HAM dan Globalisasi dan kearifan

Demokratisasi dalam Hal Kebebasan Berpendapat di
Indonesia Pasca Era Orde Baru.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar belakang
“Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilakasanakan menurut Undang-

Undang Dasar” inilah bunyi pasal 1 ayat 2 UUD NRI 1945 yang telah
diamandemen sebanyak 4 (empat) kali. Tetapi apakah sesungguhnya Indonesia
sudah menjalankan amanah yang terdapat dipasal ini dengan baik? Pertanyaan ini
tentu harus dijawab dengan melihat fakta atau keadaan yang sudah terjadi hinggaa
saat ini.
Makna demokrasi bukanlah semata-mata berarti “kebebasan” tetapi
bagaimana demokrasi itu mampu memberikan kesejahteraan dalam hal kebebasan
menjalankan hidupnya, tentu hidup yang tetap dalam aturan tidak bebas tanpa
aturan. Sekarang muncul pertanyaan, aturan seperti apa dan bagaimana?
Jawabannya tentu aturan yang mampu menyejahterakan rakyat bukan
menyusahkan rakyat. Tetapi seperti apakah batasan aturan yang dapat

menyejahterakan rakyat itu, karena hingga saat ini sudah 68 tahun Indonesia
merdeka tetapi bangsa Indonesia masih saja belum sejahtera. Salah satu ciri aturan
yang memberikan kesejahteraan adalah bagaimana aturan tersebut mampu
melindungi hak asasi masyarakat ketika aturan itu dibuat. Seperti yang terdapat
dalam UUD NRI 1945 pasal 28 E ayat (3) yang berbunyi “Setiap orang berhak
atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat”. Negara yang
baik adalah negara yang mau menerima aspirasi rakyatnya. Namun, seperti yang
sudah kita ketahui bersama Era Orde Baru adalah era dimana kebebasan
berpendapat tidak ditegakkan di negara ini. Setiap pendapat atau masukan dari
rakyat dianggap sebagai bentuk ketidaktaatan masyarakat terhadap pemerintah.
Padahal ciri demokrasi ialah kebebasan (mengeluarkan pendapat).
1.2

Perumusan Masalah

Dengan melihat latar belakang diatas dapat ditarik rumusan masalahnya
yaitu : bagaimana penerapan prinsip kebebasan berpendapat ketika Indonesia
merdeka khususnya pasca Era Orde Baru.

1.3


Tujuan
Dengan adanya tulisan ini, semoga dapat memberikan masukan ataupun

pencerahan bagi terciptanya masyarakat yang sejahtera, serta mampu menembus
hati Pemeritah untuk lebih melindungi dan menjunjung tinggi kebebasan
berpendapat dalam masyarakat

BAB II
PEMBAHASAN
2.1

Melihat Demokratisasi di Indonesia
Awal mula berkembangnya gagasan dan konsep demokrasi di Indonesia

tidak dapat dilepaskan dengan perkembangan situasi sosial politik masa kolonial
pada tahun-tahun pertama abad 20 yang ditandai dengan beberapa hal penting :

Pertama, mulai terbuka terhadap informasi politik di tingkat global
(pengaruh globalisasi). Kedua, para aktivis politik yang berpandangan dari

gagasan-gagasan Belanda. Mereka memperkenalkan ide-ide ataupun gagasangagasan politik modern kepada masyarakat Indonesia. Ketiga, kemajuan
pendidikan dikalangan masyarakat Indonesia, salah satu hasil pemikiran rasional
di masyarakat yang beranggapan pentingnya kebebasan individu dalam
berkehidupan (dampak liberalisasi di dunia Internasional). Salah satunya ditandai
dengan adanya pemilihan umum.
Pemilihan umum secara langsung mencerminkan sebuah demokrasi yang
baik. Dalam perkembangannya, demokrasi menjadi suatu tatanan yang diterima
dan dipakai oleh hampir seluruh negara di dunia. Ciri-ciri suatu pemerintahan
demokrasi adalah sebagai berikut:
1.

