BAB II dan TINJAUAN TEORI

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR MEDIS
1. Pengertian
Anemia adalah penurunan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit
atau hitung eritrosit (red cell count) berakibat

pada penurunan

kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah. Tetapi harus di ingat pada
keadaan tertentu dimana parameter tersebut tidak sejalan dengan massa
eritrosit, seperti pada dehidrasi , perdarahan akut, dan kehamilan . oleh
karena itu dalam diagnosa anemia tidak cukup hanya sampai kepada
label

anemia tetapi harus dapat ditetapkan penyakit dasar yang

menyebabkan anemia tersebut. Kadar Hb normal laki-laki dewasa < 13
g/dl, wanita dewasa tidak hami < 12 g/dl (Amin Huda Nuratif &
Hardhi Kusuma, 2015)

Anemia adalah keadaan rendahnya jumlah sel darah dan kadar
hemoglobin (HB) atau hematokrit (HT) di bawah normal, anemia
menunjukkan suatu status penyakit atau perubahan fungsi tubuh.
Beberapa menyebabkan ketidakadekuatan pembentukan sel-sel darah
merah (eritropoiesis), sel darah merah prematur atau penghancuran sel
darah merah yang berlebihan (hemolisis),

kehilangan darah

(penyebab paling umum ), faktor lain nya yaitu defisiensi zat besi dan
nutrien, faktor-faktor hereditas, dan penyakit kronis (Taqiyyah
Bararah, & Mohammad Jauhar, 2008)
Anemia adalah kondisi dimana berkurangnya sel darah merah
(eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin sehigga tidak
mampu memenuhi fungsiya sebagai pembawa oksigen keseluruh
jaringan. ( Ns. Tarwoto & Dra. Wartonah, 2008 )
6

7


Menurut definisi, anemia adalah berkurangnya jumlah hingga
dibawah nilai normal jumlah SDM, kuantitas hemoglobin, volume
darah packed red blood cells (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan
demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan suatu cerminan
perubahan patofisiologik yang mendasar yang diuraikan melalui
anamnesis

yang seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi

laboratorium. (Sylvia & Lorraine, 2005)
Dari pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa anemia
adalah penurunan jumlah kadar sel darah merah dan hemoglobin yang
mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkutan oksigen oleh darah.
Kadar Hb normal laki-laki dewasa < 13 g/dl, wanita dewasa tidak hami
< 12 g/dl.
2. Anatomi fisiologi

Gambar : 2.1 Anatomi fisiologi
http//www. Finaanjasani.com


8

Menurut Rusbandi Sarpini (2013 : 85) Darah adalah cairan tubuh
yang terdiri dari plasma dan sel atau struktur seperti sel. Dalam tubuh
orang dewasa, volumenya sekitar 5-6 liter atau 7% dari berat badan.
Plasma meliputi 53-57% dari seluruh volume darah, terdiri dari 90%
air, 7-9% protein, 0,1% glukosa, 1% bahan anorganik. Bahan protein
dibagi dalam 3 jenis yaitu albumin (mengatur tekanan osmotik dalam
darah serta mengatur volume air dalam darah), globulin (berhubungan
dengan fungsi antibodi / kekebalan tubuh), dan fibrinogen (protein
yang penting dalam pembekuan darah).
Fungsi darah adalah :
a. Transport internal
Darah membawa berbagai macam substansi untuk fungsi
metabolisme.
1. Respirasi
Gas oksigen dan karbondioksida dibawa oleh hemoglobin
dalam sel darah merah dan plasma, kemudian terjadi
pertukaran gas di paru-paru.
2. Nutrisi

Nutrisi/zat gizi diabsorbsi dari usus, kemudian dibawa
dalam plasma kehati dan jaringan – jaringan lain yang
digunakan untuk metabolisme.
3. Sekresi
Hasil metabolisme di bawa plasma ke dunia luar melalui
ginjal.
4. Mempertahankan air, elektrolit dan keseimbangan asam basa
dan juga berperan dalam hemoestasis.
5. Regulasi metabolisme, hormon dan enzim atau keduanya
mempunyai efek dalam aktivitas metabolisme sel, dibawa
dalam plasma.

