Morfologi Siklus Hidup Epidemiologi clas

Morfologi, Siklus Hidup,
Epidemiologi klass insecta ( nyamuk anopheles sp sebagai vector penyakit malaria )

NAMA MAHASISWA

: Dian Eka Wati

NIM

: AK816017

SEMESTER

: IV

KELAS

: IV B

MATA KULIAH


: PARASITOLOGI III

PROGRAM STUDI

: ANALIS KESEHATAN

DOSEN

: PUTRI KARTIKA SARI, M.Si

YAYASAN BORNEO LESTARI
AKADEMI ANALIS KESEHATAN BORNEO LESTARI
BANJARBARU

1.1 Morfologi Anopheles sp Sebagai Vektor Malaria.
Nyamuk dapat menjadi vektor jika memenuhi beberapa syarat tertentu, antara
lain; umur nyamuk, kepadatan, ada kontak dengan manusia, terdapat parasit, dan
sumber penularan. Larva nyamuk Anopheles spp. ditemukan pada berbagai habitat,
tetapi setiap habitat memliki sifat umum dalam penyediaan makanan, terdiri dari
mikroorganisme, bahan organik, dan biofilm. Sumber makanan pada setiap habitat

berbeda pada lokasi yang berbeda. Permukaan air kaya akan bahan organik dan
mikoorganisme yang digunakan larva nyamuk Anopheles spp. untuk mempertahankan
hidupnya .
1.1.1. Klasifikasi anopheles sp

2

1.1.2. Bagian – bagian morfologi tubuh nyamuk Anopheles sp.

A. Kepala.
Kepala berhubungan dengan thorak dan memiliki dua mata majemuk,
dua antena dan mulut. Antena terdiri atas 15 segmen, masing – masing
segmen mempunyai sekelompok rambut pada nyamuk Anopheles sp. betina
sedangkan pada nyamuk Anopheles sp. jantan, rambut tersebut sangat lebat
sehingga memberikan gambaran “sikat botol” (gambar 2.5) Mulut pada
nyamuk Anopheles sp. betina terdiri atas sebuah proboscis untuk menusuk
dan menghisap, bagian mulut yang lain tertutup labium (bibir). Nyamuk
Anopheles sp. betina saat blood feeding, labella membuka dan ditempelkan

pada permukaan kulit, membentuk buluh guna mengarahkan alat penusuk

(stylet). Nyamuk Anopheles sp. jantan bagian mulut tidak dibentuk untuk

menusuk, mandibula dan maxilla berukuran kecil dan palpus memanjang
melebihi proboscis sedangkan pada palpus dan proboscis nyamuk
Anopheles sp. betina memiliki ukuran yang sama panjang ( Maulana ,

2016 ).

3

B. Thorak.
Thorak pada serangga berfungsi untuk proses pergerakan karena
terdapat tiga pasang kaki dan sepasang sayap. Thorak dibagi menjadi 3
segmen yaitu prothorak, mesothorak dan metathorak. Sayap nyamuk
Anopheles sp. terletak pada kedua bagian belakang mesothorak. Prothorak

dihubungkan dengan kepala oleh serviks. Prothorak mengecil menjadi
sepasang anterior pronotal lobus yang terletak dibelakang serviks,
dibawahnya terdapat sepasang propleura yang menjadi tempat perlekatan
kedua kaki depan dan melapisi kedua sisi dan bagian bawah serviks

(Purnomo dan Haryadi, 2007).
C. Sayap.
Pola sayap terbentuk dari alur – alur vena dan sisik – sisik yang
menutupinya. Pola sisik gelap terang dan venasi sangat penting untuk
identifikasi nyamuk Anopheles sp.. Pada spesimen segar bagian gelap
biasanya hitam mengkilap dan yang terang (pucat) berwarna putih atau
krem. Beberapa spesies seperti An. barbirostris, memiliki sifat gelap

4

terang yang bercampur pada beberapa vena sehingga memberikan
kenampakan yang bercak – bercak. Beberapa spesies tidak memiliki pola
tertentu, misalnya An. aitkenii, sisiknya hanya mempunyai satu warna
yang sama yaitu gelap. Subgenus Cellia mempunyai sisik gelap yang lebih
terang dan teratur dari pada sub genus Anopheles . Bagian – bagian sayap
Anopheles sp.

