BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makanan Ringan - Perilaku Produsen Keripik Industri Rumah Tangga Di Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tentang Label Makanan Tahun 2012

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Makanan Ringan

   Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang menurut Maslow menduduki

  peringkat pertama dari sederet kebutuhan lain. Setiap individu membutuhkan sejumlah makanan untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Oleh ekonom, makanan dijadikan indikator tingkat kesejahteraan masyarakat. Makanan merupakan bagian budaya yang sangat penting (Khomsan, 2003).

  Makanan ringan atau dikenal dengan sebutan snack food adalah makanan yang dikonsumsi selain atau antara waktu makan utama dalam sehari. Oleh karena itu, makanan ini biasa disebut snack yang berarti sesuatu yang dapat mengobati rasa lapar dan memberikan suplai energi yang cukup untuk tubuh (Anonim, 2007).

  Makanan ringan yang dimaksudkan adalah untuk menghilangkan rasa lapar seseorang sementara waktu dan dapat memberi sedikit suplai energi ke tubuh atau merupakan sesuatu yang dimakan untuk dinikmati rasanya. Produk yang termasuk dalam kategori makanan ringan menurut Surat Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK.00.05.52.4040 Tanggal 9 Oktober 2006 tentang kategori pangan adalah semua makanan ringan yang berbahan dasar kentang, umbi, serealia, tepung atau pati (dari umbi dan kacang) dalam bentuk keripik, kerupuk, jipang. Selain itu pangan olahan yang berbasis ikan (dalam bentuk kerupuk atau keripik) juga masuk kedalam kategori makanan ringan (Putri, 2011).

  Dewasa ini makanan ringan sudah menjadi bagian yang tidak dapat ditinggalkan dalam kehidupan sehari-hari. Terutama kalangan anak-anak dan remaja. Muchtadi (1998) menyatakan bahwa snack merupakan makanan ringan yang dikonsumsi dalam waktu antara ketiga makanan utama dalam sehari. Jenis makanan ringan sangat beragam dilihat dari segi bentuk maupun cara pengolahan dan penyajiannya, seperti keripik singkong, keripik kentang. Selain itu makanan ringan juga bisa dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bahan baku yang digunakannya. Kelompok pertama yaitu kelompok makanan ringan yang menggunakan satu bahan pecita rasa seperti garam, gula, dan bumbu lainnya. Kelompok kedua yaitu kelompok makanan ringan yang menggunakan bahan baku dan bahan tambahan lain yang dicampur untuk memperoleh produk yang mempunyai nilai gizi yang baik, daya cerna dan mutu fisik atau organoleptik yang lebih tinggi. Campuran dari beberapa sumber pati seperti gandum, jagung dan beras, bahkan dicampur pula dengan kacang-kacangan seperti kedelai dan lainnya.

  Makanan atau minuman yang dijual di tempat umum, terlebih dahulu telah dipersiapkan atau dimasak di tempat produksi, di rumah atau di tempat berjualan sehingga siap makan.

  Makanan ringan telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Konsumsi makanan ringan diperkirakan akan terus meningkat, mengingat makin terbatasnya waktu anggota keluarga untuk mengolah makanan sendiri. Keunggulan makanan ringan adalah murah dan mudah didapat, serta cita rasanya enak dan cocok dengan selera kebanyakan orang (Putri, 2011).

2.2 Pelabelan

  Label merupakan informasi tentang produk yang melengkapi suatu kemasan yang berisi tulisan, tag, gambar, atau deskripsi lain yang tertulis, dicetak, distensile, diukir, dihias, atau dicantumkan dengan jalan apa pun, pemberian kesan yang melekat pada suatu wadah atau pengemas (Siagian, 2002).

  Label makanan merupakan tanda berupa tulisan, gambar, kombinasi keduanya atau bentuk pernyataan lain yang disertakan pada wadah atau pembungkus makanan, ditempelkan pada produk sebagai keterangan atau penjelasan tentang makanan dan sebagai petunjuk keamanan makanan tersebut. Label makanan harus mencantumkan nilai gizi yaitu nilai gizi makanan yang diperkaya, nilai gizi makanan diet serta makanan lain yang ditetapkan oleh menteri kesehatan yang mencakup jumlah energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral atau kadar komposisi tertentu. Tulisan pada label makanan seharusnya mengikuti kaidah serta peraturan yang telah ditetapkan (Ardhi, 2012).

