BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Faktor – Faktor yang Memengaruhi Perilaku dalam Menjaga Kebersihan Organ Reproduksi saat Menstruasi pada Siswi SMP PGRI 58 Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

  Pengetahuan merupakan segala upaya yang diketahui manusia tentang objek tertentu. Pengetahuan merupakan hasil belajar dan mengetahui sesuatu.

  Hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui indera pendengaran, penglihatan dan tindakan manusia yang didasari oleh pengetahuan. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng diterima daripada tanpa ilmu pengetahuan. Pengetahuan dapat diperoleh melalui pengalaman orang lain atau melihat langsung melalui sarana komunikasi lain seperti televise, radio, majalah dan surat kabar (Notoatmodjo, 2005).

  Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo, 2005 mempunyai 6 tingkatan yaitu :

  1) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya.

  2) Memahami (comprehension) merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar seperti dapat menyimpulkan terhadap objek yang telah dipelajari.

  3) merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang Aplikasi (aplication) telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

  4) Analisis (analysis) suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain. Contohnya dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

  5) Sintesis (syntesis) suatu kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian- bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Contohnya dapat menyusun, merencanakan, meringkas dan menyesuaikan rumusan yang ada. 6) Evaluasi (evaluation) kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Contohnya dapat menafsirkan sebab terjadinya menstruasi pada remaja.

  Pengetahuan tentang mesntruasi sangat penting karena anak perempuan yang tidak mengenal tubuh mereka dan proses reproduksi dapat mengira bahwa menstruasi merupakan bukti adanya penyakit atau bahkan hukuman akan tingkah laku yang buruk. Anak-anak perempuan yang tidak diajari untuk menganggap menstruasi sebagai fungsi tubuh normal dapat mengalami rasa malu yang amat dan perasaan kotor saat menstruasi pertama mereka. Bahkan saat menstruasi akhirnya dikenali sebagai proses yang normal, perasaan kotor dapat tinggal sampai masa dewasa. Namun, dalam tahun-tahun belakangan ini pendidikan anatomi dan fisiologi yang lebih baik telah menjadikan penerimaan akan menstruasi.

2.2 Sikap

  Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap sesuatu stimulus atau objek. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata, hal ini disebabkan sikap akan terwujud di dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang dan sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman seseorang (Notoatmodjo, 2007). Sikap siswi dalam menjaga kebersihan saat menstruasi adalah penilaian atau pendapat siswi dalam menyikapi menstruasi. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, tetapi merupakan "predisposis" tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka.

  Sikap terhadap menstruasi dapat berbeda pada setiap masyarakat. Banyak masyarakat yang memandang wanita sebagai terkontaminasi atau tercemar saat menstruasi dan tidak mengikutsertakan mereka dalam kegiatan-kegiatan masyarakat karena takut akan ikut tercemar. Menstruasi adalah satu dari banyak pembenaran yang telah diberikan untuk menghalangi wanita memasuki peran-peran keagamaan pada beberapa agama. Ritual pembersihan di akhir menstruasi dianjurkan pada beberapa masyarakat. Namun, masyarakat lain menganggap menstruasi sebagai fungsi tubuh normal dan tidak menghukum atau menghalangi wanita saat mereka mengalaminya.

2.3 Ketersediaan Fasilitas

  2.3.1 Pembalut

  Pembalut wanita adalah sebuah perangkat yang digunakan oleh wanita di saat menstruasi, ini berfungsi untuk menyerap darah dari vagina supaya tidak meleleh kemana-mana. Selain saat menstruasi, pembalut digunakan pada saat setelah pembedahan vagina, setelah melahirkan, sesudah aborsi, maupun situasi lainnya yang membutuhkan pembalut untuk menyerap cairan yang keluar dari vagina.

  Mengganti pembalut 4-5 kali sehari disaat menstruasi dapat mencegah berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh kuman yang menempel dipembalut yang otomatis menempel pada kulit kemaluan. Seperti hanya menggunakan dan mengganti pembalut 1 kali sehari sehingga darah menstruasi dalam waktu lama menempel pada kulit kemaluan dan dapat menimbulkan kuman berkembang biak, dengan begitu menjaga kebersihan organ reproduksi saat menstruasi juga merupakan komponen yang penting dalam status perilaku kesehatan seseorang.

  2.3.2 Toilet

  Adalah ruangan yang dirancang khusus lengkap dengan kloset, persediaan air dan perlengkapan lain yang bersih.

