Berinovasi membutuhkan kesabaran dan ker

Berinovasi
membutuhkan kesabaran dan kerendahan hati



Beranda



Peraturan



Perjanjian

Pos Komentar


Etika Profesi




Uncategorized



Benak



Pengantar Hukum



Berpikir



Hukum Perdata




Ekonomi

Inti Pengetahuan Hukum I
Agustus 25, 2010 oleh legalhuman Tinggalkan komentar

INTI PENGETAHUAN HUKUM
(BAGIAN PERTAMA)
Manusia dan Masyarakat
Hukum tidak lepas dari kehidupan manusia. Maka untuk membicarakan hukum kita tidak
dapat lepas membicarakannya dari kehidupan manusia.
Setiap manusia mempunyai kepentingan. Kepentingan adalah suatu tuntutan perorangan atau
kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Setiap manusia adalah mendukung atau
penyandang kepentingan. Sejak dilahirkan manusia butuh makan, pakaian, tempat berteduh
dan sebagainya. Menginjak dewasa bertambahlah jumlah dan jenis kepentingannya :

bermain-main, bersekolah, bekerja, berkeluarga dan sebagainya. Dari sejak kecil beranjak
dewasa serta menjelang saat dia meninggal dunia kepentingannya berkembang.
Manusia dalam hidupnya dikelilingi berbagai macam bahaya yang mengancam
kepentingannya, sehingga seringkali menyebabkan kepentingannya atau kepentingannya

tidak tercapai. Manusia menginginkan agar kepentingan-kepentingannya terlindungi dari
bahaya-bahaya yang mengancamnya. Untuk itu ia memerlukan bantuan manusia lain. Dengan
kerjasama dengan manusia lain akan lebih mudahlah keinginannya tercapai atau
kepentingannya terlindungi. Manusia akan lebih kuat menghadapi ancaman-ancaman
terhadap kepentingannya, yang dengan demikian akan lebih terjamin perlindungannya
apabila ia hidup dalam masyarakat, yaitu salah satu kehidupan bersama yang anggotaanggotanya mengadakan pola tingkahlaku yang maknanya dimengerti oleh sesama anggota
Masyarakat merupakan suatu kehidupan bersama yang terorganisir untuk mencapai dan
merealisir tujuan bersama.
Manusia ingin selalu hidup berkelompok dengan sesamanya atau hidup bermasyarakat karena
didorong oleh beberapa hal sebagai berikut :
1. Hasrat untuk memenuhi makan dan minum atau untuk memenuhi kebutuhan
ekonomis.
2. Hasrat untuk membela diri.
3. Hasrat untuk mengadakan keturunan.
Ketiga faktor pendorong tersebut dinamakan faktor dorongan kesatuan biologis.
Melalui komunikasi, manusia dapat mengekspresikan perasaannya kepada sesamanya dan hal
ini juga makin mempererat pola hidup bersama. Oleh karena itulah kebutuahn manusia bukan
sekedar kebutuhan fisik semata-mata, melainkan juga kebutuhan pengakuan akan
keberadaannya. Kebutuhan akan pengakuan terhadap keberadaannya disebut aspek
eksistensial.

Masyarakat itu merupakan tatanan sosial psikologis. Psyche manusia individual sadar akan
adanya sesama manusia. Adanya sesama manusia itu di dalam suasana kesadaran individu
mempengaruhi pikiran, perasaan serta perbuatannya. Ia harus mengingat dan
memperhitungkan adanya masyarakat. Manusia akan berusaha dan akan merasa berbahagia
apabila ia dapat menyesuaikan diri dengan masyarakat. Bila tidak berhasil menyesuaikan diri
ia akan merasa kecewa dan sedih karena ia merasa sebagai seseorang yang tidak dikehendaki.
Menurut kodrat alam manusia sebagai makhluk sosial di manapun mereka berada, selalu
hidup bersama dan berkelompok-kelompok. Kelompok-kelompok manusia yang berada
dalam tempat atau wilayah tertentu itulah yang dinamakan masyarakat.
Kelompok-kelompok manusia yang lazimnya disebut masyarakat, dibedakan menjadi
beberapa bentuk menurut dasar pembentukannya, hubungannya, perikehidupannya, atau
kebudayaannya dan menurut hubungan kekeluargaannya.
Menurut dasar pembentukannya, bentuk masyarakat dapat dibedakan menjadi tiga :

1. Masyarakat teratur, yaitu masyarakat yang diatur dengan tujuan tertentu. Contoh
perkumpulan olah raga.
2. Masyarakat teratur yang terjadi dengan sendirinya, yaitu masyarakat yang tidak
dengan sengaja dibentuk, tetapi masyarakat itu ada karena kesamaan kepentingan.
Contoh : penonton pertandingan sepak bola, penonton bioskop.
3. Masyarakat tidak teratur, adalah masyarakat yang terjadi dengan sendirinya tanpa

dibentuk. Contoh : sekumpulan manusia yang membaca surat kabar di tempat umum.
Menurut dasar hubungan yang diciptakan oleh para anggotanya, bentuk masyarakat
dibedakan menjadi dua :
1. Masyarakat paguyuban (gemeischaft) adalah masyarakat yang antara anggota yang
satu dengan lainnya ada hubungan pribadi, sehingga menimbulkan ikatan batin.
Contoh : perkumpulan kematian, rumah tangga.
2. Masyarakat patembayan (gesselschaft) adalah masyarakat yang hubungan antara
anggota yang satu dengan lainnuya bersifat lugas dan mempunyai tujuan yang sama
untuk mendapatkan keuntungan material. Contoh : Firma, Perseroan Terbatas.
Menurut dasar perikehidupan atau kebudayaannya masyarakat dapat dibedakan
menjadi lima bentuk :
1. Masyarakat primitif dan masyarakat modern. Masyarakat primitif adalah
masyarakat yang masih serba sederhana baik cara hidup, cara berpakaian, peraturan
tingkah lakunya dan lain sebagainya. Masayarakat modern adalah masyarakat yang
sudah lebih maju dibandingkan dengan masyarakat primitif mengenai segalanya.
2. Masyarakat desa dan masyarakat kota. Masyarakat desa adalah sekelompok orang
yang hidup bersama di desa. Masyarakat kota adalah sekelompok orang yang hidup
bersama di kota.
3. Masyarakat teritorial, adalah masyarakat yang anggota-anggotanya ada pertalian
darah.

4. Masyarakat genealogis adalah masyarakat yang anggota-anggotanya ada pertalian
darah.
5. Masyarakat teritorial genealogis, adalah masyarakat yang para anggotanya
mempunyai pertalian darah dan bersama-sama bertemapat tinggal dalam satu daerah
tertentu.
Menurut hubungan keluarga, bentuk masyarakat dapat dibedakan menjadi empat :
1. Keluarga inti (nuclear family ) yang anggotanya hanya terdiri atas suami, istri, dan
anaknya.

2. Keluarga luas (extended family) yang anggotanya lebih luas dari keluarga inti,
meliputi orang tua, saudara sekandung, saudara sepupu, paman, bibi dan sanak
saudara lainnya yang masih ada hubungan darah satu sama lain.
3. Suku bangsa.
4. Bangsa.
Sudah menjadi sifat pembawaannya bahwa manusia hanya dapat hidup dalam masyarakat.
Manusia adalah zoon politicon atau makhluk sosial. Manusia dan masyarakat merupakan
pengertian komplementer.
Di dalam masyarakat manusia selalu berhubungan satu sama lain. Kehidupan bersama itu
menyebabkan adanya interaksi, kontak atau hubungan satu sama lain, Kontak dapat berarti
hubungan yang menyenangkan atau menimbulkan pertentangan atau konflik.

