BAB II KAJIAN TEORI - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Pengelolaan Pendidikan Karakter Di SMP Negeri 2 Demak
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Manajemen Pendidikan
2.1.1 Pengertian Manajemen Pendidikan
Manajemen
Pendidikan
adalah
proses
pengembangan kegiatan kerjasama sekelompok orang
untuk
mencapai
tujuan
pendidikan
yang
telah
ditetapkan. Proses kegiatan kelompok yang minimal
mencakup: perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), dan pengawasan (controlling) sebagai suatu
proses untuk menjadikan visi menjadi aksi. Manajemen
pendidikan
sama
artinya
dengan
administrasi
pendidikan. Jadi manajemen pendidikan merupakan
serangkaian kegiatan bersama atau keseluruhan proses
pengendalian
dalam
usaha
mencapai
kerjasama
tujuan
sekelompok
pendidikan
yang
orang
telah
ditetapkan secara terencana dan sistematis, yang
diselenggarakan
pada
suatu
lingkungan
tertentu
(Slameto, 2013:1).
Selanjutnya menurut Mulyasa (2011:156) bahwa
manajemen merupakan satu hal yang sangat penting
dalam pendidikan, jika dilakukan secara efektif dan
efisien maka mutu pendidikan dapat ditingkatkan.
Istilah manajemen berasal dari kata kerja dalam
bahasa Inggris manage yang dalam bahasa Indonesia
berarti mengelola. Dari pengertian ini manajemen dapat
dipahami
7
sebagai
pengelolaan.
Apabila
pengertian
tersebut
diterapkan
dalam
pendidikan,
maka
pengertiannya menjadi mengelola pendidikan. Sejalan
dengan pengertian ini, Mulyasa (2011:158) mengartikan
manajemen sebagai segala sesuatu yang berkenaan
dengan pengelolaan proses untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan baik tujuan jangka pendek, jangka
menengah maupun jangka panjang, meliputi tahapan
kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa dalam
proses
pencapaian
perencanaan,
tujuan
pelaksanaan,
dimulai
dan
dari
tindakan
pengawasan
yang
dikerjakan dengan mengerahkan dan memanfaatkan
sumber
daya
yang
ada.
Di
dalam
pengelolaan
pendidikan karakter yang dilaksanakan di SMP Negeri
2 Demak, tentunya tidak lepas dari manajemen yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.1.2 Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen menurut G.R. Terry, dalam
Slameto (2013:2) bahwa fungsi manajemen dapat
diartikan kegiatan yang dilakukan oleh manajer sebagai
manajerial disebut sebagai kegiatan proses manajemen.
Secara menyeluruh fungsi manajemen tersebut adalah:
1) Perencanaan (Planning), pemilihan dan penentuan tujuan
organisasi, dan fungsinya: a. Menjelaskan dan memerinci
tujuan yang ingin dicapai, dan menetapkan kegiatan yang
harus dilakukan b. Memberikan batas kewenangan dan
tanggungjawab bagi seluruh pelaksana, c. Memonitor dan
mengukur berbagai keberhasilan secara intensif sehingga
bisa menemukan dan memperbaiki kepemimpinan secara
dini, d. Memungkinkan untuk terpeliharanya persesuaian
antara kegiatan internal, e. Menghindari pemborosan.
8
2) Pengorganisasian (Organizing), penentuan sumber daya
dan kegiatan yang dibutuhkan, menyusun organisasi atau
kelompok kerja, penugasan wewenang dan tanggungjawab
serta koordinasi. Pengorganisasian sangat penting dalam
manajemen karena membuat posisi orang jelas dalam
struktur dan pekerjaannya dan melalui pemilihan,
pengalokasian dan pendistribusian kerja yang profesional
dan organisasi dapat mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.
3) Pengarahan
(Actuating),
motivasi,
komunikasi
kepemimpinan untuk mengarahkan karyawan mengerjakan
sesuatu yang ditugaskan padanya. Pemimpin lebih
menekankan pada upaya mengarahkan dan memotivasi
para personil agar dapat melaksanakan para personil
agar dapat melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya
dengan baik.
4) Pengawasan (Controlling), penetapan standar, pengukuran
pelaksanaan, dan pengambilan tindakan korektif. Agar
karyawan pada lembaga mampu mengemban tugas atau
fungsi masing-masing, maka harus dilakukan suatu
pengawasan.
Sedangkan menurut Tjiptono (2013:156)
fungsi
manajemen
berkaitan
dengan
perencanaan, kemampuan untuk melaksanakan
rencana, dan menjamin pencapaian rencana
melalui pengendalian.
Berdasarkan pengertian tersebut, bahwa
manajemen
mempunyai
fungsi
yang
sangat
penting dalam kegiatan manajerial, sehingga
proses
kegiatan
lancar.
Maka
manajemen
dapat
dapat
berjalan
disimpulkan
bahwa
manajemen pendidikan merupakan suatu proses
pengelolaan
pendidikan
sekelompok
orang
melalui
dengan
kerjasama
memanfaatkan
berbagai sumber daya yang berupaya untuk
mencapai tujuan pendidikan. Dalam pencapaian
9
tujuan pendidikan tersebut diperlukan fungsifungsi
manajemen
tindakan
pendidikan
perencanaan,
yang
meliputi
pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan proses pendidikan
sehingga
tujuan
pendidikan
yang
telah
ditetapkan dapat tercapai.
2.2 Pengelolaan Pendidikan Karakter
2.2.1 Pengertian Karakter
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian
seseorang
yang
terbentuk
dari
hasil
internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini
dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang,
berpikir, bersikap, dan bertindak (Jihad , 2010:44)
Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan
norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya,
dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang
dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat
dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan
karakter
bangsa
pengembangan
hanya
karakter
dapat
dilakukan
individu
melalui
seseorang.
Akan
tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial
dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter
individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam
lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan.
Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa
hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan
yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan
sosial,
budaya
Lingkungan
10
masyarakat,
sosial
dan
dan
budaya
bangsa.
budaya
bangsa
adalah
Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa
haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan
kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah
mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta
didik
melalui
pendidikan
hati,
otak,
dan
fisik.
(Kemendiknas. 2010:3)
Karakter
menurut
Sulhan
(2011:5)
adalah
“bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”, yaitu
sifat
batin
pikiran
manusia
dan
tingkah
Sedangkan
berkarakter
bersifat,
yang
mempengaruhi
laku
menurut
adalah
bertabiat,
atau
kepribadian.
Muhaimin
berkepribadian,
dan
berwatak”.
segenap
(2011:16)
berperilaku,
Individu
yang
berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap
Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan
negara
serta
dunia
internasional
pada
umumnya
dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya
dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya
(perasaannya).
Istilah karakter menurut Koesoema (2014:80)
dianggap
sama
dengan
kepribadian.
Kepribadian
dianggap sebagai ciri seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan,
misalnya keluarga.
Menurut Wynne (1991) dalam Jihad
(2010:38)
karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku
(behaviors),
motivasi
(motivations),
dan
keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa
11
Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan
memfokuskan
bagaimana
mengaplikasikan
nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.
Menurut Jihad
(2010: 39) istilah karakter erat
kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang,
dimana seseorang bisa disebut orang yang berkarakter
(a person of character) jika tingkah lakunya sesuai
dengan kaidah moral.
Dari
beberapa
pengertian
karakter
tersebut,
penulis jelaskan bahwa, karakter adalah akhlak atau
budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang serta
nilai-nilai perilaku yang berhubungan dengan Tuhan
Yang
Maha
Esa,
diri
sendiri,
sesama
manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
dan budaya. Sehingga karakter bangsa identik dengan
akhlak
atau
budi
pekerti
bangsa.
Bangsa
yang
berkarakter adalah bangsa yang berakhlak dan berbudi
pekerti, memiliki norma dan perilaku yang baik.
2.2.2 Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan
sistematik
dalam
mengembangkan
potensi
peserta
didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat
dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya
bagi
keberlangsungan
bangsa
yang
lebih
kehidupan
baik
di
masyarakat
masa
dan
depan.
Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya
dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan
12
bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses
pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi
muda dan juga proses pengembangan budaya dan
karakter
bangsa
kehidupan
untuk
masyarakat
peningkatan
dan
bangsa
kualitas
di
masa
mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan
karakter
bangsa,
secara
aktif
peserta
didik
mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses
internalisasi,
dan
penghayatan
nilai-nilai
menjadi
kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat,
mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih
sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa
yang bermartabat (Balitbang, 2010:3).
