BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sepsis Neonatorum 2.1.1. Definisi - Prokalsitonin Sebagai Tes Diagnostik Sepsis Bakterialis Pada Neonatus

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sepsis Neonatorum

  2.1.1. Definisi

  Menurut The International Sepsis Definition Conferences (ISDC) sepsis adalah sindroma klinis dengan adanya Systemic Inflammatory Response

  

Syndrome (SIRS) dan infeksi. Sepsis merupakan suatu proses

  berkelanjutan mulai dari infeksi, SIRS, sepsis berat, renjatan / syok septik,

  2,6

  disfungsi multiorgan, dan akhirnya kematian. Sepsis ditandai dengan respon inflamasi sistemik dan bukti infeksi pada bulan pertama kehidupan, berupa perubahan temperatur tubuh, perubahan jumlah leukosit, takikardi,dan takipnea.Sedangkan sepsis berat adalah sepsis yang

  7 ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi organ.

  Sepsis neonatorum didefinisikan sebagai sindroma klinik penyakit sistemik

  1 yang disertai bakteremia dan terjadi pada bulan pertama kehidupan.

  2.1.2. Epidemiologi

  Angka kejadian sepsis di Indonesia masih tinggi yaitu 8.7 sampai 30.29%

  1

  dengan angka kematian 11.56 sampai 49.9%. Sepsis merupakan penyebab kematian utama pada bayi, insiden sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 1.8 sampai 18 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12 sampai 68%, sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup

  1 dengan angka diperkirakan sebesar kematian 10,3%.

  2.1.3. Klasifikasi

  Sepsis pada neonatus dibagi menjadi dua berdasarkan awitan

  5,6

  munculnya sepsis yaitu: berdasarkan waktu terjadinya, sepsis neonatorum dapat diklasifikasikan menjadi dua bentuk yaitu sepsis neonatorum awitan dini (SAD) dan sepsis neonatorum awitan lambat

  2 (SAL).

  Sepsis awitan dini (SAD) merupakan infeksi perinatal yang terjadi segera dalam periode postnatal (kurang dari 72 jam) dan biasanya diperoleh pada

  

6

  saat proses kelahiran atau in utero. Sepsis awitan lambat (SAL) terjadi lebih dari 72 jam biasa berasal dari lingkungan sekitar dan yang paling sering disebabkan oleh infeksi nosokomial yang didapat pada saat bayi

  19,20

  dirawat inap di rumah sakit. Di negara berkembang pembagian SAD dan SAL tidak jelas karena sebagian besar bayi tidak dilahirkan di rumah sakit. Oleh karena itu, penyebab infeksi tidak dapat diketahui apakah

  21,22 berasal dari jalan lahir atau diperoleh dari lingkungan sekitar.

  2.1.4. Etiologi

  Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara berkembang telah diteliti oleh World Health Organization Young Infants Study Group pada tahun 1999 di empat negara berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua

  New Guinea dan Gambia. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa kuman isolat yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah

  

Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli

23,24 (18%).

  22 Tabel 2.1. Perubahan pola kuman penyebab sepsis neonatorum

  Berdasarkan databased perinatologi RSHAM (Rumah Sakit H.Adam Malik) tahun 2008 sampai tahun 2010 didapatkan pola kuman berdasarkan hasil kultur darah Staphylococus sp 33%, Klebsiela 23%,

  Pseudomonas 28% untuk tahun 2008, tahun 2009 staphylococus 27%, enterobacter 18%, pseudomonas 16% dan tahun 2010 staphylococus 25 34%, pseudomonas 20%, enterobacter 14%.

  Pada cairan serebrospinal yang terjadi pada meningitis neonatus awitan dini banyak ditemukan bakteri gram negatif terutama Klebsiella sp dan E. Coli, sedangkan pada awitan lambat selain bakteri gram negatif juga ditemukan Streptococcus pneumoniae serotipe 2. E.coli biasa ditemukan pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit serta pada

  20,26

  usap vagina wanita di daerah pedesaan. Sementara Klebsiella sp biasanya diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di rumah sakit. Selain mikroorganisme di atas, patogen yang sering ditemukan adalah

  23,24 Pseudomonas, Enterobacter, dan Staphylococcus aureus.

