Pelestarian Lingkungan dan Bangunan Kuno (1)

PELESTARIAN LINGKUNGAN DAN BANGUNAN KUNO
KORIDOR UTAMA KOTA LAMA AMPENAN
Riana Rizki Anindita Wiggers, Antariksa, Fadly Usman
Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Brawijaya
Jl. Mayjen Haryono 167 Malang 65145, Indonesia, Telp./fax. 62-341-7051558
E-mail: rianawiggers@yahoo.com
ABSTRAK
Sebagai Kota Pelabuhan yang potensial pada jaman kolonial Belanda, Kota Lama Ampenan
memiliki nilai sejarah yang cukup tinggi dan pengaruh kolonial yang sangat terasa terutama pada
karakter fisik bangunan-bangunan yang ada pada kawasan tersebut. Tujuan studi ini adalah untuk
mengidentifikasi dan menganlisis karakteristik kawasan dan bangunan kuno di Kota Lama
Ampenan. Metode yang digunakan adalah deskriptif, digunakan untuk mengetahui karakteristik
kawasan Kota Lama Ampenan, yang terdiri dari karakteristik fisik dan non fisik; analisis
pembobotan dengan metode skoring untuk menentukan aspek prioritas pelestarian non fisik, dan
menentukan bangunan kuno yang potensial dilestarikan berdasarkan tujuh kriteria makna kultural
(estetika, kejamakan, kelangkaan, kieluarbiasaan, peranan sejarah, keaslian, dan keterawatan).
Berdasarkan penilaian aspek prioritas pelestarian non fisik, didapatkan prioritas pelestarian non
fisik adalah aspek hukum dan ekonomi, yaitu perlunya pengadaan sebuah aturan hukum dan
sebuah alokasi dana khusus, dan berdasarkan kriteria-kriteria makna kultural yang telah dilakukan
dengan metode pembobotan, maka dapat diketahui bahwa dari 52 bangunan yang diteliti terdapat
10 bangunan dengan potensial tinggi untuk dilestarikan (preservasi), 13 bangunan dengan

potensial cukup tinggi (konservasi), 21 bangunan dengan potensial sedang (rehabilitasi), dan 8
bangunan dengan potensial rendah (rekonstruksi).
Kata kunci: pelestarian lingkungan dan bangunan kuno, Kota Lama Ampenan.

ABSTRACT
As an potential seaport in the colonial era, the old Ampenan town has a high sufficient historical
value and colonial influence that appear exquisite, especially on the physical characteristic of the
buildings in that district. The aim of this study is to identify and analyze the district and the ancient
buildings of old Ampenan. The method of this study is descriptive used to identify characteristic of
old Ampenan district, which consist of physical characteristic and non physical characteristic; and
quality analysis with scoring method to determinee priority aspectt of non physical conservation,
and determine ancient building which potential to be conserved based on seven criteria of cultural
meaning (aesthetics, plurality, peculiarity, historical role, building authenticity, maintenance). Based
on the scoring of priority aspect of non physical conservation, can be found that the law and
economy aspect is a priority in non physical conservation that comes with a law policy and a
special budget alocation as an implemention, and based on criteria of cultural meaning that already
carried out with ranking method, then can be found that from 52 buildings, there are 10 buildings in
high potential score to be conserved (preservation), 13 buildings are in medium potential
(conservation), 21 buildings in low-medium potential (rehabilitation), and 8 buildings in low potential
(reconstruction).

Keywords: preservation of environmental and old buildings, old town Ampenan.

