BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Financial Distress - Prediksi Rasio Keuangan Terhadap Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di BEI Periode 2010-2013
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Financial Distress
Kesehatan suatu perusahaan bisa digambarkan dari titik sehat yang paling ekstrem (mampu untuk membiayai operasionalnya, dapat memenuhi kewajiban kewajiban jangka pendek sampai jangka panjangnya tepat waktu, serta dengan tingkat likuiditas yang baik) sampai ke titik tidak sehat yang paling ekstrem (tidak mampu membayar kewajiban-kewajibannya atau hutang lebih besar dibandingkanaset). Kesulitan keuangan jangka pendek bersifat sementara dan belum begitu parah. Tetapi kesulitan semacam ini apabila tidak ditangani bisa berkembang menjadi kesulitan tidak solvabel. Kalau tidak solvabel, perusahaan bisa dilikuidasi atau direorganisasi (Hanafi dan Halim, 2005). Perusahaan dengan kondisi seperti itu, perusahaan perlu untuk mengantisipasi adanya financial
distress.
Platt dan Platt (2002) mendefinisikan financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan perusahaan yang terjadi sebelum terjadi kebangkrutan ataupun likuidasi. Platt dan Platt (2002) juga menyoroti kurangnya definisi yang konsisten ketika perusahaan memasuki kesulitan keuangan dan mencoba untuk meringkas definisi operasional yang berbeda dari financial
distress dalam satu mekanisme seleksi. Sebuah perusahaan dianggap mengalami
financial distress jika salah satu kejadian berikut ini terjadi: mengalami laba
operasi bersih negatif selama beberapa tahun atau penghentian pembayaran dividen, restrukturisasi keuangan atau PHK massal. Denis dan Denis (1990) mengidentifikasi kesulitan keuangan ketika perusahaan mengalami kerugian (laba operasi sebelum pajak atau laba bersih negatif) setidaknya selama tiga tahun berturut-turut. Whitaker (1999) mengukur financial distress dengan adanya arus kas yang lebih kecil dari utang jangka panjang saat ini. Perusahaan yang mempunyai Earning Per Share (EPS) negatif (Elloumi dan Gueyie, 2001). Almilia (2004) menggunakan perusahaan yang delisted, dan Koes Pranowo, dkk (2010) yang menggunakan DSC (Debt Service Coverage) untuk perusahaan yang mengalami financial distress. Almilia dan Kristijadi (2003) dengan indikasi beberapa tahun mengalami laba bersih operasi (net operating income) negatif dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden. Kebangkrutan sendiri adalah kesulitan likuiditas yang sangat parah sehingga perusahaan tidak mampu menjalankan operasi dengan baik (Harianto, 2001). Platt dan Platt (2002) menyatakan bahwa informasi yang terkait dengan financial distress dapat membuat manajemen mengambil tindakan merger atau takeover agar perusahaan lebih mampu untuk membayar hutang dan mengelola perusahaan dengan lebih baik serta dapat memberikan tanda peringatan awal adanya kebangkrutan pada masa yang akan datang.
Menurut Foster (1986) terdapat beberapa indikator atau sumber informasi mengenai kemungkinan dari kesulitan keuangan: a.
Analisis arus kas untuk periode sekarang dan yang akan datang.
b.
Analisis strategi perusahaan yang mempertimbangkan pesaing potensial, struktur biaya relatif, perluasan rencana dalam industri, kemampuan perusahaan untuk meneruskan kenaikan biaya, kualitas manajemen dan lain sebagainya.
c.
Analisis laporan keuangan dari perusahaan serta perbandingannya dengan perusahaan lain. Analisis ini dapat berfokus pada suatu variabel keuangan tunggal atau suatu kombinasi dari variable keuangan.
d.
