BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Analisis Laporan Keuangan - Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Garmen Dan Tekstil Yang Terdaftar Di Bei Dengan Menggunakan Metode Altman’s Z-Score

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Analisis Laporan Keuangan

  Setiap perusahaan harus membuat dan melaporkan kondisi keuangannya pada suatu periode tertentu dalam bentuk laporan keuangan.

  Laporan keuangan menyajikan informsi penting yang dapat dipakai oleh pembuat keputusan. Menurut Kasmir (2008:7) laporan keuangan adalah laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan terkini atau dalam suatu periode tertentu. Kondisi perusahaan terkini adalah keadaan perusahaan pada saat tertentu (untuk neraca) dan periode tertentu (untuk laporan laba rugi).

  Tujuan laporan keuangan yang tertuang dalam PSAK No. 1 adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas suatu entitas yang bermanfaat bagi beragam pengguna laporan dalam membuat keputusan ekonomi.

  Banyak pihak yang memerlukan laporan keuangan karena memiliki informasi penting yang terkandung didalamnya. Informasi tersebut berupa kondisi keuangan dan hasil operasi perusahaan. Masing-masing pihak dapat memanfaatkan informasi tersebut sesuai dengan kebutuhan mereka. Ada pun pihak-pihak yang memerlukan laporan keuangan tersebut yaitu :

  1. Pemilik atau pemegang saham Para pemegang saham sangat berkepentingan untuk melihat kondisi perusahaan saat ini. Mereka juga akan melihat dan menilai kinerja manajemen pada tahun tersebut. Apakah perusahaan telah mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya atau tidak. Jika hasil yang dicapai manajemen tidak memuaskan maka pemegang saham dapat mengambil tindakan seperti mengganti manajemennya atau menjual saham-sahamnya.

  2. Manajemen

  Informasi yang terkandung dalam laporan keuangan tersebut dapat digunakan oleh manajemen sebagai alat untuk menilai kinerjanya sendiri. Dengan kata lain jika mencapai atau memperoleh target yang telah ditetapkan, berarti ada penghargaan dan jika sebaliknya ada teguran bahkan pemutusan hubungan kerja.

  3. Kreditor Bagi kreditor informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan apakah perusahaan tersebut layak untuk diberikan kredit dan apakah dana yang dipinjam perusahaan beserta bunganya dapat dibayar perusahaan dikemudian hari.

  4. Pemerintah Bagi pemerintah hal ini berkaitan dengan kewajiban pajak yang dibayarkan kepada pemerintah atau negara secara adil dan jujur.

  Untuk mengetahui kondisi keuangan suatu perusahaan dengan lebih rinci maka perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangan. Dengan melakukan analisis yang mendalam terhadap laporan keuangan maka akan terlihat apakah suatu perusahaan dapat mencapai target yang telah direncanakan sebelumnya atau tidak, kemudian analisis tersebut juga dapat digunakan untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dimasa depan. Jika hasil yang diperoleh dari analisis tersebut menunjukkan bahwa perusahaan mengalami penurunan kinerja, maka hal ini dapat dijadikan sebagai peringatan bagi pihak manajemen perusahaan untuk mengambil tindakan perbaikan terhadap kinerja perusahaan.

  Menurut Bernstein (dalam Sjahrial, 2011:1) analisis laporan keuangan mencakup penerapan metode dan teknik analisis untuk laporan keuangan dan data lainnya untuk melihat dari laporan itu ukuran-ukuran dan hubungan tertentu yang sangat berguna dalam pengambilan keputusan.

  Ada beberapa tujuan dan manfaat bagi berbagai pihak dengan adanya analisis laporan keuangan. Secara umum dikatakan bahwa tujuan dan manfaat analisis laporan keuangan adalah: (Kasmir, 2008:68) 1.

  Untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan dalam satu periode tertentu, baik harta, kewajiban, modal maupun hasil usaha yang telah dicapai untuk beberapa periode.

  2. Untuk mengetahui kelemahan-kelemahan apa saja yang menjadi kelemahan perusahaan.

  3. Untuk mengetahui kekuatan-kekuatan yang dimiliki.

  4. Untuk mengetahui langkah-langkah perbaikan apa saja yang perlu dilakukan kedepan yang berkaitan dengan posisi keuangan perusahaan saat ini.

