Jurnal Riset dan Manajemen Satwa Liar 20

Jurnal Riset dan Manajemen Satwa Liar 2015

PENGARUH KEANEKARAGAMAN VEGETASI, JUMLAH STRATUM
DAN KEPADATAN SEMAK TERHADAP KEANEKARAGAMAN
JENIS BURUNG DI HUTAN PENDIDIKAN WANAGAMA I
Oleh:
Diani Santi Nuswantari
Intisari
Hutan Pendidikan Wanagama I merupakan hutan sekunder yangmempunyai struktur
vegetasi beragam dan memiliki kondisi ekosistem yang baik. Keadaan seperti ini membuat
Hutan Pendidikan Wanagama I menjadi tempat tinggal barbagai satwa salah satunya adalah
burung. Struktur vegetasi seperti keanekaragaman vegetasi, jumlah stratum dan kepadatan
semak pada umumnya mempunyai peran penting dalam distribusi dan kelimpahan jenis
burung sehingga dapat mempengaruhi keanekaragaman jenis burung di Hutan Pendidikan
Wanagama I. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh keanekaragaman vegetasi,
jumlah stratum dan kepadatan semak terhadap keanekaragaman jenis burung di Hutan
Pendidikan Wanagama I. Metode yang digunakan untuk mengambil data keanekaragaman
jenis burung digunakan metode point count, keanekaragaman vegetasi dengan metode nested
sampling, jumlah stratum dengan plotless sampling, dan kepadatan semak dengan plot
protocol sampling. Analisis keanekaragam jenis burung dan vegetasi menggunakan
perhitungan indeks diversitas Shannon-Wiener. Sedangkan analisis regresi menggunakan

program R statistik digunakan untuk menguji pengaruh keanekaragaman vegetasi, jumlah
stratum, dan kepadatan semak terhadap keanekaragaman jenis burung. Keanekaragaman jenis
burung di Hutan Pendidikan Wanagama tergolong sedang dengan nilai indeks diversitas
sebesar 2,9295. Persamaan regresi yang diperoleh adalah Y=0,10944+0,29341x1+0,19945x2
dengan X1 adalah keanekaragaman sapihan dan X2 adalah kepadatan semak. Berdasarkan
hasil analisis Keanekaragaman sapihan dan kepadatan semak mempunyai pengaruh yang
signifikat terhadap keanekaragaman jenis burung di Hutan Pendidikan Wanagama I.
Kata kunci: Burung, Pengaruh, Keanekaragaman, Vegetasi, Startum, Semak, Hutan
Wanagama I
PENDAHULUAN
Pada mulanya Hutan Pendidikan

sekunder yang memiliki beraneka ragam

Wnaagama I merupakan kawasan karst yang

Keadaan ini tentu saja dapat memacu

cukup kritis sehingga hanya jenis-jenis


bermacam-macam fauna untuk dapat hidup

tertentu

yang mampu beradaptasi di

di Hutan Pendidikan Wnagama I karena

kawasan tersebut. Kegiatan rehabilitasi lahan

kondisi ekosistemnya yang cukup baik.

yang dilakukan oleh Fakultas Kehutanan

Salah satu satwa yang dapat ditemukan di

UGM

Hutan


Hutan Pendidikan Wanagama I adalah

Pendidikan Wanagama I sebagai hutan

burung. Semakin bervariasi jenis vegetasi

telah

mampu

membuat

jenis dan struktur vegetasi di dalamnya.

1

Jurnal Riset dan Manajemen Satwa Liar 2015
yang ada maka burung-burung dapat mencari

Kondisi stratifikasi tajuk di Hutan


makan baik berupa biji, serangga, ataupun

Pendidikan Wanagama I cukup bervariasi.

buah yang lebih bervariasi. Struktur vegetasi

Djuwantoko (2000) menyatakan bahwa pada

dan konfigurasi habitat pada umumnya lebih

hutan yang mempunyai stratifikasi yang

mempunyai peran penting dalam distribusi

kompleks akan mempunyai pengaruh yang

dan kelimpahan jenis burung dibandingkan

besar terhadap keanekaragaman jenis burung


dengan komposisi tanaman (Setyadi 1999).

jika dibandingkan dengan stratifikasi yang

Burung merupakan satwa liar yang

sederhana..