Gangguan kepentingan atau konflik haruslah dicegah atau tidak dibiarkan berlangsung terus,
karena mengganggu keseimbangan tatanan masyarakat. Manusia akan selalu berusaha agar
tatanan masyarakat dalam keadaan seimbang, karena keadaan tatanan masyarakat yang
seimbang menciptakan suasana tertib, damai dan aman, yang merupakan jaminan
kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu keseimbangan tatanan masyarakat yang terganggu
haruslah dipulihkan ke keadaan semua (restitutio in integrum = kembali ke keadaan semula)
Jadi manusia di dalam masyarakat memerlukan perlindungan kepentingan. Perlindungan
kepentingan itu tercapai dengan terciptanya pedoman atau peraturan hidup yang menentukan
bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam masyarakat agar tidak merugikan orang lain
dan dirinya sendiri. Pedoman, patokan atau ukuran untuk berperilaku atau bersikap dalam
kehidupan bersama ini disebut norma atau kaedah sosial.
Kaedah-kaedah Sosial
Tata kaedah tersebut terdiri dari kaedah kepercayaan atau keagamaan, kaedah kesusilaan,
kaedah sopan santun dan kaedah hukum, yang dapat dikelompokkan seperti berikut :
1. tata kaedah dengan aspek kehidupan pribadi yang dibagi lebih lanjut menjadi :
a. kaedah kepercayaan atau keagamaan
b. kaedah kesusilaan
2. tata kaedah dengan aspek kehidupan antar pribadi yang lebih lanjur menjadi ;
a. kaedah sopan santun atau adat atau etika
b. kaedah hukum

Kaedah Hukum

Kaedah hukum ini melindungi lebih lanjut kepentingan-kepentingan manusia yang sudah
mendapat perlindungan dari ketiga kaedah lainnya dan melindungi kepentingan-kepentingan
manusia yang belum mendapat perlindungan dari ketiga kaedah tadi.
Kaedah hukum ditujukan terutama kepada pelakunya yang konkrit, yaitu pelaku pelanggaran
yang nyata-nyata berbuat, bukan untuk menyempurnakan manusia, melainkan untuk
ketertiban masyarakat agar masyarakat tertib, agar jangan sampai jatuh korban kejahatan,
agar tidak terjadi kejahatan.
Isi kaedah hukum itu ditujukan kepada sikap lahir manusia. Kaedah hukum mengutamakan
perbuatan lahir. Pada hakekatnya apa yang dibatin, apa yang difikirkan manusia tidak
menjadi soal, asal lahirnya ia tidak melanggar kaedah hukum. Orang tidak akan dihukum atau
diberi sanksi hukum hanya karena apa yang difikirkan atau dibatinnya(cotagitationis poenam
nemo patitut).

Kaedah
Kepercayaan

Tujuan


Kaedah
Kesusilaan

Kaedah

Kaedah

Sopan Santun

Hukum

Umat Manusia ;

Perbuatannya yang konkrit;

Penyempurnaan manusia ;

Ketertiban masyarakat;

Jangan sampai manusia jahat


Jangan sampai ada korban

Isi

Ditujukan kepada sikap batin

Ditujukan kepada sikap lahir

Asal Usul

Dari tuhan

Diri sendiri

Kekuasaan lur yang memaksa

Sanksi

Dari tuhan


Dari
sendiri

Daya Kerja

Membebani
kewajiban

Membebani
kewajiban

diri Dari
Dari
masyarakat
masyarakat
secara
tak secara resmi
resmi

Membebani
kewajiban

Membebani
kewajiban dan
memberi hak

Kalau kaedah kepercayaan, kesusilaan dan sopan santun hanya membebani manusia dengan
kewajiban-kewajiban saja , maka kaedah hukum kecuali membebani manusia dengan
kewajiban dan memberikan hak : kaedah hukum bersifat normatif dan atributif.

Kaedah Hukum dan Kaedah Sosial Lainnya
Kaedah hukum dapat dibedakan dari kaedah kepercayaan, kaedah kesusilaan, dan sopan
santun, tetapi tidak dapat dipisahkan, sebab meskipun ada perbedaannya ada pula titik
temunya. Terdapat hubu ngan yang erat sekali antara ke-empat-empatnya. Isi masing-masing
kaedah saling mempengaruhi satu sama lain, kadang saling memperkuat.
Anatar kaedah kepercayaan atau keagamaan dan hukum banyak titik temunya. Pasal 29 UUD
misalnya menjamin kebebasan beragama bagi setiap penduduk. Pembunuhan, pencurian,
perzinahan tidak dibenarkan oleh kedua kaedah itu.
Batas yang tajam tidak dapat ditarik antara kaedah kesusilaan dan kaedah hukum. Hukum
positif kita memperhatikan pengertian-pengertian tentang kesusilaan seperti iktikad baik (ps.
1338, 1363 BW), bersikap seperti kepala somah yang baik (ps. 1560 BW), kelayakan dan
kepatutan. Pasal 1337 BW menentukan bahwa “kausa” tidak dibolehkan apabila dilarang oleh
undang-undang atau bertentangan dengan adat kebiasaan atau ketertiban umum, sedangkan
pasal 23 AB menentukan bahwa suatu perbuatan atau perjanjian tidak dapat meniadakan
kekuatan undang-undang yang berhubungan dengan ketertiban umum atau kesusialaan.
Kesusilaan sering melarang beberapa perbuatan tertentu yang oleh hukum sama sekali tidak
dihiraukan, seperti misalnya berbohong, kumpul kebo atau hidup bersama tanpa nikah.
Sebaliknya kadang-kadang hukum membolehkan apa yang dilarang oleh kesusilaan.
Contohnya :
1. Suto menggugat Noyo yang hutang uang kepadanya, tetapi tidak melunasinya. Hakim
dalam putusannya menolak gugatan Suto, karena dianggap tidak terbukti. Menurut
hukum karena gugatan Suto ditolak oleh pengadilan, maka Noyo tidak perlu
memenuhi kewajibannya melunasi hutangnya kepada Suto. Apabila gugatan ditolak
oleh pengadilan, maka menurut hukum tergugat tidak ada kewajiban apa-apa terhadap
penggugat. Tetapi kesusilaan tidak membebaskan orang yang hutang dari
kewajibannya melunasi hutangnya.
2. Dadap mengadakan perjanjian dengan Waru, sehingga dari perjanjian itu timbullah
kewajiban pada Waru terhadap Dadap. Akan tetapi perjanjian itu tidak memenuhi
syarat-syarat formal yang telah ditentukan oleh hukum. Kesusilaan mewajibkan Waru
untuk memenuhi perjanjian, menurut hukum tidak.
3. Memungut bunga tinggi itu tidak susila, menurut hukum dimungkinkan, kecuali kalau
menjadi mata pencaharian.
4. Lembaga daluwarsa sering bertentangan dengan kesusilaan. Bagi hukum daluwarsa
ini tujuannya adalah untuk menjamin kepastian hukum.
Hukum itu sebagian besar merupakan peraturan kesusilaan yang oleh penguasa diberi sanksi
hukum : perbuatan-perbuatan pidana yang diatur dalam KUHP hampir seluruhnya merupakan
perbuatan-perbuatan yang berasal dari kaedahkesusilaan atau kepercayaan.
Sollen-Sein