  5. Untuk melakukan penilaian kinerja manajemen kedepan apakah perlu penyegaran atau tidak karena sudah dianggap berhasil atau gagal.

6. Dapat juga digunakan sebagai perbandingan dengan perusahaan sejenis tentang hasil yang mereka capai.

  Dalam menganalisis laporan keuangan, masing-masing pihak memiliki cara yang berbeda-beda dalam menganalisis dan menafsirkan hasil analisis laporan keuangan tersebut. Hal ini tergantung pada kedudukan dan kepentingan masing-masing pihak terhadap perusahaan yang bersangkutan.

  Analisis ini harus dilakukan dengan cermat agar hasil yang hendak dicapai sesuai dengan yang diharapkan. Kesalahan dalam melakukan analisis akan berakibat tidak akuratnya hasil yang hendak dicapai.

2.1.2 Analisis Rasio Keuangan

  Analisis rasio merupakan salah satu analisis paling populer dan banyak digunakan karena sangat sederhana namun interpretasinya cukup kompleks. Menurut Jumingan (2006:118) rasio dalam analisis laporan keuangan adalah angka yang menunjukkan hubungan antara suatu unsur dengan unsur lainnya dalam laporan keuangan. Hubungan antara unsur-unsur laporan keuangan tersebut dinyatakan dalam bentuk matematis yang sederhana. Rasio keuangan digunakan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Dari hasil rasio keuangan ini akan terlihat kondisi kesehatan perusahaan yang bersangkutan.

  Rasio keuangan memang memiliki fungsi yang cukup banyak bagi penggunanya dalam mengambil keputusan, tetapi hasil pehitungan rasio tersebut belum tentu menggambarkan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Karena terdapat banyak kelemahan dalam rasio-rasio keuangan yang digunakan tersebut.

  J. Fred Weston (dalam Kasmir, 2008:117) menyebutkan kelemahan rasio keuangan adalah sebagai berikut:

  1. Data keuangan disusun dari data akuntansi. kemudian data tersebut ditafsirkan dengan berbagai macam cara, misalnya, masing-masing perusahaan menggunakan: a.

  Metode penyusutan yang berbeda untuk menentukan nilai penyusutan terhadap aktivanya sehingga menghasilkan nilai penyusutan setiap periode juga berbeda.

  b.

  Penilaian persediaan yang berbeda.

  2. Prosedur pelaporan yang berbeda mengakibatkan laba yang dilaporkan juga berbeda (dapat naik atau turun) tergantung prosedur pelaporan keuangan tersebut.

  3. Adanya manipulasi data, artinya dalam menyusun data, pihak penyusun tidak jujur dalam memasukkan angka-angka kedalam laporan keuangan yang mereka buat. Akibatnya hasil perhitungan rasio keuangan tidak menunjukkan hasil yang sebenarnya.

  4. Perlakuan pengeluaran untuk biaya-biaya antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya berbeda. Misalnya biaya riset dan pengembangan, biaya perencanaan pensiun, merger, jaminan kualitas pada barang jadi dan cadangan kredit macet.

  5. Penggunaan tahun fiskal yang berbeda juga dapat menghasilkan perbedaan.

  6. Pengaruh musiman mengakibatkan rasio komparatif akan ikut berpengaruh.

  7. Kesamaan rasio keuangan yang telah dibuat dengan standar industri belum menjamin perusahaan berjalan normal dan telah dikelola dengan baik. Banyak rasio keuangan yang dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami sebuah perusahaan. Pengguna laporan keuangan dapat memilih rasio keuangan yang menurut mereka cocok untuk digunakan dalam melakukan analisis. Beberapa jenis rasio keuangan yang sering digunakan dalam menganalisis laporan keuangan adalah rasio likuiditas, rasio struktur modal dan solvabilitas, rasio aktivitas, rasio profitabilitas dan rasio ukuran pasar.