Sehingga

semakin

memiliki kemampuan hidup di hampir semua

beranekaragam tajuk pada suatu habitat akan

tipe habitat sehingga burung mempunyai

semakin beragam pula jenis burung yang ada


mobilitas

mampu

di dalam habitat tersebut (MacArthur, 1961).

beradaptasi terhadap berbagai tipe habitat

Selain itu kepadatan semak juga dapat

yang luas (Welty 1982). Pada daerah yang

mempengaruhi keanekaragaman burung di

keanekaragaman jenis tumbuhannya tinggi

suatu tempat. Hal ini dikarenakan terdapat

akan memiliki keanekaragaman jenis hewan


beberapa jenis burung ada yang habitatnya

yang tinggi pula. (Ewusie, 1990). Struktur

berada di semak dan di lantai hutan. Menurut

vegetasi dan ketersediaan pakan pada habitat

McKinnon dkk., (2010), terdapat jenis

merupakan

yang

burung dari suku Sylviidae dan Cuculidae

mempengaruhi keanekaragaman jenis di

yang cenderung lebih menyukai habitat


suatu

2000).

hutan sekunder terbuka, menghuni padang

Keanekaragaman burung pada suatu tempat

alang-alang, semak rendah, aktif di lantai

berkolerasi dengan kondisi tempat yang

hutan dan puncak pohon untuk mencari

menjadi habitatnya. Tinggi, struktur, dan

makan di tanah atau terbang jarak pendek

kepadatan vegetasi sering berpengaruh pada


mengepak-ngepak di atas vegetasi.

burung

yang

tinggi

faktor

habitat

dalam

dan

utama

(Tortosa,


menyediakan

tempat

Struktur

vegetasi

yang

dapat

bertengger atau pelindungan dan membatasi

mempengaruhi keanekaragaman jenis burung

luas pandangan dan kemempuan untuk

inilah yang melatarbelakangi pembuatan


berlari,

mangsa

penelitian ini untuk mengetahui bagaimana

(Sutherland dan Green, 2004). Dengan

pengaruh keanekaragaman vegetasi, jumlah

keanekaragaman jenis dan struktur yang

stratum, dan kepadatan semak terhadap

bervariasi di Hutan Pendidikan Wanagama I

keanakeragaman jenis burung di Hutan

maka akan membua semakin beragam jenis

Pendidikan Wanagama I. Sehingga dengan

burung yang mampu hidup dan beradaptasi

diketahui

di Hutan Pendidikan Wanagama I.

digunakan sebagai bentuan acuan dalam

terbang

menangkap

pengaruhnya

maka

dapat

2

Jurnal Riset dan Manajemen Satwa Liar 2015
pengelolaan burung di Hutan Pendidikan

200 m. Pengamatan

burung dilakukan

Wnagama I.

selama 10 menit di setiap titik. Kemudian
burung yang melintas, terlihat atau terdengar

BAHAN DAN METODE

suaranya di radius 50 m di catat jumlah dan

Penelitian ini dilakukan pada tanggal

jenisnya.

Adapun

asumsi-asumsi

yang

22 November 2014 pukul 07.00-17.00 WIB

dipakai sebagai landasan dalam metode ini

di Hutan Pendidikan Wanagama I, Gunung

adalah (Bibby et al., 1992):

Kidul, Yogyakarta. Bahan dan alat yang

1.

digunakan yaitu jenis – jenis burung di
Wanagama 1, binokuler, buku identifikasi

menjauhi pengamat.
2.

burung, peta Hutan Pendidikan Wanagama
I, protaktor, stopwatch, kamera, roll meter,

diambil

adalah

keanekaragaman

3.

sebagai

keanekaragaman

variabel
jenis

x

burung

4.

Perilaku burung terpisah satu dengan
lainnya.

dan

5.

Estimasi pengukuran jarak tepat.

sebagai

6.

Tidak

variabel y.
Data

Burung tidak melakukan pergerakan
selama penghitungan.

vegetasi, jumlah stratum, dan kepadatan
semak

Burung dapat terdeteksi sepenuhnya
oleh pengamat.

tallysheet, dan tongkat sepanjang 1 m. Data
yang

Burung tidak bergerak mendekati dan

ada

kesalahan

dalam

identifikasi.
keanekaragaman

burung

7.

