Pengaruh Pembebasan Bersyarat Dan Cuti Mengunjungi Keluarga Terhadap Perilaku Narapidana Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan

(1)

PENGARUH PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENGUNJUNGI KELUARGA TERHADAP PERILAKU NARAPIDANA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN

TESIS

Oleh DAT MENDA 077019034/IM

S

E K O L AH

P A

S C

A S A R JA

NA

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(2)

PENGARUH PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENGUNJUNGI KELUARGA TERHADAP PERILAKU NARAPIDANA DI LEMBAGA

PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Manajemenpada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh DAT MENDA 077019034/IM

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : PENGARUH PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENGUNJUNGI KELUARGA TERHADAP PERILAKU NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN

Nama Mahasiswa : Dat Menda Nomor Pokok : 077019034

Program Studi : Ilmu Manajemen

Menyetujui Komisi Pembimbing:

(Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE) (Ir. Nazaruddin, MT) Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Direktur,

(Prof. Dr. Rismayani, SE, MS) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 14 Agustus 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE Anggota : 1. Ir. Nazaruddin, MT

2. Prof. Dr. Rismayani, SE, MS 3. Dr. Sutarman, M.Sc


(5)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis yang berjudul :

“PENGARUH PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENGUNJUNGI KELUARGA TERHADAP PERILAKU NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN”.

Adalah benar hasil karya saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun sebelumnya, kecuali yang secara tertulis diacu dalam tesis ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan benar dan jelas.

Medan, Agustus 2009 Yang membuat pernyataan,


(6)

ABSTRAK

Dasar hukum dari pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang menyatakan orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah lalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling sedikit Sembilan bulan dari pada itu. Pada hakekatnya pemberian pembebasan bersyarat ini hanyalah merupakan hadiah dari Negara bagi narapidana untuk bebas lebih awal dari masa hukuman yang sebenarnya. Pemberian pembebasan bersyarat ini jika dilihat secara implisit maupun eksplisit hanya merupakan hadiah dari Negara, dimana pada situasi saat itu kondisi narapidana diseluruh Indonesia masih dihuni para narapidana dalam jumlah yang wajar.

Perumusan masalah penelitian ini adalah: Sejauh mana pengaruh pelaksanaan kebijakan Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas terhadap Over Kapasitas penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan?

Tujuan penelitian adalah: Untuk mengetahui pengaruh kebijakan Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas terhadap over kapasitas penghuni Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Hipotesis sebagai berikut: Pembebasan Bersyarat, Cuti menjelang bebas berpengaruh terhadap over kapasitas penghuni pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan survey, jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat penelitiannya adalah penjelasan (explanatory). Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara

(interview), daftar pertanyaan (questionaire), dan studi dokumentasi. Model analisis

data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Populasi adalah seluruh pegawai yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan berjumlah 189 orang. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin dan jumlah sampel penelitian adalah 127 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas berpengaruh signifikan terhadap pengurangan over kapasitas.

Nilai Koefisien determinasi ( R Square) diperoleh sebesar 55,5%. Hal ini berarti bahwa variabel dependen yaitu over kapasitas narapidana dapat dijelaskan oleh variabel independen pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas sebesar 55,5%. Sedangkan sisanya sebesar 44,5% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini


(7)

ABSTRACT

Philosophically, instutionalization is a rehabilitation system that has far leaved the retrebutive philosophy ( revenge), deterence and resociallization. In the article 2 of the Laws no.12 of 1995 regarding rehabilitation, it is confirmed that the objective of the rehabilitation system is implemented for building a rehabilitated community to b actual comonity, bewaring their mistake, correcting themselves and even can actively participate in development and can make their life properly as a good and responsible community. In order to achieve th objective of the rehabilitation system, a program is required for a prisoner such as parole and leave to see their families.

The formulated problem of the study included to where the extend the effect of parole and leave of seeing the family on the behavior of a prisoner in the Lembaga Pemasyarakatan ( Rehabilitation Center) Class I Medan ? The hypotesis included the parole and leave of seeing the family have and effect on the behavior of prisoner in the Rehabilitation Center Calss I Medan.

The objective of the study is to know and analyze the effect of the parole and lease of seeing the family on the behavior of a prison in the Rehabilitation Center Class I Medan. The Theory used to support the discussion of the study included public policy and behavior theories.

The population of the study included all the prisoners who have received their parole and leave to see their famillies of 148 prisoners. The sampling was done by using Slovin’s formulation. The number of samples was of 108 prisoners.

The methods of data collection included interview, questionnaire and documentary study. The method of data analysis included multiple regression analysis. The hypotesis was tested either simltaneously or partialy by using Sofware SPSS version 15.0.

The result of the study showed thst the parole and leave of seeing the family either simultaneously or partially have significant effect on the behavior of the prisoners in the Rehabilitation Center Class I Medan.

The calculated determinative coefficient ( R²) was of 77,1 %. It means that the dependent variable(behavior of prisoner) could be described by the independent variable ( parole and leave of seeing the family as of 77,1 % Whereas the remainning 22.9% could be described by the independent varible exluded in the model of the study.


(8)

KATA PENGANTAR

Penulis Mengucapkan puji dan syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan berkah-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

Penelitian ini merupakan tugas akhir pada Program Studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Judul penelitian yang dilakukan penulis adalah ; ” PENGARUH PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS TERHADAP PERILAKU NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KLAS I MEDAN ’

Selama melakukan penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan moril dan materil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus kepada :

1 Bapak Prof. Chairuddin P.Lubis, DTM & H,.Sp.(AK), Selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ir. T.Chairun Nisa B.,M.Sc selaku Direktur sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera utara.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. A.Rahim Matondang. MSIE selaku Ketua komisi Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan hingga selesainya penulisan tesis ini.

4. Bapak Ir. Nazarudin, MT Selaku Pembimbing yang telah membimbing dan memberikan masukan hingga selesainya tesis ini.

5. Ibu Prof. Dr. Rismayani.SE. MS Selaku Ketua Program Studi Magister ilmu Manajemen Sekolah Pascasajana Universitas Sumatera Utara. Serta pembanding dalam penulisan tesis ini

4. Bapak Dr. Sutarman MSc, Bapak Drs. Syayunan M.Si selaku komisi pembanding atas kritik dan saran yang diberikan dalam perbaikan tesis ini. 5. Departemen Hukum Dan HAM Yang telah memfasilitasi penulis hingga dapat


(9)

6. Kedua orang tua Penulis yaitu, Drs Ngerti Tarigan dan ibunda Baik Br Sembiring, istri tercinta Leli Muliani Bangun.AMK serta anak ku yang kubanggakan Adrian Gemilang Permana Tarigan, adikku Rukun,SPd.MPd kakakku Asmina SPd, Kristina SE, Serta Kakakku Lithermi,AM,keb atas kesabaran, motivasi, dan doa yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Seluruh rekan yang telah mendukung saya Boby hakim Sitanggang, Liberti sitinjak atas saran serta bantuanya dalam penyelesaian tesis ini

Penulis menyadari tesis ini masih banyak memiliki kekurangan dan jauh dari sempurna. Namun harapan penulis smoga tesis ini bermanfaat kepada seluruh pembaca. Smoga kiranya Tuhan Yang Maha Esa memberkati kita semua.Amin.

