Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Dengan Menggunakan Regresi Logistik

(1)

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI

KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA DENGAN

MENGGUNAKAN REGRESI LOGISTIK

TESIS

Oleh

AGUST YULIAN

087017042/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010

S

E K O L

A

H

P A

S C

A S A R JA

N A


(2)

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI

KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN YANG

TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA DENGAN

MENGGUNAKAN REGRESI LOGISTIK

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

AGUST YULIAN

087017042/Akt

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

Judul Skripsi : ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI KONDISI FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI LOGISTIK

Nama Mahasiswa : Agust Yulian

Nomor Pokok : 087017042

Program Studi : Akuntansi

Menyetujui Komisi Pembimbing,

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak) Ketua

(Syarief Fauzie, SE, M.Ak., Ak) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal: 28 Juli 2010

PANITIA PENGUJI TESIS:

Ketua : Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak Anggota : 1. Syarief Fauzie, SE, M.Ak., Ak

2. Drs. Lian Dalimunthe, M.Ec., Ak 3. Drs. Firman Syarief, M.Si., Ak 4. Dra. Tapi Andasari Lubis, M.Si., Ak


(5)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul:

ANALISIS RASIO KEUANGAN UNTUK MEMPREDIKSI FINANCIAL

DISTRESS PERUSAHAAN YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK

INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN REGRESI LOGISTIK”

adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara benar dan jelas.

Medan, Juli 2010 Yang membuat pernyataan


(6)

ABSTRAK

Perlu early warning system untuk mengenali lebih awal gejala financial distress. Model prediksi dapat digunakan sebagai alat peringatan dini bagi para pengguna informasi rasio keuangan perusahaan, seperti pemberi pinjaman, investor, regulator, auditor, dan manajemen, dalam mengambil keputusan yang relevan dengan informasi kemungkinan terjadinya kondisi financial distress pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan secara empiris tentang perbedaan rasio-rasio keuangan antara perusahaan yang mengalami financial distress dengan perusahaan yang tidak mengalami financial distress dan penggunaan rasio keuangan dalam memprediksi terjadinya kondisi financial distress perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel bebas yang digunakan adalah rasio-rasio keuangan sedangkan variabel terikatnya menggunakan data nominal berupa kondisi financial distress (dinotasikan dengan angka 1) dan non-financial distress (dinotasikan dengan angka 0). Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak lima belas rasio keuangan yang dikelompokkan dalam rasio profitabilitas, financial leverage, likuiditas, aktivitas, dan arus kas.

Analisis yang digunakan untuk menguji variabel-variabel tersebut adalah Independen Sample t-test dan Mann-Whitney-U test untuk uji beda rata-rata serta model regresi logistik untuk uji pengaruh rasio keuangan terhadap peluang terjadinya financial distress. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI yaitu sebanyak 100 perusahaan. Data yang digunakan dan diolah berupa data laporan keuangan emiten dalam periode pengamatan tahun 2005-2008.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan rasio profitabilitas, financial leverage, likuiditas, aktivitas, dan arus kas antara perusahaan yang mengalami financial distress dengan perusahaan yang tidak mengalami financial distress. Sementara itu berdasarkan Hosmer and Lemeshow test diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan model prediksi yang dibentuk dengan rasio-rasio keuangan pada periode dua tahun dan satu tahun sebelum terjadinya financial distress dengan data yang diobservasi. Penelitian ini juga menghasilkan kesimpulan bahwa rasio keuangan profit margin, ROA, net working capital to total assets ratio, sales to assets ratio, CFTS, dan CFTL merupakan variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap peluang terjadinya financial distress. Terakhir, model yang dibentuk menghasilkan kekuatan prediksi untuk mengklasifikasikan observasi ke dalam satu dari dua kelompok perusahaan sebesar 96,1% untuk periode dua tahun dan 93,4% untuk periode satu tahun sebelum terjadinya financial distress.


(7)

ABSTRACT

It’s neccesary an early warning system to predict financial distress firm. Prediction model could be used as early warning system for user of financial ratio such as lender, investor, regulator, auditor, and management in decision making that relevant with likelihood of financial distress for listed companies. This research aims at providing empirical evidence on difference of financial ratio between financialy distressed and non-financialy distressed firms. This research also examines the role of financial ratio in predicting the occurence of financial distress in the context of Indonesia Stock Exchange (ISX). Independent variable is financial ratio and the opposite, dependent variable is nominal data that is condition of financial distress (annotation by figure 1 for financial distress situation and 0 for non-financial distress situation). The financial ratios were used in this research about fifteen ratios that was grouped in profitability, financial leverage, liquidity, activity, and cash flow ratios.

The analysis was used for examine these variables are Independen Sample t-test and Mann-Whitney-U t-test for mean difference and logistic regression model for role of financial ratio in predicting of financial distress. The samples are manufactur company listed in ISX in amount about 100 companies. The data became from account figure of financial statement in observed periods, 2005 to 2008.

This research has resulted the finding that financial ratio of financialy distressed firms is significantly diferrent with non-financialy distressed firms. Based on Hosmer and Lemeshow test, this research has also resulted two prediciton model that fit with observed data in two years and a year before financial distress situation. This research has also resulted the finding that profit margin, ROA, net working capital to total assets ratio, sales to assets ratio, CFTS, dan CFTL are significantly variables in determine financialy distressed firms. At last, the model has resulted ability to predict for clasiffied observed data in one of two firm categories about 96,1% for two years and 93,4% for a year before financial distress situation.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas limpahan berkah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis yang berjudul “Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Financial Distress Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan Menggunakan Regresi Logistik”.

Tesis ini disusun guna memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H., M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara;

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

3. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak., selaku Ketua Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang berharga serta perbaikan-perbaikan selama penulisan tesis ini;

4. Syarief Fauzie, SE, M.Ak., Ak., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan yang berharga serta perbaikan-perbaikan selama penulisan tesis ini;


(9)

5. Drs. M. Lian Dalimunthe, M.Ec., Ak., selaku Dosen Pembanding yang telah memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan tesis ini;

6. Drs. Firman Syarief, M.Si., Ak., selaku dosen pembanding yang telah memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan tesis ini;

7. Dra. Tapi Andasari Lubis, M.Si., Ak., selaku Sekretaris Program Studi Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara sekaligus sebagai Dosen Pembanding yang telah memberikan saran-saran kepada penulis dalam penyusunan tesis ini;

8. Pimpinan dan staf akademik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memfasilitasi terselenggaranya kegiatan perkuliahan dengan baik;

9. Isteriku Ir. Febrita Ellyanora Hutasuhut dan anakku Aisyah Puteri Amalia yang tak henti-hentinya mendoakan dan memberikan semangat untuk dapat menyelesaikan tesis ini;

10. Orang tua kami, Drs. Uu Sutara, Yeti Nuryati, Almarhum Ir. Dahlan Hutasuhut, dan Almarhumah Hj. Djorlina Siregar yang selalu mendoakan dan memberikan dorongan untuk selalu menjadi yang terbaik;

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu dengan senang hati kami menerima kritik dan saran penyempurnaan.


(10)

Akhir kata, penulis berharap kiranya tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca khususnya dalam menambah referensi penelitian yang berkaitan dengan rasio keuangan dan financial distress.

Medan, Juli 2010


(11)

RIWAYAT HIDUP

I. DATA PRIBADI

 Nama : Agust Yulian

 Tempat dan tanggal lahir : Ciamis, 23 Agustus 1973

 Alamat : Komplek BPKP, Nomor 129

Jalan Sunggal, Medan

 Status : Kawin

 Agama : Islam

 Nama isteri : Ir. Febrita Ellyanora Hutasuhut

 Nama anak : Aisyah Puteri Amalia

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri Dadaha 2 Tasikmalaya lulus tahun 1985; 2. SMP Negeri 1 Tasikmalaya lulus tahun 1988; 3. SMA Negeri 1 Tasikmalaya lulus tahun 1991;

4. Diploma III Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Jakarta lulus tahun 1994; 5. Strata 1 STIE Yayasan Administrasi Indonesia Jakarta lulus tahun 2008; 6. Strata 2 Universitas Sumatera Utara Medan lulus tahun 2010.

III. RIWAYAT PEKERJAAN

1. Staf pada Biro Kepegawaian Sekretariat Utama BPKP tahun 1992-1994; 2. Auditor pada Perwakilan BPKP Provinsi Sumatera Utara tahun 1994-2004; 3. Auditor pada Biro Keuangan Sekretariat Utama BPKP tahun 2004-2007; 4. Kepala Subbagian Program dan Pelaporan pada Perwakilan BPKP Provinsi


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR………. iii

RIWAYAT HIDUP ...…...……... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

E. Originalitas... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………... 13

A. Landasan Teori ………... 13

1. Analisis Rasio Keuangan ... 13

2. Financial Distress... 23

3. Analisis Rasio Keuangan Sebagai Alat untuk Memprediksi Financial Distress ……….…... 29

B. Reviu Penelitian Terdahulu ... 31

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 45

A. Kerangka Konsep …... 45

B. Hipotesis ………... 50

BAB IV METODE PENELITIAN ……... 52

A. Jenis Penelitian …... 52

B. Lokasi Penelitian …... 52

C. Populasi dan Sampel ... 53

D. Metode Pengumpulan Data ... 55

1. Data Penelitian ... 55

2. Teknik Pengumpulan Data ... 56

E. Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran Variabel ... 56


(13)

2. Definisi Operasional Variabel ... 57

3. Alat Ukur Penelitian... 63

F. Metode Analisis Data ... 63

1. Perumusan Model ... 64

2. Pengujian Hipotesis... 65

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN …... 70

A. Deskripsi Data Penelitian …... 70

B. Hasil Penelitian dan Interpretasi ... 84

1. Pengujian Hipotesis I ... 84

2. Pengujian Hipotesis II ... 92

3. Perumusan Model dan Interpretasi Hasil ... 102

C. Pembahasan ... 103

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 112

A. Kesimpulan ...…... 112

B. Keterbatasan Penelitian ... 114

C. Saran ... 115


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Reviu Penelitian Terdahulu ………. 38

