BAB II KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pendidikan Karakter Di SMP Negeri 2 Demak

BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Manajemen Pendidikan
2.1.1 Pengertian Manajemen Pendidikan
Manajemen

Pendidikan

adalah

proses

pengembangan kegiatan kerjasama sekelompok orang
untuk

mencapai

tujuan

pendidikan


yang

telah

ditetapkan. Proses kegiatan kelompok yang minimal
mencakup: perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), dan pengawasan (controlling) sebagai suatu
proses untuk menjadikan visi menjadi aksi. Manajemen
pendidikan

sama

artinya

dengan

administrasi

pendidikan. Jadi manajemen pendidikan merupakan
serangkaian kegiatan bersama atau keseluruhan proses

pengendalian
dalam

usaha

mencapai

kerjasama

tujuan

sekelompok

pendidikan

yang

orang
telah


ditetapkan secara terencana dan sistematis, yang
diselenggarakan

pada

suatu

lingkungan

tertentu

(Slameto, 2013:1).
Selanjutnya menurut Mulyasa (2011:156) bahwa
manajemen merupakan satu hal yang sangat penting
dalam pendidikan, jika dilakukan secara efektif dan
efisien maka mutu pendidikan dapat ditingkatkan.
Istilah manajemen berasal dari kata kerja dalam
bahasa Inggris manage yang dalam bahasa Indonesia
berarti mengelola. Dari pengertian ini manajemen dapat
dipahami

7

sebagai

pengelolaan.

Apabila

pengertian

tersebut

diterapkan

dalam

pendidikan,

maka


pengertiannya menjadi mengelola pendidikan. Sejalan
dengan pengertian ini, Mulyasa (2011:158) mengartikan
manajemen sebagai segala sesuatu yang berkenaan
dengan pengelolaan proses untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan baik tujuan jangka pendek, jangka
menengah maupun jangka panjang, meliputi tahapan
kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa dalam
proses

pencapaian

perencanaan,

tujuan

pelaksanaan,

dimulai

dan

dari

tindakan

pengawasan

yang

dikerjakan dengan mengerahkan dan memanfaatkan
sumber

daya

yang

ada.

Di


dalam

pengelolaan

pendidikan karakter yang dilaksanakan di SMP Negeri
2 Demak, tentunya tidak lepas dari manajemen yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.1.2 Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen menurut G.R. Terry, dalam
Slameto (2013:2) bahwa fungsi manajemen dapat
diartikan kegiatan yang dilakukan oleh manajer sebagai
manajerial disebut sebagai kegiatan proses manajemen.
Secara menyeluruh fungsi manajemen tersebut adalah:
1) Perencanaan (Planning), pemilihan dan penentuan tujuan
organisasi, dan fungsinya: a. Menjelaskan dan memerinci
tujuan yang ingin dicapai, dan menetapkan kegiatan yang
harus dilakukan b. Memberikan batas kewenangan dan
tanggungjawab bagi seluruh pelaksana, c. Memonitor dan
mengukur berbagai keberhasilan secara intensif sehingga

bisa menemukan dan memperbaiki kepemimpinan secara
dini, d. Memungkinkan untuk terpeliharanya persesuaian
antara kegiatan internal, e. Menghindari pemborosan.

8

2) Pengorganisasian (Organizing), penentuan sumber daya
dan kegiatan yang dibutuhkan, menyusun organisasi atau
kelompok kerja, penugasan wewenang dan tanggungjawab
serta koordinasi. Pengorganisasian sangat penting dalam
manajemen karena membuat posisi orang jelas dalam
struktur dan pekerjaannya dan melalui pemilihan,
pengalokasian dan pendistribusian kerja yang profesional
dan organisasi dapat mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.
3) Pengarahan
(Actuating),
motivasi,
komunikasi
kepemimpinan untuk mengarahkan karyawan mengerjakan

sesuatu yang ditugaskan padanya. Pemimpin lebih
menekankan pada upaya mengarahkan dan memotivasi
para personil agar dapat melaksanakan para personil
agar dapat melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya
dengan baik.
4) Pengawasan (Controlling), penetapan standar, pengukuran
pelaksanaan, dan pengambilan tindakan korektif. Agar
karyawan pada lembaga mampu mengemban tugas atau
fungsi masing-masing, maka harus dilakukan suatu
pengawasan.