Kaedah hukum merupakan ketentuan atau pedoman tentang apa yang seyogyanya atau
seharusnya dilakukan. Pada hakekatnya kaedah hukum merupakan perumusan pendapat atau
pandangan tentang bagaimana seharusnya atau seyogyanya seseorang bertingkah laku.
Sebagai pedoman kaedah hukum bersifat umum dan pasif. Kaedah hukum berisi kenyataan
normatif (apa yang seyogyanya dilakukan) : das sollen dan bukan berisi kenyataan alamiah
atau peristiwa konkrit : das sein.
Agar kaedah hukum itu tidak berfungsi pasif, agar kaedah hukum itu aktif atau hidup,
diperlukan “rangsangan”. Rangsangan untuk mengaktifkan kaedah hukum adalah peristiwa
konkrit (das sein). Dengan terjadinya peristiwa konkrit tertentu kaedah hukum baru dapat
aktif, karena lalu dapat diterapkan pada peristiwa konkrit tersebut. Selama tidak terjadi
peristiwa konkrit tertentu maka kaedah hukum itu hanya merupakan pedoman pasif belaka.
Jadi kaedah hukum memerlukan terjadinya peristiwa konkrit : das sollen memerlukan das
sein. Peristiwa konkrit merupakan aktivator yang diperlukan untuk dapat membuat aktif
kaedah hukum.
Karena kaedah hukumlah peristiwa konkrit itu menjadi peristiwa hukum. Perista hukum
adalah peristiwa yang relevan bagi hukum, peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan
akibat hukum atau peristiwa yang oleh hukum dihubungkan dengan timbulnya atau
lenyapnya hak dan kewajiban.
Suatu peristiwa konkrit tidak mungkin dengan sendirinya menjadi peristiwa hukum. Suatu
peristiwa hukum tidak mungkin terjadi tanpa adanya kaedah hukum. Peristiwa hukum tidak
dapat dikonstatir tanpa menggunakan kaedah hukum. Peristiwa hukum itu diciptakan oleh
kaedah hukum. Sebaliknya kaedah hukum itu dalam proses terjadinya dipengaruhi oleh
peristiwa-peristiwa konkrit.
Apakah suatu peristiwa itu peristiwa hukum itu tergantung pada adanya kaedah hukum.
Kaedah hukum itu mengkualifisir suatu aspek dari peristiwa menjadi peristiwa hukum.
Apakah suatu aspek dari kenyataan itu dapat berlaku sebagai peristiwa hukum tergantung
pada kaedah hukum yang bersangkutan, yaitu dapat diterapkan dalam situasi yang konkrit.
Lazimnya yang dianggap merupakan beda yang menonjol antara kaedah hukum dengan
kaedah sosial lainnya ialah sanksinya. Sanksi terhadap pelanggaran kaedah hukum dapat
dipaksakan, dapat dilaksanakan di luar kemauan yang bersangkutan, bersifat memaksa.
Pelaksanaan atau penegakan kaedah hukum itu dapat dipaksakan dengan alat-alat ekstern.
Kalau dikatakan bahwa sanksi pada kaedah hukum itu bersifat memaksa atau menekan ini
tidak berarti bahwa sanksi terhadap pelanggaran kaedah sosial lainnya sama sekali tidak
bersifat memaksa atau menekan.
Ketaatan pada kaedah hukum bukan semata-mata didasarkan pada sanksi yang bersifat
memaksa, tetapi karena didorong oleh alasan kesusilaan atau kepercayaan.
Sanksi itu baru dikenakan apabila terjadi pelanggaran kaedah hukum. Kalau tidak terjadi
pelanggaran kaedah hukum maka sanksi tidak diterapkan. Jadi sanksi hanyalah merupakan
akibat dan tidak merupakan ciri hakiki hukum.
Tidak setiap kaedah hukum disertai dengan sanksi. Kaedah hukum tanpa sanksi ini disebut
lex imperfecta. Ketentuan yang tercantum dalam pasal 298 BW misalnya, yaitu bahwa

seorang anak berapapun umurnya wajib menghormati dan menyegani orang tuanya,
meruapakan lex imperfecta. Ketentuan ini tidak ada sanksinya.
Tidak semua pelanggaran kaedah dapat dipaksakan sanksinya. Beberapa kewajiban tidak
dapat dituntut pemenuhannya menurut hukum secara paksa. Ini terjadi misalnya dengan
kewajiban yang berhubungan dengan apa yang dinamakan perikatan alamiah (obligatio
naturalis, natuurlijke verbintenis), suatu perikatan yang tidak ada akibat hukumnya. Jadi
adanya perikatan yang mempunyai akibat hukum, yang disebut perikatan perdata (obligatio
civilis), yang apabila tidak dipenuhi dapat diajukan ke pengadilan dan perikatan yang tidak
mempunyai akibat hukum atau disebut juga perikatan alamiah.
Hukum dan Kekuasaan
Yang dapat memberi atau memaksakan sanksi terhadap pelanggaran kaedah hukum adalah
penguasa, karena penegakan hukum dalam hal ada pelanggaran adalah monopoli penguasa.
Penguasa mempunyai kekuasaan untuk memaksakan sanksi terhadap pelanggaran kaedah
hukum. Hakekatnya kekuasaan tidak lain adalah kemampuan seseorang untuk
memaksakan kehendaknya kepada rang lain.
Hukum ada karena kekuasaan yang sah, Kekuasaan yang sahlah yang menciptakan hukum.
Ketentuan-ketentuan yang tidak berdasarkan kekuasaan yang sah pada dasarnya bukanlah
hukum. Jadi hukum bersumber pada kekuasaan yang sah.
Di dalam sejarah tidak jarang kita jumpai hukum yang tidak bersumber pada kekuasaan yang
sah atau kekuasaan yang menurut hukum yang berlaku sesungguhnya tidak berwenang.
Revolusi hukum misalnya merupakan kekuasaan yang tidak sah (coup de’etat) dan sering
merupakan kekerasan atau atau kekuatan fisik. Kekuatan fisik ini seringkali menghapus
hukum yang lama atau revolusi itu mendapat dukungan dari rakyat dan berhasil. Kalau tidak
berhasil maka revolusi disebut sebagai sumber hukum. Dalam UU No. 19 tahun 1964
revolusi tersebut sebagai sumber hukum. Jadi hukum dapat pula bersumber pada kekuatan
fisik, tetapi kekuatan fisik bukan meruapakan unsur hukum.
Sebaliknya hukum itu sendiri pada hakekatnya adalah kekuasaan. Hukum itu mengatur,
mengusahakan ketertiban dan membatasi ruang gerak individu. Tidak mungkin hukum
menjalankan fungsinya itu kalau tidak merupakan kekuasaan. Hukum adalah kekuasaan,
kekuasaan yang mengusahakan ketertiban.
Sekalipun hukum itu kekuasaan, mempunyai kekuasaan untuk memaksakan berlekunya
dengan sanksi, namun hendaknya dihindarkan jangan sampai menjadi hukum kekuasaan,
hukum bagi yang berkuasa. Karena ada penguasa yang menyalahgunakan hukum,
menciptakan hukum semata-mata untuk kepentingan penguasa itu sendiri atau yang
sewenang-wenang mengabaikan hukum, maka muncullah istilah “rule of law”.
Apakah yang dimaksud dengan rule of law itu ? Dari bunyi kata-katanya rule of law berarti
pengaturan oleh hukum. Jadi yang mengatur adalah hukum, hukumlah yang memerintahkan
atau berkuasa. Ini berarti supremasi hukum. Memang rule of law biasanya secara singkat
diartikan sebagai “governance not by man but by law”. Perlu diingat bahwa hukum adalah
perlindungan kepentingan manusia, hukum adalah untuk masnusia, sehingga “governance
not by man but by law” tidak boleh diartikan bahwa manusia pasif sama sekali dan menjadi
budak hukum.