Pendahuluan
Karakter kota diperlukan untuk memberikan pemahaman tentang identitas kota,
sesuai dengan potensi yang ada. Kota yang memiliki struktur yang baik akan mudah
dikenal, berkesan dan mampu memberi hasrat kepada pengguna yang melihatnya, hal ini

28

ar s i t ek t ur e- J our nal , Vol ume 4 Nomor 1, Mar et 2011

bukan hanya memperhatikan keindahan semata, tetapi juga kualitas lingkungan yang
diciptakannya (Lynch 1965).
Sebagai sebuah kota yang dulunya merupakan Kota Pelabuhan yang potensial
pada jaman kolonial Belanda, Kota Lama Ampenan memiliki nilai sejarah yang cukup
tinggi dan pengaruh kolonial yang sangat terasa terutama pada karakter fisik bangunanbangunan yang ada pada kawasan tersebut.
Sejarah lahirnya Kota Lama Ampenan dimulai dari Kerajaan Mataram yang memiliki
sejarah perkembangan dimulai sejak tahun 1720 Masehi. Runtuhnya Kerajaan Mataram,
diikuti oleh masuknya perwakilan dagang Belanda di Kota Ampenan dengan pimpinan
Jenderal JA Vetter tiba di pelabuhan Ampenan pada tanggal 5 Juli 1894, merupakan awal

bagi sejarah perdagangan dan seni bangunan kolonial yang mendominasi Kota Lama
Ampenan. Kota Lama Ampenan selanjutnya berfungsi sebagai sebuah kota pelabuhan
yang menunjang berbagai macam kegiatan perdagangan di dalam kawasan (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1995). Kota Lama Ampenan juag merupakan kawasan
strategis karena dilalui oleh jalan utama yang menghubungkan Mataram sebagai pusat
kota dengan kawasan wisata Pantai Senggigi, sehingga para wisatawan yang melalui
Kota Lama Ampenan dapat menikmati suguhan pemandangan bangunan-bangunan khas
bergaya kolonial yang menjadi ciri khas kawasan ini.
Suasana Kota Lama Ampenan merupakan sebuah potensi historis, karena gaya
khas bangunan-bangunan yang ada terutama kompleks pertokoan dan pergudangan
bergaya klasik Eropa (Kolonial Belanda) yang memberi warna dan nuansa tersendiri bagi
yang memasuki kawasan ini. Saat ini kawasan Kota Lama Ampenan, khususnya pada
keenam ruas jalan utama yang membelahnya tidak lagi mempertahankan karakteristik
orisinal bangunannya, dalam hal ini adalah orisinalitas bangunan-bangunan bergaya
kolonial yang telah banyak berganti menjadi bangunan-bangunan bergaya modern
sehingga seakan-akan Kawasan Kota Lama Ampenan telah kehilangan sebagian ciri
khasnya. Hanya pada keempat ruas jalan dari enam ruas jalan utama pada kawasan kota
lama yang masih menyisakan bangunan-bangunan kunonya yang bergaya kolonial.
Bahkan terdapat juga bangunan-bangunan bergaya kolonial yang keadaannya sudah
terbengkalai dan tidak terawat, sehingga mengurangi keindahan visualisasi yang

seharusnya didapat di dalam sebuah Kawasan Kota Lama.
Pelestarian menjadi urgent karena adanya suatu kejutan yang timbul, yaitu ketika
skala pembongkaran-pembongkaran dan bentuk-bentuk penghancuran bangunanbangunan serta kawasan-kawasan bersejarah semakin besar dan tidak terkendali
(Poerbantanoe 2001). Salah satu manfaat yang diperoleh dari upaya pelestarian adalah
akan membantu terpeliharanya warisan arsitektur yang dapat menjadi catatan sejarah
masa lampau (Sidharta & Budiharjo, 1989). Dengan pertimbangan tersebut maka perlu
dilakukan studi Pelestarian Bangunan dan Kawasan Kota Lama Ampenan, yang
membahas mengenai karakteristik dan potensi bangunan dan lingkungan kuno di
Kawasan Kota Lama Ampenan untuk dilakukan evaluasi dan analisis perkembangannya,
dan diarahkan pada kegiatan-kegiatan pelestarian di Kawasan Kota Lama Ampenan.
Studi ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi sejarah dan karakteristik Kota Lama
Ampenan, mengidentifikasi potensi lingkungan dan bangunan kuno sebagai sebuah
kawasan kota lama, serta menentukan tindakan pelestarian lingkungan dan bangunan
kuno di kawasan tersebut.