  Rasio Likuiditas(Liquidity Ratio)

  Rasio likuiditas menggambarkan kemampuan perusahaan dalam melunasi utang lancarnya pada saat jatuh tempo. Rasio ini diperoleh dengan membandingkan aktiva lancar dengan utang lancar perusahaan. Semakin tinggi rasio ini maka akan semakin baik, karena kemampuan perusahaan dalam melunasi utang lancarnya dianggap sudah cukup baik atau memuaskan bagi suatu perusahaan.

  Berikut ini adalah beberapa contoh rasio likuiditas: a.

  ( ) = 100% b.

  ( ) =

  • ℎ +

  100% c. ( ℎ ) = 100%

  Rasio Solvabilitas(Solvency Ratio)

  Rasio ini menggambarkan kemampuan perusahaan dalam melunasi utang jangka panjangnya apabila perusahaan dibubarkan atau dilikuidasi.

  Semakin kecil rasio ini maka semakin baik karena semakin kecil juga aktiva perusahaan yang dibiayai dengan utang.

  Berikut ini adalah beberapa contoh rasio solvabilitas: a.

  ℎ = 100% b.

  ℎ = 100% c. ℎ = 100% d.

  ℎ = 100%

  Rasio Aktivitas(Activity Ratio)

  Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur aktivitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya. Dapat pula dikatakan bahwa rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi pemanfaatan sumber daya perusahaan. Efisiensi yang dilakukan misalnya dibidang penjualan, persediaan, penagihan piutang dan lainnya (Kasmir, 2008:172). Hasil perhitungan rasio aktivitas bukan dalam persentase, melainkan berapa kali dan atau beberapa hari.

  Berikut adalah beberapa contoh rasio aktivitas: a.

  =

  − b.

  =

  ℎ −

  c.

  =

  ℎ −

  d.

  =

  ℎ

  Rasio Profitabilitas (Profitability Ratio)

  Rasio profitabilitas merupakan rasio untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Rasio ini juga memberikan ukuran tingkat efektivitas manajemen suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi (Kasmir, 2008:196). Semakin tinggi rasio ini maka semakin baik karena laba yang dihasilkan semakin besar.

  Berikut ini adalah beberapa contoh rasio profitabilitas: a.

  = 100%

  ℎ ℎ ℎ

  b.

  ℎ = 100%

  ℎ c.

  ( ) =

  ℎ ℎ

  100%

  − ℎ Rasio Ukuran Pasar (Market Measure Ratio)

  Rasio ukuran pasar merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam mempertahankan bahkan meningkatkan harga pasar sahamnya di pasar modal (Sjahrial, 2011:40) Berikut adalah beberapa contoh rasio ukuran pasar:

  ℎ ℎ a.

  ℎ ( ) =

  ℎ ℎ b.

  ℎ ℎ ( ) =

  ℎ ℎ

  100%

  ℎ c.

  ℎ =

  ℎ

  100%

  ℎ ℎ

2.1.3 Kesulitan Keuangan Perusahaan

  Setiap perusahaan mempunyai peluang untuk mengalami kesulitan keuangan dan bahkan kebangkrutan jika tidak dapat megelola perusahaan dengan baik. Menurut Bringham dan Daves (dalam Fachrudin, 2008:2) kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya.

  Pengurangan yang bersifat berubah-ubah dalam arus kas dari operasi berjalan adalah sinyal dari serangan kesulitan keuangan. Tingkatan kesulitan berikutnya mungkin ditandai dengan pengurangan pembayaran deviden, kegagalan pinjaman secara teknikal, kegagalan hutang dan restrukturisasi hutang bermasalah.

  Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan memiliki potensi besar akan mengalami kegagalan bisnis. Menurut Dun dan Bradstreet (dalam Fachrudin, 2008:9) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa penyebab utama kegagalan bisnis adalah faktor ekonomi (37,1%) dan faktor keuangan (47,3%), selain itu disebabkan oleh kelalaian (neglect) malapetaka (disaster) dan kecurangan (fraud) sebanyak 14%, serta faktor faktor lain yang tidak dirinci yaitu sebayak 1,6%. Faktor ekonomi meliputi kelemahan industri dan lokasi yang buruk. Faktor keuangan meliputi hutang yang terlalu banyak dan modal yang tidak memadai.