4.1. Seleksi Sampel ……….. 55

4.2. Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel…. ………. 62

5.1. Daftar Perusahaan Kondisi FD dan NFD ………. 72

5.2. Perusahaan FD dan NFD Menurut Kelompok Industri ……… 74

5.3. Rata-Rata Rasio Keuangan Perusahaan ……… 77

5.4. Median Angka Rasio Keuangan Perusahaan ……… 80

5.5. Skewness Rasio Keuangan Perusahaan ………. 81

5.6. Kurtosis Rasio Keuangan Perusahaan ……….. 82

5.7. Hasil Uji Normalitas Data Kolmogorov Smirnov terhadap Rata-rata Rasio Keuangan Perusahaan Dua Tahun Sebelum FD ……. 85

5.8. Hasil Uji Normalitas Data Kolmogorov Smirnov terhadap Rata-rata Rasio Keuangan Perusahaan Satu Tahun Sebelum FD ……. 86

5.9. Alat Uji Beda Rata-rata Rasio Keuangan……….. 87

5.10. Uji Beda Rata-rata Rasio Keuangan Dua Tahun Sebelum Terjadinya Financial Distress….……… 88

5.11. Uji Beda Rata-rata Rasio Keuangan Satu Tahun Sebelum Terjadinya Financial Distress….……… 90

5.12. Kesimpulan Uji Beda Rata-rata Rasio Keuangan Satu dan Dua Tahun Sebelum Terjadinya Financial Distress ..…… 91

5.13. Hasil Analisis Regresi Logistik………. 93

5.14. Koefisien Regresi Logistik dan Tingkat Signifikansi Periode Dua Tahun Sebelum Financial Distress….……….. 97

5.15. Koefisien Regresi Logistik dan Tingkat Signifikansi Periode Satu Tahun Sebelum Financial Distress ………... 98


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

3.1. Kerangka Konsep I…..……… 49

3.2. Kerangka Konsep II….. ……….. 50 5.1. Distribusi Perusahaan FD Menurut Sektor Industri….. ……….. 75


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Daftar Perusahaan Manufaktur Tang Terdaftar di Bursa Efek

Indonesia……….. 120

2. Penetapan Perusahaan FD dan NFD Berdasarkan Laporan Keuangan Tahun 2007-2008……… 125

3. Daftar Rasio Keuangan... 132

4. Keluaran SPSS... 137


(17)

ABSTRAK

Perlu early warning system untuk mengenali lebih awal gejala financial distress. Model prediksi dapat digunakan sebagai alat peringatan dini bagi para pengguna informasi rasio keuangan perusahaan, seperti pemberi pinjaman, investor, regulator, auditor, dan manajemen, dalam mengambil keputusan yang relevan dengan informasi kemungkinan terjadinya kondisi financial distress pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan secara empiris tentang perbedaan rasio-rasio keuangan antara perusahaan yang mengalami financial distress dengan perusahaan yang tidak mengalami financial distress dan penggunaan rasio keuangan dalam memprediksi terjadinya kondisi financial distress perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel bebas yang digunakan adalah rasio-rasio keuangan sedangkan variabel terikatnya menggunakan data nominal berupa kondisi financial distress (dinotasikan dengan angka 1) dan non-financial distress (dinotasikan dengan angka 0). Rasio keuangan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak lima belas rasio keuangan yang dikelompokkan dalam rasio profitabilitas, financial leverage, likuiditas, aktivitas, dan arus kas.

Analisis yang digunakan untuk menguji variabel-variabel tersebut adalah Independen Sample t-test dan Mann-Whitney-U test untuk uji beda rata-rata serta model regresi logistik untuk uji pengaruh rasio keuangan terhadap peluang terjadinya financial distress. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI yaitu sebanyak 100 perusahaan. Data yang digunakan dan diolah berupa data laporan keuangan emiten dalam periode pengamatan tahun 2005-2008.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan rasio profitabilitas, financial leverage, likuiditas, aktivitas, dan arus kas antara perusahaan yang mengalami financial distress dengan perusahaan yang tidak mengalami financial distress. Sementara itu berdasarkan Hosmer and Lemeshow test diperoleh kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan model prediksi yang dibentuk dengan rasio-rasio keuangan pada periode dua tahun dan satu tahun sebelum terjadinya financial distress dengan data yang diobservasi. Penelitian ini juga menghasilkan kesimpulan bahwa rasio keuangan profit margin, ROA, net working capital to total assets ratio, sales to assets ratio, CFTS, dan CFTL merupakan variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap peluang terjadinya financial distress. Terakhir, model yang dibentuk menghasilkan kekuatan prediksi untuk mengklasifikasikan observasi ke dalam satu dari dua kelompok perusahaan sebesar 96,1% untuk periode dua tahun dan 93,4% untuk periode satu tahun sebelum terjadinya financial distress.


(18)

ABSTRACT

It’s neccesary an early warning system to predict financial distress firm. Prediction model could be used as early warning system for user of financial ratio such as lender, investor, regulator, auditor, and management in decision making that relevant with likelihood of financial distress for listed companies. This research aims at providing empirical evidence on difference of financial ratio between financialy distressed and non-financialy distressed firms. This research also examines the role of financial ratio in predicting the occurence of financial distress in the context of Indonesia Stock Exchange (ISX). Independent variable is financial ratio and the opposite, dependent variable is nominal data that is condition of financial distress (annotation by figure 1 for financial distress situation and 0 for non-financial distress situation). The financial ratios were used in this research about fifteen ratios that was grouped in profitability, financial leverage, liquidity, activity, and cash flow ratios.

The analysis was used for examine these variables are Independen Sample t-test and Mann-Whitney-U t-test for mean difference and logistic regression model for role of financial ratio in predicting of financial distress. The samples are manufactur company listed in ISX in amount about 100 companies. The data became from account figure of financial statement in observed periods, 2005 to 2008.

This research has resulted the finding that financial ratio of financialy distressed firms is significantly diferrent with non-financialy distressed firms. Based on Hosmer and Lemeshow test, this research has also resulted two prediciton model that fit with observed data in two years and a year before financial distress situation. This research has also resulted the finding that profit margin, ROA, net working capital to total assets ratio, sales to assets ratio, CFTS, dan CFTL are significantly variables in determine financialy distressed firms. At last, the model has resulted ability to predict for clasiffied observed data in one of two firm categories about 96,1% for two years and 93,4% for a year before financial distress situation.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemulihan dari krisis finansial global yang disebabkan oleh booming subprime mortgage di AS belum pulih benar. Namun, dunia kembali terguncang dengan pernyataan Dubai World, sebuah perusahaan investasi di Kota Dubai Uni Emirat Arab yang dipandang bonafide, yang meminta moratorium atas utang kepada para kreditor internasionalnya pada tanggal 25 November 2009 berupa penundaan pembayaran cicilan utang sebesar 60 miliar dollar AS, untuk setidaknya selama enam bulan sampai tanggal 30 Mei 2010 (Harian Kompas edisi tanggal 28 November 2009).

Permintaan perusahaan investasi global milik pemerintah Dubai yang didirikan tahun 2006 ini langsung menimbulkan reaksi negatif di pasar keuangan beberapa negara. Pada hari Kamis (26 November 2009), pasar saham di Eropa jeblok dan membukukan rekor penurunan terbanyak sejak April 2009. Indeks Nikkei Jepang turun 3,2 persen, Kospi Korea turun 4,6 persen, dan indeks Hangseng Hongkong turun 4,3 persen. Bursa di London juga langsung anjlok pada hari Jumat dan dihentikan selama 3,5 jam dengan alasan teknis. Perbankan Inggris termasuk pemasok utama kredit ke Dubai World. Di Wall Street, Dow Jones Industrial Average turun 154,48 poin (1,48 persen) menjadi 10.309,92. Semua 30 komponen Dow Jones berakhir dengan merah. Indeks komposit teknologi Nasdaq merosot 37,61 poin (1,73


(20)

persen) menjadi 2.138,44 dan pasar yang luas indeks Standard & Poor’s 500 mundur 19,14 poin (1,72 persen) ke 1.091,49.

Pelaku di pasar valuta asing juga melihat akan ada gerakan pada mata uang karena investor akan lebih sensitif terhadap risiko. Para investor mengalihkan pada mata uang aman seperti Yen yang naik hingga ke titik tertinggi dalam 14 tahun terhadap dollar AS. Hal ini mengancam saham perusahaan eksportir Jepang.

Menghadapi kemungkinan terjadinya gagal bayar (default) utang-utang Dubai World, otoritas moneter di beberapa negara serentak melakukan beberapa langkah untuk mengurangi efek domino penundaan di atas. Bank sentral India, The Reserve Bank of India, akan meminta laporan dari perbankan di India mengenai kucuran kredit ke di Dubai World, sebagaimana Wakil Gubernur Bank of India Shymala Gopinath. Bank sentral China, Bank of China, menyatakan tidak menyalurkan kredit ke Dubai World. UniCredit Italia dan Taiwan buru-buru menyatakan tidak memiliki piutang ke Dubai World.

Kasus kesulitan keuangan serupa yang dialami oleh Dubai World, pada skala nasional terjadi juga di Indonesia antara lain pada Bank Century dan PT Texmaco.

Kontroversi pemberian bailout pemerintah sebesar Rp 6,762 triliun kepada Bank Century dalam kurun waktu 23 November 2008 sampai dengan 21 Juli 2009, berawal dari terjadinya ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya pada sesi kliring di Bank Indonesia pada tanggal 13 November 2008 (Majalah Saroha, 2009).


