BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) Terkait dengan Hak Menerima Kunjungan Keluarga Bagi Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Isu-isu strategis Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia sebagai gambaran keadaan yang terus menerus dihadapi dalam upaya untuk

  mewujudkan sistem hukum nasional yang mencakup pembangunan substansi hukum, penyempurnaan struktur hukum dan pelibatan seluruh komponen masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum tinggi untuk mendukung pembentukan sistem hukum nasional yang dicitacitakan sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan

1 Jangka Panjang Nasional 2005-2025.

  Tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan sistem hukum nasional sebagaimana yang dicita-citakan adalah mewujudkan sistem hukum nasional yang menjamin tegaknya supremasi hukum dan hak asasi manusia yang berdasarkan keadilan dan kebenaran. Berlandaskan hal tersebut maka dirumuskan visi dan misi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yaitu : 1.

  Visi : Masyarakat Memperoleh Kepastian Hukum 2. Misi : Melindungi Hak Asasi Manusia 3. Tata Nilai :

  a) Kepentingan Masyarakat;

  b) Integritas;

  c) Responsif;

  d) Akuntabel;

  e) 1 Profesional.

  Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Idonesia, bulan Maret tahun 2009, halaman 18. Tujuan merupakan penjabaran dari misi dan juga dimaksudkan sebagai kerangka dasar serta arah pelaksanaan kebijakan dan kegiatan prioritas pembangunan.

  Tujuan pembangunan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia tahun 2010-2014 adalah :

1. Menciptakan supremasi hukum; 2.

  Memberdayakan masyarakat untuk sadar hukum dan hak asasi manusia 3. Memperkuat manajemen dan kelembagaan secara nasional;

  2 4.

  Meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

  Sasaran tersebut tercermin dari persepsi masyarakat pencari keadilan untuk merasakan kenyamanan, kepastian, keadilan, dan keamanan dalam berinteraksi dan mendapat pelayanan dari para penegak hukum. Penegakan hukum merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dan sangat penting dalam menjaga sistem demokrasi yang berkualitas dan juga mendukung iklim berusaha yang baik agar kegiatan ekonomi dapat berjalan dengan pasti, aman dan efisien dalam rangka mencapai kesejahteraan rakyat. Sasaran reformasi penegakan hukum adalah tercapainya suasana dan kepastian keadilan melalui penegakan hukum dan terjaganya ketertiban

  3 umum.

  Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tetapi juga

  2 3 Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP), Ibid, halaman 18-19 Laporan Akuntabilitas Kinerja (LAKIP), Ibid, halaman 19-20 merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial warga binaan pemasyarakatan telah melahirkan suatu sistem pembinaan yang sejak lebih dari tiga puluh tahun yang lalu dikenal dan dinamakan sistem pemasyarakatan.

  4 Pasal 1 ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

  Pemasyarakatan, Sistem Pemasyarakatan adalah: Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali dalam lingkungan masyarakat,dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

  5 Rumusan Pasal 1 ayat (2) tersebut terlihat bahwa sistem pemasyarakatan adalah

  suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina yang dibina dan masyarakat untuk mewujudkan suatu peningkatan warga binaan pemasyarakatan yang menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar sebagai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab.

  6

  4 Adi Sujatno, Sistem Pemasyarakatan Indonesia Membangun Manusia Mandiri (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, 2004), halaman 1-2. 5 Marlina, Hukum Penitensier, (Penerbit Refika Aditama, Bandung, Cetakan Kesatu, Juni 2011), halaman 125. 6 Marlina, Ibid.

  Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa unsure-unsur sistem pemasyarakatan adalah Pembina, (personil/staf lembaga pemasyarrakatan, yang dibina (narapidana) dan masyarakat. Selanjutnya menurut Pasal 1 ayat 1 Undang- undang Nomor 12 Tahun 1995 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan pemasyarakatan merupakan kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan dan cara pembinaan yang

  7 merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana.

  Kepala Lembaga Pemasyarakatan bertanggung jawab atas keamanan dan ketertiban di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) yang dipimpinya. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) berwenang memberikan tindakan disiplin atau menjatuhkan tindakan disiplin terhadap warga binaan pemasyarakatan yang melanggar peraturan keamanan dan ketertiban di lingkungan Lembaga

  8 Pemasyarakatan (LAPAS) yang dipimpinnya.

  Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH-OT.02.02 Tahun 2009 tentang Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan, menyatakan bahwa fungsi keamanan, di tiap Unit Pelaksana Teknis

  7 8 Marlina, Ibid, halaman 126.

  Darwan Prinst, Hukum Anak Indonesia, (Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997), halaman 188.

  (UPT), pada prinsipnya dimaksudkan untuk memberikan rasa aman kepada tahanan,

  

9

narapidana dan anak didik pemasyarakatan.

  Keamanan juga ditujukan untuk mencegah terjadinya kekerasan antar narapidana, kekerasan kepada petugas dan pengunjung, dan mencegah terjadinya bunuh diri. Keamanan juga menjadi pendukung utama pencegahan pengulangan tindak pidana, pelarian, pencegah terjadinya kerusuhan atau pembangkangan pada tata tertib, dan terhadap masuknya benda-benda yang tidak diperkenankan masuk kedalam hunian.

