BAB II KAJIAN PUSTAKA - BAB II

6

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Belajar Dan Pembelajaran
Belajar merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh setiap orang
maupun sekumpulan orang agar terjadi suatu proses perbaikan dalam diri
individu maupun kelompok. Banyak para ahli yang memberikan definisi
belajar dimana satu dengan yang lainnya berbeda sesuai menurut pendapat
masing-masing, namun kalau diamati dengan baik dan komprehensif
pendapat para ahli tersebut memiliki tujuan yang satu yaitu agar terjadi
proses perubahan prilaku seseorang dari keadaan sebelumnya menuju ke arah
yang lebih baik dari aspek sikap,ilmu pengetahuan, keterampilan dan lainlain.
Menurut Siddiq (dalam Febyan [12]) Belajar adalah suatu aktivitas
yang disengaja dilakukan oleh individu agar terjadi perubahan kemampuan
diri, dengan belajar anak yang tadinya tidak mampu melakukan sesuatu,
menjadi mampu melakukan sesuatu itu, atau anak yang tadinya tidak terampil
menjadi terampil. Pelaksanaan belajar harus seiring jalan dengan
pembelajaran dalam proses transfer ilmu pengetahuan dari
orang yang sudah dewasa (mengetahui) kepada orang yang
lain disekitarnya agar terjadi harmonisasi kedua belah pihak

sehingga hasil belajar sesuai dengan apa yang diharapkan
dapat berlangsung.
Menurut Hamalik (Dalam Sanjaya [13])Pembelajaran adalah suatu
kombinasi yang terorganisir yang meliputi unsur-unsur
manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedural
yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan.
Juhanaini [14] menjelaskan belajar suatu kombinasi yang
tersusun unsur-unsur yang meliputi,material, fasilitas,
perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi
mencapai suatu tujuan.
Menurut Hudoyo (Dalam Angkotasan [5]) pembelajaran adalah suatu
proses interaksi dua arah antara pengajar dan peserta didik. Dapat dikatakan
pembelajaran merupakan dua kegiatan yang saling mempengaruhi yang dapat
menentukan hasil belajar. Kemudiaan Hudoyo menjelaskan bahwa
pembelajaran sebagai suatu rangkaian kejadian yang mempengaruhi pebelajar
sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah. Pembelajaran
bukan hanya terbatas pada apa yang dilakukan oleh guru saja, akan tetapi
mencakup semua yang mungkin mempunyai pengaruh langsung pada proses
belajar siswa. Pembelajaran mencakup kejadian–kejadian yang didasari oleh


6

7

bahan–bahan cetak, gambar, program, televisi, film maupun kombinasi dari
bahan–bahan tersebut.
Pembelajaran memiliki makna terjadinya kegiatan mengajar dan
belajar, di mana ada dua pihak yang yang melakukan interaksi di dalamnya
yaitu guru sebagai pengajar dan siswa yang melakukan belajar serta
berorientasi pada pengembangan pengetahuan, sikap, dan keterampilan siswa
sebagai sasaran pembelajaran. Dalam proses pembelajaran meliputi berbagai
komponen lainnya, seperti media, kurikulum, dan fasilitas pembelajaran.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat diidentifikasi beberapa ciri-ciri
perubahan yang merupakan prilaku belajar, yaitu:
(1) Intensional, yaitu perubahan yang yang terjadi akibat adanya pengalaman
yang dilakukan dengan kesadaran sendiri bukan merupakan suatu
kebetulan atau tindakan yang tidak disengaja.
(2) Positif, dengan artian perubahan itu sesuai dengan harapan atau kriteria
keberhasilan baik dari segia siswa (tingkat abilitas, bakat, perkembangan)
maupun dari segi guru.

(3) Efektif, artinya memiliki pengaruh dan makna tertentu bagi siswa atau
relative tetap sampai batas waktu tertentu dan setiap saat diperlukan dapat
di refroduksi dan dapat dipergunakan seperti dalam pemecahan masalah,
baik dalam ujian, ulangan, dan sebagainya maupun dalam penyesuaian
diri dalam kehidupan sehari-hari dalam rangka mempertahankan
kelangsungan hidup.
Secara mendasar Dollar dan Miller (dalam Makmun [11]) Efektifitas prilaku
belajar sangat dipengaruhi oleh empat hal, yaitu:
(1) Adanya motivasi(drives), siswa harus menghendaki sesuatu.
(2) Adanya perhatian dan mengetahui sasaran
(3) Adanya usaha
(4) Adanya evaluasi dan pemantapan hasil
B. Kesulitan Belajar Matematika
1. Kesulitan belajar
Masalah merupakan hal yang sangat rutin dihadapi dalam kehidupan
manusia,karena setiap aspek kehidupan memiliki masalahnya sendiri-sendiri.
Begitu juga dengan matematika dalam proses belajar mengajar, anak akan
selalu menemukan masalah. Dalam hal ini masalah tidak boleh untuk
dihindari atau ditinggalkan namun harus dijadikan sebagai tantangan agar
menjadi tolak ukur untuk menyelesaikan masalah atau mungkin juga langkah

awal untuk menyelesaikan masalah-masalah selanjutnya. Sejalan dengan hal
ini Gagne (dalam Mulyasa [15] menyatakan bahwa kalau seorang peserta
didik dihadapkan pada suatu masalah, maka pada akhirnya mereka bukan
hanya sekedar memecahkan masalah, tetapi juga belajar sesuatu yang baru.
6