(21)

Berdasarkan laporan keuangan PT Bank Century, Tbk. Per 31 Oktober 2008, capital adequacy ratio (CAR) atau kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) menunjukkan angka -35,92% (syarat minimal yang ditetapkan Bank Indonesia sebesar 8%), return on assets (ROA) sebesar -0,5209, return on equity (ROE) sebesar -9,8163, loan to deposit ratio (LDR) sebesar 93,16%. Buruknya angka-angka keuangan Bank Century antara lain disebabkan macetnya Surat-surat Berharga (SSB) Valas sebesar US$ 76 juta dan US$ 45 juta yang jatuh tempo tanggal 3 November 2008 karena belum diterima pembayarannya (default) sampai dengan 20 November 2008. Penetapan status macet terhadap aktiva produktif ini telah menggerus laba Bank Century sebesar aktiva produktif yang macet tersebut. Selain itu adanya koreksi pengakuan bunga sebesar Rp 390 miliar yang bukan berasal dari penerimaan tunai, dan kekurangan Penyisihan Penghapusan Aktiva (PPA) Aktiva yang Diambil Alih (AYDA) yang belum dibentuk sebesar Rp 59 miliar. Sementara itu, pada saat yang sama Bank Century juga memiliki kewajiban Dana Pihak Ketiga (DPK) yang ditunda pembayarannya secara kumulatif sampai dengan 20 November 2008 sebesar Rp.746,5 miliar dan posisi saldo giro Bank Century per 20 November sebesar Rp.1,96 miliar. Hal ini mengakibatkan tekanan likuiditas bank semakin berat sehingga Bank Century tidak dapat mengikuti kliring pada tanggal 21 November 2008 dan diambil alih oleh pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada tanggal 21 November 2008 (Siaran Pers Bersama Bank Indonesia-LPS tanggal 21 November 2009). Sejak saat itulah pemerintah mengucurkan dana talangan


(22)

(bailout) untuk menyelamatkan Bank Century dalam empat tahap seperti pada awal paragraf ini.

Pada tanggal 3 Oktober 2009, Bank Century resmi berganti nama menjadi Bank Mutiara dan telah mendapat persetujuan sesuai keputusan Bank Indonesia Nomor 11/47/KEP.GBI/2009 tertanggal 16 September 2009. Perubahan ini seiring dengan peningkatan kinerja keuangan perusahaan sampai dengan triwulan tiga tahun 2009 (Harian Kompas edisi tanggal 6 November 2009). Perusahaan mencatatkan laba yang Rp 237,3 miliar, total aset mencapai Rp 6,9 triliun atau meningkat dari Rp.5,5 triliun pada posisi Desember 2008, dana pihak ketiga (DPK) per Agustus 2009 juga naik 15,68 persen menjadi Rp.5,9 triliun dari Rp.5,1 triliun pada Juni 2009 serta total kredit yang telah dikucurkan selama Juni-September 2009 senilai Rp.700 miliar. Kendati setumpuk masalah hukum yang ditimbulkan oleh manajemen lama masih menjerat bank ini, tetapi Bank Mutiara berniat untuk melakukan ekspansi tahun depan. Rencananya, Bank Mutiara akan menambah 3-5 kantor cabang dari semula yang hanya sekitar 56 kantor cabang.

Kasus kesulitan keuangan lainnya yang gagal diselamatkan terjadi pada Grup Texmaco. Gejalanya dapat dilihat dari laporan keuangan PT Texmaco Jaya per 31 Desember 2006 atau dua tahun sebelum PT Texmaco Jaya dinyatakan delisting dari Bursa Efek Indonesia. Tingginya ketergantungan perusahaan terhadap pendanaan pihak ketiga dapat dilihat dari tingginya perbandingan jumlah hutang dibandingkan dengan jumlah aktiva perusahaan yaitu sebesar 459,85%. Struktur pembiayaan seperti ini menimbulkan beban bunga yang tinggi bagi perusahaan. Beban bunga yang tinggi


(23)

dan keharusan pemenuhan pembayaran pokok dan bunga pinjaman yang jatuh tempo menyebabkan terganggunya modal kerja perusahaan dengan indikasi berupa rasio likuiditas current ratio dan net working capital to assets ratio masing-masing sebesar 4% dan negatif 227,74%. Terganggunya modal kerja pada akhirnya mengganggu operasional perusahaan sehingga profitabilitas perusahaan juga menurun dengan capaian profit margin dan return on assets masing-masing negatif 0,51 dan negatif 0,07. Menurunnya profitabilitas perusahaan terakumulasi pada rendahnya kemampuan perusahaan untuk membayar bunga pinjaman dan dapat dilihat dari angka times interest earned sebesar negatif 4.144,49%.

Upaya restrukturisasi kewajiban telah dilakukan untuk menyelamatkan perusahaan ini dari kebangkrutan karena akan memiliki dampak yang sangat luas terutama menyangkut nasib ribuan karyawannya. Namun demikian upaya restrukturisasi Grup Texmaco dengan mendirikan dua perusahaan baru yaitu PT Bina Prima Perdana dan PT Jaya Perkasa Engineering, yang mengambil alih aset dan kewajiban-kewajiban perusahaan, akhirnya menemui jalan buntu setelah kedua perusahaan tersebut tidak mampu membayar fasilitas letter of credit (L/C) dari Bank BNI sebesar US$ 25 juta dan gagal melunasi kupon bunga obligasi senilai Rp.139 milyar yang telah jatuh tempo (Majalah Tempo, Nomor 44/XXXII, tanggal 29 Desember 2003). Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) secara resmi menyatakan Grup Texmaco berstatus default alias gagal bayar. Konsekuensinya perusahaan harus langsung melunasi seluruh utangnya senilai Rp.29


(24)

triliun yang semula diperpanjang hingga 11 tahun melalui program restrukturisasi yang direncanakan sebelumnya.

Pada tanggal 5 September 2008, Bursa Efek Indonesia akhirnya melakukan delisting PT Texmaco Jaya dengan alasan bahwa perusahaan mengalami kondisi, atau peristiwa, yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha, baik secara financial atau secara hukum, dan tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan memadai (Bursa Efek Indonesia: Lembar Pengumuman Penghapusan Pencatatan Efek Nomor Peng-004/BEI.PSR/DEL/09-2008 tanggal 5 September 2008). Keputusan ini efektif berlaku pada tanggal 10 Oktober 2008.

Gambaran fakta-fakta di atas menunjukkan bahwa kondisi financial distress dapat diawali dengan ketidakmampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Brigham dan Gapenski (1997: 1034) mendefinisikan bahwa financial distress seperti ini sebagai technical insolvency. Ketidakmampuan membayar hutang secara teknis menunjukkan kekurangan likuiditas yang sifatnya sementara, yang jika diberi waktu, perusahaan mungkin dapat membayar hutang dan survive. Di sisi lain, jika technical insolvency adalah gejala awal kegagalan ekonomi, ini mungkin menjadi perhentian pertama menuju bencana keuangan (financial disaster). Subsequent effect ini sebelumnya dinyatakan oleh Platt dan Platt (2002) bahwa financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Seperti kasus yang terjadi pada PT Texmaco Jaya di atas, likuidasi perusahaan terjadi setelah periode financial distress. Sebaliknya pengenalan lebih awal kondisi perusahaan yang mengalami


(25)

financial distress memungkinkan dilakukannya perbaikan yang tepat penyebab terjadinya penurunan perusahaan.

Informasi lebih awal kondisi financial distress pada perusahaan memberikan kesempatan bagi manajemen, pemilik, investor, regulator, dan para stakebolder’s lainnya untuk melakukan upaya-upaya yang relevan. Manajemen dan pemilik berkepentingan untuk melakukan upaya-upaya mencegah kondisi yang lebih parah ke arah kebangkrutan. Investor berkepentingan dalam mengambil keputusan investasi atau divestasi. Regulator, seperti Bank Indonesia dan Badan Pengawas Pasar Modal, dalam melakukan pengawasan usaha.

Kondisi financial distress dapat dikenali lebih awal sebelum terjadinya dengan menggunakan suatu model sistem peringatan dini (early warning system). Model ini dapat digunakan sebagai alat untuk mengenali gejala awal kondisi financial distress untuk selanjutnya dilakukan upaya memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kondisi krisis atau kebangkrutan.

Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan kondisi financial distress perusahaan pada umumnya menggunakan rasio keuangan perusahaan. Platt dan Platt (2002) melakukan penelitian terhadap perusahaan otomotif baik perusahaan private maupun perusahaan publik yang terdiri dari 24 perusahaan yang mengalami financial distress dan 62 perusahaan yang tidak mengalami financial distress dengan variabel bebas sebanyak 45 jenis rasio keuangan berupa rasio-rasio profitabilitas, likuiditas, efesiensi, leverage, dan pertumbuhan.Penelitian berikutnya dilakukan Platt dan Platt (2006) terhadap perusahaan publik sektor manufaktur yang terdiri dari 276


(26)

perusahaan yang mengalami financial distress dan 1.127 perusahaan yang tidak mengalami financial distress menggunakan variabel bebas berupa rasio keuangan yang sama dengan penelitian mereka sebelumnya. Brahmana (2005) melakukan penelitian terhadap perusahaan manufaktur yang delisted pada periode 2000-2003 dan perusahaan manufaktur yang masih listed sampai dengan saat penelitian dilakukan dengan menggunakan prediktor berupa tujuh rasio keuangan, enam rasio relatif industri, dan reputasi auditor. Almilia dan Herdiningtyas (2005) meneliti kondisi bermasalah pada lembaga perbankan dengan sampel enam belas bank yang tidak bangkrut sampai dengan tahun 2000, dua bank yang bangkrut, dan enam bank yang mengalami financial distress menggunakan prediktor 11 rasio keuangan yang masuk dalam kategori rasio CAMEL (capital, assets, management, earnings, dan liquidity).

Penelitian lainnya dilakukan oleh Almilia dan Kristijadi (2003) terhadap 24 perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress dan 37 perusahaan manufaktur yang tidak mengalami financial distress dengan prediktor berupa rasio-rasio keuangan yang digunakan oleh Platt dan Platt (2002). Penelitian berikutnya dilakukan oleh Almilia (2006) terhadap 43 perusahaan yang memiliki laba positif, nilai buku ekuitas positif, dan masih listed sampai dengan tahun 2001; 14 perusahaan yang memperoleh laba negatif antara tahun 2000-2001 tetapi masih listed; dan 24 perusahaan laba dan nilai buku ekuitas negatif antara tahun 2000-2001 serta delisted. Prediktor yang digunakan sebanyak 31 rasio keuangan berupa rasio-rasio margin laba, likuiditas, efisiensi, profitabilitas, financial leverage, posisi kas, pertumbuhan, dan rasio keuangan yang berasal dari laporan arus kas.


