REVITALISASI CHINATOWN SEBAGAI KAWASAN kampung

REVITALISASI CHINATOWN SEBAGAI KAWASAN BERSEJARAH ETNIS
TIONGHOA DI SINGAPURA
Dyah Retno Wijayanti | 25608008
Program Studi Rancang Kota
Sekolah Arsitektur, Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB
Email : dee_nyoo@yahoo.com
Abstrak :
Kota tua adalah distrik bersejarah dan bagian dari kota yang sering terlupakan atau mengalami
penurunan kualitas fisik lingkungan. Penurunan kualitas tersebut umumnya disebabkan oleh penurunan
kualitas fungsi kawasan atau adanya kegiatan yang memberi citra negatif sehingga kawasan kota tua
ditinggalkan penghuninya dan akhirnya mati atau menjadi kumuh. Chinatown Singapura adalah contoh
kawasan bersejarah yang berhasil dikonservasi dan merupakan daerah tujuan wisata yang selalu ramai
dikunjungi oleh wisatawan. Berdasarkan studi literatur dan studi lapangan yang telah dilakukan, faktor
yang menyebabkan mengapa orang datang ke tempat tersebut adalah atmosfer lingkungan yang unik
dan identitas etnis yang kuat. Selain itu terdapat pula generator yang menghidupkan kawasan sehingga
citra kawasan menjadi terangkat. Keberhasilan dalam upaya konservasi kawasan tersebut dapat
dijadikan studi banding sebagai upaya merevitalisasi kawasan kota tua lainnya yang memiliki konteks
sama sebagai kawasan bersejarah etnis Tionghoa. Dengan demikian seorang perancang kota akan
memiliki gambaran kongkrit bagaimana upaya merevitalisasi kawasan bersejarah dengan segala
masalah dan potensinya agar menjadi hidup kembali.
Kata kunci : konservasi, kawasan bersejarah, etnis tionghoa, Chinatown, Singapura


I. PENDAHULUAN
I.1. Latar belakang
Setiap kota pasti memiliki bagian kota
tuanya yang merupakan warisan dari sejarah
masa sebelumnya. Kota tua dengan corak dan
langgam arsitekturalnya menyimpan atmosfer
dan suasana lokalitas yang berbeda sehingga
terdapat potensi yang besar. Namun
sayangnya kota tua seringkali terabaikan
sehingga malah menjadi kota bawah dan
menjadi daerah kumuh bahkan mati. Hal ini
disebabkan bahwa kota terus tumbuh dan
berkembang. Aktivitas yang silih berganti,
kondisi politik yang dinamis dan kehidupan
sosial yang berubah-ubah sepanjang waktu
menyebabkan kota tua sering berubah fungsi
atau ditinggalkan oleh penghuninya.
Dengan nilai kesejarahan dan potensi
sebagai bagian kota yang masih dapat

dimanfaatkan maka sangat disayangkan jika
kota tua, termasuk yang memiliki latar
belakang budaya etnis tertentu, mengalami
penurunan kualitas. Sesungguhnya semua
fungsi yang telah ditinggalkan dapat
dimanfaatkan kembali dengan penetrasi fungsi
baru (adaptive re-use) atau menciptakan
generator yang dapat menghidupkan kembali
vitalitas kawasan kota tua yang telah
ditinggalkan.

Singapura
memiliki
daerah-daerah
konservasi berupa kampung etnis meliputi
Chinatown, Kampong Glam, Bugis dan Little
India. Terutama Chinatown yang menjadi
pokok bahasan dalam tulisan ini, merupakan
salah satu kampung etnis yang sudah ada
sejak masa kolonial Inggris. Chinatown

memiliki latar belakang sejarah yang panjang,
mengalami penurunan kualitas pada masa
pasca perang dunia, menjadi lingkungan
kumuh hingga akhirnya dikonservasi oleh
pemerintah dan menjadi aset pariwisata
Singapura.
Chinatown yang kini hidup kembali
dengan aktivitas komersialnya yang menjadi
generator kawasan merupakan kasus yang
dianggap dapat menjadi preseden karena
keberhasilannya setelah direvitalisasi yaitu
sebagai kawasan bersejarah dengan corak
etnis Tionghoa Singapura. Maka pembahasan
ini dilakukan dengan harapan akan dapat
menjadi preseden bagaimana menerapkan
konservasi kawasan bersejarah tidak hanya
preservasi dari segi fisik namun juga
intervensi fungsi pada kawasan yang dapat
menjadi generator kehidupan kawasan
tersebut.

I.2. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari pembahasan ini adalah
untuk menganalisis bagaimana upaya

7-1

konservasi pada distrik ber
bersejarah dengan
etnis Tionghoa sebagai ba
basisnya. Dengan
demikian dapat diketahui faktor-faktor
fa
apa
sajakah yang menjadi generator
ge
dalam
menghidupkan kawasan sela
elain restorasi dan
preservasi fisik bangunan ddan lingkungan
yang terdapat pada Chinatown

wn tersebut.
Sedangkan
manfaat
at
yang
dari
pembahasan adalah menjad
jadi wacana bagi
upaya konservasi dan revitalisasi
rev
distrik
bersejarah lainnya yang me
memiliki konteks
sama dengan Chinatown Singapura.
Sin
Dengan
demikian dapat dimengerti ga
gambaran kongkrit
bagaimana sesungguhnya kaw
awasan yang telah

berhasil dikonservasi tersebut.
ut.
I.3. Sasaran
Dalam rangka mencapai
pai tujuan tersebut
maka langkah-langkah yangg harus dilakukan
adalah :
1. Melakukan uraian me
mengenai tinjauan
kawasan Chinatown Si
Singapura dengan
kondisinya saat ini. Tinjauan
Ti
kawasan
tersebut meliputi aspek
pek fisik dan non
fisik kawasan.
me
sejarah
2. Melakukan uraian mengenai

distrik Chinatown untuk
un
mengetahui
latar belakang kawasan.
an.
3. Menganalisis bagaiman
ana upaya-upaya
konservasi kawasan Chinatown
Ch
hingga
berhasil saat ini
4. Membuat kesimpulan apa saja yang
dapat diambil setela
elah pembahasan
tersebut.
I.4. Rumusan masalah
Permasalahan yang dapa
pat dirumuskan ke
dalam bentuk pertanyaan pene
enelitian adalah :