9

b. Proteksi tubuh terhadap bahaya mikroorganisme, yang merupakan
fungsi dari sel darah putih.

c. Proteksi terhadap cedera dan perdarahan
Proteksi terhadap respon peradangan lokal terhadap cedera
jaringan. Pencegahan perdarahan merupakan fungsi dari trombosit

karena adanya faktor pembekuaan, fibrinolitik yang ada dalam
plasma.
d. Mempertahankan temperatur tubuh
Darah membawa panas dan bersirkulasi keseluruh tubuh. Hasil
metabolisme juga menghasilkan energi dalam bentuk panas. Sel
darah meliputi 43-47% dari seluruh volume darah. Dikenal ada 3
jenis sel darah yaitu eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah
putih) dan trombosit (platelet).
1. Eritrosit
Sel darah merah merupakan sel terbanyak, yaitu sekitar 5
juta / mm3 darah. Bentuknya dalam sirkulasi darah berbentuk
biconcave (cekung pada kedua sisinya), tidak mempunyai inti
sel. Inti sel darah merah ini menghilangkan saat lahir sebagai
suatu proses pematangan sel yang terjadi di sumsum tulang
merah. Oksigen dan CO2 dalam sel darah merah ini terikat pada
hemoglobin (Hb) yang terdapat dalam sel darah merah. Pada
laki-laki dewasa setiap 100 ml darah mengandung 14-16 gr
hemoglobin. Fungsi sel darah merah yaitu mengangkut O 2 ke
jaringan /organ tubuh dan membawa kembali CO2 dari
jaringan ke paru-paru untuk dikeluarkan lewat pernafasan.

Eritrosit di produksi oleh sumsum tulang merah. Dalam
sehari di produksi sekitar 3,5 juta sel/kg berat badan. Sel darah
merah ini bertahan dan berfungsi sekitar 90-120 hari. Zat besi

10

merupakan unsur utama pembentukan hemoglobin. Pada tubuh
orang dewasa kira-kira mengandung 50 mg besi per 100 ml
darah. Total kebutuhan zat besi kira-kira antara 2–6 gr,
tergantung berat badan dan kadar Hb nya.
Sel darah merah (eritrosit) merupakan cairan bikonkaf
dengan

diameter

sekitar

7

mikron.


Bikonkavitas

memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel secara
cepat dengan jarak yang pendek antara membran dan inti sel.
Warnanya kuning kemerah-merahan, karena didalamnya
mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin. Komponen
eritrosit adalah sebagai berikut :
a) Membran eritrosit
b) Sistem

enzim

:

enzim

G6PD

(Glucose


6-

Phosphatedehydrogenase)
c) Hemoglobin, komponennya terdiri atas : heme yang
merupakan gabungan protoporfirin dengan besi, sedangkan
globin bagian protein yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2
rantai beta.
Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiap sel
darah merah. Hemoglobin berfungsi untk mengikat oksigen,
satu gram hemoglobin akan bergabung dengan 1,34 ml
oksigen.

Oksihemoglobin

erkombinasi/berikatan

merupakan

dengan


hemoglobin

oksigen.

Tugas

yang
akhir

hemoglobin adalah menyerap karbondioksida dan ion hidrogen
serta membawanya ke paru tempat zat-zat tersebut dilepaskan
dari hemoglobin.
Produksi sel darah merah (eritropoesis) dalam keadaan
normal, eritropoesis pada orang dewasa terutama terjadi di
dalam sumsum tulang, dimana sistem eritrosit menempati
20%-30% bagian jaringan sumsum tulang yang aktif

11


membentuk sel darah merah. Sel eritrosit berinti berasal dari
sel induk multipotensial dalam sumsum tulang. Sel induk
multipotensial ini mampu berdiferensiasi menjadi sel darah
merah sistem eritrosit, mieloid, dan megakariosibila yang
dirangsang oleh eritropoeitin. Sel induk multiponsial tidak
mampu berdiferensial menjadi sel induk unipotensil. Sel induk
unipotensial tidak mampu berdiferensiasi lebih lanjut, sehingga
sel induk unipotensial seri eritrosit hanya akan berdiferensiasi
menjadi sel pronormoblas akan membentuk DNA yang
diperlukan untuk tiga sampai dengan empat kali fase mitosis.
Melalui empat kali mitosis dari tiap sel pronormoblas akan
terbentuk 16 eritrosit. Eritrosit matang kemudian dilepaskan
dalam sirkulasi. Pada produksi eritrosit normal sumsum tulang
memerlukan besi, vitamin B12,

asam folat, piridoksin

(vitamin B6), kobal, asam amino, dan tembaga.
Secara garis besar dapat disimpulkan bahwa perubahan
morfologi sel yang terjadi selama proses diferensiasi sel

pronormoblas sampai eritrosit matang dapat dikelompokan
kedalam 3 kelompok, yaitu sebagai berikut :
a) Ukuran sel semakin kecil akibat mengecilnya inti sel.
b) Inti sel menjadi makin padat dan akhirnya dikeluarkan
pada tingkatan eritroblas asidosis.
c) Dalam sitoplasma dibentuk hemoglobin yang di ikuti
dengan hilangnya RNA dari dalam sitoplasma sel.
Jumlah normal eritosit pada dewasa kira-kira 11,5-15
gram dalam 100cc dara. Normal Hb wanitab11,5 mg% dan Hb
laki-lakin13,0 mg%. Sifat-sifat sel darah merah biasanya
digambarkan berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin yang
terdapat di dalam sel seperti berikut :
a) Normositik