(27)

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka selanjutnya penulis bermaksud untuk melakukan pengujian variabel-variabel rasio keuangan dalam memprediksi kondisi financial distress. Karena variabel terikatnya berupa kategori berbentuk data nominal atau dikotomi yaitu kondisi perusahaan yang mengalami financial distress dan tidak mengalami financial distress, maka dalam penelitian ini digunakan model regresi logistik. Dengan demikian penulis menetapkan judul penelitian ini “Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan Menggunakan Regresi Logistik”.

B. Rumusan Masalah

Penggunaan model regresi logistik dalam memprediksi suatu peluang atau kemungkinan terjadinya suatu peristiwa dalam penelitian ini akan mengelompokan rasio-rasio keuangan kedalam dua kelompok yang berbeda secara signifikan yaitu kelompok rasio-rasio keuangan pada perusahaan yang mengalami financial distress dan kelompok rasio-rasio keuangan pada perusahaan yang tidak mengalami financial distress, sehingga masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah terdapat perbedaan rata-rata rasio-rasio keuangan antara perusahaan yang

mengalami financial distress dengan perusahaan yang tidak mengalami financial distress?

2. Apakah rasio keuangan berpengaruh terhadap terjadinya kondisi financial distress perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia?


(28)

Karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana, maka prediktor yang digunakan dalam penelitian ini dibatasi pada variabel-variabel keuangan walaupun pembentukan model prediksi financial distress saat ini sudah diperluas dengan menggunakan prediktor berupa variabel-variabel nonkeuangan seperti pengaruh tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance), opini auditor atas laporan keuangan perusahaan, serta kondisi ekonomi makro seperti inflasi, tingkat suku bunga, dan kurs valuta asing.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan secara empiris tentang:

1. Perbedaan rasio-rasio keuangan antara perusahaan yang mengalami financial distress dengan perusahaan yang tidak mengalami financial distress; dan

2. Pengaruh rasio keuangan terhadap terjadinya kondisi financial distress perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Ilmu pengetahuan, sebagai konfirmasi atas teori analisis laporan keuangan, khususnya analisis rasio keuangan, dalam aplikasinya sebagai alat untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan dan menjadi referensi penelitian-penelitian sejenis berikutnya;


(29)

2. Penulis, untuk menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama mengikuti kegiatan perkuliahan khususnya aplikasi analisis rasio keuangan dalam memprediksi kondisi financial distress perusahaan;

3. Pengguna informasi rasio keuangan perusahaan, seperti pemberi pinjaman, investor, regulator, auditor, dan manajemen, dalam mengambil keputusan yang relevan dengan informasi kemungkinan terjadinya kondisi financial distress pada perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.

E. Originalitas

Penelitian ini merupakan replikasi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Almilia dan Kristijadi (2003) tentang prediksi kondisi financial distress perusahaan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Replikasi dilakukan karena penelitian tentang financial distress yang menggunakan sampel perusahaan yang tidak mengalami kebangkrutan di Indonesia masih sangat jarang dilakukan. Kebanyakan penelitian yang dilakukan menggunakan sampel perusahaan yang bangkrut dan tidak bangkrut. Prediksi yang dihasilkan dari penelitian seperti itu memberikan peringatan yang terlalu lambat pada proses penurunan perusahaan dan tidak lebih sebagai peringatan bahwa akhir dari eksistensi perusahaan semakin dekat. Prediksi kebangkrutan seperti ini juga menghasilkan sedikit waktu bagi para manajer atau direksi untuk mengembalikan usaha yang sedang mengalami krisis atau financial distress (Platt dan Platt, 2006). Masih jarangnya penelitian sejenis di Indonesia


(30)

mengakibatkan model yang dihasilkan belum dapat diuji kekuatan prediksinya pada tahun-tahun yang berbeda dengan periode yang diteliti sebelumnya.

Dibandingkan dengan penelitian terdahulu, maka dalam penelitian ini dilakukan modifikasi pada penggunaan variabel, periode waktu yang diteliti, penggunaan analisis uji beda rata-rata, dan pembentukan satu model prediksi menggunakan prediktor yang memiliki beda rata-rata signifikan antara perusahaan yang mengalami financial distress dengan yang tidak mengalami financial distress.


(31)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Analisis Rasio Keuangan

Laporan keuangan tahunan menggambarkan kondisi keuangan perusahaan pada saat tertentu, hasil usaha dalam suatu rentang waktu, serta informasi-informasi lainnya yang berkaitan dengan perusahaan yang bersangkutan. Menurut Statement of Financial Accounting Concepts (SAFC) Nomor 1 (FASB, 1978), laporan keuangan harus memberikan informasi untuk (1) pengambilan keputusan investasi dan kredit; (2) menilai prospek arus kas; dan (3) menilai sumber daya, klaim atas sumber daya, dan perubahan sumber daya berupa: (a) sumber daya ekonomi, kewajiban, dan ekutias pemilik; (b) kinerja dan laba perusahaan; dan (c) kinerja dan stewardship manajemen. Tujuan ini terangkum dalam penyajian laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas, dan pengungkapan laporan keuangan.

Berdasarkan tujuan tersebut para pemakai laporan keuangan dapat menilai informasi yang dihasilkan sebagai dasar pengambilan keputusan ekonomi yang berkaitan dengan perusahaan tersebut. Ikatan Akuntan Indonesia (2007: 2) mengklasifikasikan pemakai laporan keuangan berdasarkan kepentingan mereka, sebagai berikut:

1. Investor, yang berkepentingan dengan risiko dan hasil investasi dari investasi yang mereka lakukan. Informasi yang dibutuhkan untuk menentukan apakah mereka akan membeli, menahan, atau menjual investasi tersebut. Yang biasa


(32)

dilihat oleh investor adalah informasi mengenai kemampuan perusahaan untuk membayar dividen;

2. Kreditor, yang menggunakan informasi akuntansi untuk membantu mereka memutuskan apakah pinjaman dan bunganya dapat dibayar pada waktu jatuh tempo;

3. Pemasok, yang membutuhkan informasi mengenai kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang-hutangnya pada saat jatuh tempo;

4. Karyawan, yang membutuhkan informasi mengenai stabilitas dan profitabilitas perusahaan, dan kemampuan memberi pensiun dan kesempatan kerja;

5. Pelanggan, yang berkepentingan dengan informasi tentang kelangsungan hidup perusahaan terutama bagi mereka yang memiliki perjanjian jangka panjang dengan perusahaan;

6. Pemerintah, yang berkepentingan dengan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan lain-lain;

7. Masyarakat, yang berkepentingan dengan informasi tentang kecenderungan dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta berbagai aktivitas yang menyertainya.

Dengan membaca laporan keuangan secara tepat maka pemakai tersebut dapat melakukan tindakan ekonomi menyangkut perusahaan yang dilaporkan dan diharapkan menghasilkan keuntungan baginya. Dalam menilai kondisi keuangan dan prestasi perusahaan, pemakai memerlukan beberapa instrumen, antara lain analisis laporan keuangan.

Menurut Subramanyam et al. (2005: 3) analisis laporan keuangan merupakan analisis dari alat dan teknik analitis untuk laporan keuangan bertujuan umum dan data-data yang berkaitan untuk menghasilkan estimasi dan kesimpulan yang bermanfaat dalam analisis bisnis. Berdasarkan pengertian tersebut maka analisis laporan keuangan merupakan suatu upaya untuk menggali lebih banyak informasi yang terkandung dalam laporan keuangan serta hubungan-hubungan yang signifikan


(33)

diantara mereka dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan sehingga lebih bermanfaat bagi para pengambil keputusan.

Harahap (2006: 197) menyebutkan bahwa tujuan analisis laporan keuangan adalah screening, forcasting, diagnosis, dan evaluation. Penjelasan dari masing-masing tujuan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Screening, analisis dilakukan dengan melihat secara analitis laporan keuangan dengan tujuan untuk memilih kemungkinan investasi atau merger;

b. Forcasting, analisis dilakukan untuk meramalkan kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan datang;

c. Diagnosis, analisis dimaksudkan untuk melihat kemungkinan adanya masalah-masalah yang terjadi baik dalam manajemen, operasi, keuangan atau masalah-masalah lain;

d. Evaluation, analisis dilakukan untuk menilai prestasi manajemen, operasional, efisiensi, dan lain-lain.

Tujuan-tujuan tersebut di atas dapat dicapai dengan menggunakan berbagai teknis analisis laporan keuangan. Teknik analisis laporan keuangan yang digunakan menurut Subramanyam et al. (2005: 30) antara lain:

a. Analisis laporan keuangan komparatif yang dilakukan dengan cara menelaah neraca, daftar laba rugi, atau daftar arus kas yang berurutan dari satu periode ke periode berikutnya;


(34)

b. Analisis laporan keuangan common-size yaitu menyajikan laporan keuangan dalam bentuk persentase yang dikaitkan dengan suatu jumlah yang dinilai penting misalnya pos-pos neraca terhadap jumlah aktiva atau penjualan untuk laba rugi; c. Analisis rasio yaitu membandingkan antara pos-pos tertentu dengan pos lain yang

memiliki hubungan ekonomis;

d. Analisis arus kas yaitu menggunakan daftar arus kas untuk melakukan evaluasi sumber dan penggunaan dana atau kas;

e. Penilaian yang biasanya didasarkan pada nilai intrinsik sebuah perusahaan atau sahamnya.