Variabel eksternal seperti return sekuritas dan penilaian obligasi. Salah satu aspek pentingnya analisis terhadap laporan keuangan dari sebuah perusahaan adalah untuk meramal kontinuitas atau kelangsungan hidup perusahaan. Prediksi akan kontinuitas perusahaan sangat penting bagi manajemen dan pemilik perusahaan untuk mengantisipasi kemungkinan adanya potensi kebangkrutan, karena kebangkrutan berarti menyangkut terjadinya biaya-biaya, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung. Kebangkrutan biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba. Kebangkrutan juga sering disebut likuiditas perusahaan atau penutupan perusahaan atau insolvabilitas. Kebangkrutan sebagai kegagalan didefinisikan dalam beberapa arti (Martin et.al, 1995 : 376) :
1. Kegagalan ekonomi (economic failure) Kegagalan dalam arti ekonomi biasanya berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan tidak menutup biayanya sendiri, ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban. Kegagalan terjadi bila arus kas sebenarnya dari perusahaan tersebut jatuh di bawah arus kas yang diharapkan. Bahkan kegagalan dapat juga berarti bahwa pendapatan atas biaya historis dari investasinya lebih kecil daripada biaya modal perusahaan.
2. Kegagalan keuangan (financial failure) Kegagalan keuangan bisa diartikan sebagai insolvensi yang membedakan antara dasar arus kas dan dasar saham. Insolvensi atas dasar arus kas ada dua bentuk : a.
Insolvensi teknis (tecnical insolvency) Perusahaan dapat dianggap gagal jika perusahaan, tidak dapat memenuhi kewajiban pada saat jatuh tempo. Walaupun total aktiva melebihi total utang atau terjadi bila suatu perusahaan gagal memenuhi salah satu atau lebih kondisi dalam ketentuan hutangnya seperti rasio aktiva lancar terhadap utang lancar yang telah ditetapkan atau rasio kekayaan bersih terhadap total aktiva yang disyaratkan. Insolvensi teknis juga terjadi bila arus kas tidak cukup untuk memenuhi pembayaran bunga pembayaran kembali pokok pada tangga tertentu.
b.
Insolvensi dalam pengertian kebangkrutan Dalam pengertian ini kebangkrutan didefinisikan dalam ukuran sebagai kekayaan bersih negatif dalam neraca konvensional atau nilai sekarang dari arus kas yang diharapkan lebih kecil dari kewajiban. Likuidasi merupakan suatu proses yang berakhir pada pembubaran perusahaan sebagai suatu perusahaan. Likuidasi lebih menekankan pada aspek status yuridis perusahaan sebagai suatu badan hokum dengan segala hak-hak dan kewajiban. Likuidasi atau pembubaran perusahaan senantiasa berakibat penutupan usaha akan tetapi likuidasi tidak selalu berarti perusahaan bangkrut.
2.1.1 Indikator Terjadinya Kebangkrutan
Sebelum pada akhirnya pada suatu perusahaan dinyatakan bangkrut, biasanya ditandai oleh berbagai situasi atau keadaan khususnya yang berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasinya. Indikator yang harus diperhatikan para manajer, seperti yang dikemukakan oleh Harnanto (1984) bahwa : 1.
Penurunan volume penjualan karena adanya perubahanselera atau permintaan konsumen.
2. Kenaikan biaya produksi.
3. Tingkat persaingan yang semakin ketat.
4. Kegagalan melakukan ekspansi.
5. Ketidakefektifan dalam melaksanakan fungsi pengumpulan piutang.
6. Kurang adanya dukungan atau fasilitas perbankan (kredit).
7. Tingginya tingkat ketergantungan terhadap piutang.
Suatu perusahaan yang mengandalkan hutang di dalam menghadapi kegiatan operasi dan kegiatan investasinya akan berada dalam keadaan yang kritis karena apabila suatu saat perusahaan mengalami penurunan hasil operasi, maka perusahaan tersebut akan mendapatkan kesulitan untuk menyelesaikan pekerjaannya. Selain itu, indikator yang dapat diamati oleh pihak ekstern antara lain : 1.
Penurunan deviden yang dibagikan kepada para pemegang saham.
2. Terjadinya penurunan laba yang terus-menerus, bahkan sampai terjadinya kerugian.
3. Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha 4.
Terjadinya pemecatan pegawai.