1. Bagaimana kualitas lingkungan
li
fisik
yang terdapat pada distr
istrik Chinatown?
2. Bagaimana konstruks
ksi sosial yang
terdapat pada Chin
inatown sebagai
kampung etnis?
3. Latar belakang sejar
ejarah apa yang
dimiliki oleh distrik ters
ersebut?
4. Upaya apa saja yangg ddilakukan dalam
merevitalisasi kawasan?
an?
I.5. Metode Pembahasan
Metode dalam penyusun
sunan makalah ini

adalah :
1. Penggalian data meng
ngenai Chinatown
melalui observasi langs
ngsung pada lokasi
untuk mengetahui bagaimana
bag
kondisi
riil Selain itu observa
rvasi langsung ini
juga untuk merasa
asakan langsung

bagaimana atmosfir
ir kehidupan yang
terdapat pada kawasan
an tersebut.
Selain observasi lan
langsung lapangan
penggalian data jugaa ddilakukan melalui

literatur atau data seku
ekunder dan melalui
informasi internet.
m
tinjauan
2. Analisis deskriptif mengenai
kawasan, latar belaka
akang sejarah dan
mengenai upaya ko
konservasi distrik
bersejarah tersebut.
3. Merumuskan kesimp
mpulan apa yang
sudah didapat melalui
ui studi banding apa
yang dapat diterapkan
an pada penyusunan
tesis dan apa yang tida
idak bisa.
II. LATAR

BELAKANG
NG
SEJARAH
CHINATOWN
(NIUCHESUI)
SINGAPURA
II.1. Chinatown pada Maasa Kolonialisme
Inggris

Gambar 01
Ilustrasi Kehidupan pa
pada Abad 18
Sumber : Singapore Touris
urism Board, 2009

Ketika Singapura me
menjadi pelabuhan
yang strategis, semakin bany
anyak pula imigran
yang datang ke Singapura.. Terutama
T
imigran
yang berasal dari Guang Dong,
Do
Cina Selatan,
menempati lahan Singapur
ura dekat dengan
pelabuhan. Semakin banyakn
aknya imigran yang
datang maka semakin padat
pa
lingkungan
tersebut. maka untuk men
enghindari konflik
yang terjadi karena maki
akin bertambahnya
jumlah ras tionghoa yan
ang masuk maka
Leutant Jackson dan Raffles
R
membuat
Chinesse Kampung (Niuche
chesui) pada tahun
1820, sebagai upaya peng
ngolompokan etnis
China
yang
berasall
dari
kaum
imigran.Tujuannya adalah
ah mempermudah
pengaturan kaum imigran
an tersebut. Pada
kampung tersebut juga terdap
dapat beberapa etnis
lain yaitu India dan Melayu.

7-2

Gambar 02
Ilustrasi masterplan pertama oleh Leutant Jackson
Sumber : Place remaking under property rights regimes: a case
study of Niucheshui, Singapore, 2007

Raffles menetapkan kawasan tersebut
sebagai kawasan khusus untuk etnis China
pada tahun 1822. Kemudian Raffles juga
membagi daerah berdasarkan kelompok suku
yang ada yaitu Hokkian di Telok Ayer dan
sekitar sungai, Teochew di Clark Quay dan
sekitar Fort Canning, sedangkan Kanton dan
Hakka di sekitar Kreta Ayer. Selain itu
Raffles juga mengelompokkan lagi komunitas
di Chinatown berdasarkan kelas dan jenis
mata pencaharian, yakni pedagang, seniman
maupun petani. Pada tahun 1839 kawasan
Telok Ayer berkembang menjadi pusat
komersial di selatan Singapura.
Pada tahun 1843 Chinatown menjadi
terkenal dan dikunjungi banyak wisatawan
dengan kekhasan lokal yang dimilikinya. Hal
ini menyebabkan kepadatan dan arus orang
datang dan pergi semakin meningkat. Maka
pada tahun 1885 Chinatown difasilitasi oleh
transportasi publik yaitu steam train, kereta
listrik dan troley bus pada tahun 1929.

Gambar 03
Ilustrasi jalan Sago Street pada tahun 1930
Sumber : Chinatown as A Microcosm Of Singapore, 2009

Pada perkembangannya kemudian terjadi
semacam alih fungsi yaitu Chinatown yang
tadinya adalah kawasan hunian
menjadi
kawasan perdagangan. Akibatnya adalah

timbul kepadatan tinggi memunculkan adanya
masalah kesehatan, slum dan turunnya
kualitas
lingkungan.
Wabah
penyakit
bermunculan dan ditambah adanya isu rasial
dan nasionalis yang sentimental memunculkan
adanya permasalahan-permasalahan sosial.
II.2. Masa Perang Dunia kedua dan
Menurunnya Vitalitas Kawasan
Chinatown pernah menjadi tempat
perdagangan yang ramai hingga tempat dunia
malam, prostitusi, hingga perdagangan opium
di Asia. Dengan adanya situasi sosial yang
memburuk sering terjadi kriminalitas pada
lingkungan Chinatown ini. Situasi perang
membuat kehidupan di Chiantown menjadi
hancur yaitu pada tahun 1940an. Hal tersebut
tidak membuat morfologi Chinatown berubah,
namun akibat perang kondisi bangunan
semakin parah. Maka tahun 1960 hingga
1970, banyak bangunan lama dihancurkan dan
digantikan oleh pengembangan baru terutama
oleh HDB dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan perumahan rakyat sekaligus
mewujudkan ruang komersial.

Gambar 04
Ilustrasi kondisi permukiman yang kumuh
Sumber : Chinatown as A Microcosm Of Singapore, 2009

Kemudian pada tahun 1980 URA
memutuskan untuk melakukan preservasi
lingkungan
Chinatown
dan
berusaha
memfungsikannya kembali sebagai kawasan
perkantoran karena letaknya yang mudah
diakses oleh MRT. Pada tahun 1998 Tourist
Board Plan for Chinatown, diresmikan lalu
koridor-koridor
jalan
secara
tematik
bersarakan interest publik.
III. TINJAUAN
KAWASAN
CHINATOWN SINGAPURA
III.1. Area Konservasi Chinatown
Sejak upaya konservasi dilakukan oleh
Urban Redevelopment Authority yang bekerja
sama dengan Singapore Tourism Board,

7-3

Chinatown (juga disebut dengan
den
Niuchesui)
menjadi destinasi pariwisata
ata dengan target
turis mancanegara. Pariwisata
ata merupakan aset
bagi negara seperti Singapur
pura yang sumber
daya dominan adalah sumber
ber daya manusia.
Dengan adanya kondisii tersebut maka
Singapura harus mengoptim
timalkan lokalitas
dan kesejarahannya sebaga
agai modal dan
pemasukan negara.
Dalam sebuah penelitian
ian, sebanyak 68%
wisatawan datang untuk meni
enikmati area yang
telah terkonservasi. Responde
nden menyebutkan
bahwa alasan mereka berk
erkunjung adalah
untuk menikmati atmosfer ata
atau suasana yang
khas dari kawasan tersebut da
dan untuk melihat
corak budaya oleh etnis se
setempat. (Yuen,
2001)

Gambar 05
Peta Distrik Konservasi Chinatown
Chi
Sumber : www.ura.gov.sg,
.sg, 2009

Distrik Chinatown terb
erbagi menjadi 4
bagian antara lain :

Smith Street. Status konserva
rvasi diberikan sejak
7 Juli 1989. Terdiri atas ban
angunan shophouse
berlanggam Transitional, Late
Lat dan Art Deco.