Dari kelima teknik analisis tersebut, analisis rasio keuangan merupakan salah satu alat analisis keuangan yang paling populer dan banyak digunakan (Subramanyam et al., 2005: 36). Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan dari satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan. Rasio keuangan menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos-pos tersebut. Dengan penyederhanaan ini pemakai laporan keuangan dapat menilai secara cepat hubungan antara pos-pos tersebut dan dapat membandingkannya dengan rasio lain sehingga dapat diperoleh informasi dan memberikan penilaian.

Dibandingkan dengan teknik analisis laporan keuangan lainnya, analisis rasio memiliki keunggulan (Harahap, 2006: 298) sebagai berikut:

a. Rasio merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan ditafsirkan;


(35)

b. Merupakan pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit;

c. Mengetahui posisi perusahaan di tengah industri lain;

d. Sangat bermanfaat untuk bahan dalam mengisi model-model pengambilan keputusan dan model prediksi;

e. Menstandarisir ukuran perusahaan;

f. Lebih mudah memperbandingkan perusahaan dengan perusahaan lain atau melihat perkembangan perusahaan secara periodik atau time series;

g. Lebih mudah melihat trend perusahaan serta melakukan prediksi di masa yang akan datang.

Foster (1986: 96) menyebutkan bahwa pengujian data dalam bentuk rasio keuangan didasari motivasi sebagai berikut:

a. mengontrol perbedaan ukuran yang terjadi antarperusahaan dan antarperiode waktu;

b. menghasilkan data yang lebih baik untuk memenuhi asumsi yang mendasari penggunaan teknik statistik seperti analisis regresi berganda (misalnya pengujian ada atau tidak gangguan homoskedastisitas);

c. untuk menyelidiki suatu teori yang menggunakan rasio sebagai variabel yang diteliti;

d. menggali hasil pengamatan empiris yang secara terus menerus terjadi antara rasio keuangan dan estimasi atau prediksi variabel yang diteliti (misalnya risiko suatu sekuritas atau kemungkinan terjadinya financial distress).


(36)

Namun demikian analisis rasio juga memiliki beberapa keterbatasan yang harus disadari sewaktu penggunaannya (Keown et al., 1991: 448-449), yaitu:

a. kadangkala sulit untuk mengidentifikasi kategori industri dari perusahaan pada saat perusahaan memiliki lebih dari satu jalur bisnis;

b. rata-rata industri yang dipublikasikan merupakan angka taksiran dan panduan umum bagi para pemakai serta bukan merupakan rata-rata rasio yang ditentukan secara ilmiah atas semua kejadian pada perusahaan yang mewakili dalam industri; c. perbedaan praktik akuntansi diantara perusahaan dan dapat mengarah pada

perbedaan perhitungan rasio;

d. rasio keuangan bisa menjadi terlalu tinggi atau terlalu rendah;

e. rata-rata industri mungkin tidak menunjukkan target rasio dan perilaku yang diinginkan;

f. banyak perusahaan berpengalaman secara musiman dalam operasi mereka

Berdasarkan keunggulan dan keterbatasan analisis rasio keuangan di atas, beberapa catatan yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis rasio keuangan. Pertama, hubungan matematik yang terbentuk dari suatu rasio keuangan harus menceminkan hubungan ekonomis yang terjadi diantara kedua angka pembentuk rasio. Kedua, rasio keuangan menghilangkan ukuran perusahaan yang diperbandingkan, sehingga analisis sebaiknya dilakukan dengan cara klasifikasi perusahaan untuk kemudian dihitung rasio masing-masing serta rata-ratanya. Ketiga, analisis rasio tidak boleh melupakan asal angka karena angka rasio yang dihasilkan bisa diperoleh dari kombinasi angka negatif pada penyebut dan/atau pembilangnya.


(37)

Keempat, setiap rasio diciptakan untuk analisis tertentu sehingga sebuah rasio tidak bisa untuk memenuhi segala macam kebutuhan.

Pemanfaatan analisis rasio keuangan untuk menggambarkan keeratan hubungan antara rasio keuangan dengan fenomena ekonomi telah dilakukan dalam berbagai penelitian. Pada umumnya analisis terhadap rasio merupakan langkah awal dalam analisis keuangan guna menilai prestasi dan kondisi keuangan suatu perusahaan. Walaupun terdapat perbedaan istilah dari para peneliti, namun untuk tujuan penelitian ini rasio-rasio keuangan dikelompokkan menjadi sebagai berikut: a. Rasio likuiditas

Likuiditas adalah kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendek. Dalam rutinitas sehari-hari, likuiditas antara lain akan tercermin dalam bentuk kemampuan perusahaan dalam membayar kreditor tepat waktu atau membayar gaji tepat waktu.

Pengukuran likuiditas biasanya mengaitkan kewajiban jangka pendek dengan aktiva lancar yang tersedia untuk melunasinya. Lingkup pengukuran bisa seluruh aktiva lancar atau sebagian aktiva lancar. Variasi dalam pengukuran likuiditas tidak semata-mata menggunakan set lancar sebagai sumbernya tetapi menggunakan arus kas operasi. Penggunaan arus kas operasi dianggap lebih mengena, walaupun pada prakteknya pengukuran dengan aktiva lancar masih sering dilakukan karena lebih mudah menghitungnya.


(38)

Rasio-rasio likuiditas antara lain:

1) Current ratio, yaitu perbandingan antara aktiva lancar dengan kewajiban lancar dengan tujuan untuk mengukur sampai seberapa jauh aktiva lancar perusahaan mampu untuk melunasi kewajiban jangka pendeknya;

2) Quick ratio atau acid test ratio, seperti current ratio namun menghilangkan unsur persediaan dan pos-pos aktiva lancar yang berada di bawah tingkat likuiditasnya seperti prepaid expenses dan aktiva lancar lainnya.

b. Rasio aktivitas/turnover/asset utilization

Perusahaan menggunakan aktiva dalam rangka menciptakan pendapatan (sales, revenue). Aktiva secara umum adalah bentuk investasi. Setiap bentuk investasi memerlukan dana. Dana diperoleh dari sumber dana, bisa berbentuk utang atau modal dari pemilik. Setiap sumber dana menimbulkan biaya. Biaya inilah yang disebut sebagai biaya modal atau cost of capital. Oleh karena itu setiap investasi, apakah itu dalam bentuk aktiva lancar atau tetap, perlu dilihat sampai seberapa jauh peranannya dalam mendukung terciptanya penjualan.

Rasio aktivitas dibagi kedalam dua kelompok yaitu:

1) short-term activity, berorientasi pada operasi rutin perusahaan diwakili kemampuan perusahaan dalam rangka mengendalikan piutang, persediaan, dan utang usaha; dan


(39)

Rasio-rasio aktivitas antara lain:

1) Receivable turnover, yaitu perbandingan antara jumlah penjualan dengan rata-rata piutang dagang selama setahun yang menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menangani penjualan kredit dan kebijakannya;

2) Total asset turnover, yaitu perbandingan antara jumlah penjualan dengan rata-rata jumlah aktiva selama setahun yang menunjukkan seberapa baik dukungan seluruh aktiva untuk memperoleh penjualan.

c. Rasio profitabilitas

Rasio profitabilitas atau disebut juga rasio rentabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan, dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, dan sebagainya.

Rasio-rasio profitabilitas antara lain:

1) Return on sales atau profit margin, yaitu perbandingan antara laba bersih dengan jumlah penjualan selama setahun yang menunjukkan tingkat profitabilitas laba tertentu terhadap penjualan;

2) Return on assets, yaitu perbandingan antara laba bersih dengan jumlah penjualan selama setahun yang menunjukkan ukuran tingkat laba terhadap aktiva yang digunakan dalam menghasilkan laba tersebut.


(40)

d. Rasio solvabilitas

Penggunaan utang jangka pendek akan mempengaruhi likuiditas. Penggunaan jangka panjang akan mempengaruhi solvency (solvabilitas). Pada akhirnya utang jangka panjang yang jatuh tempo akan mempengaruhi likuiditas juga. Solvabilitas menyangkut struktur modal dan pengaruh beban tetap (bunga) terhadap laba perusahaan.

Rasio solvabilitas, disebut juga rasio leverage, menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya atau kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan dilikuidasi. Rasio ini dapat dihitung dari pos-pos yang sifatnya jangka panjang seperti aktiva tetap dan hutang jangka panjang.

Rasio-rasio solvabilitas antara lain:

1) Debt to total capital, yaitu perbandingan seluruh utang baik jangka pendek maupun jangka panjang dengan total sumber dana yaitu utang ditambah modal sendiri;

2) EBIT interest coverage atau times interest earned, yaitu perbandingan antara laba sebelum beban bunga dan pajak dengan beban bunga untuk mengetahui sampai seberapa jauh laba tersebut dapat digunakan untuk menutup bunga.

e. Rasio arus kas

Rasio arus kas cukup dominan dalam pengukuran kebangkrutan dan financial distress. Hal ini wajar ketika perusahaan mulai bermasalah dengan pembayaran


(41)

utang, maka arus kas menjadi dominan sebagai alat ukurnya. Prihadi (2009: 108) mengelompokan rasio arus kas menjadi dua, yaitu:

1. Efficiency ratio, yang menjelaskan seberapa baik perusahaan menghasilkan arus kas dengan perhatian utama pada arus kas operasi;

2. Sufficiency ratio, yang menjelaskan kecukupan dari arus kas untuk memenuhi kebutuhan perusahaan.

Rasio-rasio arus kas antara lain:

1) Cash flow adequacy, mengukur secara agregat kemampuan arus kas dalam memenuhi kebutuhan yang meliputi pembelian aktiva tetap (aktivitas investasi), pembayaran dividen (aktivitas pendanaan), dan pembayaran utang jangka panjang (aktivitas pendanaan);

2) Cash flow to sales, mengukur seberapa besar setiap penjualan akan menjadi arus kas operasi;

3) Cash flow per share, mengukur seberapa besar jumlah kas yang dihasilkan dari aktivitas operasi yang tersedia untuk pemegang saham biasa (Davila, 1996: 6); 4) Cash flow return on equity, mengukur seberapa besar jumlah kas dari aktivitas

operasi yang dihasilkan dari penggunaan modal sendiri (Davila, 1996: 6).