: sel yang ukurannya normal

12

b) Normokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang
normal.
c) Mikrositik

: sel yang ukurannya terlalu kecil.

d) Makrositik

: sel yang ukurannya terlalu besar.

e) Hipokromik

: sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu
sedikit.

f) Hiperkromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu
banyak.
Dalam keadaan normal, bentuk sel darah merah dapat
berubah-ubah, sifat ini memugkinkan sel tersebut masuk ke
mikrosirkulasi kapiler tanpa kerusakan. Apabila sel darah
merah sulit berubah bentuknya (kaku), maka sel tersebut tidak
dapat bertahan selama peredarannya dalam sirkulasi.
Sel darah merah memiliki bermacam-macam antigen
spesifik yang terdapat di membarn selnya dan tidak ditemukan
disel lain. Antigen-antigen itu adalah A, B, O, dan Rh. Antigen
A, B, dan O seseorang memiliki dua alel (gen) yang masingmasing mengode antigen A atau B tidak memiliki keduanya
yang di beri nama O. Antigen A dan B bersifat ko-dominan,
orang yang memiliki antigen A dan B akan memiliki golongan
darah AB, sedangkan orang yang memiliki dua antigen A (AA)
atau satu A dan O (AO) akan memiliki darah A. Orang yang
memiliki dua antigen B (BB) atau satu B dan satu O (BO) akan
memiliki kedua antigen (OO) akan memiliki darah O.
Sedangkan antigen Rh merupakan kelompok antigen utama
lainnya pada sel darah merah yang juga diwariskan sebagai
gen-gen dari masing-masing orangtua. Antigen Rh (Rh+)
sedangkan orang yang tidak memiliki antigen Rh dianggap Rh
negarif (Rh-).

13

Pengahncuran sel darah merah terjadi karena proses
penuaan (senescence) dan proses patologis (hemolisi).
Hemolisis yang terjadi pada eritrosit akan mengakibatkan
terurainya komponen-komponen hemoglobin menjadi dua
kelompok sebagai berikut :
a) Komponen protein, yaitu globin yang akan dikembalikan
ke pool protein dan dapat digunakan kembali.
b) Komponen heme akan dipecah menjadi dua, yaitu besi
yang akan dikembalikan ke pool besi dan digunkan ulang,
dan bilirubin yang akan di ekskresikan melalui hati dan
empedu.
2. Leukosit
Dalam keadaan normal jumlah sel darah putih ini sekitar
5000 – 9000 / mm3 . Ada beberapa tipe sel darah putih,
masing– masing mempunyai karakteristik sendiri – sendiri
mengenai ukuran, bentukan dan warnanya :
a) Neutrophil, meningkat pada infeksi kuman.
b) Eosinophil, meningkat pada infeksi cacing, flu atau alergi.
Berfung sisebagai detoktifikasi protein asing masuk
ketubuh
c) Basophil, susah dilihat karena banyak mengandung
granule pada sitoplasma.
d) Lymphocyte, meningkat pada infeksi virus. Berfungsi
sebagai kekebalan tubuh (antibody).
e) Monocyte, sel darah putih terbesar.
Fungsi utama sel darah putih ini melindungi tubuh
terhadap mikroorganisme (kuman) dengan makrofagosit
(menyerang) kuman yang masuk, mengatasi inflamasi dan
immunitas. Masa aktif sel darah putih ini kira-kira 12 jam.

14

3. Trombosit (platelet)
Merupakan sel darah pling kecil, jumlah sel ini sekitar
250.000 / mm3. Fungsinya berkaitan dengan pembekuan darah
dan hemostasis (menghentikan perdarahan). Sel darah ini berisi
beberapa faktor pembeku darah, bila jumlah nya hanya sedikit
dapat menyebabkan pendarahan. Masa hidup trombosit sekitar
10 hari. (Tarwoto, 2008 : 19)

3. Etiologi
a. Gangguan pembentukan darah eritrosit oleh sumsum tulang
b. Kehilangan darah keluar tubuh (perdarahan)
c. Proses penghancuran eritrosit oleh tubuh sebelum waktunya
(hemolisis)
( Amin Huda Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015 : 35 )
4. Klasifikasi penyakit
Klasifikasi anemia menurut etiopatogenesis :
a. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit dalam sumsum
tulang
1. Kekurangan bahan esensial pembentukan eritrosit
a) Anemia defisiensi besi
b) Anemia defisiensi asam folat
c) Anemia defesiensi vitamin B12
2. Gangguan penggunaan (utilisasi) besi
a) Anemia akibat penyakit kronik
b) Anemia sideroblastik
3. Kerusakan sumsum tulang
a) Anemia aplastik
b) Anemia mieloptisik