Medan, Mei 2009 Penulis


(10)

RIWAYAT HIDUP

Dat Menda, dilahirkan di Namo tating Kec, Sei bingai Kab.Langkat Tanggal 04 april 1980, anak ke – Empat dari lima bersaudara dari Ayahanda Drs.Ngerti Tarigan dan Ibunda B.Milala, memiliki seorang istri yang bernama Leli Muliani Bangun AMK dan dikaruniai satu orang anak, yaitu Adrian Gemilang Permana Tarigan.

Menyelesaikan pendidikan Sekolah dasar di SD Negeri Durian Lingga pada tahun 1992, Pendidikan sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri I Namu ukur tamat tahun 1995, Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan di SMK Neg. 9 Medan tamat tahun 1999 dan melanjutkan studi di fakultas Hukum Unpab tamat tahun 2005 dan pada tahun 2007 melanjutkan studi di program studi Magister Ilmu Manajemen Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Penulis bekerja di Departemen Hkum dan HAM Upt. Lapas Klas I Medan sebagai Staff sejak tahun 2000


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2 .PerumusanMasalah ... 5

1.3. Tujuan Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 6

1.5. Kerangka Berpikir... 7

1.6. Hipotesis... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 12

2.1. Penelitian Terdahulu ... 12

2.2.Teori Tentang Perilaku... 16

2.2.1. Pengertian Perilaku ... 16

2.2.2. Pandangan Tentang Perilaku... 16

2.2.3. Jenis-Jenis Perilaku Individu ... 17

2.2.4. Mekanisme Perilaku... 17

2.2.5. Dinamika Perilaku Individu, ditentukan dan dipengaruhi Oleh ... 18


(12)

2.3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku... 23

2.3.1. Faktor Biologis... 23

2.3.2. Faktor-Faktor Sosiopsikologis ... 23

2.4. Perilaku Narapidama... 27

2.5. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Narapidana ... 30

2.5.1. Lost of Liberty ... 30

2.5.2. Lost of autonomy ... 30

2.5.3. Lost of good and sevices ... 31

2.5.4. Lost of hetero seksual relationship... 31

2.5.5. lost of security ... 31

2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pemasyarakatan... 32

2.6.1. Prinsip ... 32

2.6.2. Peran Staf Penjara ... 32

2.6.3. Pendidikan Publik tentang Penjara ... 32

2.6.4. Kualitas Personal Staf (SDM)... 33

2.6.5. Faktor Internal... 33

2.6.6. Faktor Eksternal ... 33

2.7. Pembebasan Bersyarat ... 34

2.7.1. Pengertian Pembebasan bersyarat ... 34

2.7.2. Syarat-syarat Pembebasan Bersyarat ... 34

2.7.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembebasan Bersyarat ... 36

2.8. Cuti Mengunjungi Keluarga... 37

2.8. 1. Pengertian Cuti Mengunjungi Keluarga... 37

2.8.2. Syarat Cuti mengunjungi keluarga... 37

2.8.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cuti Mengunjungi Keluarga ... 38


(13)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 39

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 39

3.2. Metode Penelitian ... 39

3.3. Populasi dan Sampel ... 39

3.3.1. Sampel... 40

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 41

3.5. Jenis dan Sumber Data ... 41

3.5.1. Jenis Data ... 41

3.6. Identifikasi Variabel ... 42

3.7. Definisi Operasional Variabel... 42

3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 44

3.8.1. Uji Validitas ... 44

3.8.1. Uji Reliabilitas ... 44

3.9. Model Analisis Data ... 45

3.10. Uji Asumsi Klasik ... 47

3.10.1. Uji Normalitas ... 47

3.10.2 Uji Multikolonearitas ... 47

3.10.3. Uji Heteroskedastitas ... 48

BAB IV HASILPENELITIANDAN PEMBAHASAN... 49

4.1. Hasil Penelitian... 49

4.1.1. Sejarah berdirinya Lembaga Pemasyarakatan Kls I Medan... 49

4.1.2. Visi dan Misi... 50

4.1.3. Tugas Pokok, fungsi dan Struktur Organisasi... 51

4.1.3.1. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) ... 51

4.1.3.2. Kepala Bagian Tata Usaha ... 52


(14)

4.1.3.4. Kepala Bidang Kegiatan Kerja / Pembinaan

Kemandirian... 52

4.1.3.5. Kepala Bidang Administrasi Keamanan dan Tata Tertib... 53

4.1.3.6. Kepala Kesatuan Pengamanan Lapas dan Staf .. 53

4.2. Karakteristik Responden ... ... 55

4.2.1. Karakteristik Responden Berdasakan jenis kelamin ... 55

4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 56

4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa hukuman.... 56

4.3. Pengujian Validitas dan Reliabilitas istrumen... 57

4.3.1. Uji Validitas instrumen ... 57

4.3.2. Uji Reliabilitas instrumen ... 59

4.3.3. Reliabilitas Instrumen Pembebasan Bersyarat ... 61

4.3.4. Reliabilitas Instrumen Cuti Mengunjungi Keluarga ... 61

4.3.5. Reliabilitas Instrumen Perilaku Narapidana... 62

4.4. Analisis Deskripsi Variabel ... 62

4.4.1. Penjelasan Responden Atas variabel Pembebasan Bersyarat... 62

4.4.1.1. Indikator Remisi... 63

4.4.1.2. Indikator Masa Tahanan... 64

4.4.1.3. Indikator Jaminan... 65

4.4.1.4. Indikator Ketepatan Usul Turun... 66

4.4.1.5. Indikator Masa Percobaan... 67

4.4.2. Penjelasan Responden Atas variabel Cuti Mengunjungi Keluarga ... 67

4.4.2.1. Indikator Pengawalan... 68

4.4.2.2. Indikator Jaminan... 69

4.4.2.3. Indikator Jarak Rumah Dengan Lapas ... 70


(15)

4.4.2.5. Ketepatan Kembali Kelapas... 72

4.4.3. Penjelasan Responden Atas Variabel Perilaku NaraPidana ... 72

4.4.3.1. Indikator Hak Narapidana ... 73

4.4.3.2. Indikator Budaya... 74

4.4.3.3. Indikator Peraturan Lapas ... 75

4.4.3.4. Indikator Besukan Keluarga... 76

4.4.3.5. Indikator Bimbingan ... 77

4.5. Pengujian Asumsi klasik ... 78

4.5.1. Uji Normalitas... 78

4.5.2. Uji Multikolinearitas ... 79

4.5.3. Uji Heterokedasitas ... 80

4.6. Pembahasan... 81

4.6.1. Pegujian Hipotesis Secara Serempak ... 81

4.6.2. Pengujian Hipotesis Secara Parsial ... 83

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 88

5.1. Kesimpulan ... 88

5.2. Saran... 89


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas Dan Terikat... 43

4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan... 56

4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Hukuman... 56

4.4. Uji Validitas Instrumen Pembebasan Bersyarat... 57

4.5. Uji Validitas Instrumen Cuti Mengunjungi Keluarga... 58

4.6. Uji Validitas Instrumen Perilaku Narapidana ... 59

4.7. Uji Reliabilitas Pembebasan Bersyarat ... 61

4.8. Uji Reliabilitas Cuti Mengunjungi Keluarga ... 61

4.9. Uji Reliabilitas Perilaku Narapidana... 62

4.10. Remisi ... 63

4.11. Masa Tahanan ... 64

4.12. Jaminan ... 65

4.13. Ketepatan Usul Turun ... 66

4.14. Masa Percobaan ... 67

4.15. Pengawalan Cuti Mengunjungi Keluarga ... 68

4.16. Jaminan Untuk Cuti Mengunjungi Keluarga ... 69

4.17. Jarak Rumah Dengan Lapas... 70

4.18. Lama Cuti yang Diberikan ... 71

4.19 Ketepatan Kembali Kelapas... 72

4.20 Hak Narapidana... 73

4.21. Budaya ... 74

4.22. Peraturan Lapas... 75

4.23. Besukan Keluarga ... 76

4.24. Bimbingan ... 77


(17)