  Kegunaan toilet ini diperuntukan untuk: 1)

  Mandi atau membersihkan diri

  2) Buang air kecil dan besar

  3) Tempat cuci tangan dan muka

  4) Mengganti pembalut wanita

2.3.3 Sarana Kebersihan

  Sarana kebersihan diperuntukan untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan individu. Sarana kebersihan yang buruk memberikan dampak yang tidak baik terhadap individu disekitarnya. Oleh karena itu, pemeliharaan sarana kebersihan serta perilaku hidup bersih dan sehat pada tingkat anak-anak perlu menjadi prioritas. Salah satu cara menangani permasalahan tersebut adalah dengan pelaksanaan program persediaan air bersih, penyediaan sarana kebersihan (jamban keluarga dan tempat pembuangan sampah), serta perilaku hidup bersih dan sehat bagi individu misalnya tidak membuang sampah sembarangan karena hal itu menyebabkan pencemaran lingkungan.

  Adapun pengertian Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di sekolah adalah kebiasaan/perilaku positif yang dilakukan oleh siswa, guru, penjaga sekolah, petugas kantin, orang tua siswa dan lain-lain yang dengan kesadarannya untuk mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya serta aktif dalam menjaga lingkungan sehat sekolah.

  Ada 6 indikator PHBS di sekolah antara lain adalah: 1. Mencuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun 2. Membuang sampah pada tempatnya

3. Mengikuti kegiatan olahraga dengan terukur dan teratur 4.

  Bebaskan diri dari asap rokok 5. Memberantas jentik nyamuk 6. Buang air kecil dan buang air besar di jamban sekolah

2.4 Peran Orang Tua/Ibu

  Fungsi keluarga meliputi : fungsi keagamaan, sosial budaya dan cinta kasih, melindungi, reproduksi, sosialisasi, pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan.

  Dalam pelaksanaan fungsi keluarga sehari-hari adalah terjalinnya komunikasi antara orang tua dan anak dalam menjalankan norma-norma kehidupan. Bila ini terpenuhi anak akan tumbuh sehat jasmani dan rohaninya. Orang tua memegang peranan penting dalam memberikan bimbingan dan pendidikan diluar sekolah terutama jika terjadi sesuatu peristiwa pada anaknya. Orang tua dianggap anaknya sebagai orang yang paling dipercaya dalam memberi informasi. Orang tua dapat memberikan rasa nyaman, menyembuhkan ketika sakit dan menenangkan ketika marah. Sejak bayi dirasakan orang tua (terutama ibu) dapat diandalkan, setiap anak membutuhkan sesuatu dan ini membentuk Basic trust yaitu awal dari kapasitas anak untuk mempercayai sesuatu kepada orang lain untuk kepentingan dirinya.

  Bagi anak usia sekolah peran orang tua dan guru sangat penting. Peran orang tua dalam pendidikan kesehatan dapat disesuaikan dengan program kesehatan disekolah dan berusaha untuk mengetahui dan mempelajari apa yang didapat anaknya dari sekolah dan mendorong anaknya untuk mempraktekkan kebiasaan hidup sehat di rumah (Notoatmodjo, 2005).

2.5 Peran Guru

  Guru adalah orang yang memiliki kredibilitas tertentu (telah menempuh kompetensi pendidikan untuk mengajar) untuk memberikan pendidikan, bimbingan dan pengembangan kreatifitas bagi anak yang sedang belajar di sekoiah. Guru merupakan orang yang sangat berarti karena mempunyai nilai-nilai yang ideal bagi anak remaja dan mempunyai pengaruh cukup besar bagi perkembangan identitas diri karena dalam usia sekolah anak sedang mencari model. Guru yang menjadi model bagi anak sekolah akan dijadikan contoh dalam proses identifikasinya. Remaja cenderung akan menganut dan menginternalisasikan nilai-nilai yang diajarkan gurunya ke dalam dirinya (Soetjiningsih, 2004).

  Guru juga merupakan wadah yang tepat untuk melaksanakan pendidikan kesehatan melalui mata ajaran yang terstruktur dalam kurikulum, memonitor pertumbuhan dan perkembangan anak didiknya. mengawasi dan melindungi anak didiknya (Notoatmodjo, 2005). Pendidikan kesehatan terutama pendidikan reproduksi dalam hal ini materi tentang menstruasi hendaknya tidak dipisahkan dari pendidikan umum lainnya. Pendidikan reproduksi dimasukan dalam pelajaran ilmu biologi, kesehatan, moral dan etika secara bertahap dan terus menerus. Guru yang berkompeten dalam memberikan materi kesehatan reproduksi adalah guru bidang studi sains, dimana selain dibekali kompetensi pengetahuan, murid juga dibimbing pada pendekatan masalah {problem solving approach) dan diskusi kelompok. Diharapkan dengan adanya metode ini murid dapat diberi kesempatan berkonsultasi dengan guru dan berdiskusi dengan sesama temannya (Santrock, 2007).