1.1.4. Kaki.
Kaki nyamuk Anopheles sp. terdiri dari enam ruas yaitu coka yang
terletak pada ruas pertama yang menempel pada thorak, diikuti trochanter,

femur, tibia, tarsus yang terdiri dari lima segmen dan pretarsus yang
terdiri dari sepasang claw. (Purnomo dan Haryadi, 2007). Pola sisik gelap
terang yang menutupi kaki penting untuk identifikasi, seperti pola sisik
gelap terang pada sayap.

5

1.1.5. Abdomen.
Abdomen terdiri atas 8 segmen yang tampak jelas dan dua segmen

yaitu ke – 9 dan ke – 10 yang bentuknya berubah sesuai dengan alat
kelamin. Setiap segmen dari ke 8 segmen tersebut terdiri atas sterit dan
tergit yang berhubungan melalui membran pleura. Segmen depan

dihubungkan dengan segmen belakangnya oleh membran intersegmen
(selaput antar segmen). pada saat abdomen kosong, membran pleura dan
intersegmen akan terlipat sehingga tidak tampak dan segmen yang di
belakangnya sedikit tertarik masuk ke segmen di depannya. Nyamuk
Anopheles sp. pada saat menghisap darah banyak, perutnya akan


membesar sehingga membran melebar yang menyebabkan tergit dan
sternit terpisah satu dengan yang lainnya. Kedelapan segmen ini tampak

serupa kecuali segmen pertama yang menempel pada metathorak
berukuran lebih kecil. Nyamuk Anopheles sp. jantan setelah keluar dari
pupa, segmen ke – 8 bersama dengan alat kelaminnya berputar 180 derajat
sehingga permukaan belakangnya adalah sternit bukan tergit ( Maulana.
2016 ).
Alat kelamin nyamuk Anopheles sp. terletak pada segmen ke – 9
dan ke – 10, segmen tersebut mempunyai kekhususan sebagai alat untuk
kopulasi dan peletakan telur. Alat kopulasi pada nyamuk Anopheles sp.
jantan dipergunakan untuk menyalurkan spermatozoa dari testes ke
spermateka nyamuk betina. Pada nyamuk Anopheles sp. betina, bagian
yang menerima spermatozoa disebut spermateka (Hadi et al, 2009).

6

Alat kelamin luar nyamuk Anopheles sp. jantan disebut
hypopygium yang digunakan sebagai alat kawin. Hypopygium ini dapat


digunakan sebagai alat identifikasi untuk menentukan klasifikasi
berbagai nyamuk Anopheles sp. sedangkan pada alat kelamin Anopheles
sp. betina tampak serupa sehingga tidak digunakan untuk identifikasi
meskipun alat kelamin tersebut dapat membedakan sub genus Anopheles
dan Cellia, misalnya bentuk dan distribusi bintik bening pada
spermateka berguna untuk identifikasi spesies kembar ( Maulana,2016 ).

1.2. Siklus Hidup nyamuk Anopheles sp.
Siklus hidup nyamuk pada umumnya mengalami metamorfosis sempurna
(holometabola) yaitu stadium telur, larva, pupa dan dewasa serta menyelesaikan daur
hidupnya selama 7-14 hari. Tahapan ini dibagi ke dalam dua perbedaan habitatnya
yaitu lingkungan air (akuatik) dan di daratan (terestrial) (Foster dan Walker 2002).
Nyamuk dewasa muncul dari lingkungan akuatik ke lingkungan teresterial setelah
menyelesaikan daur hidupnya secara komplit di lingkungan akuatik. Oleh sebab itu,
keberadaan air sangat dibutuhkan untuk kelangsungan hidup nyamuk, terutama masa
jentik (larva) dan pupa
Telur nyamuk Anopheles betina dewasa meletakkan 50-200 telur satu persatu di
dalam air atau bergerombolan tetapi saling melepas. Telur Anopheles mempunyai alat
pengapung dan untuk menjadi larva dibutuhkan waktu selama 2-3 hari. Pertumbuhan
larva berlangsung sekitar 7-20 hari tergantung suhu. Selain itu pertumbuhan larva juga

dipengaruhi nutrien dan keberadaan predator (Service dan Thowson 2002).
Larva sering ditemukan pada kumpulan air yang dangkal. Pada umumnya
Anopheles menghindari air yang tercemar polusi, hal ini berhubungan langsung dengan

kandungan oksigen dalam air. Selain itu, terdapat hubungan antara kepadatan larva
dengan predator, seperti ikan pemakan larva dan lain-lain. Larva Anopheles ada yang
senang sinar matahari (heliofilik), tidak senang matahari (heliofobik) dan suka hidup di