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan di koridor utama kawasan perdagangan dan jasa Kota Lama
Ampenan yang berada di Kecamatan Ampenan dan mencakup wilayah Kelurahan Dayan
Peken, Kelurahan Ampenan Tengah, dan Kelurahan Bintaro. Pembatasan wilayah studi
meliputi kawasan sekitar bekas pelabuhan Ampenan, namun tidak termasuk unit bekas

pelabuhan, melainkan ruas-ruas jalan utamanya.

ar s i t ek t ur e- J our nal , Vol ume 4 Nomor 1, Mar et 2011

29

Sampel bangunan kuno yang digunakan dalam studi ini adalah sampel bangunan
sebanyak 52 bangunan, dengan kriteria:
a. Dibatasi pada bangunan-bangunan kuno yang diperkirakan berusia sekurangkurangnya 50 (lima puluh) tahun, berdasarkan UU Cagar Budaya No. 5 Tahun 1992
pasal 1 tentang Benda Cagar Budaya;
b. Diutamakan bangunan yang memiliki dominasi yang kuat dan terletak di sepanjang
koridor utama dalam lingkup kawasan Kota Lama Ampenan;
c. Keaslian bangunan, dengan batasan badan utama dan fasade bangunan belum
berubah;
d. Memiliki gaya arsitektur yang mewakili jamnnya, dalam hal ini arsitektur kolonial, Cina,
dan campuran.
Metode yang digunakan adalah metode deskriptif untuk mengetahui karakteristik
kawasan Kota Lama Ampenan; analisis pembobotan dengan metode skoring (AHP) untuk
menentukan aspek prioritas pelestarian non fisik, dan menentukan bangunan kuno yang
potensial dilestarikan berdasarkan tujuh kriteria makna kultural (estetika, kejamakan,

kelangkaan, keterawatan, keaslian, keluarbiasaan, dan peranan sejarah); serta analisis
development untuk menentukan arahan pelestarian fisik dan non fisik di Kawasan Kota
lama Ampenan. (Gambar 1)

Gambar 1. Wilayah studi.

Hasil dan Pembahasan
Sejarah perkembangan Kota Lama Ampenan
Perkembangan permukiman Ampenan sebelum abad ke-19 tidak dapat terungkap
karena tiadanya sumber. Berdasarkan peta “Ampenan, Mataram, en Cakranegara” dalam
buku De Lombok Expeditie oleh W. Cool (Sejarah Kota Ampenan, IDSN 1983/1984),
sejak akhir abad ke-19 (1896) Ampenan telah berfungsi sebagai Kota Pelabuhan.
Ampenan, Mataram, dan Cakranegara telah dihubungkan dengan jalan raya. Pelabuhan

30

ar s i t ek t ur e- J our nal , Vol ume 4 Nomor 1, Mar et 2011

Ampenan sudah mempunyai dermaga sejak akhir abad ke-19 (Gambar 2 dan Tabel 1).
Pada tahun 1920-an dermaga itu mengalami perbaikan, dan dibangun pula beberapa

fasilitas penunjang yang lain, seperti enam buah gudang, sebuah kantor KPM (Koninklijke
Paketvaart Maatschapij), dan kantor Nederlands Indische Handelsbank.

Gambar 2. Pelabuhan Ampenan tahun 1940-an (kiri) dan tahun 2009 (kanan).
Sumber: Badan Arsip NTB
Tabel 1. Garis Besar Sejarah Perkembangan Kota Lama Ampenan
Tahun
1894 – akhir
abad ke-19

1911
1920-an

1942–1945
1946–1950-an

1965–1966-an
1967

1976


Perkembangan
• Kedatangan Belanda untuk membantu rakyat Sasak memberontak kepemimpinan
Raja Karangasem.
• Ampenan menjadi sebuah Kota Pelabuhan.
• Pelabuhan sudah ramai oleh kapal dan perahu dari berbagai daerah
Didirikannya Nederlands Indische Handelsbank (NIH) untuk menunjang kegiatan
pelabuhan
• Dilakukan perbaikan dermaga dan beberapa fasilitas penunjang, seperti enam unit
gudang dan Kantor KPM.
• Ekspor beras meningkat
• Masa penjajahan Jepang, kehidupan ekonomi menurun
• Toko-toko dan stok barang banyak yang kosong
• Peningkatan kembali kegiatan pelabuhan.
• Pelabuhan Ampenan melayani kegiatan ekspor-impor langsung ke negara-negara
Asia.
• Pendapatan buruh relatif lebih tinggi dibanding pekerjaan lain pada umumnya di
masa itu.
• Permukiman semakin luas dan berkembang.
• PT PELNI mengontrak Kapal NV. Davrik milik Singapura.