Pengertian Anglo Saks rule of law ini di Eropa Kontinental disebut dengan negara hukum
(rechtstaat :Emanuel Kant, Julius Stahl). Rule of law menurut Dicey mengandung 3 unsur,
yaitu :
1. Hak asasi manusia dijamin lewat undang-undang.
2. Persamaan kedudukan di muka hukum (equality before the law)
3. Supremasi aturan-aturan hukum dan tidak ada kesewenang-wenangan tanpa aturan
yang jelas.
Menurut Emanuel Kant dan Julius Stahl, negara hukum mengandung 4 unsur,
1. Adanya pengakuan hak asasi manusia
2. Adanya emisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut
3. Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan (wetmatigheid van bestuur),
4. Adanya Peradilan Tata Usaha Negara.
Eigenrichting
Telah diketengahkan di muka bahwa melaksanakan sanksi adalah monopoli penguasa.
Perorangan tidak diperkenankan melaksanakan sanksi untuk menegakkan hukum. Memukul
orang yang telah mengingkari janji atau menipu diri kita, menyekap seseorang yang tidak
mau melunasi hutang, “ mencuri” sepeda motor milik sendiri dari pencurinya, itu semuanya
merupakan tindakan menghakimi sendiri, aksi sepihak atau “eigenrichting”.
Tindakan menghakimi sendiri ini dilarang dan pada umumnya merupakan perbuatan perdata
tindakan menghakimi sendiri yang dibolehkan ialah misalnya bahwa seseorang dibolehkan
menebang atau memotong dahan pohon milik tetangga yang menjulur ke pekarangannya,
setelah tetangga itu diminta untuk memotong tetapi menolak, asal yang memotong dahan
tidak menginjak pekarangan tetangga yang bersangkutan. Pada hakekatnya tindakan ini
merupakan eigenrichting”, tetapi dibolehkan.
Setiap pelanggaran kaedah hukum pada dasarnya harus dikenakan sanksi :setiap
pembunuhan, setiap pencurian harus ditindak, pelakunya harus dihukum. Tetapi ada
perbuatan-perbuatan tertentu yang pada hakekatnya merupakan pelanggaran kaedah hukum,
akan tetapi tidak dikenakan sanksi : pelanggarnya tidak dihukum. Kalau terhadap
pelanggaran-pelanggaran kaedah hukum tertentu ini pelakunya dihukum justru akan
menimbulkan keresahan di dalam masyarakat, karena dirasakan kurang layak dan akan
mengganggu keseimbangan di dalam masyarakat. Dirasakan kurang layak karena dalam hal
ini si pelaku atau pelanggar dalam keadaan terdesak dan tidak sempat minta pengadilan untuk
melindungi atau membela kepentingannya. Ia terpaksa melakukan atau melanggar dari pada
ia sendiri yang menjadi korban. Dalam hal ini tidak boleh ada hubungan yang timpang atau
tidak seimbang anatara penyerang dan usaha atau alat pembelaannya. Usaha pembelaan yang
sifatnya kuat atau besar tidak boleh berhadapan dengan penyerangan yang sifatnya hanya
ringan atau kecil. Tidak dibenarkan misalnya memasang aliran listrik dengan tegangan tinggi
pada pagar yang mengelilingi rumah untuk mencegah masuknya pencuri.

Jadi ada pelanggaran kaedah-kaedah hukum tertentu yang tidak dikenakan sanksi : ini
merupakan penyimpangan atau pengecualian. Pelanggaran-pelanggaran ini merupakan
perbuatan-perbuatan yang dilakukan dalam keadaan tertentu. Perbuatan-perbuatan ini dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok.
Pertama ialah perbuatan yang pada hakekatnya merupakan pelanggaran kaedah hukum, tetapi
tidak dikenakan sanksi karena dibenarkan atau mempunyai dasar pembenaran
(rechtvaardigingsground). Di sini perbuatan yang hakekatnya melanggar kaedah hukum
dihalalkan. Termasuk perbauatan ini adalah :
1. Keadaan darurat
2. Pembealaan terpaksa
3. Ketentuan Undang-undang
4. Perintah Jabatan
Kedua ialah perbauatan yang pada hakekatnya merupakan pelanggaran kaedah hukum, tetapi
tidak dikenakan sanksi karena si pelaku pelanggaran dibebaskan dari kesalahan
(schuldopheffingsgrond). Perbauatan ini terjadi karena apa yang dinamakan ; force mayeur,
overmacht atau keadaan memaksa.
Keadaan darurat atau noodtoestand merupakan salah satu bentuk force mayeur.
Dasar Psikologis dari Hukum
Hukum terdapat dalam masyarakat manusia. Dalam setiap masyarakat selalu ada sistem
hukum, ada masyarakat ada hukum : ubi society ibi jus. Jadi jika ada pertanyaan kapankah
tepatnya hukum mulai ada maka jawaban yang paling tepat adalah sejak adanya kelompokkelompok manusia.
Manusia adalah zoon politikon. Manusia adalah makhluk sosial. Hidup tanpa masyarakat
tidak mungkin, karena hasrat kolektivistis dalam kesadaran kita tidak mungkin ditiadakan oeh
karena itu masyarakat sebagai kumpulan dari manusia memerlukan suatu peraturan untuk
hidup bersama. Hasrat mengatur ini merupakan dasar psikologis dari hukum.
Raison d’etre-nya Hukum
Kapan pada hakekatnya hukum itu ada? Apakah yang menyebabkan timbulnya hukum itu ?
Apakah raison d’etre-nya hukum itu ?
Pada hakekatnya hukum baru ada, baru dipersoalkan apabila terjadi konflik kepentingan .
Konflik kepentingan ini terjadi apabila dalam melaksanakan kepentingan atau memenuhi
kebutuhan manusia merugikan orang lain.
Hukum pada hakekatnya baru timbul (untuk dipermasalahkan) kalau terjadi pelanggaran
kaedah hukum, konflik, kebatilan atau “tidak hukum” (unlaw, onrecht). Oleh karena itu,
menjawab pertanyaan tersebut di atas, maka raison d’etrenya hukum adalah konflik
kepentingan manusia, conflict of human interest.