  Pengamanan juga diberikan pada narapidana yang berpindah tempat atau keluar untuk menjalani proses pemeriksaan tertentu, seperti pemeriksaan di pengadilan, kesehatan, dan keperluan lainnya. Pelaksanaan pengamanan di Unit Pelaksana Teknis (UPT) tidak dapat dipisahkan dari kepentingan lembaga pemasyarakatan untuk mengawal proses pembinaan. Dalam melaksanakan fungsi pengamanan terdapat beberapa hal yang harus menjadi perhatian petugas keamanan, di mana pengamanan dengan tindakan yang berlebihan, dengan mengabaikan hak-hak dasar akan berdampak pada terganggunya keamanan dan ketertiban masyarakat di Unit Pelaksana Teknis (UPT).

  Pengamanan yang tidak memperhatikan hak dasar narapidana rentan akan pembangkangan, ketidakpatuhan dan kerusuhan. Keseimbangan antara keamanan

9 Pdffactory Pro www.pdffactory.com, blue print, diakses, July 29, 2012, 9:59:11 PM, halaman 136-138.

  dengan proses integrasi masyarakat, utamanya kepentingan narapidana menjadi perspektif yang harus dimiliki petugas. Diperlukan pula keseimbangan antara

  10 keamanan dengan hak dasar yang tidak boleh dihambat.

  Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum.

  Issue hak asasi manusia itu sebenarnya terkait erat dengan persoalan penegakan hukum dan keadilan itu sendiri. Karena itu, sebenarnya, tidaklah terlalu tepat untuk mengembangkan istilah penegakan hak asasi manusia secara tersendiri. Lagi pula, apakah hak asasi manusia dapat ditegakkan? Bukankah yang ditegakkan itu adalah aturan hukum dan konstitusi yang menjamin hak asasi manusia itu, dan bukannya hak asasinya itu sendiri? Namun, dalam praktek sehari-hari, kita memang sudah salah kaprah. Kita sudah terbiasa menggunakan istilah penegakan „hak asasi manusia‟. Masalahnya, kesadaran umum mengenai hak-hak asasi manusia dan kesadaran untuk

10 Pdffactory Pro www.pdffactory.com, Ibid, diakses, July 29, 2012, 9:59:11 PM.

  menghormati hak-hak asasi orang lain di kalangan masyarakat kita pun memang

  11 belum berkembang secara sehat.

  Hak asasi manusia (HAM) merupakan hak-hak yang melekat pada manusia yang mencerminkan martabatnya, yang harus memperoleh jaminan hukum, sebab hak-hak hanya dapat efektif apabila hak-hak itu dapat dilindungi hukum. Melindungi hak-hak dapat terjamin, apabila hak-hak itu merupakan bagian dari hukum, yang

  12 memuat prosedur hukum untuk melindungi hak-hak tersebut.

  Hukum pada dasarnya merupakan pencerminan dari hak asasi manusia sehingga hukum itu mengandung keadilan atau tidak, ditentukan oleh hak asasi manusia yang dikandung dan diatur atau dijamin oleh hukum itu. Hukum tidak lagi dilihat sebagai refleksi kekuasaan semata-mata, tetapi juga harus memancarkan perlindungan terhadap hak-hak warga negara.

  Hukum berlandaskan pada nilai-nilai kemanusiaan. Hukum yang berlandaskan nilai-nilai kemanusiaan mencerminkan norma-norma yang menghormati martabat manusia dan mengakui hak asasi manusia. Norma-norma yang mengandung nilai- nilai luhur yang menjungjung tinggi martabat manusia dan menjamin hak asasi

  13 manusia, berkembang terus sesuai dengan tuntutan hati nurani manusia.

  11 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor: M.HH- OT.02.02 Tahun 2009 tentang Cetak Biru Pembaharuan Pelaksanaan Sistem Pemasyarakatan. 12 Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, (Refika Aditama, Bandung, 2006), halaman 7. 13 Muladi, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana. (Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1995), halaman 45.

  Indonesia mengakui dan menjunjung tinggi hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia sebagai yang secara kodrati melekat pada dan tidak terpisahkan diri manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan demi peningkatan

  14 martabat kemanusiaan, kesejahteraan, dan kecerdasan serta keadilan.

  Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan

  15 martabat manusia.

  Sahardjo, mengatakan untuk memperlakukan narapidana diperlukan landasan sistem pemasyarakatan, yaitu: Bahwa tidak saja masyarakat diayomi terhadap diulangi perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga orang yang tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna di dalam masyarakat. Dari pengayoman itu nyata bahwa menjatuhkan pidana bukanlah tindakan balas dendam dari negara …, tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan melainkan dengan bimbingan. Terpidana juga tidak dijatuhi pidana siksaan, melainkan pidana hilang kemerdekaan…., negara telah mengambil kemerdekaan seseorang dan yang pada waktunya mengembalikan orang itu ke masyarakat

  16 lagi, mempunyai kewajiban terhadap orang terpidana itu dan masyarakat.

  Narapidana bukan saja obyek melainkan juga subyek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan 14 15 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 16 Pdffactory Prouu39_1999 , diakses August , , 9:53:11 AM C.I. Harsono, Sistem Baru Pembinaan Narapidana, (Penerbit Djambatan, Jakarta, 1995),

  halaman 1. yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan Narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama, atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana.

