik budidaya dimudahkan dengan adanya penyampingan oleh petugas. Kunjungan petugas pendamping ke lahan atau rumah petani merupakan saat-saat yang dimanfaatkan petani untuk mendiskusikan masalah-masalah teknik budidaya, hama dan penyakit, mutu produk, modal usaha, dan lain-lain. Petani juga seringkali berinisiatif sendiri untuk mencari petugas pendamping ke rumahnya atau ke kantor apabila adahal penting yang harus dibicarakan.

  5. Meniru petani lain. Sebanyak 32,5 persen petani menyatakan bahwa mereka bermitra karena melihat keberhasilan petani lain. Petani belajar dengan mengamati dari teman sesama petani. Petani melihat bagaimana temannya bisa hidup lebih baik setelah ikut pola kemitraan. Hal itu kemudian memotivasi diauntuk mencoba ikut bermitra.

  6. Tersedia pupuk dan pestisida. Petani seringkali tidak punya modal uang yang cukup untuk membeli pupuk dan pestisida, dia hanya punya modal tenaga kerja, dan benih/bibit. Hampir semua jenis sayuran memerlukan pupuk dan pestisida yang cukup untuk dapat mencapai mutu yang baik. Oleh karena itu alasan tersedia pupuk dan pestisida merupakan sumber motivasi untukbermitra bagi petani yang kurang modal.

  7. Jenis tanaman tahan hama penyakit. Petani berupaya melakukan rotasi tanaman untuk memutus siklus hama penyakit, atau menjaga kesuburan tanah. Jenis tanaman lebih tahan terhadap hama penyakit merupakan salah satu alasan petani melakukan pola kemitraan. Jenis tanaman seringkali merupakan tanaman yang sama sekali baru, atau tanaman jenis lama dengan varietas baruyang menurut petani lebih tahan terhadap hama penyakit.

  8. Diajak petugas pendamping. Dalam hal ini petugas pendamping secara periodik melakukan kunjungan ke petani-petani di wilayah kerjanya untuk mencari petani yang mau bermitra, mau menanam jenis tanaman yang dibutuhkan. Sebagian petani tertarik ikut bermitra karena diajak oleh petugas pendamping. Alasan ini biasanya disertai alasan lainnya, tidak semata-mata alasan tunggal, sebab meskipun petani tidak diajak oleh petugas pendamping bisa saja petani menawarkan diri untuk bermitra karena alasan lain yang lebih kuat seperti telah dijelaskan di atas

  Selain ada alasan kenapa petani harus melakukan kemitraan dalam menjalankan usahanya, disebutkan juga oleh Purnaningsih (2007), alasan-alasan petani yang tidak melanjutkan program kemitraannya. Adapun Beberapa alasan petani bermitra dapat dikategorikan dalam dua kategori besar, yaitu: (1) alasan yang bersumber dari pihak petani atau (2) alasan yangbersumber dari Pihak perusahaan. Tabel 2 menyajikan beberapa alasan berhenti bermitra yang berasal dari pihak petani, perusahaan, koperasi, atau pedagang pengumpul.

  Arti Penting Kemitraan B n Bagi UKM Dalam Menghadapi Globalisasi

  

Tabel 2. Alasan Berhenti Bermitra

  Secara umum petani be berhenti bermitra karena beberapa alasan, ya yaitu: karena alasan lahan, kegagalan panen, n, ada kegiatan lain, ingin punya usaha sendir ndiri, dan tidak punya modal. Alasan yang ber bersumber dari perusahaan, koperasi atau peda pedagang pengumpul secara umum adalah: m masalah harga dan pembayaran, produk tida idak dibutuhkan lagi, standar mutu yang terlal lalu tinggi atau tidak jelas, dan masalah keuanga uangan lainnya seperti bangkrut atau keterbatasa asan modal.

  Beberapa alasan menga ngapa harus bermitra menurut Purnanining ningsih (2007) antar parapelaku agribisnis dije dijelaskan pada bagian berikut : (1) Konsekuensi dari Agr Agribisnis di Era Kebutuhan Masyarakat yang S g SemakinKompleks. Dalam rangka pengemba bangan agribisnis, perlu suatu konsep yangdap dapat menggambarkan fungsi-fungsi pengorgan ganisasian kegiatan yang saling kait mengka gkait antara sub-sub sistem pembentuk siste sistem agribinis. Kemitraan yang pada intin ntinya adalah proses kerjasama merupakan pr proses pengorganisasian banyak kegiatan yang ang saat ini dirasakan sebagai suatu kebutuh butuhan karena karakteristik petani yang se semakin kompleks menghadapi kebutuhan uhan masyarakat non petani yang juga sem semakin banyak dan kompleks. Perlu upaya-u upaya dari para pelaku agribisnis untuk meng enghadapi kebutuhan Portofolio Volume 13 No. 1 Mei 2016 : 58 – 74

