SMART BIKE SHARING SYSTEM SEBAGAI ALTERN

SMART BIKE SHARING SYSTEM SEBAGAI ALTERNATIF MODA
TRANSPORTASI UMUM
BERKELANJUTAN DI KOTA BANDUNG
(STUDI KASUS bike.bdg)

NAMA : FREDDY CHRISSWANTRA
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
JALAN GANESHA NO. 10 BANDUNG
email : chrisswantra@gmail.com

ABSTRACT
Public transportation is a crucial for a city. It becomes city’s backbone for economic
movement because public transportation distributes goods, services and humans from
one point to anothers for its city. That is why Indonesia’s city development characters
are mostly affected by its business center. These matters also affected city’s
transportation system which tends into some form. Bandung for instance, has a radial
character. It can be seen from flows and directions of its resident’s movement which
centered to one point. Bandung radial character has emerges problems in
transportation system such as congestion, air pollution, time, material cost and etc. It is
happened because Bandung’s transportation system overlaps and collides for each
other. Therefore, level of user’s satisfactories for using city public transportation are

dropdown which are also effect the city public transportation’s load factor. Based on
those problems supposed to be a lot of opportunities emerge to develop more efficient
and effective city public transportation masterplan with design methods, such as Bike
Sharing System (BSS). BSS is to inisiate and to create sustainable city transportation
system with bike rent system applied but different with traditional bike rent. By using
Midgley Bike Sharing System methods, they will give a broader perspective and
compare between cities that already applied BSS with Bandung BSS and let us know
whether it is suitable or inadequate for Bandung and its people. After apllied those
methods hopefully will contribute to solveBandung BSS with solutions so that it will
more reliable, integrated, efficient and effective.
keywords: bandung bike sharing, bike sharing system, city public transportation, urban
transportation design.

1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kota Bandung, kota yang selalu tumbuh dan bergejolak seiring dengan
perkembangan zaman. Di tengah pertumbuhan dan perkembangan ekonomi
global telah menuntut setiap individu penduduknya untuk menjadi yang

tercepat dalam meraih target kualitas hidupnya. Setiap individu semakin
bersaing satu sama lain dan semakin taktis dan praktis. Kecepatan dan
kepraktisan untuk berpindah dari tempat asal ke tempat tujuan semakin
didambakan. Oleh sebab itu moda transportasi pun semakin dibutuhkan.
Kepadatan yang tiap saat semakin meningkat telah memaksa moda
transportasi untuk semakin merayap dan tidak bertambah cepat. Ketika
semakin banyak penduduknya yang mendambakan kenyamanan dan
keamanan dari transportasi umum kota, justru kapabilitas transportasi
umum mengalami kesulitan dan semakin dipertanyakan dalam usahanya
memenuhi permintaan tersebut. Ketika angkutan umum kota sudah tidak
dapat diandalkan lagi, banyak penduduknya yang beralih pada moda
transportasi pribadi. Dipicu hal tersebut, angka kepemilikan kendaraan
pribadi di kota Bandung mengalami peningkatan yang signifikan dari tahun
ke tahun. Untuk meminimalisir hal tersebut, Bandung diharapkan mampu
untuk menciptakan sistem transportasi kota yang efektif dan efisien untuk
menopang dan menjadi tulang punggung dari pergerakan ekonominya.