Pendidikan karakter merupakan usaha bersama
warga sekolah, maka perlu dilakukan secara bersamasama oleh semua guru dan pimpinan sekolah, melalui
semua mata pelajaran dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari budaya sekolah (Dikdasmen, 2010:4)
Menurut Elkind & Sweet (2004), pendidikan
karakter dimaknai sebagai berikut:
“character education is the deliberate effort to help people
understand, care about, and act upon core ethical values.
When we think about the kind of character we want for our
children, it is clear that we want them to be able to judge
what is right, care deeply about what is right, and then do
what they believe to be right, even in the face of pressure
from without and temptation from within”.
Lebih
lanjut
dijelaskan
bahwa
pendidikan
karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru,
yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.
Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal
13
ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru,
cara
guru
berbicara
atau
menyampaikan
materi,
bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait
lainnya (Koesoema, 2011:231)
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter
memiliki
esensi
dan
makna
yang
sama
dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya
adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi
manusia
yang
baik,
warga
masyarakat,
dan
warganegara yang baik. Adapun kriteria manusia yang
baik, masyarakat, dan warga negara yang baik bagi
suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah
mempunyai nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter
dalam
konteks
pendidikan
di
Indonesia
adalah
pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri,
dalam rangka membina kepribadian generasi muda.(
Dikdasmen, 2010:13)
Berdasarkan grand design yang dikembangkan
Kemendiknas (Sulhan, 2011:23), secara psikologis dan
sosial
kultural
pembentukan
individu
merupakan
individu
manusia
fungsi
(kognitif,
karakter
dari
dalam
seluruh
afektif,
diri
potensi
konatif,
dan
psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural
(dalam
keluarga,
sekolah,
dan
masyarakat)
dan
berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter
dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosialkultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah
14
Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir
(intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik
(Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa
dan Karsa (Affective and Creativity development) yang
secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. Konfigurasi Karakter
Menurut Lickona (2013:72) karakter terbentuk
dari tiga macam bagian yang saling berkaitan, yaitu:
pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku
moral. Karakter yang baik terdiri atas mengetahui
kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan
kebaikan, kebiasaan pikiran, kebiasaan hati, kebiasaan
perbuatan.
Ketiganya
penting
untuk
menjalankan
hidup yang bermoral, faktor pembentuk kematangan
moral.
Selanjutnya, Lickona (2013:415), bahwa ada enam
unsur budaya positif sekolah yaitu:
1) Kepemimpinan moral dan akademis dari kepala sekolah,
2) Disiplin yang memberi teladan, mendorong dan
menjunjung tinggi nilai-nilai di seluruh lingkungan
sekolah, 3) Kesadaran komunitas di seluruh lingkungan
15
sekolah, 4) Organisasi siswa yang melibatkan para siswa
dan menumbuhkan perasaan ”Ini adalah sekolah kami,
sehingga kami bertanggung jawab untuk menjadikannya
sebagai sekolah terbaik”, 5) Sebuah atmosfer moral yang
didalamnya terdapat sikap yang saling menghormati,
keadilan dan kerjasama yang meresap ke dalam semua
bentuk hubungan baik, 6) Menjunjung arti penting
moralitas dengan memberi waktu khusus untuk
menangani.
Lickona dalam Elya (2014) bahwa ada tujuh alasan
perlunya pendidikan karakter, yaitu:
1) Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak
(siswa) memiliki kepribadian yang baik dalam
kehidupannya,
2) Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi
akademik,
3) Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang
kuat bagi dirinya di tempat lain,
4) Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau
orang lain dan dapat hidup dalam masyarakat yang
beragam,
5) Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan
problem moral-sosial, seperti ketidaksopanan,
ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan
seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah,
6) Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong
perilaku di tempat kerja; dan
7) Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari
kerja peradaban.
Dari
pengertian
tentang
pendidikan
karakter,
dapat penulis jelaskan bahwa pendidikan karakter
merupakan upaya-upaya sekolah yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan
nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam
pikiran,
sikap,
perasaan,
perkataan,
dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum,
tata krama, budaya, dan adat istiadat.
16
2.2.3 Nilai-nilai Karakter untuk SMP
Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, normanorma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan
prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai
karakter yang dikelompokkan menjadi lima, yaitu nilainilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan (1)
Tuhan Yang Maha Esa, (2) diri sendiri, (3) sesama
manusia, dan (4) lingkungan, serta (5) kebangsaan.
Namun demikian, penanaman kedelapan puluh nilai
tersebut merupakan hal yang sangat sulit. Oleh karena
itu, (Depniknas, 2010:12) pada tingkat SMP dipilih 20
nilai karakter utama yang disarikan dari butir-butir
SKL SMP (Permen Diknas nomor 23 tahun 2006) dan
SK/KD (Permen Diknas nomor 22 tahun 2006).
Berikut adalah daftar nilai utama yang dimaksud
dan diskripsi ringkasnya.
1. Nilai
karakter
Tuhan
dalam
(Religius):
tindakan
seseorang
berdasarkan
hubungannya
pikiran,
yang
pada
dengan
perkataan,
diupayakan
nilai-nilai
dan
selalu
Ketuhanan
dan/atau ajaran agamanya.
2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri
sendiri: a. Percaya diri, b. Berpikir logis, kritis,
kreatif, dan inovatif, c. Mandiri, d. Bertanggung
jawab, e. Jujur, f. Disiplin, g. Kerja keras, h. Ingin
tahu, i. Cinta ilmu, j. Berjiwa wirausaha, k.
Konasi (kemauan untuk bertindak), l. Cermat dan
teliti, m. Sederhana, n. Objektif, o. Tekun, p.
Skeptis (tidak mudah percaya), q. Terbuka.
3. Nilai
17
karakter
dalam
hubungannya
dengan
sesama: a. Sadar akan hak dan kewajiban diri
dan orang lain, b. Patuh pada aturan-aturan
sosial, c. Menghargai karya dan prestasi orang
lain, d. Santun, f. Mampu bekerjasama, g.
Demokratis, h. Empati
4. Nilai
karakter
dalam
hubungannya
dengan
lingkungan: a. Perilaku hidup sehat, b. Peduli
lingkungan dan sosial, c. Menjaga keselamatan
kerja dilaboratorium
5. Nilai kebangsaan : a. Nasionalis, b. Menghargai
keberagaman
2.2.4 Tahap Pengembangan Karakter
Pengembangan
penting
untuk
karakter
dilakukan
stakeholdersnya
untuk
penyelenggaraan
pendidikan
diyakini
oleh
menjadi
perlu
dan
sekolah
pijakan
karakter
di
dan
dalam
sekolah.
Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah
mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil).
Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan
mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan
komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang
terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan
memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan
membentuk karakter anak melalui orang tua dan
lingkungannya.
Karakter
pengetahuan
kebiasaan
(knowing),
(habit).
pengetahuan
18
dikembangkan
saja.
melalui
pelaksanaan
Karakter
tidak
Seseorang
tahap
(acting),
terbatas
yang
dan
pada
memiliki
pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak
sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih
(menjadi
kebiasaan)
Karakter
juga
kebiasaan
diri.
untuk
menjangkau
Dengan
melakukan
wilayah
demikian
kebaikan.
emosi
dan
diperlukan
tiga
komponen karakter yang baik (components of good
character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang
moral), moral feeling atau perasaan (penguatan emosi)
tentang moral, dan
moral
action atau perbuatan
bermoral (Saptono, 2011:26).
Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau
warga
sekolah
pendidikan
lain
tersebut
yang
terlibat
sekaligus
dalam
dapat
sistem
memahami,
merasakan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai
kebajikan (moral). Dimensi-dimensi yang termasuk
dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif
adalah
kesadaran
moral
(moral
awareness),
pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral
values), penentuan sudut pandang (perspective taking),
logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil
sikap (decision making), dan pengenalan diri (self
knowledge). Moral feeling merupakan penguatan emosi
peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter.
Penguatan ini berkaitan dengan sikap yang harus
dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran jati diri
(conscience), percaya diri (self confidence), kepekaan
terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran
(loving
the
good),
pengendalian
diri
(self
control),
kerendahan hati (humility). Moral action merupakan
perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil
19
(outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk
memahami apa yang mendorong seseorang dalam
perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat
tiga
aspek
lain
dari
karakter
yaitu
kompetensi
(competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
(Dikdasmen, 2010:19).
Lickona dalam Koesoema (2011:156), sekolah yang
ingin mengembangkan pendidikan karakter bagi anak
didiknya pasti mempunyai visi tertentu yang berkaitan
dengan pembentukan karakter peserta didik. Visi
pendidikan karakter yang diterapkan oleh sekolah
merupakan cita-cita yang akan diarah melalui kinerja.