15

c) Anemia pada keganasan hematologi
d) Anemia diseritropoietik
e) Anemia pada sindrom mielodisolastik
4. Anemia akibat kekurangan eritropoietin : Anemia pada gagal
ginjal kronis.
b. Anemia akibat hemoragi
1. Anemia pasca perdarahan akut
2. Anemia akibat perdarahan kronik
c. Anemia hemolitik
1. Anemia hemolitik intrakorpuskular
a) Gangguan membram eritrosit (membranopati)
b) Gangguan ensim eritrosit (enzimipati)
c) Gangguan

hemoglobin

(hemoglobinopati)

seperti

:

thalasemia, hemoglobinopati struktural (Hbs, HbE, dll)
2. Anemia hemolitik eskstrkorpuskular
a) Anemia hemolitik autoimun
b) Anemia hemolitik mikroangiopatik
c) Lain – lain
d. Anemia dengan penyebab tidak di ketahui atau dengan patogenesis
yang komplek
Klasifikasi berdasakan morfologi dan etiologi :
a. Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV < 80 fl dan MCV < 27
pg
1. Anemia defisiensi besi
2. Thalasemia mayor
3. Anemia akibat penyakit kronik
4. Anemia sideroblastik
b. Anemia normokromik normositer bila MCV 80 – 95 fl dan MCH
27 – 34 pg

16

1. Anemia paska perdarahan akut
2. Anemia aplastik
3. Anemia hemolitik didapat
4. Anemia akibat penyakit kronik
5. Anemia pada gagal ginjal kronik
6. Anemia pada sindrom mielodisplastik
7. Anemia pada keganasan hematologik
c. Anemia makrositer, bila MCV > 95 fl
1. Bentuk megaloblastik
a) Anemia defesiensi asam folat
b) Anemia defesiensi B12, termasuk anemia pernisiosa
2. Bentuk non megaloblastik
a) Anemia pada penyakit hati kronik
b) anemia pada hipotiroidisme
c) anemia pada sindrom mielodisplastik
(Nanda, Nic, Noc : 2015)
5. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum
tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya.
Kegagalan sumsum tulang (misalnya, berkurangnya eritropoesis) dapat
terjadi akibat kekurangan nutrisi, terpapar toksik, invasi tumor, atau
kebanyakan akibat idiopati. Sel darah merah dapat hilang melalui
perdarahan atau hemolisis (destruksi). Pada kasus yang disebut
terakhir, masalahnya dapat terjadi akibat defek sel darah merah yang
tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat
beberapa faktor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi
sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel
fagositik atau dalam sistem retikuloentelial, terutama dalam hati dan

17

limpa. Sebagai efek samping proses ini, bilirubin, yang berbentuk
dalam fagosit akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan destruksi
sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma. Konsentrasi normalnya 1 mg / dl atau kurang, kadar
di atas 1, 5 mg / dl mengakibatkan ikterik pada sklera. (Arif Mutaqin,
2008 : 398)
Karena semua sistem organ dapat terkena, maka anemia dapat
menimbulkan manifestasi klinis yang luas, bergantung pada (1)
kecepatan timbulnya anemia, (2) usia individu, (3) mekanisme
kompensasi, (4) tingkat aktivitasnya, (5) keadaan penyakit yang
mendasarinya, dan (6) beratnya anemia.
Karena jumlah efektif SDM berkurang, maka pengiriman O2 ke
jaringan menurun. Kehilangan darah mendadak (30% atau lebih),
seperti pada pendarahan, mengakibatkan gejala-gejala hipovolemia dan
hipoksemia, termasuk kegelisahan, diaforesis (keringat dingin),
takikardi, nafas pendek, dan berkembang cepat menjadi kolap sirkulasi
atau syok. Namun, berkurangnya massa SDM dalam waktu beberapa
bulan

(bahkan

pengurangan

sebanyak

50%)

memungkinkan

mekanisme kompensasi tubuh untuk beradaptasi, dan pasien biasanya
asimtomatik, kecuali pada kerja berat fisik. Tubuh beradaptasi dengan
(1) meningkatkan curah jantung dan pernafasan, oleh karena itu
meningkatkan pelepasan O2 jaringan-jaringan oleh SDM, (2)
meningkatkan pelepasan O2 oleh hemoglobin, (3) mengembangkan
volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela jaringan, dan (4)
restribusi aliran darah keorgan-organ vital.
Salah satu dari tanda yang paling sering dikaitkan dengan anemia
adalah pucat. Keadaan ini umumnya diakibatkan dari kuranganya
volume darah, berkurangnya hemoglobin, dan vasokontriksi untuk
memaksimalkan pengiriman O2 keorgan-organ vital. Warna kulit
bukan merupakan indeks yang dapat dipercaya untuk pucat karena