  Adapun tujuan dari pelabelan secara garis besar adalah memberi informasi tentang isi produk yang diberi label tanpa harus membuka kemasan, berfungsi sebagai sarana komunikasi produsen kepada konsumen tentang hal-hal yang perlu diketahui oleh konsumen tentang produk tersebut terutama hal-hal yang kasat mata atau tak diketahui secara fisik, memberi petunjuk yang tepat pada konsumen hingga diperoleh fungsi produk yang optimum, sarana periklanan bagi produsen dan memberi rasa aman bagi konsumen (Siagian, 2002).

  Mengingat label adalah alat penyampai informasi, sudah selayaknya informasi yang termuat pada label adalah sebenar-benarnya dan tidak menyesatkan. Hanya saja, mengingat label juga berfungsi sebagai iklan, disamping sudah menjadi sifat manusia untuk mudah jatuh dalam kekhilafan dengan berbuat kecurangan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja, maka perlu dibuat rambu-rambu yang mengatur. Dengan adanya rambu-rambu ini diharapkan fungsi label dalam memberi rasa aman pada konsumen dapat tercapai.

  Berdasarkan Undang-Undang RI No.69 tahun 1999 tentang pasal 2 ayat 1, “Setiap orang yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label, didalam, dan atau di kemasan pangan”. Pada pasal yang sama ayat 2 “label memuat sekurang- kurangnya keterangan mengenai nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke wilayah Indonesia, keterangan tentang halal, tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa (BPOM, 2003).

  Pelabelan ditulis berdasarkan pedoman yang meliputi kriteria penulisan yaitu : tulisan dengan huruf latin atau arab, ditulis dengan bahasa Indonesia dengan huruf latin atau arab, ditulis lengkap, jelas, mudah dibaca (ukuran huruf minimal 0,75 mm dan warna kontras), tidak boleh dicantumkan kata, tanda, gambar, dan sebagainya yang menyesatkan, tidak boleh dicantumkan referensi, nasihat, pertanyaan dari siapapun dengan tujuan menaikkan penjualan.

2.3 Informasi Pada Label

  Dalam pedoman umum pelabelan pangan yang diterbitkan oleh Badan POM tahun 2003, label pangan yang dihasilkan IRT harus memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan harus mencantumkan label sekurang-kurangnya adalah :

1. Nama Makanan/ Nama Produk

  Disamping nama makanan bisa dicantumkan nama dagang, ditulis menggunakan bahasa Indonesia. Nama produk pangan tidak boleh menyesatkan konsumen dan harus sesuai dengan pernyataan identitasnya misalnya “mie telur” tidak boleh digunakan untuk produk mie yang tidak mengandung telur.

  Produk yang telah memenuhi persyaratan tentang nama produk pangan yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) dapat mencantumkan nama produk tersebut. Namun bila nama produk belum ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia, produk pangan yang bersangkutan dapat menggunakan nama jenis sesuai kategori yang ditetapkan oleh Kepala Badan POM.

  2. Komposisi atau Daftar Bahan Makanan Komposisi adalah keterangan mengenai jenis bahan apa saja yang digunakan dan ditambahkan dalam proses produksi pangan. Informasi ini dapat diletakkan pada bagian utama atau bagian informasi pada label pangan dengan tulisan yang jelas dan mudah dipahami.

  Keterangan tentang daftar bahan pada label sebagai komposisi secara berurutan dimulai dari bagian yang terbanyak, kecuali vitamin, mineral, dan zat penambah gizi lainnya. Bahan yang digunakan sebagaimana yang dimaksud menggunakan nama yang lazim/umum digunakan. Bahan tambahan makanan cukup dicantumkan dengan nama golongan, misalnya anti kempal, pemutih dan seterusnya.

  3. Berat Bersih atau Isi Bersih Berat bersih atau isi bersih adalah pernyataan pada label yang memberikan keterangan mengenai kuantitas atau jumlah produk makanan yang terdapat di dalam kemasan atau wadah. Pernyataan ini diletakkan pada bagian utama label dengan sebutan berat bersih untuk pangan padat, isi bersih untuk pangan cair.