Visi yang diungkapkan melalui pernyataan yang jelas
dan dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat di
dalamnya akan menjadi dasar acuan bagi setiap kerja,
pembuatan program dan pendidikan karakter yang
dilakukan di dalam sekolah
2.2.5 Model-model Pendidikan Karakter
Menurut Riyanto (2010) bahwa terdapat empat
model penerapan pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah, yaitu: 1) model otonomi dengan menempatkan
pendidikan karakter sebagai mata pelajaran tersendiri,
2) model integrasi dengan menyatukan nilai-nilai dan
karakter-karakter yang akan dibentuk dalam setiap
mata
pelajaran,
sebuah
3)
kegiatan
model
ekstrakurikuler
tambahan
yang
melalui
berorientasi
pembinaan karakter siswa, dan 4) model kolaborasi
dengan menggabungkan ketiga model tersebut dalam
seluruh kegiatan sekolah..Keempat model ini dapat
20
diumpamakan wadah yang memberikan ruang gerak
pada pendidikan karakter. Selanjutnya agar gerak
tersebut
metode
efektif
dan
efisien
pembelajaran
diperlukan
dalam
upaya
pemilihan
pembentukan
karakter positif dalam diri peserta didik. Apa pun
metode yang dipilih, yang penting adalah pelibatan
aspek kognitif, afektif dan perilaku peserta didik secara
simultan,
maka
metode
yang
dibutuhkan
adalah
metode yang menghidupkan ketiga aspek tersebut dan
membawa peserta didik ke dalam pengalaman nyata
kehidupan berkarakter.
2.2.6 Pengelolaan Pendidikan Karakter
Lickona
mengatakan
dalam
bahwa
Koesoema
sekolah
jika
(2011:222)
dijiwai
dengan
semangat pendidikan karakter yang baik maka akan
menjadi tempat yang efektif bagi pembentukan individu
sehingga mereka dapat bertumbuh dengan baik di
dalam lingkungannya.
Selanjutnya
(2011:223),
Lickona
menjelaskan
dalam
bahwa
secara
Koesoema
langsung
sekolah dapat mengelola pendidikan karakter melalui
pendekatan kurikulum, penegakan disiplin, manajemen
sekolah, maupun melalui program-program pendidikan
yang
dirancangnya.
Terlebih
dengan
pemberian
otonomi sekolah melalui Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan
(KTSP),
sekolah
sesungguhnya
diberi
kewenangan untuk mengembangkan kurikulum yang
dijiwai dengan pendidikan karakter.
21
Menurut Farida (2014:143) mengatakan bahwa
pembelajaran
karakter
parsial
dijadikan
atau
tidak
disampaikan
mata
pelajaran
secara
terpisah,
melainkan terintegrasi dengan semua mata pelajaran,
sehingga pendidikan menemukan ruhnya.
Menurut
Aqib
(2011:32)
bahwa
pengelolaan
pendidikan karakter dapat diuraikan sebagai berikut
A. Perencanaan
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam tahap
penyusunan rancangan antara lain: 1) Mengidentifikasi
jenis-jenis
kegiatan
di
sekolah
yang
dapat
merealisasikan pendidikan karakter. Dalam hal ini,
program
pendidikan
karakter
peserta
didik
direalisasikan dalam tiga kelompok kegiatan, yaitu (a)
terpadu dengan pembelajaran pada mata pelajaran; (b)
terpadu dengan manajemen sekolah; dan (c) terpadu
melalui
fasilitas
kegiatan
ekstrakurikuler.
pendukung
2)
Menyiapkan
pelaksanaan
program
pembentukan karakter di sekolah
B. Pelaksanaan
Pendidikan karakter dilaksanakan dalam tiga
kelompok kegiatan, Aqib (2011:38) yaitu:
1) Pembentukan
karakter
yang
terpadu
dengan
pembelajaran pada mata pelajaran; Berbagai hal
yang terkait dengan karakter (nilai-nilai, norma,
iman
dan
ketaqwaan,
diimplementasikan
dalam
dll)
dirancang
pembelajaran
dan
mata
pelajaran, antara lain Agama, PKn, Bahasa Inggris,
IPA, Bimbingan Konseling, dan lain-lain. Hal ini
dimulai dengan pengenalan nilai secara kognitif,
22
penghayatan
nilai
secara
afektif,
akhirnya
ke
pengamalan nilai secara nyata oleh peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari.
2) Pembentukan
manajemen
dengan
Karakter
sekolah.
karakter
yang
Berbagai
(nilai-nilai,
terpadu
hal
yang
norma,
dengan
terkait
iman
dan
ketaqwaan, dll) dirancang dan diimplementasikan
dalam
aktivitas
pengelolaan:
manajemen
peserta
didik,
sekolah,
peraturan
seperti
sekolah,
sarana dan prasarana, keuangan, pembelajaran,
penilaian, dan pengelolaan lainnya.
3) Pembentukan
karakter
yang
terpadu
dengan
pembiasaan dan ekstrakurikuler. Beberapa kegiatan
ekstra
kurikuler
yang
memuat
pembentukan
karakter antara lain: Olah raga (basket, bola voli,
bulu tangkis, bela diri, dll), Keagamaan (baca tulis Al
Qur’an, hafalan Asmaul Husna, sholat berjamaah,
pendalaman Alkitab, dll), Seni Budaya (seni tari,
vokal, seni rupa, karawitan), KIR, Pramuka, Palang
Merah Remaja (PMR), dan lain-lainnya.
C. Evaluasi
Aqib (2011:47) bahwa untuk mengetahui sejauh
mana
efektivitas
program
pendidikan
karakter
mencapai tujuan. Hasil evaluasi digunakan sebagai
umpan
balik
untuk
menyempurnakan
proses
pelaksanaan program pendidikan karakter. Lebih lanjut
tujuan evaluasi pembentukan karakter adalah sebagai
berikut: 1) Melakukan pengamatan secara langsung
keterlaksanaan
program
pendidikan
karakter
di
sekolah. 2) Memperoleh gambaran mutu pendidikan
23
karakter secara umum. 3) Melihat kendala-kendala
yang terjadi dalam pelaksanaan dan mengidentifikasi
masalah yang ada, selanjutnya mencari solusi agar
program
pendidikan
karakter
dapat
tercapai.
4)
Mengumpulkan dan menganalisis data yang ditemukan
di lapangan untuk menyusun rekomendasi perbaikan
pelaksanaan
program
pendidikan
karakter.
5)
Memberikan masukan untuk bahan pembinaan dan
peningkatan kualitas program pendidikan karakter.
Dengan
demikian,
kegiatan
manajemen
merupakan salah satu media yang efektif dalam
pengelolaan
pendidikan
karakter
di
sekolah.
Pengelolaan pendidikan karakter di SMP Negeri 2
Demak sangat terkait dengan manajemen sekolah, yang
meliputi: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
2.3 Penelitian Yang Relevan
Penelitian Suwito (2012) berjudul: Integrasi Nilai
Pendidikan
Karakter
ke
Dalam
Mata
Pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah melalui RPP.
Tujuannya
pendidikan
dilakukan
untuk
karakter
adalah
Pendidikan
di
mengetahui
sekolah.
menyusun
Kewarganegaraan
kembangkan
dengan
implementasi
Penelitian
RPP
mata
yang
yang
pelajaran
kemudian
pengintegrasian
di
nilai-nilai
pendidikan karakter di setiap tehnik pembelajaran
mulai dari pendahuluan (apersepsi, motivasi), kegiatan
inti
(meliputi
tahap
elaborasi,
eksplorasi
dan
konfirmasi), dan pada tahap penutup (kesimpulan,
pemberian tugas tersetruktur dan tugas mandiri),
melalui
24
simulasi
dan
sistem
pemodelan
yang
ditampilkan lewat media slide sehingga peserta didik
mengetahui
dan
memahami
nilai-nilai
pendidikan
karakter yang diintegrasikan di dalam setiap teknik
pembelajaran. Kesimpulan: Implementasi pendidikan
karakter di sekolah dapat dilakukan melalui langkahlangkah pengembangan pembentukan karakter dengan
cara memasukkan konsep karakter dalam proses
pembelajaran,
pembuatan
slogan
yang
mampu
menumbuhkan kebiasaan baik dan pemantauan secara
kontinyu serta melalui pelaksanaan program-program
pembinaan
kejiwaan,
pembinaan
pembinaan
kepribadian,
kerohanian,
pembinaan
jasmani,
pembinaan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
Penelitian Zuhdi (2013), berjudul: Pemantapan
Implementasi Pendidikan Karakter di SD, SMP dan
SMA di kota Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah
untuk
mendeskripsikan
implementasi
pendidikan
karakter di SD, SMP, dan SMA di Kota Yogyakarta.