Isi, Sifat dan Bentuk Kedah Hukum
Ditinjau dari segi isinya kaedah hukum dapat dibagi menjadi tiga :
1. Perintah
2. Larangan
3. Perkenan
Ditinjau dari sifatnya ada dua macam kaedah hukum :
1. Imperatif
2. Fakultatif
Ditinjau dari bentuknya ada dua macam :
1. Tertulis
2. Tidak Tertulis
Asas Hukum
Asas hukum atau prinsip hukum bukanlah peraturan konkrit, melainkan merupakan
pikiran dasar yang umum sifatnya atau merupakan latar belakang dari peraturan yang
konkrit yang terdapat dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam
peraturan perundang-undangn dan putudan hakim yang merupakan hukum positif dan
dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.
Fungsi ilmu hukum adalah mencari asas hukum ini dalam hukum positif.
Memang pada umumnya asas hukum tidak dituangkan dalam bentuk peraturan yang konkrit
atau pasal-pasal seperti misalnya asas bahwa setiap orang dianggap tahu akan undangundang, asas resjudicata pro veritate habetur, asas lexposteriori derogat legi priori, asas
perkara yang sama (sejenis) harus diputus sama (serupa) pula (similia similibus) ,dan
sebagainya. Akan tetapi tidak jarang asas hukum itu dituangkan dalam peraturan konkrit
seperti misalnya asas the presumption of innocence yang terdapat dalam Pasal 8 Undangundang No. Tahun 1970 dan asas nulum delictum nulla poena sine praevia lege poenali
seperti yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP.
Kalau peraturan hukum yang konkrit itu dapat diterapkan secara langsung pada peristiwanya,
maka asas hukum diterapkan secara tidak langsung.
Untuk menemukan asas hukum dicarilah sifat-sifat umum dalam kaedah atau peraturan
konkrit. Ini berarti menunjuk kepada kesamaan-kesamaan yang terdapat dalam ketentuanketentuan yang konkrit itu.
Asas hukum itu merupakan sebagian dari hidup kejiwaan kita. Dalam setiap asas hukum
manusia melihat suatu cita-cita yang hendak diraihnya : bukankah tujuan hukum itu adalah
kesempurnaan masyarakat, suatu cita-cita. Sebaliknya kaedah hukum itu sifatnya historis.

Dalam hubungan antara asas hukum dan kaedah hukum yang konkrit itulah terdapat sifat
hukum.
Pada umumnya asas hukum itu berubah mengikuti kaedah hukumnya. Sedangkan kaedah
hukum akan berubah mengikuti perkembangan masyarakat, jadi terpengaruh waktu dan
tempat.
Tetapi ada kaedah yang berkembang, sedangkan peraturan hukum konkritnya tidak berubah.
Sebagai contoh dapat dikemukakan pasal 1365 BW. Bunyi pasal tersebut dari dulu sampai
sekarang tidak berubah. Tetapi kaedah atau nilai yang terdapat di dalam pasal 1365 BW, yaitu
isi atau penafsiran pengertian pengertian melawan hukum itu mengalami perubahan. Sebelum
tahun 1919 isinya sempit, sedangkan sesudah 1919 menjadi luas.
Asas hukum mempunyai dua fungsi : fungsi dalam hukum dan fungsi dalam ilmu hukum.
1. Asas dalam hukum, mendasarkan eksistensinya pada rumusan oleh pembentuk
undang-undang dan hakim (ini merupakan fungsi yang bersifat mengesahkan) serta
mempunyai pengaruh yang normatif dan mengikat para pihak.
2. Asas dalam ilmu hukum, hanya bersifat mengatur dan eksplikatif (menjelaskan).
Tujuannya adalah memberi ikhtisar, tidak normatif sifatnya dan tidak termasuk hukum
positif.
Sifat instrumental asas hukum ialah bahwa asas hukum mengakui adanya kemungkinankemungkinan, yang berarti memungkinkan adanya penyimpangan-penyimpangan, sehingga
membuat sistem hukum itu luwes.
Asas hukum dibagi juga menjadi asas hukum umum dan asas hukum khusus.
1. Asas hukum umum ialah asas hukum yang berhubugan seluruh bidang hukum,
seperti asas restitutio in integrum, asas lex posteriori derogat legi priori, asas bahwa
apa yang lahirnya tampak benar untuk sementara harus dianggap demikian sampai
diputus (lain) oleh pengadilan.
2. Asas hukum khsus berfungsi dalam bidang yang lebih sempit seperti dalam bidang
hukum perdata, hukum pidana, dan sebagainya, yang sering meruapakan penjabaran
dari asas hukum umum, sepeti asas pacta sunt servanda, asas konsensualisme, asas
yang tercantum dalam Pasal 1977 BW, asas praduga tak bersalah.
Apakah ada asas hukum yang tidak terpengaruh waktu dan tempat ? Apakah ada asas hukum
yang berlaku universal ? P. SCHOLTEN menjawab pertanyaan tersebut dengan
mengetengahkan bahwa ada lima asas hukum umum, yaitu ;
1. asas kepribadian,
2. asas persekutuan,
3. asas kesamaan,
4. asas kewibawaan, dan

5. asas pemisahan antara baik dan buruk.
Hukum dan Etik
Asas hukum itu didukung oleh pikiran bahwa dimungkinkan memisahkan antara yang baik
dan buruk. Karena itulah kaedah hukum itu disebut juga kaedah etis.
Etik adalah usaha manusia untuk mencari norma baik dan buruk. Etik diartikan juga sebagai
“the principles of morality” atau “the field of study or morals or right conduct”.
Etik pada hakekatnya merupakan pandangan hidup dan pedoman tentang bagaimana orang
itu seyogyanya berperilaku. Etik yang berasal dari kesadaran manusia merupakan petunjuk
tentang perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk. Etik juga merupakan penilaian atau
kualifikasi terhadap perbuatan seseorang.
Bagaimana hubungan hukum dengan etik ? Hukum dan etik merupakan dua sisi dari satu
mata uang.
Hukum ditujukan kepada manusia sebagai makhluk sosial. Hukum ditujukan kepada manusia
yang hidup dalam ikatan dengan masyarakat yang terpengaruh oleh ikatan-ikatan sosial. Etik
sebaliknya ditujukan kepada manusia sebagai individu, yang berarti bahwa hati nuraninyalah
yang diketuk.
Sasaran etik semata-mata adalah perbuatan manusia yang dilakukan dengan sengaja. Baik
tidaknya kesengajaan : kalau ada unsur kesengajaan dalam pelanggaran maka tercela. Orang
harus bertanggung jawab atas perbuatannya yang disengaja. Perbuatan yang disengaja
harus sesuai dengan kesadaran etisnya / hati nurani.
Apa yang menurut masyarakat demi ketertiban atau kesempurnaan masyarakat baik, itulah
yang baik. Hukum adanya hanya dalam masyarakat manusia, sedangkan masyarakat manusia
itu beranekaragam, maka dapatlah dikatakan bahwa ukuran baik buruk dalam hal ini tidak
mungkin bersifat universal, karena hukum itu terikat pada daerah atau wilayah tertentu.
Hukum, Hak dan Kewajiban
Hukum
Kalau kita bicara tentang hukum pada umumnya yang dimaksudkan adalah keseluruhan
kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama :
keseluruhan peraturan tentang tingkah laku yang berlaku dalam suatu kehidupan bersama,
yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.
Hukum meliputi beberapa unsur yaitu :
a. Peraturan tingkah laku manusia.
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
c. Peraturan itu bersifat memaksa.