Gambarr 07
Ilustrasi Bukit
it Pasoh
P
Sumber : Google Image,
Im
2009

Bukit Pasoh
Dikelilingi oleh South
uth Bridge Road,
Cross Street, Boon Tat Stree
treet, Stanley Street,
McCallum Street, Amoy Street,
St
Ann Siang
Road dan Erskine Road. Status
S
konservasi
diberikan sejak 7 Juli 1989.

Gambar 08
Ilustrasi Tanjong paga
agar
Sumber : Google Image,
e, 2009

Tanjong Pagar
Dikelilingi oleh New
ew Bridge Road,
Keong Siak Road, Kretaa Ayer
A
Road, Neil
Road and Cantonment
nt Road. Status
konservasi diberikan sejakk 7 Juli 1989. Pada
Tanjong Pagar ini terdap
apat kantor-kantor
instansi pemerintahan, terma
masuk salah satunya
adalah URA Center dan City
ity Gallery.

Gambar 06
Ilustrasi Kreta Ayer
Aye
Sumber : Google Image
age, 2009

Kreta Ayer
Dikelilingi oleh New Bri
Bridge Road, Park
Road, Upper Cross Street,
eet, South Bridge
Road, Sago Street, Trengga
gganu Street dan

Gambar 09
Ilustrasi Telok Ayer
Aye
Sumber : Google Image
age, 2009

7-4

Telok Ayer
Dikelilingi oleh Neil Road, Maxwell
Road, Peck Seah Street, Wallich Street,
Tanjong Pagar Road and Craig Road. Status
konservasi diberikan sejak 7 Juli 1989.
Pada Chinatown terdapat jalan-jalan yang
terkenal secara tematis dan juga karena di
dalamnya terdapat bangunan-bangunan yang
terkenal dan menjadi penanda pada skala
neighboorhoud. nama-nama jalan yang
terkenal adalah :
Mosque Streets
Dinamakan demikian karena terdapat
sebuah masjid Jamae yang dibangun oleh
Muslim cina pada tahun 1830. Selain etnis
China terdapat pula muslim dan etnis Melayu
yang menempati distrik ini. Hal ini dibuktikan
dengan adanya Masjid yang ada di jalan
tersebut
Pagoda Street
Pada jalan itu terdapat kuil Sri
Mariamman yang merupakan kuil Hindu
tertua di Singapura. Sri Mariamann
merupakan kuil hindu tertua di Chinatown dan
sudah berdiri sejak abad ke 16. Pagoda street
dahulu merupakan pusat perdagangan opium.
Sago Street
Dinamakan Sago karena pada tahun 1840
banyak terdapat tumbuhan Sagu di sana.
namun dalam bahasa Kanton, Sago artinya
kematian, nama ini diberikan karena
banyaknya jumlah kuda yang mati masa
tersebut yang disebabkan oleh wabah.
Smith Street
Smith street terkenal dengan banyaknya
restoran. Jalan ini terkenal sebagai pusat
kuliner di Chinatown (Chinatown Street
Food) pada malam hari suasana sangat ramai
dengan lampion-lampion berjajar.
Trengganu Street
Pada jaman kolonial Inggris, jalan ini
terkenal dengan rumah bordilnya. Sekarang
Trengganu street terkenal dengan street
marketnya pada malam hari.

Shophouse ini juga terdapat pengaruh dari
arsitektur Eropa akibat kolonialisme.

Gambar 10
Arsitektur shophouse asli Guangdong Cina Selatan
Sumber : A Study of Ethnic Influence on the Facades of
Colonial Shophouses in Singapore:
A Case Study of Telok Ayer in Chinatown , 2007

Shophouse atau rumah toko merupakan
strategi bagi etnis Tionghoa untuk menjadikan
rumah selain tempat tinggal juga sebagai
tempat bekerja. Shophouse yang ada di
Singapura sudah tidak sama dengan
shophouse yang ada di Guangdong.
Shophouse Guangdong masih kental dengan
arsitektur Cinanya sedangkan shophouse di
Singapura telah mengalami eklektisisme
dengan langgam arsitektur Melayu dan Eropa.

III.2. Tipologi Bangunan Shophouse
Merupakan bawaan dari tipe hunian
yang berasal dari Guangdong, memiliki
arcade yang berbaris, baik untuk iklim yang
subtropis. Shophouse model ini juga
ditemukan di Malaysia dan Indonesia. Pada

7-5

Gambar 11
Presentase pengaruh langgam Melayu, Cina dan Eropa
pada rumah Shophouse
Sumber : A Study of Ethnic Influence on the Facades of
Colonial Shophouses in Singapore:
A Case Study of Telok Ayer in Chinatown , 2007

Pada ilustrasi diatas dapat dilihat bahwa
dalam detail arsitektural shophouse di
Chinatown Singapura mengalami eklektisisme
misalnya pada kolom, daun jendela, ornamenornamennya merupakan campuran dari
langgam Melayu, Eropa (Baroque) dan China.
Hal ini merupakan bukti bahwa etnis
Tionghoa juga melebur dengan etnis Melayu
sehingga terdapat pengaruhnya terhadap
langgam arsitektural
bangunan.
Etnis
Tionghoa cenderung untuk membangun
rumah mereka dengan menyesuaikan langgam
yang ada di sekitar lingkungan mereka.
Dengan ini maka terjadilah eklektisisme
tersebut.