4.26. Uji Serempak... 82 4.27. Koefisien Determinasi... 83 4.28. Hasil Pengujian Hipotesis Secara Parsial... 84


(18)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 1.1. Alur Pikir Pengaruh Pembebasan Bersyarat, Cuti

Mengunjungi Keluarga Terhadap Perilaku Narapidana

di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan ... 10

1.2. Kerangka Berfikir ... 10

4.1. Struktur Organisasi Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan... 54

4.2. Hasil Uji Normalitas ... 78


(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Frequency Table Jawaban Responden ... 93

2. Pembebasan Bersyarat ... 94

3. Cuti Mengunjungi Keluarga... 98

4. Perilaku Narapidana ... 102


(20)

ABSTRAK

Dasar hukum dari pembebasan bersyarat adalah pasal 15 KUHP yang menyatakan orang yang dihukum penjara boleh dilepaskan dengan perjanjian, bila telah lalui dua pertiga bagian dari hukumannya yang sebenarnya dan juga paling sedikit Sembilan bulan dari pada itu. Pada hakekatnya pemberian pembebasan bersyarat ini hanyalah merupakan hadiah dari Negara bagi narapidana untuk bebas lebih awal dari masa hukuman yang sebenarnya. Pemberian pembebasan bersyarat ini jika dilihat secara implisit maupun eksplisit hanya merupakan hadiah dari Negara, dimana pada situasi saat itu kondisi narapidana diseluruh Indonesia masih dihuni para narapidana dalam jumlah yang wajar.

Perumusan masalah penelitian ini adalah: Sejauh mana pengaruh pelaksanaan kebijakan Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas terhadap Over Kapasitas penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan?

Tujuan penelitian adalah: Untuk mengetahui pengaruh kebijakan Pembebasan Bersyarat dan Cuti Menjelang Bebas terhadap over kapasitas penghuni Di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Hipotesis sebagai berikut: Pembebasan Bersyarat, Cuti menjelang bebas berpengaruh terhadap over kapasitas penghuni pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan survey, jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, dan sifat penelitiannya adalah penjelasan (explanatory). Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara

(interview), daftar pertanyaan (questionaire), dan studi dokumentasi. Model analisis

data yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda. Populasi adalah seluruh pegawai yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan berjumlah 189 orang. Penentuan jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus Slovin dan jumlah sampel penelitian adalah 127 orang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas berpengaruh signifikan terhadap pengurangan over kapasitas.

Nilai Koefisien determinasi ( R Square) diperoleh sebesar 55,5%. Hal ini berarti bahwa variabel dependen yaitu over kapasitas narapidana dapat dijelaskan oleh variabel independen pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas sebesar 55,5%. Sedangkan sisanya sebesar 44,5% dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini


(21)

ABSTRACT

Philosophically, instutionalization is a rehabilitation system that has far leaved the retrebutive philosophy ( revenge), deterence and resociallization. In the article 2 of the Laws no.12 of 1995 regarding rehabilitation, it is confirmed that the objective of the rehabilitation system is implemented for building a rehabilitated community to b actual comonity, bewaring their mistake, correcting themselves and even can actively participate in development and can make their life properly as a good and responsible community. In order to achieve th objective of the rehabilitation system, a program is required for a prisoner such as parole and leave to see their families.

The formulated problem of the study included to where the extend the effect of parole and leave of seeing the family on the behavior of a prisoner in the Lembaga Pemasyarakatan ( Rehabilitation Center) Class I Medan ? The hypotesis included the parole and leave of seeing the family have and effect on the behavior of prisoner in the Rehabilitation Center Calss I Medan.

The objective of the study is to know and analyze the effect of the parole and lease of seeing the family on the behavior of a prison in the Rehabilitation Center Class I Medan. The Theory used to support the discussion of the study included public policy and behavior theories.

The population of the study included all the prisoners who have received their parole and leave to see their famillies of 148 prisoners. The sampling was done by using Slovin’s formulation. The number of samples was of 108 prisoners.

The methods of data collection included interview, questionnaire and documentary study. The method of data analysis included multiple regression analysis. The hypotesis was tested either simltaneously or partialy by using Sofware SPSS version 15.0.

The result of the study showed thst the parole and leave of seeing the family either simultaneously or partially have significant effect on the behavior of the prisoners in the Rehabilitation Center Class I Medan.

The calculated determinative coefficient ( R²) was of 77,1 %. It means that the dependent variable(behavior of prisoner) could be described by the independent variable ( parole and leave of seeing the family as of 77,1 % Whereas the remainning 22.9% could be described by the independent varible exluded in the model of the study.


(22)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Terabaikannya pemenuhan hak-hak dasar warga binaan pemasyarakatan (WBP), baik yang tercantum dalam UU No. 12 tahun 1995, yang didalamnya juga mencamtumkan 10 prinsip pemasyarakatan, kemudian beberapa hukum internasional seperti Konvensi Hak-hak Sipil dan Politik, Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia, bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1955 telah mengeluarkan Standard

Minimum Rules for Treatment of Prisoners atau Peraturan-Peraturan Standar

Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana. Tidak dipenuhinya secara ideal hak-hak narapidana ini sesungguhnya merupakan efek kesekian dari begitu kompleksnya masalah yang ada dalam lembaga pemasyarakatan (Manting, L,2007)

Salah satu akar masalah di kalangan internal Lapas (birokrasi) menjadikan ketenangan, keamanan sebagai ukuran atau parameter keberhasilan dan kinerja Lembaga pemasyarakatan, dimana pendekatan yang diterapkan dalam sistem kepenjaraan yaitu security approach semata yang berkarakter repressif dan punitif Jenis pendekatan inilah yang kemudian memberikan efek pengingkaran hak-hak dasar warga binaan sebagaimana tercantum dalam pasal 14 UU No 12 1995, ini masalah yang pertama.


(23)

Secara filosofis pemasyarakatan adalah sistem pemidanaan yang sudah jauh bergerak meninggalkan filosofis retributif (Pembalasan), deterence (Penjeraan) dan

resosialisasi, dalam pasal 2 Undang–undang No.12 tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan ditegaskan bahwa tujuan dari sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka, membentuk warga binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga diterima kembali dilingkungan masyarakat, dapat aktip berperan dalam pembangunan dan dapat hidup secara wajar, sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab, untuk tercapainya tujuan dari sistem pemasyarakatan tersebut diberikan program kepada narapidana berupa Pembebasan bersyarat dan Cuti mengunjungi keluarga.