Gambar 1 Mind Mapping Latar Belakang Masalah

2


Disebabkan oleh sistem transportasi umum kota yang tidak dapt memenuhi
kebutuhan penduduknya maka muncul permasalahan transportasi kota
Bandung yang muncul, yaitu kurangnya minat warga Bandung untuk
memanfaatkan jasa angkutan umum. Akibat dari hal tersebut, warga
Bandung lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi sebagai moda
transportasinya. Hal itu juga disebabkan oleh biaya yang harus ditanggung
oleh warga Bandung jika menggunakan angkutan umum, lebih mahal dan
2,2 kali lebih lama, jika dibandingkan dengan menggunakan kendaraan
pribadi (BPPDKB, 2013). Sementara itu pertumbuhan ruas jalan tidak
mengalami perkembangan yang berarti. Pertumbuhan panjang jalan di
Bandung hanya ± 1,29% per tahun, sedangkan pertumbuhan kendaraan ±
9,34% per tahun (BPPDKB, 2013).
Tanpa sistem transportasi, sebuah kota tidak akan berkembang. Pada saat
suatu sistem transportasi diterapkan, maka saat itu pula sebuah kota akan
bergantung pada sistem tersebut. Keberhasilan dari suatu sistem transportasi
tersebut adalah pada saat sistem itu mampu memberikan imbalan
kenyamanan dan kesejahteraan bagi penduduk kotanya (UNHabitant,
2013).
1.1.3 SMART BIKE SHARING SYSTEM (SBSS)


Gambar 2 Skema Teori Bike Sharing System (Midgley, 2011)

3

Bike Sharing System pada dasarnya adalah usaha untuk menciptakan
sistem transportasi yang berkelanjutan dengan menggunakan sistem
penyewaan untuk pemakaian sepeda. Berbeda dengan sistem
penyewaan tradisional, SSBSS lebih dirancang sebagai alternatif
moda transportasi yang berkelanjutan dan terintegrasi dengan sistem
transportasi umum kota yang ada. SSBSS menggunakan sistem
teknologi yang memungkin untuk diakses secara real time untuk
mengecek ketersediaan sepeda melalui internet. Pengguna SSBSS
akan dikenai biaya per pakai dengan menggunakan kartu kredit atau
kartu debit. Di negara-negara yang sudah menerapkan SBSS
menerapkan pelayanan 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam
seminggu. Peletakan shelter SBSS pun diatur dengan jarak interval
yang tetap antar shelter sehingga memudahkan pengguna untuk
mengaksesnya menuju ke terminal transportasi umum, kantor, atau
pusat perbelanjaan.

Kepedulian tentang bagaimana pergerakan kota mempengaruhi
kualitas hidup dan keberlanjutan lingkungan menjadi penting bagi
perkembangan dunia (Mcclintock, 2002). Di negara-negara pelopor
penggunaan SBSS, seperti Perancis, Inggris dan Belanda, merupakan
jawaban dari masalah kemacetan dan pencemaran lingkungan.
Bersepeda adalah sebuah kegiatan yang memberi manfaat bagi
kesehatan tubuh dan berpindah tempat untuk jarak yang dekat tanpa
harus terlibat pada kemacetan jalan raya. Bersepeda juga telah
berperan untuk mengisi celah yang diciptakan oleh transportasi
umum dari transit terakhir menuju ke tempat tujuan akhir (desire
destinations). Selain bersih, murah dan cocok sebagai moda
transportasi alternatif jarak dekat, bersepeda berpotensi untuk
mengurangi kemacetan lalu lintas, ketersediaan tempat parkir dan
biaya penggunaan jalan raya (Mcclintock, 2002).
Menurut Midgley (2009), tujuan utama dari perancangan smart bike
sharing system ini adalah:
- Mengisi celah dan memperbaiki kinerja sistem transportasi kota
dengan mengedepankan transportasi yang berkelanjutan.
- Menciptakan alternatif moda transportasi individual.
- Memperbaiki kualitas hidup lebih sehat dengan bergerak dan

mengurangi polusi udara.
- Membiasakan kembali sepeda sebagai moda transportasi.