2.1.5. Faktor risiko

  Terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu, bayi

  1,2

  dan lain-lain. Faktor risiko ibu:

  1. Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18 jam. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat menjadi 4 kalinya.

  2. Infeksi dan demam (lebih dari 38°C) pada masa peripartum akibat korioamnionitis, infeksi saluran kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B (SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi obstetrik lainnya.

  3. Cairan ketuban hijau keruh dan berbau.

  4. Kehamilan multipel.

  5. Persalinan dan kehamilan kurang bulan.

  6. Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu

22 Faktor risiko pada bayi:

  1. Prematuritas dan berat lahir rendah

  2. Asfiksia neonatorum

  3. Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang mengalami fetal distress dan trauma pada proses persalinan.

  4. Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator, kateter, infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal.

  5. Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek imun, atau asplenia.

  Faktor risiko lain: Beberapa kepustakaan menyebutkan bahwa sepsis neonatorum lebih sering terjadi pada bayi laki-laki daripada perempuan, pada bayi kulit hitam daripada kulit putih, pada bayi dengan status ekonomi rendah, dan sering terjadi akibat prosedur cuci tangan yang tidak benar pada tenaga kesehatan maupun anggota keluarga pasien, serta buruknya

  

27

  kebersihan di ruang perawatan bayi. Faktor-faktor di atas sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan masih menjadi masalah sampai saat ini. Hal ini merupakan salah satu penyebab tidak adanya perubahan pada angka kejadian sepsis neonatal dalam dekade terakhir ini. Faktor-faktor risiko ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus tetap mendapatkan

  28 perhatian khusus terutama bila disertai gambaran klinis.

2.1.6. Gejala Klinis

  Gambaran klinis sepsis neonatorum tidak spesifik. Gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi

  27

  kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh terhadap masuknya

  28

  kuman. Gambaran klinik yang bervariasi tersebut dapat dilihat dalam

  22

tabel 2.2 pada anak dan dewasa infeksi biasanya disertai dengan demam namun pada bayi baru lahir demam bukan merupakan tanda yang

  khas untuk infeksi. Berdasarkan penelitian hanya sekitar 10% bayi yang pada darahnya ditemukan bakteri akan mengalami demam, lebih banyak

  28 yang suhu tubuhnya normal atau malah rendah.

  Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai apgar rendah. Setelah lahir, bayi tampak lemah dan tampak gambaran klinis sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang hiperglikemia.

  Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi (perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang,

  29-32 takipnea, apnea, merintih dan retraksi).

  22 Tabel 2.2 Gambaran klinis sepsis pada neonatus.

2.1.7. Patofisiologi

  Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa cara yaitu: a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir

  Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta atau umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin.

  Penyebab infeksi adalah virus yang menembus plasenta antara lain virus

  

rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang

  33 melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma.

  b. Pada masa intranatal atau saat persalinan Infeksi pada saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan servik naik mencapai korion dan amnion. Akibatnya terjadi amniotis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilikus

  2,16

  masuk ke tubuh bayi. Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau

  

port de entre, saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh

  33 kuman misalnya: herpesgenetalia, candida albicans dan gonorhoe.

  c. Infeksi paskanatal atau setelah melahirkan Infeksi yang terjadi setelah kelahiran umumnya adalah infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (misalnya melalui alat penghisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol

  33 minuman atau dot).

  Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan

  20 terjadi infeksi nosokomial,infeksi juga dapat melalui luka umbilikus.

  6,20

2.1.8. Diagnosis

  Diagnosis sepsis pada neonatus ditegakkan dengan isolasi agen etiologi dari penyebab sepsis yaitu: a. Kultur darah yang dapat menunjukkan organisme penyebab sepsis.

  b. Analisis kultur urin dan cairan cerebrospinal dengan cara lumbal pungsi

  c. Pemeriksaan darah rutin, didapat peningkatan leukosit dan peningkatan neutrofil immatur yang menandakan adanya infeksi.

  d. Pemeriksaan laju endap darah, C-reaktif protein, prokalsitonin, interleukin 1 dan 6 yang meningkat menunjukkan adanya infeksi.