2.6 Peran Teman Sebaya

  Sebagian besar orang tua di Indonesia sependapat bahwa pendidikan anak harus dimulai dari rumah, tetapi tidak demikian untuk pendidikan seksual dan reproduksi. Oleh karena itu sering kali anak remaja merasa orang tuanya menutup kesempatan berbicara mengenai seksual, sehingga mereka terpaksa mcncarinya dari sumber lain yang lebih dipercaya. Remaja memiliki kecenderungan yang kuat untuk berada diantara teman sebayanya di luar rumah, mereka akan berkelompok dan akan merasa aman dalam kelompok tersebut. Dalam berbicara atau berkata-kata, minat, keterampilan, bersikap dan berperilaku lebih besar dipengaruhi oleh kelompok teman sebaya. Mereka akan merasa diterima oleh kelompok apabila memiliki kesamaan sikap dan perilaku, baik yang mengikut norma maupun yang menyimpang tanpa berfikir akibat yang akan terjadi pada dirinya maupun dampak terhadap keluarganya (Hurlock,1995).

  Dalam keadaan normal, keluarga merupakan satu-satunya tempat berlindung yang nyaman bagi anak mereka mulai menengok dunia di luar keluarga, yakni teman sebaya. Begitu pentingnya teman sebaya bagi remaja, bahkan ada kalanya sangat penting melebihi keluarga. Hal ini disebabkan di sana mereka lebih bebas berekspresi, dapat bersama-sama mendapatkan pengalaman tentang dunia, dan dapat memperkuat identitas dirinya melalui aktivitas bersama termasuk saling berdiskusi tentang kesehatan reproduksi yang dialaminya.

2.7 Perilaku

  Menurut Notoatmodjo (2007) perilaku merupakan totalitas penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama

  (resultante) antara berbagai faktor, baik faktor internal seperti tingkat

  kecerdasan. tingkat emosional, jenis kelamin ataupun faktor eksternal seperti lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi dan politik.

  Perilaku terdiri dari lima kategori atau tahapan yaitu: 1) Peniruan : dimana tindakan yang diamati akan mulai ditiru.

  2) Penggunaan : tindakan dilakukan sesuai instruksi dan sudah mulai memiliki keterampilan.

  3) Ketelitian : mampu melakukan perbaikan. 4) Penyambungan : adanya kesesuaian perilaku dengan situasi yang ada. 5) Naturalisasi: perilaku diterapkan secara langgeng.

  Perilaku adalah aksi dan reaksi organisme terhadap lingkungannya. Perilaku harus terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi-reaksi yang disebut rangsangan. Dengan demikian maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan suatu reaksi atau perilaku tertentu pula (Notoatmodjo, 2007). Adapun konsep perilaku yang berhubungan dengan kesehatan diklasifikasikan sebagai berikut: 2.7.1 adalah hal-hal yang berkaitan dengan

  Perilaku kesehatan (health behavior) tindakan atau kegiatan seseorang dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya termasuk tindakan-tindakan untuk mencegah penyakit, menjaga kcsehatan diri, memilih makanan, sanitasi dan sebagainya.

  2.7.2 Perilaku sakit (illness behavior) adalah segala tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seorang individu yang merasa sakit untuk merasakan dan mengenal keadaan kesehatannya atau rasa sakit termasuk juga kemampuan atau pengetahuannya untuk mengidentifikasi penyakit. penyebab penyakit serta usaha pencegahan terhadap penyakit tersebut.

  2.7.3 Perilaku peran sakit (sick role behavior) adalah segala tindakan yang dilakukan individu yang sedang sakit untuk memeperoleh kesembuhannya.

  Hal ini disamping berperan terhadap kesehatannya atau kesakitannya sendiri juga berpengaruh terhadap orang lain terutama kepada anak-anak yang belum mempunyai kesadaran dan tanggung jawab kesehatannya.