18

dipengaruhi pigmentasi kulit, suhu, dan kedalaman serta distribusi
bantalan kapiler. Bantalan kuku, telapak tangan, dan membran mukosa
mulut serta konjungtiva merupakan indikator untuk yang lebih baik
untuk menilai pucat. Jika lipatan tangan tidak lagi berwarna merah
mudah, hemoglobin biasanya kurang dari 8 gram.
Takikardi dan bising jantung (suaran yang disebabkan oleh
peningkatan kecepatan aliran darah) mencerminkan beban dan curah
jantung yang meningkat. Angina (nyeri dada), khususnya pada orang
tua dengan stenosis koroner, dapat disebabkan oleh iskemia
miokardium. Pada anemia berat, gagal jantung jangan kongesif dapat
terjadi karena otot jantung yang anoksik tidak dapat beradaptasi
terhadap beban kerja jantung yang meningkat. Dispnea (kesulitan
bernafas), nafas pendek, dan cepat lelah waktu melakukan aktivitas
jasmani merupakan manifestasi berkurangnya pengiriman O2. Sakit
kepala, pusing, pingsan, dan tinitus (telingah berdengung) dapat
mencerminkan berkurangnya oksigen pada sistem saraf pusat. Pada
anemia yang berat dapat juga timbul gejala-gejala saluran cerna seperti
anoreksi, mual, konstipasi atau diare, dan stomatitis (nyeri pada lidah
dan membarn mukosa mulut), gejala-gejala umumnya disebabkan oleh
keadaan defisiensi, seperti defisiensi zat besi. (Sylvia, 2005)
6. Tanda dan gejala
Menurut Nanda, Nic, Noc 2015 tanda dan gejala anemia yaitu :
a. Manifestasi klinis yang sering muncul
1. Pusing
2. Mudah berkunang – kunang
3. Lesu
4. Aktivitas kurang
5. Rasa mengantuk
6. Susah konsentrasi

19

7. Cepat lelah
8. Prestasi kerja fisik/pikiran menurun.
9. Nyeri kepala
10. Anoreksia
11. Demam
b. Gejala khas masing – masing anemia :
1. Perdarahan berulang/ kronik pada anemia pasca perdarahan,
anemia defisiensi besi.
2. Ikterus, urin berwarna kuning tua/coklat, perut makin buncit
pada anemia hemolitik.
3. Mudah terinfeksi anemia

aplastik

dan anemia

karena

keganasan.
c. Pemeriksaan fisik
1. Tanda – tanda anemia umum : Pucat, takikardi, pulsus celer,
suara pembuluh darah, spontan, bising karotis, bising sistolik
anorganik, perbesaran jantung.
2. Manifestasi khusus pada anemia :
a) Defisiensi besi : Spoon nail, glositis
b) Defisiensi B12 : Paresis, ulkus di tungkai
c) Hemolitik : Ikterus, spelenomegali
7. Aplastik : Anemia biasanya berat, perdarahan, infeksi.
8. Komplikasi
a. Gagal jantung akibat anemia berat
b. Kematian akibat infeksi dan perdarahan apabila sel – sel lain ikut
terkena. (Wiwik Handayani, 2008 : 47)
9. Pemeriksaan diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium

20

1. Tes penyaringan, tes ini dikerjakan pada tahap awal pada setiap
kasus anemia. Dengan pemeriksaan ini, dapat dipastikan
adanya anemia dan bentuk morfologi anemia tersebut.
Pemeriksaan ini meliputi pengkajian pada komponen –
komponen berikut ini : Kadar hemoglobin, indeks eritrosit,
(MCV, dan MCHV), apusan darah tepi.
2. Pemeriksaan darah seri anemia, hitung leukosit, trombosit, laju
endap darah (LED), dan hitung retikulosit.
3. Pemeriksaan sumsum tulang : Pemeriksaan ini memberikan
informasi mengenai keadaan sistem hematopoesis.
4. Pemeriksaan atas indikasi khusus : pemeriksaan ini untuk
mengkonfirmasi

dugaan

diagnosa

awal

yang

memiliki

komponen berikut ini :
a) Anemia defesiensi besi :

Serum ion, TIBC, saturasi

transferin, dan feritin serum.
b) Anemia megaloblastik : Asam folat darah/eritrosit, vitamin
B12.
c) Anemia hemolitik : Hitung retikulosit, tes coombs, dan
elektroforesis Hb.
d) Anemia

pada

leukimia

akut

biasanya

dilakukan

pemeriksaan sitokimia.
b. Pemeriksaan laboratorium nonhematologis : Faal ginjal, faal
endokrin, asam urat, faal hati, biakan kuman.
c. Radiologi : Torax, bonne survey, USG, atau linfangiografi.
d. Pemeriksaan sitologenetik.
e. Pemeriksaan biologi mokekuler (PCR : Polymerase chain raction,
FISH : fluorescense in situ hybridization)
(Nanda, Nic, Noc, 2015 : 37)
10. Penatalaksanaan