7

habitat yang terlindung dari cahaya matahari (shaded). Jenis air pun memiliki peranan
yang cukup penting. Larva Anopheles lebih menyukai air yang mengalir tenang
ataupun tergenang. Peningkatan suhu akan mempengaruhi tingkat perkembangan dan
distribusi larva. Larva Anopheles berada dipermukaan air supaya bisa bernafas melalui
spirakel.
Kepompong (pupa) merupakan stadium terakhir di lingkungan akuatik dan tidak
memerlukan makanan. Pada stadium ini terjadi proses pembentukan alat- alat tubuh
nyamuk seperti alat kelamin, sayap dan kaki. Lama stadium pupa pada nyamuk jantan
antara 1-2 jam lebih pendek dari pupa nyamuk betina, karenanya nyamuk jantan akan
muncul kira-kira satu hari lebih awal daripada nyamuk betina yang berasal dari satu

kelompok telur. Suhu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan ini berkisar 25–27

C.

Pada stadium pupa ini memakan waktu lebih kurang 2-4 hari (viranti mandasari.2012 ).
Tempat perindukan vektor merupakan tempat yang dipergunakan oleh nyamuk
Anopheles untuk berkembang biak untuk memulai proses siklus hidupnya hingga

menjadi nyamuk (Foster dan Walker 2002). Jenis air yang dimanfaatkan untuk
perkembangbiakan Anopheles berbeda-beda. Beberapa habitat larva dapat hidup di
kolam kecil, kolam besar dan genangan air, yang bersifat sementara atau di rawa-rawa
yang permanen. Walaupun sebagian besar Anopheles hidup di habitat perairan tawar,
tetapi ada beberapa spesies Anopheles berkembang biak di air asin.

8

Aktifitas manusia banyak menyediakan terjadinya tempat perindukan yang
cocok untuk pertumbuhan vektor malaria, seperti genangan air, selokan, cekungancekungan yang terisi air hujan, sawah dengan aliran air irigasi. Jenis perindukan ini
merupakan tempat koloni vektor malaria seperti An. gambie dan An. arabiens di
Afrika, An. culicifacies dan An. subpictus di India, An. sinensis di Cina, serta An.

aconitus di banyak negara Asia Tenggara ( Services dan Towson 2002).

Menurut Takken dan Knols (2008), tempat perindukan vektor dibagi menjadi
dua tipe yaitu tipe permanen (rawa-rawa, sawah non teknis dengan aliran air gunung,
mata air, kolam) dan tipe temporer (muara sungai tertutup pasir di pantai, genangan air
payau di pantai, genangan air di dasar sungai waktu musim kemarau, genangan air
hujan dan sawah tadah hujan rawa-rawa). Faktor faktor yang berhubungan dengan
perindukan

larva

Anopheles

antara

9

lain

vegetasi


(tumbuh-tumbuhan).

1.3 Faktor Distribusi Malaria .
Distribusi malaria ditentukan oleh beberapa faktor yang saling berhubungan
dan saling mendukung satu sama lain. Faktor tersebut adalah Host (inang), Agent
(Plasmodium) dan lingkungan. Tiga faktor tersebut berpengaruh terhadap
perseberan malaria dalam suatu wilayah tertentu . menjelaskan bahwa tidak semua
Agent menjadi penyebab malaria, tidak semua Host dapat tertular Plasmodium

malaria dan tidak semua lingkungan mempengaruhi pola distribusi malaria (Arsin,
2012).
1.3.1. Host (manusia dan nyamuk Anopheles sp.)
Penyakit malaria mempunyai 2 macam Host yaitu manusia
sebagai Host Intermediate (siklus aseksual parasit berlangsung) dan
nyamuk Anopheles sp. betina sebagai Host Definitive (siklus seksual
parasit berlangsung) (Arsin, 2012).
1.1. Manusia (Host Intermediate).
Secara umum dapat dikatakan bahwa pada dasarnya setiap orang
dapat terkena malaria, faktor intrinsik yang dapat mempengaruhi
manusia terkena malaria diantaranya adalah: jenis kelamin, umur,
kekurang enzim tertentu, ras, riwayat malaria sebelumnya, dan status
gizi. Status gizi erat kaitannya dengan sistem kekebalan tubuh.
Masyarakat yang kekurangan gizi lebih rentan terkena malaria
(Limanto, 2007).
1.2. Nyamuk Anopheles sp. (Host Definitive).
Nyamuk Anopheles sp. betina melakukan blood feeding untuk
pertumbuhan telurnya. Nyamuk Anopheles sp. betina hanya kawin
satu kali selama hidupnya dan terjadi setelah 24 – 48 jam dari saat
keluar dari pupa. beberapa faktor yang mempengaruhi nyamuk
Anopheles sp. sebagai host definitive, antara lain:

a)