  Sudarto mengatakan bahwa: “Perkataan pemidanaan sinonim dengan istilah “penghukuman”. Penghukuman sendiri berasal dari kata “hukum”, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan hukum atau memutuskan tentang hukumannya (berechten). Menetapkan hukuman ini sangat luas artinya., tidak hanya dalam lapangan hukum pidana saja tetapi juga bidang hukum lainnya. Oleh karena istilah tersebut harus disempitkan artinya, yakni penghukuman dalam perkara pidana yang kerapkali sinonim dengan pemidanaan atau pemberian atau penjatuhan pida na oleh hakim”.

17 Berdasarkan pendapat Sudarto tersebut, dapat diartikan bahwa pemidanaan

  dapat diartikan sebagai penetapan pidana dan tahap pemberian pidana. Tahap pemberian pidana dalam hal ini ada dua arti, yaitu dalam arti luas yang menyangkut pembentuk undang-undang yang menetapkan stelsel sanksi hukum pidana. Arti konkret, yang menyangkut berbagai badan yang mendukung dan melaksanakan

  stelsel sanksi hukum pidana tersebut.

  Pemidanaan adalah upaya untuk menyadarkan narapidana agar menyesali perbuatannya, dan mengembalikannya menjadi warga masyarakat yang baik, taat kepada hukum, menjunjung tinggi nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan, sehingga

17 Marlina, Op. cit, halaman 33.

  tercapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib, dan damai. Narapidana adalah

  18 terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.

  Asas persamaan perlakuan dan pelayanan merupakan salah satu azas pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan, yaitu warga binaan pemasyarakatan mendapat perlakuan dan pelayanan yang sama di dalam Lembaga Pemasyarakatan, tanpa membedakan orangnya. Salah satu hak narapidana pidana

  19 adalah hak menerima kunjungan keluarga, penasihat, atau orang tertentu lainnya.

  Filosofi keamanan memberi arah tentang pemahaman keamanan itu sendiri. Pemahaman tentang keamanan mengandung arti sebagai suatu situasi dan kondisi yang mengandung adanya perasaan bebas dari gangguan fisik dan psikis (security), perasaan bebas dari kekhawatiran (surety) dan perasaan damai lahiriah maupun batiniah (peace) dalam suasana tertib (order), dimana segala sesuatu berjalan secara teratur, yang merangsang gairah kerja dan kesibukan dalam rangka mencapai kesejahteraan (makmur) serta dapat hidup rukun, berdampingan antar individu, antar

  20 masyarakat dan antar Negara (sentosa).

  Bahwa keamanan dan tata tertib yang mantap di Lembaga Pemasyarakatan adalah syarat mutlak bagi berhasilnya usaha pembinaan. Untuk mencapai keamanan dan tata tertib tersebut, perlu diadakan peraturan tata tertib dan penjagaan Lembaga

  18 19 Marlina, Ibid, halaman 34. 20 Darwan Prinst, Op.cit, halaman 173, 175, 178.

  Hermawan Sulistyo, Keamanan Negara, Kemanan Nasional Dan Civil Society, (Penerbit Pensil-324, Jakarta, 2009), halaman 70. Pemasyarakatan yang disebut dengan Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP). Kepala Lembaga Pemasyarakatan adalah bertanggung jawab terhadap keamanan dan tata tertib Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).

  21 Keamanan dan tata tertib yang kondusif merupakan faktor utama dalam pelaksanaan pembinaan narapidana di Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS).

  Keamanan dan tata tertib sebagai penunjang pembinaan tersebut diatas bila suatu dalam lingkungan lembaga keamanan terganggu akan mempengaruhi lingkungan tersebut, pembinaan narapidana dan aktifitas yang telah ditentukan akan terganggu pula.

22 Prosedur Tetap (PROTAP) Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan, menyebutkan: 1.

  Setiap narapidana / anak didik pemasyarakatan berhak mendapatkan kunjungan dari keluarga, penasehat hukum, rohaniawan, dokter pribadi atau badan sosial.

  2. Setiap orang yang akan berkunjung ke Lapas harus ada ijin dari Kalapas atau pejabat yang ditunjuk.

  3. Pengaturan mengenai hari, waktu kunjungan dan persyaratan lainnya ditetapkan oleh Kalapas.

  4. Pelaksanaan kunjungan dilakukan oleh unit pembinaan dan pengamannya oleh KPLP.

  5. Dalam setiap pelaksanaan petugas pencatatan dan pendaftaranmwajib meneliti identitas pengunjung beserta barang-barang bawaannya yang akan diserahkan kepada narapidana / anak didik pemasyarakatan dan dicatat dalam Buku Kunjungan.

  6. Petugas pencatatan dan pendaftaran wajib menanyakan kepada pengunjung apakah membawa barang-barang terlarang yang dibawa masuk ke Lapas.

  21 H.L. Batubara, Sosialisasi tentang Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP), http://www.hlbatubara.co.cc, posted 012/02/.html, diakses tanggal 24 Juli 2012, 23:30:05. 22 H.L. Batubara, Ibid, diakses tanggal 24 Juli 2012, 23:30:05.