  Untuk makanan semi padat atau kental dinyatakan dalam berat bersih/isi bersih. Penulisan berat bersih /isi bersih dinyatakan dalam satuan metric contohnya ; gram, kilogram.

  Berat bersih / isi bersih dihitung berdasarkan jumlah produk pangan dalam kemasan atau wadah tanpa menghitung berat kemasan, pengemas dan bahan pelapis lainnya. Untuk menentukan berat bersih, maka berat rata-rata kemasan kosong dan setiap bahan penutup, pelapis yang digunakan.

  4. Nama dan Alamat Pihak Yang Memproduksi Keterangan ini harus mencantumkan nama dan alamat pihak yang memproduksi atau pengemas atau distributor.

  5. Nomor Pendaftaran Nomor pendaftaran adalah tanda atau nomor yang diberikan oleh Dinkes

  Kesehatan merupakan persetujuan keamanan, mutu, dan gizi serta label pangan dalam rangka peredaran pangan.

  6. Kode Produksi Kode produksi meliputi ; tanggal produksi dan angka atau huruf lain yang mencirikan ; batch, produksi.

7. Tanggal Kadaluwarsa

  Tanggal kadaluwarsa adalah batas akhir suatu makanan dijamin mutunya sepanjang penyimpanannya. Tanggal, bulan dan tahun kadaluwarsa wajib dicantumkan secara jelas pada label, dimana pencantuman tanggal kadaluwarsa dilakukan setelah pencantuman tulisan. Baik digunakan sebelum. Untuk jenis produk yang tidak memerlukan tanggal kadaluwarsa misalnya ; sayur dan buah segar,minuman beralkohol, vinegar/cuka, gula/sukrosa, Bahan Tambahan Makanan (BTM) dengan masa simpan lebih dari 18 bulan serta roti dan kue dengan masa simpan kurang atau sama dengan 24 jam.

  Tanggal kadaluwarsa memberikan informasi mengenai waktu dan tanggal yang menunjukkan suatu produk makanan masih memenuhi syarat mutu dan keamanan untuk dikonsumsi. Penulisan tanggal kadaluwarsa ini dilakukan oleh produsen atau pabrik yang memproduksi pangan tersebut. Cara pencantuman tanggal kadaluwarsa dan peringatannya adalah sebagai berikut : 1.

  Tanggal kadaluwarsa dinyatakan dalam tanggal, bulan, tahun, untuk pangan yang daya simpannya sampai 3 bulan.

  2. Untuk yang lebih dari 3 bulan dinyatakan dalam bulan dan tahun.

  3. Tanggal kadaluwarsa dicantumkan pada tempat yang jelas dan mudah terbaca, serta tidak mudah rusak atau terhapus.

2.4 Klaim Pada Label Pangan

  Klaim adalah segala bentuk uraian yang menyatakan, menyarankan atau secara tidak langsung menyatakan perihal karakteristik tertentu, suatu pangan yang berkenaan dengan asal usul, kandungan gizi, sifat, produksi, pengolahan, komposisi atau faktor mutu lainnya (BPOM, 2011).

  Klaim pada label pangan adalah pernyataan atau suatu gambaran yang menyatakan, menyarankan bahwa produk pangan mengandung zat dan manfaat tertentu atau bermanfaat terhadap kesehatan, contohnya pangan diet. Contoh pernyataan label pangan yang tidak benar adalah “mie telur”, namun kenyataannya mie tersebut tidak mengandung telur. Contoh lain yang menyesatkan konsumen adalah “sosis daging segar”, karena pernyataan segar hanya boleh digunakan untuk pangan yang tidak diproses, berasal dari satu ingredient dan menggambarkan pangan yang belum mengalami penurunan mutu secara keseluruhan.

2.4.1. Klaim Gizi

  Menurut Suryani (2001) yang dikutip oleh Furqon (2008) klaim gizi adalah pernyataan yang secara langsung maupun implisit yang menunjukkan kandungan zat gizi yang baik dalam pangan. Pangan yang menyatakan sebagai sumber suatu zat tersebut sedikitnya 10-19% dari angka kecukupan gizi yang dianjurkan persaji.