Penelitian survei ini mengambil sampel dengan teknik
area
cluster
random
sampling
sehingga
diperoleh
sampel satu sekolah untuk SD dan SMA dan dua
sekolah untuk SMP untuk wilayah Yogyakarta bagian
Utara,
Selatan,
Barat,
dan
Timur.
Instrumen
pengumpul data berupa angket dan analisis dokumen.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Menurut pendapat para guru, perencanaan pendidikan
karakter di sekolah-sekolah kota Yogyakarta sudah
dilakukan dengan cukup baik, tetapi berdasarkan
analisis RPP yang dibuat oleh guru, ada beberapa RPP
25
yang belum mengandung nilai-nilai target yang akan
dikembangkan
dalam
pembelajaran.
Pelaksanaan
pendidikan karakter di sekolah sudah dipadukan
dalam berbagai mata pelajaran. Penilaian pengetahuan
dan kemauan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai
target pendidikan karakter baru pada sebagian soalsoal yang dibuat guru, sedangkan penilaian perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai target dilakukan oleh
kebanyakan guru hanya dengan wawancara.
Penelitian Mulyono (2013) berjudul: Pendidikan
Karakter
dalam
ISMUBA
Kemuhammadiyahan
Bahasa
(Al-Islam,
Arab)
Sekolah
Muhammadiyah di Kota Salatiga. Hasil penelitiannya
adalah sebagai berikut: Penelitian ini adalah penelitian
lapangan yang bersifat prospektif, dan didesain secara
kualitatif.
Tujuan
terkuaknya
ISMUBA
yang
konsep
dan
Muhammadiyah
hendak
Pendidikan
implementasinya
di
kota
di
Salatiga
dicapai
adalah
Karakter
dalam
sekolah-sekolah
dalam
rangka
membangun karakter bangsa. Untuk memperoleh hasil
penelitian yang lebih akurat, peneliti menggunakan
berbagai
pendekatan,
fenomenologis,
ISMUBA
dan
dan
yakni
pendekatan
psikologis.
pendidikan
Maka
karakter
filosofis,
implementasi
di
sekolah
Muhammadiyah kota Salatiga, tentunya sudah berjalan
baik. Berdasarkan hasil temuan di lapangan dan
tela’ah
dokumen
menyimpulkan
yang
bahwa
ada,
peneliti
implementasi
dapat
pendidikan
karakter di sekolah Muhammadiyah Salatiga, telah
berjalan secara alami, karena sistem pembelajaran
26
karakter itu telah ada jauh sebelum pembelajaran
karakter diwajibkan oleh pemerintah, meskipun para
guru
belum
begitu
paham
mengenai
sistem
pembelajaran tersebut.
Penelitian Hidayah (2013) berjudul: Implementasi
Pendidikan
Karakter
di
SD
Negeri
Ngunut
6
Tulungagung, dengan hasil sebagai berikut: Tujuan
penelitian ini menyajikan bagaimana implementasi
pendidikan karakter di SD negeri yang nantinya dapat
dijadikan rujukan
dalam mengembangkan pendidikan
karakter dan dapat dijadikan contoh implementasi
pendidikan
karakter
pendidikan/sekolah
Penelitian
ini
yang
lainnya,
menggunakan
tepat
di
terutama
lembaga
SD
pendekatan
Negeri.
kualitatif.
Hasil temuan penerapan pendidikan karakter dalam
proses belajar mengajar yakni siswa memiliki motto
tentang cinta kebersihan serta perangkat pembelajaran
telah
terintegrasi
dengan
karakter.
Budaya
yang
dikembangkan di SD Negeri Ngunut 6 yakni terdapat
tata tertib “Disiplin” untuk guru dan “Malu” untuk
siswa, semua warga sekolah harus melaksanakan 3S
(salam,
senyum,
sampah
pada
sapa),
membuang
tempatnya
dan
dan
Jumat
memilah
bersih.
Ekstrakurikuler yang dikembangkan yakni Pramuka,
tari dan computer. Masyarakat melalui paguyuban
siswa, tokoh masyarakat dan lembaga luar sekolah
sangat
ikut
berpartisipasi
dalam
semua
rencana
sekolah hal ini diwujudkan dengan kelas dikelola oleh
orang tua siswa melalui program swadaya pengelolaan
ruang kelas dan halaman sekolah.
27
Dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan
antara penelitian terdahulu dan penelitian sekarang
yang
penulis
lakukan
di
SMP
Negeri
2
Demak.
Persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang
pendidikan karakter di sekolah, bahwa implementasi
pendidikan karakter dapat dilakukan terintegrasi pada
semua mata pelajaran dan melalui pembiasaan pada
peserta didik. Perbedaannya adalah, kalau peneliti
terdahulu hanya membahas tentang pelaksanaannya
saja, sedangkan yang sekarang penulis lakukan adalah
meneliti
cara
pengelolaannya,
yang
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
2.4 Kerangka Pikir Penelitian
Reformasi bidang pendidikan di Indonesia
Fokus pada pendidikan karakter peserta didik
Pengelolaan Pendidikan Karakter di SMP Negeri
2 Demak
Perencanaan
Pelaksanaan
Gambar 2 : Alur Kerangka Pikir
28
Evaluasi
meliputi
Keterangan dari gambar 2 tentang alur kerangka
pikir, adalah sebagai berikut:
Kebutuhan masyarakat Indonesia yang semakin
tinggi
terhadap
pendidikan
yang
bermutu
menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi salah
satu
pranata
kehidupan
sosial
yang
kuat
dan
berwibawa, serta memiliki peranan yang sangat penting
dan strategis dalam pembangunan peradaban bangsa.
Pendidikan akan mengalami perkembangan sesuai
dengan
teknologi
kemajuan
agar
sosial,
dapat
ekonomi,
diterima
budaya
sebagai
dan
sebuah
pendidikan yang relevan oleh para generasi bangsa.
Maka,
pemerintah
telah
mencanangkan
model
pendidikan yang berfungsi untuk membentuk karakter
peserta didik agar sesuai dengan apa yang menjadi
keinginan pendidik dan pemerintah, model pendidikan
ini disebut dengan “Pendidikan karakter.”
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan
harus mampu menanamkan nilai-nilai karakter dalam
upaya membentuk kepribadian peserta didik. Untuk
menjawab pentingnya pendidikan karakter, SMP Negeri
2 Demak diharapkan mampu mewujudkan jaminan
mutu bagi para lulusannya sesuai dengan keinginan
masyarakat, maka salah satu yang dilakukan dengan
meningkatkan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa
pada peserta didik. Program pendidikan karakter yang
ada di sekolah tidak lepas dari kegiatan manajemen
atau pengelolaan. Pengelolaan yang dimaksud adalah
bagaimana pendidikan karakter tersebut direncanakan,
dilaksanakan,
29
dan
dievaluasi.
Hal
ini
untuk
mengetahui
sejauh
mana
efektivitas
program
pendidikan karakter mencapai tujuan. Hasil evaluasi
digunakan
sebagai
menyempurnakan
selanjutnya.
30
umpan
program
balik
pendidikan
untuk
karakter
31
KAJIAN TEORI
2.1 Manajemen Pendidikan
2.1.1 Pengertian Manajemen Pendidikan
Manajemen
Pendidikan
adalah
proses
pengembangan kegiatan kerjasama sekelompok orang
untuk
mencapai
tujuan
pendidikan
yang
telah
ditetapkan. Proses kegiatan kelompok yang minimal
mencakup: perencanaan (planning), pengorganisasian
(organizing), dan pengawasan (controlling) sebagai suatu
proses untuk menjadikan visi menjadi aksi. Manajemen
pendidikan
sama
artinya
dengan
administrasi
pendidikan. Jadi manajemen pendidikan merupakan
serangkaian kegiatan bersama atau keseluruhan proses
pengendalian
dalam
usaha
mencapai
kerjasama
tujuan
sekelompok
pendidikan
yang
orang
telah
ditetapkan secara terencana dan sistematis, yang
diselenggarakan
pada
suatu
lingkungan
tertentu
(Slameto, 2013:1).
Selanjutnya menurut Mulyasa (2011:156) bahwa
manajemen merupakan satu hal yang sangat penting
dalam pendidikan, jika dilakukan secara efektif dan
efisien maka mutu pendidikan dapat ditingkatkan.
Istilah manajemen berasal dari kata kerja dalam
bahasa Inggris manage yang dalam bahasa Indonesia
berarti mengelola. Dari pengertian ini manajemen dapat
dipahami
7
sebagai
pengelolaan.
Apabila
pengertian
tersebut
diterapkan
dalam
pendidikan,
maka
pengertiannya menjadi mengelola pendidikan. Sejalan
dengan pengertian ini, Mulyasa (2011:158) mengartikan
manajemen sebagai segala sesuatu yang berkenaan
dengan pengelolaan proses untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan baik tujuan jangka pendek, jangka
menengah maupun jangka panjang, meliputi tahapan
kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.