2.2. Prokalsitonin sebagai tes diagnostik sepsis bakterialis

2.1.1. Definisi

  Dalam menegakkan diagnosis sepsis pada neonatus dapat digunakan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui adanya proses inflamasi seperti jumlah leukosit, laju endap darah, C-reaktif protein (CRP), tumor

  

34,35

  Akan tetapi pemeriksaan tersebut nekrosis α dan Interleukin 1 dan 6. tidak terlalu spesifik, karena sulit membedakan sepsis pada neonatus dengan systemic inflamatory respons syndrome (SIRS) pada bayi neonatus yang dirawat diruang Perinatologi atau diruang Neonatal Intensif

  

Care Unit (NICU) dalam waktu yang cepat, karena harus menunggu hasil

  kultur darah selama beberapa hari, sementara pasien harus mendapat pengobatan yang tepat dalam waktu yang segera dan hasil kultur darah positif bisa juga karena faktor kontaminasi dan hasil kultur darah negatif

  36-39 belum tentu menyingkirkan sepsis.

  Oleh karena pengukuran secara klinis dan laboratorium yang kurang sensitif dan spesifik, diperlukan tes yang dapat membedakan

  40

  antara inflamasi karena infeksi dan inflamasi karena non infeksi. Akhir akhir ini telah dikembangkan tes baru untuk mendeteksi inflamasi karena infeksi yaitu prokalsitonin. Tes ini banyak dipakai untuk membedakan antara SIRS dan sepsis. Prokalsitonin merupakan pemeriksaan yang dapat menegakkan diagnosa infeksi bakteri akut. Selain itu pemeriksaan

  41-43 ini dapat pula digunakan untuk memantau hasil pengobatan.

  Prokalsitonin dikenal sebagai protein yang dirangsang oleh

  14

  inflamasi ditemukan sejak tahun 1993. Sejak saat itu banyak penelitian yang menunjukkan peningkatan protein ini pada plasma yang berhubungan dengan infeksi berat, sepsis dan septic shock. Prokalsitonin juga dapat membantu dalam diagnosa banding penyakit infeksi atau

  44,45 bukan, menilai keparahan sepsis dan juga respon dari pengobatan.

  2.1.2. Struktur prokalsitonin

  Prokalsitonin ( PCT ) adalah prekursor kalsitonin yang terdiri dari 116 asam amino yang disekresi oleh sel C dari kelenjar tiroid, struktur prokalsitonin secara skematis terlihat seperti pada Gambar 2.1. Prokalsitonin mempunyai berat molekul 13 kDa protein yang disandi oleh gen CALC-1 di lengan pendek kromosom 11. Secara normal semua

  46 prokalsitonin dipecah dalam tiroid menjadi calsitonin.

  49

  46 Gambar 2.1 Struktur Prokalsitonin

  2.1.3. Peran prokalsitonin dalam diagnosis sepsis bakterialis

  Pada keadaan normal kadar prokalsitonin meningkat pada kasus septikemia, meningitis, pneumonia dan infeksi saluran kemih dan sangat sensitif sebagai penanda infaksi bakteri.Pelepasan prokalsitonin ke dalam sirkulasi dalam kepekatan besar dalam berbagai keadaan penyakit tidak

  46 disertai dengan peningkatan kadar calcitonin secara bermakna.

  Pemeriksaan prokalsitonin sangat bermanfaat dan lebih baik dari marker inflamasi lainnya, seperti Tumor nekrosis faktor α, Interleukin 6,

  Interleukin 1 dan CRP dalam hal memprediksi prognosis pada pasien

  41,45

  penyakit kritis. Pengukuran prokalsitonin secara berkala dapat digunakan untuk memonitor perjalanan penyakit dan sebagai tindak lanjut (monitoring) dari terapi pada semua infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Peningkatan nilai prokalsitonin atau nilai yang tetap konsisten tinggi menunjukkan aktivitas penyakit yang berkelanjutan. Penurunan nilai prokalsitonin menunjukkan menurunnya reaksi inflamasi dan terjadi

  44 penyembuhan infeksi.

  Pada keadaan fisiologis, kadar prokalsitonin rendah bahkan tidak dijumpai, tetapi akan meningkat bila terjadi bakterimia dan fungimia yang timbul sesuai dengan beratnya infeksi. Tetapi pada temuan beberapa peneliti peningkatan prokalsitonin terdapat juga pada keadaan bukan infeksi, selain itu juga prokalsitonin merupakan pengukuran yang lebih sensitif dibandingkan dengan beberapa uji laboratorik lain, misalnya laju endap darah (LED), perhitungan leukosit dan C reaktif protein sebagai

  47 sarana bantu diagnosis sepsis bakteri pada anak.