8

Wakitri (dalam Prihadi [16]) mengemukakan bentuk-bentuk
permasalahan peserta didik dalam proses pembelajaran adalah sebagai
berikut:
1.Kekacauan Belajar (Learning Disorder)
Suatu keadaan di mana proses belajar anak terganggu karena timbulnya
respons yang bertentangan, akibatnya anak tidak bisa menguasai bahan
pelajaran dengan baik. Seorang anak akan mengalami kebingungan dalam
memahami berbagai rumus ataupun langkah-langkah yang disampaikan
oleh gurunya.
2.Ketidakmampuan Belajar (Learning Disability)
Seorang anak tidak mampu belajar atau selalu menghindari kegiatan belajar
dengan berbagai sebab sehingga hasil belajarnya berada di bawah potensi

intelektualnya.Misalnya dalam pembelajaran matematika hal ini disebabkan
karena terlalu rumitnya langkah atau rumus yang ada, sehingga mereka
tidak mampu untuk mempelajarinya.
3.Learning Disfunction
Kesulitan belajar ini mengacu pada tidak dapat berfungsinya gejala proses
belajar dengan baik dan anak tidak menunjukkan suatu gangguan apapun.
Misalnya anak sudah belajar matematika dengan tekun tetapi tidak mampu
menguasai bahan belajar dengan baik.
4.Under Achiever
Kesulitan belajar pada anak yang memiliki potensi intelektual yang
tergolong diatas normal tetapi prestasi belajar yang dicapai tergolong
rendah. Dalam hal ini prestasi belajar yang dicapai tidak sesuai dengan
tingkat kecerdasan yang dimilikinya.
5.Slow Learning
Anak sangat lambat proses belajarnya dibandingkan teman-temannya yang
memiliki kemampuan intelegensi yang sama sehingga membutuhkan waktu
yang lama dalam belajar.
Kesulitan belajar seorang anak biasanya tampak jelas dari menurunnya
kinerja akademik atau prestasi belajarnya. Akan tetapi kesulitan belajar juga
dapat dilihat dari perilaku anak, seperti suka berteriak di dalam kelas,

mengganggu teman, berkelahi dan sering tidak masuk sekolah. Untuk
mencegah atau mengatasi kesulitan belajar anak diperlukan peran orang tua
dan guru agar memberikan perhatian yang cukup kepada anak, sehingga
kekurangan atau kelemahan-kelemahan mereka dapat diketahui dan diatasi.
Selain itu juga perlu diketahui terlebih dahulu apa faktor-faktor penyebab
kesulitan belajar anak, sehingga bisa kita bias menentukan alternatif pilihan
bantuan bagaimana mengatasi kesulitan tersebut.
Dalam proses belajar mengajar di dalam kelas ada beberapa faktor-faktor
yang menyebabkan kesulitan belajar siswa, antara lain:

6

9

1. Fisiologis
Faktor fisiologis berkaitan dengan kurang berfungsinya otak,
susunan syaraf atau pun bagian-bagian tubuh yang lain. Guru harus
menyadari bahwa hal yang paling berperan pada waktu belajar adalah
kesiapan otak dan sistem syaraf dalam menerima, memproses,
menyimpan dan memunculkan kembali informasi yang sudah disimpan.

Kondisi fisik yang berkaitan dengan kesehatan anak juga sangat
mempengaruhi proses belajar anak, pada saat anak sakit tentunya akan
mengalami kelemahan secara fisik sehingga proses menerima atau
memahami pelajaran menjadi tidak sempurna. Selain sakit faktor
fisiologis lainnya yang dapat menyebabkan munculnya masalah
kesulitan belajar adalah cacat tubuh, seperti kurang pendengaran, kurang
penglihatan, gangguan gerak, serta cacat tubuh yang tetap seperti buta,
tuli, bisu dan lain sebagainya.
2. Kecerdasan (IQ)
Keberhasilan individu mempelajari berbagai pengetahuan
ditentukan pula oleh tingkat kecerdasannya. Bila seseorang telah
mempelajari suatu ilmu pengetahuan, tetapi kecerdasan individu yang
bersangkutan kurang mendukung, maka pengetahuan yang telah
dipelajarinya tetap tidak akan dimengerti.
3. Motivasi
Motivasi juga sangat menentukan keberhasilan belajar. Motivasi
merupakan dorongan untuk mengerjakan sesuatu. Dorongan tersebut ada
yang datang dari dalam individu yang bersangkutan dan ada pula yang
datang dari luar individu, seperti peran orang tua, teman dan guru.
4. Minat

Minat belajar dari dalam individu sendiri merupakan faktor yang
sangat dominan dalam pengaruhnya pada kegiatan belajar, karena jika
dalam diri individu tidak mempunyai kemauan atau minat untuk belajar
maka pelajaran yang diterimanya hasilnya akan sia-sia.
5. Lingkungan Keluarga
Status ekonomi, status sosial, kebiasan dan suasana lingkungan
keluarga berpengaruh terhadap keberhasilan belajar.
6. Lingkungan Masyarakat
Peran masyarakat sangat mempengaruhi anak dalam belajar. Setiap
pola masyarakat yang mungkin menyimpang dengan cara belajar di
sekolah akan cepat serkali menyerap dalam diri anak, karena ilmu yang
didapat dari pengalamannya bergaul dengan masyarakat akan lebih
mudah diserap oleh anak dari pada pengalaman belajarnya di sekolah.
Jadi peran masyarakat akan dapat merubah tingkah laku anak dalam
proses belajar.
7. Guru
6

10


Peran guru juga sangat berpengaruh dalam proses belajar anak.
Cara guru mengajar sangat menentukan keberhasilan belajar. Sikap dan
kepribadian guru, dasar pengetahuan dalam pendidikan, penguasaan
teknik-teknik mengajar dan kemampuan menyelami alam pikiran setiap
siswa merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu guru sebagai
motivator,fasilitator, inovator dan konduktor masalah-masalah individu
siswa perlu menjadi acuan selama proses pembelajaran berlangsung.
8. Media Pembelajaran
Media pembelajaran seperti buku-buku pelajaran, alat peraga, alatalat tulis juga mempengaruhi keberhasilan anak dalam belajar. Siswa
akan cenderung berhasil apabila dibantu oleh media pembelajaran yang
memadai. Media pembelajaran tersebut akan menunjang proses
pemahaman anak.
2.