Dari pengertian ini dapat dipahami bahwa dalam
proses
pencapaian
perencanaan,
tujuan
pelaksanaan,
dimulai
dan
dari
tindakan
pengawasan
yang
dikerjakan dengan mengerahkan dan memanfaatkan
sumber
daya
yang
ada.
Di
dalam
pengelolaan
pendidikan karakter yang dilaksanakan di SMP Negeri
2 Demak, tentunya tidak lepas dari manajemen yang
meliputi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
2.1.2 Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen menurut G.R. Terry, dalam
Slameto (2013:2) bahwa fungsi manajemen dapat
diartikan kegiatan yang dilakukan oleh manajer sebagai
manajerial disebut sebagai kegiatan proses manajemen.
Secara menyeluruh fungsi manajemen tersebut adalah:
1) Perencanaan (Planning), pemilihan dan penentuan tujuan
organisasi, dan fungsinya: a. Menjelaskan dan memerinci
tujuan yang ingin dicapai, dan menetapkan kegiatan yang
harus dilakukan b. Memberikan batas kewenangan dan
tanggungjawab bagi seluruh pelaksana, c. Memonitor dan
mengukur berbagai keberhasilan secara intensif sehingga
bisa menemukan dan memperbaiki kepemimpinan secara
dini, d. Memungkinkan untuk terpeliharanya persesuaian
antara kegiatan internal, e. Menghindari pemborosan.
8
2) Pengorganisasian (Organizing), penentuan sumber daya
dan kegiatan yang dibutuhkan, menyusun organisasi atau
kelompok kerja, penugasan wewenang dan tanggungjawab
serta koordinasi. Pengorganisasian sangat penting dalam
manajemen karena membuat posisi orang jelas dalam
struktur dan pekerjaannya dan melalui pemilihan,
pengalokasian dan pendistribusian kerja yang profesional
dan organisasi dapat mencapai tujuan secara efektif dan
efisien.
3) Pengarahan
(Actuating),
motivasi,
komunikasi
kepemimpinan untuk mengarahkan karyawan mengerjakan
sesuatu yang ditugaskan padanya. Pemimpin lebih
menekankan pada upaya mengarahkan dan memotivasi
para personil agar dapat melaksanakan para personil
agar dapat melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya
dengan baik.
4) Pengawasan (Controlling), penetapan standar, pengukuran
pelaksanaan, dan pengambilan tindakan korektif. Agar
karyawan pada lembaga mampu mengemban tugas atau
fungsi masing-masing, maka harus dilakukan suatu
pengawasan.
Sedangkan menurut Tjiptono (2013:156)
fungsi
manajemen
berkaitan
dengan
perencanaan, kemampuan untuk melaksanakan
rencana, dan menjamin pencapaian rencana
melalui pengendalian.
Berdasarkan pengertian tersebut, bahwa
manajemen
mempunyai
fungsi
yang
sangat
penting dalam kegiatan manajerial, sehingga
proses
kegiatan
lancar.
Maka
manajemen
dapat
dapat
berjalan
disimpulkan
bahwa
manajemen pendidikan merupakan suatu proses
pengelolaan
pendidikan
sekelompok
orang
melalui
dengan
kerjasama
memanfaatkan
berbagai sumber daya yang berupaya untuk
mencapai tujuan pendidikan. Dalam pencapaian
9
tujuan pendidikan tersebut diperlukan fungsifungsi
manajemen
tindakan
pendidikan
perencanaan,
yang
meliputi
pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan proses pendidikan
sehingga
tujuan
pendidikan
yang
telah
ditetapkan dapat tercapai.
2.2 Pengelolaan Pendidikan Karakter
2.2.1 Pengertian Karakter
Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau
kepribadian
seseorang
yang
terbentuk
dari
hasil
internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini
dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang,
berpikir, bersikap, dan bertindak (Jihad , 2010:44)
Kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan
norma, seperti jujur, berani bertindak, dapat dipercaya,
dan hormat kepada orang lain. Interaksi seseorang
dengan orang lain menumbuhkan karakter masyarakat
dan karakter bangsa. Oleh karena itu, pengembangan
karakter
bangsa
pengembangan
hanya
karakter
dapat
dilakukan
individu
melalui
seseorang.
Akan
tetapi, karena manusia hidup dalam ligkungan sosial
dan budaya tertentu, maka pengembangan karakter
individu seseorang hanya dapat dilakukan dalam
lingkungan sosial dan budaya yang bersangkutan.
Artinya, pengembangan budaya dan karakter bangsa
hanya dapat dilakukan dalam suatu proses pendidikan
yang tidak melepaskan peserta didik dari lingkungan
sosial,
budaya
Lingkungan
10
masyarakat,
sosial
dan
dan
budaya
bangsa.
budaya
bangsa
adalah
Pancasila; jadi pendidikan budaya dan karakter bangsa
haruslah berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan
kata lain, mendidik budaya dan karakter bangsa adalah
mengembangkan nilai-nilai Pancasila pada diri peserta
didik
melalui
pendidikan
hati,
otak,
dan
fisik.
(Kemendiknas. 2010:3)
Karakter
menurut
Sulhan
(2011:5)
adalah
“bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku,
personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak”, yaitu
sifat
batin
pikiran
manusia
dan
tingkah
Sedangkan
berkarakter
bersifat,
yang
mempengaruhi
laku
menurut
adalah
bertabiat,
atau
kepribadian.
Muhaimin
berkepribadian,
dan
berwatak”.
segenap
(2011:16)
berperilaku,
Individu
yang
berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang
berusaha melakukan hal-hal yang terbaik terhadap
Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan
negara
serta
dunia
internasional
pada
umumnya
dengan mengoptimalkan potensi (pengetahuan) dirinya
dan disertai dengan kesadaran, emosi dan motivasinya
(perasaannya).
Istilah karakter menurut Koesoema (2014:80)
dianggap
sama
dengan
kepribadian.
Kepribadian
dianggap sebagai ciri seseorang yang bersumber dari
bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan,
misalnya keluarga.
Menurut Wynne (1991) dalam Jihad
(2010:38)
karakter mengacu kepada serangkaian sikap (attitudes),
perilaku
(behaviors),
motivasi
(motivations),
dan
keterampilan (skills). Karakter berasal dari bahasa
11
Yunani yang berarti “to mark” atau menandai dan
memfokuskan
bagaimana
mengaplikasikan
nilai
kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.
Menurut Jihad
(2010: 39) istilah karakter erat
kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang,
dimana seseorang bisa disebut orang yang berkarakter
(a person of character) jika tingkah lakunya sesuai
dengan kaidah moral.
Dari
beberapa
pengertian
karakter
tersebut,
penulis jelaskan bahwa, karakter adalah akhlak atau
budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang serta
nilai-nilai perilaku yang berhubungan dengan Tuhan
Yang
Maha
Esa,
diri
sendiri,
sesama
manusia,
lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam
pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan
berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama,
dan budaya. Sehingga karakter bangsa identik dengan
akhlak
atau
budi
pekerti
bangsa.
Bangsa
yang
berkarakter adalah bangsa yang berakhlak dan berbudi
pekerti, memiliki norma dan perilaku yang baik.
2.2.2 Pengertian Pendidikan Karakter
Pendidikan adalah suatu usaha yang sadar dan
sistematik
dalam
mengembangkan
potensi
peserta
didik. Pendidikan adalah juga suatu usaha masyarakat
dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya
bagi
keberlangsungan
bangsa
yang
lebih
kehidupan
baik
di
masyarakat
masa
dan
depan.
Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya
dan karakter yang telah dimiliki masyarakat dan
12
bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses
pewarisan budaya dan karakter bangsa bagi generasi
muda dan juga proses pengembangan budaya dan
karakter
bangsa
kehidupan
untuk
masyarakat
peningkatan
dan
bangsa
kualitas
di
masa
mendatang. Dalam proses pendidikan budaya dan
karakter
bangsa,
secara
aktif
peserta
didik
mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses
internalisasi,
dan
penghayatan
nilai-nilai
menjadi
kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat,
mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih
sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa
yang bermartabat (Balitbang, 2010:3).
Pendidikan karakter merupakan usaha bersama
warga sekolah, maka perlu dilakukan secara bersamasama oleh semua guru dan pimpinan sekolah, melalui
semua mata pelajaran dan menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari budaya sekolah (Dikdasmen, 2010:4)
Menurut Elkind & Sweet (2004), pendidikan
karakter dimaknai sebagai berikut:
“character education is the deliberate effort to help people
understand, care about, and act upon core ethical values.