Pada saat ini banyak terjadi pengulangan tindak pidana yang dilakukan oleh narapidana (residivis) yang sebelumnya dibebaskan karena memperoleh Pembebasan bersyarat dan mendapatkan Cuti mengnjungi keluarga, ini terlihat dari survei pendahuluan pada tahun 2007 dari 150 orang narapidana yang mendapatkan pembebasan bersyarat dan Cuti mengunjungi keluarga, 50 orang narapidana kembali melakukan tindak pidana, bahkan terjadi perubahan kualitas narapidana, dari kasus kriminal biasa menjadi kasus narkoba, penyebab dari hal ini belum diketahui secara pasti, diberita media masa menyatakan lemahnya/gagalnya pembinaan Lapas walaupun belum didapat penyebab yang pasti.


(24)

Kerusuhan massal yang pernah terjadi di Lapas Klas 1 Medan yang melibatkan ratusan narapidana, dimana dalam kejadian tersebut enam orang narapidana meninggal dunia dan enam orang narapidana luka parah, perkelahian tersebut melibatkan dua kelompok besar narapidana, bahkan kerusuhan tersebut para narapidana sempat membakar gedung Lapas tepatnya diblok A, hal tersebut menimbulkan suatu kesan apakah sistem pembinaan yang masih kurang atau perilaku narapidana yang sulit untuk di rubah

Beberapa Fenomena yang sering terjadi pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan adalah :

Tumbuhnya kebiasaan-kebiasaan spesifik, seperti terbentuknya kelompok-kelompok narapidana, tumbuhnya sikap superior dan inferior di kalangan narapidana yang cenderung mengakibatkan terjadinya pelecehan dan penindasan, adanya perilaku mencurigai sesama narapidana, sehingga sering kali menimbulkan perkelahian antara narapidana.

Perilaku seks para narapidana menyalurkan hasrat biologis menimbulkan polemik dalam tubuh Lapas sendiri. Ini karena seks merupakan kebutuhan biologis yang harus dipenuhi sebagai bagian dari kebutuhan pokok makhluk hidup. Status mereka sebagai narapidana tidak memungkinkan bertemu dengan pasangannya untuk melakukan hubungan. Kondisi tersebut menyebabkan kecenderungan terjadinya penyimpangan seksual seperti hubungan sesama jenis antar para narapidana. Penyediaan "fasilitas" dalam lingkungan Lapas dan rutan sebagai institusi pemenjaraan adalah salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Meski


(25)

demikian, penyediaan fasilitas tersebut tidak dilegalkan dalam sebuah aturan, hanya merupakan kebijakan para petugas lapas. Narapidana juga membutuhkan hal itu dan pastinya merupakan pemasukan yang tidak sedikit bagi para petugas lapas yang menyediakan fasilitas tersebut. Semua itu adalah untuk kepentingan bersama para narapidana dan untuk kesejahteraan petugas lapas

Sistem pemasyarakatan berasumsi bahwa warga binaan pemasyarakatan bukan saja obyek melainkan subyek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan dan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana sehingga tidak harus diberantas. Perihal yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang dapat menyebabkan warga binaan pemasyarakatan berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum, kesusilaan, agama atau kewajiban-kewajiban sosial lain yang dapat dikenakan pidana. Oleh sebab itu eksistensi pemidanaan diartikan sebagai upaya untuk menyadarkan warga binaan pemasyarakatan agar menyesali perbuatannya, dan mengembangkannya menjadi warga binaan pemayarakatan yang baik, taat kepada hukum menjunjung nilai-nilai moral, sosial dan keagamaan sehingga tercipta kehidupan masyarakat yang aman tertib dan damai.

Sehubungan hal tersebut, agar warga binaan pemasyarakatan setelah keluar dari Lembaga Pemasyarakatan dapat hidup di dalam masyarakat secara baik dan bertanggung jawab, maka diperlukan upaya pemberdayaan yang dilaksanakan secara integral dan konprehensip (terpadu dan menyeluruh). Dalam hal ini pemberdayaan diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan warga binaan pemasyarakatan agar dapat melaksanakan fungsinya, terutama dalam kaitannya


(26)

dengan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan dengan lingkungan masyarakatnya.

Menurut Dirjen Pemasyarakatan Departemen Hukum Dan Hak Asasi Manusia, optimalisasi pemberian pembebasan bersyarat dan Cuti mengunjungi keluarga, dinilai mampu merubah perilaku narapidana kearah yang lebih baik walaupun belum dapat dibuktikan secara empiris.

Dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007 tentang Peraturan Pembebasan Bersyarat dan Cuti Mengunjungi keluarga, Penulis ingin mengetahui apakah ada pengaruhnya terhadap perilaku narapidana khususnya di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang sebagaimana dikemukakan di atas, maka perumusan masalah penelitian ini adalah :

Sejauh mana pengaruh Pembebasan Bersyarat dan Cuti Mengunjungi Keluarga terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan ?


(27)

1.3. Tujuan Penelitian

Dari rumusan permasalahan di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui dan menganalisis sejauh mana pengaruh Pembebasan Bersyarat dan Cuti Mengunjungi Keluarga terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan :

1. Sebagai bahan pertimbangan bagi pengambilan keputusan bagi manajemen lembaga pemasyarakatan

2. Sebagai menambah khasanah dan memperkaya penelitian ilmiah di Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, khususnya di Program Studi Magister Ilmu Manajemen.

3. Sebagai tambahan pengetahuan dan menambah wawasan bagi peneliti dalam bidang ilmu manajemen, khususnya mengenai Pengaruh pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas terhadap perilaku narapidana di Lapas Kls I Medan.

4. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya yang ingin mengkaji masalah yang sama dimasa datang.


(28)

1.5. Kerangka Berpikir

Menurut Susilo (1978), Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan. Setelah bebas dari Lembaga Pemasyarakatan selain dibebani oleh beberapa syarat, narapidana juga diberikan tambahan masa percobaan selama setahun dan langsung ditambahkan pada sisa pidananya (Suhardi, 2005)

Pembebasan bersyarat dikenal di hampir semua sistem peradilan pidana. Sistem hukum di Inggris dan Amerika Serikat mengenalnya dengan sebutan parole. Belanda menyebutnya vervroegde invrijheidstelling. Di Indonesia, istilah yang dipakai dalam perundang-undangan berbeda-beda, sebagian besar menggunakan istilah pembebasan bersyarat, kecuali Undang-Undang Kejaksaan yang menyebutnya dengan ‘lepas bersyarat’.

Secara umum, pembebasan bersyarat memberi hak kepada seorang narapidana untuk menjalani masa hukuman di luar tembok penjara. Syaratnya: hukuman yang dikenakan lebih dari sembilan bulan, sudah menjalani 2/3 masa hukuman, plus berkelakuan baik selama dalam masa ‘pembinaan’. Pasal 1 angka (7) PP No. 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan menyimpulkan: pembebasan bersyarat adalah proses pembinaan Narapidana di luar Lapas setelah menjalani sekurang-kurang 2/3 masa pidana dari minimal 9 bulan. Intinya, yang berhak mendapat hak pembebasan bersyarat bukan Narapidana yang divonis hukuman kurungan.