  Bila pangan menyatakan tidak mengandung suatu zat gizi, misalnya natrium, lemak atau kolesterol, maka kandungan zat gizi tersebut harus dalam jumlah yang tidak bermakna sebagai zat gizi. Pangan yang secara alami tidak mengandung suatu zat gizi tidak perlu menyatakan tidak mengandung zat gizi tersebut.

2.4.2. Klaim Kesehatan

  Klaim kesehatan adalah pernyataan yang menunjukkan adanya hubungan antara zat gizi atau senyawa lain dalam produk pangan dan penyakit atau kondisi kesehatan lainnya. Namun perlu diingat bahwa produk pangan bukanlah obat, dan tidak boleh direpresentasikan sebagai obat. Produk pangan tidak boleh memberikan klaim bisa mengobati suatu penyakit (Hariyadi, 2005).

  Menurut Suryani (2001) yang dikutip oleh Forqon (2008) klaim kesehatan adalah klaim yang menyatakan hubungan pangan atau zat yang terkandung dalam pangan dengan kesehatan. Termasuk juga klaim membantu mengurangi resiko penyakit, dimana hubungan konsumsi pangan atau zat yang terkandung dalam pangan dengan pengurangan resiko berkembangnya suatu penyakit. Zat tersebut dapat berupa pangan atau komponen dalam pangan, termasuk vitamin, mineral, zat bioaktif atau lainnya.

  

2.5 Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri

Rumah Tangga (SPP-IRT)

  Untuk memperlancar operasional pelaksanaan berbagai kegiatan khususnya di bidang Sertifikasi Pangan Produksi Industri Rumah Tangga (SPP-IRT), maka setiap penyelenggaraan sertifikasi produk pangan industri rumah tangga wajib menggunakan pedoman tata cara penyelenggaraan Sertifikasi Pangan Produksi Industri Rumah Tangga yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan penyelenggaraan PP-IRT dalam rangka :

1. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan pangan dan peraturan per-UU di bidang keamanan pangan.

  2. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang pentingnya pengolahan pangan yang hygienis dan tanggung jawab terhadap keamanan konsumen.

3. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang dihasilkan PP-IRT.

  Tata cara penyelenggaraan penyelenggaraan sertifikasi : 1.

  Pengajuan permohonan a.

  Permohonan SPP-IRT ditujukan kepada Pemda c.q. Kadinkeskab/kota.

  b. Permohonan tidak dipenuhi bila jenis produksi adalah susu dan hasil olahannya, daging, ikan, unggas, yang hasil olahannya yang memerlukan proses penyimpanan beku, pangan kaleng, pangan bayi, minuman beralkohol, air minum dalam kemasan (AMDK), pangan yang wajib SNI dan pangan yang ditetapkan Badan POM.

  2. Pemohon wajib mengikuti penyuluhan keamanan pangan dan pemeriksaan sarana produksi.

  3. Penyelenggaraan dan pelaksanaan penyuluhan keamanan pangan untuk SPP-

  IRT adalah Pemkab/kota c.q. Dinkeskabkot, yang dapat dilaksanakan bersama beberapa kab/kota. Tenaga penyuluh adalah yang telah mengikuti penyuluhan dan memiliki sertifikat penyuluh keamanan pangan yang dikeluarkan oleh Badan POM. Peserta penyuluhan adalah pemilik atau penjab PP-IRT yang lulus diberikan sertifikat penyuluhan keamanan pangan.

  4. Pemeriksaan sarana produksi dilakukan oleh petugas yang berpredikat Sertifikasi Inspektur (yang dikeluarkan oleh Balai POM), pada Dinkeskab/kot memeriksa sarana produki. Pemeriksaan haru sesuai dengan Pedoman Pemeriksaan Sarana Produksi PP-IRT (SK BPOM No HK.00.05.5.1641).

5. SPP-IRT a.

  Sertifikat penyuluhan keamanan pangan diberikan kepada peserta yang lulus (minimal nilai cukup = 60), minimal satu orang pada setiap PP-IRT.

  b.