When we think about the kind of character we want for our
children, it is clear that we want them to be able to judge
what is right, care deeply about what is right, and then do
what they believe to be right, even in the face of pressure
from without and temptation from within”.
Lebih
lanjut
dijelaskan
bahwa
pendidikan
karakter adalah segala sesuatu yang dilakukan guru,
yang mampu mempengaruhi karakter peserta didik.
Guru membantu membentuk watak peserta didik. Hal
13
ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru,
cara
guru
berbicara
atau
menyampaikan
materi,
bagaimana guru bertoleransi, dan berbagai hal terkait
lainnya (Koesoema, 2011:231)
Menurut T. Ramli (2003), pendidikan karakter
memiliki
esensi
dan
makna
yang
sama
dengan
pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya
adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi
manusia
yang
baik,
warga
masyarakat,
dan
warganegara yang baik. Adapun kriteria manusia yang
baik, masyarakat, dan warga negara yang baik bagi
suatu masyarakat atau bangsa, secara umum adalah
mempunyai nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak
dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya.
Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan karakter
dalam
konteks
pendidikan
di
Indonesia
adalah
pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang
bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri,
dalam rangka membina kepribadian generasi muda.(
Dikdasmen, 2010:13)
Berdasarkan grand design yang dikembangkan
Kemendiknas (Sulhan, 2011:23), secara psikologis dan
sosial
kultural
pembentukan
individu
merupakan
individu
manusia
fungsi
(kognitif,
karakter
dari
dalam
seluruh
afektif,
diri
potensi
konatif,
dan
psikomotorik) dalam konteks interaksi sosial kultural
(dalam
keluarga,
sekolah,
dan
masyarakat)
dan
berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter
dalam konteks totalitas proses psikologis dan sosialkultural tersebut dapat dikelompokkan dalam: Olah
14
Hati (Spiritual and emotional development) , Olah Pikir
(intellectual development), Olah Raga dan Kinestetik
(Physical and kinestetic development), dan Olah Rasa
dan Karsa (Affective and Creativity development) yang
secara diagramatik dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 1. Konfigurasi Karakter
Menurut Lickona (2013:72) karakter terbentuk
dari tiga macam bagian yang saling berkaitan, yaitu:
pengetahuan moral, perasaan moral, dan perilaku
moral. Karakter yang baik terdiri atas mengetahui
kebaikan, menginginkan kebaikan, dan melakukan
kebaikan, kebiasaan pikiran, kebiasaan hati, kebiasaan
perbuatan.
Ketiganya
penting
untuk
menjalankan
hidup yang bermoral, faktor pembentuk kematangan
moral.
Selanjutnya, Lickona (2013:415), bahwa ada enam
unsur budaya positif sekolah yaitu:
1) Kepemimpinan moral dan akademis dari kepala sekolah,
2) Disiplin yang memberi teladan, mendorong dan
menjunjung tinggi nilai-nilai di seluruh lingkungan
sekolah, 3) Kesadaran komunitas di seluruh lingkungan
15
sekolah, 4) Organisasi siswa yang melibatkan para siswa
dan menumbuhkan perasaan ”Ini adalah sekolah kami,
sehingga kami bertanggung jawab untuk menjadikannya
sebagai sekolah terbaik”, 5) Sebuah atmosfer moral yang
didalamnya terdapat sikap yang saling menghormati,
keadilan dan kerjasama yang meresap ke dalam semua
bentuk hubungan baik, 6) Menjunjung arti penting
moralitas dengan memberi waktu khusus untuk
menangani.
Lickona dalam Elya (2014) bahwa ada tujuh alasan
perlunya pendidikan karakter, yaitu:
1) Merupakan cara terbaik untuk menjamin anak-anak
(siswa) memiliki kepribadian yang baik dalam
kehidupannya,
2) Merupakan cara untuk meningkatkan prestasi
akademik,
3) Sebagian siswa tidak dapat membentuk karakter yang
kuat bagi dirinya di tempat lain,
4) Mempersiapkan siswa untuk menghormati pihak atau
orang lain dan dapat hidup dalam masyarakat yang
beragam,
5) Berangkat dari akar masalah yang berkaitan dengan
problem moral-sosial, seperti ketidaksopanan,
ketidakjujuran, kekerasan, pelanggaran kegiatan
seksual, dan etos kerja (belajar) yang rendah,
6) Merupakan persiapan terbaik untuk menyongsong
perilaku di tempat kerja; dan
7) Mengajarkan nilai-nilai budaya merupakan bagian dari
kerja peradaban.
Dari
pengertian
tentang
pendidikan
karakter,
dapat penulis jelaskan bahwa pendidikan karakter
merupakan upaya-upaya sekolah yang dirancang dan
dilaksanakan secara sistematis untuk menanamkan
nilai-nilai perilaku peserta didik yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama
manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud
dalam
pikiran,
sikap,
perasaan,
perkataan,
dan
perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum,
tata krama, budaya, dan adat istiadat.
16
2.2.3 Nilai-nilai Karakter untuk SMP
Berdasarkan kajian nilai-nilai agama, normanorma sosial, peraturan/hukum, etika akademik, dan
prinsip-prinsip HAM, telah teridentifikasi 80 butir nilai
karakter yang dikelompokkan menjadi lima, yaitu nilainilai perilaku manusia dalam hubungannya dengan (1)
Tuhan Yang Maha Esa, (2) diri sendiri, (3) sesama
manusia, dan (4) lingkungan, serta (5) kebangsaan.
Namun demikian, penanaman kedelapan puluh nilai
tersebut merupakan hal yang sangat sulit. Oleh karena
itu, (Depniknas, 2010:12) pada tingkat SMP dipilih 20
nilai karakter utama yang disarikan dari butir-butir
SKL SMP (Permen Diknas nomor 23 tahun 2006) dan
SK/KD (Permen Diknas nomor 22 tahun 2006).
Berikut adalah daftar nilai utama yang dimaksud
dan diskripsi ringkasnya.
1. Nilai
karakter
Tuhan
dalam
(Religius):
tindakan
seseorang
berdasarkan
hubungannya
pikiran,
yang
pada
dengan
perkataan,
diupayakan
nilai-nilai
dan
selalu
Ketuhanan
dan/atau ajaran agamanya.
2. Nilai karakter dalam hubungannya dengan diri
sendiri: a. Percaya diri, b. Berpikir logis, kritis,
kreatif, dan inovatif, c. Mandiri, d. Bertanggung
jawab, e. Jujur, f. Disiplin, g. Kerja keras, h. Ingin
tahu, i. Cinta ilmu, j. Berjiwa wirausaha, k.
Konasi (kemauan untuk bertindak), l. Cermat dan
teliti, m. Sederhana, n. Objektif, o. Tekun, p.
Skeptis (tidak mudah percaya), q. Terbuka.
3. Nilai
17
karakter
dalam
hubungannya
dengan
sesama: a. Sadar akan hak dan kewajiban diri
dan orang lain, b. Patuh pada aturan-aturan
sosial, c. Menghargai karya dan prestasi orang
lain, d. Santun, f. Mampu bekerjasama, g.
Demokratis, h. Empati
4. Nilai
karakter
dalam
hubungannya
dengan
lingkungan: a. Perilaku hidup sehat, b. Peduli
lingkungan dan sosial, c. Menjaga keselamatan
kerja dilaboratorium
5. Nilai kebangsaan : a. Nasionalis, b. Menghargai
keberagaman
2.2.4 Tahap Pengembangan Karakter
Pengembangan
penting
untuk
karakter
dilakukan
stakeholdersnya
untuk
penyelenggaraan
pendidikan
diyakini
oleh
menjadi
perlu
dan
sekolah
pijakan
karakter
di
dan
dalam
sekolah.
Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah
mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil).
Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan
mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan
komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang
terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan
memiliki tujuan hidup. Masyarakat juga berperan
membentuk karakter anak melalui orang tua dan
lingkungannya.
Karakter
pengetahuan
kebiasaan
(knowing),
(habit).
pengetahuan
18
dikembangkan
saja.
melalui
pelaksanaan
Karakter
tidak
Seseorang
tahap
(acting),
terbatas
yang
dan
pada
memiliki
pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak
sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih
(menjadi
kebiasaan)
Karakter
juga
kebiasaan
diri.
untuk
menjangkau
Dengan
melakukan
wilayah
demikian
kebaikan.
emosi
dan
diperlukan
tiga
komponen karakter yang baik (components of good
character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang
moral), moral feeling atau perasaan (penguatan emosi)
tentang moral, dan
moral
action atau perbuatan
bermoral (Saptono, 2011:26).
Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau
warga
sekolah
pendidikan
lain
tersebut
yang
terlibat
sekaligus
dalam
dapat
sistem
memahami,
merasakan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai
kebajikan (moral). Dimensi-dimensi yang termasuk
dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif
adalah
kesadaran
moral
(moral
awareness),
pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral
values), penentuan sudut pandang (perspective taking),
logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil
sikap (decision making), dan pengenalan diri (self
knowledge). Moral feeling merupakan penguatan emosi
peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter.
Penguatan ini berkaitan dengan sikap yang harus
dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran jati diri
(conscience), percaya diri (self confidence), kepekaan
terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran
(loving
the
good),
pengendalian
diri
(self
control),
kerendahan hati (humility). Moral action merupakan
perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil
19
(outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk
memahami apa yang mendorong seseorang dalam
perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat
tiga
aspek
lain
dari
karakter
yaitu
kompetensi
(competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
(Dikdasmen, 2010:19).
Lickona dalam Koesoema (2011:156), sekolah yang
ingin mengembangkan pendidikan karakter bagi anak
didiknya pasti mempunyai visi tertentu yang berkaitan
dengan pembentukan karakter peserta didik. Visi
pendidikan karakter yang diterapkan oleh sekolah
merupakan cita-cita yang akan diarah melalui kinerja.
Visi yang diungkapkan melalui pernyataan yang jelas
dan dapat dipahami oleh semua pihak yang terlibat di
dalamnya akan menjadi dasar acuan bagi setiap kerja,
pembuatan program dan pendidikan karakter yang
dilakukan di dalam sekolah
2.2.5 Model-model Pendidikan Karakter
Menurut Riyanto (2010) bahwa terdapat empat
model penerapan pelaksanaan pendidikan karakter di
sekolah, yaitu: 1) model otonomi dengan menempatkan
pendidikan karakter sebagai mata pelajaran tersendiri,
2) model integrasi dengan menyatukan nilai-nilai dan
karakter-karakter yang akan dibentuk dalam setiap
mata
pelajaran,
sebuah
3)
kegiatan
model
ekstrakurikuler
tambahan
yang
melalui
berorientasi
pembinaan karakter siswa, dan 4) model kolaborasi
dengan menggabungkan ketiga model tersebut dalam
seluruh kegiatan sekolah..Keempat model ini dapat
20
diumpamakan wadah yang memberikan ruang gerak
pada pendidikan karakter. Selanjutnya agar gerak
tersebut
metode
efektif
dan
efisien
pembelajaran
diperlukan
dalam
upaya
pemilihan
pembentukan
karakter positif dalam diri peserta didik. Apa pun
metode yang dipilih, yang penting adalah pelibatan
aspek kognitif, afektif dan perilaku peserta didik secara
simultan,
maka
metode
yang
dibutuhkan
adalah
metode yang menghidupkan ketiga aspek tersebut dan
membawa peserta didik ke dalam pengalaman nyata
kehidupan berkarakter.
2.2.6 Pengelolaan Pendidikan Karakter
Lickona
mengatakan
dalam
bahwa
Koesoema
sekolah
jika
(2011:222)
dijiwai
dengan
semangat pendidikan karakter yang baik maka akan
menjadi tempat yang efektif bagi pembentukan individu
sehingga mereka dapat bertumbuh dengan baik di
dalam lingkungannya.
Selanjutnya
(2011:223),
Lickona
menjelaskan
dalam
bahwa
secara
Koesoema
langsung
sekolah dapat mengelola pendidikan karakter melalui
pendekatan kurikulum, penegakan disiplin, manajemen
sekolah, maupun melalui program-program pendidikan
yang
dirancangnya.
Terlebih
dengan
pemberian
otonomi sekolah melalui Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan
(KTSP),
sekolah
sesungguhnya
diberi
kewenangan untuk mengembangkan kurikulum yang
dijiwai dengan pendidikan karakter.
21
Menurut Farida (2014:143) mengatakan bahwa
pembelajaran
karakter
parsial
dijadikan
atau
tidak
disampaikan
mata
pelajaran
secara
terpisah,
melainkan terintegrasi dengan semua mata pelajaran,
sehingga pendidikan menemukan ruhnya.
Menurut
Aqib
(2011:32)
bahwa
pengelolaan
pendidikan karakter dapat diuraikan sebagai berikut
A. Perencanaan
Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam tahap
penyusunan rancangan antara lain: 1) Mengidentifikasi
jenis-jenis
kegiatan
di
sekolah
yang
dapat
merealisasikan pendidikan karakter. Dalam hal ini,
program
pendidikan
karakter
peserta
didik
direalisasikan dalam tiga kelompok kegiatan, yaitu (a)
terpadu dengan pembelajaran pada mata pelajaran; (b)
terpadu dengan manajemen sekolah; dan (c) terpadu
melalui
fasilitas
kegiatan
ekstrakurikuler.
pendukung
2)
Menyiapkan
pelaksanaan
program
pembentukan karakter di sekolah
B. Pelaksanaan
Pendidikan karakter dilaksanakan dalam tiga
kelompok kegiatan, Aqib (2011:38) yaitu:
1) Pembentukan
karakter
yang
terpadu
dengan
pembelajaran pada mata pelajaran; Berbagai hal
yang terkait dengan karakter (nilai-nilai, norma,
iman
dan
ketaqwaan,
diimplementasikan
dalam
dll)
dirancang
pembelajaran
dan
mata
pelajaran, antara lain Agama, PKn, Bahasa Inggris,
IPA, Bimbingan Konseling, dan lain-lain. Hal ini
dimulai dengan pengenalan nilai secara kognitif,
22
penghayatan
nilai
secara
afektif,
akhirnya
ke
pengamalan nilai secara nyata oleh peserta didik
dalam kehidupan sehari-hari.
2) Pembentukan
manajemen
dengan
Karakter
sekolah.
karakter
yang
Berbagai
(nilai-nilai,
terpadu
hal
yang
norma,
dengan
terkait
iman
dan
ketaqwaan, dll) dirancang dan diimplementasikan
dalam
aktivitas
pengelolaan:
manajemen
peserta
didik,
sekolah,
peraturan
seperti
sekolah,
sarana dan prasarana, keuangan, pembelajaran,
penilaian, dan pengelolaan lainnya.
3) Pembentukan
karakter
yang
terpadu
dengan
pembiasaan dan ekstrakurikuler. Beberapa kegiatan
ekstra
kurikuler
yang
memuat
pembentukan
karakter antara lain: Olah raga (basket, bola voli,
bulu tangkis, bela diri, dll), Keagamaan (baca tulis Al
Qur’an, hafalan Asmaul Husna, sholat berjamaah,
pendalaman Alkitab, dll), Seni Budaya (seni tari,
vokal, seni rupa, karawitan), KIR, Pramuka, Palang
Merah Remaja (PMR), dan lain-lainnya.
C. Evaluasi
Aqib (2011:47) bahwa untuk mengetahui sejauh
mana
efektivitas
program
pendidikan
karakter
mencapai tujuan. Hasil evaluasi digunakan sebagai
umpan
balik
untuk
menyempurnakan
proses
pelaksanaan program pendidikan karakter. Lebih lanjut
tujuan evaluasi pembentukan karakter adalah sebagai
berikut: 1) Melakukan pengamatan secara langsung
keterlaksanaan
program
pendidikan
karakter
di
sekolah. 2) Memperoleh gambaran mutu pendidikan
23
karakter secara umum. 3) Melihat kendala-kendala
yang terjadi dalam pelaksanaan dan mengidentifikasi
masalah yang ada, selanjutnya mencari solusi agar
program
pendidikan
karakter
dapat
tercapai.
4)
Mengumpulkan dan menganalisis data yang ditemukan
di lapangan untuk menyusun rekomendasi perbaikan
pelaksanaan
program
pendidikan
karakter.
5)
Memberikan masukan untuk bahan pembinaan dan
peningkatan kualitas program pendidikan karakter.
Dengan
demikian,
kegiatan
manajemen
merupakan salah satu media yang efektif dalam
pengelolaan
pendidikan
karakter
di
sekolah.
Pengelolaan pendidikan karakter di SMP Negeri 2
Demak sangat terkait dengan manajemen sekolah, yang
meliputi: perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
2.3 Penelitian Yang Relevan
Penelitian Suwito (2012) berjudul: Integrasi Nilai
Pendidikan
Karakter
ke
Dalam
Mata
Pelajaran
Pendidikan Kewarganegaraan di Sekolah melalui RPP.