2. Financial Distress

Financial distress (selanjutnya dalam penelitian ini disingkat menjadi FD) adalah suatu konsep luas yang terdiri dari beberapa situasi di mana suatu perusahaan menghadapi masalah kesulitan keuangan. Istilah umum untuk menggambarkan situasi


(42)

tersebut adalah kebangkrutan, kegagalan, ketidakmampuan melunasi hutang, dan default. Insolvency dalam kebangkrutan menunjukkan kekayaan bersih negatif. Ketidakmampuan melunasi utang menunjukkan kinerja negatif dan menunjukkan adanya masalah likuiditas. Default berarti suatu perusahaan melanggar perjanjian dengan kreditur dan dapat menyebabkan tindakan hukum.

Beberapa pengertian mengenai financial distress telah dikemukakan oleh para peneliti. Foster (1986: 535) mendefinisikan FD sebagai “...severe liquidity problems that cannot be resolved without a sizable rescaling of the entity’s operations or structure”. (...masalah likuiditas yang parah yang tidak dapat diatasi tanpa melakukan perubahan ukuran yang besar terhadap operasi dan struktur perusahaan”). Selanjutnya Foster (1986: 536) menyebutkan beberapa indikator atau sumber informasi mengenai kemungkinan terjadinya FD berupa:

1) analisis arus kas untuk periode sekarang dan yang akan datang;

2) analisis strategi perusahaan yang mempertimbangkan pesaing potensial, struktur biaya relatif, perluasan rencana dalam industri, kemampuan perusahaan untuk meneruskan kenaikan biaya, kualitas manajemen dan lain sebagainya;

3) analisis laporan keuangan dari perusahaan serta perbandingannya dengan perusahaan lain; dan

4) variabel eksternal seperti return sekuritas dan peringkat obligasi.

Platt dan Platt (2002: 1) mendefinisikan bahwa FD adalah tahap penurunan kondisi keuangan yang dialami oleh suatu perusahaan, yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Kondisi ini pada umumnya ditandai antara


(43)

lain dengan adanya penundaan pengiriman, kualitas produk yang menurun, dan penundaan pembayaran tagihan dari bank. Apabila kondisi FD ini diketahui, diharapkan dapat dilakukan tindakan untuk memperbaiki situasi tersebut sehingga perusahaan tidak akan masuk pada tahap kesulitan yang lebih berat seperti kebangkrutan ataupun likuidasi.

Brigham dan Gapenski (1997: 1034) mendefinisikan FD berdasarkan tipenya sebagai economic failure, business failure, technical insolvency, insolvency in bankruptcy, dan legal bankruptcy. Penjelasan masing-masing tipe adalah sebagai berikut:

1) Economic failure adalah keadaan ketika pendapatan perusahaan tidak dapat menutupi total biaya, termasuk cost of capital-nya.

2) Business failure didefinisikan sebagai bisnis yang menghentikan operasi dengan akibat kerugian kepada kreditur.

3) Technical insolvency, perusahaan tidak dapat memenuhi kewajiban lancar ketika jatuh tempo.

4) Insolvency in bankruptcy, perusahaan memiliki nilai buku hutang melebihi nilai pasar aset.

5) Legal bankruptcy, perusahaan telah diajukan tuntutan secara resmi dengan undang-undang.

Whitaker (1999: 2), menyebutkan bahwa suatu perusahaan sudah dapat dikatakan menderita kesulitan keuangan pada tahun pertama aliran kas kurang dari


(44)

kewajiban jangka panjang yang jatuh tempo. Aliran kas didefinisikan sebagai pendapatan bersih ditambah beban-beban non kas.

Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan umumnya mengalami penurunan dalam pertumbuhan, kemampulabaan, dan aktiva tetap, serta peningkatan dalam tingkatan persediaan relatif terhadap perusahaan yang sehat (Kahya dan Theodossiou, 1999: 323). Di samping itu kesulitan keuangan dapat juga dilihat dari melemahnya kondisi keuangan, kreditur yang mulai mengambil tindakan, pemasok yang mungkin tak mengirim bahan baku secara kredit, investasi modal yang menguntungkan mungkin harus dilepas, dan pembayaran dividen yang terganggu (Keown et al., 1991: 481).

Fachrudin (2008: 6) mengelompokkan penyebab-penyebab kesulitan keuangan sebagai berikut:

1) Neoclassical model, kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber daya tidak tepat. Prediksi kesulitan keuangan dilakukan dengan menggunakan data neraca dan laporan laba rugi. Misalnya ukuran profitabilitas berupa return on assets dan ukuran solvabilitas berupa debt to assets ratio.

2) Financial model, bauran aktiva benar tapi struktur keuangan salah dan dihadapkan pada batasan likuiditas. Hal ini berarti bahwa walaupun perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia harus bangkrut juga dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar modal yang tidak sempurna dan struktur modal yang inherited menjadi pemicu utama kasus ini. Prediksi kesulitan keuangan dilakukan dengan menggunakan indikator keuangan atau indikator


(45)

kinerja seperti turnover/total assets, revenues/turnover, ROA, ROE, dan profit margin.

3) Corporate governance model, kebangkrutan disebabkan bauran aktiva dan struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk. Ketidakefisienan ini mendorong perusahaan menjadi out of the market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola perusahaan yang tak terpecahkan. Prediksi kesulitan keuangan dilakukan dengan menggunakan informasi kepemilikan. Kepemilikan berhubungan dengan struktur tata kelola perusahaan dan goodwill perusahaan.

Dari uraian di atas tersirat bahwa kesulitan keuangan dapat ditinjau dari komposisi neraca yaitu perbandingan jumlah aktiva dan kewajiban, dari laporan laba rugi jika perusahaan terus menerus rugi, dan dari laporan arus kas jika arus kas masuk lebih kecil dari arus kas keluar. Sedangkan teori resiko kredit yang dipaparkan dapat diartikan bahwa kegagalan berhubungan dengan struktur modal dan struktur modal berkaitan dengan kondisi ekonomi.

Akibat yang ditimbulkan dari kesulitan keuangan sebagai berikut:

1) Risiko biaya kesulitan keuangan mempunyai dampak negatif terhadap nilai perusahaan yang mengoffset nilai pembebasan pajak (tax relief) atas peningkatan level hutang;

2) Jika pun manajer perusahaan menghindarkan likuidasi ketika terjadi kesulitan keuangan, hubungannya dengan supplier, pelanggan, pekerja, dan kreditor menjadi rusak parah;


(46)

3) Suplier penyedia barang dan jasa secara kredit mungkin lebih berhati-hati, atau bahkan menghentikan pasokan sama sekali, jika mereka yakin tidak ada kesempatan peningkatan perusahaan dalam beberapa bulan.

4) Pelanggan mungkin mengembangkan hubungan dengan suplier mereka, dan merencanakan sendiri produksi mereka dengan andaian ada keberlanjutan dari hubungan tersebut. Adanya keraguan tentang kelangsungan hidup perusahaan tidak menjamin kontrak yang baik. Pelanggan umumnya menginginkan jaminan bahwa perusahaan cukup stabil untuk menepati janji.

Selain akibat tidak langsung seperti diuraikan di atas, FD juga akan menimbulkan terjadinya biaya langsung yang dikeluarkan sehubungan dengan kesulitan. Misalnya fee pengacara, fee akuntan, fee pengadilan, waktu manajemen, tenaga profesional lain untuk merestrukturisasi keuangannya yang kemudian dilaporkan kepada kreditur, bunga yang dibayar perusahaan untuk pinjaman selanjutnya yang biasanya jauh lebih mahal, dan beban administratif (Hadad dkk., 2004: 3).

Berbagai akibat yang ditimbulkan dari kondisi FD di atas mendorong pada timbulnya kebutuhan penyediaan alat deteksi dini atau early warning system yang dapat memberikan sinyal bagi perusahaan akan kemungkinan terjadinya FD. Alat yang selama ini dihasilkan peneliti berupa model statistik. Model-model yang telah dikembangkan selama ini menggunakan berbagai indikator yang relevan seperti rasio keuangan, reputasi auditor, harga pasar ekuitas, tata kelola perusahaan yang baik


(47)

(good corporate governance), opini auditor atas laporan keuangan perusahaan, serta kondisi ekonomi makro seperti inflasi, tingkat suku bunga, dan kurs valuta asing.

Pembahasan selanjutnya akan dititikberatkan pada penggunaan rasio keuangan dalam pembentukan model prediksi FD.

3. Analisis Rasio Keuangan Sebagai Alat untuk Memprediksi Financial Distress

Indikator keuangan berupa rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksi atau menganalisa kesulitan keuangan perusahaan, dan untuk mengkaji kemungkinan survive perusahaan kesulitan keuangan. Brigham dan Daves (2003: 837) mengatakan bahwa tanda-tanda potensi kesulitan keuangan biasanya terbukti dalam analisis rasio jauh sebelum perusahaan benar-benar gagal dan para periset menggunakan analisis rasio untuk memprediksi probabilitas perusahaan yang akan bangkrut. Hal ini diperkuat oleh Whitaker (1999: 2) yang menyatakan bahwa FD bukan hanya masalah pada saat perusahaan default tetapi juga dimulai ketika terjadinya peningkatan kemungkinan atau probabilitas perusahaan mengalami default. Menurut Keown et al. (1991: 429) rasio keuangan dapat memberikan dasar bagi para pemakai laporan keuangan untuk menjawab beberapa pertanyaan penting terkait dengan seberapa baik perusahaan, seperti (1) seberapa likuid perusahaan?; (2) apakah manajemen menghasilkan laba yang cukup dari aktiva perusahaan?; (3) bagaimana perusahaan membiayai investasinya?; dan (4) apakah para pemegang saham menerima return yang cukup atas investasinya?