  7. Sebelum dipertemukan Karupam/Petugas Pengamanan wajib menanyakan terlebih dahulu keadaan Narapidana/Anak Didik Pemasyarakatan yang akan dikunjungi apakah mengenal pengunjung tersebut. Pengunjung dean Narapidana/Anak Didik Pemasyarakatan yang mendapat kunjungan wajib digeledah baik sebelum maupun sesudah kunjungan.

  8. Diusahakan agar sebelum dipertemukan pengunjung dan yang dikunjungi dalam keadaan aman.

  9. Khusus untuk kunjungan dokter pribadi wajib ada rekomendasi dari Dokter

  23 Lapas.

  Praktik pungutan liar (pungli) di Lembaga Pemasyarakatan memang seolah- olah telah menjadi fenomena keseharian yang bahkan cenderung dianggap lumrah oleh kebanyakan orang. Praktik demikian bahkan telah demikian akut sehingga dianggap sebagai sebuah “keharusan” yang apabila tidak dilakukan maka seseorang akan mengalami hambatan dalam mendapatkan tujuannya. Masyarakat seolah telah “dipaksa” patuh terhadap “peraturan” yang dibuat oleh oknum petugas, dimana bila ingin mengunjungi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan, maka harus terlebih dahulu memberikan sejumlah uang untuk memperoleh izin masuk. Larangan yang tertera di depan pintu Lapas, yang secara tegas meny atakan “Dilarang Memberi

  24 Uang”, seolah hanya menjadi simbol bisu penghias tembok.

  Adanya permainan oleh oknum petugas Lembaga Pemasyarakatan mengenai jam besuk tersebut terjadi apabila keluarga narapidana yang datang berkunjung

  23 Keputusan Direkur Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Assasi Manusia Nomor: E.22.PR.08.03 Tahun 2001 tentang Prosedur Tetap (PROTAP) Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan . 24 Surat Kabar Kompas, Edisi hari Selasa, tanggal 30 Juni 2009, dalam bagian Redaksi Yth, halaman 7, dengan judul

  “Siapkan Uang Untuk Besuk Tahanan Di Lapas”, (Jakarta, 29 Nopember 2010), halaman 1-2.

  Pikiran dan hati warga memberikan “keuntungan” bagi oknum petugas tersebut. binaan pemasyarakatan tersebut pasti tidak akan tenang, penuh dengan kecemasan, mengingat keluarga yang datang untuk mengunjunginya belum tentu sanggup untuk

  25 memberikan sejumlah uang yang diminta oleh oknum petugas Lapas.

  Permasalahan tersebut diatas pada umumnya masih terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan (LAPAS) di Indonesia, termasuk di dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan. Hal ini dilatarbelakangi berbagai faktor, diantaranya adanya permainan oknum petugas melakukan pungutan liar, narapidana yang bekerja sebagai tamping (pembantu petugas) dan adanya unsur saling membutuhkan antara pihak keluarga narapidana yang datang berkunjung dengan oknum petugas serta belum adanya suatu peraturan pemerintah (PP) yang mengatur secara khusus tentang hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

  Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis (UPT) dibawah naungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Kantor Wilayah Sumatera Utara adalah sebagai wadah untuk melakukan pembinaan dan pengembangan warga binaan pemasyarakatan dibentuk untuk satu tujuan mulia, yaitu agar warga binaan pemasyarakatan dapat menjadi manusia yang seutuhnya, yang mampu menyadari kesalahannya di masa lalu dan tidak lagi melakukan kesalahan yang sama di masa mendatang. Dengan demikian 25 Ibid. ketika mereka selesai menjalani masa hukuman dan keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, warga binaan pemasyarakatan diharapkan dapat diterima dengan baik dan menyatu kembali dalam dilingkungan masyarakat.

  Guna mencapai tujuan mulia tersebut, Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan, dalam proses pembinaannya, warga binaan pemasyarakatan diberikan berbagai hak dan kewajiban. Salah satu hak warga binaan pemasyarakatan adalah hak untuk menerima kunjungan keluarga sebagaimana yang diatur secara tegas di dalam Pasal 14 ayat (1) huruf h Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

  Berdasarkan hasil penelitian, narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan, pada bulan Mei tahun 2012, yaitu berjumlah kurang lebih 2.128 orang.

  Sedangkan keluarga narapidana yang datang berkunjung untuk membesuk narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan, setiap harinya kecuali hari Minggu/Libur, yaitu berjumlah lebih kurang 100 orang dan setiap bulannya diperkirakan sekitar 2.460 orang. Agar lebih jelasnya, dapat dilihat pada table berikut ini:

  

Tabel 1

Jumlah Pengunjung Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

Dari Bulan Januari S/D Mei 2012

No Bulan Jumlah Pengunjung

  1 Januari 2.460

  2 Pebruari 2.447

  3 Maret 2.457

  4 April 2.460

  5 Mei 2.456

  Jumlah Keseluruhan 12.280 Sumber: Buku Layanan Kunjungan Lapas Klas I Medan, Januri s/d Mei 2012. Tablel 1 tersebut menunjukkan bahwa jumlah pengunjung narapidana setiap

  26

  bulannya di realtif besar. Menurut JET Gultom, dengan jumlah tersebut, harus dilakukan pengamanan ekstra dalam memberikan pelayanan kunjungan bagi keluarga narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