5. Pengunduran diri eksekutif puncak.
6. Harga saham yang terus menerus turun di pasar modal.
2.1.2. Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan
Tidak mudah untuk menentukan secara pasti mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya suatu kebangkrutan pada suatu perusahaan. Sejauh ini terdapat konsesus bahwa sumber kegagalan disebabkan oleh ketidakmampuan manajemen perusahaan. Ketidakmampuan manajemen dapat diartikan dalam berbagai pengertian. Secara garis besar factor faktor penyebab terjadinya kebangkrutan dibagi menjadi tiga (Harnanto : 1984), yaitu :
1. Sistem Perekonomian Dalam sistem perekonomian dimana roda perekonomian lebih banyak dikendalikan oleh persaingan bebas, maka dunia usaha akan terbagi menjadi dua golongan, yaitu perusahaan tradisional dan perusahaan yang memanfaatkan teknologi.
Kemampuan bersaing inilah yang merupakan factor penyebab kebangkrutan, sehingga efisiensi manajemen sangat berperan dan merupakan alat penangkal yang tangguh terhadap setiap perusahaan pesaing.
2. Faktor Eksternal Perusahaan Kesulitan dan kegagalan yang mungkin dapat menyebabkan kebangkrutan suatu perusahaan kadangkadang berada di luar jangkauan manajemen perusahaan. Berbagai faktor tersebut antara lain : a.
Persaingan bisnis yang ketat.
b.
Berkurangnya permintaan terhadap produk atau jasa yang dihasilkan.
c.
Turunnya harga jual terus-menerus.
d.
Kecelakaan atau bencana alam yang menimpa perusahaan.
3. Faktor Internal Perusahaan Faktor internal yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan dapat dicegah melalui berbagai tindakan dalam perusahaan itu sendiri. Faktor-faktor internal ini biasanya merupakan hasil dari keputusan dan kebijaksanaan yang tidak tepat di masa lalu dan kegagalan manajemen untuk berbuat sesuatu pada saat yang diperlukan. Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan secara intern adalah : a.
Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada debitur atau pelanggan.
b.
Manajemen yang tidak efisien.
c.
Penyalahgunaan wewenang dan kecurangankecurangan. Model Prediksi financial distress sangat penting bagi perusahaan, investor, kreditor maupun pemerintah. Pihak-pihak tersebut biasanya bereaksi terhadapsinyal distress (Subagyo, 2007). Foster (1986) menjelaskan ada beberapa pihak yang berkepentingan terhadap informasi tentang prediksi financial distress perusahaan, yaitu: a.
Pemberi pinjaman Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress menpunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan.
b.
Investor Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga.
c.
Pembuat peraturan Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. Hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan.
d.
Pemerintah Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dalam antitrust regulation .
e.
Auditor Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan.
f.
Manajemen Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugian penjualan atau kerugian paksaan akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan
2.2 Laporan keuangan
Laporan keuangan merupakan ringkasan dari transaksi-transaksi keuangan yang terjadi selama tahun buku bersangkutan menggambarkan kemajuan perusahaan dan disusun secara periodik. Periode yang biasa digunakan adalah tahun yan dimulai dari 1 Januari dan berakhir pada tanggal 31 Desember. Periode seperti ini disebut dengan periode tahun kalender. Selain tahun kalender, periode akuntansi bisa juga dimulai dari tanggal selain tanggal 1 Januari. Istilah periode akuntansi yang seperti ini sering disebut dengan isilah periode tahun buku.
Periode tahun buku yang digunakan dapat secara tahunan, atau menyusun laporan keuangan untuk periode yang lebih pendek misalnya bulanan, triwulan atau kwartalan. Laporan keuangan dalam suatu perusahaan mempunyai arti yang sangat penting terutama bagi pihak-pihak yang mempunyai kepentingan terhadap perusahaan. Laporan keuangan dibuat oleh manajemen sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik perusahaan.
Ada beberapa pengertian laporan keuangan, yaitu : Pengertian laporan keuangan menurut IAI (2008:1) “merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi kas, catatan (notes) dan laporan pendukung lainnya”.
Menurut Munawir (2002:2), “laporan keuangan adalah hasil dari proses dapat digunakan sebagai alat untuk berkomunikasi antara data keuangan atau aktivitas suatu perusahaan dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan data atau aktivitas perusahaan tersebut”.