Kesulitan Belajar Matematika
Pada dasarnya semua anak memiliki kemampuan, meskipun
kemampuan setiap anak berbeda satu dengan yang lainnya. Pada saat anak
mengalami kesulitan belajar dan mendapatkan nilai yang rendah sebaiknya
orang tua atau guru tidak mengatakan bahwa anak tersebut bodoh atau
gagal, akan tetapi mencari tahu apa penyebab dari masalah anak tersebut

dan memberikan bantuan untuk mengatasi kesulitannya. Kesulitan belajar
matematika sering dikenal dengan istilah dyscalculia Lerner (dalam Ehan
[17]) .Istilah dyscalculia memiliki konotasi medis, yang memandang
adanya keterkaitan dengan gangguan sistem saraf pusat. Ada beberapa
penyebab kesulitan yang dialami oleh siswa yang harus diperhatikan oleh
orang tua maupun guru, diantaranya:
1.
Gangguan dalam Hubungan Keruangan
Anak berkesulitan belajar sering mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi dan lingkungan sosial juga sering tidak mendukung
terselenggaranya suatu situasi yang kondusif bagi terjalinnya komunikasi
antar mereka. Adanya pengaruh intrinsik seperti disfungsi otak dan
pengaruh ekstrinsik berupa lingkungan sosial yang tidak menunjang
terselenggaranya komunikasi menyebabkan anak mengalami gangguan
dalam memahami konsep-konsep hubungan keruangan. Gangguan ini
dapat mengganggu pemahaman anak tentang sistem bilangan secara
keseluruhan. Anak tidak mampu merasakan jarak antara angka-angka
pada garis bilangan atau penggaris, dan mungkin anak juga tidak tahu
bahwa angka 5 lebih dekat ke angka 3 dari pada angka 6
2. Abnormalitas Persepsi Visual

Anak berkesulitan belajar matematika sering mengalami kesulitan
untuk melihat berbagai obyek dalam hubungannya dengan kelompok
atau set. Kemampuan melihat berbagai obyek dalam kelompok
6

11

3.

4.

5.

6.

7.

8.

merupakan dasar yang sangat penting yang memungkinkan anak dapat
secara cepat mengidentifikasi jumlah obyek dalam suatu kelompok.
Anak yang mengalami abnormalitas persespsi visual akan mengalami
kesulitan bila mereka diminta untuk menjumlahkan dua kelompok benda
yang masing-masing terdiri dari empat atau lima anggota. Anak
semacam ini akan menghitung satu persatu anggota tiap kelompok
sebelum menjumlahkannya. Kesulitan lainnya yang dapat ditemukan
pada anak yang mengalami gangguan abnormalitasi persepsi visual
adalah mereka tidak dapat membedakan bentuk-bentuk geometri.
Asosiasi Visual Motor
Anak berkesulitan belajar matematika sering tidak dapat
menghitung benda-benda secara berurutan sambil menyebutkan
bilangannya. Anak-anak semacam ini dapat memberikan kesan mereka
hanya menghapal bilangan tanpa memahami maknanya.
Perseverasi
Gangguan ini mengakibatkan perhatian anak melekat pada suatu
obyek dalam jangka waktu yang relatif lama.
Kesulitan Mengenal dan Memahami Simbol
Kesulitan ini dapat dipengaruhi oleh adanya gangguan memori
tetapi juga dapat dipengaruhi oleh gangguan persepsi visual.
Gangguan Penghayatan Tubuh
Anak berkesulitan belajar matematika sering memperlihatkan
adanya gangguan penghayatan tubuh (body image). Anak mengalami
kesulitan dalam memahami hubungan bagian-bagian dari tubuhnya
sendiri.
Kesulitan dalam Bahasa dan Membaca
Matematika sendiri merupakan bahasa simbol Johnson & Myklebust
(dalam Ehan [17]). Oleh karena itu kesulitan dalam bahasa dapat
berpengaruh terhadap kemampuan anak di bidang matematika. Soal
matematika yang berbentuk cerita menuntut kemampuan membaca
untuk memecahkannya. Oleh karena itu, anak yang mengalami kesulitan
membaca akan mengalami kesulitan dalam memecahkan soal
matematika yang berbentuk cerita.
Skor Performance IQ Jauh Lebih Rendah daripada Skor Verbal IQ
Hasil tes intelegensi dengan menggunakan WISC (Wechsler
Intelligence Scale for Children) menunjukkan bahwa anak berkesulitan
belajar matematika memiliki skor PIQ (Performance Intelligence
Quotient) yang jauh lebih rendah daripada skor VIQ (Verbal Intelligence
Quotient).