  ISSN : 1829 -7188

  masyarakat non petani akan produk pertanian khususnya sayuran, agar membanjirnya produk sayuran luar negeri dapat dihadapi. Fungsi-fungsi pengorganisasian kegiatan dalam pola kemitraan merupakan strategi agar seluruh sub sistem agribisnis dapat berjalan, menghasilkan produk dan pelayanan dengan mutu yang lebih baik dibanding jika tidak melalui kemitraan. Mengsinergikan kekuatan antara pelaku dalam satu subsistem maupun antara sub sistem, sehingga berbagai masalah yang bersumber dari keterbatasan-keterbatasan yang saat ini banyak dialami oleh para petani dapat diatasi. (2) Spesialisasi Kegiatan untuk Efisiensi. Dengan bermitra, maka akan terjadi pembagian kegiatan dalam sistem agribisnis sesuai dengan kekuatan dan keterbatasan para pelaku. Hal ini dalam jangka panjang akan meningkatkan kemampuan khusus yang berbeda-beda (spesialisasi) sehingga lebih efisien. Kelemahan petani secara umum adalah: teknologi terbatas sehingga bekerjamengikuti musim, lahan terbatas, keahlian terbatas, jaringan pemasaran terbatas, modal terbatas. Kelemahan ini diminimalisir dengan kekuatan-kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan, koperasi, maupun pedagang ngumpul.Kekuatan- kekuatan tersebut antara lain: penggunaan teknologi baik, pengorganisasian kegiatan baik, ada dukungan tenaga kerja sesuai bidangnya, akses terhadap lembaga keuangan, luas dalam jaringan pemasaran. (3) Kerjasama Pemerintah-Swasta dalam Penyelenggaraan Penyuluhan.Pemerintah mempunyai kewenangan untuk mengatur agar proses penyelenggaraan penyuluhan yang dilakukan oleh para petugas pendamping dari perusahaan, koperasi, maupun oleh pedagang pengumpul dapat berjalandengan baik, dan sejalan dengan program pemerintah. Pola kemitraan memberikan peluang kerjasama antara petani pengusaha, pedagang, dan pemerintah dalam mengembangkan agribisnis sesuai dengan potensiwilayahnya.

  Menurut Purnaningsih (2007) Pihak yang bermitra adalah

  1. Petani dan Perusahaan Besar Kasus pola kemitraan yang diterapkan oleh Perusahaan SM, PS, KF, PAI, adalah kasus kemitraan antara petani dan perusahaan agribisnis. Petanimelakukan unit produksi sesuai dengan kebutuhan perusahaan, kemudian perusahaan memasarkan ke supermarket dan restoran tertentu. Kasus pola kemitraan yang diterapkan oleh Perusahaan JR, adalah kemitraan dalam hal pengadaan sarana produksi dan pembinaan teknis budidaya khususnya untuk sayuran yang ditanam di green house. Petani berinteraksi dengan petugas perusahaan dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi terutama dalam teknis budidaya dan penanganan hama dan penyakit.

  2. Petani dan Pedagang Pengumpul Kemitraan petani dengan pedagang pengumpul (istilah lainnya adalah bandar,tengkulak) adalah sudah umum terjadi. Pedagang pengumpul membeli hasil sayuran petani, kemudian dia memasok ke perusahaan agribisnis atau langsung ke supermarket dan restoran. Dengan kemudahan sarana transportasi dan telekomunikasi, para pedagang pengumpul yang biasanya juga merangkap sebagai petani, telah mampu menembus pasar swalayan, restoran besar. Untuk menjamin pasokan sayuran yang kontinyu seorang pedagang pengumpul bisa bermitra dengan para petani di sekitar

  Arti Penting Kemitraan Bagi UKM Dalam Menghadapi Globalisasi wilayah tempat tinggalnya atau bahkan harus mengunjungi petani-petani di wilayah lain, atau mencari ke pasar-pasartradisional untuk mencari sayuran sesuai kebutuhan.

  3. Petani dan Koperasi Kasus pola kemitraan yang diterapkan oleh Koperasi KMS merupakan contohpola kemitraan antara petani dan Koperasi. Para petani yang tinggal di suatulokasi bersama- sama membentuk koperasi untuk mempermudah dalam memasarkan hasil. Koperasi kemudian memasarkan hasil sayuran paraanggotanya ke super market dan restoran besar.

  4. Petani dan Pedagang Pasar Tradisional Beberapa petani mengatakan bahwa dia tidak pernah bermitra dengan siapapun, tetapi ia mempunyai pedagang langganan di pasar. Meskipun tidakada aturan yang mengikat tetapi petani sering bahkan ada yang selalu kepedagang tersebut. Hubungan pertemanan membuat petani mempunyai memperoleh kemudahan saat menjual hasil panennya, dengan harga sesuai yang berlaku di pasar tersebut.