Sedangkan menurut Tjiptono (2013:156)
fungsi

manajemen

berkaitan

dengan


perencanaan, kemampuan untuk melaksanakan
rencana, dan menjamin pencapaian rencana
melalui pengendalian.
Berdasarkan pengertian tersebut, bahwa
manajemen

mempunyai

fungsi

yang

sangat

penting dalam kegiatan manajerial, sehingga
proses

kegiatan


lancar.

Maka

manajemen
dapat

dapat

berjalan

disimpulkan

bahwa

manajemen pendidikan merupakan suatu proses
pengelolaan

pendidikan

sekelompok

orang

melalui

dengan

kerjasama

memanfaatkan

berbagai sumber daya yang berupaya untuk
mencapai tujuan pendidikan. Dalam pencapaian
9

tujuan pendidikan tersebut diperlukan fungsifungsi

manajemen

tindakan

pendidikan

perencanaan,

yang

meliputi

pengorganisasian,

pelaksanaan, dan pengawasan proses pendidikan
sehingga

tujuan

pendidikan

yang

telah

ditetapkan dapat tercapai.

2.2 Pengelolaan Pendidikan Karakter
2.2.1 Pengertian Karakter
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian

seseorang

yang

terbentuk

dari

hasil

internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini
dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang,
berpikir, bersikap, dan bertindak (Jihad , 2010:44)
Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan
norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya,
dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang
dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat
dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan
karakter

bangsa

pengembangan

hanya

karakter

dapat

dilakukan

individu

melalui

seseorang.

Akan

tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial
dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter
individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam
lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan.
Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa
hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan
yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan
sosial,

budaya

Lingkungan
10

masyarakat,

sosial

dan

dan

budaya

bangsa.

budaya

bangsa

adalah

Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa
haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan
kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah
mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta
didik

melalui

pendidikan

hati,

otak,

dan

fisik.

(Kemendiknas. 2010:3)
Karakter

menurut

Sulhan

(2011:5)

adalah

“bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”, yaitu
sifat

batin

pikiran

manusia

dan

tingkah

Sedangkan
berkarakter
bersifat,

yang

mempengaruhi

laku

menurut

adalah

bertabiat,

atau

kepribadian.

Muhaimin

berkepribadian,
dan

berwatak”.

segenap
(2011:16)

berperilaku,
Individu

yang

berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap
Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan
negara

serta

dunia

internasional

pada

umumnya

dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya
dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya
(perasaannya).
Istilah karakter menurut Koesoema (2014:80)
dianggap

sama

dengan

kepribadian.

Kepribadian

dianggap sebagai ciri seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan,
misalnya keluarga.
Menurut Wynne (1991) dalam Jihad

(2010:38)

karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku

(behaviors),

motivasi

(motivations),

dan

keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa
11

Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan
memfokuskan

bagaimana

mengaplikasikan

nilai

kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.
Menurut Jihad

(2010: 39) istilah karakter erat

kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang,
dimana seseorang bisa disebut orang yang berkarakter
(a person of character) jika tingkah lakunya sesuai
dengan kaidah moral.
Dari

beberapa

pengertian

karakter

tersebut,

penulis jelaskan bahwa, karakter adalah akhlak atau
budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang serta
nilai-nilai perilaku yang berhubungan dengan Tuhan
Yang

Maha

Esa,

diri

sendiri,

sesama

manusia,

lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
dan budaya. Sehingga karakter bangsa identik dengan
akhlak

atau

budi

pekerti

bangsa.

Bangsa

yang

berkarakter adalah bangsa yang berakhlak dan berbudi
pekerti, memiliki norma dan perilaku yang baik.
2.2.2 Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan
sistematik

dalam

mengembangkan

potensi

peserta

didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat
dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya
bagi

keberlangsungan

bangsa

yang

lebih

kehidupan
baik

di

masyarakat
masa

dan

depan.

Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya
dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan
12

bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses
pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi
muda dan juga proses pengembangan budaya dan
karakter

bangsa

kehidupan

untuk

masyarakat

peningkatan

dan

bangsa

kualitas
di

masa

mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan
karakter

bangsa,

secara

aktif

peserta

didik

mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses
internalisasi,

dan

penghayatan

nilai-nilai

menjadi

kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat,
mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih
sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa
yang bermartabat (Balitbang, 2010:3).
Pendidikan karakter merupakan usaha bersama
warga sekolah, maka perlu dilakukan secara bersamasama oleh semua guru dan pimpinan sekolah, melalui
semua mata pelajaran dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari budaya sekolah (Dikdasmen, 2010:4)
Menurut Elkind & Sweet (2004), pendidikan
karakter dimaknai sebagai berikut:
“character education is the deliberate effort to help people
understand, care about, and act upon core ethical values.
When we think about the kind of character we want for our
children, it is clear that we want them to be able to judge
what is right, care deeply about what is right, and then do
what they believe to be right, even in the face of pressure
from without and temptation from within”.

Lebih

lanjut

dijelaskan

bahwa

pendidikan

karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru,
yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.
Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal
13

ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru,
cara

guru

berbicara

atau

menyampaikan

materi,

bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait
lainnya (Koesoema, 2011:231)
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter
memiliki

esensi

dan

makna

yang

sama

dengan

pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya
adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi
manusia

yang

baik,

warga

masyarakat,

dan

warganegara yang baik. Adapun kriteria manusia yang
baik, masyarakat, dan warga negara yang baik bagi
suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah
mempunyai nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter
dalam

konteks

pendidikan

di

Indonesia

adalah

pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri,
dalam rangka membina kepribadian generasi muda.(
Dikdasmen, 2010:13)
Berdasarkan grand design yang dikembangkan
Kemendiknas (Sulhan, 2011:23), secara psikologis dan
sosial

kultural

pembentukan

individu

merupakan

individu

manusia

fungsi

(kognitif,

karakter
dari

dalam

seluruh

afektif,

diri

potensi

konatif,

dan

psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural
(dalam

keluarga,

sekolah,

dan

masyarakat)

dan

berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter
dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosialkultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah
14

Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir
(intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik
(Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa
dan Karsa (Affective and Creativity development) yang
secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 1. Konfigurasi Karakter

Menurut Lickona (2013:72) karakter terbentuk
dari tiga macam bagian yang saling berkaitan, yaitu:
pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku
moral. Karakter yang baik terdiri atas mengetahui
kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan
kebaikan, kebiasaan pikiran, kebiasaan hati, kebiasaan
perbuatan.

Ketiganya

penting

untuk

menjalankan

hidup yang bermoral, faktor pembentuk kematangan
moral.
Selanjutnya, Lickona (2013:415), bahwa ada enam
unsur budaya positif sekolah yaitu:
1) Kepemimpinan moral dan akademis dari kepala sekolah,
2) Disiplin yang memberi teladan, mendorong dan
menjunjung tinggi nilai-nilai di seluruh lingkungan
sekolah, 3) Kesadaran komunitas di seluruh lingkungan

15

sekolah, 4) Organisasi siswa yang melibatkan para siswa
dan menumbuhkan perasaan ”Ini adalah sekolah kami,
sehingga kami bertanggung jawab untuk menjadikannya
sebagai sekolah terbaik”, 5) Sebuah atmosfer moral yang
didalamnya terdapat sikap yang saling menghormati,
keadilan dan kerjasama yang meresap ke dalam semua
bentuk hubungan baik, 6) Menjunjung arti penting
moralitas dengan memberi waktu khusus untuk
menangani.

Lickona dalam Elya (2014) bahwa ada tujuh alasan
perlunya pendidikan karakter, yaitu:
1) Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak
(siswa) memiliki kepribadian yang baik dalam
kehidupannya,
2) Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi
akademik,
3) Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang
kuat bagi dirinya di tempat lain,
4) Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau
orang lain dan dapat hidup dalam masyarakat yang
beragam,
5) Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan
problem moral-sosial, seperti ketidaksopanan,
ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan
seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah,
6) Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong
perilaku di tempat kerja; dan
7) Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari
kerja peradaban.