  Data jumlah pengunjung tersebut merupakan data yang dikalkulasikan setiap minggunya, yaitu: bulan Januari 2012, terdiri dari: minggu pertama berjumlah 630 orang, minggu kedua berjumlah 620 orang, minggu ketiga berjumlah 609 orang, dan minggu keempat berjumlah 601 orang, bulan Pebruari 2012, terdiri dari minggu pertama berjumlah 625 orang, minggu kdua berjumlah 615 orang, minggu ketiga berjumlah 605 orang, dan minggu keempat berjumlah 602 orang, bulan Maret 2012, terdiri dari minggu pertama berjumlah 632 orang, minggu kedua berjumlah 618 orang, minggu ketiga berjumlah 602 orang, dan minggu keempat berjumlah 603 orang, bulan April 2012, terdiri dari minggu pertama berjumlah 633 orang, minggu kedua berjumlah 617 orang, minggu ketiga berjumlah 607 orang, dan minggu keempat berjumlah 603 orang, dan bulan Mei 2012, terdiri dari minggu pertama berjumlah 628 orang, minggu kedua berjumlah 621 orang, minggu ketiga berjumlah

  27 605 orang, dan minggu keempat berjumlah 601 orang.

  26 Wawancara, JET Gultom, (Plh. Kepala Kesatuan Pengamaman Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan), tanggal 01 Juni 2012. 27 Buku Layanan Kunjungan, Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan, Januari s/d Mei Tahun 2012.

  Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian di dalam tesis ini yang berjudul: Peraturan Penjagaan Lembaga

  Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan Hak Menerima Kunjungan Keluarga Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah tersebut diatas, maka penulis membuat suatu rumusan masalah yaitu:

  1. Apakah pengaturan tentang Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana dapat dilaksanakan dengan baik di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan?

  2. Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi di dalam Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan?

  3. Upaya-upaya apa saja yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan di dalam Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan?

C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian di dalam tesis ini adalah untuk:

1. Mengetahui pengaturan tentang Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan

  (PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana dapat dilaksanakan dengan baik di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

  2. Mengetahui hambatan-hambatan yang dihadapi di dalam penjagaan lembaga pemasyarakatan (PPLP) kaitannya dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

  3. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan-hambatan pada peraturan penjagaan lembaga pemasyarakatan (PPLP) kaitannya dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

D. Manfaat Penelitian

  Manfaat dari penelitian yang dilakukan ini dibedakan dalam manfaat teoritis dan manfaat praktis yaitu :

1. Manfaat Teoritis a.

  Memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan untuk lembaga pemasyarakatan pada khususnya yang berhubungan dengan peraturan penjagaan lembaga pemasyarakatan (PPLP) kaitannya dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

  b.

  Menambah khasanah Perpustakaan.

2. Manfaat Praktis a.

  Memberikan informasi dan menambah wawasan pemikiran bagi masyarakat bagaimana peraturan penjagaan lembaga pemasyarakatan (PPLP) kaitannya dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

  b.

  Sebagai bahan masukan bagi penyempurnaan perundang-undangan nasional khususnya yang berhubungan dengan peraturan penjagaan lembaga pemasyarakatan (PPLP) kaitannya dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

  E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan penelusuran terhadap judul dan hasil penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya, khususnya di Perpustakaan Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU), maka penulisan tesis yang berjudul Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) terkait dengan hak menerima kunjungan keluarga bagi narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan belum pernah dilakukan penelitian sesuai dengan judul tersebut.

  F. Kerangka Teori/Konsepsi

1. Kerangka Teori

  Teori Lawrence M. Friedman tentang unsur-unsur sistem hukum adalah: a. Substance (Substansi Hukum)

  Substansi hukum adalah aturan, norma dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu. Substansi hukum tidak hanya menyangkut peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam kitab-kitab hukum (law in books) tetapi juga pada hukum yang hidup (living law

  ) termasuk didalamnya “produk” yang dihasilkan oleh orang-orang yang berada dalam sistem itu, misalnya keputusan-

  28 keputusan yang mereka keluarkan dan aturan-aturan yang mereka susun.

  Civil Law (yang berakar pada tradisi Romantic Law) mempunyai tradisi untuk

  mengelompokkan substansi hukum secara sistematis dalam bagian-bagian, seperti hukum perdata: hukum tentang orang, hukum benda, hukum perikatan, dalam lain- lain. Tradisi Common Law tidak mengenal demikian, namun belakangan ini sejumlah ahli hukum Common Law mencoba membuat pengelompokan hukum.

  Nathan Dane di USA menyusun buku ringkasan hukum Amerika (Abridgement

of American Law ) mencoba menyusun kasus-kasus hukum secara alfabetis, dan

  membaginya dalam beberapa topik seperti hukum kontrak, perbuatan melanggar hukum, hukum harta kekayaan, hukum waris, hukum keluarga, hukum perusahaan, dan lain-lain. Telah terjadi kecenderungan substansi hukum antara dua sistem hukum besar (Civil Law and Common Law) saling mempengaruhi (divergence-

  29 Convergence ).

  28 Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Bahan Kuliah: Sistem Hukum (Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009), halaman 7 29 Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Ibid, halaman 7 b.