• Pemberontakan G30S PKI di Indonesia.
• Kegiatan pelabuhan lumpuh, kapal/perahu yang singgah hanya sedikit.
• Kegiatan pelabuhan kembali ramai.
• Seiring dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah daerah yang memindahkan
pusat perdagangan ke Cakranegara.

Pelabuhan dipindahkan ke Lembar, Lombok Barat.

Kota Lama Ampenan menjadi sepi oleh kegiatan pelabuhan.

Fasilitas pelabuhan seperti gudang dan kantor banyak yang rusak.

Sejarah koridor utama Kota Lama Ampenan
Mengenai kapan tepatnya empat koridor utama, yaitu Jalan Pabean, Yos Sudarso,
Koperasi, dan Niaga II di Kota Lama Ampenan ini pertama kali dibangun, sangat sulit
didapatkan keterangan dan buktinya. Namun yang pasti, pada dasawarsa kedua abad ke20, ketiga koridor, yaitu Pabean, Yos Sudarso, dan Koperasi telah ada, merujuk pada
peta Mataram pada tahun 1920-an (Gambar 3) dan beberapa bukti gambar yang diambil
pada dasawarsa tersebut (Gambar 4), sedangkan untuk Koridor Niaga II karena tidak ada
bukti autentik mengenai kapan saat pertama kali dibangun, maka perkiraan waktunya
mengacu pada usia bangunan kuno yang menjadi objek studi yang terletak pada ruas

jalan tersebut, yaitu tahun 1935, atau pada dasawarsa ketiga abad ke-20.

ar s i t ek t ur e- J our nal , Vol ume 4 Nomor 1, Mar et 2011

31

Gambar 3. Peta sirkulasi Kota Lama Ampenan−Mataram tahun 1920-an.
Sumber: KL Soenda Einianden, Blad 113, i, en m, Willevreden, 1926, dalam Studi Pertumbuhan
dan Pemudaran Kota Pelabuhan 1995.

Gambar 4. Gambar pada tahun 1925 yang menunjukkan telah eksisnya Jalan Yos sudarso dan
Koperasi (atas), serta Jalan Pabean (bawah) pada tahun tersebut
Sumber: www.commons.wikimedia.org

Karakteristik elemen pembentuk koridor utama Kawasan Kota Lama Ampenan
Kegiatan perdagangan dan jasa yang berkembang sejak masa kolonial hingga saat
ini masih terus berjalan, walaupun sempat mengalami penurunan aktivitas semenjak
kegiatan pelabuhan tidak lagi berjalan (Tahun 1976). Guna lahan perdagangan dan jasa
yang merupakan arahan kebijakan yang diperuntukkan bagi kawasan, mendominasi di
hampir sepanjang koridor utama (Koridor Pabean, Yos Sudarso, Koperasi, dan Niaga II).

Gaya arsitektur yang berkembang di wilayah studi adalah gaya arsitektur kolonial
(eropa), arsitektur cina, serta arsitektur modern yang berkembang antara tahun 1950an–
2000-an (Gambar 5-7). Dengan mayoritas nilai intensitas bangunan untuk KDB sebesar
80-90%, KLB sebesar 1-2, serta GSB < 4 m. (Gambar 5)

Gambar 5. Bangunan dengan fungsi perumahan yang memiliki gaya arsitektur cina (kiri),
kolonial (tengah), modern ‘90an (kanan).