4

Gambar: bagan kriteria bike sharing dan aplikasinya di kota London dan Oslo
Sumber foto: Amanda Amelia

1.1.4 PENERAPAN BIKE SHARING SYSTEM DI BANDUNG

Gambar: bagan kriteria bike sharing dan aplikasinya di kota Bandung
Sumber foto: http://www.itdp.org diakses pada 5 Desember 2014

5

Bike Sharing System Bandung atau lebih dikenal dengan bike.bdg
diresmikan pada tahun 2011 di Bandung dan hadir sebagai
implementasi alternatif moda transportasi yang baru. Pada awalnya,
bike.bdg telah mengaplikasi bike sharing ini pada 10 titik yang
tersebar dari Bandung Utara hingga Bandung Selatan. Namun

pengaturan dari setiap titik penyewaan sepeda ini masih dilakukan
secara manual oleh seorang operator dan belum dilakukan secara
otomatis dengan aplikasi teknologi. Pada praktiknya, pengguna
sepeda harus menyerahkan kartu identitas dan dikenai biaya sewa Rp.
3000,- per jam dan harus mengembalikan sepeda pada titik yang
sama. Bike.bdg belum menerapkan fitur teknologi pada sistem rental
sepedanya sehingga sangat menyulitkan dan membatasi pengguna.
Selain itu, sepeda yang digunakan adalah sepeda standar tanpa
aplikasi desain tertentu sehingga sangat rentan akan pencurian.
Selama masa hadirnya, bike.bdg banyak digunakan hanya pada saat
weekend (ajang car freeday) namun sangat sepi pada hari-hari kerja.
Dikarenakan kondisi tersebut, akhirnya bike.bdg mengurangi titik
operasi dari 10 menjadi hanya 3 titik saja.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Ketidakpuasan pengguna terhadap pelayanan jasa angkutan umum
sehingga berdampak pada rendahnya load factor angkutan umum yang
hanya mampu berperan 23% dari kebutuhan (BPPDKB, 2013).
2. Belum adanya skema masterplan transportasi kota Bandung, yang
disepakati bersama dan berdasar hukum, sehingga dapat dijadikan
acuan atau pedoman untuk membantu menciptakan sistem transportasi

kota yang efektif dan efisien.
3. Pertumbuhan jaringan jalan yang jauh lebih rendah (1,29% per tahun)
dibandingkan dengan pertumbuhan jumlah kendaraan (9,34%) sehinga
berdampak langsung pada kemacetan, polusi dan kerugian ekonomi.
4. Kurang meratanya pengembangan tata kota Bandung dan pembagian
rute angkutan kota sehingga yang menyebabkan arus transportasi yang
memusat dan menciptakan jalur transportasi umum yang tumpang
tindih.
5. Dipandang perlu untuk mengembangkan alternatif sistem transportasi
berkelanjutan dikarenakan tingginya tingkat kemacetan di kota
Bandung sehingga menimbulkan dampak polusi udara, pemborosan
bbm dan kerugian material bagi kota Bandung.
6. Bandung bike sharing belum terintegrasi dengan sistem transportasi
kota yang ada sehingga keberadaannya belum memiliki peran yang

6

signifikan dalam mengurai kemacetan dan meningkatkan kualitas hidup
penggunanya.
7. Bandung bike sharing belum menerapkan teknologi dan desain pada

unit shelter dan unit sepeda sehingga pada praktiknya banyak
menimbulkan masalah dan tidak efektif.
8. Belum matangnya persiapan fasilitas pendukung bandung bike sharing,
seperti lintasan sepeda yang layak di jalan raya, lahan parkir khusus
sepeda di area perkantoran dan pusat perbelanjaan dan sebagainya
sehingga proses integrasi dan sosialisasi bike sharing sebagai sistem
transportasi kota berkelanjutan tidak optimal.
1.3 FOKUS PENELITIAN
Pembahasan dilakukan terhadap pelaksanaan bike sharing di beberapa
negara Eropa seperti Perancis, Belanda dan Inggris yang telah lebih dulu
melakukannya dibandingkan dengan Bandung dengan karakteristiknya
masing-masing sebagai bahan perbandingan untuk mengetahui aspek-aspek
yang mempengaruhi operasional dan pencapaian bike sharing system
sebagai salah satu faktor pendukung sistem transportasi kota yang
berkelanjutan dengan menggunakan metode Midgley Bike Sharing.
Kajian dalam penelitian ini difokuskan pada penerapan bike sharing di kota
Bandung yang selanjutnya akan disebut bike.bdg dalam penelitian ini.
Kajian dilakukan terhadap pelaksanaan bike sharing secara keseluruhan di
titik peletakan shelter di kota Bandung untuk kemudian dikembangkan ke
arah sejauh mana dampak yang dirasakan oleh penggunanya.