d. Sanksi bagi pelanggaran terhadap peraturan itu adalah tegas (pasti dan dapat dirasakan
nyata bagi yang bersangkutan.
Ciri-ciri hukum adalah :
a. Adanya perintah dan atau larangan
b. Larangan dan perintah itu harus dipatuhi/ditaati orang.
c. Adanya sanksi hukum yang tegas.
“ Hukum itu bukan merupakan tujuan, tetapi sarana atau alat untuk mencapai tujuan
yang sifatnya non yuridis dan berkembang karena rangsangan dari luar hukum. Faktorfaktor di luar hukum itulah yang membuat hukum itu dinamis.”
Hukum mengatur hubungan hukum. Hubungan hukum itu terdiri dari ikatan-ikatan antara
individu dan masyarakat dan antara individu itu sendiri. Ikatan-ikatan itu tercermin pada hak
dan kewajiban.
Hukum sebagai kumpulan peraturan atau kaedah mempunyai isi yang bersifat umum dan
normatif, umum karena berlaku bagi setiap orang dan normatif karena menentukan apa yang
seyogyanya dilakukan, apa yang tidak boleh dilakukan atau harus dilakukan serta
menentukan bagaimana caranya melaksanakan kepatuhan pada kaedah-kaedah.
Dalam literatur hukum Belanda, hukum disebut “objectief recht”, objektif karena sifatnya
umum, mengikat setiap orang. Kata “recht” dalam bahasa hukum Belanda dibagi menjadi
dua, yaitu “objectief recht” yang berarti hukum dan “subjectief recht” yang berarti hak dan
kewajiban. “Subjectief recht” itu baru nyata setelah ditetapkan oleh “objectief recht” : saya
berhak melakukan sesuatu karena hal itu ditetapkan oleh “objectief recht”. Hukum
memerlukan terjadinya peristiwa. Barulah hukum itu memberi hak atau membebani
kewajiban apabila peristiwa itu terjadi.
Untuk lebih memahami perbedaan antara hukum objektif dan hukum subjektif maka dapat
dijelaskan sebagai berikut :
a. Hukum Obyektif ialah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara sesama
anggota masyarakat. Hubungan antara sesama anggota masyarakat yang diatur oleh
hukum dinamakan hubungan hukum, sedangkan masing-masing anggota masyarakat
yang saling mengadakan hubungan hukum dinamakan subyek hukum. Hukum
obyektif berlakunya umum, tidak hanya mengatur hubungan hukum orang-orang
tertentu saja. Hukum obyektif mengatur pula hubungan anatara anggota masyarakat
dengan masyarakat, antara masyarakat satu dengan yang lainnya, dan antara
masyarakat dengan negara.
b. Hukum Subyektif ialah kewenangan atau hak yang diperoleh seseorang berdasarkan
hukum obyektif. Seseorang yang mengadakan hubungan hukum dengan orang lain
akan memperoleh hak dan kewajiban, jadi hak atau kewajiban seseorang yang
diperoleh karena saling mengadakan hubungan hukum ituah yang dinamakan hukum
subyektif. Dengan kata lain timbulnya hukum Subyektif ialah jika ada hubungan
hukum yang diatur oleh hukum obyektif. Jadi bila hukum itu dipandang sebagai

kaidah yang mengatur hubungan hukum antara dua orang atau lebih disebut hukum
objektif, dan jika dilihat dari segi hubungan hukum yang diaturnya dinamakan hukum
subjektif.
Contoh : A mengadakan perjanjian jual beli sebidang tanah dengan B. A sebagai
pemilik tanah dan B sebagai pembelinya. Apabila sudah tercapai kata sepakat di
antara A dan B, maka timbullah hak bagi A untuk menerima sejumlah uang harga
tanah yang sudah disepakati oleh B dan mempunyai kewajiban menyerahkan tanah
itu kepada B bila harga tanah itu telah dibayar lunas. Sebaliknya B mempunyai hak
untuk menerima dan memiliki tanah itu setelah kewajibannya membayar lunas harga
tanah itu dilaksanakan.
Hukum yang mengatur perjanjian antara A dan B itu adalah hukum obyektif sedang hak dan
kewajiban yang timbul adalah hukum subyektif.
Berikut ini akan diketengahkan mengenai penggolongan hukum berdasarkan kriteria
tertentu.
1.
a. Berdasarkan sumber formalnya, hukum dapat digolongkan menjadi :
1. Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan
perundang-undangan.
2. Hukum kebiasaan dan hukum adat, yaitu hukum yang berbentuk peraturan
kebiasaan dan adat.
3. Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim.
4. Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara peserta
perjanjian internasional.
5. Hukum Perjanjian, yaitu hukum yang dibuat oleh para pihak yang
mengadakan perjanjian.
6. Hukum ilmu (hukum doktrin), yaitu hukum yang bersumber dari pendapat
para sarjana terkemuka atau hukum yang berasal dari doktrin.
1.
a. Berdasarkan isi atau kepentingan yang diatur, hukum dapat digolongkan
menjadi :
1. Hukum privat, adalah hukum yang mengatur kepentingan pribadi.
Misalnya hukum perdata, hukum dagang.
2. Hukum publik, ialah hukum yang mengatur kepentingan umum atau
kepentingan publik. Contoh : hukum pidana, hukum tata negara,
hukum acara pidana, hukum interenasional publik.

1.
a. Berdasarkan kekuatanberlakunya atau sifatnya, hukum dapat digongkan
menjadi :
1. Hukum memaksa (imperatif) yaitu kaidah hukum yang tidak dapat
dikesampingkan oleh para pihak. Jadi hukum memaksa harus
dilaksanakan. Contoh : Pasal 147 dan 148 KUH Perdata, Ps. 326, Ps. 338
KUHP.
2. Hukum mengatur (fakultatif) yaitu kaidah hukum yang dapat
dikesampingkan oleh para pihak yang bersangkutan. Contoh : Pasal 147
dan 148 KUH Perdata, Ps. 326, Ps 338 KUHP.
1.
a. Berdasarkan fungsinya, hukum dapat digolongkan menjadi :
1. Hukum materiil, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum anatara
sesama anggota masyarakat, antara anggota masyarakat dengan penguasa
negara, antara masyarakat dengan penguasan negara, dan antara anggota
masyarakat dengan masyarakat itu sendiri. Hukum materiil menimbulkan
hak dan kewajiban sebagai akibat yang timbul karena adanya hubungan
hukum.
2. Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan
hukum (bagi penguasa) dan bagaimana cara menuntutnya bila hak-hak
seseorang telah dialanggar oleh orang lain. Hukum formal lazimnya
disebut hukum acara dan meliputi hukum acara perdata dan hukum acara
pidana.
1.
a. Berdasarkan luas berlakunya, hukum dapat digolongkan menjadi :
1. Hukum Umum, ialah hukum yang berlaku bagi setiap orang dalam
masyarakat tanpa membedakan jenis kelamin, warga negara, maupun
jabatan seseorang. Contoh : hukum pidana.
2. Hukum khusus, ialah hukum yang berlakunya hanya bagi segolongan orang
tertentu saja. Contoh : hukum pidana militer.
1.
a. Berdasarkan bentuknya, hukum dapat digolongkan menjadi :
1. Hukum tertulis, biasanya dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Dibedakan menjadi dua macam hukum tertulis yaitu : Hukum tertulis yang
dikodifikasikan. Contoh : KUHP, KUH Perdata, KUHAP, KUH Dagang.

