Perbedaan Habits dan Custom. docx
Perbedaan Habits dan Custom
Oleh:
Rizal Bagus Rahman
NPM. 170410130084
Belakangan saya merasa tergugah kembali untuk tidak terburu-buru dalam berbicara
dan asal mengeluarkan kata-kata. Saya kemudian memahami bahwa seharusnya sebelum
seseorang itu mengutarakan pendapat, perlu adanya pemahaman yang baik terhadap kata
demi kata sekaligus makna dibaliknya. Termasuk, dalam tulisan ini saya mencoba
menguraikan perbedaan makna antra kata habits dan custom.
Mengapa perlu dipahami? Karena seringkali kata habits dan custom selalu dipadankan
seolah-olah memiliki makna yang serupa. Pun bila dialihbahasakan, kedua kata tersebut
biasanya diartikan sebagai kebiasaan. Padahal, sebenarnya jika merujuk kepada pelbagai
sumber literatur, keduanya mempunyai perbedaan yang berarti. Setidaknya, saya melihat ada
tiga perbedaan mendasar di antara kedua kata tersebut.
Pertama, habits merupakan sebuah fenomena perseorangan (personal phenomenon),
sedangkan custom merupakan sebuah fenomena sosial (social phenomenon). Saya sepakat
dengan pernyataan ini. Jika dilihat secara seksama, memang benar kenyataannya bahwa
habits didasarkan kepada fenomena-fenomena perseorangan—dimana pengamatan berfokus
pada aktivitas unik orang per orang—yang kemudian diidentifikasi sebagai gejala personal.
Gejala personal tersebut dapat dilakukan dengan mudah (easy), lazim (familiar), relatif
dilakukan tanpa usaha yang besar (relatively effortless), dan sejalan dengan keinginan pribadi
(congenial). Sehingga, aktivitas personal ini acap kali disebut perbuatan secara otomatis
tersistem dalam kehidupan yang melibatkan fungsi fisik dan fisiologis tubuh.
Habits dapat dijalankan dengan mudah, karena hanya seseorang tersebut saja yang
mengetahuinya. Tanpa usaha yang besar pula karena biasanya tidak memerlukan bantuan
orang lain dalam menyelesaikannya. Selain mudah, habits juga dipandang lazim dan sejalan
dengan aktivitas-aktivitas personal banyak orang. Misalnya, aktivitas menggosok gigi setiap
hari, makan dua hari sekali, atau lari pagi di hari Minggu. Kesemuanya merupakan contoh
habits yang dapat dikenali dengan mudah.
1
Berbeda kemudian dengan customs yang tepat digolongkan sebagai sebuah fenomena
sosial. Sosial disini cenderung dikaitkan dengan gejala kolektif yang berulang-ulang,
berdampak meluas, dan menjadi tata aturan (order) bagi sekelompok orang atau masyarakat.
Customs lahir dari adanya kebiasaan-kebiasaan perseorangan yang disadari sebagai sebuah
kebutuhan komunal (communal neccesity); dimana secara psikologis akan timbul pula
kepatuhan terhadap customs tersebut. Sehingga, tidak salah pula jika sebagian pihak
memadankan customs dengan adat atau tradisi.
Kedua, perbedaan habits dan customs terletak pada proses pemerolehan. Habits
didapat dari proses belajar dan pembiasaan, sedangkan customs dibentuk dari establishedhabits (kebiasaan yang sudah mapan, tegak, utuh). Bagaimana maksudnya?
Sebagai contoh, kebiasaan menggosok gigi adalah hasil pembelajaran sejak kecil yang
diajarkan oleh orang tua di rumah. Bagaimana cara memegang sikat gigi, mengoleskan pasta
gigi, kemudian cara menggosok gigi yang pada akhirnya menjadi ciri khas kebiasaan
tersendiri. Tanpa pembelajaran dan pembiasaan, habits tersebut akan sulit terbentuk.
Sedangkan customs akan terbentuk dari pelbagai kebiasaan bersama dalam masyarakat.
Misalnya, tradisi makan warga Tionghoa adalah memakai sumpit. Asumsi saya, fenomena
sosial tersebut dapat dipastikan telah diwariskan turun-temurun dari habits yang pada
awalnya hanya berkembang di sejumlah kecil keluarga. Tetapi, saya pun cenderung melihat
bahwa sebenarnya customs juga dapat membentuk habits. Dalam artian, ketika habits
dibiasakan di dalam kehidupan keluarga atau bahkan pribadi, sedikit banyaknya pula akan
dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan kolektif dari orang-orang di sekitar keberadaannya.
Ketiga, habits tidak memiliki sanksi yang ketat, sedangkan customs memiliki unsur
pemaksaan normatif yang memiliki sanksi bagi seseorang yang tidak patuh. Habits hanya
berlaku bagi kehidupan perseorangan atau beberapa orang dalam keluarga, sehingga sanksi
ketika habits tidak dijalankan dibebaskan kepada si pelaku. Namun, kondisi akan berbeda
ketika sebuah tatanan customs dilanggar. Biasanya, sanksi akan bersifat psikis dan moral
yang kemudian memiliki titik tekan sebagai bentuk ‘kekecewaan’ atas pelanggaran normanorma customs. Sebagai contoh, dalam sebuah masyarakat yang menghendaki bahwa makan
harus memakai tangan kanan, ketika ada anggota masyarakat yang menyengaja bersantap
menggunakan tangan kiri, secara otomatis akan ditegur dan diberi sanksi sosial dari
masyarakat lainnya.
2
Jadi, dengan memahami perbedaan habits dan custom sebagaimana telah
dikemukakan, akan menambah pemahaman kita tentang banyak fenomena perilaku manusia
yang beragam dan unik sebagai salah satu cara agar bijak dalam berpikir, berbicara, dan
bersikap.