Sejak akhir abad ke-19, Ampenan, Mataram dan Cakranegara telah dihubungkan
oleh jalan raya. Hal ini dikarenakan sejak tahun 1896, Kota Lama Ampenan sudah
berfungsi sebagai pelabuhan perdagangan, sehingga adanya jalan raya sebagai

32

ar s i t ek t ur e- J our nal , Vol ume 4 Nomor 1, Mar et 2011

penunjang kegiatan penyaluran barang dagangan ke Kota Mataram ataupun Cakranegara
tentunya sangat diperlukan.
Berbeda dengan Jalan Niaga II, arus kendaraan di ketiga ruas jalan lainnya, yaitu
Jalan Pabean, Yos Sudarso, dan Koperasi mempunyai tingkat kepadatan yang relatif
lebih rendah, selain dikarenakan lebar jalan yang cukup besar dibandingkan Jalan Niaga
II, pada ketiga jalan tersebut tidak terdapat suatu tarikan kegiatan yang membuat padat
arus lalu lintas atau bahkan menimbulkan kemacetan. Sistem parkir pada wilayah studi
adalah sistem parkir on street dan off street.
Secara fisik, umumnya kondisi pedestrian di keempat ruas jalan pada wilayah studi
berada dalam kondisi baik, hanya pada beberapa titik saja terdapat kerusakan dan
terdapat pedestrian yang belum menggunakan perkerasan, yaitu pada ruas Jalan Niaga
II, Koperasi, dan Pabean.
Karakteristik elemen citra kawasan
Path yang teridentifikasi adalah Jalan Niaga II sebagai sebuah koridor yang memiliki
karakter yang khas (Gambar 6). Batasan (edge) berupa sungai yang berada di sebelah
selatan Koridor Niaga II adalah Sungai Jangkok yang bermuara langsung di Pantai
Ampenan. Sungai ini merupakan batasan alamiah yang tampak jelas memisahkan Kota
Lama dengan daerah di selatannya. Landmark pada kawasan adalah Tugu Jangkar,
Rumah Makan Batavia, Toko Delta Raya, dan Klenteng Bodhi Dharma. Node antara lain
perlimaan Toko Delta Raya dan Pasar Barata Ampenan. Berdasarkan pengamatan
penggunaan lahan dapat dikatakan bahwa koridor utama Kota Lama Ampenan sendiri
merupakan bagian dari district Kota Lama Ampenan dengan fungsi perdagangan dan jasa
(Gambar 6).

Gambar 6. Elemen citra kawasan.

Karakteristik bangunan kuno bersejarah
Bangunan kuno bersejarah didominasi oleh bangunan dengan usia antara 76-100
tahun sebesar 64%. Bangunan-bangunan tersebut didirikan berkisar antara tahun 18981930. Gaya arsitektur bangunan kuno adalah gaya arsitektur kolonial (eropa), arsitektur
cina, serta arsitektur campuran antara arsitektur kolonial-tradisional, ataupun kolonialcina. (Gambar 7)

ar s i t ek t ur e- J our nal , Vol ume 4 Nomor 1, Mar et 2011

33

Karakteristik sosial budaya ekonomi Kota Lama Ampenan
Masyarakat Kota Lama Ampenan tergolong heterogen. Di samping penduduk asli
(Suku Sasak), suku-suku bangsa yang datang menetap di kawasan ini antara lain suku
Bali, Jawa, Bugis, Flores, serta dari etnis Cina dan Arab.
Penduduk di sepanjang koridor utama Kota Lama Ampenan paling banyak bekerja
pada sektor jasa, yaitu mencapai 47,10%. Jasa yang dimaksud meliputi jasa
keuangan/asuransi, perdagangan, penginapan, angkutan, komunikasi. Di samping bidang
jasa, mata pencaharian lain yang menominasi adalah ABRI/PNS sebanyak 19,24%, dan
pedagang/wiraswasta sebanyak 11,17%. Hal ini menunjukkan bahwa kota lama masih
menjalankan fungsinya sebagai kawasan perdagangan dan jasa sejak masa kolonial
dilihat dari dominasi penduduknya yang bekerja di sektor ini.
Ampenan sebagai Kota Pelabuhan telah menarik penduduk pendatang, terutama
terdiri atas orang Bali, orang Jawa, orang Banjar, orang Bugis-Makassar, dan orang
Flores, sedangkan orang asing adalah Arab dan Cina. Kedatangan mereka didorong oleh
tujuan ekonomi. Penduduk pendatang ini akhirnya ada yang tinggal menetap di Ampenan.
Pendatang dari daerah yang sama umumnya mengelompok di bagian tertentu dari
Ampenan, dan biasanya menggunakan nama sesuai dengan nama suku bangsa atau
bangsanya. Dengan demikian kita menemukan nama-nama seperti Kampung Bugis,
Kampung Melayu, Kampung Bali, Kampung Sasak, Kampung Arab, dan Pecinan
(Gambar 8).