  Sesuai dengan dengan teori Green (2005) bahwa perilaku kesehatan termasuk didalam menjaga kebersihan menstruasi dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor predisposing (pengetahuan, kepercayaan, nilai-nilai, sikap, keyakinan, kapasitas atau ekonomi keluarga, faktor pendukung (ketersediaan sumber daya kesehatan, aksesibilitas sumber daya kesehatan) serta faktor pendorong (dukungan keluarga, teman, guru, penyedia layanan kesehatan, pengambil keputusan dan tokoh masyarakat). Seseorang yang tidak memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi yang cukup akan cenderung mengabaikan kesehatan reproduksi dan pada akhirnya ia akan memiliki tindakan yang membahayakan bagi dirinya sendiri. Dengan kata lain karena tidak memiliki pengetahuan yang memadai tentang kesehatan reproduksi maka seseorang akan mudah berperilaku yang membahayakan kesehatan alat- alat reproduksinya. Maka seseorang yang memiliki pengetahuan tentang kesehatan reproduksi akan memilih perilaku yang tepat, artinya perilaku tersebut akan mampu mempertahankan kualitas atau kondisi kesehatan reproduksinya. Jika terkait dengan menstruasi maka yang akan dipilih adalah berperilaku higienis pada saat menstruasi.

2.8 Remaja

  Remaja didefenisikan sebagai masa peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa yang mengalami beberapa perubahan dimana terjadi pertumbuhan (growth

  spurt ) timbul ciri-ciri seks skunder, tercapai fertilitas dan terjadi perubahan-

  perubahan psikologik serta kognitif (Soetjiningsih, 2004). Pada remaja perempuan masa pubertas ditetapkan mulai saat ia mendapat menstruasi yang pertama

  

(menarche) yaitu pada usia sekitar 11-13 tahun. Setelah menarche terjadi pematangan

  (maturasi) biologis pada fungsi organ seksualnya sehingga rata-rata pada usia 13 tahun seorang anak perempuan organ seksualnya sudah matang (Widyastuti, dkk, 2009).

  Proses pematangan (maturasi) biologis ini dapat disertai dengan maturasi psikologis tetapi umumnya maturasi biologis terjadi lebih cepat dari psikologis sehingga potensi untuk terjadinya konflik dalam diri anak remaja cukup besar. Secara biologis remaja tersebut dapat digolongkan dewasa tetapi secara mental sebenarnya dia dalam tahap pencarian identitas diri .

  Depkes RI (1995) dalam Widyastuti, dkk (2009) membagi remaja menjadi tiga kelompok berdasarkan sifat dan perkembangan psikologisnya yaitu :

  1. Remaja awal/Early adolescence (11-13 tahun) Periode ini ditandai oleh percepatan pertumbuhan dan perubahan biologis.

  Remaja menghadapi tiga faktor lingkungan yaitu keluarga, kelompok sebaya dan lingkungan sekolah. Kondisi utama dalam proses perkembangan adalah dorongan ingin bebas dan mandiri.

  2. Remaja pertengahan /Mid adolescence (14-16 tahun) Pada periode ini mulai terjadi perkembangan imajinasi yang menyebabkan keinginan untuk mencoba-coba. Mulai senang berkelompok dengan jenis kelamin berbeda dan remaja berusaha menentukan jati dirinya.

  3. Remaja akhir/Late adolescence (17-20 tahun ).

  Kematangan fisik sudah tercapai sepenuhnya pada periode ini, perilaku seksual sudah mengarah keperilaku seksual dewasa.

  Pada remaja awal /praremaja pertumbuhan lebih cepat dari pada masa prasekolah, ketrampilan dan intelektual makin berkembang, senang bermain berkelompok. Anak perempuan dua tahun lebih cepat memasuki remaja dibandingkan dengan anak laki-laki. Masa ini merupakan masa transisi dari masa anak ke dewasa.

  Pada masa ini terjadi pertambahan berat badan dan tinggi badan yang disebut pacu tumbuh adolesen, terjadi pertumbuhan yang pesat dari alat kelamin dan timbulnya tanda-tanda seks skunder (Soetjiningsih, 2004).

2.9 Anatomi Organ Reproduksi Wanita

  Anatomi organ reproduksi wanita terbagi dua yaitu organ reproduksi bagian luar dan organ reproduksi bagian dalam. Organ reproduksi bagian luar terdiri dari : (1) Mons veneris, yaitu bagian yang menonjol diatas sympisis dan ditutupin oleh rambut kemaluan pada wanita dewasa. (2) Labia mayora yaitu bibir – bibir besar terdiri dari bagian kanan dan kiri, lonjong mengecil ke bawah. (3) Labia minora yaitu bibir – bibir kecil berupa lipatan tipis dari kulit sebelah dalam labia mayora. (4)

  

Klitoris adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil terletak tepat di bawah

  arkus pubis. (5) Vulva yaitu berbentuk lonjong memanjang dari muka dibatasi oleh klitoris, kanan dan kiri dibatasi oleh labia minora dan belakang oleh perineum. (6)

  

Introitus vagina mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda pada setiap individu,

  dilindungi oleh labia minora dan ditutupi oleh hymen atau selaput darah. (7) Perineum terletak antara vulva dan anus.