Pihak-pihak yang membutuhkan laporan keuangan keuangan antara lain : pemilik
perusahaan, kreditor, investor, manajer atau pemimpin perusahaan, karyawan
perusahaan dan pemerintah. Pemilik perusahaan sangat berkepentingan terhadaplaporan keuangan perusahaannya untuk menilai keberhasilan manajemen dalam
menjalankan perusahaan. Hal ini dapat dilihat melalui laba yang dihasilkan
perusahaan. Dengan kata lain, laporan keuangan diperlukan untuk menilai hasilhasil
yang telah dicapai perusahaan serta memperkirakan hasil-hasil yang akan dicapai
pada masa yang akan datang sehingga pemilik dapat menaksir keuntungan yang akandiperoleh. Kreditor menggunakan laporan keuangan untuk mengambil keputusan
dalam hal pemberian kredit suatu perusahaan. Disamping itu kreditor bisa mengukur
apakah perusahaan dapat mengembalikan pokok pinjaman kredit dan bunganya.
Manajer atau pimpinan perusahaan menggunakan laporan keuangan untuk menyusunrencan dan strategi perusahaan, memperbaiki operasional perusahaan dan
menentukan kebijaksanaan perusahaan. Investor berkepentingan dengan laporan
keuangan untuk mengetahui apakah modal yang telah diinvestasikan memberikan
prospek keuntungan di masa yang akan datang. Pemerintah melihat laporan keuangan untuk menentukan jumlah pajak yang akan dibebankan ke perusahaan dan digunakan sebagai dasar perencanaan pemerintah dalam hal ini adalah Biro Pusat Statistik, DinasPerindustrian dan Perdagangan dan Tenaga Kerja. Melalui laporan keuangan dapat
dilihat kemampuan perusahaan dalam menyelesaikan kewajiban jangka pendek, struktur permodalan, distribusi aktiva, efektifitas penggunaan aktiva dan hasil atau pendapatan yang telah dicapai serta nilai buku tiap lembar saham suatu perusahaan. Karyawan perusahaan berkepentingan dengan laporan keuangan antara lain untuk kepentingan kompensasi. Dari laporan keuangan dapat terlihat kemampuan perusahaan dalam memberikan kompensasi yang lebih baik, misal dengan memberikan tunjangan hari tua, Jamsostek (Jaminan Sosial Tenaga Kerja) agar karyawan dapat bekerja dengan optimal sehingga kegiatan operasional perusahaan dapat berjalan dengan baik.
2.2.1 Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan laporan keuangan menurut APB Statement No.4 (AICPA) membaginya menjadi dua yaitu :
1. Tujuan umum
“menyajikan laporan parsial keuangan, hasil usaha, dan perubahan posisi keuangan secara wajar sesuai prinsip yang diterima” 2. Tujuan khusus
“memberikan informasi tentang kekayaan, kewajiban, kekayaan bersih, proyeksi laba, perubahan kekayaan dan kewajiban, serta informasi lainnya yang relevan.
2.2.2 Komponen Laporan Keuangan
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009:1.2) menyatakan bahwa laporan yang lengkap terdiri dari 5 komponen, yaitu :
1. Neraca Defenisi neraca menurut Reeve, Warren dan Fees (2002:24) adalah “laporan mengenai suatu daftar aktiva, kewajiban dan ekuitas pemilik pada tanggal tertentu biasanya pada akhir bulan atau akhir tahun”.
2. Laporan laba rugi Laporan laba rugi meringkaskan hasil dari kegiatan perusahaan selama periode akuntansi tertentu. Laporan keuangan diharapkan bias memberikan informasi yang berkaitan dengan tingkat keuntungan (Return on Investment), risiko, fleksibilitas keuangan, dan kemampuan operasional perusahaan. Elemen pokok dari Laporan Laba Rugi terdiri dari pendapatan operasional, beban operasional, dan untung atau rugi.
3. Laporan Perubahan Ekuitas Laporan perubahan ekuitas mengambarkan peningkatan atau penurunan aktiva bersih atau kekayaan selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan keuangan.
4. Laporan Arus Kas Laporan arus kas dapat memberikan informasi yang memungkinkan para pemakai untuk mengevaluasi perubahan dalam aktiva bersih, struktur keuangan (termasuk likuiditas dan solvabilitas) dan kemampuan untuk mempengaruhi jumlah serta waktu arus kas dalam rangka adaptasi dengan perubahan keadaan dan peluang.