(48)

Likuiditas suatu perusahaan didefinisikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya yang sudah jatuh tempo, yaitu, apakah perusahaan memiliki sumber dana yang cukup untuk membayar kreditur saat kewajiban itu jatuh tempo. Rasio profitabilitas digunakan untuk mengetahui secara relatif apakah laba yang dihasilkan perusahaan sudah cukup jika dibandingkan dengan aktiva yang diinvestasikan. Masalah pendanaan perusahaan, apakah menggunakan hutang atau ekuitas dapat dijawab dengan rasio hutang (debt ratio) yang membandingkan total hutang dengan total aset, rasio laba operasi terhadap beban bunga (times interest earned ratio) yang membandingkan laba operasi dengan bunga, serta rasio-rasio lain yang berhubungan dengan keputusan pendanaan. Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur seberapa efektif perusahaan mengelola aktiva. Analisis arus kas dari aktivitas operasi dapat digunakan untuk mengindikasikan apakah perusahaan memiliki arus kas yang cukup untuk memenuhi bunga hutang dan komitmen tetap lainnya. Banyak studi akademis yang menemukan bahwa arus kas dari aktivitas operasi dapat digunakan sebagai prediktor kebangkrutan (Davila, 1996: 6).

Perusahaan kesulitan keuangan umumnya mempunyai rasio likuiditas, profitabilitas, dan aktivitas yang rendah. Indikator keuangan lain yang dipakai dalam prediksi adalah struktur pasar yang membandingkan nilai pasar ekuitas dengan nilai buku hutang (Altman, 1968: 595), ukuran (size) perusahaan yang diukur dengan logaritma dari jumlah aktiva dan persepsi pasar yang membandingkan nilai buku common equity dengan nilai pasar equity (Fachrudin, 2008: 22).


(49)

Beberapa penelitian yang menggunakan rasio keuangan sebagai alat untuk memprediksi kondisi FD akan dibahas secara ringkas pada bagian berikut ini.

B. Reviu Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang financial distress pertama kali dilakukan oleh Beaver pada tahun 1968 (Foster, 1986: 542) terhadap 79 perusahaan yang gagal dan 79 perusahaan yang tidak gagal dalam selama periode 1954-1964. Kategori perusahaan gagal adalah yang memenuhi salah satu peristiwa berikut: bangkrut, bond default, overdrawn bank account, atau tidak melakukan pembayaran deviden atas saham preferen. Dengan teknik univariat menggunakan 30 variabel bebas, diperoleh hasil berupa lima rasio keuangan yang secara signifikan mampu membedakan perusahaan yang gagal dan tidak gagal yaitu rasio cash flow/total debt, net income/total assets, total debt/total assets, working capital/total assets, dan current ratio dengan ketepatan prediksi perusahaan gagal sebesar 90% dan tidak gagal sebesar 88%.

Penelitian FD pada tahun-tahun berikutnya telah mengalami perkembangan. Perkembangan tersebut antara lain berupa penggunaan teknik analisis multivariat dalam menghasilkan model prediksi. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Altman (1968) dengan menggunakan teknik analisis diskriminan dan Ohlson dalam Foster (1986: 547) pada tahun 1980 dengan teknis regresi logistik. Perkembangan juga terjadi dalam penetapan kriteria kondisi FD yang sebelumnya menggunakan kriteria kebangkrutan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Altman et al. pada tahun 1994 dan Yang et al. pada tahun 1999 dalam Almilia (2006) menggunakan model


(50)

neural network untuk membedakan perusahaan yang gagal dan tidak gagal. Kriteria kondisi FD nonbangkrut juga digunakan dalam penelitian Platt dan Platt (2002 dan 2006) dengan kriteria perusahaan yang (1) beberapa tahun memperoleh laba bersih operasi negatif; (2) menghentikan pembayaran deviden; dan (3) mengalami restrukturisasi besar atau penghentian usaha.

Penelitian yang menggunakan perusahaan nonbangkrut sebagai kriteria perusahaan FD dan NFD antara lain juga dilakukan oleh Almilia dan Kristijadi (2003) terhadap 61 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang terdiri dari 24 perusahaan dalam kondisi FD dan 37 perusahaan tidak dalam kondisi NFD dalam periode penelitian tahun 1998-2001. Kriteria yang digunakan untuk menentukan kondisi FD dan NFD adalah perusahaan dalam beberapa tahun mengalami laba bersih operasi (net operating income) negatif dan selama lebih dari satu tahun tidak melakukan pembayaran deviden. Variabel bebas yang digunakan sebagai prediktor sebanyak 19 rasio keuangan yang dikelompokan sebagai rasio profit margin, likuiditas, efisiensi operasi, profitabilitas, financial leverage, arus kas, dan pertumbuhan dengan menggunakan teknik analisis data regresi logistik. Pengujian dilakukan terhadap 12 model regresi logistik yang prediktornya terdiri dari kombinasi diantara kelompok-kelompok rasio keuangan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua belas model tersebut fit dan dapat memprediksi nilai-nilai yang diobservasinya atau dengan kata lain bahwa rasio-rasio keuangan dapat digunakan untuk memprediksikan FD suatu perusahaan. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa kemampuan masing-masing model untuk menjelaskan variasi


(51)

variabel terikat berkisar antara 66,3%-88,20%, sedangkan rasio-rsaio keuangan yang berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan terjadinya kondisi FD adalah:

1. Rasio profit margin yaitu laba bersih dibagi dengan penjualan (Net Income/Sales); 2. Rasio financial leverage yaitu hutang lancar dibagi dengan total aktiva (Current

Liabilities/Total Assets);

3. Rasio likuiditas yaitu aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar (Current Assets/Current Liabilities);

4. Rasio pertumbuhan yaitu rasio pertumbuhan laba bersih dibagi dengan total aktiva (growth Net Income/Total Assets).

Penelitian-penelitian lainnya tentang manfaat rasio keuangan dalam memprediksi kondisi FD antara lain dilakukan oleh:

1. Platt dan Platt (2002) terhadap perusahaan otomotif baik perusahaan private maupun perusahaan publik yang terdiri dari 24 perusahaan yang mengalami FD dan 62 perusahaan NFD dengan variabel bebas sebanyak 45 jenis rasio keuangan berupa rasio-rasio profitabilitas, likuiditas, efisiensi, financial leverage, dan pertumbuhan. Hasil penelitian ini adalah model regresi logistik dengan enam prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan terjadinya kondisi FD yaitu tiga variabel yang berpengaruh negatif terdiri dari earnings before interests, taxes, depreciation, and amortization/net sales (EBITDA/S), current assets/current liabilities (CA/CL), dan cash flows growth rate serta tiga variabel lainnya yang berpengaruh positif yaitu net fixed assets/total assets (NFA/TA), long-term debts/share equity (LTD/EQ), dan notes payable/total assets (NP/TA).


(52)

Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa ketepatan prediksi model sebesar 98% yang terdiri dari 92% ketepatan memprediksi perusahaan FD dan 100% ketepatan memprediksi perusahaan NFD;

2. Platt dan Platt (2006) terhadap perusahaan publik sektor manufaktur yang terdiri dari 276 perusahaan yang mengalami FD dan 1.127 perusahaan yang tidak mengalami NFD menggunakan variabel bebas berupa rasio keuangan yang sama dengan penelitian mereka sebelumnya setelah dibagi dengan rata-rata rasio keuangan masing-masing subsektor industri. Kriteria FD yang digunakan adalah perusahaan yang memiliki:

a. EBITDA setelah dikurangi beban bunga bernilai negatif; b. EBIT negatif; dan

c. Laba bersih sebelum pos-pos tertentu bernilai negatif.

Hasil penelitian ini adalah model regresi logistik dengan enam prediktor yang berpengaruh signifikan terhadap kemungkinan terjadinya kondisi FD yaitu tiga variabel yang berpengaruh negatif terdiri dari cash flows/net sales (CF/S), earnings before interests, taxes, depreciation, and amortization/total assets (EBITDA/TA), dan earnings before interest and taxes/interest expenses (EBIT/Int) serta dua variabel lainnya yang berpengaruh positif yaitu current portion of long-term debts/total assets (CLTD/TA) dan quick ratio atau (current assets - inventories)/current liabilities. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa ketepatan prediksi model sebesar 93,2% yang terdiri dari 87% ketepatan memprediksi perusahaan FD dan 94,8% ketepatan memprediksi perusahaan NFD;


(53)

3. Almilia (2006) terhadap 43 perusahaan yang memiliki laba positif, nilai buku ekuitas positif, dan masih listed sampai dengan tahun 2001; 14 perusahaan yang memperoleh laba negatif antara tahun 2000-2001 tetapi masih listed; dan 24 perusahaan laba dan nilai buku ekuitas negatif antara tahun 2000-2001 serta delisted. Prediktor yang digunakan sebanyak 31 rasio keuangan berupa rasio-rasio margin laba, likuiditas, efisiensi, profitabilitas, financial leverage, posisi kas, pertumbuhan, dan rasio keuangan yang berasal dari laporan arus kas. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Terdapat perbedaan signifikan rasio-rasio keuangan antara perusahaan FD dan NFD pada rasio-rasio cash flow from operations/current liabilities (CFFO/CL), cash flow from operations/total liabilities (CFFO/TL), cash flow from operations/total source of funds (CFFO/TS), cash flow from operations/total assets (CFFO/TA), current assets/current liabilities (CA/CL), working capital/total assets (WC/TA), current assets/ total assets (CA/TA), net fixed assets/total assets (NFA/TA), sales/total assets (S/TA), net incomes/total assets (NI/TA), net incomes/share quities (NI/EQ), total liabilities/total assets (TL/TA), cash/current liabilities, dan cash/total assets; b. Tiga model regresi logistik yang dihasilkan yaitu:

1) Model regresi logistik dengan prediktor berupa rasio-rasio keuangan laporan neraca dan laba rugi. Satu prediktor yang berpengaruh signifikan yaitu TL/TA dengan ketepatan prediksi model yang dihasilkan sebesar


(54)

79% yang terdiri dari 39,3% ketepatan memprediksi perusahaan FD dan 81,3% ketepatan memprediksi perusahaan NFD;

2) Model regresi logistik dengan prediktor berupa rasio-rasio keuangan laporan kas hanya terdiri dari satu prediktor yang berpengaruh signifikan yaitu CFFO/CL dengan ketepatan prediksi model yang dihasilkan sebesar 58% yang terdiri dari 3,6% ketepatan memprediksi perusahaan FD dan 60,4% ketepatan memprediksi perusahaan NFD;

3) Model regresi logistik dengan prediktor berupa rasio-rasio keuangan laporan neraca, laba rugi, dan arus kas sekaligus diperoleh tiga prediktor yang berpengaruh signifikan yaitu CFFO/TL, CA/TA, dan TL/TA dengan ketepatan prediksi model yang dihasilkan sebesar 79,6% yang terdiri dari 42,9% ketepatan memprediksi perusahaan FD dan 79,6% ketepatan memprediksi perusahaan NFD.