  Organ reproduksi bagian dalam terdiri dari : (1) Vagina atau liang kemaluan. (2)

Uterus adalah organ berdinding tebal, muscular berbentuk seperti buah pir terbalik.

  (3) Tuba falopii merupakan organ saluran sel telur atau ovum. (4) Ovarium atau indung telur yang berfungsi dalam pembentukkan dan pematangan folikel primodial menjadi folikel degraf atau yang disebut dengan ovulasi (Prawiharjo, 2008).

  2.9.1 Menstruasi

  Kata menstruasi berasal dari bahasa latin yang berarti bulan, dan sering disebut dengan istilah mens atau haid. Menstruasi adalah terjadinya perdarahan melalui vagina yang bersifat fisiologis karena luruhnya lapisan endometrium dari dinding rahim. Pada siklus menstruasi endometrium dipersiapkan secara teratur untuk menerima ovum yang telah dibuahi setelah terjadi ovulasi dibawah pengaruh hormon ovarium yaitu estrogen dan progesteron. Selama menstruasi ovarium memulai kembali proses pematangan sel telur baru dan seluruh siklus akan dimulai kembali dengan tujuan mempersiapkan dinding rahim untuk menerima sel telur yang telah dibuahi, bila kehamilan tidak terjadi maka dinding rahim akan mengeluarkan darah menstruasi.

  2.9.2 Fisiologi Menstruasi

  Pada siklus menstruasi FSH (Follicle Stimulating Hormone) dikeluarkan oleh

  

lobus anterior hypophysis yang menimbulkan beberapa follikel yang akan

  berkembang menjadi folikel de graaf yang menghasilkan hormon estrogen. Hormon estrogen ini menekan produksi FSH sehingga lobus anterior hypophysis dapat mengeluarkan hormone gonadotropin dan LH (Luteinizing Hormone). Produksi hormon FSH dan LH dipengaruhi oleh Releasing Hormone (RH) yang disalurkan dari

  

hypothalamus ke hypophisis. Penyaluran RH ini sangat dipengaruhi oleh mekanisme

  umpan balik estrogen terhadap hypothalamus dan faktor dari luar seperti cahaya, bau- bauan melalui bulbus olfactorius dan hal –hal psikologik. Contohnya di Negara bermusim dingin dan panas, kehamilan lebih banyak terjadi pada musim semi (mulai ada cahaya) dan musim panas (banyak cahaya). Sedangkan pengaruh bau – bauan masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Bila penyaluran RH berjalan baik maka produksi hormone gonadotropin akan lebih baik pula sehingga folikel de graaf akan menjadi matang dan semakin banyak berisi liquour folliculi yang mengandung estrogen. Estrogen mempunyai pengaruh terhadap endometrium sehingga menyebabkan endomertium tumbuh dan berproliferasi yang disebut sebagai masa proliferasi (Prawirohardjo, 1999).

  Dibawah pengaruh LH, folikel de graaf menjadi lebih matang dan mendekati permukaan ovarium maka terjadilah ovulasi (ovum dilepas dari ovarium). Pada ovulasi kadang – kadang terdapat perdarahan sedikit yang akan merangsang peritoneum di pelvis sehingga timbul rasa sakit yang disebut intermenstrual pain.

  Setelah ovulasi terjadi dibentuklah corpus rubrum yang akan menjadi corpus luteum di bawah pengaruh LH dan LTH {lutetropic Hormone). Corpus luteum menghasilkan progesteron. Progesteron mempengaruhi endometrium yang telah berproliferasi dan menyebabkan kelenjar-kelenjarnya berkelok-kelok di endometrium. Tampak dilatasi dan stasis dengan hyperamia yang diikuti oleh spasme dan ischamia. Setelah terjadi degenerasi serta perdarahan dan pelepasan endometrium yong nekrotik. Proses inilah yang disebut dengan menstruasi (Prawiroharjo, 1999).

2.9.3 Siklus Menstruasi

  Pada jarak waktu tertentu sejak mengalami menarche pada mulanya menstruasi tidak teratur tetapi semakin lama semakin teratur. Dalam waktu empat sampai enam tahun sejak menarche (kira-kira usia 11-12 tahun) pola menstruasi sudah terbentuk. Pada umumnya pola menstruasi datang sebulan sekali kecuali bila terputus ketika sedang mengandung dan berlangsung terus sehingga kira-kira usia 45 tahun. Pada saat itu menstruasi kembali tidak teratur. Panjang siklus menstruasi adalah jarak antara tanggal mulainya menstruasi sekarang dengan mulainya menstruasi pada bulan berikutnya. Hari mulai terjadinya perdarahan menstruasi dinamakan hari pertama siklus (Prawirohardjo, 1999).