3. Upaya Mengatasi Kesulitan Belajar matematika

6

12

Banyak alternatif pilihan yang dapat diambil guru dalam mengatasi
kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi, menurut Syah [18] sebelum
pilihan tersebut di ambil, guru diharapkan terlebih dahulu melakukan
beberapa langkah penting yang meliputi :
1. Menganalisis hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah
dan hubungan antar bagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang
benar mengenai kesulitan belajar yang di hadapi siswa.
2. Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang
menentukan perbaikan
3. Menyusun program perbaikan, khususnya program pengajaran.
4. Setelah langkah-langkah di atas selesai barulah guru melaksanakan
langkah selanjutnya, yakni melaksanakan program perbaikan. Mengatasi
kesulitan-kesulitan belajar tidak dapat dipisahkan dari factor-faktor
kesulitan belajar sebagaimana diuraikan di atas. Karena itu mencari
sumber penyebab utama dan sumber-sumber penyerta lainnya adalah
menjadi mutlak adanya dalam rangka mengatasi kesulitan belajar.
Menurut Ahmadi [19] secara garis besar langkah-langkah yang
diperlukan dalam mengatasi kesulitan belajar, dapat dilakukan melalui
enam tahap, yaitu :
1. Pengumpulan data
2. Pengolahan data
3. Diagnosis
4. Prognosis/ramalan
5. Treatment/perlakuan
6. Evaluasi
Pengumpulan data merupakan salah satu langkah dalam mengatasi
kesulitan belajar karena dimulai dari sinilah seorang guru dapat
memperoleh informasi tentang siswanya. Pengumpulan data dapat di
lakukan denga cara melakukan observasi, kunjungan rumah, daftar pribadi,
meneliti pekerjaan anak, tugas kelompok atau melaksanakan tes. Semakin
tinggi tingkat kesulitan siswa maka semakintinggi pula suatu informasi
tentang siswa tersebut harus ditemukan.
Setelah data yang diperlukan terkumpul maka tugas guru selanjutnya
adalah mengolah atau mengkaji data untuk mengetahui secara pasti sebabsebab kesulitan belajar yang dialami anak.
Diagnosis adalah keputusan mengenai hasil dari pengolahan data.
Diagnosis inidapat berupa hal-hal berikut ini :
1. Keputusan mengenai jenis kesulitan belajar
2. Keputusan mengenai faktor-faktor mengenai penyebab kesulitan
belajar
3. Keputusan mengenai faktor utama penyebab kesulitan belajar

6

13

Prognosis artinya ramalan, apa yang telah di tetapkan dalam tahap
diagnosis akan menjadi dasar utama dalam menyusun dan menetapkan
ramalan mengenai bantuan apa yang harus diberikan kepadanya untuk
membantu mengatasi masalahnya. Prognosis dapat juga dikatakan sebagai
suatu aktivitas penyusunan rencana atau program yang diharapkan dapat
membantu mengatasi masalah kesulitan belajar anak didik.
Treatment (perlakuan) disini maksudnya adalah pemberian bantuan
kepada anak yang bersangkutan sesuai dengan program yang telah disusun
pada tahap prognosis. Bentuk treatment yang dapat diberikan antara lain
melalui bimbingan belajar kelompok, belajar individual, pengajaran
remedial, pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah
psikologis dan melalui bimbingan orang tua.
Evaluasi disini dimaksudkan untuk mengatasi apakah treatment yang
telah diberikan tersebut berhasil dengan baik, artinya ada kemajuan atau
bahkan gagal sama sekali. Kalau ternyata treatment yang diterapkan
tersebut tidak berhasil maka perlu ada pengecekan kembali ke belakang
faktor-faktor apa yang mungkin menjadi penyebab kegagalan treatment
tersebut.
Selanjutnya Widdiharto [20] menjelaskan langkah-langkah mengatasi
kesulitan siswa adalah:
a.Guru dan siswa harus bersama-sama menyadari adanya kesulitan yang
dialami siswa
b.
Guru dan siswa harus berusaha mengidentifikasi konsep,
algoritma, atau prinsip yang sulit dipahami oleh siswa
c.Guru dan siswa perlu mencoba mengidentifikasi penyebab kesulitan
belajar yang dialami siswa
d.
Guru perlu memberikan bantuan kepada siswa dalam
mengembangkan prosedur untuk memecahkan kesulitan belajar siswa
e.Siswa dengan bantuan guru harus melaksanakan tugas-tugas atau
berusaha memperhatikan apa yang dijelaskan guru dan aktif memberikan
umpan balik pada bagian mana siswa masih mengalami kesulitan
f. Guru perlu selalu mengevaluasi keberhasilan siswa dalam mengatasi
kesulitan yang dihadapi siswa serta selalu mengevaluasi prosedur yang
sudah dijalankan.
Berdasarkan kutipan di atas maka guru diharapkan akan lebih bijak
dan memiliki kemauan dan kemampuan dalam mengelola kelas pada saat
proses belajar mengajar berlangsung.
C. Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Perubahan cara pandang terhadap siswa sebagai objek pendidikan
menjadi subjek dalam proses pembelajaran menjadi dasar dan sebab
6