Adanya keterlibatan warga negara (rakyat) dalam pengambilan keputusan
politik, baik langsung maupun tidak langsung (perwakilan).

2.

Adanya pengakuan, penghargaan, dan perlindungan terhadap hak-hak
asasi rakyat (warga negara).

3.


Adanya persamaan hak bagi seluruh warga negara dalam segala bidang.

4.

Adanya lembaga peradilan dan kekuasaan kehakiman yang independen
sebagai alat penegakan hukum

5.

Adanya kebebasan dan kemerdekaan bagi seluruh warga negara.

6.

Adanya pers (media massa) yang bebas untuk menyampaikan informasi
dan mengontrol perilaku dan kebijakan pemerintah.

7.

Adanya pemilihan umum untuk memilih wakil rakyat yang duduk di

lembaga perwakilan rakyat.

8.

Adanya pemilihan umum yang bebas, jujur, adil untuk menentukan
(memilih) pemimpin negara dan pemerintahan serta anggota lembaga
perwakilan rakyat.

9.

Adanya pengakuan terhadap perbedaan keragamaan (suku, agama,
golongan, dan sebagainya).
Terdapat banyak batasan tentang hak asasi manusia. Hendarmin

Ranadireksa (2002: 139) memberikan definisi tentang hak asasi manusia pada

hakekatnya adalah seperangkat ketentuan atau aturan untuk melindungi warga
negara dari kemungkinan penindasan, pemasungan dan atau pembatasan ruang
gerak warga negara oleh negara. Artinya ada pembatasan-pembatasan tertentu
yang diberlakukan pada negara agar hak warga negara yang paling hakiki

terlindungi dari kesewenang-wenangan kekuasaan.1

2.2

Demokratisasi Pasca Era Orde Baru
Konsep demokrasi Suharto tidak cukup jelas. Namun Suharto sering

mengemukakan gagasan demikrasinya yaitu Demikrasi Pancasila. Demokrasi
Pancasila memiliki titik kemunculan yang berasal dari demokrasi asli Indonesia,
yaitu demokrasi yang sesuai tradisi dan filsafat hidup masyarakat Indonesia.
Demokrasi Pancasilamerupakan demikrasi yang sehat dan bertanggungjawab
berdasarkan moral dan pemikiran sehat, yang berlandaskan pada Pancasila.
Suharto yang pada eranya, menunjukkan bahwa ia tidak anti demokrasi,
yang dibuktikan dengan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu), sebagaimana
dituntut oleh partai politik saat itu. Suharto sendiri tidak menghendaki pemilu itu
sampai terbentuknya kekuatan pada pemerintahannya. Sebagai upaya Suharto
untuk menyamakan ideologi, ia berinisiatif melakukan penggabungan partai
politik pada 1973, yaitu dari 10 partai menjadi 3 partai (PPP, Golkar, PDI). Golkar
merupakan partai politik yang dibentuk dan dikendalikan oleh penguasa saat itu
tidak mau disebut sebagai partapi politik tetapi organisasi kekaryaan.

Penggabungan partai ini merupakan wujud ketidaksukaannya pada parpol
sehingga ia ingin membangan politik yang bersifat kekeluargaan. Citra ini yang
terus dibangun oleh Suharto, seolah-olah berdemokrasi padahal mewujudkan
keinginannya melalui ke”diktaktor”an dalam membangun

pemerintahannya.

Namun era keemasan Suharto pun hancur ketika kaum muda sudah tidak percaya
lagi dengan kepemimpinan Suharto dan meronta-ronta agar Suharto dilengserkan
dari kursi jabatannya sebgai presiden, selain itu pada tahun 1997 terjadi krisis
moneter yang melanda dunia dan Indonesia salah satu negara yang paling terkena
imbas buruk dari krisis ini. Tahun 1998 Suharto pun mengundurkan diri.
1 Prof. Dr. H. Muladi, SH., HAK ASASI MANUSIA Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam
Perspektif Hukum dan Masyarakat, hlm 39.