Dari

pengertian

tentang

pendidikan

karakter,

dapat penulis jelaskan bahwa pendidikan karakter
merupakan upaya-upaya sekolah yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan
nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam

pikiran,

sikap,

perasaan,

perkataan,

dan

perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum,
tata krama, budaya, dan adat istiadat.
16

2.2.3 Nilai-nilai Karakter untuk SMP
Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, normanorma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan
prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai
karakter yang dikelompokkan menjadi lima, yaitu nilainilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan (1)
Tuhan Yang Maha Esa, (2) diri sendiri, (3) sesama
manusia, dan (4) lingkungan, serta (5) kebangsaan.
Namun demikian, penanaman kedelapan puluh nilai
tersebut merupakan hal yang sangat sulit. Oleh karena
itu, (Depniknas, 2010:12) pada tingkat SMP dipilih 20
nilai karakter utama yang disarikan dari butir-butir
SKL SMP (Permen Diknas nomor 23 tahun 2006) dan
SK/KD (Permen Diknas nomor 22 tahun 2006).
Berikut adalah daftar nilai utama yang dimaksud
dan diskripsi ringkasnya.
1. Nilai

karakter

Tuhan

dalam

(Religius):

tindakan

seseorang

berdasarkan

hubungannya

pikiran,
yang

pada

dengan

perkataan,
diupayakan

nilai-nilai

dan
selalu

Ketuhanan

dan/atau ajaran agamanya.
2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri
sendiri: a. Percaya diri, b. Berpikir logis, kritis,
kreatif, dan inovatif, c. Mandiri, d. Bertanggung
jawab, e. Jujur, f. Disiplin, g. Kerja keras, h. Ingin
tahu, i. Cinta ilmu, j. Berjiwa wirausaha, k.
Konasi (kemauan untuk bertindak), l. Cermat dan
teliti, m. Sederhana, n. Objektif, o. Tekun, p.
Skeptis (tidak mudah percaya), q. Terbuka.
3. Nilai
17

karakter

dalam

hubungannya

dengan

sesama: a. Sadar akan hak dan kewajiban diri
dan orang lain, b. Patuh pada aturan-aturan
sosial, c. Menghargai karya dan prestasi orang
lain, d. Santun, f. Mampu bekerjasama, g.
Demokratis, h. Empati
4. Nilai

karakter

dalam

hubungannya

dengan

lingkungan: a. Perilaku hidup sehat, b. Peduli
lingkungan dan sosial, c. Menjaga keselamatan
kerja dilaboratorium
5. Nilai kebangsaan : a. Nasionalis, b. Menghargai
keberagaman
2.2.4 Tahap Pengembangan Karakter
Pengembangan
penting

untuk

karakter

dilakukan

stakeholdersnya

untuk

penyelenggaraan

pendidikan

diyakini
oleh

menjadi

perlu

dan

sekolah
pijakan

karakter

di

dan
dalam

sekolah.

Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah
mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil).
Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan
mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan
komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang
terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan
memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan
membentuk karakter anak melalui orang tua dan
lingkungannya.
Karakter
pengetahuan
kebiasaan

(knowing),

(habit).

pengetahuan
18

dikembangkan

saja.

melalui

pelaksanaan

Karakter

tidak

Seseorang

tahap

(acting),
terbatas

yang

dan
pada

memiliki

pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak
sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih
(menjadi

kebiasaan)

Karakter

juga

kebiasaan

diri.

untuk

menjangkau
Dengan

melakukan
wilayah

demikian

kebaikan.

emosi

dan

diperlukan

tiga

komponen karakter yang baik (components of good
character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang
moral), moral feeling atau perasaan (penguatan emosi)
tentang moral, dan

moral

action atau perbuatan

bermoral (Saptono, 2011:26).
Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau
warga

sekolah

pendidikan

lain

tersebut

yang

terlibat

sekaligus

dalam

dapat

sistem

memahami,

merasakan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai
kebajikan (moral). Dimensi-dimensi yang termasuk
dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif
adalah

kesadaran

moral

(moral

awareness),

pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral
values), penentuan sudut pandang (perspective taking),
logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil
sikap (decision making), dan pengenalan diri (self
knowledge). Moral feeling merupakan penguatan emosi
peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter.
Penguatan ini berkaitan dengan sikap yang harus
dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran jati diri
(conscience), percaya diri (self confidence), kepekaan
terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran
(loving

the

good),

pengendalian

diri

(self

control),

kerendahan hati (humility). Moral action merupakan
perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil
19

(outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk
memahami apa yang mendorong seseorang dalam
perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat
tiga

aspek

lain

dari

karakter

yaitu

kompetensi

(competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
(Dikdasmen, 2010:19).
Lickona dalam Koesoema (2011:156), sekolah yang
ingin mengembangkan pendidikan karakter bagi anak
didiknya pasti mempunyai visi tertentu yang berkaitan
dengan pembentukan karakter peserta didik. Visi
pendidikan karakter yang diterapkan oleh sekolah
merupakan cita-cita yang akan diarah melalui kinerja.
Visi yang diungkapkan melalui pernyataan yang jelas
dan dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat di
dalamnya akan menjadi dasar acuan bagi setiap kerja,
pembuatan program dan pendidikan karakter yang
dilakukan di dalam sekolah
2.2.5 Model-model Pendidikan Karakter
Menurut Riyanto (2010) bahwa terdapat empat
model penerapan pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah, yaitu: 1) model otonomi dengan menempatkan
pendidikan karakter sebagai mata pelajaran tersendiri,
2) model integrasi dengan menyatukan nilai-nilai dan
karakter-karakter yang akan dibentuk dalam setiap
mata

pelajaran,

sebuah

3)

kegiatan

model

ekstrakurikuler

tambahan

yang

melalui

berorientasi

pembinaan karakter siswa, dan 4) model kolaborasi
dengan menggabungkan ketiga model tersebut dalam
seluruh kegiatan sekolah..Keempat model ini dapat
20

diumpamakan wadah yang memberikan ruang gerak
pada pendidikan karakter. Selanjutnya agar gerak
tersebut
metode

efektif

dan

efisien

pembelajaran

diperlukan

dalam

upaya

pemilihan

pembentukan

karakter positif dalam diri peserta didik. Apa pun
metode yang dipilih, yang penting adalah pelibatan
aspek kognitif, afektif dan perilaku peserta didik secara
simultan,

maka

metode

yang

dibutuhkan

adalah

metode yang menghidupkan ketiga aspek tersebut dan
membawa peserta didik ke dalam pengalaman nyata
kehidupan berkarakter.
2.2.6 Pengelolaan Pendidikan Karakter
Lickona
mengatakan

dalam

bahwa

Koesoema

sekolah

jika

(2011:222)

dijiwai

dengan

semangat pendidikan karakter yang baik maka akan
menjadi tempat yang efektif bagi pembentukan individu
sehingga mereka dapat bertumbuh dengan baik di
dalam lingkungannya.
Selanjutnya
(2011:223),

Lickona

menjelaskan

dalam

bahwa

secara

Koesoema
langsung

sekolah dapat mengelola pendidikan karakter melalui
pendekatan kurikulum, penegakan disiplin, manajemen
sekolah, maupun melalui program-program pendidikan
yang

dirancangnya.

Terlebih

dengan

pemberian

otonomi sekolah melalui Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan

(KTSP),

sekolah

sesungguhnya

diberi

kewenangan untuk mengembangkan kurikulum yang
dijiwai dengan pendidikan karakter.
21

Menurut Farida (2014:143) mengatakan bahwa
pembelajaran

karakter

parsial

dijadikan

atau

tidak

disampaikan

mata

pelajaran

secara
terpisah,

melainkan terintegrasi dengan semua mata pelajaran,
sehingga pendidikan menemukan ruhnya.
Menurut

Aqib

(2011:32)

bahwa

pengelolaan

pendidikan karakter dapat diuraikan sebagai berikut
A. Perencanaan
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam tahap
penyusunan rancangan antara lain: 1) Mengidentifikasi
jenis-jenis

kegiatan

di

sekolah

yang

dapat

merealisasikan pendidikan karakter. Dalam hal ini,
program

pendidikan

karakter

peserta

didik

direalisasikan dalam tiga kelompok kegiatan, yaitu (a)
terpadu dengan pembelajaran pada mata pelajaran; (b)
terpadu dengan manajemen sekolah; dan (c) terpadu
melalui
fasilitas

kegiatan

ekstrakurikuler.