Tujuannya
pendidikan
dilakukan
untuk
karakter
adalah
Pendidikan
di
mengetahui
sekolah.
menyusun
Kewarganegaraan
kembangkan
dengan
implementasi
Penelitian
RPP
mata
yang
yang
pelajaran
kemudian
pengintegrasian
di
nilai-nilai
pendidikan karakter di setiap tehnik pembelajaran
mulai dari pendahuluan (apersepsi, motivasi), kegiatan
inti
(meliputi
tahap
elaborasi,
eksplorasi
dan
konfirmasi), dan pada tahap penutup (kesimpulan,
pemberian tugas tersetruktur dan tugas mandiri),
melalui
24
simulasi
dan
sistem
pemodelan
yang
ditampilkan lewat media slide sehingga peserta didik
mengetahui
dan
memahami
nilai-nilai
pendidikan
karakter yang diintegrasikan di dalam setiap teknik
pembelajaran. Kesimpulan: Implementasi pendidikan
karakter di sekolah dapat dilakukan melalui langkahlangkah pengembangan pembentukan karakter dengan
cara memasukkan konsep karakter dalam proses
pembelajaran,
pembuatan
slogan
yang
mampu
menumbuhkan kebiasaan baik dan pemantauan secara
kontinyu serta melalui pelaksanaan program-program
pembinaan
kejiwaan,
pembinaan
pembinaan
kepribadian,
kerohanian,
pembinaan
jasmani,
pembinaan ilmu pengetahuan teknologi dan seni.
Penelitian Zuhdi (2013), berjudul: Pemantapan
Implementasi Pendidikan Karakter di SD, SMP dan
SMA di kota Yogyakarta. Tujuan penelitian ini adalah
untuk
mendeskripsikan
implementasi
pendidikan
karakter di SD, SMP, dan SMA di Kota Yogyakarta.
Penelitian survei ini mengambil sampel dengan teknik
area
cluster
random
sampling
sehingga
diperoleh
sampel satu sekolah untuk SD dan SMA dan dua
sekolah untuk SMP untuk wilayah Yogyakarta bagian
Utara,
Selatan,
Barat,
dan
Timur.
Instrumen
pengumpul data berupa angket dan analisis dokumen.
Analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif.
Hasil penelitian yang diperoleh adalah sebagai berikut:
Menurut pendapat para guru, perencanaan pendidikan
karakter di sekolah-sekolah kota Yogyakarta sudah
dilakukan dengan cukup baik, tetapi berdasarkan
analisis RPP yang dibuat oleh guru, ada beberapa RPP
25
yang belum mengandung nilai-nilai target yang akan
dikembangkan
dalam
pembelajaran.
Pelaksanaan
pendidikan karakter di sekolah sudah dipadukan
dalam berbagai mata pelajaran. Penilaian pengetahuan
dan kemauan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai
target pendidikan karakter baru pada sebagian soalsoal yang dibuat guru, sedangkan penilaian perilaku
yang sesuai dengan nilai-nilai target dilakukan oleh
kebanyakan guru hanya dengan wawancara.
Penelitian Mulyono (2013) berjudul: Pendidikan
Karakter
dalam
ISMUBA
Kemuhammadiyahan
Bahasa
(Al-Islam,
Arab)
Sekolah
Muhammadiyah di Kota Salatiga. Hasil penelitiannya
adalah sebagai berikut: Penelitian ini adalah penelitian
lapangan yang bersifat prospektif, dan didesain secara
kualitatif.
Tujuan
terkuaknya
ISMUBA
yang
konsep
dan
Muhammadiyah
hendak
Pendidikan
implementasinya
di
kota
di
Salatiga
dicapai
adalah
Karakter
dalam
sekolah-sekolah
dalam
rangka
membangun karakter bangsa. Untuk memperoleh hasil
penelitian yang lebih akurat, peneliti menggunakan
berbagai
pendekatan,
fenomenologis,
ISMUBA
dan
dan
yakni
pendekatan
psikologis.
pendidikan
Maka
karakter
filosofis,
implementasi
di
sekolah
Muhammadiyah kota Salatiga, tentunya sudah berjalan
baik. Berdasarkan hasil temuan di lapangan dan
tela’ah
dokumen
menyimpulkan
yang
bahwa
ada,
peneliti
implementasi
dapat
pendidikan
karakter di sekolah Muhammadiyah Salatiga, telah
berjalan secara alami, karena sistem pembelajaran
26
karakter itu telah ada jauh sebelum pembelajaran
karakter diwajibkan oleh pemerintah, meskipun para
guru
belum
begitu
paham
mengenai
sistem
pembelajaran tersebut.
Penelitian Hidayah (2013) berjudul: Implementasi
Pendidikan
Karakter
di
SD
Negeri
Ngunut
6
Tulungagung, dengan hasil sebagai berikut: Tujuan
penelitian ini menyajikan bagaimana implementasi
pendidikan karakter di SD negeri yang nantinya dapat
dijadikan rujukan
dalam mengembangkan pendidikan
karakter dan dapat dijadikan contoh implementasi
pendidikan
karakter
pendidikan/sekolah
Penelitian
ini
yang
lainnya,
menggunakan
tepat
di
terutama
lembaga
SD
pendekatan
Negeri.
kualitatif.
Hasil temuan penerapan pendidikan karakter dalam
proses belajar mengajar yakni siswa memiliki motto
tentang cinta kebersihan serta perangkat pembelajaran
telah
terintegrasi
dengan
karakter.
Budaya
yang
dikembangkan di SD Negeri Ngunut 6 yakni terdapat
tata tertib “Disiplin” untuk guru dan “Malu” untuk
siswa, semua warga sekolah harus melaksanakan 3S
(salam,
senyum,
sampah
pada
sapa),
membuang
tempatnya
dan
dan
Jumat
memilah
bersih.
Ekstrakurikuler yang dikembangkan yakni Pramuka,
tari dan computer. Masyarakat melalui paguyuban
siswa, tokoh masyarakat dan lembaga luar sekolah
sangat
ikut
berpartisipasi
dalam
semua
rencana
sekolah hal ini diwujudkan dengan kelas dikelola oleh
orang tua siswa melalui program swadaya pengelolaan
ruang kelas dan halaman sekolah.
27
Dapat disimpulkan bahwa terdapat persamaan
antara penelitian terdahulu dan penelitian sekarang
yang
penulis
lakukan
di
SMP
Negeri
2
Demak.
Persamaannya adalah sama-sama meneliti tentang
pendidikan karakter di sekolah, bahwa implementasi
pendidikan karakter dapat dilakukan terintegrasi pada
semua mata pelajaran dan melalui pembiasaan pada
peserta didik. Perbedaannya adalah, kalau peneliti
terdahulu hanya membahas tentang pelaksanaannya
saja, sedangkan yang sekarang penulis lakukan adalah
meneliti
cara
pengelolaannya,
yang
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
2.4 Kerangka Pikir Penelitian
Reformasi bidang pendidikan di Indonesia
Fokus pada pendidikan karakter peserta didik
Pengelolaan Pendidikan Karakter di SMP Negeri
2 Demak
Perencanaan
Pelaksanaan
Gambar 2 : Alur Kerangka Pikir
28
Evaluasi
meliputi
Keterangan dari gambar 2 tentang alur kerangka
pikir, adalah sebagai berikut:
Kebutuhan masyarakat Indonesia yang semakin
tinggi
terhadap
pendidikan
yang
bermutu
menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi salah
satu
pranata
kehidupan
sosial
yang
kuat
dan
berwibawa, serta memiliki peranan yang sangat penting
dan strategis dalam pembangunan peradaban bangsa.
Pendidikan akan mengalami perkembangan sesuai
dengan
teknologi
kemajuan
agar
sosial,
dapat
ekonomi,
diterima
budaya
sebagai
dan
sebuah
pendidikan yang relevan oleh para generasi bangsa.
Maka,
pemerintah
telah
mencanangkan
model
pendidikan yang berfungsi untuk membentuk karakter
peserta didik agar sesuai dengan apa yang menjadi
keinginan pendidik dan pemerintah, model pendidikan
ini disebut dengan “Pendidikan karakter.”
Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan
harus mampu menanamkan nilai-nilai karakter dalam
upaya membentuk kepribadian peserta didik. Untuk
menjawab pentingnya pendidikan karakter, SMP Negeri
2 Demak diharapkan mampu mewujudkan jaminan
mutu bagi para lulusannya sesuai dengan keinginan
masyarakat, maka salah satu yang dilakukan dengan
meningkatkan nilai-nilai karakter dan budaya bangsa
pada peserta didik. Program pendidikan karakter yang
ada di sekolah tidak lepas dari kegiatan manajemen
atau pengelolaan. Pengelolaan yang dimaksud adalah
bagaimana pendidikan karakter tersebut direncanakan,
dilaksanakan,
29
dan
dievaluasi.
Hal
ini
untuk
mengetahui
sejauh
mana
efektivitas
program
pendidikan karakter mencapai tujuan. Hasil evaluasi
digunakan
sebagai
menyempurnakan
selanjutnya.
30
umpan
program
balik
pendidikan
untuk
karakter
31