  Adapun Pola Kemitraan yang dapat diterapkan menurut Purnaningsih (2007) adalah 1. Komponen yang dimitrakan. Penerapan pola kemitraan ditujukan selain untuk mengatasi masalah kekurangan modal, lemah teknologi, menjamin pemasaran, sehingga dapa tmeningkatkan pendapatan petani, juga harus menguntungkan bagi pihak-pihaklain yang bermitra, karena bila tidak maka tidak akan berkelanjutan. Komponen yang dimitraan merupakan bagian dari sub sistem agribisnis mulai dari input produksi (benih, pupuk, obat-obatan pengendali hama penyakit, danalat produksi), proses produksi, pengangkutan, dan penanganan pasca panen(cleaning, packaging, processing), serta pemasaran.“Mensinergikan kekuatan” untuk mengurangi kelemahan merupakan dasar pertimbangan tentang komponen apa yang akan dimitrakan. Tidak ada satu pola yang dianggap paling benar dan dapat mewakili semua kondisi petani,karena komponen yang dimitrakan tergantung pada kebutuhan dari pihak-pihakyang bermitra.

  2. Sumber Motivasi. Sumber motivasi penerapan pola kemitraan adalah kebutuhan yang dirasakan oleh pihak-pihak yang ingin bermitra. Bagi petani, sumber motivasi terbesaruntuk ikut dalam pola kemitraan adalah karena pemasaran terjamin, kemudiankarena tersedia benih/bibit, pupuk atau pestisida, jenis tanaman yang dimitrakan punya produktivitas yang tinggi, ada pendampingan petugas pendamping, dan karena petani lain juga ikut. Apabila komponen yang dimitrakan sesuai dengan kebutuhan usaha, maka itulah sumber motivasinya.Sumber motivasi ini tidak semata-mata merupakan keuntungan secara ekonomi. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kemudahan dalam polakerjasama, kemudahan dalam prosedur dan aturan kerjasama, sistem penetapan harga dan pembayaran yang baik, dan kemungkinan petani mencapai standar mutu yang ditetapkan oleh mitranya, merupakan hal –hal positif yang dapat meningkatkan peluang petani untuk bermitra. Bagi petani, petani merasa senang dan bangga bila dapat menghasilkan produk dengan mutu yang baik. Proses ini merupakan proses yang tidak saja pada saat setelah hasil dipanen,tetapi sejak proses produksi. Standar mutu sayuran yang baik meliputi ukuran(size), warna (colour), dan penampilan (appearance). Portofolio Volume 13 No. 1 Mei 2016 : 58 – 74

  ISSN : 1829 -7188

  Pengetahuan petani tentangmutu dan bagaimana mencapai mutu tersebut diperoleh petani melalui pola kemitraan. Bagi pihak yang ingin bermitra dengan petani, sumber motivasinya adalaha danya keberlanjutan usaha yang dikelola. Pasokan bahan baku dari petani secara terus-menerus merupakan dasar kerjasama dalam pola kemitraan. Tanpa adanya bahan baku dari petani pengusaha akan kesulitan memenuhi permintaan konsumen. Sebagai pengusaha pertanian memperoleh keuntungan dari kegiatan agribisnis yang dilakukan adalah tujuan utamanya. Daripenelitian yang telah dilakukan oleh Purnaningsih (2007) terbukti bahwa perusahaan yang semata-mata mencari keuntungan tanpa memperhatikan kebutuhan petani mitranya, akan ditinggalkan oleh petani mitranya. Jadi proses bermitra selain merupakan wadah belajar bagi petani juga bagi perusahaan mitra, yaitu belajar untuk bekerjasama dan saling menguntungkan. Hasil penelitian Purnaningsih (2007) juga menunjukkan bahwa berhentinya proses kerjasama antara parapelaku terjadi pada saat satu pihak merasa diperlakukan tidak adil, dirugikan, dieksploitasi, atau dimanipulasi, oleh pihak lain. Ketidakadilan ini kadang- kadangtidak tampak, karena struktur masyarakat yang membuat petani selalu berada pada pihak yang lemah. Misalnya karena petani modalnya kecil makabagian keuntungannya juga kecil, dan karena perusahaan modal yang dikeluarkan untuk pola kemitraan ini besar maka keuntungan yang diperolehjuga harus besar. Pandangan tersebut harus diubah, bila kita berfikir bahwa kuatnya suatu kerjasama akan ditentukan oleh pihak yang paling lemah, maka dalam konteksagribisnis, kerjasama yang dapat saling memperkuatlah yang harus dilakukan karena setiap subsistem saling tergantung. Sebuah perusahaan yang konsisten dalam bekerjasama, tidak saja memperhitungkan keuntungan secara ekonomi tetapi juga memperhatikan aspek lain dari kebutuhan petani mitranya, makadalam jangka panjang akan lebih bertahan karena didukung oleh para petani mitra yang semakin tinggi kinerjanya dan sangat loyal dalam berproduksi sesuai dengan kebutuhan perusahaan mitranya.