1. Permeability
Cara menilai permeabilitas kawasan
adalah dengan cara melihat seberapa
banyakkah akses yang dimiliki oleh kawasan.
Semakin banyaknya jumlah aksesnya maka
makin permeabel kawasan tersebut. Melalui
ilustrasi peta udara tersebut lingkungan
Chinatown Singapura mudah dicapai dari sisi
manapun termasuk dari sarana transportasi
publik dan jalan utama.
Kemudahan akses tersebut menyebabkan
kawasan mudah dikenali dari luar sehingga
orang akan mudah mengenali jalur-jalur
menuju kawasan.

Gambar 13
Jalur sirkulasi penghubung
satu tempat ke tempat lain
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

Gambar 12
Detail arsitektural bangunan yang mengalami eklektisisme
Sumber : A Study of Ethnic Influence on the Facades of
Colonial Shophouses in Singapore:
A Case Study of Telok Ayer in Chinatown , 2007

2. Variety
Keberagaman arsitektural tercipta dari
elemen-elemen bangunan misal bentuk
jendela, tiang, balkon dan ornamen-ornamen
bangunan shophouse “baroque” yang
berlanggam eklektik antara Melayu dan
Eropa.
Peraturan
melalui
konservasi
menetapkan
bahwa
keaslian langgam
bangunan harus dijaga. Hal itu membuat
bangunan menjadi seragam dan satu kesatuan
(unity), namun keberagaman arsitektural tetap
ada melalui warna yang berbeda, bentuk
jendela yang bervariasi.

III.3. Chinatown Sebagai Lingkungan yang
Responsif

7-6

- Path, konfigurasi jalan-jalan yang
menghubungkan satu titik dengan yang
lain.

Gambar 16
Path
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

- Nodes, pusat-pusat aktivitas yang
terdapat dalam kawasan. Dalam
kawasan ini pusat aktivitas ada pada
kegiatan komersial yakni street market
dengan
jalan
sebagai
ruang
aktivitasnya.
Gambar 14
Keberagaman elemen arsitektural.
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

Keberagaman fungsi juga dihadirkan
melalui fungsi mixed use yakni hunian,
komersial
dan
perkantoran.
Skenario
mengangkat budaya dan kesenian sebagai
upaya penarik pariwisata menyajikan banyak
kegiatan kesenian setiap musim turut
mendukung fungsi fungsi yang ada di sana.
3. Legibility
Legibilitas merupakan mudah tidaknya
suatu lingkungan untuk “terbaca” oleh
pengguna. Legibilitas dapat dibentuk oleh
elemen fisik lingkungan yakni :
- Landmark, penanda kawasan ini
misalnya adalah kuil atau bangunan
yang menjadi pusat kegiatan atau paling
berbeda dengan bangunan lainnya.

Gambar 17
Pusat aktivitas
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

- Edge, pembatas kawasan adalah jalanjalan besar dengan bangunan-bangunan
shophouse yang berukuran lebih besar
dan ukuran jalan yang lebih lebar.

Gambar 15
Kuil sebagai landmark
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

7-7

Gambar 18
Batas kawasan
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

- District, cara mengenali sebuah distrik
adalah dengan mengamati adanya
kesamaan baik pada bentuk fisik
(keserupaan arsitektural yakni pada
bangunan shophouse beserta elemenelemen lainnya yang menjadi identitas)
dan kesamaan aktivitas yakni kegiatan
komersial baik itu streetmarket, pasar
tradisional, dan jenis komersial lainnya.

Gambar 20
Detail arsitektural
Sumber : Dok. Pribadi, 2009
Gambar 19
Distrik
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

4. Robustness
Dengan
adanya
penetrasi
fungsi
campuran pada kawasan maka orang dapat
memilih hendak menggunakan fungsi yang
mana. Kebebasan memilih pada suatu tempat
akan membuat sebuah tempat menjadi
destinasi. Dalam Chinatown setiap tempat
memiliki fungsi berbeda dan tema yang
berbeda pula.
5. Visual Appropriateness
Kesinambungan visual tercipta dari
hubungan dan harmoni elemen masingmasing bangunan yang ada di dalamnya.
Dalam hal ini kesinambungan dan harmoni
serta ritme berulang pada elemen arsitektural
membentuk runtutan visual sehingga satu
dengan lain terlihat hubungannya dengan
jelas.
6. Richness
Langgam Baroque dan eklektik antara
Eropa dan Melayu membentuk keberagaman
dalam detail sehingga menimbulkan kekayaan
dalam lingkungan visual.
Kekayaan visual pada elemen fasad
bangunan, atap, maupun detail-detail lain
dengan corak etnis yang beragam muncul
pada jendela, kolom, pintu serta warna
bangunan.

7. Personalisasi
Personalisasi menunjukkan adanya milik
individu yang berbeda, namun personalisasi
yang ada di sini harus tetap berada pada satu
koridor konservasi yang seudah menjadi
peraturan URA sehingga tidak mengganggu
kesinambungan visual yang ada pada koridor
jalan maupun kawasan.

Gambar 21
Personalisasi
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

7-8

8. Sustainable
Isu lingkungan tidak boleh dilupakan
walaupun konservasi menitik beratkan pada
upaya penjagaan pelestarian elemn fisik.
Chinatown menjaga isu keberlanjutan
lingkungan dengan memfasilitasi orang yang
datang berupa kemudahan akses untuk pejalan
kaki yaitu pedestrian streets yang aman dan
nyaman. Kemudian sarana MRT juga
diberikan agar orang dapat dengan mudah
mencapai lokasi dengan transportasi publik.
III.4. Kajian Townscape dan Kualitas
Pedestrian Streets pada Chinatown
Singapura
Dalam menilai keberhasilan-keberhasilan
tersebut maka kriteria yang digunakan adalah
yang telah dibahas pada tinjauan pustaka pada
bab uraian tesis.
Kunci kesuksesan sebuah tempat untuk
menjadi ruang publik yang berhasil :
1. Comfort and image, dihadirkan
melalui unity visual yang baik oleh langgam
arsitektural shophouse baroque namun tetap
memiliki keberagaman universal melalui
personalisasi masing-masing fasad bangunan.
Selain melalui fasad, kenyamanan visual juga
dihadirkan melalui elemen ruang luar
pembentuk suasan yaitu lighting, paved street
dan sign board yang harus dikendalikan agar
tidak mengganggu tampilan bangunan.

Gambar 22
Imej dan identitas
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

2. Access dan Linkage, kawasan tersebut
telah menjadi Central Bussiness District
sehingga adanya jaminan akses yang baik,

yaitu jalan-jalan utama yang mengelilingi
kawasan maupun stasiun MRT yang terdapat
pada Pagoda Street merupakan transportasi
publik. Linkage
visual ditunjukkan oleh
adanya kesamaan visual pada koridor jalan
melalui elemen arsitektural maupun ruang
luar yang merepresentasikan etnis Tionghoa.
Sedangkan linkage struktural ditunjukkan oleh
adanya pencampuran fungsi komersial,
perkantoran, hunian dan leisure yang
terintegrasi sehingga kawasan menjadi hidup
secara menerus.