Kegagalan dari asumsi diatas tidak

diambil dengan teknik point count yang

berkaitan dengan habitat atau unsur

mempunyai radius pengamatan sebesar 50

rancangan penelitian.

m, dan jarak tiap titik pengamatan adalah

Gambar 1. Desain point count

Gambar 2. Radius tiap titik dalam point count

3

Jurnal Riset dan Manajemen Satwa Liar 2015
Keanekaragaman

jenis

burung
20x20

dianalisis menggunakan Indeks Diversitas
Shannon-Wiener.

Analisis

20x

dilakukan

menggunakan program excel ―biological

10x10 m

10x

5x5 m

statistic‖.

2x2 m
1x1 m

 ni   ni 
H =    ln  
 N   N 

Gambar 3. Plot Nested Sampling

Keterangan :
Data

H : Index Shannon-Wiener

jumlah

stratum

diperoleh

ni : Jumlah individu spesies i

menggunakan metode plotless sampling

N : Jumlah total Individu

dengan lingkaran dengan diameter 22,6 m

Keanekaragaman vegetasi diambil

yang dibagi menjadi empat kuadran. Pada

dengan metode nested sampling. Sampling

masing-masing kuadran dilakukan pendataan

dibuat dengan cara membuat plot persegi

hanya satu pohon yang terdekat dengan pusat

berukuran 1x1 m untuk perhitungan jumlah

titik kuadran pada tiap kriteria yang ada

dan jenis rumput, 2x2 m untuk perhitungan

(kriteria S —H)

jumlah dan jenis semai, 5x5 m untuk
perhitungan jumlah dan jenis sapihan, 10x10
m untuk jumlah dan jenis tiang, dan 20x20 m
untuk

jumlah

Keanekaragaman

dan

jenis

vegetasi

pohon.
dianalisis

menggunakan Indeks Diversitas ShannonWiener dengan rumus:
H=

 ni   ni 

  N  ln  N 




Gambar 4. Desain plotless sampling
Pohon-pohon

tersebut

kemudian

diukur

Keterangan :

ketingian dan TBBC (tinggi batang bebas

H : Index Shannon-Wiener

cabang) untuk kemudian dikelompokkan

ni : Jumlah individu spesies i

jenis stratumnya dan hitung jumlah stratum

N : Jumlah total Individu

yang terdapat pada tiap plot. Jenis startum
dikelompokan

berdasarkan

pembagian

stratum hutan menurut Indriyanto (2010),
yaitu:

4

Jurnal Riset dan Manajemen Satwa Liar 2015
a. Stratum

A,

lapisan

tajuk

yang

tingginya lebih dari 30 meter.
b. Stratum

B,lapisan

tajuk

11,3 m

yang

tingginya antara 20-30 meter.
c. Stratum

C,

lapisan

tajuk

yang

tingginya antara 4-20 meter.
d. Stratum

D,

lapisan

tajuk

yang
Gambar 5. Desain Protocol Sampling

tingginya 1-4 meter.
e. Stratum

E,

lapisan

tajuk

yang

Shurb Density
Kepadatan semak dihitung dengan rumus :

tingginya 0-1 meter.

Untuk mengetahui kepadatan semak
maka digunakan plot berbentuk lingkaran
Untuk

dengan jari-jari 11,3 m. Pengambilan data

mengetahui

pengaruh

dilakukan dengan merentangkan tongkat

keanekaragaman vegetasi, jumlah stratum,

dengan panjang 1 m sepanjang 22,6 m dari

dan

arah utara ke selatan atau sebaliknya dan

keanekaragaman jenis burung digunakan

arah timur ke barat atau sebaliknya. Dengan

software R-Statistic dengan metode analisis

tinggi tongkat dari permukaan tanah 1,5 m.

linier

Data yang diambil yaitu jenis dan jumlah

generalized linier model untuk data tidak

semak

normal atau di transformasi.

yang

direntangkan.

terkena
Diameter

tongkat

yang

tumbuhan

yang

kepadatan

model

untuk

semak

data

terhadap

normal,

dan

dicatat yaitu kurang dari sama dengan 3 cm.