14

ditemukannya berbagai pendekatan pembelajaran yang inovatif. Salah satu
model pembelajaran yang memungkinkan dikembangkannya keterampilan
berpikir siswa dalam memecahkan masalah adalah model Problem Based
Learning (PBL) atau yang sering dikenal dengan Pembelajaran Berdasar
Masalah (PBM).Tan (dalam Rusman [21]) mengatakan bahwa:
Pembelajaran berdasar masalah merupakan inovasi dalam
pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul
dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis,
sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan
mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.
Berdasarkan kutipan di atas,maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran
berdasar masalah merupakan pembelajaran yang mengedepankan aktivitas
siswa dalam memahami teori-teori atau materi pembelajaran dibandingkan
dengan pembelajaran yang lazim dilakukan oleh guru atau sering dikenal
dengan pembelajaran konvensional.
Pembelajaran dengan belajar berdasar masalah membantu untuk
menunjukkan dan memperjelas cara berpikir serta kekayaan dari struktur dan
proses kognitif yang terlibat di dalamnya.PBM mengoptimalkan tujuan,
kebutuhan,motivasi yang mengarahkan suatu proses belajar yang merancang
berbagai macam kognisi pemecahan masalah. Ibrahim dan Nur [22]
mengemukakan bahwa:
Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu
guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa.
Pembelajaran berdasarkan masalah dikembangkan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan
keterampilan intelektual, belajar berbagi peran orang dewasa melalui
perlibatan siswa dalam pengalaman nyata atau stimulus dan menjadi
pebelajar yang otonom dan mandiri.
Dari penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran
berdasarkan masalah merupakan pembelajaran yang mengedepankan adanya
suatu upaya membantu siswa untuk mengembangkan kreativitas,
mengkonstruksi masalah, kemampuan untuk memecahkan masalah
berdasarkan informasi yang ia dapatkan dari guru.
Proses belajar mengajar memposisikan guru sebagai fasilitator dan
mediator yang membantu siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan
terhadap masalah dan menemukan pengetahuan yang relevan untuk
kehidupan nyata. Selanjutnya siswa diharapkan dapat menyusun kerangka
pengetahuan baru yang dapat diaplikasikan. Jika skema pengetahuan yang
dibentuk tidak dapat diaplikasikan, maka kegiatan pembelajaran menjadi suatu
yang abstrak dan bahkan tidak menyentuh dimensi kehidupan praktis.
Kegiatan pembelajaran menghubungkan aktifitas praktis sehari-hari
dengan pembelajaran formal, maka siswa termotivasi untuk terlibat aktif.
6

15

Keaktifan siswa menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa sendiri, dengan
demikian dapat dikatakan
pembelajaran berdasarkan masalah adalah
pembelajaran yang dimulai dengan konteks atau masalah kontekstual yang
memungkinkan siswa untuk melakukan investigasi.
Pembelajaran Berdasar Masalah dimulai dengan memberikan masalah
real yang relevan, membuat rencana penyelesaian yang mungkin,
menyelesaikan masalah dengan memanfaatkan informasi dari kegiatan
investigasi, meninjau kembali dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan,
melaksanakan kegiatan pembelajaran secara bersama-sama. Pendapat di atas,
mengandung makna bahwa karakteristik inti proses belajar mengajar terletak
pada guru dengan corak yang khusus untuk dirancang ke dalam proses
pembelajaran. Karakteristik ini adalah sebagai berikut :
a. Pembelajaran berpusat pada siswa
b. Pembelajaran terjadi di dalam kelompok kecil
c. Guru diperkenalkan sebagai fasilitator atau pemandu
d. Permasalahan autentik/inti diperkenalkan pada awal pembelajaran
e. Permasalahan ditemukan digunakan sebagai perangkat untuk mencapai
pengetahuan yang diperlukan dan ketrampilan problem solving diperlukan
untuk memecahkan masalah itu
f. Informasi baru diperoleh melalui selfdirected learning
g. Pembelajaran dicapai dengan mempresentasikan analisis dan pemecahan
masalah.
Pembelajaran Berdasarkan Masalah dimulai dengan memberikan
masalah real yang relevan, membuat rencana penyelesaian yang mungkin,
menyelesaikan masalah dengan memanfaatkan informasi dari kegiatan
investigasi, meninjau kembali dan mengevaluasi apa yang telah dilakukan,
melaksanakan kegiatan pembelajaran secara bersama-sama.
Kegiatan pembelajaran dengan prosedur dan langkah-langkah yang
jelas mengindikasikan peran guru dan siswa secara jelas sehingga
memungkinkan siswa untuk berperan aktif. Guru sebagai fasilitator dan
mediator mengorganisasi kegiatan pembelajaran dan menyediakan ruang dan
kesempatan agar siswa dapat termotivasi dan memiliki sikap positif terhadap
proses pembelajaran. Peran aktif siswa memungkinkan pencapaian tujuantujuan pembelajaran secara akademis maupun tujuan-tujuan sosial.
Pada fase pertama siswa membutuhkan pemahaman yang jelas tentang
maksud dan tujuan pembelajaran dengan Pembelajaran Berbasis Masalah
sehingga pembelajaran bukan hanya sekedar untuk memperoleh informasi
baru tetapi untuk menyelidiki masalah yang dihadapi sehingga siswa
bertanggung jawab atas pencapaian tujuan pembelajaran secara mandiri.
Pada fase kedua guru mengatur siswa untuk melaksanakan kegiatan
pembelajaran berdasarkan masalah. Pembelajaran dengan model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah menghendaki siswa berkolaborasi untuk
6