  Penyebab lain kegagalan perusahaan yang dikemukakan oleh Mackey (dalam Fachrudin, 2008:12) adalah tidak adanya atau kurangnya upaya mengawasi kondisi keuangan sehingga penggunaan uang tidak sesuai dengan keperluan, akibatnya perusahaan kekurangan uang untuk membayar gaji, membeli bahan baku dan membayar hutang.

  Perusahaan yang tidak dapat keluar dari kesulitan keuangan akan memberikan dampak negatif pada perusahaan itu sendiri. Akibat yang ditimbulkan dari kesulitan keuangan ini akan sangat mempengaruhi operasi perusahaan. Berikut adalah akibat dari kesulitan keuangan bagi perusahaan:

  1. Perusahaan akan kekurangan dana untuk membayar utang perusahaan pada saat jatuh tempo dan untuk membeli kebutuhan bahan baku produksi.

  2. Hubungan perusahaan dengan karyawan perusahaan akan rusak karena untuk mengurangi pengeluaran perusahaan harus melakukan pengurangan karyawan.

  3. Bagi perusahaan yang go public, harga sahamnya akan terus menerus mengalami penurunan harga.

  4. Kesulitan dalam memperoleh pinjaman, karena kreditor khawatir perusahaan tidak sanggup membayar cicilan utang beserta bunganya.

2.1.4 Analisis Metode Altman’s Z-Score

  Metode Altman’sZ-Score merupakan salah satu metode yang paling populer digunakan dalam memprediksi kesulitan keuangan (financial

  

distress) dan potensi kebangkrutan suatu perusahaan. Metode ini pertama

  kali dikembangkan oleh Edward Altman pada tahun 1968. Altman’s Z-Score merupakan sebuah rumus (formula) multivariate yang dapat digunakan untuk mengukur kesehatan keuangan suatu perusahaan dan untuk menganalisis kemungkinan bahwa suatu perusahaan akan mengalami kebangkrutan dalam periode waktu dua tahun berikutnya (Hayes et all, 2010:124).

  Dalam metode ini Altman menggunakan lima rasio keuangan dalam menentukan Z-Score dan kemudian memasukkan kelima rasio ini kedalam rumus (formula) yang telah ditetapkannya. Pada awal penelitiannya Altman menggunakan 66 perusahaan manufaktur sebagai sampel kemudian membaginya menjadi 2 kelompok perusahaan, yaitu perusahaan yang bangkrut dan yang tidak. Dalam tiap kelompok terdapat 33 perusahaan.

  Hasilnya menunjukkan bahwa 95% metode ini akurat dalam memprediksi kebangkrutan.

  Rumus (formula) yang pertama kali dikembangkan oleh Altman adalah sebagai berikut:

  1 + Z = 1,2X 1,4X + + + 2 3,3X 3 0,6X 4 1,0X

  5 Dimana X1 = working capital / total assets X2 = retained earnings / total assets X3 = earnings before interest and taxes / total assets X4 = market value of equity / book value of debt X5 = sales / total assets

  Altman menggunakan rasio X

  1 karena rasio ini bertujuan untuk

  mengukur besarnya aktiva likuid bersih (net liquid asset) perusahaan relatif terhadap ukuran perusahaan. Rasio ini lebih efektif digunakan dalam memprediksi kebangkrutan bila dibandingkan dengan rasio lancar (current

  

ratio) dan rasio cepat (acid test ratio).Rasio X bertujuan mengukur

  2

  kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Tingkat kegagalan suatu perusahaan sangat berhubungan dengan rasio ini. Rasio X

  3 berguna untuk

  mengukur profitabilitas suatu bisnis. Rasio X

  4 menunjukkan seberapa besar

  aktiva perusahaan mengalami penurunan nilai (diukur dengan harga pasar ekuitas ditambah utang) sebelum utang perusahaan melebihi aktivanya dan perusahaan tidak sanggup membayar utangnya. Rasio X

  5 biasanya digunakan

  untuk mengukur tingkat efisiensi suatu bisnis dalam mamanfaatkan aset yang dimiliki untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba.