4. Almilia dan Herdiningtyas (2005) yang meneliti kondisi bermasalah pada lembaga perbankan dengan sampel enam belas bank yang tidak bangkrut sampai dengan tahun 2000, dua bank yang bangkrut, dan enam bank yang mengalami FD stress menggunakan prediktor 11 rasio keuangan yang masuk dalam kategori rasio CAMEL (capital, assets, management, earnings, dan liquidity). Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Terdapat perbedaan signifikan rasio-rasio keuangan bank yang bermasalah dan yang tidak bermasalah pada rasio capital adequacy ratio (CAR), rasio aktiva produktif bermasalah (APB), penyisihan penghapusan aktiva produktif


(1)

tinggi dibandingkan dengan model yang dibentuk berdasarkan rasio-rasio keuangan pada perode dua tahun sebelum terjadinya financial distress.

B. Keterbatasan Penelitian

Meskipun penelitian ini telah dirancang dengan sebaik-baiknya, namun masih terdapat beberapa keterbatasan, yaitu:

1. Sampel yang digunakan hanya satu sektor usaha yaitu sektor manufaktur sehingga analisis rasio keuangan yang secara spesifik menyebabkan financial distress pada jenis industri tertentu tidak dapat dilakukan;

2. Tidak membedakan karakteristik perusahaan berdasarkan besarnya aktiva yang dimiliki karena besarnya aktiva perusahaan dapat membedakan kemampuan perusahaan untuk menggerakkan likuiditas pada saat terjadi tekanan keuangan. Selain itu faktor-faktor nonkeuangan seperti kesetiaan pelanggan, perputaran pegawai, pertumbuhan ekonomi, tingkat pengangguran, dan inflasi serta parameter politik tidak digunakan dalam penelitian yang kemungkinan akan diperoleh tingkat prediksi financial distress suatu perusahaan yang lebih akurat; 3. Proksi financial distress hanya menggunakan data akuntansi yaitu angka-angka

laporan keuangan. Penambahan kriteria nonakuntansi kemungkinan akan memberikan gambaran yang lebih akurat mengenai kondisi financial distress suatu perusahaan sehingga model prediksi yang dihasilkan dapat bersifat umum.


(2)

C. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan diberikan saran sebagai berikut: 1. Bagi para pengguna informasi rasio keuangan perusahaan, antara lain:

a. Auditor dalam pertimbangan mengenai kemampuan going concern perusahaan yang diauditnya dapat memperhatikan rasio profitabilitas berupa

ROA, serta rasio likuiditas berupa Cash to total assets ratio dan Net working capital to total assets ratio. Bila profitabilitas perusahaan sudah negatif serta

terjadinya peningkatan jumlah kas dibandingkan dengan total aktiva tetapi Net

working capital to total assets ratio negatif, terutama jika terjadi selama

beberapa tahun, auditor perlu meningkatkan profesional judment-nya;

b. Manajer perusahaan dapat menggunakan model prediksi yang dihasilkan untuk menaksir kondisi perusahaannya, sehingga dapat lakukan upaya-upaya perbaikan manajemen untuk mencegah ke arah kesulitan keuangan yang lebih parah;

c. Pemerintah dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk mengambil sikap dan mengeluarkan peraturan untuk melindungi masyarakat dan negara dari kerugian yang mungkin ditimbulkan akibat kesulitan keuangan;

d. Pemberi pinjaman dapat menggunakan model prediksi dalam penentuan

rating credit atau pengukuran risiko pemberian kredit sehingga dapat

dikurangi terjadinya default pembayaran kredit oleh perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan.


(3)

2. Bagi para peneliti berikutnya yang akan melakukan penelitian sejenis, diharapkan:

a. Menggunakan sampel yang mewakili seluruh sektor industri yang ada di Bursa Efek Indonesia sehingga model yang dihasilkan dapat lebih digeneralisasi serta menggunakan rasio industri untuk mengeliminir pengaruh perbedaan sektor industri terhadap indikator pembeda antara perusahaan yang mengalami financial distress dan yang tidak mengalami financial distress sehingga dapat diketahui rasio-rasio keuangan yang secara akurat merepresentasikan perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan;

b. Menambahkan indikator yang digunakan sebagai prediksi selain rasio-rasio keuangan, seperti ukuran perusahaan, nilai pasar ekuitas, dan indikator non-akuntansi (selain yang diturunkan dari laporan keuangan) seperti tata kelola perusahaan, perputaran karyawan, kepuasan dan kesetiaan pelanggan, serta penguasaan pasar;

c. Mengembangkan parameter-parameter nonbangkrut yang digunakan dalam menentukan proksi financial distress selain angka-angka laporan keuangan, seperti status kegagalan membayar hutang dan adanya upaya restrukturisasi hutang.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Almilia, Luciana Spica dan Emanuel Kristajadi, Desember, 2003. Analisis Rasio Keuangan untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Akuntansi dan

Auditing Indonesia, Volume 7, Nomor 2, Yogyakarta: UII.

________________ dan Winny Herdiningtyas, November, 2005. Analisis Rasio CAMEL terhadap Prediksi Kondisi Bermasalah pada Lembaga Perbankan Periode 2000-2002, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Volume 7, Nomor 2, Yogyakarta: UII.

________________, Maret, 2006. Prediksi Kondisi Financial Distress Perusahaan Go-Public dengan Menggunakan Analisis Multinomial Logit, Jurnal Ekonomi

dan Bisnis, Volume XII, Nomor 1, Semarang: STIE Stikubank.

Altman, Edward I., September, 1968. Financial Ratios, Discriminant Analysis and the Prediciton of Corporate Bankcruptcy, The Journal of Finance, Volume 23, Number 4, New York: American Finance Association.

________________ dan Edith Hotchkiss, Desember, 2003. Corporate Financial

Distress and Bancruptcy: Predict and Avoid Bankruptcy, Analyze and Invest in Distressed Debt, Third Edition, New Jersey: John Wiley and Sons, Inc.

Brahmana, Rayenda K., Oktober, 2007. Identifying Financial Distress Condition in Indonesia Manufacture Industry, e-Journals Perhimpunan Pelajar

Indonesia-United Kingdom, London.

Brigham, Eugene F. dan Louis C. Gapenski, 1997. Financial Management: Theory

and Practice, Eight Edition, New York: The Dryden Press.

________________ dan Philip R. Daves, 2003. Intermediate Financial Management, Eight Edition, Ohio: Thomson South-Western.

Davila, Antonio, Juni, 1996. Preapring and Using the Statement of Cash Flows, Boston: Harvard Business School Publishing.


(5)

Financial Accounting Sandard Boards, 1978. Objective of Financial Reporting by

Business Enterprises, Statement of Financial Accounting Concepts No. 1.

Foster, George, 1986. Financial Statement Analysis, Second Edition, New Jersey: Prentice-Hall International.

Ghozali, Imam, April, 2007. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS, Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hadad, Muliaman D., dkk, Juni, 2004. Model Prediksi Kepailitan Bank Umum

di Indonesia, Jakarta: Bank Indonesia-Biro Stabilitas Sistem Keuangan.

Hair, Joseph F., et al., 2002. Multivariate Data Analysis, 5th Edition, New Jersey: Prentice-Hall International.

Harahap, Sofyan Syafri, 2006. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan, Edisi Kelima, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat.

Kahya, Emel dan Panayiotis Theodossiou, 1999. Predicting Corporate Financial

Distress: a Time-Series CUSUM Methodology. Review of Quantitative Finance and Accounting, Boston: Kluwer Academic Publishers.

Keown, Arthur J., et al., 1991. Basic Financial Management, 5th Edition, New Jersey: Prentice-Hall Inc.

Lau, Ling, Amy Hing, 1987. A Five-States Financial Distress Predicitoin Model,

Journal of Accoutning Research, Volume 25, Number 1, Oklahoma:

Blackwell Publishing Limited.

Lubis, Ade Fatma dan Adi Syahputra, 2008. Pedoman Penulisan: Proposal dan Tesis

(Program Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara), Medan: Waty Grafika.

Miranti, Ermina, September, 2007. Mencermati Kinerja Tekstil Indonesia: Antara Potensi dan Peluang, Economic Review, Nomor 209, Jakarta: BNI.

Platt, Harlan D. dan Marjorie B. Platt, 2002. Predicting Corporate Financial Distress: Reflections on Choice-based Sample Bias, Journal of Economics and


(6)

________________, 2006. Uderstanding Differences Between Financial Ditress and Bankruptcy, Review of Applied Economics, Volume, Number 2, Illinois. Prihadi, Toto, 2008. Deteksi Cepat Kondisi Keuangan: 7 Analisis Rasio Keuangan,

Jakarta: PPM.

Subramanyam, K.R., John J. Wild, dan Robert F. Halsey, 2005. terj. Analisis Laporan

Keuangan, Edisi Kedelapan, oleh Yanivi S. Bachtiar dan S. Nurwahyu

Harahap, Jakarta: Salemba Empat.

Sugiyono, 2006. Metode Penelitian Bisnis, Edisi Kesembilan, Bandung: CV Alfabeta. Whitaker, Richard B., 1999. The Early Stages of Financial Distress, Journal