16

menyelidiki masalah bersama. Guru membantu siswa untuk mengembangkan
keterampilan sosialnya melalui kerjasama. Agar dapat belajar bersama maka
siswa hendaknya dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga
mudah dikontrol dan tidak membosankan. Pengelompokkan siswa dapat
diatur berdasarkan berbagai kepentingan misalnya guru membagi kelompokkelompok siswa berdasarkan gender, etnik, dan tingkat kemampuan. Jika
perbedaan-perbedaan tidak berpengaruh maka guru dapat mengelompokkan
siswa berdasarkan minat siswa yang sama atau kelompok teman akrab atau
dekat.
Setelah pembentukan kelompok siswa akan secara bersama-sama
menyusun rencana. Kegiatan penyusunan rencana perlu memperhatikan
waktu yang disediakan untuk sub topik khusus, menyelidiki tugas-tugas dan
batas waktu untuk tugas-tugas tersebut.
Pada kegiatan selanjutnya berdasarkan rencana yang disusun bersama,
guru membimbing siswa-siswa secara individual atau kelompok-kelompok
kecil. Kegiatan investigasi dilaksanakan secara mandiri, kelompok ataupun
berpasangan. Kegiatan investigasi meliputi kegiatan mengumpulkan data dan
melakukan eksperimen jika perlu, menyelesaikan masalah dan menyiapkan
alternative penyelesaian atau jawaban.
Selanjutnya siswa dituntut untuk menghasilkan produk berupa solusisolusi dan mempresentasikannya. Produk yang dihasilkan oleh siswa berupa
laporan, tabel diagram dan bentuk-bentuk yang bersifat fisik. Kegiatan pada
fase ini akan dilanjutkan dengan kegiatan mempresentasikan hasil karya.
Pada tahap ini siswa diharapkan dapat mengkomunikasikan gagasan-gagasan
dengan simbol, tabel, atau diagram. Tahap terakhir dari kegiatan
pembelajaran dengan Pembelajaran Berbasis Masalah adalah aktifitas yang
ditujukan untuk membantu siswa membuat analisis dan mengevaluasi hasil
pekerjaannya sehingga dapat menemukan pengetahuan yang merupakan
tujuan pembelajaran.
Jika siswa belum terbiasa dengan pembelajaran dengan pembelajaran
berdasarkan masalah guru dapat membantu siswa dengan memberikan
beberapa pertanyaan. Dalam kegiatan pembelajaran matematika siswa dapat
dibantu dengan memberikan lembar kerja yang berisi konteks atau masalah
kontekstual yang mengarahkan siswa untuk memahami materi yang akan
diajarkan. Masalah dalam pembelajaran matematika dengan pembelajaran
berdasarkan masalah merupakan titik awal untuk memperoleh atau
mengintegrasikan pengetahuan baru. Masalah ditampilkan sebagai sarana
yang dapat membantu siswa agar dapat mempelajari pengetahuan baru.
Pembelajaran Berdasarkan Masalah menempatkan masalah sebagai sarana
untuk membuat latihan menyelesaikan masalah berdasarkan pengetahuan dan
teori yang telah diperoleh sebelumnya.

6

17

Adapun ciri-ciri utama pembelajaran berdasar masalah menurut
Arends [23] meliputi empat karakteristik yaitu: (1) Pengajuan Masalah, (2)
Keterkaitan antar disiplin ilmu, (3) investigasi autentik (4) Kerja kolaboratif.
Berikut akan di uraikan keempat ciri karateristik pembelajaran berdasarkan
masalah tersebut:
1. Pengajuan masalah
Pengaturan Pembelajaran berbasis masalah berkisar pada masalah atau
pertanyaan yang diajukan guru dan dianggap penting bagi siswa maupun
masyarakat. Guru dapat membantu peserta didik untuk belajar
memecahkan masalah dengan memberi tugas yang memiliki konteks
kehidupan nyata dan dengan menghindarkan jawaban-jawaban tunggal
dan sederhana.
2. Keterkaitan antar disiplin ilmu
Meskipun Pembelajaran berdasarkan masalah ditujukan pada suatu bidang
ilmu pengetahuan, namun tidak menutup kemungkinan siswa untuk
mengaitkannya dengan berbagai bidang disiplin ilmu pengetahuan.
3. Investigasi autentik
Siswa dalam Pembelajaran berbasis masalah dituntut untuk mampu
melakukan penyelidikan nyata untuk mencari penyelesaian terhadap
masalah kompleks yang diberikan oleh guru sehingga terbiasa untuk
berfikir kreatif, inovatif dan bertanggung jawab.
4. Kolaborasi
Dalam tahapan ini siswa diharapkan akan mampu membangun kerja sama
dengan sesama anggota tim, sebab dibutuhkan dialog atau tukar pikiran
yang saling membangun untuk mengasah keterampilan berpikir dan
berinteraksi.
Ada beberapa cara menerapkan pembelajaran berdasarkan masalah
dalam pembelajaran. Secara umum penerapan model ini dimulai dengan
adanya masalah yang harus dipecahkan oleh peserta didik. Masalah tersebut
dapat berasal dari peserta didik atau dari pendidik. Peserta didik akan
memusatkan pembelajaran di sekitar masalah tersebut, dengan arti lain,
peserta didik belajar teori dan metode ilmiah agar dapat memecahkan
masalah yang menjadi pusat perhatiannya. Dalam pemecahan masalah harus
sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian peserta
didik belajar memecahkan masalah secara sistematis dan terencana.
Menurut Arends [23] strategi pembelajaran berdasarkan masalah
terdiri dari 5 fase atau langkah. Fase-fase dan perilaku tersebut merupakan
tindakan berpola. Pola ini diciptakan agar hasil pembelajaran dengan
pengembangan pembelajaran berdasarkan masalah dapat diwujudkan. Sintaks
tersebut adalah sebagai berikut :