  Setelah melakukan perhitungan menggunakan model ini maka akan diperolehlah hasilnya berupa Z-Score. Z-Score yang telah diperoleh ini kemudian bandingkan dengan skor yang telah ditetapkan Altman sebelumnya. Untuk perusahaan manufaktur skor tersebut dikelompokkan kedalam 3 kategori, yaitu: 1.

  Untuk nilai Z-Score lebih besar dari 2,99 (Z-Score> 2,99), maka perusahaan dapat dikatakan sehat dan bebas dari kesulitan keuangan sehingga memiliki potensi yang kecil untuk mengalami kebangkrutan.

  2. Untuk nilai Z-Score antara 1,8 sampai 2,99 (1,8 <Z-Score< 2,99), maka perusahaan berada dalam area abu-abu (grey area). Pada area abu-abu ini perusahaan tidak dapat diprediksi apakah akan mengalami kebangkrutan dikemudian harinya atau tidak. Hal ini sangat bergantung pada perusahaan itu sendiri.

  3. Untuk nilai Z-Score yang lebih kecil dari 1,8 (Z-Score< 1,8), maka perusahaan dikategorikan mengalami kesulitan keuangan (financial

  distress) dan memiliki potensi yang besar untuk mengalami kebangkrutan.

  Seiring berjalanya waktu Altman juga merevisi modelnya agar dapat diterapkan pada semua jenis perusahaan, seperti perusahaan yang tidak go

  public dan perusahaan non-manufaktur. Untuk perusahaan yang tidak go

public Altman melakukan modifikasi pada rumus Z-Score-nya. Modifikasi

  tersebut berupa perubahan pada koefisien yang digunakan dalam rumus dan juga klasifikasi kategori Z-Score-nya. Altman juga mengubah market value

  of equity menjadi book value of equity pada rasio X

  4

  . Hasil dari modifikasi tersebut terlihat seperti berikut ini:

  Z’ = 0,717X 1 + 0.847X 2 + 3,107X

3 + 0,420X

4 + 0.998X

  5 Dengan kategori sebagai berikut: 1.

  Untuk nilai Z-Score lebih besar dari 2,90 (Z-Score> 2,90), maka perusahaan dianggap sehat.

2. Untuk nilai Z-Score 1,23 sampai 2,90 (1,23 <Z-Score< 2,90), maka perusahaan berada pada area abu-abu (grey area).

  3. untuk nilai Z-Score kurang dari 1,23 (Z-Score&lt; 1,23), maka perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan berpotensi mengalami kebangkrutan.

  Untuk perusahaan non-manufaktur Altman juga melakukan modifikasi pada koefisien dalam rumus dan pengelompokan kategori Z-Score-nya.

  Selain itu rasio X

  5 dalam rumus tersebut dihilangkan karena rasio ini lebih

  tinggi pada perusahaan ritel dan jasa bila dibandingkan dengan perusahaan manufaktur. Jika X ini tidak dihapus dalam rumus maka Z-Score yang akan

  5

  diperoleh nantinya akan salah dalam memberikan prediksi (underpredict) (Hayes et all, 2010:125). Untuk perusahaan non-manufaktur ini Altman menggunkan book value of equity dalam rasio X

  4 . Berikut ini adalah rumus

  yang digunakan untuk perushaan non-manufaktur:

  Z” = 6,56X + 3,26X + 6,72X + 1,05X

  1

  2

  3

  4 Dengan kategori sebagai berikut: 1.

  untuk nilai Z-Score lebih besar dari 2,60 (Z-Score&gt; 2,6), maka perusahaan dianggap sehat.

2. Untuk nilai Z-Score 1,10 sampai 2,60 (1,10 <Z-Score< 2,60), maka perusahaan berada dalam area abu-abu (grey area).

  3. Untuk nilai Z-Score kurang dari 1,10 (Z-Score&lt; 1,10), maka perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan berpotensi besar akan mengalami kebangkrutan.

2.2 Penelitian Terdahulu

  mengalami financial distress . Rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi

  Setelah dilakukan prediksi dengan metode Altman tersebut, ternyata sebagian besar perusahaan yang menerima program dukungan danadiprediksi berada pada kategori sehat dan abu-abu.