  Structure (Struktur Hukum) Struktur dari sistem hukum terdiri dari unsure-unsur jumlah dan ukuran pengadilan, yuridiksi tiap-tiap peradilan dan upaya-upaya hukum. Struktur hukum juga menyangkut bagaimana keputusan politik diambil dan bagaimana legislative ditata. Struktur hukum juga menyangkut penataan badan-badan penegak hukum lainnya, seperti jaksa, polisi, pengacara, dan badan-badan lainnya. Suatu unsur yang sangat penting dalam struktur hukum adalah bagaimana agency-agency/organ- organ/pejabat-pejabat yang melaksanakan fungsi structural tersebut diawasi dengan

  

30

sebuah sistem pengawasan yang memadai.

  c.

  Culture (Budaya Hukum) Budaya hukum menyangkut sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum, bisa meliputi persoalan-persoalan kepercayaan, nilai, pemikiran dan harapan manusia terhadap hukum dan sistem hukum. Budaya hukum dapat diartikan pula sebagai suasana pikiran social dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum digunakan, dihindari atau disalahgunakan.

  Budaya hukum sangat dipengaruhi oleh “sub-budaya hukum” seperti sub-budaya orang kulit putih, orang kulit hitam, orang-orang Katholik, Protestan, Yahudi, Polisi, penjahat, penasehat hukum, pengusaha, dan lain-lain. Sub-sub budaya hukum yang sangat menonjol dan sangat berpengaruh terhadap hukum adalah budaya hukum dari

30 Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Ibid, halaman 8

  “orang dalam (insiders) yaitu hakim dan para penasehat yang bekerja dalam sistem

  31 hukum itu.

  Teori hukum Hans Kelsen menunjukkan bahwa semua hukum positif bersumber

  32

  pada satu induk penilaian etis yang disebut dengan Dengan konsepsi “Grundnorm”. ini Kelsen mengatakan Grundnorm selain berfungsi sebagai dasar juga sebagai tujuan yang hendak dicapai oleh setiap peraturan hukum yang ada. Dikatakan dasar kepatuhan terhadap hukum bukan karena ia dibuat oleh penguasa tetapi karena ia

  33 berasal dari Grundnorm tersebut.

  Berkaitan dengan konsepsi mengenai Grundnorm tersebut dan hubungannya dengan norma-norma hukum yang bersumber darinya, selanjutnya Kelsen memperkenalkan teori jenjang norma hukum (the theory of consretisation of law) yang juga disebut Stufentheorie (theory of hierarchy) yang pada pokoknya melihat sistem hukum sebagai suatu struktur pyramidal. Dikatakan hukum itu mengalir terus melalui proses yang gradual mulai dari norma yang tertinggi yang biasanya sangat abstrak dan umum sampai kepada norma yang paliang rendah yang bersifat individual, kongkret dan dapat dilaksanakan. Norma tertinggi (the supreme law) itu adalah Grundnorm atau hukum dasar atau yang sering disebut konstitusi sebagai

  31 32 Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Ibid, halaman 9. 33 Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Ibid, halaman 3.

  Hikmahanto Juwana, Kumpulan Artikel Tentang Teori Hukum, (Universitas Indonesia, Fakultas Hukum Pascasarjana, Jakarta, 2004), halaman 340.

  

lex superior yang menjadi dasar bagi pembentukan peraturan perundang-undangan

  34 yang dibawahnya.

  Teori hukum murni adalah hukum positif. Ia merupakan teori tentang hukum positif umum, bukan tentang tatanan hukum khusus. Ia merupakan teori hukum umum, bukan penafsiran tentang norma hukum nasional atau internasional tertentu, namun ia menyajikan teori penafsiran. Sebagai sebuah teori, ia terutama dimaksudkan

  35 untuk mengetahui dan menjelaskan tujuannya.

  Teori ini berupaya menjawab pertanyaan apa itu hukum dan bagaimana ia ada, bukan bagaimana ia semestinya ada. Ia merupakan ilmu hukum (yurisprudensi), bukan politik hukum.

  Ia disebut teori hukum “murni lantaran ia hanya menjelaskan hukum dan berupa membersihkan obyek penjelasannya dari segala hal yang tidak

  36 bersangkut-paut dengan hukum.

  O. Notomid jojo dalam bukunya berjudul “demi Keadilan dan Kemanusian”, menyatakan bahwa tujuan hukum meliputi: 1.

  Menimbulkan tata dalam masyarakat, demi damai dan kepastian hukum.

2. Mewujudkan keadilan.

  37 3.

  Menjaga supaya manusia diperlakukan sebagai manusia.

  34 35 Hikmahanto Juwana, Ibid, halaman 341.

  Hans Kelsen, Teori Hukum Murni, Dasar-Dasar Ilmu Hukum Normatif, (diterjemahkan oleh Raisul Muttaqien dari buku Han Kelsen Pure Theory of Law, Penerbit Nusa Media, Bandung, Cetakan

  IV , Agustus 2008), halaman 1 36 37 Ibid.