6

18

Fase-fase
Perilaku pendidik
Fase 1 : memberikan orientasi tentang Pendidik
menyampaikan
tujuan
permasalahannya kepada
pembelajaran,
mendeskripsikan
peserta didik.
berbagai kebutuhan logistik penting
dan memotivasi peserta didik untuk
terlibat dalam kegiatan mengatasi
masalah.
Fase 2 : mengorganisasikan peserta
Pendidik membantu peserta didik
didik untuk meneliti
mendefinisikan
dan
mengoragnisasikan
tugas-tugas
belajar
terkait
dengan
permasalahannya.
Fase 3 : membantu investigasi mandiri Pendidik mendorong peserta didik
dan kelompok
untuk mendapatkan informasi yang
tepat, melaksanakan eksperimen, dan
mencari penjelasan dan solusi.
Fase 4 : mengembangkan dan
Pendidik membantu peserta didik
mempresentasikan artefak dan dalam
merencanakan
dan
exhibit
menyiapkan artefak-artefak yang
tepat, seperti laporan, rekaman video,
dan model-model serta membantu
mereka untuk menyampaikannya
kepada orang lain.
Fase 5 : menganalisis dan
Pendidik membantu peserta didik
mengevaluasi proses
melakukan
refleksi
terhadap
mengatasi masalah
investigasinya dan proses-proses
yang mereka gunakan.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat di dikatakan bahwa sintaks
strategi pembelajaran berdasarkan masalah terdiri dari memberikan orientasi
permasalahan kepada peserta didik, mendiagnosis masalah, pendidik
membimbing proses pengumpulan data individu maupun kelompok,
mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan
mengevaluasi proses dan hasil.
Pembelajaran berdasarkan masalah dapat diterapkan melalui kegiatan
individu, tidak hanya melalui kegiatan kelompok. Penerapan ini tergantung
pada tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan materi yang akan diajarkan.
6

19

Apabila materi yang akan diajarkan dirasa membutuhkan pemikiran yang
dalam, maka sebaiknya pembelajaran dilakukan melalui kegiatan kelompok,
begitupula sebaliknya.
D. Pemecahan Masalah Matematika
Dalam kehidupan manusia akan terus timbul masalah, sebab
kehidupan itu sendiri merupakan kumpulan dari masalah-masalah, misalnya
masalah penghidupan, pekerjaan,keluarga, pendidikan dan sebagainya.
Bugitu juga dalam belajar matematika, akan selalu timbul masalah untuk
diselesaikan oleh siswa.
Dalam pembelajaran matematika bukan merupakan hal mudah bagi
seorang guru untuk merubah cara mengajar dari konvensional pada
pemecahan masalah, sebab secara umum guru belum dapat meyakini bahwa
siswa dapat membentuk pengetahuannya sendiri dari masalah-masalah yang
diajukan, namun cenderung guru lebih bertumpu pada pengalaman yang
masa lalu dan beranggapan bahwa siswa tidak mampu belajar dengan
mengedepankan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Sinaga (dalam
Simorangkir [5]) menyatakan bahwa : Kebiasaan guru mengajar sangat sulit
dirubah, guru tidak yakin bahwa siswa mampu membangun pengetahuan
matematika melalui masalah yang diajukan. Guru lebih yakin berhasil
membelajarkan siswa berdasarkan pengalaman sebelumnya. Hal ini terbukti
dari aktivitas siswa. Siswa sungkan bertanya pada guru dan temannya
(khususnya siswa yang lemah) walaupun diberikan dorongan dan motivasi.
Siswa yang pintar lebih senang belajar sendiri dan jika mengalami kesulitan
langsung bertanya pada guru tanpa melewati diskusi kelompoknya, selain itu
guru kurang mampu mengelola pembelajaran disebabkan lemahnya
pemahaman guru tentang teori – teori pembelajaran berdasarkan pandangan
konstruktivistik.
Dari penjelasan di atas, maka guru matematika hendaknya mampu
mereformulasi pelaksanaan proses belajar mengajar dari yang biasa kearah
pendekatan yang membangun pengetahuan siswa, agar siswa dapat
mengeksplorasi kemampuannya secara maksimal sehingga siswa dapat
menelaah dan menentukan cara penyelesaian sesuai dengan kemampuan dan
keyakinan ilmiah (metode) yang dimiliki.
E. Gender
Istilah gender sering diartikan sebagi jenis kelamin(seks)jenis kelamin,
kedua istilah mengacu kepada pada jenis kelamin tetapi seks terkait dengan
komponen biologis artinya seseorang yang berjenis kelamin perempuan bisa
mengandung, melahirkan mempunyai air ASI, begitu juga dengan seorang
laiki-laki memiliki ciri tersendiri karena perbedaan biologis masing- masing
merupakan pemberian Tuhan dan tidak mudah untuk diubah.
6

20

Sebaliknya gender merupakan hasil dari sebuah proses yang dialami
manusia melalui konstruksi sosial yang terdiri dari sifat, sikap dan prilaku
seseorang yang ia pelajari, yang dianggap pantas untuk dirinya ia berjenis
kelamin laki-laki atau perempuan.sehingga gender merupakan hasil interaksi
faktor internal apa yang secara biologis tersedia dan faktor internal apa yang
yang ajarkan oleh lingkungan, termasuk tujuan dan harapan lingkungan
kepadanya karena ia berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Perbedaan
gender inilah yang menjadikan orang berfikir apakah cara belajar, cara
berfikir, atau proses konseptualisasi juga berbeda menurut jenis kelamin.
Gender sebagai konsep kultural membuat pembedaan (distinction)
dalam hal peran, prilaku, mentalitas dan karakteristik emosional, antara lakilaki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Dengan kata lain
gender dapat diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki dan
perempuan dilihat dari segi nilai dan prilaku.
Dalam proses belajar mengajar matematika di sekolah tentu melibatkan
semua unsur termasuk siswa laki-laki dan perempuan. Ada beberapa
pendapat yang dikemukakan tentang perbedaan kemampuan antara siswa
laki-laki dan perempuan dalam belajar matematika, diantaranya Kartono [24]
mengatakan bahwa betapapun baik dan cemerlangnya intelegensi perempuan,
namun pada intinya perempuan hampir-hampir tidak pernah mempunyai
ketertarikan menyeluruh pada soal-soal teoritis seperti laki-laki, perempuan
lebih tertarik pada hal-hal praktis daripada teoritis, perempuan juga lebih
dekat pada masalah-masalah praktis kongkret,sedangkan laki-laki lebih
tertarik pada segi-segi yang abstrak.
Sementara Huges [25] mengatakan bahwa anak perempuan lebih
unggul dari pada anak laki-laki dalam kemampuan berbahasa, mereka lebih
banyak membaca dan menulis. Anak laki-laki lebih unggul dari pada anak
perempuan dalam kemampuan matematika dan teknik.
Sejalan dengan pendapat di atas, Martin,Sexton, Wagner & Gerlovic
(dalam Walle [26]) menjelaskan bahwa guru mungkin tidak secara sengaja
membedakan siswa secara gender, bagimanapun juga bias gender yang
terjadi dalam masyarakat kita sering kali mempengaruhi interaksi yang
terjadi antara guru dengan siswanya.
Berdasarkan pengamatan penulis, interaksi antara guru dan murid di
ruang kelas menunjukkan bahwa siswa laki-laki mendapatkan perhatian lebih
dan berbeda dibandingkan yang diperoleh para siswa perempuan. Siswa lakilaki lebih banyak mendapatkan umpan balik dari jawaban-jawaban
pertanyaan mereka baik benar maupun salah. Dalam sebuah penelitian
Leader (dalam walle [26]) mengatakan bahwa para guru memberikan waktu
lebih lama ketika menunggu respon dari siswa laki-laki dari pada menunggu
jawaban dari siswa perempuan.