pendukung

2)

Menyiapkan

pelaksanaan

program

pembentukan karakter di sekolah
B. Pelaksanaan
Pendidikan karakter dilaksanakan dalam tiga
kelompok kegiatan, Aqib (2011:38) yaitu:
1) Pembentukan

karakter

yang

terpadu

dengan

pembelajaran pada mata pelajaran; Berbagai hal
yang terkait dengan karakter (nilai-nilai, norma,
iman

dan

ketaqwaan,

diimplementasikan

dalam

dll)

dirancang

pembelajaran

dan
mata

pelajaran, antara lain Agama, PKn, Bahasa Inggris,
IPA, Bimbingan Konseling, dan lain-lain. Hal ini
dimulai dengan pengenalan nilai secara kognitif,
22

penghayatan

nilai

secara

afektif,

akhirnya

ke

pengamalan nilai secara nyata oleh peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari.
2) Pembentukan
manajemen
dengan

Karakter

sekolah.

karakter

yang

Berbagai

(nilai-nilai,

terpadu
hal

yang

norma,

dengan
terkait

iman

dan

ketaqwaan, dll) dirancang dan diimplementasikan
dalam

aktivitas

pengelolaan:

manajemen

peserta

didik,

sekolah,
peraturan

seperti
sekolah,

sarana dan prasarana, keuangan, pembelajaran,
penilaian, dan pengelolaan lainnya.
3) Pembentukan

karakter

yang

terpadu

dengan

pembiasaan dan ekstrakurikuler. Beberapa kegiatan
ekstra

kurikuler

yang

memuat

pembentukan

karakter antara lain: Olah raga (basket, bola voli,
bulu tangkis, bela diri, dll), Keagamaan (baca tulis Al
Qur’an, hafalan Asmaul Husna, sholat berjamaah,
pendalaman Alkitab, dll), Seni Budaya (seni tari,
vokal, seni rupa, karawitan), KIR, Pramuka, Palang
Merah Remaja (PMR), dan lain-lainnya.
C. Evaluasi
Aqib (2011:47) bahwa untuk mengetahui sejauh
mana

efektivitas

program

pendidikan

karakter

mencapai tujuan. Hasil evaluasi digunakan sebagai
umpan

balik

untuk

menyempurnakan

proses

pelaksanaan program pendidikan karakter. Lebih lanjut
tujuan evaluasi pembentukan karakter adalah sebagai
berikut: 1) Melakukan pengamatan secara langsung
keterlaksanaan

program

pendidikan

karakter

di

sekolah. 2) Memperoleh gambaran mutu pendidikan
23

karakter secara umum. 3) Melihat kendala-kendala
yang terjadi dalam pelaksanaan dan mengidentifikasi
masalah yang ada, selanjutnya mencari solusi agar
program

pendidikan

karakter

dapat

tercapai.

4)

Mengumpulkan dan menganalisis data yang ditemukan
di lapangan untuk menyusun rekomendasi perbaikan
pelaksanaan

program

pendidikan

karakter.

5)

Memberikan masukan untuk bahan pembinaan dan
peningkatan kualitas program pendidikan karakter.
Dengan

demikian,

kegiatan

manajemen

merupakan salah satu media yang efektif dalam
pengelolaan

pendidikan

karakter

di

sekolah.

Pengelolaan pendidikan karakter di SMP Negeri 2
Demak sangat terkait dengan manajemen sekolah, yang
meliputi: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2.3 Penelitian Yang Relevan
Penelitian Suwito (2012) berjudul: Integrasi Nilai
Pendidikan

Karakter

ke

Dalam

Mata

Pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah melalui RPP.
Tujuannya
pendidikan
dilakukan

untuk

karakter
adalah

Pendidikan

di

mengetahui
sekolah.

menyusun

Kewarganegaraan

kembangkan

dengan

implementasi

Penelitian

RPP

mata

yang

yang

pelajaran

kemudian

pengintegrasian

di

nilai-nilai

pendidikan karakter di setiap tehnik pembelajaran
mulai dari pendahuluan (apersepsi, motivasi), kegiatan
inti