Menurut IAI (2002:2.1) “ informasi arus kas berguna untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas dan memungkinkan para pemakai mengembangkan model untuk menilai dan membandingkan nilai sekarang dari arus kas masa depan (future cash flow) dari berbagai perusahaan”.
5. Catatan Atas Laporan Keuangan Isi dari catatan atas laporan keuangan adalah penjelasan umum tentang perusahaan, kebijakan akuntansi yang dianut dan penjelasan tiap-tiap akun neraca dan laba rugi. Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis. Setiap pos dalam neraca, laporan laba rugi dan lapran arus kas harus berkaitan dengan informasi yang terdapat dalam catatan atas laporan keuangan.
2.3 Rasio Keuangan
2.3.1 . Rasio Likuiditas Rasio likuiditas menunjukkan kemapuan perusahaan untuk membayar kewajiban financial jangka pendek tepat pada waktunya, likuiditas perusahaan ditunjukkan oleh besar kecilnya aktiva lancar yaitu aktiva yang mudah diubah menjadi kas. Semakin besar nilai rasio likuiditas maka semakin baik kinerja keuangan perusahaan yang pada akhirnya akan memperkecil resiko suatu perusahaan mengalami financial distress.
2.3.2. Rasio Profitabilitas Rasio Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungannya dalam penjualan, total aktiva maupun modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini semakin efisiens perusahaan tersebut dalam memanfaatkan fasilitas perusahaan sehingga mengakibatkan naiknya kinerja perusahaan.
2.3.3. Rasio Leverage Rasio Leverage menunjukkan proporsi penggunaan hutang untuk membiayai investasinya, semakin sedikit nilai rasio leverage berarti kinerja perusahaan semakin bagus yang berarti bahea perusahaan dapat trehindar dari risiko mengalami kondisi financial distress.
2.3.4. Rasio cash position Rasio cash position merupakan rasio yang mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar kewajiban lancar perusahaan.
2.2.5. Rasio Pertumbuhan Penjualan Rasio Pertumbuhan Penjualan merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya ditengah pertumbuhan ekonomi dan industri.
2.2.6 Rasio Aktivitas Menurut (Ang, 1997) rasio ini menunjukkan kemmapuan serta efisiensi perusahaan dalam memanfaatkan aktiva yang dimilikinya atau perputaran (turnover) dari aktiva-aktiva.
2.4 Penelitian Terdahulu
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk meneliti financial distress diantaranya oleh Almilia (2004) yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yangMempengaruhi Kondisi Financial Distress Suatu Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta”. Variabel yang digunakan adalah rasio keuangan (SETA,RETA, TDTA, NITA, TRENDHRG); rasio relatif industri (AS_SETA, AS_RETA, AS_NITA, RI_TDTA); kumulatif return harian saham perusahaan selama 1 bulan dan 1 tahun; sensitifitas perusahaan terhadap IHSG, Money Supply (M2), indeks harga konsumen umum, dan tingkat suku bunga; serta reputasi auditor dan reputasi
underwriter . Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rasio relatif industri,
sensitifitas perusahaan terhadap kondisi makro ekonomi dan reputasi auditor merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi delisted sebuah perusahaan. Sedangkan untuk rasio keuangannya yang berpengaruh terhadap financial distress adalah SETA, NITA, dan TDTA.
Pada waktu yang berbeda Almilia (2006) melakukan penelitian dengan menggunakan 31 rasio keuangan, judulnya “Prediksi Kondisi Financial
Distress Perusahaan Go Public dengan Menggunakan Analisis
Multinomial Logit”. Hasilnya rasio TLTA, CATA, NFATA, CFFOTA, CFFOCL, CFFOTS dan CFFOTL dapat digunakan untuk memprediksi untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan. Platt dan Platt (2002) berusaha menentukan rasio yang paling dominan dengan menggunakan model logit untuk memprediksi adanya financial distress.
Hasil penelitiannya yaitu EBITDA/sales, current assets/current liabilities dan cash flow growth rate memiliki hubungan negatif terhadap kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress. Semakin besar rasio ini maka semakin kecil kemungkinan perusahaan mengalami
financial distress . Variabel net fixed assets/total assets, long-term
debt/equity dan notes payable/total assets memiliki hubungan positif terhadap kemungkinan perusahaan akan mengalami financial distress. Semakin besar rasio ini maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami financial distress.