Gambar 23
Stasiun MRT
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

3. Uses and activity, Dengan skenario
pengembangan kawasan sebagai objek
pariwisata maka setiap titik atau jalan
memiliki tema masing-masing. Semisal Smith
Street sebagai food street, atau distrik
kebudayaan. Adanya kegiatan tersebut
menunjukkan ruang-ruang publik benar-benar
digunakan
dan
menunjukkan
adanya
kehidupan yang festive.

Gambar 24
Aktivtas pada ruang publik
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

4. Sociability,
kehidupan
sosial
terbentuk akibat adanya interaksi antara yang
melayani dengan yang dilayani. Kegiatan
ekonomi merupakan generator kehidupan
7-9

kawasan dan menumbuhkan interaksi antara
penjual dan pembeli serta menarik lebih
banyak lagi orang untuk berdatangan baik
untuk mencari keuntungan atau menikmati
tempat (leisure).

Gambar 25
Aktivtas menimbulkan interaksi sosial
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

Sebagai pejalan kaki yang mampu untuk
merasakan kualitas visual pada sebuah tempat,
maka estetika lingkungan dirasakan sebagai
sebuah serial vision yang dapat dilihat melalui
rute. Ketika seorang pejalan kaki berjalan
menyusuri koridor maka dia akan melihat
bagaimana urutan bentuk fisik bangunan atau
arsitektur yang tersaji secara berurutan
melalui sebuah Townscape kota.

Gambar 27
Visi yang dilihat melalui rute
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

Pada serial vision yang terdapat pada
Chinatown, keserupaan langgam baroque
pada shophouse pada tiap-tiap bangunan
membawa ritme senada namun perbedaan
elemen warna dan perbedaan maju
mundurnya bangunan dari jalan juga
menghadirkan variasi. Demikian pula dengan
adanya perbedaan ketinggian bangunan ketika
kita hendak memasuki ruas jalan yang
memiliki tema berbeda. Ketika kita memasuki
jalan Smith Street yang sepenuhnya untuk
pedestrian, skala ruang yang dirasakan lebih
intim daripada ketika kita berjalan di jalan
besar seperti Maxwell Road.

Gambar 26
Visi yang dilihat melalui rute
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

Melalui serial vision ini seseorang dapat
merasakan ritme, kompleksitas, dan kesamaan
bahkan kejutan-kejutan arsitektural dalam satu
urutan koridor jalan. Melalui serial vision ini
pula kita dapat menilai bagaimana kualitas
dari estetika lingkungan.

Gambar 28
Visi yang dilihat melalui rute
Sumber : Dok. Pribadi, 2009

Selain menilai melalui serial vision kita
juga bisa merasakan kualitas estetika kota
melalui atmosfir yang dihadirkan oleh tempat

7 - 10

tersebut, dan bagaimana kitaa menerima
m
tempat
tersebut menjadi bagian dari
ri diri
d kita. Adanya
pemaknaan tersebut membua
buat sebuah space
menjadi place.

Gambar 29
Enclosure dan lokalit
alitas
Sumber : Dok. Pribadi,
di, 2009

Sebuah ruang yang dibentuk
d
dengan
segala elemen estetikanya,
a, sehingga ruang
tersebut menjadi focal pointt at
atau adanya pusat
titik-titik visual. Atau dengan
an adanya elemen
ruang luar yang membuat
at sebuah ruang
menjadi lebih terdefinisi (enclosure)
(
dan
setiap orang dapat memilih
me
sendiri
aktivitasnya (advantage). Lalu
alu adanya sesuatu
yang tersembunyi, sesuatu
tu yang tiba-tiba
melebar atau menyempit pa
pada suatu titik.
Atau kekhasan lokal yang membentuk
me
sebuah
atmosfir berbeda sehingga
ga kita menjadi
menyukai tempat tersebut.
Keberagaman detail ars
arsitektural seperti
jendela, pilar, ukiran, hingg
ngga warna serta
tekstur yang kita rasakan
an saat berjalan
merupakan bagian dari Towns
nscape.
CHINATOWN
IV. REVITALISASI
SINGAPURA
IV.1. Masa Awal Konservasi
asi di Singapura
Konservasi
Chinatow
own
Singapura
diprakarsai oleh URA (Urban
ban Redevelopment
Authority). Singapura merupa
pakan negara yang
ketat dalam menerapkan aturan
atu
konservasi.
Hal ini dikarenakan Sin
ingapura pernah
melakukan kesalahan yaitu
tu menghancurkan
sebagian bangunan-bangunan
nan bersejarahnya
karena lingkungan tersebutt dianggap
d
kumuh.
Bangunan-bangunan lama tersebut
ter
didemolisi
dengan tujuan ekstensifikasi
si llahan yang akan
digunakan untuk membangu
ngun permukiman
baru. Hal ini disebabkan karena
kar
pada tahun
1960 Singapura sedang men
engalami masalah
besar dengan kebutuhan hun
unian yang tinggi,
kepadatan penduduk menin
ingkat sedangkan
lahan yang terbatas. Barulahh pada
p
tahun 1970

an pemerintah baru menyadari
me
bahwa
kawasan bersejarah dengan
den
kekayaan
lokalitasnya dapat menjad
jadi modal yang
berharga dalam pariwisata Si
Singapura.

Gambar 30
Chinatown sebelum dire
irevitalisasi
Sumber : URA,20
,2009

Prinsip dasar yang diter
terapkan konservasi
di Singapura adalah adalah
lah 3R : maximum
Retention, sensitive Resto
estoration, careful
Repair. Quality of Restoratio
tion yang dimaksud
adalah lebih dari sekedarr menjaga
m
keaslian
fasad bangunan dan fisik
ik kulit bangunan,
tetapi juga mempertahankan
an keaslian suasana
bangunan tersebut. Untukk dapat
d
memahami
hal ini maka kita perlau m
melakukan telaah
mengenai sejarah kawasann serta
s
nilai budaya
yang dimiliki oleh kawasan.