21

Penatalaksanaan anemia diajukan untuk mencari penyebab dan
mengganti darah yang hilang. Penetalaksaan anemia berdasarkan
penyebabnya, yaitu :
a. Anemia aplastik
Dengan transplantasi sumsum tulang dan terapi
immunosupresif dengan antithimocyte globulin (ATG) yang
diperlukan melalui jalur sentral selama 7–10 hari. Prognosis buruk
jika transplantasi sumsum tulang tidak berhasil. Bila diperlukan
dapat diberikan tranfusi RBC rendah leukosit dan platelet.
b. Anemia pada penyakit ginjal
Pada pasien dialisis harus di tangani dengan pemberian zat
besi dan asam folat. Kalau tersedia, dapat diberikan eritropoetin
rekombinan.
c. Anemia pada penyakit kronis
Kebanyakan pasien tidak menunjukkan gejala dan tidak
memerlukan penanganan untuk anemianya. Dengan menangani
kelainan yang mendasarinya, maka anemia akan terobati dengan
sendirinya.
d. Anemia defisiensi besi dan asam folat
Dengan pemberian makanan yang adekuat. Pada defisiensi
besi diberikan sulfas ferosus 3x10 mg/hari. Transfusi darah
diberikan bila kadar Hb kurang dari 5 gr %.
e. Anemia megaloblastik
1. Defisiensi vitamin B12 di tangani dengan pemberian vitamin
B12, bila defisiensi disebabkan oleh defek absorbsi atau tidak
tersedianya faktor intrinsik

dapat diberikan vitamin B12

dengan injeksi IM.
2. Untuk mencegah kekambuhan anemia, terapi vitamin B12
harus diteruskan selama hidup pasien yang menderita anemia
pernisiosa atau malabsorbsi yang tidak dapat dikoreksi

22

3. Pada anemia defisiensi asam folat diberikan asam folat 3x5 mg/
hari.
4.

Anemia defisiensi asam folat pada pasien dengan gangguan
absorbsi, penanganan nya dengan diet dan penambahan asam
folat 1 mg/hari secara IM.

f. Anemia pasca perdarahan
Dengan memberikan tranfusi darah dan plasma. Dalam
keadaan darurat diberikan cairan intravena dengan cairan infus apa
saja yang tersedia.
g. Anemia hemolitik
Dengan pemberian transfusi darah menggantikan darah yang
hemolisis.
(Nanda, Nic, Noc, 2015 : 38)

B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Taqiyah Bararah, 2012 pengkajian anemia yaitu :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan, malaise umum, penurunan
semangat untuk bekerja, kebutuhan untuk tidur dan
istirahat lebih banyak, toleransi latihan rendah.
Tanda : Takikardi / takipnea, dispnea pad bekerja atau istirahat,
letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada
sekitarnya, kelemahan otot dan penurunan kekuatan,
ataksia, tubuh tidak tegak, bahu menurun, postur lunglai,
berjalan lambat, dan tanda- tanda lain yang menunjukkan
keletihan.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat kehilangan darah kronis misal perdarahan,

23

riwayat endokarditis infektif kronis, palpitasi (takikardia
kompensasi).
Tanda : TD peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan
tekanan nadi melebar, hipotensi postural, disritmia,
abnormalitas EKG, takikardia, bunyi jantung mumur
sistolik (DB), ekstermitas (warna) : pucat pada kulit dan
membran mukosa (konjungtiva, mulut, faring, bibir),dan
dasar kuku, kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau
kuning lemon terang (PA), skelera : biru atau putih seperti
mutiara (DB), pengisisan kapiler melambat (penurunan
aliran darah ke perifer
kuku

mudah

patah,

dan vaskontriksi kompensasi),
berbentuk

seperti

sendok

(koikologikia), rambut kering, mudah putus, menipis,
tumbuh uban secara premature.

c. Integritas ego
Tanda : Keyakinan agama / budaya mempengaruhi pilihan
pengobatan, misal nya penolakan tansfusi darah.
Gejala : Depresi .
d. Eliminasi
Gejala : Riwayat pielonefritis, gagal ginjal, flatulen, sindrome,
malabsorbsi, hematemisis, feses dengan darah segar,
melena, diare atau konstipasi, penurunan haluaran urine.
Tanda : Distensi abdomen.
e. Makanan / cairan
Gejala : Penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani
rendah / masukan produk sereal, tinggi, nyeri mulut atau
lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring), mual muntah
dispepsia, anoreksia, adanya penurunan berat badan.