III. Kesimpulan

  Konsep kemitraan saat ini menjadi sebuah alternatif pilihan bagi UKM dalam menghadapi persaingan di era globalisasi. Konsep kemitraan akan membuat UKM menjadi lebih kuat dan mempunyai keunggulan bersaing serta menguntungkan. Pola kemitraan mempunyai keterkaitan dengan penilaian kinerja hal ini disebabkan oleh adanya suatu kebutuhan aspek profesionalitas dalam rangka kemajuan bersama. Kemitraan dapat mejadi sebuah solusi bagi UKM dalam mengatasi salah satu permasalahan UKM yaitu di bidang pemasaran. Kemitraan pemasaran berperan dalam persaingan dan digunakan untuk merancang strategi pemasaran. Peran kemitraan pemasaran dalam strategi pemasaran memberikan kemampuan kompetitif yang berkelanjutan dan mempunyai keunggulan bersaing.

  Arti Penting Kemitraan Bagi UKM Dalam Menghadapi Globalisasi

  

Daftar Pustaka

  Anuraga, Pandji, dkk, Koperasi, Kewirausahaan dan Usaha Kecil, Rineka Cipta, Jakarta,2002

  Eko Nurmianto, Arman Hakim Nasution dan Syafril Syafar, 2004, Perumusan Strategi Kemitraan Menggunakan Metode AHP dan SWOT (Studi Kasus pada Kemitraan PT. INKA dengan Industri Kecil Menengah di Wilayah Karesidenan Madiun) Jurusan Teknik Industri, ISSN 1411-2485 (Print) ISSN 2087-7439(Online)

  Hafsah, Mohammad Jafar, Kemitraan Usaha Konsepsi dan Strategi, Cetaka Kedua, Pustaka SinarHarapan, Jakarta, 2000. Hidayah, Lili Naili, 2011, Pelaksanaan Kemitraan Pola Dagang Umum dl Bidang

  Kerajinan Keramik dl Kabupaten Bantul Yogyakarta, Jurnal Ilmu Hukum Vol. 2 No. 2

  Kanagal , N, Role of Relationship Marketing in Competitive Marketing Strategy “ Journal of Management and Marketing Research , 2010

  Kartasasmita, Ginanjar, Pembangunan untuk Rakyat, Memadukan Pertumbuhan danPemerataan, PT. Pustaka Cidesindo, Jakarta, 1996, hal. 186-187 Lili Naili Hidayah(2010), Pelaksanaan Kemitraan Pola Dagang Umum di Bidang

  Kerajinan Keramik di Kabupaten Bantul Yogyakarta, Jurnal Ilmu Hukum, Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi Peraturan Pemerintah Nomor44 Tahun 1997 Tentang Kemitraan.

  Purnaningsih, Ninuk, 2007, Strategi Kemitraan Agribisnis Berkelanjutan. Sodality: Jurnal Transdisiplin Sosiologi, Komunikasi, dan Ekologi Manusia | Desember 2007,ISSN : 1978-4333, Vol. 01, No. 03, p 393-416

  Saparuddin M & Basri Bado (2001): Pengaruh Kemitraan Usaha Terhadap Kinerja Usaha Pad UKM dan Koperasi di Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan, Econo Sains, Vol IX, Nomor 2, Agustus 2011

  Saptana, Kurnia Suci Indraningsih dan Endang L. Hastuti,(2007) Analisis Kelembagaan Kemitraan Usaha di Sentra-sentra Produksi Sayuran (Suatu Kajian atas Kasus Kelembagaan Kemitraan Usaha di Bali, sumatera utara, dan Jawa Barat), Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian

  Suwandi. 1995. Strategi Pola Kemitraan Dalam Menunjang Agribisnis BidangPeternakan dalam Industrialisasi Usaha Ternak Rakyat Dalam MenghadapiTantangan Globalisasi, Prosiding Simposium Nasional Kemitraan Usaha Ternak.Ikatan Sarjana Ilmu-Ilmu Peternakan Indonesia (ISPI) bekerja dengan BalaiPenelitian Ternak, Ciawi-Bogor. Portofolio Volume 13 No. 1 Mei 2016 : 58 – 74

  ISSN : 1829 -7188

  Undang-undang No. 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil Sumber Internet : http://kuzt.blogspot.co.id/2015/04/tantangan-ukm-dan-koperasi-di-indonesia.html diakses hari senin tanggal 20 April 2015

  Biodata Penulis :

  Andri Irawan, SE.,MM adalah, Dosen Tetap Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Jenderal Achmad Yani