Gambar 31
Shophouse di Neil Road sebelum
m dan
d sesudah direstorasi
Sumber : URA,
A,2009

Distrik Chinatown dikat
kategorikan sebagai
historical district yaitu bang
ngunan pada distrik
tersebut masih asli. Jika pengelola
p
hendak
memperbaiki bangunannyaa maka
m
harus benarbenar sama persis sepertii bangunan
b
aslinya
yaitu bentuk, ukuran, ornam
amen, dan material.
Hal itu diatur dalam sebuah guidelines
g
dengan
tujuan agar kualitas visualn
lnya tidak berubah
dan tergeser oleh arus modernisasi
m
yang
masuk.
Konservasi kawasan bbersejarah berarti
termasuk juga mempres
reservasi elemen

7 - 11

arsitekturalnya. Elemen arsituktural berperan
dalam membentuk townscape lingkungan atau
dalam hal ini keberagaman dan variasi visual
lingkungan.. Elemen bangunan yang menjadi
perhatian konservasi di Singapura adalah :
1. Atap
2. Dinding bangunan
3. Struktur
4. Airwells
5. Rear Court
6. Daun Jendela
7. Railing tangga
8. Fasad Bangunan
Setiap detail arsitektural tersebut tidak
boleh ada yang berubah. Kalaupun berubah
maka hanya strukturnya saja yang boleh
berubah. Detail arsitektural dalam hal ini
termasuk tekstur, warna, bentuk hingga papan
nama. Semua hal itu diatur oleh URA dalam
conservation guidelines. Sedangkan bendabenda utilitras seperti air conditioner dan fan
tidak boleh diletakkan pada muka bangunan
cukup hanya dibelakang saja atau pada jalur
servis.
Selain elemen arsitekturalnya, fungsi
bangunan juga harus sama seperti aslinya,
karena perubahan fungsi dapat mempengaruhi
pula fasad bangunan tersebut. Menurut
guidelines yang dikeluarkan oleh URA, fungsi
asli bangunan (misal residensial atau
komersial) selalu lebih baik.
Pada masa awal konservasi, bagian yang
menjadi sample adalah Neil Road yang
berlokasi di Tanjong Pagar. Revitalisasi yang
diupayakan bermula dari restorasi bangunan
shophouse yang telah rusak. Restorasi tersebut
meliputi elemen fisik luar bangunan yakni
atap, dinding, railing pagar dan pilar. Upaya
restorasi tersebut diusahakan benar-benar
untuk sama seperti keadaan aslinya.
Setelah merestorasi bangunan-bangunan
yang telah hancur barulah URA menerapkan
penetrasi fungsi pada kawasan dengan
harapan hal tersebut dapat menjadi generator
kehidupan Chinatown.
IV.2. Strategi pengembangan Chinatown
sebagai Daerah Tujuan Wisata dan
Kawasan yang Multi-fungsi
Pengembangan distrik dan upaya place
making Chinatown merupakan manifestasi
kepemilikan properti. Partisipasi sosial dalam
rangka memperbaiki citra kawasan hanyalah

sebagai prosedur dalam proses perencanaan
saja. Sebaik apapun usaha untuk menciptakan
struktur
sosial,
menerapkan
prinsip
perancangan kota yang baik (fungsi
campuran, konservasi kawasan bersejarah,
streetblock) namun jika pihak pengembang
tidak mampu membuat strategi dan mengelola
kawasan dengan baik maka sama saja dengan
kegagalan. (Zhu, 2007)
Hal ini erat kaitannya dengan siapa
stakeholder yang dominan, yaitu pemerintah.
Pemerintahan
Singapura
merupakan
pemerintahan
top
down
di
mana
pemerintahlah yang memegang semua
peranan pengaturan negara termasuk dalam
penataan kota. Dengan adanya kendali utama
pada pemerintahan maka masalah-masalah
seperti akuisisi lahan, kontrol konservasi
lingkungan dan fungsi-fungsi yang bisa
dipenetrasikan pada lingkungan bisa diawasi
secara penuh dan lingkungan terbangun bisa
tetap dalam keadaan yang baik.

Gambar 32
Lahan yang diakuisisi oleh pemerintah untuk dikelola
Sumber : Place remaking under property rights regimes:
a case study of Niucheshui, Singapore, 2007

Ketika Singapura diberi kemerdekaan
pada tahun 1965, pemerintah memegang
kendali pada pengadaan public housing dan
pengelolaan properti. Dengan adanya
Acquisition Land Act (1966) maka untuk
kepentingan publik pemerintah mengakuisisi
sejumlah lahan yang pada lahan tersebut akan
dibangun fasilitas hunian bagi publik maupun
komersial. Undang-undang tersebut mengatur
apa saja yang berhak diakuisisi oleh
pemerintah
untuk
tujuan
pemenuhan
kebutuhan publik dan komersial.

7 - 12

``To ensure development, landlords were
given up to one year from the day of gazette to
submit to the authorities plans for
redevelopment and up to three years to
beginwork on approved plans. They were
given six months to notify the authorities of
their inability to redevelop. Any landlord
failing to comply with these provisions faced
the possibility of having his property acquired
by the state'' (URA, 1989, page 13).
Peraturan tersebut mengindikasikan
adanya kontrol yang ketat terhadap
pengelolaan distrik bersejarah sebagai daerah
konservasi. Kemudian untuk bagian distrik
yang sangat kental nuansa lokalitasnya oleh
URA dijadikan sebagai inti dari distrik
tersebut.
Upaya konservasi juga bertujuan untuk
mendukung pariwisata di Singapura. Dalam
hal ini lembaga yang memiliki kewenangan
mengelola adalah Singapore Tourism Board.
Semangat tourisme yang ingin dibangun
adalah membangun kembali Chinatown
dengan memasukkan fungsi-fungsi baru.
Selain upaya konservasi lingkungan dan
arsitekturalnya STB juga menyajikan skenario
kesenian dan budaya sebagai festival dan
pertunjukan.

Gambar 33
Area yang diberi status konservasi
Sumber : Place remaking under property rights regimes: a
case study of Niucheshui, Singapore, 2007

Selain itu STB juga menyajikan zonazona yang tematis pada distrik tersebut.
Konsep itu kemudian didukung pula oleh
penyediaan sarana fisik pedestrian, lampulampu, street furniture dan lain-lain sehingga
suasana Chinatown terbangun. Hal ini tentu
juga tetap harus sejalan dengan Guidelines

yang
telah
ditetapkan
oleh
URA.
Pengembangan tersebut dilakukan secara 3
tahun
dengan
harapan
akan
dapat
meningkatkan pendapatan dari sektor
pariwisata.
Skenario pariwisata tersebut antara lain :
• Menjadikan distrik tersebut sebagai
lokasi pusat-pusat budaya dan kesenian.
• Adanya jalan-jalan yang bertema
• Membangun
estetika
lingkungan,
pencahayaan dan landscaping sehingga
lingkungan menjadi atraktif untuk dikunjungi
turis.
• Selain itu terdapat pula festival-festival
yang dijadwalkan setiap musimnya. Festival
ini
diskenariokan
sebagai
upaya
menghidupkan kultur lokal sebagai identitas
budaya kawasan juga untuk mengidupkan
public space di Chinatown.