(29)

Untuk pelaksanaan upaya tersebut maka pada tahun 1995 ditetapkanlah Undang-Undang Nomor 12 tentang Pemasyarakatan dimana program integrasi dalam mempersiapkan narapidana untuk kembali ke tengah-tengah masyarakat diatur di dalam pasal 14, yaitu antara lain mendapatkan Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, maupun Pembebasan bersyarat

Program pemberian pembebasan bersyarat kepada narapidana memiliki intensitas waktu yang relatif lebih lama untuk mensosialisasikan dirinya di tengah-tengah masyarakat dibandingkan dengan pemberian program integrasi lainnya, hal ini dapat memberikan kesempatan yang lebih luas bagi individu narapidana yang bersangkutan untuk membuktikan dirinya bahwa program pembinaan yang diperoleh selama menjalani pidana telah merubah sikap dan perilakunya untuk menyatu kembali menjadi anggota masyarakat pada umumnya.

Kondisi ideal tersebut adalah merupakan amanat dari Undang-undang yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah untuk menegakkan keadilan dan bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam bukunya KUHP Serta Komentar Lengkap Pasal Demi Pasal, R. Soesilo menyebut pembebasan bersyarat bernilai edukatif, yaitu memberi kesempatan kepada terpidana untuk memperbaiki dirinya.

Menurut Suryobroto ( 2006) Cuti Mengunjungi Keluarga adalah pemberian cuti bagi narapidana anak didik pemasyarakatan yaitu kesempatan berkumpul dengan keluarga ditempat kediamannya dimana lama cuti tersebut diatur oleh undang- undang.


(30)

Menurut Kimberline (1994 ) menyatakan bahwa perilaku manusia adalah sekumpulan perilaku yang dimiliki oleh manusia dan dipengaruhi oleh adat istiadat, emosi, nilai, etika, kekuasaan, persuasi dan genetika, perilaku seseorang dikelompokkan kedalam perilaku wajar, perilaku dapat diterima, perilaku aneh, dan perilaku menyimpang. Perilaku dianggab sebagai suatu yang tidak ditujukan kepada orang lain dan oleh karenanya suatu tindakan sosial manusia yang sangat mendasar.

Kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini, walaupun landasan hukum sebagai dasar pelaksanaan program Asimilasi dan integrasi sosial telah ada yaitu UU No 12/1995 tentang Pemasyarakatan, kedua program itu tidak maksimal dilaksanakan sehingga yang terjadi adalah inefisiensi anggaran negara.

Oleh karena itu secara keseluruhan faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian Pembebasan bersyarat, Cuti Mengunjungi Keluarga dapat dilihat pada gambar 1.1.di bawah ini.


(31)

Gambar 1.1. Alur Pikir Pengaruh Pembebasan Bersyarat, Cuti Mengunjungi Keluarga Terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga

Pemasyarakatan Klas I Medan 1.5.1. Kerangka Berpikir

Pembebasan Bersyarat

Cuti Mengunjungi Keluarga

Perilaku Narapidana Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan

PEMBEBASAN

BERSYARAT PENGARUH MENGUNJUNGI CUTI

KELUARGA

PERILAKU NARAPIDANA

Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.2.PK.04-10 Tahun 2007


(32)

1.6. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konspetual penelitian dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

Pembebasan Bersyarat dan Cuti Mengunjungi Keluarga berpengaruh terhadap perilaku narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang telah dilakukan peneliti sebelumnya yang dianggap ada relevansinya dengan penelitian yang dilakukan peneliti diantaranya yang dilakukan Ninditasari (2007), judul Penelitian Implementasi Pembebasan bersyarat Dalam Proses Asimilasi Bagi Narapidana Di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi pembebasan bersyarat dalam proses asimilasi bagi narapidana dan upaya pemecahan terhadap hambatan yang dihadapi.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif dan apabila dilihat dari tujuannya termasuk penelitian hukum normatif. Lokasi penelitian di Rumah Tahanan Negara Klas 1 Surakarta. Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu meliputi wawancara dan penelitian kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, dan sebagainya. Data yang diperoleh, kemudian dianalisis dengan menggunakan pendekatan analisis secara logis, sistematis, dan yuridis.


(34)

Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa : untuk memperoleh Pembebasan bersyarat harus memenuhi persyaratan-persyaratan yaitu syarat administratif, substantif dan berkelakuan baik. Narapidana yang menjalani upaya pembinaan baik asimilasi, pembebasan bersyarat dan cuti menjelang bebas, harus sesuai dengan tahapan-tahapan proses pemasyarakatan yaitu tahap admisi atau orientasi, tahap pemberian bekal, dan tahap akhir pembinaan. Ada 2 macam bentuk kegiatan asimilasi yaitu asimilasi intern dan asimilasi ekstern. Adapun faktor penghambat yang timbul dalam pelaksanaan asimilasi adalah (a) tidak semua masyarakat memahami sistem / proses pemasyarakatan, walaupun dalam pelaksanaannya sesuai prosedural tetapi kasus tersebut termasuk kasus yang menarik masyarakat, sehingga bisa menjadi hal kontroversi antara sistem pembinaan dan pemahaman masyarakat, tanggapan masyarakat yang negatif terhadap narapidana sebagai penjahat yang harus dikucilkan; (b) lembaga-lembaga sosial atau dinas-dinas pemerintahan belum pro aktif mempedulikan warga binaan pemasyarakatan, belum ada kerjasama yang baik, teratur, dan berkesinambungan atau kerjasama pembinaan dengan instansi terkait belum terprogram maksimal; (c) peranan petugas pemasyarakatan begitu besar sehingga tidak diimbangi dengan keprofesionalan petugas itu sendiri sehingga kurang pengawasan dalam pelaksanaan asimilasi, dan belum ada petugas pemasyarakatan yang mempunyai keahlian dan bertugas khusus terutama dalam pembinaan; (d) anggaran Rutan yang sangat minim sehingga pembinaan tidak berjalan maksimal dan kurang memadainya sarana dan fasilitas yang tesedia untuk pembinaan.


(35)

Penelitian Kuncoro (2006) Mengenai Pelaksanaan Keputusan Menteri Kehakiman Dan HAM Republik Indonesia No M.01.Hn.02.01 Tahun 2001 Tentang Remisi Khusus Yang Tertunda Dan Remisi Khusus Bersyarat Serta Remisi Tambahan Di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Wirogunan Yogyakata. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM Republik Indinesia No M.01.HN02.01 Tahun 2001 Tentang Remisi Khusus Yang Tertunda Dan Remisi Khusus Bersyarat Serta Remisi Tambahan di Lembaga pemasyarakatan Klas IIA Wiroguanan Yogyakarta dan kendala-kendala apakah yang dihadapi dalam pemberian remisi khusus fdan remisi tambahan ini.