(meliputi

tahap

elaborasi,

eksplorasi

dan

konfirmasi), dan pada tahap penutup (kesimpulan,
pemberian tugas tersetruktur dan tugas mandiri),
melalui
24

simulasi

dan

sistem

pemodelan

yang

ditampilkan lewat media slide sehingga peserta didik
mengetahui

dan

memahami

nilai-nilai

pendidikan

karakter yang diintegrasikan di dalam setiap teknik
pembelajaran. Kesimpulan: Implementasi pendidikan
karakter di sekolah dapat dilakukan melalui langkahlangkah pengembangan pembentukan karakter dengan
cara memasukkan konsep karakter dalam proses
pembelajaran,

pembuatan

slogan

yang

mampu

menumbuhkan kebiasaan baik dan pemantauan secara
kontinyu serta melalui pelaksanaan program-program
pembinaan

kejiwaan,

pembinaan

pembinaan

kepribadian,

kerohanian,

pembinaan

jasmani,

pembinaan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
Penelitian Zuhdi (2013), berjudul: Pemantapan
Implementasi Pendidikan Karakter di SD, SMP dan
SMA di kota Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah
untuk

mendeskripsikan

implementasi

pendidikan

karakter di SD, SMP, dan SMA di Kota Yogyakarta.
Penelitian survei ini mengambil sampel dengan teknik
area

cluster

random

sampling

sehingga

diperoleh

sampel satu sekolah untuk SD dan SMA dan dua
sekolah untuk SMP untuk wilayah Yogyakarta bagian
Utara,

Selatan,

Barat,

dan

Timur.

Instrumen

pengumpul data berupa angket dan analisis dokumen.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Menurut pendapat para guru, perencanaan pendidikan
karakter di sekolah-sekolah kota Yogyakarta sudah
dilakukan dengan cukup baik, tetapi berdasarkan
analisis RPP yang dibuat oleh guru, ada beberapa RPP
25

yang belum mengandung nilai-nilai target yang akan
dikembangkan

dalam

pembelajaran.

Pelaksanaan

pendidikan karakter di sekolah sudah dipadukan
dalam berbagai mata pelajaran. Penilaian pengetahuan
dan kemauan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai
target pendidikan karakter baru pada sebagian soalsoal yang dibuat guru, sedangkan penilaian perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai target dilakukan oleh
kebanyakan guru hanya dengan wawancara.
Penelitian Mulyono (2013) berjudul: Pendidikan
Karakter

dalam

ISMUBA

Kemuhammadiyahan

Bahasa

(Al-Islam,

Arab)

Sekolah

Muhammadiyah di Kota Salatiga. Hasil penelitiannya
adalah sebagai berikut: Penelitian ini adalah penelitian
lapangan yang bersifat prospektif, dan didesain secara
kualitatif.

Tujuan

terkuaknya
ISMUBA

yang

konsep

dan

Muhammadiyah

hendak

Pendidikan

implementasinya
di

kota

di

Salatiga

dicapai

adalah

Karakter

dalam

sekolah-sekolah
dalam

rangka

membangun karakter bangsa. Untuk memperoleh hasil
penelitian yang lebih akurat, peneliti menggunakan
berbagai

pendekatan,

fenomenologis,
ISMUBA

dan

dan

yakni

pendekatan

psikologis.

pendidikan

Maka

karakter

filosofis,

implementasi
di

sekolah

Muhammadiyah kota Salatiga, tentunya sudah berjalan
baik. Berdasarkan hasil temuan di lapangan dan
tela’ah

dokumen

menyimpulkan

yang

bahwa

ada,

peneliti

implementasi

dapat

pendidikan

karakter di sekolah Muhammadiyah Salatiga, telah
berjalan secara alami, karena sistem pembelajaran
26

karakter itu telah ada jauh sebelum pembelajaran
karakter diwajibkan oleh pemerintah, meskipun para
guru

belum

begitu

paham

mengenai

sistem

pembelajaran tersebut.
Penelitian Hidayah (2013) berjudul: Implementasi
Pendidikan

Karakter

di

SD

Negeri

Ngunut

6

Tulungagung, dengan hasil sebagai berikut: Tujuan
penelitian ini menyajikan bagaimana implementasi
pendidikan karakter di SD negeri yang nantinya dapat
dijadikan rujukan

dalam mengembangkan pendidikan

karakter dan dapat dijadikan contoh implementasi
pendidikan

karakter

pendidikan/sekolah
Penelitian

ini

yang

lainnya,

menggunakan

tepat

di

terutama

lembaga

SD

pendekatan

Negeri.

kualitatif.