Gambar 2.2 Perbandingan waktu dan kepekatan prokalsitonin dibanding

  

46

  dengan beberapa petanda sepsis lain Prokalsitonin diinduksi oleh endotoksin yang dihasilkan bakteri selama infeksi sistemik. Infeksi yang disebabkan protozoa, infeksi non- bakteri (virus) dan penyakit autoimun tidak menginduksi prokalsitonin. Kadar prokalsitonin muncul cepat dalam 2 jam setelah rangsangan, puncaknya setelah 12 sampai 48 jam dan secara perlahan menurun dalam 48 sampai 72 jam, sedangkan CRP tidak terdapat dalam 6 jam,

  

46

seperti terlihat pada Gambar 2.2 diatas.

  Prokalsitonin juga dapat digunakan untuk pemantauan pengobatan disamping sebagai penanda sepsis awal, hal ini sesuai dengan penelitian di Turki tahun 2007 yang melakukan pemantauan pengobatan terhadap pasien neonatus sepsis dan menjadi rujukan untuk pemakaian dan

  18 penghentian terapi antibiotika pada neonatus sepsis.

  Pemeriksaan prokalsitonin merupakan suatu tes imunologi yang pada mulanya pengukuran prokalsitonin hanya dimungkinkan di laboratorium khusus, dimana hasil tes diperoleh jauh lebih lama. Belakangan ini sebuah alat tesCobas 601 ( Cobas 6000)merupakan suatu alat tes untuk mendeteksi kadar prokalsitonin. Prokalsitonin dapat diukur secara cepat dan tepat, dengan menggunakan serum yang diperoleh dari sampel darah

  47 yang telah disentrifugasi.

2.6.Kerangka Konseptual Penelitian

  Faktor organisme: Faktor organisme: Jenis kuman Jenis kuman

  Virulensi Virulensi

Faktor penjamu: SEPSIS Faktor lingkungan:

Faktor lingkungan:

  Faktor penjamu: SEPSIS Lahir prematur Infeksi nosokomial Infeksi nosokomial

  Lahir prematur Jenis kelamin Higiene Higiene, Pemasangan

  Jenis kelamin BBLR Pemasangan kateter,OGT,infus

  BBLR

Rendahnya imunitas kateter,OGT,infus

Pembuatan susu Rendahnya

  Pembuatan susu formula Jumlah leukosit Prokalsitonin Kultur darah CRP

Prokalsitonin Kultur darah

Gambar 2.3. Kerangka konseptual penelitian

  = yang diteliti

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian - Faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Utara

0 0 11

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia - Hubungan Pelayanan Profesional Dokter Spesialis dengan Kepuasan Pasien Umum di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 2 26

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pelayanan Profesional Dokter Spesialis dengan Kepuasan Pasien Umum di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

0 3 9

BAB II PROFIL PT Perusahaan Gas Negara (Persero)Tbk A. Profil PT Perusahaan Gas Negara (Persero)Tbk - Analisis Manajemen Risiko pada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk SBU Distribusi Wilayah III Medan

1 4 24

BAB II PROFIL LPP RRI (RADIO REPUBLIK INDONESIA) MEDAN - Analisis Sumber dan Penggunaan Dana pada Radio Republik Indonesia (RRI) Medan

0 0 21

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Informasi - Sistem Informasi Sekolah Berbasis Web

0 0 23

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM) A. Gambaran Umum Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan 1. Sejarah Singkat KPP Pratama Medan Belawan - Prosedur Pendaftaran dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayan

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) - Prosedur Pendaftaran dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan

0 0 15

II. TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Faktor -Faktor yang Penpengaruhi Permintaan Kompos dari Tandan Kosong Kelapa Sawit oleh Perusahaan Perkebunan Sawit di Kabupaten Aceh Tamiang

0 0 11

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Terhadap Produktivitas Kerja (Studi tentang Diklat pada Guru TK di Kabupaten Asahan

0 1 20