Penelitian ini termasuk dalam penelitian diskriptif dan dilihat dari tujuan termasuk dalam penelitian empiris. Penelitian ini mengambil lokasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wirogunan Yogyakarta. Dan jenis-jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan yaitu penelitian lapangan melalui observasi, wawancara, dan penelitian kepustakaan melalui buku-buku, artikel serta peraturan perundang-undangan yang berlaku. Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif dengan model interaktif.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan studi kepustakaan yang didapat oleh penulis diperoleh hasil bahwa pelaksanaan Keputusan Menteri Hukum Dan HAM RI No 01.HN.02.01 Tahun 2001 dalam pemberian remisi khusus yang tertunda dan remisi khusus bersyarat dan remisi tambahan adalah suatu bentuk


(36)

penghargaan terhadap hak-hak para narapidana yang ada dalam Lembaga Pemasyarakatan. Para petugas di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wirogunan Yogyakarta tidak mengalami hambatan ataupun kendala dalam pelaksanaan Keputusan Menteri Kehakiman Dan HAM Republik Indonesia No. M.01.HN.02.01 Tahun 2001 Tentang Remisi Khusus Yang Tertunda Dan Remisi Khusuas Bersyarat Serta Remisi Tambahan ketika pemberianya. Alur pengusulan pemberian remisi khusu awalnya dari sub seksi registrasi lembaga pemasyarakatan dan berakhir di Kantor Wilayah Hukum dan HAM. Narapidana yang diusulkan untuk mendapatkan remisi tidak hanya narapidana karena tahanan juga dapat diusulkan untuk mendapatkan remisi khusus tertunda. Efektifitas dari pemberian remisi itu sendiri terlihat dengan semakin terpacunya narapidana untuk mematuhi segala aturan yang ada dalam Lembaga Pemasyarakatan, sehingga tujuan dari proses pembinaan dari narapidana itu dapat tercapai.

Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah pelaksanaan pemberian remisi pada hakekatnya dijabarkan pada Keputusan Menteri Hukum Dan HAM RI No. M.01.HN.02.01 Tahun 2001. Sedangkan implikasi praktisnya adalah hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai rujukan dalam pemberian remisi di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Wirogunan Yogyakarta.


(37)

2.2. Teori Tentang Perilaku 2.2.1. Pengertian Perilaku

Menurut Makmun (2005) perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak tampak, dari yang dirasakan sampai yang paling tidak dirasakan. 2.2.2. Pandangan Tentang Perilaku

Ada lima pendekatan utama tentang perilaku yaitu:

a. Pendekatan neurobiologik, pendekatan ini menitikberatkan pada hubungan antara perilaku dengan kejadian yang berlangsung dalam tubuh (otak dan saraf) karena perilaku diatur oleh kegiatan otak dan sistem saraf,

b. Pendekatan behavioristik, pendekatan ini menitikberatkan pada perilaku yang nampak, perilaku dapat dibentuk dengan pembiasan dan pengukuhan melalui pengkondisian stimulus,

c. Pendekatan kognitif, menurut pendekatan ini individu tidak hanya menerima stimulus yang pasif tetapi mengolah stimulus menjadi perilaku yang baru,

d. Pandangan psikoanalisis, menurut pandangan ini perilaku individu didorong oleh insting bawaan dan sebagian besar perilaku itu tidak disadari,

e. Pandangan humanistik, perilaku individu bertujuan yang ditentukan oleh aspek internal individu. Individu mampu mengarahkan perilaku dan memberikan warna pada lingkungan.


(38)

2.2.3. Jenis-jenis Perilaku Individu

a. Perilaku sadar, perilaku yang melalui kerja otak dan pusat susunan saraf, b. Perilaku tak sadar, perilaku yang spontan atau instingtif,

c. Perilaku tampak dan tidak tampak, d. Perilaku sederhana dan kompleks,

e. Perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor. 2.2.4. Mekanisme Perilaku

1. Dalam pandangan behavioristik, mekanisme perilaku individu adalah: W --- S --- r --- O --- e --- R ---W

Keterangan :

W = world (lingkunngan) e = effector S = stimulus R = respon

r = receptor W = lingkungan O = organisme

2. Dalam pandangan humanistik, perilaku merupakan siklus dari: a. dorongan timbul,

b. aktivitas dilakukan, c. tujuan dihayati,


(39)

2.2.5. Dinamika Perilaku Individu, ditentukan dan dipengaruhi oleh

a. Pengamatan atau penginderaan (sensation), adalah proses belajar mengenal segala sesuatu yang berada di lingkungan sekitar dengan menggunakan alat indera penglihatan (mata), pendengaran (telinga), pengecap (lidah), pembau (hidung), dan perabaan (kulit, termasuk otot).

b. Persepsi (perception), adalah menafsirkan stimulus yang telah ada di otak atau pengertian individu tentang situasi atau pengalaman. Ciri umum persepsi terkait dengan dimensi ruang dan waktu, terstruktur, menyeluruh, dan penuh arti. Persepsi bersifat subjektif dan dipengaruhi oleh perhatian selektif, ciri-ciri rangsangan, nilai dan kebutuhan individu, serta pengalaman.

c. Berpikir (reasoning), adalah aktivitas yang bersifat ideasional untuk menemukan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan. Berpikir bertujuan untuk membentuk pengertian, membentuk pendapat, dan menarik kesimpulan. Proses berpikir kreatif terdiri dari: persiapan, inkubasi, iluminasi, dan verifikasi. Jenis berpikir ada dua, yaitu berpikir tingkat rendah dan tingkat tinggi.

d. Inteligensi, dapat diartikan sebagai

(1) kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir rasional, (2) kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru, (3) ) kemampuan memecahkan simbol-simbol tertentu. Inteligensi tidak sama

dengan IQ karena IQ hanya rasio yang diperoleh dengan menggunakan tes tertentu yang tidak atau belum tentu menggambarkan kemampuan


(40)

individu yang lebih kompleks. Teori tentang inteligensi diantaranya G-Theory (general theory) dan S-Theory (specific theory). Inteligensi dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan.

e. Sikap (Attitude), adalah evaluasi positif-negatif-ambivalen individu terhadap objek, peristiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan perasaan, keyakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatif menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentukanya sikap adalah pengalaman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan dan opini, lembaga-lembaga sosial dan lembaga-lembaga keagamaan.

Teori perilaku menyatakan bahwa perilaku adalah fungsi individu dengan lingkungan. Demikian juga dalam model perilaku, keadaan lingkungan dan individu yang bersangkutan memegang peranan penting dalam menentukan perilakunya.

Beberapa teori psikologis yang berkaitan dengan perilaku antara lain : 1. Psikoanalisis

Tokoh-tokohnya: S. Freud, C.G. Jung, Adler, Abraham, Horney, Blon. Psikoanalisis melukiskan manusia sebagai mahluk yang digerakkan oleh keinginan-keinginan terpendam (Homo Volens). Perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia: Id, ego, & superego. Id adalah bagian kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia, pusat instink. Instink ada dua:(1) libido/eros/instink kehidupan, instink reproduktif untuk kegiatan yang konstruktif; (2) thanatos/instink kematian.Ego adalah mediator antara


(41)

hasrat-hasrat hewani dengan tuntutan rasional & realistic. Superego adalah polisi kepribadian, mewakili yang ideal,merupakan internalisasi dari norma & kultur masyarakat.