24

f. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, ketidakmampuan
berkonsentrasi, insomnia, penurunan penglihatan, dan
bayangan pada mata, kelemahan, keseimbangan buruk,
kaki goyah.
Tanda : Peka rangsang, gelisah, depresi, cenderung tidur, apatis.
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen, sakit kepala.
h. Pernapasan
Gejala : Riwayat TB, abses paru, nafas pendek pada istirahat dan
aktivitas
Tanda : Takipnea, ortopnea dan dispnea.
i. Seksualitas
Gejala : Perubahan aliran menstruasi misal nya menoragia atau
amenorea, hilang libido (pria dan wanita), impoten.
Tanda : Serviks dan dinding vagina pucat.
2. Diagnosa keperawatan
a. Gangguan

perfusi jaringan

tubuh berhubungan dengan tidak

adekuatnya sirkulasi darah.
b. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi denyut
jantung.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, proses metabolisme yang
terganggu. (Nanda, Nic, Noc, 2015 : 38)
3. Intervensi keperawatan

25

Menurut Taqiyyah Bararah, 2013 & Tarwoto, 2008
a. Gangguan perfusi jaringan

tubuh berhubungan dengan tidak

adekuatnya sirkulasi darah.
Tujuan

: Gangguan perfusi jaringan kembali adekuat.

Kriteria hasil : Menujukkan perfusi adekuat, misal tanda – tanda
vital stabil.
Intervensi dan rasional :
1. Kaji tanda – tanda gangguan perfusi jaringan tubuh.
Rasional : Data dasar untuk menentukan perkembangan status
pasien.
2. Observasi keadaan kulit : Suhu, tugor, kelembaban setiap hari.
Rasional : Merupakan indikasi gangguan perfusi jaringan.
3. Catat intake nutrisi.
Rasional : Adekuat intake nutrisi akan meningkatkan Hb dan
eritrosit.
4. Ukur tanda vital setiap 8 jam : Tekanan darah, pernafasan, nadi,
dan suhu.
Rasional : Gangguan perfusi biasanya di dapatkan penurunan
tekanan darah, peningkatan pernafasan.
5. Kaji capillary repil pasien setiap 8 jam.
Rasioanl : Pengisian kapiler menetukan efektif tidaknya perfusi
jaringan.
6. Berikan posisi nyaman.
Rasional : Meningkatkan efektiftas pernafasan.
7. Kolaborasi dalam pemberian terapi.
Rasional : Meningkatkan kadar eritrosit dan Hb.
b. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat.
Tujuan

: Nutrisi kembali adekuat.

26

Kriteria hasil : Menujukkan peningkatan/mempertahankan berat
badan dengan nilai laboratorium normal, tidak
mengalami tanda malnutrisi, menunjukkan
perilaku, perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dan atau mempertahankan berat
badan yang sesuai.
Intervensi dan rasional :
1. Kaji kebiasaan makan pasien.
Rasional : Kebiasaan makan pasien menentukan asupan makan
pasien.
2. Kaji kembali penyebab gangguan kebutuhan nutrisi.
Rasional : Validasi data untuk menentukan intervensi lebih
lanjut.
3. Timbang berat badan setiap 3 hari jika kondisi pasien
memungkinkan.
Rasional : Berat badan sebagai salah satu indikator gangguan
nutrisi.
4. Berikan makanan dalam keadaan hangat.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan.
5. Bantuan pasien makan jika tidak mampu melakukannya sendiri
dan catat intake makan pasien.
Rasional : Memenuhi dan menilai kebutuhan nutrisi pasien.
6. Observasi tekanan darah,nadi, setiap 4 jam.
Rasional : Tekanan darah yang rendah salah satu indikator
kekurangan nutrisi.
7. Observasi rutin setiap hari tanda – tanda kekurangan nutrisi :
Konjungtiva, sklera, tonus otot.
Rasional : Menentukan perkembangan status nutrisi.
8. Monitor albumin dengan kolaborasi medis.
Rasional : Menetukan perkembangan status.

27

9. Lakukan

pengobatan

seperti

pemberian

vitamin,

obat

antiemetik, obat peningkat nafsu makan.
Rasional : Meningkatkan asupan makan.
10. Menganjurkan pasien oral hygine.
Rasional : Meningkatkan asupan makan pasien.
11. Berikan pendidikan kesehatan tentang anemia, diet.
Rasional : Meningkatkan pengetahuan.
c. Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi denyut
jantung
Tujuan

: Nyeri hilang.

Kriteria hasil : Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri,
mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan),
melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan
menggunakan manajemen nyeri, mampu
mengenali nyeri (skala, intensitas nyeri,
frekuensi dan tanda nyeri), menyatakan rasa
nyaman setelah nyeri berkurang.
Intervensi dan rasional :
1. Kaji nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi.
Rasional : Variasi penampilan dan perilaku pasien karena nyeri
terjadi sebagai temuan pengkajian.
2. Atur posisi fisiologi.
Rasional : Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan oksigen
kejaringan yang mengalami iskemia.
3. Ajarkan tehnik relaksasi pernafasan dalam.
Rasional : Meningkatkan asupan oksigen akan menurunkan