Gambar 34
Titik-titik sentra komunitas
Sumber : Place remaking under property rights
regimes: a case study of Niucheshui, Singapore, 2007

Akses dan sarana transportasi publik
(MRT) merupakan faktor pendukung agar
orang menjadi mudah mencapai kawasan.
Stasiun MRT terdapat pada Kreta Ayer.
Selain itu distrik ini juga dilalui oleh jalan
besar yaitu New Bridge Road yang
menghubungkan distrik dengan tempat
lainnya.
7 - 13

Kegiatan pariwisata saja tidak cukup
untuk menghidupkan kawasan. Agar tercipta
kawasan yang memiliki keberlanjutan
aktivitas maka URA juga membuat
pengembangan perumahan pada distrik
tersebut. Penetrasi fungsi hunian paling
banyak diterapkan pada Kreta Ayer. Dengan
hal ini maka distrik tersebut merupakan distrik
bersejarah yang memiliki fungsi campuran
dan mengalami pergeseran dari fungsi aslinya
dari fungsi hunian sekaligus komersial
menjadi fungsi campuran.
Selain melakukan pengelolaan fungsi
dengan baik, STB juga mengangkat isu
keberagaman etnik sebagai daya tarik
pariwisata. Masalah sosial dan etnis
sesungguhnya merupakan isu sensitif di
Singapura. Singapura memiliki 3 etnis
dominan antara lain etnis Tionghoa (76,8%)
Melayu (13,9) India (7,9%) dan lain-lain
(1,4%) (Zhu, 1996). Dengan dominannya
etnis Tionghoa (atau dalam hal ini Peranakan,
campuran antara China dengan Melayu) maka
timbul semacam kekhawatiran bagaimana jika
etnis tersebut menjadi identitas utama pada
negara. Maka strategi STB disini adalah
mengangkat isu keberagaman etnis sebagai
kekayaan dan modal bagi pariwisata, yaitu
dengan mempresevarsi bangunan yang
memiliki
kekayaan
langgam
serta
menghidupkan nilai-nilai kultural untuk
identitas masing-masing kawasan (dalam hal
ini khususnya etnis China / Tionghoa) untuk
menunjukkan bahwa setiap etnis hidup dalam
keberagaman dan harmonis.
Strategi yang diterapkan oleh STB
tersebut berhasil dengan bukti bahwa setiap
kawasan konservasi, termasuk Chinatown
dalam hal ini, menjadi ramai sebagai daerah
destinasi wisata. Dari studi yang pernah
dilakukan, wisatawan datang ke Chinatown
adalah untuk menikmati atmosfer yang
berbeda yaitu melalui momen-momen budaya
serta kekayaan arsitektural di tempat tersebut
(Zhu, 1996).

Tabel 01
Hasil penggalian data dengan responden mengenai apa alasan
orang datang ke Distrik Chinatown
Sumber : Urban Conservation in Singapore: Tradition or
Tourist Bane? 2001

Tabel 02
Hasil penggalian data dengan responden mengenai apa yang paling
menarik dari Chinatown
Sumber : Urban Conservation in Singapore: Tradition or Tourist
Bane? 2001

Dengan preservasi sosial, kultural dan
juga lingkungan fisik yang mengangkat
lokalitas, orang dapat menikmati suasana yang
berbeda. Ketiga hal tersebut membentuk
identitas yang kuat pada distrik atau dalam hal
ini adalah membentuk genious loci pada
kawasan. Genious loci membangun sense of
place dan ikatan emosional bagi manusia
untuk merasakan suatu tempat sebagai bagian
dari dirinya (Cullen, 1961). Sense of place
merupakan alasan bagi orang untuk selalu
datang dan menikmati tempat.
Dapat
disimpulkan
bahwa
lima
pendekatan utama pengembangan Chinatown
adalah :
1. Pengelolaan properti melalui political
will pemerintah
2. Nilai kesejarahan dan budaya yang
diangkat
3. Kelayakan pasar (market feasibility),
4. Kekayaan dan nilai arsitektural
5. Penataan lansekap
Untuk melaksanakan lima pendekatan
tersebut maka STB sebagai pemilik skenario
pengembangan pariwisata harus bekerja sama
dengan badan pemerintah lainnya dan sektor
7 - 14

swasta (developer). Kerjasama itu antara lain
melibatkan badan-badan tersebut untuk
merencanakan bersama. Antara lain :
1. Urban Redevelopment Authority,
2. Land Transport Authority,
3. National Parks Board,
4. Land Office,
5. Public Works Department,
6. National Heritage Board
7. Trade & Industry, Law, Information
8. The Arts Environment Ministries.
Alasan
kerjasama
adalah
untuk
mengkonservasi distrik dan menjadikannya
sebagai daerah tujuan wisata membutuhkan
banyak infrastruktur dan melibatkan banyak
pihak. Maka dalam hal ini juga terdapat
kerjasama antara sektor publik dengan privat
namun kendali utama tetap saja pemerintah.
IV.3. Pembangunan Struktur Sosial dalam
Revitalisasi Chinatown Singapura
Upaya revitalisasi selain membangun
kembali lingkungan fisik yang mengalami
penurunan kualitas fungsi, memasukkan
fungsi-fungsi baru yang menjadi generator
kehidupan kawasan, juga merupakan upaya
untuk menghidupkan kembali kehidupan
sosial yang berada pada kawasan tersebut.
Kehidupan sosial yang berkelanjutan amat
penting
peranannya
dalam
menjaga
kesinambungan kehidupan dalam sebuah
kawasan, karena masyarakatlah yang akan
menjalankan peran sebagai subjek pada
kawasan tersebut.
Sesungguhnya ketika fungsi komersial
dan hunian telah dimasukkan dan terjalin
interaksi sosial antara masyarakat dari tiaptiap fungsi maka berarti kehidupan sosial telah
terbentuk. Namun pada konteks Revitalisasi
Chinatown
Singapura
sebagai
distrik
bersejarah hal ini memiliki nilai yang berbeda.
Sebagai distrik dengan latar belakang
kehidupan etnis Tionghoa, Chinatown
Singapura tidak lagi memiliki orisinalitas dari
segi kehidupan sosialnya (Widodo, 2009). Hal
ini disebabkan karena pada masa pasca Perang
Dunia kedua, Chinatown telah ditinggalkan
oleh sebagian besar penghuni aslinya.
Faktor lainnya yang menjadi penyebab
adalah dalam upaya konservasi tersebut
pemerintah mengakuisisi lahan pada distrik
sehingga hak milik pada lahan adalah pada
pemerintah, bukan lagi individu. Dan dalam