3
Oleh:
Rizal Bagus Rahman
NPM. 170410130084
Belakangan saya merasa tergugah kembali untuk tidak terburu-buru dalam berbicara
dan asal mengeluarkan kata-kata. Saya kemudian memahami bahwa seharusnya sebelum
seseorang itu mengutarakan pendapat, perlu adanya pemahaman yang baik terhadap kata
demi kata sekaligus makna dibaliknya. Termasuk, dalam tulisan ini saya mencoba
menguraikan perbedaan makna antra kata habits dan custom.
Mengapa perlu dipahami? Karena seringkali kata habits dan custom selalu dipadankan
seolah-olah memiliki makna yang serupa. Pun bila dialihbahasakan, kedua kata tersebut
biasanya diartikan sebagai kebiasaan. Padahal, sebenarnya jika merujuk kepada pelbagai
sumber literatur, keduanya mempunyai perbedaan yang berarti. Setidaknya, saya melihat ada
tiga perbedaan mendasar di antara kedua kata tersebut.
Pertama, habits merupakan sebuah fenomena perseorangan (personal phenomenon),
sedangkan custom merupakan sebuah fenomena sosial (social phenomenon). Saya sepakat
dengan pernyataan ini. Jika dilihat secara seksama, memang benar kenyataannya bahwa
habits didasarkan kepada fenomena-fenomena perseorangan—dimana pengamatan berfokus
pada aktivitas unik orang per orang—yang kemudian diidentifikasi sebagai gejala personal.
Gejala personal tersebut dapat dilakukan dengan mudah (easy), lazim (familiar), relatif
dilakukan tanpa usaha yang besar (relatively effortless), dan sejalan dengan keinginan pribadi
(congenial). Sehingga, aktivitas personal ini acap kali disebut perbuatan secara otomatis
tersistem dalam kehidupan yang melibatkan fungsi fisik dan fisiologis tubuh.
Habits dapat dijalankan dengan mudah, karena hanya seseorang tersebut saja yang
mengetahuinya. Tanpa usaha yang besar pula karena biasanya tidak memerlukan bantuan
orang lain dalam menyelesaikannya. Selain mudah, habits juga dipandang lazim dan sejalan
dengan aktivitas-aktivitas personal banyak orang. Misalnya, aktivitas menggosok gigi setiap
hari, makan dua hari sekali, atau lari pagi di hari Minggu. Kesemuanya merupakan contoh
habits yang dapat dikenali dengan mudah.
1
Berbeda kemudian dengan customs yang tepat digolongkan sebagai sebuah fenomena
sosial. Sosial disini cenderung dikaitkan dengan gejala kolektif yang berulang-ulang,
berdampak meluas, dan menjadi tata aturan (order) bagi sekelompok orang atau masyarakat.
Customs lahir dari adanya kebiasaan-kebiasaan perseorangan yang disadari sebagai sebuah
kebutuhan komunal (communal neccesity); dimana secara psikologis akan timbul pula
kepatuhan terhadap customs tersebut. Sehingga, tidak salah pula jika sebagian pihak
memadankan customs dengan adat atau tradisi.
Kedua, perbedaan habits dan customs terletak pada proses pemerolehan. Habits
didapat dari proses belajar dan pembiasaan, sedangkan customs dibentuk dari establishedhabits (kebiasaan yang sudah mapan, tegak, utuh). Bagaimana maksudnya?
Sebagai contoh, kebiasaan menggosok gigi adalah hasil pembelajaran sejak kecil yang
diajarkan oleh orang tua di rumah. Bagaimana cara memegang sikat gigi, mengoleskan pasta
gigi, kemudian cara menggosok gigi yang pada akhirnya menjadi ciri khas kebiasaan
tersendiri. Tanpa pembelajaran dan pembiasaan, habits tersebut akan sulit terbentuk.
Sedangkan customs akan terbentuk dari pelbagai kebiasaan bersama dalam masyarakat.
Misalnya, tradisi makan warga Tionghoa adalah memakai sumpit. Asumsi saya, fenomena
sosial tersebut dapat dipastikan telah diwariskan turun-temurun dari habits yang pada
awalnya hanya berkembang di sejumlah kecil keluarga. Tetapi, saya pun cenderung melihat
bahwa sebenarnya customs juga dapat membentuk habits. Dalam artian, ketika habits
dibiasakan di dalam kehidupan keluarga atau bahkan pribadi, sedikit banyaknya pula akan
dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan kolektif dari orang-orang di sekitar keberadaannya.
Ketiga, habits tidak memiliki sanksi yang ketat, sedangkan customs memiliki unsur
pemaksaan normatif yang memiliki sanksi bagi seseorang yang tidak patuh. Habits hanya
berlaku bagi kehidupan perseorangan atau beberapa orang dalam keluarga, sehingga sanksi
ketika habits tidak dijalankan dibebaskan kepada si pelaku. Namun, kondisi akan berbeda
ketika sebuah tatanan customs dilanggar. Biasanya, sanksi akan bersifat psikis dan moral
yang kemudian memiliki titik tekan sebagai bentuk ‘kekecewaan’ atas pelanggaran normanorma customs. Sebagai contoh, dalam sebuah masyarakat yang menghendaki bahwa makan
harus memakai tangan kanan, ketika ada anggota masyarakat yang menyengaja bersantap
menggunakan tangan kiri, secara otomatis akan ditegur dan diberi sanksi sosial dari
masyarakat lainnya.
2
Jadi, dengan memahami perbedaan habits dan custom sebagaimana telah
dikemukakan, akan menambah pemahaman kita tentang banyak fenomena perilaku manusia
yang beragam dan unik sebagai salah satu cara agar bijak dalam berpikir, berbicara, dan
bersikap.
3