  Didin Sudirman, Repisisi dan Revitalisasi Pemasyarakatan, Dalam system Pemasyarakatan di Indonesia , (Pusat Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2007), halaman 7 Politik hukum nasional Indonesia sejatinya mengacau kepada visi Negara. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinayatakan bahwa Negara Indonesia bertujuan melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut melaksanakan perdamaian dunia demi terwujudnya masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam kaitan ini, maka hukum sebagai alat rekaya sosial (social engineering) harus dapat mengarahkan

  38 segenap potensi yang dimiliki bangsa agar cita-cita luhur tersebut dapat tercapai.

  Hukum sebagai perintah yang memaksa dalam keberlakuannya dapat saja adil atau sebaliknya. Adil atau tidak adil tidak penting dalam penerapan hukum, karena hal tersebut merupakan kajian ilmu politik dan sosiologi. Hukum dari segi sifatnya dikonsepsikan sebagai suatu sistemyang bersifat logis, tetap dan tertutup (closed logical sistem). Konsep ini secara tegas memisahkan hukum dan moral

  39 (yang berkaitan dengan keadilan).

  Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh 38 Adi Sujatno dan Didin Sudirman, Pemasyarakatan Menjawab Tantangan Zaman, (Penerbit

  Vetlas Production, Jakarta, cetakan pertama, Juli 2008), halaman 105 39 Bismar Nasution dan Mahmul Siregar, Teori Hukum (Teori-Teori Hukum Sociological Jurisprudence ), (Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan, 2009), halaman 20.

  subjek dalam arti yang terbatas atau sempit. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Dalam memastikan tegaknya hukum itu, apabila diperlukan,

  40 aparatur penegak hukum itu diperkenankan untuk menggunakan daya paksa.

  Penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Dalam arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Tetapi, dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.

  Pembedaan antara formalitas aturan hukum yang tertulis dengan cakupan nilai keadilan yang dikandungnya ini bahkan juga timbul dalam bahasa Inggris sendiri dengan dikembangkannya istilah

  „the rule of law‟ versus „the rule of just law‟

  atau dalam istilah „the rule of law and not of man‟ versus istilah „the rule by law‟ yang berarti

  „the rule of man by law‟.

  Istilah

  „the rule of law‟ terkandung makna pemerintahan oleh hukum,

  tetapi bukan dalam artinya yang formal, melainkan mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya. Karena itu, digunakan istilah „the rule of just

  law

  ‟. Dalam istilah „the rule of law and not of man‟ dimaksudkan untuk menegaskan

40 Jimly Asshiddiqie, Makalah: Penegakan Hukum, (PDF Created with deskPDF PDF Writer - Trial:: http://www.docudesk.com, Today, June 05, 2012, 10:08:38 PM), halaman 1.

  bahwa pada hakikatnya pemerintahan suatu negara hukum modern itu dilakukan oleh hukum, bukan oleh orang. Istilah sebaliknya adalah

  „the rule by law‟ yang

  dimaksudkan sebagai pemerintahan oleh orang yang menggunakan hukum sekedar sebagai alat kekuasaan belaka.

  Penegakan hukum itu kurang lebih merupakan upaya yang dilakukan untuk menjadikan hukum, baik dalam arti formil yang sempit maupun dalam arti materiel yang luas, sebagai pedoman perilaku dalam setiap perbuatan hukum, baik oleh para subjek hukum yang bersangkutan maupun oleh aparatur penegakan hukum yang resmi diberi tugas dan kewenangan oleh undang-undang untuk menjamin berfungsinya norma-norma hukum yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan

  41 bernegara.

1. Penegakan Hukum Objektif

  Secara objektif, norma hukum yang hendak ditegakkan mencakup pengertian hukum formal dan hukum materiel. Hukum formal hanya bersangkutan dengan peraturan perundang-undangan yang tertulis, sedangkan hukum materiel mencakup pula pengertian nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Dalam bahasa yang tersendiri, kadang-kadang orang membedakan antara pengertian penegakan

  42 hukum dan penegakan keadilan.

  41 42 Jimly Asshiddiqie, Ibid, halaman 1 Jimly Asshiddiqie, Ibid, halaman 2

  Penegakan hukum dapat dikaitkan dengan pengertian

  „law enforcement‟ dalam

  arti sempit, sedangkan penegakan hukum dalam arti luas, dalam arti hukum materiel, diistilahkan dengan penegakan keadilan. Setiap norma hukum sudah dengan sendirinya mengandung ketentuan tentang hak-hak dan kewajiban-kewajiban para subjek hukum dalam lalu lintas hukum. Norma hukum yang bersifat dasar, tentulah berisi rumusan hak-hak dan kewajibankewajiban yang juga dasar dan mendasar. Karena itu, secara akademis, sebenarnya, persoalan hak dan kewajiban asasi manusia memang menyangkut konsepsi yang niscaya ada dalam keseimbangan konsep hukum dan keadilan. Dalam setiap hubungan hukum terkandung di dalamnya dimensi hak dan kewajiban secara paralel dan bersilang.

  Secara akademis, hak asasi manusia mestinya diimbangi dengan kewajiban asasi manusia. Akan tetapi, dalam perkembangan sejarah, issue hak asasi manusia itu sendiri terkait erat dengan persoalan ketidakadilan yang timbul dalam kaitannya dengan persoalan kekuasaan. Dalam sejarah, kekuasaan yang diorganisasikan ke dalam dan melalui organ-organ negara, seringkali terbukti melahirkan penindasan dan ketidakadilan. Karena itu, sejarah umat manusia mewariskan gagasan perlindungan

  43 dan penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia.