Gambar 7. Gaya arsitektur bangunan kuno bersejarah.

Gambar 8. Pembagian kampung di wilayah studi.

34

ar s i t ek t ur e- J our nal , Vol ume 4 Nomor 1, Mar et 2011

Pelestarian non fisik
Berdasarkan penilaian ketiga aspek pelestarian non fisik (aspek hukum, sosial, dan
ekonomi) oleh para ahli yang telah ditentukan, didapatkan bahwa aspek hukum dan
aspek ekonomi memiliki bobot prioritas paling tinggi. Dengan implementasi berupa aturan
hukum dan alokasi dana khusus, sehingga nantinya diharapkan keduanya agar lebih
diutamakan dalam penerapan kegiatan pelestarian non fisik di wilayah tersebut.
Pelestarian fisik
Pelestarian lingkungan
Lingkungan pada koridor utama Kota Lama Ampenan dapat dikatakan memiliki
potensi untuk dilestarikan. Pelestarian lingkungan terdiri dari penggunaan lahan dan
pelestarian citra kawasan. Penggunaan lahan pada koridor utama Kota Lama Ampenan
mempertahankan guna lahan eksisting, yaitu perdagangan dan jasa, serta memfungsikan
kembali bangunan-bangunan yang kosong dengan fungsinya semula, yaitu perdagangan
dan jasa. Pelestarian citra kawasan diperoleh dari presentase preferensi masyarakat di
sekitar wilayah tersebut. Pelestarian terhadap citra kawasan, yaitu mempertahankan
kelima elemen pembentuk citra kawasan yang teridentifikasi (landmark, edge, node, path,
dan district) agar dapat memperkuat identitas koridor utama Kota Lama Ampenan
(Gambar 9).

Gambar 9. Pelestarian citra kawasan.

Pelestarian bangunan kuno
Pelestarian bangunn kuno di koridor utama Kota Lama Ampenan didasarkan pada
penilaian makna kultural bangunan kuno. Perhitungan mana kultural bangunan
menggunakan tujuh kriteria, yakni estetika, kejamakan, keaslian, kelangkaan,
keluarbiasaan, keterawatan, dan peranan sejarah. Berdasarkan perhitungan makna

ar s i t ek t ur e- J our nal , Vol ume 4 Nomor 1, Mar et 2011

35

kultural, maka dapat diketahui jumlah bangunan kuno pada tiap-tiap klasifikasi bangunan
yang potensial untuk dilestarikan, lalu dapat ditentukan tindakan pelestarian bagi masingmasing bangunan kuno yang ada pada ruas koridor utama Kota Lama Ampenan (Gambar
10).
Berdasarkan perhitungan makna kultural tersebut didapatkan makna kultural yang
memiliki tingkat kepentingan paling tinggi adalah kelangkaan. Hal ini menunjukkan bahwa
penggolongan bangunan kuno ke dalam beberapa tingkatan klasifikasi dipengaruhi nilai
bobot kelangkaan dari tiap-tiap bangunan kuno tersebut. Semakin besar bobot
kelangkaan yang dimiliki bangunan kuno, maka semakin besar potensi bangunan kuno
tersebut untuk digolongkan ke dalam bangunan dengan potensi pelestarian tinggi.
Bangunan pada koridor utama Kota Lama Ampenan yang terdiri dari 52 bangunan
diklasifikasikan menjadi empat golongan, yaitu bangunan potensial tinggi (Gol. A) dengan
tindakan preservasi sebanyak 10 bangunan, potensial cukup tinggi (Gol. B) dengan
tindakan konservasi sebanyak 13 bangunan, potensial sedang (Gol. C) dengan tindakan
rehabilitasi sebanyak 21 bangunan, dan potensial rendah (Gol. D) dengan tindakan
rekonstruksi sebanyak 8 bangunan.