  Penomoran SP-IRT

  • Terdiri dari 3 kolom dengan 9 digit nomor, contoh :

  123 / 4567/ 89

  Keterangan

  • 123 = no urut tenaga yang sudah memperoleh sertifikat di dinkeskab/kot yang bersangkutan.
  • 4567 = propinsi dan kab/kota • 89 = tahun penerbitan SPP-IRT.

  c.

  SPP-IRT diberikan kepada tenaga yang telah memiliki SKPK dan telah diperiksa sarananya minimal dengan kategori cukup (nilai 60), dan setiap sertifikat untuk satu jenis pangan produksi PP-IRT. Penomoran SPP-IRT terdiri dari 12 digit

  P-IRT No. 206737102025

  Keterangan

  • 2 = jenis kemasan plastik
  • 06 = jenis pangan produk IRT, tepung dan hail olahannya • 73 dan 71 = kode propinsi dank ode kab/kota.

  • 02 = jenis pangan yang kedua memperoleh SPP-IRT dari PP-IRT yang bersanangkutan.
  • 025 = no urut PP-IRT pada kab/kot setempat.

  6. Pencabutan Dan Pembatalan SPP-IRT SPP-IRT dapat dicabut dan dibatalkan oleh Dinkeskab/kot apabila : pemilik / penjab melakukan pelanggaraan terhadap peraturan dibidang pangan, tidak sesuai nama dan alamat dengan SPP-IRT, produk pangan terbukti merugikan atau membahayakan kesehatan.

  7. Sitem Pendataan dan Pelaporan Penyelenggaraan SPP-IRT harus dilaporkan Dinkeskab/kota kepada Balai POM setempat dengan tembusan Dinkes Propinsi.

2.6 Cara Produksi Pangan Yang Baik Untuk Industri Rumah Tangga (CPPB-IRT)

  Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) merupakan salah satu faktor yang penting untuk memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan yang berskala kecil, sedang, maupun yang berskala besar. Melalui CPPB ini, industri pangan dapat menghasilkan pangan yang bermutu, layak dikonsumsi dan aman bagi kesehatan. Dengan menghasilkan pangan yang bermutu aman untuk dikonsumsi, kepercayaan masyarakat niscaya akan meningkat dan industri pangan yang bersangkutan akan berkembang pesat. Berkembangnya industri pangan yang menghasilkan pangan yang bermutu dan aman untuk dikonsumsi, maka masyarakat pada umumnya akan terlindung dari penyimpangan mutu pangan dan bahaya yang mengancam kesehatan.

  Tujuannya untuk mengarahkan produsen industri rumah tangga agar dapat meghasilkan produksi pangan yang baik. Untuk menghasilkan produk yang bermutu dan aman, proses produksi harus dikendalikan dengan benar.pengendalian proses pangan industri rumah tangga dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Penetapan spesifikasi bahan baku 2.

  Penetapan komposisi dan formulasi bahan 3. Penetapan cara produksi yang baku 4. Penetapan jenis, ukuran dan spesifikasi kemasan

  5. Penetapan keterangan lengkap tentang produk yang akan dihasilkan termasuk nama produk, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa (BPOM, 2003).

2.7 Konsep Perilaku Kesehatan

  Perilaku dari pandangan biologis adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia itu sendiri seperti berjalan, berbicara, bekerja dan lain-lain, bahkan kegiatan internal sendiri seperti berpikir. Dapat juga dikatakan bahwa perilaku itu adalah aktivitas organisme, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung, seperti perilaku produsen keripik industri rumah tangga dalam menerapakan label makanan pada kemasan. Dimana tujuan pelabelan sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui informasi yang benar dan jelas tentang setiap produk yang akan dibeli (Notoatmodjo, 2003).

  Perilaku individu meliputi segala sesuatu yang menjadi pengetahuannya yang menjadi sikapnya dan yang bisa dilakukannya. Menurut Rakhmat (2001) yang dikutip oleh hamonangan (2006) menyatakan bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang dimilikinya serta dalam hal tertentu berupa materi.

2.7.1 Pengetahuan (Knowledge)

  Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

  Menurut Agustina (2002) yang dikutip oleh Hamonangan (2006) tingkat pengetahuan seseorang berpengaruh terhadap sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan yang pada akhirnya akan berpengaruh pada keadaan gizi individu yang bersangkutan. Semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi seseorang diharapkan semakin baik pula dalam keadaan gizinya. Apabila pengetahuan akan keamanan pangan mereka tergolong rendah maka mustahil mereka dapat mengetahui secara sadar akan bahaya serta pengaruh-pengaruh negatif lainnya yang diakibatkan oleh konsumsi pangan.