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1.4.1 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:
1. Memetakan aspek-aspek penentu keberhasilan bike sharing system
di Bandung.
2. Mengetahui hubungan antara sosial budaya, geografi dan sistem
transportasi kota Bandung dengan tingkat keberhasilan dari
penerapan bike sharing system.
3. Menyusun rekomendasi strategi penerapan bike sharing system di
Bandung.
4. Menyusun rekomendasi strategi untuk penerapan teknologi online
pada prosedur operasional bike sharing system di Bandung.
5. Menyusun rekomendasi strategi peningkatan pelayanan bike
sharing system di Bandung.

7

1.4.2 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan menjadi sebuah evaluasi terhadap penerapan
bike sharing system di Bandung dan menjadi rekomendasi penerapan

bike sharing di Bandung, bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan
dan pelaksana program bike sharing, bike.bdg, di Bandung. Penelitian
ini juga bermanfaat sebagai refleksi penerapan bike sharing bagi
masyarakat Bandung sebagai pengguna untuk meningkatkan
performa dan mulai menggunakan bike sharing sebagai moda
transportasi alternatif yang terintegrasi dengan sistem transportasi
kota Bandung yang berkelanjutan, dan sebagai wacana bagi
masyarakat Indonesia pada umumnya yang ingin mengetahui
penerapan bike sharing yang telah dilakukan di Bandung. Selain itu,
penelitian ini dapat pula menjadi rekomendasi bagi wilayah lain yang
akan menerapkan bike sharing system.

8

REFERENSI
Midgley, P. (2011). Bicyle-Sharing Schemes: Enhancing Sustainable Mobility
in Urban Areas. Retrieved from (Diambil dari) United Nation Departemen
Of Economic And Social Affairs website:
http://www.un.org/esa/dsd/resources/res_pdfs/esd_19/background-paper-8P.Midgley-Bicycle.pdf.
Midgley, P. (2009). The Role of Smart Bike-sharing Systems in Urban Mobility.
Retrieved from (Diambil dari) Land Transportation Authority website:
http://www.lta.gov.sg/ltaacademy/doc/LTA%20JOURNEYS_IS02.pdf
Miettinen, S. (2010). Product Design: Developing Products With Service
Applications. In Stickdorn, M., & Schneider, J, This is Service Design
Thinking (3rd edition). (pp. 56-67). Amsterdam: BIS Publishers.
The Research on Practical Approach for Urban Transport Planning. (2011).
Retrieved from (Diambil dari) Japan International Cooperation Agency
website:
http://www.jica.go.jp/activities/issues/transport/ku57pq00000zzbte-att/
finalreport_03.pdf
Robert P., Maccubbin., Barbara, L., Staples, Kabir, F., Cheryl F., Lowrance.,
Michael, R., Mercer, Brian H., Philips, Stephen R., Gordon. (2008).
Intelligent Transportation Systems Benefits, Costs, Deployment, and
Lessons Learned: 2008 Update. Retrieved from (Diambil dari) U.S.
Department of Transportation Research and Innovative Technology
Administration
website
:
http://www.itsknowledgeresources.its.dot.gov/its/benecost.nsf/files/
bcclldepl2008update/$file/ben_cost_less_depl_2008%20update.pdf.
Stickdorn, Marc. (2010). Definitions: Service Design As Inter-diciplinary
approach. In Stickdorn, M., & Schneider, J, This is Service Design
Thinking (3rd edition). (pp. 28-33). Amsterdam: BIS Publishers.
Stickdorn, Marc. (2010). 5 Principles of Service Design Thinking. In Stickdorn,
M., & Schneider, J, This is Service Design Thinking (3rd edition). (pp. 3445). Amsterdam: BIS Publishers.