Gambar 10. Klasifikasi tindakan pelestarian.

Kesimpulan
Lingkungan pada kawasan Kota Lama Ampenan termasuk potensial untuk
dilestarikan. Penggunaan lahan pada koridor utama Kota Lama Ampenan
mempertahankan guna lahan eksisting, yaitu perdagangan dan jasa, serta memfungsikan
kembali bangunan-bangunan yang kosong dengan fungsinya semula, yaitu perdagangan
dan jasa. Pelestarian terhadap citra kawasan, yaitu mempertahankan kelima elemen
pembentuk citra kawasan yang teridentifikasi (landmark, edge, node, path, dan district)
agar dapat memperkuat identitas koridor utama Kota Lama Ampenan sebagi sebuah

36

ar s i t ek t ur e- J our nal , Vol ume 4 Nomor 1, Mar et 2011

kawasan bersejarah. Aspek prioritas pelestarian non fisik adalah aspek hukum dan
ekonomi dengan implementasi berupa penyusunan sebuah aturan hukum dan
dialokasikannya dana khusus untuk kegiatan pelestarian. Pelestarian bangunan kuno di
koridor utama Kota Lama Ampenan diklasifikasikan menjadi empat golongan, yaitu
bangunan potensial tinggi (Gol. A) dengan tindakan preservasi sebanyak 10 bangunan,
potensial cukup tinggi (Gol. B) dengan tindakan konservasi sebanyak 13 bangunan,
potensial sedang (Gol. C) dengan tindakan rehabilitasi sebanyak 21 bangunan, dan
potensial rendah (Gol. D) dengan tindakan rekonstruksi sebanyak 8 bangunan.
Saran
Beberapa saran yang dapat diberikan terkait dengan hasil studi, yakni dapat dilakukan
penelitian lebih lanjut dalam hal pengintregasian pelestarian di wilayah tersebut dengan
objek wisata pantai yang berada dalam satu Kawasan Kota Lama Ampenan, sehingga
menjadi satu kesatuan paket wisata kota yang potensial. Pentingnya studi tentang suatu
badan/lembaga pelestarian yang dapat mengontrol kegiatan pelestarian di Kawasan Kota
Lama Ampenan. Perlu adanya studi dari aspek ekonomi, yaitu upaya untuk bagaimana
menjadikan objek pelestarian mampu membiayai dirinya sendiri atau dapat memberikan
keuntungan bagi masyarakat setempat. Pemerintah Kota Mataram diharapkan dapat
merumuskan sebuah strategi pelestarian yang dapat menjadi acuan dan pedoman dalam
segala bentuk kegiatan pelestarian di kawasan Kota Lama Ampenan, khususnya di
koridor utama Kota Lama Ampenan.

Daftar Pustaka
Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Direktorat
Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2005. Undangundang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Cagar Budaya. Jakarta:
Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1995. Studi Pertumbuhan dan Pemudaran
Kota Pelabuhan, Kasus Ampenan dan Lembar. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan RI.
Lynch, K. 1965. The Image of The City. Cambridge: MIT Press.
Poerbantanoe, B. 2001. Partisipasi Masyarakat di dalam Pelestarian dan
Pendokumentasian Warisan (Arsitektur) Kota Surabaya Tahun 1706 – 1940.
Dimensi Teknik Arsitektur: 43 – 51.
Sidharta & Budiharjo, E. 1989. Konservasi Lingkungan dan Bangunan Kuno Bersejarah di
Surakarta. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
http://www.commons.wikimedia.org. Diakses tanggal 30 Oktober 2010.

Antariksa © 2011

ar s i t ek t ur e- J our nal , Vol ume 4 Nomor 1, Mar et 2011

37

38

ar s i t ek t ur e- J our nal , Vol ume 4 Nomor 1, Mar et 2011