DATA DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Hasil Pengamatan Burung

No
1
2
3
4
5
6

Jenis
Bondol Jawa (Lonchura leucogastroides)
Bubud besar (Centropus sinensis)
Burung Hantu (Ketupa ketupu)
Cabe Jawa (Dicaeum trochileum)
Cekakak Jawa (Halcyon cyanoventris)
Cekakak Sungai (Todirhanphus chloris)

Jumlah
Individu
17
3
1
7
14
11
5

Jurnal Riset dan Manajemen Satwa Liar 2015
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
Jumlah

Cinenen Kelabu (Orthotomus ruficeps)
Cipoh Kacat (Aegithina tiphia)
Cucak Kutilang (Pycnonotus aurigaster)
Elang Ular Bido (Spilornis cheela)
Kadalan kembang (Phaenicophaeus
javanicus)
Kehicap Ranting (Hypthymis azurea)
Kepudang Dada Merah (Oriolus cruentus)
Kerak Kerbau (Acridotheres javanicus)
Kipasan Ekor Merah (Rhipidura phoenicura)
Kirik-kirik Laut (Merops philippnus)
Layang-layang Batu (Hirundo tahticia)
Madu Belukar (Anthreptes singalensis)
Madu Sriganti (Nectarinia jugularis)
Meninting Besar (Enicurus leschenaultia)
Pelanduk Semak (Malacocinla sepiaria)
Perenjak Gunung
Perenjak Jawa
Sepah kecil
Sri Gunting Hitam (Pericrocotus
cinnamomeus)
Tekukur (Dicrurus macrocercus)
Walet Gunung
Walet Linchi (Spilopelia chinensis)
Wiwik Kelabu (Collocalia volcanorum)
Wiwik Lurik (Collacolia linchi)
Wiwik Uncuing (Cacomantis merulinus)

12
4
48
18
3
2
1
1
3
1
7
2
7
1
5
2
5
9
2
5
15
9
9
1
2
227

Di Hutan Pendidikan Wanagama I

menunjukkan

nilai

sedang

ditemukan total jumlah burung sebanyak 227

menunjukkan

nilai

tinggi.

ekor dengan total jumlah jenis sebanyak 31.

kriteria

Berdasarkan perhitungan yang dilakukan,

diversitas burung di Wanagama tergolong

nilai indeks diversitas burung di Hutan

sedang.

Pendidikan Wanagama I yang diperoleh

Pendidikan Wanagama I yang rapat dan

ialah 2,9295. Menurut Magurran (1988) bila

cenderung baik sebagai habitat burung

nilai indeks diversitas Shannon kurang dari

seharusnya sangat memungkinkan untuk

1,5 berarti nilai indeks keanekaragamannya

mendapatkan nilai keanekaragaman burung

rendah, sedangkan nilai antara 1,5-3,5

yang tinggi. Nilai keanekaragaman yang

diatas

dapat

Keadaan

dan

Berdasarkan

dikatakan

Vegetasi

>3,5

di

Indek

Hutan

6

Jurnal Riset dan Manajemen Satwa Liar 2015
diperoleh masih dalam kategori sedang dapat
disebabkan
dalam

karena

keterbatasan

pengambilan

kerapatan

data

vegetasi

juga

Hutan

peneliti
karena

Nilai keanekaragaman vegetasi baik
keanekaragaman rumput, semai, sapihan,
tiang

dan

pohon

menunjukan

nilai

Pendidikan

keanekaragaman rendah karena berdada

Wanagama I yang bervariasi, sehingga pada

dibawah nilai 1,5. Hal ini dapat disebabkan

lokasi dengan kerapatan vegetasi yang

walaupun banyak vegatasi dapat ditemukan,

tinggi,

sulit

tetapi di Hutan Pendidikan Wanagama I ada

karena

beberapa jenis yang lebih sering ditemukan

keterbatasan pandangan peneliti yang banyak

dibanding jenis lainnya, contohnya adalah

tertutup tajuk vegetasi yang rapat.

pohon Jati, Mahoni, Akasia, dan beberapa

keanekaragaman

teridetifikasi

dengan

burung
benar

Dari hasil yang diperoleh, ditemukan

pohon Legum. Hal ini juga berkaitan dengan

berbagai macam jenis burung di Hutan

penggunaan laha

Pendidikan Wanagama I. Hal ini disebabkan

Wanagama I yang digunakan sebagai lahan

karena beragamnya karakter pada setiap

agroforestri

dan

habitat di Wanagama, dari yang memiliki

penelitian,

sehingga

kerapatan tinggi sampai rendah. Sebagian

tertentu yang sengaja ditanam sesuai dengan

jenis burung menggunakan berbagai tipe

kebutuhan penggunaan lahan.