  Panjang siklus menstruasi yang normal atau dianggap sebagai siklus menstruasi yang klasik adalah 28 hari tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara beberapa perempuan tetapi juga pada perempuan yang sama. Panjang siklus menstruasi dipengaruhi oleh usia seseorang. Rata-rata panjang siklus pada gadis usia 12 tahun adalah 35 hari. pada perempuan usia 43 tahun adalah 27 hari dan pada usia 45 tahun mulai tidak teratur dan kemudian akan berhenti sama sekali yang disebut dengan klimakterium. Lamanya menstruasi biasanya antara tiga sampai lima hari, ada yang satu sampai dua hari dan kemudian diikuti keluarnya darah sedikit-sedikit, biasanya tujuh sampai delapan hari. Biasanya lama menstruasi itu tetap. Jumlah darah yang keluar selama menstruasi kurang lebih 50 cc. Pada perempuan dengan defisiensi zat besi jumlah darah menstruasi juga lebih banyak (Prawiroharjo, 1999). Setiap siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang terjadi dalam uterus. Fase – fase ini merupakan hasil kerjasama yang sangat terkoordinasi antara hipofisis anterior, ovarium, dan uterus. Fase – fase tersebut adalah :

  1. Fase menstruasi atau deskuamasi Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan.

  Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah haid mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah dalam hemilisis atau aglutinasi. Pada fase ini endometrium terlepas dari dinding uterus disertai perdarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Fase ini berlangsung selama 3-4 hari.

  2. Fase pasca menstruasi atau fase regenerasi Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur- angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lender baru yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium.Pada waktu ini tebal endometrium 0,5 mm.Fase ini telah mulai sejak fase mensruasi dan berlangsung 4 hari.

  3. Fase intermenstum atau fase proliferasi Berlangsung dari hari ke 5 sampai hari ke 14 dari siklus menstruasi dan terdiri dari 3 tahap, yaitu : (1) Fase proliferasi dini, terjadi pada hari ke 4 sampai hari ke

  7. Fase ini dapat dikenali dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel. (2) Fase proliferasi madya, terjadi pada hari ke 8 sampai hari ke 10. Fase ini merupakan bentuk transisi yang dapat dikenali dari epitel permukaan yang berbentuk torak yang tinggi. (3) Fase proliferasi akhir, berlangsung antara hari ke

  11 sampai hari ke 14. Fase ini dikenali dari permukaan yang tidak rata dan dijumpai banyaknya mitosis. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal kurang lebih 3,5 .

4. Fase pramenstruasi atau fase sekresi

  Fase ini mulai sesudah ovulasi berlangsung dari hari ke 14 sampai ke-28. Pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjer berubah menjadi panjang, berkeluk-keluk, dan mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Memang perubahan tujuan ini adalah untuk mempersiapkan endometrium menerima telur yang dibuahi . Fase sekresi dibagi atas 1). Fase sekresi dini ; 2). Fase sekresi lanjut.

2.9.4 Kebersihan saat Menstruasi

  Menurut Sugono (2008) Menjaga kebersihan adalah usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki kesehatan, jadi perilaku menjaga kebersihan saat menstruasi adalah usaha untuk mempertahankan atau memeperbaiki kesehatan dengan memelihara kebersihan organ reproduksi saat menstruasi. Tujuan dari menjaga kebersihan saat menstruasi adalah untuk pemeliharaan kebersihan dan kesehatan individu yang dilakukan selama masa menstruasi sehingga mendapatkan kesejahteraan fisik dan psikis serta dapat meningkatkan derajat kesehatan seseorang. Blum (1981) mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi status kesehatan seseorang adalah lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan (genetik). Perilaku yang dimaksud adalah perilaku sehat dan perilaku tidak sehat yang dimulai oleh diri sendiri seperti contoh perilaku sehat yaitu mengganti pembalut 4-5 kali sehari disaat menstruasi dapat mencegah berbagai penyakit yang ditimbulkan oleh kuman yang menempel dipembalut yang otomatis menempel pada kulit dari pada perilaku yang tidak sehat seperti hanya menggunakan dan mengganti pembalut 1 kali sehari sehingga darah menstruasi dalam waktu lama menempel pada kulit dan dapat menimbulkan kuman berkembang biak, dengan begitu menjaga kebersihan diri saat menstruasi juga merupakan komponen yang penting dalam status perilaku kesehatan seseorang.