28

nyeri sekunder mengalami iskemia.
4. Anjurkan kepada pasien melaporkan nyeri dengan segera.
Rasional : Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik
yang berdampak pada kematian mendadak.
5. Kolaborasi dalam pemberian analgesik u tuk mengurangi nyeri
Rasional : Menurunkan nyeri hebat.
d. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan hemoglobin.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil : Mengidentifikasi perilaku untuk
mencegah/menurunkan resiko infeksi,
meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase
purulen atau eritema dan demam.
Intervensi dan rasional :
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik, oleh pemberi perawatan dan
pasien.
Rasional : Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bakterial.
Catatan : pasien dengan anemia berat / aplastik dapat
beresiko akibat flora normal kulit.
2. Pertahankan teknik aseptik ketat pada prosedur/perawatan luka.
Rasional : Menurunkan resiko kolonisasi/infeksi bakteri.
3. Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat.
Rasional : Menurunkan resiko kerusakan kulit/jaringan dan
Infeksi.
4. Pantau

atau

batasi

pengujung.

Berikan

isolasi

memungkinkan.
Rasional : Membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi.
Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia
aplastik, bila respons imun sangat terganggu.

bila

29

5. Pantau suhu tubuh. Catatan : Adanya menggigil dan takikardia
dengan atau tanpa demam.
Rasional : Adanya proses inflamasi /infeksi membutuhkan
evaluasi / pengobatan.
6. Amati eritema/cairan luka.
Rasional : Indikator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus
mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
7. Ambil spesimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi
(kolaborasi)
Rasional : Membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi
pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan
pengobatan.
8. Berikan antiseptik topikal : Antibiotik sistemik (kolaborasi).
Rasional : Mungkin digunakan secara propilaktil untuk
menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan
proses infeksi lokal .
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen, proses metabolisme yang
terganggu.
Tujuan

: Aktivitas sehari – hari pasien terpenuhi dan
meningkatkan kemampuan aktivitas.

kriteria hasil : Pasien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa
gejala – gejala yang berat, terutama mobilisasi
ditempat tidur.
Intervensi dan rasional :
1. Kaji kemampuan aktivitas pasien, lakukan istirahat seacara
berkala.
Rasional : Istrirahat mengurangi beban kerja jantung.

30

2. Anjurkan pasien untuk menghindari peningkatan tekanan
abdomen, misalnya mengejan saat defekasi.
Rasional : Dengan mengejan dapat mengakibatkan takikardi
serta peningkatan tekanan darah.
3. Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas.
Rasional : Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung,
meningkatkan regangan, dan mencegah aktivitas
berlebih.
4. Berikan diet tinggi kalori, tinggi protein.
Rasional : Meningkatkan kadar Hb.
5. Monitor hemoglobin dan hematokrit.
Rasional : Salah satu indikator sirkulasi darah.
6. Kolaborasi dalam pemberian transfusi.
Rasional : Meningkatkan Hb dan sirkulasi darah.
4. Implementasi
Merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan dengan
melaksanakan berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan)
yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan. Dalam
tahap ini perawat harus mengetahui berbagai hal diantaranya bahaya –
bahaya fisik dan perlindungan pada pasien, teknik komunikasi
kemampuan dalam prosedur tindakan, pemahaman tentang hak – hak
dari pasien serta dalam memahami tingkat perkembangan pasien .
(Taqiyyah Bararah & Mohammad Jauhar : 2013)
5. Evaluasi keperawatan
Merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai atau tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat harus neniliki
pengetahuaan dan kemampuan dalam memahami respon terhadap

31

intervensi keperawatan, kemampuan menggambarkan kesimpulan
tentan tujuan yangt dicapai serta kemampuan dalam menghubungkan
tindakan keperawatan pada kriteria hasil. (Taqiyyah Bararah &
Mohammad Jauhar : 2013)
a. Gangguan jaringan tubuh kembali adekuat
b. Nutrisi kembali adekuat
c. Nyeri akut teratasi
d. Resiko infeksi tidak terjadi
e. Intoleransi aktivitas teratasi
6. Discharge planning
a. Menjalani diet dengan gizi seimbang
b. Asupan zat besi ang terlalu berlebihan bisa membahayakan yang
menyebabkan sirosis, kardiomiopati, diabetes, dan kanker jenis
tertentu. Suplemen zat besi hanya boleh dikonsumsi atas anjuran
dokter.
c. Makan – makanan yang tinggi asam folat dan vitamin B12 seperti
ikan, produk susu, daging, kacang – kacangan, sayuran berwarna
hijau tua, jeruk, biji – bijian.
d. Hindari pemaparan berlebihan terhadap minyak, insektiasida, zat
kimia dan zat toksik lainnya karena juga dapa menyebabkan
anemia.
e. Konsultasi kembali jika gejala anemia menetap dan untuk
mengetahui faktor penyebab.
f. Ajarkan kepada orang tua tentang cara – cara melindungi anak dari
infeksi
g. Kenali tanda – tanda komplikasi.
(Nanda, Nic, Noc : 2015)