Hasil temuan penerapan pendidikan karakter dalam
proses belajar mengajar yakni siswa memiliki motto
tentang cinta kebersihan serta perangkat pembelajaran
telah

terintegrasi

dengan

karakter.

Budaya

yang

dikembangkan di SD Negeri Ngunut 6 yakni terdapat
tata tertib “Disiplin” untuk guru dan “Malu” untuk
siswa, semua warga sekolah harus melaksanakan 3S
(salam,

senyum,

sampah

pada

sapa),

membuang

tempatnya

dan

dan
Jumat

memilah
bersih.

Ekstrakurikuler yang dikembangkan yakni Pramuka,
tari dan computer. Masyarakat melalui paguyuban
siswa, tokoh masyarakat dan lembaga luar sekolah
sangat

ikut

berpartisipasi

dalam

semua

rencana

sekolah hal ini diwujudkan dengan kelas dikelola oleh
orang tua siswa melalui program swadaya pengelolaan
ruang kelas dan halaman sekolah.
27

Dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan
antara penelitian terdahulu dan penelitian sekarang
yang

penulis

lakukan

di

SMP

Negeri

2

Demak.

Persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang
pendidikan karakter di sekolah, bahwa implementasi
pendidikan karakter dapat dilakukan terintegrasi pada
semua mata pelajaran dan melalui pembiasaan pada
peserta didik. Perbedaannya adalah, kalau peneliti
terdahulu hanya membahas tentang pelaksanaannya
saja, sedangkan yang sekarang penulis lakukan adalah
meneliti

cara

pengelolaannya,

yang

perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2.4 Kerangka Pikir Penelitian
Reformasi bidang pendidikan di Indonesia

Fokus pada pendidikan karakter peserta didik

Pengelolaan Pendidikan Karakter di SMP Negeri
2 Demak

Perencanaan

Pelaksanaan

Gambar 2 : Alur Kerangka Pikir

28

Evaluasi

meliputi

Keterangan dari gambar 2 tentang alur kerangka
pikir, adalah sebagai berikut:
Kebutuhan masyarakat Indonesia yang semakin
tinggi

terhadap

pendidikan

yang

bermutu

menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi salah
satu

pranata

kehidupan

sosial

yang

kuat

dan

berwibawa, serta memiliki peranan yang sangat penting
dan strategis dalam pembangunan peradaban bangsa.
Pendidikan akan mengalami perkembangan sesuai
dengan
teknologi

kemajuan
agar

sosial,

dapat

ekonomi,

diterima

budaya

sebagai

dan

sebuah

pendidikan yang relevan oleh para generasi bangsa.
Maka,

pemerintah

telah

mencanangkan

model

pendidikan yang berfungsi untuk membentuk karakter
peserta didik agar sesuai dengan apa yang menjadi
keinginan pendidik dan pemerintah, model pendidikan
ini disebut dengan “Pendidikan karakter.”
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan
harus mampu menanamkan nilai-nilai karakter dalam
upaya membentuk kepribadian peserta didik. Untuk
menjawab pentingnya pendidikan karakter, SMP Negeri
2 Demak diharapkan mampu mewujudkan jaminan
mutu bagi para lulusannya sesuai dengan keinginan
masyarakat, maka salah satu yang dilakukan dengan
meningkatkan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa
pada peserta didik. Program pendidikan karakter yang
ada di sekolah tidak lepas dari kegiatan manajemen
atau pengelolaan. Pengelolaan yang dimaksud adalah
bagaimana pendidikan karakter tersebut direncanakan,
dilaksanakan,
29

dan

dievaluasi.

Hal

ini

untuk

mengetahui

sejauh

mana

efektivitas

program

pendidikan karakter mencapai tujuan. Hasil evaluasi
digunakan

sebagai

menyempurnakan
selanjutnya.

30

umpan

program

balik

pendidikan

untuk
karakter

31