  Pengetahuan tentang pelabelan merupakan hal yang sangat penting bagi produsen. Karena pemahaman dan pengetahuan produsen dalam hal label akan memberikan hasil produksi yang aman dikonsumsi oleh konsumen dan sebagai nilai jual akan lebih tinggi. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih lama dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

2.7.2 Sikap (Attitude)

  Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

  Secara umum sikap dapat dirumuskan sebagai kecenderungan untuk berespon (secara positif atau negatif) terhadap orang, obyek atau situasi tertentu. Sikap mengandung suatu penelitian emosional/afektif disamping itu komponen kognitif (pengetahuan tentang obyek itu) serta aspek konatif (kecenderungan bertindak) (Notoatmodjo, 2003).

  Dari hasil penelitian yang dilakukan Kiswanto (2004) terhadap 16 sampel makanan ringan hasil industri rumah tangga, produsen belum mencerminkan sikap yang baik dalam mencntumkan informasi label seperti ; tanggal kadaluwarsa, kode produksi, belum terdapat dalam kemasan.

  Fungsi sikap yaitu sikap berfungsi sebagai alat untuk menyesuaikan diri, alat pengatur tingkah laku, alat pengatur pengalaman-pengalaman, pernyataan kepribadian.

2.7.3 Tindakan atau Praktek (Pratice)

  Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkannya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Untuk menimbulkan tindakan, kita harus berhasil terlebih dahulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah sikap utuk menumbuhkan hubungan yang baik (Notoatmodjo, 2003).

  Tindakan adalah kegiatan produsen memperhatikan label pada kemasan produk sebelum dijual atau dipasarkan. Menurut Hamonangan (2006 ) tindakan merupakan kemampuan seseorang untuk menggunakan apa yang telah dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Tindakan responden sangat erat kaitannya dengan sikap yang dimilikinya.

2.8 Kerangka Konsep

  Untuk melihat gambaran perilaku produsen keripik industri rumah tangga tentang label makanan disajikan dalam kerangka konsep dibawah ini : Pengetahuan Produsen Keripik

  Industri Rumah Tangga Tentang Label Makanan

  Tindakan Produsen Keripik Industri Rumah Tangga

  Tentang Label Makanan Sikap Produsen Keripik

  Industri Rumah Tangga Tentang Label Makanan

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

  Dari skema diatas dapat diihat bahwa pengetahuan, sikap dan tindakan produsen keripik industri rumah tangga saling berhubungan tentang label makanan.

Dokumen yang terkait

Perilaku Produsen Keripik Industri Rumah Tangga Di Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tentang Label Makanan Tahun 2012

6 59 92

Perilaku Penjamah Makanan Terhadap Hygiene Dan Sanitasi Pengolahan Makanan Di Pondok Pesantren Darularafah Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara Tahun 2002

1 38 98

Strategi Pemasaran Keripik Singkong Industri Rumah Tangga Cap Kelinci Di Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

32 216 80

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Ekonomi Industri - Structure, Conduct dan Performance Industri Makanan di Indonesia

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Implementasi Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah Dan Pengembangan Wilayah Di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perilaku - Gambaran Perilaku Ibu Rumah Tangga Dalam Penggunaan Garam Beriodium di Desa Bangun I Kecamatan Parbuluan Kabupaten Dairi Tahun 2014.

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku - Gambaran Perilaku Petugas Rawat Inap Dalam Pelaksanaan Promosi Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) Di Rumah Sakit Umum Daerah Tanjung Pura Kabupaten Langkat Tahun 2012

0 0 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Faktor – Faktor yang Memengaruhi Perilaku dalam Menjaga Kebersihan Organ Reproduksi saat Menstruasi pada Siswi SMP PGRI 58 Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu - Analisis Pengaruh Usaha Tanaman Hias Terhadap Pengembangan Wilayah Di Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang

0 0 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Ketersediaan Pangan Rumah Tangga Miskin di Desa Sumber Melati Diski Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang

0 0 20