Penelitian lain untuk memprediksi financial distress dilakukan oleh Subagyo (2007) dengan menggunakan variabel financial ratios, industry
relative ratios, sensitifitas terhadap indikator ekonomi makro sebagai
prediktor dalam model financial distress. Hasil penelitian dapat membuktikan bahwa financial ratios, industry relative ratios, sensitifitas terhadap indikator ekonomi makro dapat digunakan sebagai prediktor dalam model financial distress dengan model prediksi terbaik adalah model prediksi yang mengintegrasikan faktor internal dan eksternal perusahaan.Untuk variabel dari rasio keuangan, EATEQ dan CFTA berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress, sedangkan rasio EATS, RETA, dan CFCA mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress. Penelitian Almilia dan Kristijadi (2003) yang menggunakan rasio keuangan berdasarkan penelitian Platt dan Platt (2002) mengambil sampel perusahaan manufaktur yang terdapat di BEJ pada tahun 1998-2001. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa variabel yang paling dominan dalam menentukan financial distress suatu perusahaan adalah NI/S, CL/TA, CA/CL yang berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial
distress , serta GROWTH NI/TA berpengaruh positif dan signifikan
terhadap financial distress. Pasaribu (2008) melakukan penelitian dengan variabel independen yang digunakan adalah rasio keuangan dari laporan laba rugi, neraca, arus kas dan beta saham. Ada 6 model dengan indikator
distress yang berbeda-beda digunakan dalam penelitian ini. Hasilnya
menunjukkan bahwa pada indikator current ratio dan indikator asset
turnover yang memiliki tingkat daya klasifikasi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan 4 model lainnya. Pada model 3 (indikator current
ratio ) rasio QATA dan WCTA berpengaruh positif dan signifikan pada
financial distress. Untuk model 4 (indikator asset turnover) rasio WCTA,
ITO, SALCA, dan CashTA berpengaruh positif dan signifikan pada
financial distress , sedangkan rasio LDTA mempunyai hubungan negatif
dan signifikan. Salehi (2009) dalam penelitiannya menggunakan variabel WC/TA, CA/CL, PBIT/TA, TE/TA, S/TA. Hasil yang didapatkan yaitu PBIT/TA, TETA, S/TA berpengaruh positif dan signifikan terhadap
financial distress , sedangkan WCTA mempunyai pengaruh negatif dan
signifikan terhadap financial distress.Almilia dan Silvy (2003) melakukan penelitian dengan variabel yang digunakan adalah rasio keuangan (SETA, RETA, TDTA, ROA); TRENDHRG; LNASSET; Industry market to book ratio (IMB); sensitifitas perusahaan diukur dengan kumulatif return harian saham perusahaan selama 1 bulan terhadap IHSG, Money Supply (M2), tingkat suku bunga, dan indeks harga konsumen umum; serta Ketetapan kepemilikan manajerial dan status underwriter. Dari penelitian tersebut hasilnya untuk rasio keuangan adalah SETA, RETA, dan NITA berpengaruh positif dan signifikan terhadap perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Penelitian lainnya dilakukan oleh Pranowo, dkk (2010) dengan menganalisa faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi financial distress perusahaan. Hasilnya bahwa rasio CA/CL, EBITDA/TA, EQ/TA berpengaruh positif dan signifikan terhadap
financial distress , sedangkan LPFA berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress perusahaan.
Jiming dan Weiwei (2011) dalam penelitiannya menggunakan variable dengan indikator keuangan dan non-keuangan. Untuk indikator keuangan yaitu rasio Cash to Current Liability Ratio, Debt-Equity Ratio, Debt-asset
Ratio, Inventory Turnover, Total Assets Turnover. Hasil penelitiannya
menunjukkan Debt-asset Ratio berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress, sedangkan Inventory Turnover dan Total
Assets Turnover berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress .
Tabel 2.1 Hasil Penelitian TerdahuluNama Judul Penelitian Variabel Penelitian Hasil Temuan Peneliti
1 Almilia Analisis Faktor- Dependen : Rasio relative (2004) faktor yang financial industri, mempengaruhi distress sensitifitas kondisi Financial Independen: perusahaan Distress Suatu SETA, RETA, terhadap kondisi Perusahaan yang TDTA, NITA, makro ekonomi Terdaftar di Bursa TRENDHRG, dan reputasi
Efek Jakarta AS_SETA, AS_RETA, AS_NITA, RI_TDTA, kumulatif return harian saham perusahaan, sensitifitas perusahaan, reputasi auditor dan reputasi underwriter. auditor merupakan faktor- faktor yang mempengaruhi kondisi delisted sebuah perusahaan. Rasio keuangan yang berpengaruh terhadap financial
leverage (
Independen:
1. Profit margin (NI/S)
2. Likuiditas (CA/CL, WC/TA, CA/TA, NFA/TA)
3. Efisiensi (S/TA, S/CA, S/WC)
4. Profitabilitas (NI/TA, NI/EQ)
5. Financial
TL/TA, CL/TA, paling dominan dalam menentukan
Distress
financial distress
suatu perusahaan adalah:
1.Profit margin (NI/S)
2.Financial
leverage (CL/TA)
3.Likuiditas (CA/CL)
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta
Analisis Rasio KeuanganUntuk Memprediksi KondisiFinancial
distress yaitu
margin,
profitability, liquidity, cash position, growth, operation efficiency, financial leverage EBITDA/Sales,SETA, NITA, TDTA.
2 Platt & Platt (2002)
Predicting corporate financial distress: Reflections on choice-based sample bia
Dependen :
financial distress
Independen: profit
Current Assets/Current Liabilities, Cash Flow/Growth Rate
3 Luciana Spica Almilia Emanel Kristijadi (2003)
berpengaruh negatif terkait dengan kemungkinan terjadinya
financial distress,
sedangkan Net
Fixed Assets/Total Assets, Long-Term Debt/Equity, Notes Payable/Total Assets
berpengaruh positif terhadap
financial distress.
4.Pertumbuhan (GROWTH NI/TA)
- Model ketiga (indikator current
- Aspek kinerja likuiditas dan solvabilitas perusahaan berpengaruh signifikan dalam memprediksi financial distress .
- Financial
- Non-financial
Dependen :
financial distress
Independen: WC/TA, CA/CL, PBIT/TA, TE/TA, S/TA
PBIT/TA, TETA, S/TA berpengaruh positif dan signifikan terhadap
financial distress ,
sedangkan WCTA mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress .
6 Jiming dan Weiwei (2011)
An Empirical Study on the Corporate Financial Distress Prediction Based
Dependen :
financial distress
Independen:
indicators
(Cash to Current
Liability Ratio, Debt-asset Ratio
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
financial distress ,
sedangkan
Financial Distress Prediction in Emerging Market: Empirical Evidences from Iran
5 Salehi (2009)
tingkat daya klasifikasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan 4 model lainnya.
Financial Distress
NP/TA, NP/TL, EQ/TA)
6. Posisi kas (CASH/CL, CASG/TA)
7. Pertumbuhan (GROWTH-S, GROWTH NI/TA)
4 Pasaribu (2008)
Penggunaan
Binary Logit
Untuk Prediksi
Emiten di Bursa Efek Jakarta (Studi Kasus Emiten Industri Perdagangan)
turn over ) memiliki
Dependen :
financial distress
Independen: Likuiditas, solvabilitas,
leverage ,
efisiensi, profitabilitas, dan arus kas serta kinerja saham diukur dengan nilai beta saham
ratio ) dan keempat
(indikator asset
Inventory
on Logistic Model: Evidence from China’s Manufacturing Industry
underwriter
Industry Relative Ratios, dan
Financial ratios, Industry Relative Ratios, Sensitifitas Financial ratios,
Independen:
financial distress
Dependen :
Di Indonesia Era Globalisasi (Studi
Financial Distress
Model Prediksi
Iramani Subagyo (2007)
8 Rr.
Hasilnya untuk rasio keuangan adalah SETA, RETA, dan NITA berpengaruh positif dan signifikan terhadap perusahaan yang mengalami kesulitanh keuangan.