  Pada saat menstruasi diperlukan alat untuk menampung cairan darah menstruasi yang saat ini banyak digunakan adalah pembalut wanita yang relatif mudah dan nyaman (Llewellyn, 1997). Mengganti pembalut dengan teratur akan mencegah timbulnya bakteri yang menyebabkan gangguan pada vagina seperti bau, keputihan yang dapat menyebabkan infeksi.

  Untuk mencegah infeksi pada alat reproduksi seharusnya mencuci tangan sebelum dan sesudah mengganti pembalut dan cara membersihkan vagina yang efektif adalah menyemprotkan air langsung ke vagina. Cara membersihkan vagina harus dengan air bersih dari arah depan ke belakang, jangan menyiram dari belakang atau membersihkan dengan tangan yang telah menyentuh lubang dubur (anus) yang banyak mengandung kuman (Wisnuwhardani, 1997).

2.9.5 Menstruasi Pertama sebagai Pengalaman Psikis

  Pada umumnya remaja putri belajar tentang menstruasi dari ibunya (Lwellyn, 1997). Namun tidak semua ibu memberi informasi yang memadai kepada putrinya dan sebagian enggan membicarakan secara terbuka sampai anak gadisnya mengalami menstruasi pertama. Hal ini menimbulkan kekecewaan pada anak, bahkan sering menimbulkan sikap yang negatif. yang menyebabkan timbulnya perasaan malu dan melihatnya sebagai penyakit. Biasanya juga dibarengi oleh perasaan bersalah. berdosa yang ditimbulkan oleh peristiwa berdarah pada organ kelaminnya. Dimana darah menstruasi diidentifikasikan sebagai sesuatu yang sangat najis dan haram serta hal- hal yang sangat menjijikan. Menstruasi pertama ini dihayati oleh anak sebagai suatu pengalaman psikis yang traumatis (Santrock.2007).

  Llewellyn (1997) mengatakan bahwa hingga saat ini masih ada kepercayaan yang menganggap perempuan yang mengalami menstruasi berbahaya atau kurang bersih karena itu harus disingkirkan atau dihindari dari kegiatan sosial. Santrock (2007) melaporkan hasil penelitian menghadapi menstruasi ternyata sebagian responden berespon positif dengan menyatakan bahwa menstruasi menunjukan dirinya sudah dewasa sudah matang secara biologis. Namun sebagian besar dari mereka menunjukan respon negatif dengan menyatakan mereka merasa sedih, takut, malu dan bingung. Ternyata mereka tidak disiapkan dengan informasi penting tentang menstruasi oleh keluarga dan lingkungan pendidikannya dan bagi mereka yang mengalami perkembangan seksual lebih dini akan merespon negatif.

2.10 Kerangka Teori

  Faktor penentu perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultan dari berbagai faktor baik internal maupun eksternal (lingkungan).

  Secara garis besar perilaku manusia dapat dilihat dari tiga aspek yaitu aspek fisik, psikis dan sosial. Perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak. minat, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya (Notoatmodjo. 2007).

  Green (2005) mencoba menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok yaitu faktor perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior causes), Dalam perencanaan perilaku kesehatan, Green mengembangkan suatu kerangka kerja yang disebut dengan PRECEDE (Predisposisi, Reinforcing dan Enabling Causes in

  

Education an Evaluation). Kerangka PRECEDE tersebut digambarkan secara

  sederhana sebagai berikut:

  Faktor Pendukung :

  • Pengetahuan • Kepercayaan • Nilai/Value
  • Sikap • Keyakinan • Pendidikan Faktor Pemungkin :
  • Ketersediaan Fasilitas Perilaku • Ketercapaian sarana kesehatan

  individu Faktor Penguat :

  • Keluarga • Teman sejawat
  • Guru • Petugas kesehatan
  • Tokoh masyarakat
  • Pimpinan • Pengambil keputusan

Gambar 2.1 Pembentukan Perilaku Modifikasi Green, 2005

  Sumber : Green, Lawrence, W. Health Program Planning, An Educational and Ecological Approach. 2005 , Page 149 .