segi regulasi singapura, pemerintah berhak
untuk mengakuisisi sebuah lahan jika ada
tujuan untuk kepentingan publik atau negara.
Dan mengingat motif revitalisasi kawasan
adalah untuk mendongkrak pariwisata
Singapura karena pariwisata merupakan
sumber pemasukan keuangan negara. Hal ini
menyebabkan pemerintah bebas untuk
melakukan perombakan secara total pada
kawasan, ibaratnya adalah mencuci bersihbersih kawasan tersebut lalu kemudian
membangun dan mengisinya dengan yang
baru secara total juga. Sehingga hal lama yang
tersisa hanyalah fisik arsitekturalnya saja.
(Widodo, 2009)
Faktor
lainnya
adalah
semangat
pemerintah untuk membaurkan kelas sosial
yang ada di Singapura dari segi etnis maupun
kelas ekonomi. Maka dalam hal ini banyak
warga yang pindah ke permukiman baru
(terutama
inlanded
housing
yang
dikembangkan oleh HDB Singapura) untuk
membaur dengan kelas sosial lainnya. Hal ini
juga
disebabkan
pemerintah
ingin
menghilangkan sentimen ras dan kelas
ekonomi dalam kehidupan sosial.
Dengan demikian maka Chinatown
Singapura bukanlah perkampungan etnis yang
orisinal, namun lebih kepada distrik
bersejarah yang telah dibangun ulang dengan
nilai kultural lama yang kembali diangkat
demi terbangunnya identitas kawasan untuk
menarik wisatawan agar datang ke tempat
tersebut (Widodo, 2009).
V.

KESIMPULAN
Setelah pembahasan tersebut maka
kesimpulan yang dapat diambil dalam
merevitalisasi kawasan Chinatown adalah :
1. Kota tua atau kawasan bersejarah
memiliki potensi yang besar untuk
dikembangkan dengan memanfaatkan
kembali bangunan-bangunan yang
sudah ada (adaptive re-use) sesuai
fungsi lama atau bahkan fungsi yang
sama sekali baru.
2. Kekayaan arsitektural pada masa
lampau adalah nilai lebih dan potensi.
Maka
dalam
hal
ini
harus
dipertahankan atau dibangun kembali
seperti aslinya (restorasi).
3. Untuk menghidupkan kembali sebuah
kawasan, tidak cukup hanya dengan

7 - 15

4.

5.

6.

7.

8.

memperbaiki sisi fisiknya, naun juga
menghidupkan
fungsi-fungsi
campuran agar dapat menjadi katalis
dalam
menghidupkan
kawasan
tersebut.
Selain elemen fisik arsitektural,
sebuah kawasan dikatakan memiliki
kualitas yang baik jika memiliki akses
yang mudah untuk dicapai melalui
kendaraan pribadi maupun kendaraan
umum. Maka Chinatown sebagai
pusat komersial dan daerah tujuan
wisata dilalui oleh stasiun MRT dan
bus kota yang dapat dilalui oleh
semua orang.
Keseragaman bangunan shophouse
ternyata
masih
mampu
untuk
menampilkan keberagaman melalui
detail arsitektural. Keberagaman
maupun detail tersebut menciptakan
townscape kota yang baik melalui
estetika lingkungan.
Untuk menjadikan sebuah tempat
memiliki kualitas townscape yang
baik tidak hanya diupayakan melalui
fisik arsitekturalnya saja. Maka perlu
adanya identitas yang dihidupkan
yaitu genious loci (kearifan lokal)
dalam hal ini identitas etnis agar
membentuk atmosfir yang dapat
dinikmati oleh semua orang dan
mampu menarik orang untuk terus
berdatangan.
Untuk merevitalisasi sebuah kawasan
diperlukan sebuah political will yang
kuat dari stakeholder dominan, dalam
hal ini adalah pemerintah. Pemerintah
lah yang memegang kekuasaan
regulasi atau kebijakan sehingga
memiliki power dan motif yang kuat
untuk membangun kawasan demi
kepentingan negara maupun publik.
Komunitas atau masyarakat yang
berkelanjutan
diperlukan
untuk
menjaga lingkungan agar menjadi
sustainable juga. Tidak masalah
apakah komunitas dalam kawasan
tersebut merupakan penduduk asli
atau bukan (dalam hal ini khususnya
Chinatown yang tidak lagi memiliki
warga asli) yang terpenting adalah
kehidupan yang menerus selalu

terjaga sehingga kawasan
kembali menurun atau mati.

tidak

DAFTAR PUSTAKA
Bentley, Alcock, et. al. (1985). Responsive Environment,
A Manual for Designers. London :
The
Architectural Press.
Hack, Karl. (2000). Chinatown As A Microcosm Of
Singapore.
Henderson, J. (2003). Ethnic Heritage as a Tourist
Attraction: the Peranakans of Singapore.
International Journal of Heritage Studies,9:1,27
— 44
Rubenstein, Harvey M. (1978). Central City Malls.
London : A Wiley Interscience Publication.
Tiesdell, Steven et al. (1996). Oxford : Revitalizing
Historic Urban Quarter. Architectural Press
Tze Ling Li. (2007). A Study of Ethnic Influence on the
Facades of Colonial Shophouses in Singapore:
A Case Study of Telok Ayer in Chinatown.
Journal of Asian Architecture and Building
Engineering. Tokyo
Yuen, Belinda, et al.( 2001). Urban Conservation in
Singapore : Tradition or Tourist Bane?.
Planning Practice & Research, Vol. 16, No. 1,
pp. Taylor and Francis Ltd.
Zhu, Jieming, et al. 2007. Place remaking under
property rights regimes: a case study of
Niucheshui, Singapore. Environment and
Planning A, volume 39, pages 2346 – 2365.
Widodo, Johannes. Personal Interview. (07 Agustus
2009)
www.ura.gov.sg

7 - 16