Era Reformasi (Perubahan) terjadi ketika Habibi menduduki jabatan sebagai
Presiden, ia ingin mengubah pandangan masyarakat tentang pemerintah yang
sering berpraktik KKN, diktaktor, dan tidak melindungi hak asasi masyarakatnya.
Habibi mulai membuka jalan bagi masyarakat yang ingin beraspirasi. Sehingga
masyarakat yang haus akan demokrasi, kehancuran orde Suharto seakan-akan

udara segar bagi mereka. Alhasil berbagai seruan dari masyarakat baik
perorangan, kelompok , maupun media masa bermunculan. Pers atau media massa
merupakan salah satu unsur yang penting dalam pemajuan demokrasi, karena
melalui pers masyarakat bisa mengetahui berbagai informasi yang terjadi terlebih
di pemerintahan yang tidak bisa mereka ketahui secara langsung.
Menurut Oemar Seno Adji, seorang pakar komunikasi, pengertian pers
dibagi dalam beberapa arti, yaitu : sempit dan luas. Dalam arti sempit, pers
mengandung arti penyiaran-penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan
jalan kata tertulis. Dalam arti luas, pers adalah semua media komunikasi massa
yang memancarkan pikiran dan perasaan seseorang, baik dengan kata-kata tertulis
maupun lisan. Fungsi pers sendiri adalah sebagai “watchdog” atau pemberi
isyarat, pemberi tanda-tanda dini, pembentuk opini dan pengarah agenda ke
depan. Beberapa fungsi pers lainnya :
1.
Fungsi informasi : menyajikan informasi karena masyarakat memerlukan
2.

informasi tentang berbagai hal yang terjadi di masyarakat dan negara.
Fungsi pendidikan : sebagai sarana pendidikan massa, maka pers itu
memuat


tulisan-tulisan

yang

mengandung

pengeetahuan

sehingga

3.

masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya.
Fungsi hiburan : hal-hal yang bersifat hiburan sering dimuat di pers untuk

4.

mengimbangi berita-berita berat dan artikel-artikel yang berbobot.
Fungsi kontrol sosial : sikap pers dalam melaksanakan fungsinya yang

ditujukan terhadap perorangan atau kelompok dengan maksud dan
memperbaiki keadaan melalui tulisan. Tulisan yang dimaksud adalah berupa
kritik baik langsung maupun tidak langsung terhadap aparatur negara
maupun lembaga masyarakat.
Pada tanggal 5 Juni 1998, kabinet reformasi di bawah presiden B.j.Habibie

meninjau dan mencabut permenpen No.01/1984 tentang SIUPP melalui
permenpen No.01/1998 kemudian mereformasi UU pers lama dengan UU yang

baru dengan UU No.40 tahun 1999 tentang kemerdekaan pers dan kebebasan
wartawan dalam memilih organisasi pers.
Menurut S. Tasrif, seorang pengacara dan wartawan senior, untuk kondisi
Indonesia ada syarat kebebasan pers:
a.

Tidak ada lagi kewajiban untuk meminta surat izin usaha penerbitan

b.

pers (SIUPP) bagi suatu penerbitan umum kepada pemerintah.

Tidak ada wewenang pemerintah untuk melakukan penyensoran
sebelumnya terhadap berita atau karangan yang akan dimuat dalam
pers. c. Tidak ada wewenang pemerintah untuk memberangus suatu
penerbitan pada waktu tertentu atau selamanya, kecuali melalui
lembaga peradilan yang independen

Payung Hukum Pers di Indonesia

Dalam menjamin kebebasan pers demi terwujudnya pers yang bebas dan
bertanggung jawab sesuai dengan ideologi dan kultur kebudayaan bangsa
pemerintah mengeluarkan beberapa peraturan berkaitan dengan pers sebagai
berikut:
1.

Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 berkaitan dengan kebebasan
berserikat dan berkumpul (berkaitan dengan kebebasan mengeluarkan
pendapat). Dari ketentuan pasal ini kemudian disusun undang-undang antara
lain Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan
Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, Undang-Undang Nomor 24
Tahun 1997 tentang Penyiaran yang kemudian diperbarui dengan UndangUndang Nomor 32 Tahun 2002 yang mengatur tentang penyiaran yang
berisi tentang KPI, jasa penyiaran, lembaga penyiaran publik, lembaga
penyiaran swasta, perizinan, isi siaran, bahas siaran, sensor isi siaran dan

2.
3.

sebagainya.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang aturan kebebasan Pers
KUHP berkaitan dengan penyalahgunaan kebebasan pers antara lain delik
penghinaan presiden dan wakil presiden (pasal 137), delik penyebaran
kebencian (pasal 154 dan 155), delik penghinaan agama (pasal 156), dan
delik kesusilaan atau pornografi (pasal 282).

Di era globalisasi yang melanda ke berbagai belahan dunia, membuat
hubungan antar negara menjadi tanpa batas (borderless world). Era globalisasi
membawa konsekuensi adanya penghilangan sekat/batas antar negara, bahkan
dengan menggunakan teknologi canggih seperti penggunaan satelit palapa sebagai
sarana komunikasi dapat dipergunakan oleh negara adidaya (USA) untuk
menyadap percakapan penting yang terkait dengan situasi politik dan keamanan
Indonesia. Dengan kata lain, segala perilaku pemerintah maupun rakyat Indonesia
dapat dipantau oleh negara lain, termasuk penegakkan hukum dan hak asasi
manusia di Indonesia.2
Dengan demikian, dengan mengambil contoh tindakan pers sebagai salah
satu penghargaan kepada pemerintah yang memberikan ruang bagi pers untuk
berkarya. Demikian pula dengan adanya berbagai demo yang terjadi hingga saat
ini adalah salah satu bentuk perwujudan demokrasi di negara ini. Tetapi perlu
untuk diingat, bahwa demokrasi yang kebebasan jangan sampai disalah
maknakan, karena jika suatu negara yang hendak mewujudkan demokrasi, negara
juga harus mempersiapkan segala dampak negatif dari pelaksanaan demokrasi.
Cara untuk mengantisipasinya yaitu dengan membuat kebijakan ataupun aturan
yang baik untuk masyarakatnya, yaitu peraturan yang tidak membawa
kesengsaraan.
SIMPULAN

Karena suara rakyat adalah suara yang harus dan didengar, bukan
dianggap sebagai suara bising yang dianggap menghancurkan kebijakan
Pemerintah. Penghormatan atas kebebasan berpendapat sudah ada, terbukti
dengan telah diaturnya mengenai hal tersebut dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang merupakan dasar negara ini. Maka
dari itu dengan menjunjung tinggi kebebasan berpendapat itu berarti menjunjung
tinggi nilai-nilai HAM.

2 Ibid, hlm 49

Daftar pustaka :
- Nickel, James W. 1987. MAKING SENSE OF HUMAN RIGHTS
Philosophical Reflection on the Universal Declaration of Human Rights. Los
Angeles : University of California. (terjemahan : HAK ASASI MANUSIA
Refleksi Filosofis atas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, penerjemah :
Titis Eddy Arini, penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama Jakarta).
- Muladi. 2007. HAK ASASI MANUSIA (Hakekat, Konsep, & Implikasinya
dalam Perspektif Hukum & Masyarakat). Bandung : PT. Refika Aditama.
- UUD NRI 1945.
- Bahan kuliah HAM dan Globalisasi Prof. Dr. Rahayu, SH,M.Hum tanggal 0404-2014.