6

21

Perbedaan perlakuan dalam proses belajar mengajar hendaknya sedini
mungkin dapat dihindarkan oleh para guru agar tidak terjadi kesenjangan
perlakuan antara siswa laki-laki dengan siswa perempuan, sehingga tujuan
dari pembelajaran dapat terlaksana dengan baik.
F. Hubungan
Gender

Kesulitan Belajar,Pemecahan Masalah Matematika dan

Kesulitan belajar matematika menimbulkan kondisi belajar yang tidak
semestinya (tidak seperti yang diharapkan) pada siswa. Hal ini dipengaruhi
oleh faktor yang tidak tunggal. Salah satunya adalah jika dipandang dari segi
matematika lebih mengarah pada kesulitan siswa dalam mengenali dan
memanfaatkan hubungan-hubungan antara gagasan dalam matematika itu
sendiri, kesulitan dalam memahami bagaimana gagasan-gagasan dalam
matematika saling berhubungan dan mendasari satu sama lain untuk
menghasilkan suatu keutuhan koheren, dan kesulitan dalam mengenali dan
menerapkan matematika dalam kontek-konteks di luar matematika.
Tambychik dan Meerah [27] mengatakan kemampuan menggunakan
kemampuan kognitif sangatlah penting dalam pembelajaran untuk diterapkan
akan tetapi banyak siswa telah membuat penghambat sendiri dalam
penggunaan kemampuan kognitif mereka, mereka dilaporkan menghadapi
kesulitan dalam membuat persepsi, interpretasi, mengingat dan menjelaskan
fakta secara akurat.
Guru dan siswa harus sama-sama menyadari bahwa pasti suatu waktu
siswa akan mengalami kesulitan dalam belajarnya, tidak mengenal anak
pinter, sedang maupun dari jenis kelaminnya, oleh sebab itu sangat
dibutuhkan untuk memaksimalkan kelebihan-kelebihan yang dimiliki
masing-masing siswa dalam belajar di kelas.
Siswa laki-laki yang memiliki kemampuan matematika yang lebih baik
dalam hal yang berbentuk abstrak dan kemampuan berfikir secara logis
dibanding siswi perempuan hendaknya mampu mengoptimalkannya dalam
belajar. Sedangkan siswi perempuan yang lebih unggul dalam bahasa dan
ketekunan akan lebih berhasil dalam belajarnya jika benar-benar menyadari
kelebihan yang dimilikinya dalam menunjang keberhasilan belajarnya.

6

22

6

Dokumen yang terkait

KAJIAN MUTU FISIK TEPUNG WORTEL (Daucus carota L.) HASIL PENGERINGAN MENGGUNAKAN OVEN

17 218 83

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

SOAL ULANGAN HARIAN IPS KELAS 2 BAB KEHIDUPAN BERTETANGGA SEMESTER 2

12 263 2

KAJIAN ASPEK HYGIENE SANITASI TERHADAP KONDISI KANTIN MAKANAN JAJANAN ANAK SEKOLAH DASAR (Studi Kasus di Sekolah Dasar Kota Bandar Lampung)

40 194 64

PENGARUH PEMBERIAN ASUHAN SAYANG IBU BERSALIN TERHADAP LAMA PERSALINAN KALA II PRIMIPARA

0 0 6

BAB IV HASIL PENELITIAN - Pengaruh Dosis Ragi Terhadap Kualitas Fisik Tempe Berbahan Dasar Biji Cempedak (Arthocarpus champeden) Melalui Uji Organoleptik - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 2 20

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Uji Kualitas Mikrobiologi Minuman Olahan Berdasarkan Metode Nilai MPN Coliform di Lingkungan Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) Kelurahan Pahandut Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

1 2 12

The effect of personal vocabulary notes on vocabulary knowledge at the seventh grade students of SMP Muhammadiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 20

BAB IV HASIL PENELITIAN - Penerapan model pembelajaran inquiry training untuk meningkatkan berpikir kritis dan hasil belajar siswa pada pokok bahasan gerak lurus - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 1 23

CHAPTER I INTRODUCTION - The effectiveness of anagram on students’ vocabulary size at the eight grade of MTs islamiyah Palangka Raya - Digital Library IAIN Palangka Raya

0 0 10