hatiat

sebagai

sumber

makan,

di

Hutan Pendidikan

untuk

kepentingan

terdapat

jenis-jenis

tempat

Berdasarkan hasil analisis regresi

reproduksi dan berlindung secara fisiologis.

linear menggunakan program R-statistic,

Masing – masing petak di Wanagama

indeks diversitas sapihan dan kepadatan

memiliki keragaman jenis yang berbeda, hal

semak

tersebut disebabkan oleh kondisi Wanagama

keanekaragaman

1 sebagai hutan sekunder yang memiliki

Pendidikan Wanagama 1. Sedangkan pada

berbagai tipe habitat.

jumlah startum pengaruhnya tidak signifikan.

Tabel 2. Nilai Keanekaragaman Vegetasi di

Hasil analisis menunjukan adanya korelasi

Hutan Pendidikan Wanagama I

positif dari keanekaragaman sapihan dan

No. Jenis

Indeks

kepadatan semak terhadap keanekaragaman

Vegetasi

Diversitas

burung. Hal ini berarti bahwa semakin besar

1.

Rumput

0,962155

keanekaragaman sapih atau kepadatan semak

2.

Semai

0,910255

maka

3.

Sapihan

0,920981

keanekaragaman burungnya.

4.

Tiang

0,930392

5.

Pohon

0,947674

berpengaruh

akan

signifikan

burung

semakin

Keanekaragaman
berpengaruh

terhadap

di

besar

terhadap
Hutan

nilai

sapihan
keanekaragaman
7

Jurnal Riset dan Manajemen Satwa Liar 2015
burung yang suka

dapat menyediakan pasokan pakan burung

beraktivitas di daerah dengan tajuk terbuka.

khususnya burung pemakan serangga sebab

Habitat yang mempunyai kanopi yang relatif

semakin

terbuka akan digunakan oleh banyak jenis

serangga yang ada di dalamnya, sehingga

burung

aktivitasnya,

makin banyak jenis burung yang tertarik

dibandingkan dengan habitat yang rapat dan

untuk mencari makan. Selain itu, semak

tertutup (Orians, 1969). Tajuk sapihan yang

dapat menyediakan ranting-ranting kecil

belum terlalu rapat membuat susunan kanopi

untuk keperluan burung bersarang, sehingga

di hutan menjadi lebih terbuka. Tinggi

burung tertari untuk mengambil ranting kecil

sapihan merupakan ideal bagi aktivitas

disekitar semak.

burung karena sifat

untuk

melakukan

padat

semak,

makin

banyak

burung karena tidak terlalu tinggi sehingga

Sedangakan jumlah statum tidak

burung tidak terlalu panas akibat sinar

berpengaruh signifikan dikarenakan burung-

matahari dan juga tidak terlalu dekat ke

burung yang diamati biasanya mendominasi

permukaan tanah sehingga sulit dijangkau

pada stratum tertentu dan tidak tersebar

oleh predatornya. Selain itu, kondisi hutan

merata pada semua tingkatan startum. Hali

dengan sapihan yang beraneka ragam juga

ini

dapat

Wisnubudi (2009) yang menyatakan bahwa

menunjang pasokan pakan

yang

bermacam-macam bagi burung.

diperkuat

Sebagian

besar

dengan

hasil

individu

penelitian

jenis

burung

Begipula dengan pengaruh positif

menggunakan stratum V (pohon dibawah

kepadatan semak terhadap keanekaragaman

tajuk dengan ketinggian 4,5—15 m) sebagai

Burung.

tempat melakukan aktivitasnya.

Hal ini dikarenan semak-semak

Gambar 6. Analisis Regresi Pengaruh Keanekaragaman Vegetasi, Jumlah Stratum dan
Kepadatan Semak terhadap Keanekaragaman Burung.

8

Jurnal Riset dan Manajemen Satwa Liar 2015
Berdasarkan analisis yang dilakukan, maka
didapatkan

persamaan

regresi

sebagai

berikut: Y= 0,10944+0,29341x1+0,19945x2
dengan x1 = keanekaragaman sapihan dan x2
= kepadatan semak.