  Financial distress

  Variabel dependen:

  RE/TA, EBIT/TA, book value of equity/ total liabilities

(BVE/TL)

  Variabel independen: WC/TA,

  Predicting Corporate Financial Distress in the Case of Operational Program Environment

  pada suatu perusahaan. Dagmar Čámská (2012)

  financial distress

  Penelitian terdahulu sangat berguna bagi penulis sebagai bahan referensi dan pertimbangan dalam melakukan penelitian lebih lanjut. Penelitian ini dibuat dengan mengacu pada penelitian-penelitian yang telah pernah dilakukan sebelumya. Penelitian terdahulu mengenai financial distress dan potensi kebangkrutan dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Nama Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian Kesimpulan

  berada pada grey

  distress dengan yang

  Rasio keuangan berbeda secara signifikan antara perusahaan yang mengalami financial

  Variabel independen: working capital to total assets (WC/TA), retained earnings to total assets (RE/TA), EBIT to total assets (EBIT/TA), market value of equity to total liabilities (MVE/TL), sales to total assets (S/TA) Variabel dependen: financial distress

  Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

  Financial Distress pada

  Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi

  Raden Roro Deviasri S. (2008)

  area dan yang tidak

  Lanjutan tabel 2.1 Judul Nama Peneliti Variabel Penelitian Kesimpulan Penelitian

  Edward I. Predicting Variabel Tingkat keakuratan Altman dan Financial independen: WC/TA, kedua model Max L. Heine Distress of RE/TA, EBIT/TA, tersebut dalam (2000) Companies: MVE/TL, S/TA. mengklasifikasikan

  Revisiting the Z- perusahaan kedalam Score and Variabel kelompok bangkrut ®

  ZETA Models Independen: ROA, relatif sama pada stability of earning, satu tahun sebelum debt service, terjadinya cumulative kebangkrutan. profitability, (96,2% untuk ZETA liquidity, dan 93,9% untuk Z- capitalization, size. Score ). Tetapi

  model ZETA secara Variabel dependen: konsisten lebih

  Financial distress akurat dalam

  mengklasifikasikan pada periode 2-5 tahun sebelum terjadinya kebangkrutan dibandingkan dengan model Z- Score .

  Edward I. Financial Variabel ModelZ-Score yag Altman Ratios, independen: WC/TA, dikembangkan oleh (1968) Discriminant RE/TA, EBIT/TA, Altman tersebut 94

  Analysis and the MVE/TL, S/TA % akurat Prediction of memprediksi Corporate Variabel dependen: kebngkrutan yang Bankruptcy bankcruptcy terjadi dan juga

  akurat dalam mengklasifikasikan 95% total sampel kedalam grup bangkrut dan non- bangkrut

2.3 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual atau kerangka teoritis merupakan sebuah landasan dan gambaran suatu penelitian yang dapat dijadikan sebagai pedoman bagi peneliti dalam melakukan proses penelitian. Menurut kuncoro (2003:44) kerangka teoritis adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek penelitian itu ditujukan. Hal ini merupakan jaringan hubungan antar variabel yang secara logis diterangkan, dikembangkan dan dielaborasi dari perumusan masalah yang telah diidentifikasi melalui proses wawancara, observasi dan survei literatur.

  Kerangka konseptual dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: H

  3 Working capital to total assets (X 1 ) Retained earnings to total assets (X ) 2 EBIT to total assets (X 3 )

  Financial Distress (Y)

  Market value of equity to total liabilities (X 4 ) h (X ) h Sales to total assets 5 H

1 &amp; H

  2 Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Working capital to total assets bertujuan untuk mengukur aktiva likuid

  bersih (net liquid assets) perusahaan bila dibandingkan dengan keseluruhan aktiva yang dimiliki perusahaan. Semakin besar rasio ini maka akan semakin baik, karena perusahaan yang memiliki modal kerja positif memiliki potensi kecil akan mengalami kesulitan keuangan.