Perilaku nyamuk Anopheles sp.
Tempat hinggap atau istirahat: eksofilik (di luar rumah) dan
endofilik (di dalam rumah).

10

b) Tempat menggigit: eksofagik (di luar rumah) dan endofagik (di dalam
rumah).
c) Obyek yang digigit: antropofilik (menggigit manusia) dan zoofilik
(menggigit hewan) (Arsin, 2012). Perilaku hidup nyamuk
Anopheles sp. akan berubah apabila ada rangsangan atau

pengaruh dari luar, misalnya terjadi perubahan lingkungan baik
perubahan oleh alam ataupun perubahan oleh manusia.
d) Umur nyamuk (longevity).
Nyamuk Anopheles sp. dapat hidup selama dua minggu sampai
beberapa bulan (Direktorat PPBB, 2014).
e)

Kerentanan nyamuk Anopheles sp. terhadap infeksi gametosit
Nyamuk Anopheles sp. yang mengandung parasit dalam perut
terlalu banyak, dapat menyebabkan nyamuk Anopheles sp. mati
dan perut meletus karena jumlah parasit terlalu banyak melebihi
kapasitas perut nyamuk Anopheles sp. (Direktorat PPBB, 2014).

f)

Frekuensi blood feding manusia
Semakin sering seekor nyamuk Anopheles sp. membawa
sporozoit dalam kelenjar ludahnya, maka semakin besar
kemungkinan nyamuk Anopheles sp. berperan sebagai vektor
malaria (Direktorat PPBB, 2014).

g) Siklus gonotrofik
Siklus gonotrofik yaitu waktu yang diperlukan untuk matangnya
telur (Direktorat PPBB, 2014).

11

DAFTAR PUSTAKA

Arsin, A.A. 2012. Malaria di Indonesia, Tinjauan Aspek Epidemiologi. Makassar:
Masagena Press
Arsin A.A dan S.A. Karim. 2012. Pola Spasial Kasus Malaria dengan Aplikasi Sistem
Informasi Geografis (SIG) di Kabupaten Halmahera Tengah 2008. Jurnal
masyarakat Epidemiologi Indonesia . 1(2): 84 – 89.
Direktorat Pengendalian Penyakit Bersumber Binatang. 2014. Pedoman Manajemen
Malaria . Jakarta: Direktorat PPBB
Foster WA, Walker ED. 2002. Mosquitoes (Culicidae). In Mullen G, Durden L.eds.
Med and Vet Entomol. San Deigo: Academic Press.
Hadi, H.M., Tatwotjo, U dan Rahadian, R. 2009. Biologi Insekta: Entomologi. Graha
ilmu . Yogyakarta
Limanto, T.L. 2007. Hubungan Antara Status Gizi dan Malaria Falciparum Berat di
Ruang Rawat Inap Anak RS. St.Elisabeth Lela, Kabupaten Sikka, Flores, NTT.
Sari Pediatri. 11(5): 363 – 366.
Maulana Jauharil Habib. 2016 . Analisis biomedik vector malaria Anopheles sp .di desa
bangsring kecamatan wongsorejo kabupaten banyuwangi .fakultas matematika
dan ilmu pengetahuan alam . Universitas Jember .
Purnomo, H dan Haryadi, N.T. 2007. Entomologi. Jember: Center for Society Studies.
Service, Townson, 2002. The Anopheles Vector: Essential Malariology. New York:
Arnold Oxford University Press.
Takken W, Knols B.G.J. 2008. Malaria vector control: Current and future strategies .
Laboratory of Entomology. Netherland: Wageningen University and Research
Centre.
Viranti Mandasari. 2012 .karakteristik habitat potensial larva nyamuk anopheles dan
hubungannya dengan kejadian malaria di kota pangkalpinang,Bangka Belitung.
Fakultas kedokteran hewan institute pertanian Bogor.

12