1 bulan; serta Ketetapan kepemilikan manajerial dan status
Debt-
Equity Ratio,Debtasset
Ratio, Inventory Turnover, TotalAssets
Turnover )perusahaan selama
return harian saham
(IMB); sensitifitas perusahaan diukur dengan kumulatif
Industry
market to book ratioIndependen: rasio keuangan (SETA, RETA, TDTA, ROA); TRENDHRG; LNASSET;
financial distress
Dependen :
Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Perusahaan Pasca IPO Dengan Menggunakan Tehnik Analisis Multinomial Logit
7 Almilia dan Silvy (2003)
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap financial distress .
Turnover dan Total Assets Turnover
indicators (board size, the ratio of independent
director,
The ratio of the ownership ofdirector,
CR_5 indicator, Zindicator )Sensitifitas dapat digunakan sebagai prediktor financial Perusahaan Go distress Publik Pada perusahaan go Sektor public di Manufaktur) Indonesia.
2.7 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan secara teoritis antara variabel-variabel penelitian yaitu variabel bebas dengan variabel terikat. Berdasarkan latar belakang dan tinjauan teoritis yang telah diuraikan di awal maka kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Variabel Independen Variabel DependenRasio Likuiditas (X )
1 Rasio Profitabilitas
(X
2 )
Rasio Leverage (X
3 )
Financial Distress (Y)
Rasio Cash Position (X
4 ) Rasio Growth (X
5 )
Rasio Aktivitas (X
6 )
Rasio Likuiditas merupakan suatu indicator mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajiban financial jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan menggunkan aktiva lancar yang tersedia (Syamsuddin, 2007:41). Rasio yang digunakan adalah current ratio, jika kewajiban lancar meningkat lebih cepat dari aktiva lancar, rasio lancar akan turun, dan hal ini pertanda adanya masalah.
Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menilai perusahaan dalam mencari keuntungan atau laba dalam suatu periode tertentu (Kasmir, 2012:114). Rasio profitabilitas yang digunakan adalah profit margin, semakin tinggi profit margin, maka semakin vbaik operasi suatu perusahaan.
Rasio leverage mengukur seberapa besar leverage keuangan yang ditanggung perusahaan (Brealey & Marcus, 2008:75). Setiap penggunaan hutang oleh perusahaan akan berpengaruh terhadap risiko dan pengembalian. Rasio leverage yang digunakan adalah debt to asset ratio atau yang disebut debt ratio dan hutang lancar dibagi total aktiva sesuai penelitian Almilia dan Kristijadi (2003).
Rasio cash position merupakan rasio yang mengukur seberapa besar uang kas yang tersedia untuk membayar kewajiban lancar perusahaan.
Rasio pertumbuhan penjualan (Sales Growth) merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan mempertahankan posisi ekonominya di tengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya (Kasmir, 2012:107). Pertumbuhan penjualan mencerminkan kemampuan perusahaan dari waktu ke waktu. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan penjualans suatu perusahaan maka perusahaan tersebut berhasil menjalankan strateginya (Widarjo dan Setiawan, 2009).
Rasio aktivitas adalah rasio keuangan yang mengukur bagaimana perusahaan secara efektif mengelola aktiva-aktivanya. Rasio ini digunakan untuk melihat seberapa besar tingkat aktiva tertentu yang dimiliki perusahaan (Warsono, 2003:35). Inventory turn over atau rasio perputaran persediaan digambarkan dengan membandingkan cost of goods sold dengan average inventory.
Kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya (Fachruddin, 2008:2). Pada dasarnya financial distress adalah suatu keadaan dimana sebuah perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya, keadaan dimana pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, mengalami kerugi an kepada kreditur keadaan ini merupakan gejala awal kegagalan ekonomi.
2.8 Hipotesis Penelitian
Dari uraian rumusan masalah, teori dan kerangka konseptual dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut : H1: Rasio likuiditas yang diukur dengan current ratio berpengaruh terhadap financial distress.
H2: Rasio profitabilitas yang diukur dengan net profit margin berpengaruh terhadap financial distress.
H3: Rasio leverage yang diukur dengan debt ratio dan CLTA berpengaruh terhadap financial distress.
H4: Rasio cash position yang di ukur dengan CCL dan CTA berrpengaruh terhadap financial distress H5: Rasio pertumbuhan penjualan (sales growth) berpengaruh terhadap financial distress.
H6: Rasio Aktivitas yang diukur dengan inventory turn over berpengaruh terhadap financial distress