  Gagasan perlindungan dan penghormatan hak asasi manusia ini bahkan diadopsikan ke dalam pemikiran mengenai pembatasan kekuasaan yang kemudian dikenal dengan aliran konstitusionalisme. Aliran konstitusionalime inilah yang 43 Jimly Asshiddiqie, Ibid, halaman 2. memberi warna modern terhadap ide-ide demokrasi dan nomokrasi (negara hukum) dalam sejarah, sehingga perlindungan konstitusional terhadap hak asasi manusia dianggap sebagai ciri utama yang perlu ada dalam setiap negara hukum yang demokratis (democratische rechtsstaat) ataupun negara demokrasi yang berdasar atas

  44 hukum (constitutional democracy).

  Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Negara menjamin kemerdekaan

  45 tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan kepercayannya itu.

  Issue hak asasi manusia itu sebenarnya terkait erat dengan persoalan penegakan hukum dan keadilan itu sendiri. Karena itu, sebenarnya, tidaklah terlalu tepat untuk mengembangkan istilah penegakan hak asasi manusia secara tersendiri. Lagi pula, apakah hak asasi manusia dapat ditegakkan? Bukankah yang ditegakkan itu adalah aturan hukum dan konstitusi yang menjamin hak asasi manusia itu, dan bukannya hak asasinya itu sendiri? Namun, dalam praktek sehari-hari, kita memang sudah salah kaprah. Kita sudah terbiasa menggunakan istilah penegakan „hak asasi manusia‟. 44 Jimly Asshiddiqie Ibid, halaman 2 45 ,

  

Ramly Hutabarat, Persamaan Dihadapan Hukum (Equality Before The Law) Di Indonesia, (Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta, 1985), halaman 55 Masalahnya, kesadaran umum mengenai hak-hak asasi manusia dan kesadaran untuk menghormati hak-hak asasi orang lain di kalangan masyarakat kitapun memang

  46 belum berkembang secara sehat.

2. Aparatur Penegak Hukum

  Aparatur penegak hukum mencakup pengertian mengenai institusi penegak hukum dan aparat (orangnya) penegak hukum. Dalam arti sempit, aparatur penegak hukum yang terlibat dalam proses tegaknya hukum itu, dimulai dari saksi, polisi, penasehat hukum, jaksa, hakim, dan petugas sipir pemasyarakatan. Setiap aparat dan aparatur terkait mencakup pula pihak-pihak yang bersangkutan dengan tugas atau perannya yaitu terkait dengan kegiatan pelaporan atau pengaduan, penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pembuktian, penjatuhan vonis dan pemberian sanksi, serta

  47 upaya pemasyarakatan kembali (resosialisasi) terpidana.

  Aparatur penegak hukum, dalam proses bekerjanya, terdapat tiga elemen penting yang mempengaruhi, yaitu: (1) institusi penegak hukum beserta berbagai perangkat sarana dan prasarana pendukung dan mekanisme kerja kelembagaannya; (2) budaya kerja yang terkait dengan aparatnya, termasuk mengenai kesejahteraan aparatnya, dan (3) perangkat peraturan yang mendukung baik kinerja kelembagaannya maupun yang mengatur materi hukum yang dijadikan standar kerja, baik hukum materilnya maupun hukum acaranya.

  46 47 Jimly Asshiddiqie , Op cit, halaman 3 Jimly Asshiddiqie, Ibid, halaman 4

  Hukum kata Harold J Berman adalah “one the deepest concern of all civilized

  men everywhere”, yaitu merupakan suatu permasalahan yang paling dalam bagi

  manusia yang berperadaban dimanapun juga. Sedangkan menurut Dennis Llyod,

  48

Dokumen yang terkait

Peraturan Penjagaan Lembaga Pemasyarakatan (PPLP) Terkait dengan Hak Menerima Kunjungan Keluarga Bagi Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

27 281 161

Pengaruh Pembebasan Bersyarat Dan Cuti Mengunjungi Keluarga Terhadap Perilaku Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

0 68 125

Pelaksanaan Therapeutic Community Dan Rehabilitasi Terpadu Bagi Narapidana Narkotika Dan Psikotropika Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan Dihubungkan Dengan Tujuan Sistem Pemasyarakatan

7 73 123

Fungsi Dan Peranan Lembaga Pemasyarakatan Dalam Pembinaan Narapidana Wanita Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Tanjung Gusta Medan

4 99 134

Program Rehabilitasi Sosial Bagi Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang Jakarta: Perspektif Pekerjaan Sosial Koreksional

1 8 159

Membangun Sistem Informasi Narapidana Berbasis Website Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Sukamiskin Bandung

1 7 1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Implementasi Asas Equality Before The Law Terhadap Narapidana Dalam Lembaga Pemasyarakatan Kabupaten Sragen

0 0 14

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Implementasi Hak Narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Ternate

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Stres dan Koping Narapidana Wanita di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wanita Tanjung Gusta Medan

0 0 7

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Pengaruh Kualitas Pelayanan Kunjungan Dan Nilai Pengunjung Terhadap Kepuasan Pengunjung Lembaga Pemasyarakatan Kelas Iia Anak Medan

0 0 13