Gambar 8. Coplot Pengaruh kepadatan
semak dan keanekaragaman burung
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis data dapat
disimpulkan bahwa keanekaragaman jenis
Gambar 7. Coplot Pengaruh keanekaragaman
sapihan terhadap keanekaragaman burung

burung di Hutan Pendidikan Wanagama I
tergolong sedang yaitu memiliki indeks
diversitas 2,9295. Sedangkan variabel yang

Dari penggambaran grafik coplot

signifikan memengaruhi

keanekaragaman

pengaruh keanekaragaman sapihan terhadap

burung di Hutan Pendidikan Wanagama I

keanekaragaman burung, keanekaragaman

adalah

jenis

kepadatan semak.

burung

sensitif

terhadap

keanekaragaman

sapihan

dan

keanekaragaman sapihan pada nilai indeks
keanekaragaman 0 — 0,58. Sedangkan dari
penggambaran

grafik

coplot

pengaruh

SARAN
Penggunaan rumus selain Shanon-

kepadatan semak terhadap keanekaragaman

wiener

burung,

keanekaragaman

keanekaragaman

sensitif pada nilai 0,6—0 ,9 .

jenis

burung

untuk

mendapatkan
mungkin

indeks
bisa

dikembangkan lagi untuk pengembangan
hasil keanekaragaman jenis. Selanjutnya,
dengan melihat kondisi Wanagama 1 yang
memiliki

keanekaragaman

burung

yang
9

Jurnal Riset dan Manajemen Satwa Liar 2015
sedang, tapi masih perlu dilakukan perbaikan

Jawa, Bali dan Kalimantan. Penerbit

habitat

Burung Indonesia. Bogor.

agar

keanekargaman

semakin

meningkat.

Maguran, A.E.. 1998. Ecologycal Diversity
and It’s Measurement. Princeton, NJ

DAFTAR PUSTAKA

: Prinsenton University Pres.
Bibby, C.J., Burgess, N.D., and Hill, D.A.
1992.

Bird

Census

Techniques,

Brithis Trust for Ornithology and The
Royal Society for The Protection of
Bird.

Academy

Press

Ltd.

Orians, G. H. 1969. The Number of Birds
Species in Some Tropical Forest.
Saunders College

Pub. Japan.

Setyadi, T. 1999. Peranan Struktur Vegetasi
Terhadap Populasi Burung di Hutan

Londondalam Sya’bani, B. 2000.

Wanagama I Kabupaten Gunung

Keanekaragaman Jenis Burung di

Kidul Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sepanjang Sungai Oyo di Wanagama

Skripsi Fakultas Kehutanan

I.

Universitas Gadjah Mada.

Djuwantoko.2000.

Prespektif

Ekosistem

Konservasi Satwa Liar di Hutan
dalamKaryadi.

Produksi

2001.

Yogyakarta
Sutherland, W.J. & Green R.E. 2004. Bird
Ecology

and

Conservation:

a

Distribusi dan Kelimpahan Relatif

Handbook of Technique chapt. 11

Jenis Burung Serta Pemanfaatan

Habitat Assessment. 11: p 258-259.

Strata Tajuk di Hutan Musim Taman

Oxford University Press. New York.

Nasional

Baluran

Timur.

Tortosa, F.S. 2000. Habitat Selection by

Fakultas

Flocking Wintering Common Cranes

Kehutanan Universitas Gadjah Mada.

(Grus grus) at Los Pedroches Valley.

Yogyakarta.

Spain. Etologia 8: 21-24.

Laporan

Jawa

Penelitian

Ewusie, J. Y. 1990. Pengantar Ekologi
Tropis.ITB Press . Bandung
Indriyanto. 2010. Ekologi Hutan. Bumi
Aksara. Jakarta.

Welty, J. C. 1982. The Life of Bird. Saunders
College Publishing. Philadelphia.
Wisnubudi, G. 2009. Penggunaan Strata
Vegetasi

oleh

Burung

Kawasan

MacArthur, R.W. & J.W. Mac Arthur. 1961.

Wisata Taman Nasional Gunung

On bird species diversity. Ecology.

Halimun-Salak. VIS VITALIS, Vol.

42:594-598.

02 No. 2, September 2009.

MacKinnon, J., K. Phillipps., B. Van Balen.
2010. Burung-burung di Sumatera,

10