  Retained earning to total assets berguna untuk mengukur apakah laba

  perusahaan secara kumulatif mampu untuk mengimbangi jumlah keseluruhan harta (aktiva) perusahaan. Jika perusahaan merugi maka laba ditahan perusahaan akan menurun. Laba ditahan yang negatif akan menyebabkan perusahaan berpotensi akan mengalami kesulitan keuangan.

  Earning before interest and taxes to tatal assets bertujuan untuk mengukur

  produktivitas aktiva perusahaan diluar pajak dan beban bunga. Kebangkrutan terjadi jika total kewajiban perusahaan melebihi nilai wajar aktiva perusahaan yang diukur melalui kemampuan atau efektivitas aktiva dalam menghasilkan pendapatan (earning power).

  Market value of equity to total liabilities. Ukuran ini bertujuan untuk

  melihat seberapa besar aktiva perusahaan mengalami penurunan nilai (bila dilihat dari nilai pasar ekuitas perusahaan ditambah utang) sebelum utang perusahaan melebihi aktivanya dan mengalami kepailitan (bangkrut).

  Sales to total assets disebut juga perputaran aset (assets turnover) dan

  biasanya digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi suatu bisnis. Semakin besar rasio ini maka akan semakin baik karena kemungkinan perusahaan akan mengalami kesulitan keuangan menjadi lebih kecil.

2.4 Hipotesis

  Hipotesis adalah suatu penjelasan sementara tentang perilaku, fenomena, atau keadaan tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi. Fungsi dari hipotesis adalah sebagai pedoman untuk dapat mengarahkan penelitian agar sesuai dengan yang kita harapkan (Kuncoro, 2003:48)

  Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut:

  H

  1 : Model Altman Z-Scoremempunyai keakuratan yang tinggi dalam memprediksifinancial distress.

  H

2 : Model AltmanZ-Scoremempunyai keakuratan yang tinggi dalam

mengklasifikasikan perusahaankedalam grup sehat dan tidak sehat.

  H

3 : Ada perbedaan yang signifikan pada rasio keuangan antara perusahaan yang

  berada pada kategori distressdengan perusahaan yang berada pada kategori abu-abu(grey area) dan kategori sehat(health area).

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Suasana Toko (Store Atmosphere) Dan Lokasi Terhadap Minat Beli Konsumen Di Ramayana Department Store Cabang Buana Plaza Medan

0 0 9

BAB II TINJAUAN PEMBELAJARAN MUSIK DAN PRAKTIK INSTRUMEN GITAR DI CHANDRA KUSUMA SCHOOL - Pembelajaran Praktik Instrumen Gitar Kurikulum ABRSM Dasar I Di Chandra Kusuma School: Kajian Terhadap Masalah dan Solusinya

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN - Pembelajaran Praktik Instrumen Gitar Kurikulum ABRSM Dasar I Di Chandra Kusuma School: Kajian Terhadap Masalah dan Solusinya

0 0 39

LAMPIRAN 2 Nilai Masing-Masing Rasio Springate dan Nilai Springate Perusahaan Modal Kerja dibagi Total Aset Tahun 2011-2014 No Nama Perusahaan Kode Modal Kerja dibagi Total Aset (X1) 2011 2012 2013 2014

0 0 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Laporan Keuangan - Analisis Laporan Keuangan dengan Model Springate dalam Memprediksi Potensi Kebangkrutan Perusahaan Pertambangan Sub Sektor Batu Bara yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Akreditasi Joint Commission International (JCI) - Pengaruh Implementasi International Pasient safety Goals (IPSG) terhadap kinerja perawat di ruang rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan

0 0 33

Pengaruh Peranan Audit Internal Dan Budaya Organisasi Terhadap Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Medan

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Audit Internal 2.1.1.1. Definisi Audit Internal - Pengaruh Peranan Audit Internal Dan Budaya Organisasi Terhadap Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, M

0 0 41

Pengaruh Peranan Audit Internal Dan Budaya Organisasi Terhadap Penerapan Prinsip Good Corporate Governance Pada Pt. Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, Medan

0 1 13

Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Financial Distress Pada Perusahaan Garmen Dan Tekstil Yang Terdaftar Di Bei Dengan Menggunakan Metode Altman’s Z-Score

0 0 14