Hukum tertulis yang tidak dikodifikasikan. Contoh : undang-undang,
peraturan pemerintah, keputusan presiden.
2. Hukum tidak tertulis ialah kaidah yang hidup dan diyakini oleh
masyarakat serta ditaati berlakunya sebagai kaidah hukum. Hukum
demikian lazim disebut hukum kebiasaan.
1.
a. Berdasarkan tempat berlakunya, hukum dapat digolongkan menjadi :
1. Hukum nasional, ialah hukum yang berlakunya pada suatu negara tertentu.
2. Hukum internasional, ialah hukum yang mengatur hubungan anatara
negara satu dengan negara lain (hubungan internasional).
3. Hukum asing, adalah hukum yang berlaku di negara lain jika dipandang
dari suatu negara tertentu.
1.
a. Berdasarkan waktu berlakunya, hukum dapat digolongkan menjadi :
1. Hukum positif (ius constitutum), ialah hukum yang sedang berlaku di suatu
negara tertentu.
2. Hukum yang diharapkan akan berlaku pada masa yang akan datang
(ius constituendum)
Menurut pendapat L.J. Van Apeldoorn, tujuan hukum adalah mengatur pergaulan hidup
secara damai. Jadi hukum menghendaki perdamaian dalam masyarakat. Keadaan damai
dalam masyarakat dapat terwujud apabila keseimbangan kepentingan masing-masing anggota
masyarakat benar-benar dijamin oleh hukum, sehingga terciptanya masyarakat yang damai
dan adil merupakan perwujudan tercapainya tujuan hukum. Istilah adil bukan berarti masingmasing anggota masyarakat menerima bagian yang sama, tetapi maksudnya adalah
kepentingan-kepentingan yang dilindungi oleh hukum itu harus seimbang.
Menurut Aristoteles dalam karyanya “Rhetorica” ada dua macam pengertian adil :
a. Keadilan yang distributif, yaitu keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah
sesuai dengan jasanya.
b. Keadilan comutatif, ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah yang
sama banyaknya tanpa mengingat jasa masing-masing.
Prof. Soebekti, S.H. berpendapat bahwa tujuan hukum adalah mengabdi kepada tujuan
negara, yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya. Menurut Bentham,
tujuan hukum adalah menjamin adanya kebahagiaan yang sebanyak-banyaknya kepada orang
yang sebanyak-banyaknya pula. Kepastian adalah merupakan tujuan utama dari hukum.
Menurut Prof. Van Kan, Tujuan hukum adalah menjaga setiap kepentingan manusia agar

tidak diganggu, sedangkan menurut Dr. Soedjono Dirdjosisworo, S.H. tujuan hukum adalah
melindungi individu dalam hubungannya dengan masyarakat, sehingga dengan demikian
dapat diharapkan terwujudnya keadaan aman, tertib dan adil. Menurut Roescoe Pound hukum
bertujuan untuk merekayasa masyarakat.
Berangkat dari berbagai pendapat tentang tujuan hukum tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa tujuan hukum itu sebenarnya menghendaki adanya keseimbangan kepentingan,
ketertiban, keadilan, ketentraman, kebahagiaan setiap manusia.
Dengan mengingat tujuan hukum maka dapat dirinci secara garis besar fungsi hukum sebagai
berikut :
a. Hukum berfungsi sebagai alat ketertiban dan keteraturan masyarakat. Fungsi ini
memungkinkan untuk diperankan oleh hakim karena hukum memberikan petunjuk
kepada masyarakat bagaimana mereka harus bertingkah laku. Mana yang
diperbolehkan oleh hukum dan mana yang dilarang olehnya sehingga masing-masing
anggota masyarakat tahu apa yang menjadi hak dan kewajibannya. Kalau mereka
menyadari dan melaksanakan baik perintah maupun larangan yang tercantum dalam
hukum, kita yakin bahwa fungsi hukum sebagai alat ketertiban masyarakat dapat
direalisir.
b. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan sosial lahir batin.
Hukum yang bersifat mengikat dan memaksa serta dapat dipaksakan oleh alat negara
yang berwenang, berpengaruh besar terhadap yang akan melakukan pelanggaran
sehingga mereka takut akan ancaman hukumannya. Hukum yang bersifat memaksa
dapat diterapkan kepada siapa saja yang salah. Mereka yang melakukan kesalahan
mungkin dihukum penjara, didenda, diminta membayar ganti rugi, disuruh membayar
ganti rugi, disuruh membayar hutangnya, maka dengan demikian keadilan dicapai.
c. Hukum berfungsi sebagai alat penggerak pembangunan karena ia mempunyai daya
mengikat dan memaksa dapat dimanfaatkan sebagai alat otoritas untuk mengarahkan
masyarakat ke arah yang lebih maju. Fungsi demikian adalah fungsi hukum sebagai
alat penggerak pembangunan.
d. Hukum berfungsi sebagai alat kritik (fungsi kritis). Fungsi ini berarti bahwa hukum
tidak hanya mengawasi masyarakat semata-mata tetapi berperan juga mengawasi para
pejabat pemerintah, para penegak hukum, para penegak hukum maupun aparatur
pengawasan sendiri. Dengan demikian semuanya harus bertingkah laku menurut
ketentuan yang berlaku. Jika demikian halnya maka, ketertiban, kedamaian, dan
keadilan dalam masyarakat dapat diwujudkan dan fungsi kritis hukum dapat berjalan
baik.
e. Hukum berfungsi sebagai sarana untuk menyelesaikan pertikaian.
Hak dan Kewajiban
Hubungan hukum tercermin pada hak dan kewajiban. Hukum harus dibedakan dari hak
dan kewajiban, yang timbul kalau hukum itu diterapkakan terhadap peristiwa konkrit. Tetapi
kedua-duanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

Tatanan yang diciptakan oleh hukum itu baru menjadi kenyataan apabila subyek hukum
diberi hak dan dibebani kewajiban. Setiap hubungan hukum yang diciptakan oleh hukum
selalu mempunyai sua segi yang isinya di satu pihak hak, sedang di pihak lain kewajiban.
Tidak ada hak tanpa kewajiban, sebaliknya tidak ada kewajiban tanpa hak.
Hak itu memberi kenikmatan dan keleluasan kepada individu dalam
melaksanakannya.Hak adalah kepentingan yang dilindungi hukum, sedangkan kepentingan
adalah tuntutan perorangan atau kelompok yang diharapkan untuk dipenuhi. Kepentingan
pada hakekatnya mengandung kekuasaan yang dijamin dan dilindungi oleh hukum dalam
melaksanakannya.
Apa yang dinamakan hak itu sah karena dilindungi oleh sistem hukum. Pemegang hak
melaksanakan kehendak menurut cara tertentu dan kehendaknya itu dilahirkan untuk
memuaskan.
Dalam setiap hak terdapat empat unsur, yaitu :
1. Subyek hukum
2. Obyek hukum
3. Hubungan hukum yang mengikat pihak lain dengan kewajiban dan
4. Perlindungan hukum
Hak milik itu ada subyeknya, yaitu pemilik, sebaliknya setiap orang terikat oleh kewajiban
untuk menghormati hubungan antara pemilik dan obyek yang dimilikinya. Seorang yang
membeli suatu barang dari orang lain berhak atas barang yang telah dibelinya itu, sedangkan
penjual mempunyai kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijualnya. Jadi hak pada
hakekatnya merupakan hubungan antara subyek hukum dengan obyek hukum atau subyek
hukum dengan subyek hukum lain yang dilindungi oleh hukum dan menimbulkan kewajiban.
“Apa yang dinamakan kewajiban ialah suatu beban yang bersifat kontraktual. Hak dan
kewajiban itu timbul apabila terjadi hubungan hukum anatara dua pihak yang didasarkan
pada suatu kontrak atau perjanjian. Jadi selama hubungan hukum yang lahir dari perjanjian
itu belum berakhir, maka pada salah satu pihak ada beban kontraktual, ada keharusan atau
kewajiban untuk memenuhinya. Sebaliknya apa yang dinamakan tanggung jawab adalah
beban yang sifatnya moral. Pada dasarnya sejak lahir kewajiban sudah lahir pula tanggung
jawab. Akan tetapi kalau kemudian kewajibannya tidak dilaksanakan dan hubungan
hukumnya hapus karena daluwarsa (bukan karena berakhirnya hubungan hukum yang
disebabkan karena telah dipenuhinya kewajiban), maka tanggung jawab itu tampak lebih
menonjol. Jadi kewajiban merupakan beban kontraktual, sedangkan tanggung jawab
merupakan beban moral”.
Konkretisasi hukum menjadi hak dan kewajiban itu terjadi dengan perantaraan peristiwa
hukum. Untuk terjadinya terjadinya hak dan kewajiban diperlukan terjadinya suatu peristiwa
yang oleh hukum dihubungkan sebagai akibat : saya membeli buku, akibat yang dikaitkan
oleh hukum ialah saya wajib membayar dan berhak atas buku itu, saya menlis buku (suatu
peristiwa), akibat yang dikaitkan oleh hukum ialah bahwa saya memperoleh hak cipta.
Peristiwa yang mempunyai akibat hukum adalah peristiwa hukum. Hukum itu sendiri