  Di dalam kegiatan kerja PRECEDE ini. Green menempatkan akar perilaku dalam tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor penguat. Dari ketiga faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

  a. Faktor predisposisi (predisposing factors) Termasuk dalam faktor ini yaitu pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, dan pendidikan. Faktor ini merupakan anteseden terhadap dasar perilaku atau motivasi. Secara umum kita dapat mengatakan bahwa faktor predisposisi sebagai referensi bagi seseorang atau kelompok dalam suatu pengalaman belajar. Faktor predisposisi lain yang perlu dipertimbangkan dan mendapat perhatian adalah faktor sosio-demografi seperti umur, jenis kelamin serta jumlah anggota keluarga yang juga dapat menyebabkan timbulnya masalah kesehatan.

  b. Faktor pemungkin (enabling factors) Faktor pemungkin merupakan anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu inspirasi atau motivasi terlaksana. Faktor ini mencakup potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat dalam wujud lingkungan fisik, tersedia atau tidaknya fasilitas atau sarana kesehatan. Hal lain yang juga merupakan faktor pemungkin yaitu keterjangkauan terhadap berbagai sumber daya seperti biaya, jarak dari rumah ke tempat pelayanan kesehatan, keterampilan petugas dan sebagainya.

  c. Faktor penguat (reinforcing factors) Faktor penguat merupakan faktor penyerta. Faktor ini terwujud dalam sikap dan perilaku petugas, keluarga. teman atau sahabat, pejabat atau kelompok referensi yang dikenal dengan sebutan panutan. Faktor-faktor ini lebih ditekankan pada siapa-siapa yang mempengaruhi individu untuk melakukan suatu tindakan atau praktek hidup sehat. Dalam prakteknya dapat disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat yang berhubungan dengan kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan dan tradisi. Disamping itu adanya fasilitas kesehatan serta sikap dan perilaku petugas kesehatan atau para panutan akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku tersebut.

2.9 Kerangka Konsep

  Berdasarkan modifikasi dari teori Green, 2005, maka kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.2 di bawah ini : Variabel Independen

  Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

  Berdasarkan gambar 2.2, diketahui variabel indenpenden dalam penelitian ini adalah (1) faktor pendukung yang diteliti pengetahuan dan sikap, (2) faktor pemungkin yang diteliti ketersediaan fasilitas, (3) faktor penguat yang diteliti peran ibu, guru, dan teman sebaya. Sedangkan variabel dependen adalah perilaku dalam menjaga kebersihan organ reproduksi saat menstruasi.

  Faktor Pendukung : 1.

  Pengetahuan 2. Sikap

  Faktor Pemungkin : 1.

  Ketersediaan Fasilitas Faktor Penguat : 1.

  Peran Ibu 2. Peran Guru 3. Peran Teman Sebaya

  Perilaku Menjaga Kebersihan Organ

  Reproduksi saat Menstruasi

Dokumen yang terkait

Faktor – Faktor yang Memengaruhi Perilaku dalam Menjaga Kebersihan Organ Reproduksi saat Menstruasi pada Siswi SMP PGRI 58 Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2013

3 86 104

Analisis Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual pada Remaja SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo Tahun 2013

1 42 147

Analisis Faktor Yang Memengaruhi Akseptor Kb Dalam Memilih Alat Kontrasepsi IUD Di Desa Wonosari Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

4 58 90

Gambaran Tingkat Pengetahuan Dan Perilaku Menjaga Kebersihan Organ Genetalia Eksterna Pada Siswi Madrasah (MI)Pembangunan

4 22 89

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Definisi Perilaku - Faktor-faktor yang Memengaruhi Penggunaan Komdom dalam Pencegahan Penyakit Menular Seksual (PMS) di Lokalisasi Bukit Maraja Kabupaten Simalungun Tahun 2013

0 0 19

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dismenore 2.1.1. Defenisi Dismenore - Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Dismenore pada Siswi SMA Negeri 2 Medan Tahun 2014

0 1 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tindakan Menjaga Kebersihan Organ Reproduksi Luar - Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Tindakan Remaja Putri Dalam Menjaga Kebersihan Organ Reproduksi Luar Dilingkungan MTS An-Nuur Sengon Sari Kecamatan Aek Kuasan Kabupaten

0 1 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku - Analisis Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Pria dalam Keluarga Berencana di Desa Celawan Kecamatan Pantai Cermin Kabupaten Serdang Bedagai

0 0 26

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persalinan (Partus) - Analisis Faktor Determinan yang Memengaruhi Ibu dalam Memilih Penolong Persalinan di Puskesmas XIII Kota Kampar I Kabupaten Kampar Tahun 2013

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keputihan (Fluor Albus) - Hubungan Perilaku Menjaga Kebersihan Genitalia dengan Kejadian Keputihan pada Siswi SMA Swasta Santo Thomas 2 Medan Tahun 2014

0 1 13