mungkin mempunyai akibat hukum karena sifat pasif : masih perlu terjadinya peristiwa
hukum untuk adanya akibat hukum. Ketentuan “barang siapa membunuh dihukum” tidaklah
mempunyai akibat hukum kalu terjadi pembunuhan.
Peristiwa konkrit yang mana yang mempunyai akibat hukum itu tergantung pada kaedah dan
situasi konkrit. Pada dasarnya semua peristiwa dalam keadaan tertentu dapat menjadi
peristiwa konkrit.
Peristiwa hukum itu sedemikian besar jumlahnya serta banyak pula jenisnya, sehingga perlu
adanya sistematik.
Peristiwa hukum pada hakekatnya adalah kejadian, keadaan atau perbuatan orang yang
oleh hukum dihubungkan dengan akibat hukum.
Termasuk kejadian adalah daluwarsa, kelahiran atau kematian (Kejadian Alamiah),
sedangkan yang merupakan keadaan misalnya adalah umur, yang menyebabkan orang
memperoleh kedewasaan.
Peristiwa-peristiwa hukum tersebut di atas bukanlah terjadi karena perbuatan orang atau
subyek hukum, melainkan merupakan kejadian alamiah.
Di samping peristiwa hukum yang bukan perbuatan subyek hukum dikenal peristiwa
hukum merupakan perbuatan subyek hukum. Perbuatan subyek hukum ini dibagi lebih
lanjut menjadi ;
- perbuatan hukum, dan
- perbuatan (subyek hukum) lainnya yang bukan merupakan perbuatan
hukum melainkan merupakan perbuatan nyata.
Perbuatan hukum adalah perbuatan subyek hukum yang ditujukan untuk menimbulkan
akibat hukum yang sengaja dikehendaki oleh subyek hukum. Pada asasnya akibat hukum
ini ditentukan juga oleh hukum. Unsur-unsur perbuatan hukum adalah kehendak dan
pernyataan kehendak yang sengaja ditujukan untuk menimbulkan akibat hukum.
Perbuatan hukum dapat bersifat aktif maupaun pasif. Meskipun seseorang tidak berbuat,
tetapi kalau dari sikapnya yang pasif itu dapat ditafsirkan mengandung pernyataan kehendak
untuk menimbulkan akibat hukum, maka perbauatn yang pasif itupun merupakan perbuatan
hukum. Perbuatannya menjadi perbuatan hukum, karena dalam keadaan tertentu mempunyai
arti. Kalau seseorang menuju ke sebuah becak yang sedang mangkal di tepi jalan dan
kemudian duduk di dalam becak akan dianggap bahwa ia minta supaya diantar oleh tukang
becak ke suatu tempat. Kalau seseorang menuju ke kursi tukang pangkas rambut dan
kemudian duduk, maka akan dianggap ia menghendaki untuk dipangkas rambutnya. Kalau
seseorang memasukkan sepedanya, tanpa mengucapkan sepatah katapun, ke tempat penitipan
sepeda ia dianggap akan menitipkan sepedanya.
Perbuatan hukum dibagi menjadi perbuatan hukum sepihak dan ganda :
1. Perbuatan hukum sepihak, hanya memerlukan kehendak dan pernyataan kehendak
untuk menimbulkan akibat hukum dari satu subyek hukum saja. Dalam perbuatan

hukum sepihak yang murni tidak perlu ada pihak yang menerima kehendak dan
pernyataan kehendak itu secara langsung, seperti misalnya dalam hibah wasiat. Pada
pernyataan kehendak itu timbul calon penerima hibah wasiat itu tidak tahu. Contoh
perbuatan hukum sepihak lainnya misalnya penerimaan atau penolakan wasiat (1048,
1057 BW).
Pada umumnya perbuatan hukum sepihak selalu melibatkan pihak kedua, hanya di
sini kehendak serta pernyataan kehendak pihak kedua tidaklah relevan. Perbuatan
hukum sepihak ini tidak membutuhkan kerja sama pihak yang menerima pernyataan
kehendak : membayar hutang, teguran kepada debitur yang ingkar janji.
Ada pula perbuatan hukum sepihak yang memerlukan persetujuan dari pihak yang
menerima pernyataan kehendak : hibah (schenking, Pasal 1683 BW) harus ada
pernyataan menerima, pengakuan anak itu batal tanpa persetujuan ibunya (Pasal 234
BW)
1. Perbuatan hukum ganda, memerlukan kehendak dan pernyataan kehendak dari
sekurang-kurangnya dua subyek hukum yang ditujukan kepada akibat hukum yang
sama. Termasuk perbuatan hukum ganda adalah perjanjian dan perbuatan hukum
ganda lainnya seperti pendirian perseroan terbatas.
Bukan hanya peristiwa hukum sajalah yang penting bagi hukum, tetapi peristiwa yang bukan
hukumpun mempunyai peranan yang tidak kurang pentingnya. Banyak peristiwa-peristiwa
yang bukan peristiwa hukum yang relevan bagi hukum, karena menentukan isi hubunganhubungan hukum, tetapi bukanlah merupakan syarat untuk terjadinya hubungan hukum.
Merokok bukan merupakan peristiwa hukum, tetapi kalau dilakukan di tempat yang dilarang
merokok dan kemudian mengakibatkan kebakaran, maka pelakunya dapat dihukum. Tidur
bukan merupakan peristiwa hukum, tetapi kalau dilakukan oleh penjaga malam pada saat
pelakunya seharusnya keliling ronda malam dan pada saat ia tidur terjadi pencurian ia dapat
dihukum. Bahwa seseorang tidak mempunyai SIM bukanlah peristiwa hukum. Tetapi hal itu
penting karena menghubungkannya dengan larangan untuk mengendarai kendaraan bermotor
bagi yang tidak mempunyai SIM.
Peristiwa-peristiwa tersebut di atas bukan merupakan peristiwa hukum, tetapi relevan bagi
hukum, karena ikut menetapkan isi serta luas kewajiban hukum dan hubungan hukum.
Ada dua macam hak, yaitu hak absolut dan hak relatif. Hak absolut adalah hubungan
hukum antara subyek hukum dengan obyek hukum yang menimbulkan kewajiban pada setiap
orang lain untuk menghormati hubungan hukum itu. Hak absolut memberi wewenang bagi
pemegangnya untuk berbuat atau tidak berbuat, yang pada dasarnya dapat dilaksanakan
terhadap siapa saja dan melibatkan setiap orang. Isi hak absolut ini ditentukan oleh
wewenang pemegang hak. Kalau ada hak absolut pada seseorang maka ada kewajiban bagi
setiap orang lain untuk menghormati dan tidak mengganggunya. Pada