2. Behaviorisme

Dalam teori behaviorisme (Nanath, 2008), kaum behavoris lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena seluruh perilaku manusia adalah hasil belajar. Belajar artinya perbahan perilaku organise sebagai pengaruh lingkungan. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalian oleh faktor-faktor lingkungan. Dalam arti teori belajar yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memberi respon terhadap lingkungan. Pengalaman dan pemeliharaan akan membentuk perilaku mereka. Dari hal ini, timbulah konsep ”manusia mesin”

(Homo Mechanicus). Ciri dari teori ini adalah mengutamakan unsur-unsur dan bagian

kecil, bersifat mekanistis, menekankan peranan lingkungan, mementingkan pembentukan reaksi atau respon, menekankan pentingnya latihan, mementingkan mekanisme hasil belajar,mementingkan peranan kemampuan dan hasil belajar yang diperoleh adalah munculnya perilaku yang diinginkan. Pada teori belajar ini sering disebut S-R psikologis artinya bahwa tingkah laku manusia dikendalikan oleh ganjaran atau reward dan penguatan atau reinforcement dari lingkungan.


(42)

Dengan demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioural dengan stimulusnya. Guru yang menganut pandangan ini berpandapat bahwa tingkahlaku siswa merupakan reaksi terhadap lingkungan dan tingkahl laku adalah hasil belajar.Prinsip-prinsip teori behaviorisme yaitu :

a. Obyek psikologi adalah tingkah laku

b. Semua bentuk tingkah laku dikembalikan pada reflek c. Mementingkan pembentukan kebiasaan.

3. Kognitif

Tokoh-tokohnya: Lewin, Heider, Festinger, Piaget, Kohlberg. Manusia tidak lagi dipandang sebagai mahluk yang bereaksi secara pasif pada lingkungan, tetapi sebagai mahluk yang selalu berusaha memahami lingkungannya;mahluk

yang berfikir (Homo Sapiens). Lewin, teori medan (field theory);menunjukkan totalitas gaya yang mempengaruhi seseorang pada saat tertentu. Dimana seluruh gaya psikologis yang mempengaruhi disebut life space (ruang hayat), Rumus: B=f (P,E) artinya behavior adalah hasil interaksi antara person (diri orang itu) dengan environment (lingkungan psikologisnya).Teori disonansi kognisi dari Festinger. Disonansi artinya ketidakcocokan antara dua kognisi (pengetahuan) ; dimana orang akan berusaha mengurangi disonansi itu dengan berbagai cara: (1) Mengubah perilaku, (2) Mengubah kognisi tentang lingkungan, (3) Memperkuat salah satu kognisi yang disonan, (4) Mengurangi disonansi dengan memutuskan bahwa salah satu kognisi tidak penting.


(43)

2. . Humanistik

Tokoh-tokohnya: Rogers, Combs & Snygg, Maslow, May, Satir, Peris. Menggambarkan manusia sebagai pelaku aktif dalam merumuskan strategi transaksional dengan lingkungannya (Homo Ludens). Maslow, “growth needs”, faktor orang lain menjadi penting; bagaimana reaksi mereka membentuk konsep diri kita dan juga pemuasan. Pandangan Rogers:

1. Setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi menjadi pusat;

2. Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, & mengaktualisasikan diri;

3. Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya;

4. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri; 5. Kecenderungan batiniah manusia ialah menuju kesehatan dan keutuhan diri.

Aristoteles berpendapat bahwa pada watu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa, seperti sebuah meja lilin yang siap dilukis oleh pengalaman.

Menurut Jhon Locke, dalam Nanath ( 2008) salah satu tokoh empiris, pada waktu lahir manusia tidak mempunyai ”warna mental”. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah satu-satunya jalan ke pemilikan pengetahuan. Idea dan pengetahuan adalah produk dari pengalaman. Secara psikologis, seluruh perilaku manusia, kepribadian, dan tempramen ditentukan oleh pengalaman inderawi (sensory


(44)

2.3. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku

Menurut Rakhmat (2007), Secara garis besar ada dua factor yang mempengaruhi perilaku yaitu faktor biologis dan faktor sosiopsikologis.

2.3.1. Faktor Biologis

Ada beberapa peneliti yang menunjukkan pengaruh motif biologis terhadap perilaku manusia. Tahun 1950 Keys dan rekan-rekannya menyelidiki pengaruh rasa lapar, Selama 6 bulan, 32 subjek bersedia menjalani eksperimen setengah lapar. Selama eksperimen terjadi perubahan kepribadian yang dramatis. Mereka menjadi mudah tersinggung, sukar bergaul, dan tidak bisa konsentrasi. Pada akhir minggu ke-25, makanan mendominasi pikiran, percakapan, dan mimpi. Laki-laki lebih senang menempelkan gambar coklat daripada gambar wanita cantik. Kekurangan – tidur juga telah dibuktikan meningkatkan sifat mudah tersinggung clan tugas-tugas yang kompleks atau memecahkan persoalan. Kebutuhan.akan rasa aman, menghindari rasa sakit, dapat menghambat kebutuhan-kebutuhan lainnya.

2.3.2. Faktor - faktor Sosiopsikologis

Karena manusia makhluk sosial, dari proses sosial ia memperoleh bcberapa karakteristik yang mcmpengarahi perilakunya: Kita dapat mengklasifikasinya ke dalam tiga kamponen komponen afektif, komponen kognitif, dan komponen konatif. Komponen yang pertama yang merupakan aspek emosional dari faktor sosiopsikologis, didahulukan karena erat kaitannya dengan pembicaraan sebelumnya. Komponen kognitif adalah aspek intelektual, yang berkaitan -dengan


(45)

apa yang diketahui manusia. Kompoten konatif adalah aspek volisional, yang berhubungan dengan kebiasaan dan kemauan bertindak.

a. Motif Sosiogenesis

Motif sosiogenis, sering juga disebut motif sekufider sebagai lawan motif primer (motif biologis), sebetulnya bukan motif “anak bawang”. Peranannya dalam membentuk perilaku sosial bahkan sangat menentukan. Berbagai klasifikasi motif sosiogenis disajikan di bawah.

Secara singkat, motif-motif sosiogenesis dapat disebutkan sebagai berikut, 1) Motif ingin tahu.

Mengerti, menata dan menduga. Setiap orang berusaha mengerti (memahami) arti dari dunianya. Kita memerlukan kerangka rujukan (frame of freference) untuk mengevaluasi situasi baru dan mengarahkan tindakan yang sesui.

2) Motif kompetensi.

Setiap orang ingin membuktikan bahwaia mampu mengatasi persoalan apapun. Perasaan mampu amat bergantung pada perkembangan intelektual, sosial, dan emosional.

3) Motif cinta

Sanggup mencintai dan dicintai adalah hal esensial bagi pertumbuhan kepribadian. Orang ingin diterima di dalam kelompoknya sebagai anggota sukarela dan bukan yang sukar rela


(46)

4) Motif harga diri dan kebutuhan untuk mencari indentitas.

Erat kaitannya dengan kebutuhan untuk memperlihatkan kemampuan dan memperoleh kasih sayang, ialah kebutuhan untuk menunjukkan eksistensi di dunia. Kita ingin kehadiran kita bukan saja dianggap bilangan, tetapi juga diperhitungkan. Karena itu, bersamaan dengan kebutuhan akan harga diri, orang mencari identitas dirinya. Hilangnya identitas diri akan menimbulkan perilaku yang patologis (penyakit): impulsif, gelisah, mudah terpengaruh, dan sebagainya.

5) Kebutuhan akan nilai, kedambaan dan makna kehidupan.

Dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai-nilai untuk menuntunnya dalam mengambil keputusan atau memberikan makna pada kehidupannya. Termasuk ke dalam motif ini ialah motif-motif keagamaan. Bila manusia kehilangan nilai, tidak tahu apa tujuan hidup sebenarnya, ia tidak memiliki kepastian untuk bertindak. Dengan demikian, ia akan lekas putus asa dan kehilangan pegangan.

6) Kebutuhan akan pemenuhan diri.

Perilaku manusia tidak dapat lepas dari keadaan individu itu sendiri dan lingkungan di mana individu itu berada. Perilaku manusia itu didorong oleh motif tertentu sehingga manusia itu berperilaku tertentu pula (Bimo Walgito, 2003). Menurutnya dalam konteks ini terdapat beberapa teori yang dirangkumnya dari berbagai pendapat para ahli, yaitu: (a) teori insting, yang merupakan perilaku innate, perilaku yang bawaan, dan insting akan mengalami perubahan karena pengalaman;


(47)

(b) teori dorongan (drive theory), yang bertitik tolak dari pandangan bahwa organisme itu mempunyai dorongan-dorongan tertentu. Dorongan-dorongan ini berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan organisme yang mendorong organisme berperilaku; (c) teori insentif (incentive theory), yang bertitik tolak dari pendapat bahwa perilaku organisme itu disebabkan karena adanya insentif. Insentif atau disebut juga reinforcement di mana ada yang positif dan ada yang negatif. Reinforcement

yang positif berkaitan dengan hadiah yang akan mendorong organisme dalam berbuat, sedangkan reinforcement yang negatif berkaitan dengan hukuman yang akan dapat menghambat dalam organisme berperilaku; (d) teori atribusi, yang menjelaskan tentang sebab-sebab perilaku orang apakah disebabkan oleh disposisi internal (seperti motif, sikap, dan sebagainya) ataukah disebabkan oleh keadaan eksternal; dan (e)

teori kognitif, yang menjelaskan apabila seseorang harus memilih perilaku mana yang

mesti dilakukan, maka yang bersangkutan akan memilih alternatif perilaku yang akan membawa manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang bersangkutan (subjective

expected utility).

Di samping berbagai faktor seperti hakikat stimulus itu sendiri, latar belakang pengalaman individu, motivasi, status kepribadian, dan sebagainya, sikap individu ikut memegang peranan dalam menentukan bagaimanakah perilaku seseorang di lingkungannya. Pada gilirannya, lingkungan secara timbal balik akan mempengaruhi sikap dan perilaku. Interaksi antara situasi lingkungan dengan sikap, dengan berbagai faktor di dalam maupun di luar diri individu akan membentuk suatu proses kompleks yang akhirnya menentukan bentuk perilaku seseorang (Azwar, 2003).


(48)

Secara sederhana variabel-variabel perilaku dapat dibagi kedalam 3 bagian yaitu :

1. Faktor-faktor ekstern yang terdiri dari kebudayaan, kelas sosial, kelompok sosial dan referensi, dan keluarga.

2. Faktor-faktor intern/individu yang terdiri dari motivasi, persepsi, kepribadian dan konsep diri, belajar dan sikap individu.

Proses pengambilan keputusan yang terdiri dari 5 tahap yaitu : menganalisa keinginan dan kebutuhan, pencarian informasi, penilaian dan pemilihan alternatif, keputusan untuk mengambiltindakan, dan perilaku sesudah mengambil tindakan.

2.4. Perilaku Narapidana

Untuk mengetahui perilaku narpiana, ada beberapa hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan Narapidana, karena hak dan kewajiban ini menjadi faktor yang mempengaruhi pemberian Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK) dan bentuk remisi lainnya.

Disamping berbagai upaya yang telah dilakukan oleh dinas terkait dalam mengantisipasi tingkat pelarian Narapidana, juga perlu diperhatikan mengenai hak dan kewajiban para Narapidana sebagai salah satu bentuk perwujudan pengakuan/perlindungan harkat martabat manusia yang dijatuhi pidana, yaitu adanya ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, menentukan bahwa seorang Narapidana berhak:


(49)

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya; b. Mendapat perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani; c. Mendapatkan pendidikan dan pengajaran;

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak; e. Menyampaikan keluhan;

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang;

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekekrjaan yang dilakukan;

h. Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya; i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi);

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga; k. Mendapatkan pembebasan bersyarat;

l. Mendapatkan cuti menjelang bebas; dan

m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan uraikan di atas, maka prinsip-prinsip dasar pada Sistem Pemasyarakatan menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Prinsip-prinsip tersebut sinkron dengan prinsip yang dianut dalam Hukum Pidana Indonesia yang Berprikemanusiaan. Atas dasar itulah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan beserta berbagai peraturan pelaksanaannya yang merupakan dasar hukum pembinaan narapidana melalui sistem pemasyarakatan telah mengatur secara tegas tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak narapidana salama


(50)

menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatan.. Adapun ketentuan mengenai hak-hak narapidana di dalam RUU Sistem Pemasyarakatan 2005, ditentukan di dalam Pasal 28, di mana hak yang diberikan pada dasarnya sama dengan ketentuan pada Pasal 14 UU Nomor 12 Tahun 1995, hanya saja pada RUU Sistem Pemasyarakatan 2005 pada huruf h diberikan catatan mengenai penjelasan berkaitan dengan berapa kali seorang narapidana dapat dikunjungi dalam sebulan, hal apa saja yang harus dipenuhi/dipatuhi oleh tamu atau pengunjung berkaitan dengan besukan dan pembinaan. Selanjutnya di dalam RUU juga ditentukan secara spesifik kewajiban yang harus dipenuhi oleh setiap narapidana yang ditentukan dalam Pasal 29 RUU: Narapidana mempunyai kewajiban :

a. Mengikuti program pembinaan yang meliputi kegiatan perawatan jasmani dan rohani serta kegiatan tertentu lainnya dengan tertib.

b. Mengikuti bimbingan dan pendidikan agama sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

c. Mengikuti kegiatan latihan kerja yang dilaksanakan selama 7 (tujuh) jam sehari.

d. Mematuhi peraturan tata tertib lapas selama mengikuti program kegiatan. e. Memelihara sopan santun, bersikap hormat dan berlaku jujur dalam segala

perilakunya, baik terhadap sesama

f. Penghuni dan lebih khusus terhadap seluruh petugas.

g. Menjaga keamanan dan ketertiban dalam hubungan interaksi sesama penghuni.


(51)

h. Melaporkan kepada petugas segala permasalahan yang timbul dalam penyelenggaraan pembinaan narapidana, lebih

i. Khusus terhadap masalah yang dapat memicu terjadinya gangguan kamtib. j. Menghindari segala bentuk permusuhan, pertikaian, perkelahian, pencurian

dan pembentukan kelompok-kelompok solidaritas diantara penghuni didalam lapas.

k. Menjaga dan memelihara segala barang inventaris yang diterima dan seluruh sarana dan prasarana dalam

l. Penyelenggaraan pembinaan narapidana

m. Menjaga kebersihan badan dan lingkungan dalam lapas.

2.5. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Narapidana

Menurut Erlangga (2007) faktor yang mempengaruhi perilaku narapidana yaitu :

2.5.1. Lost of liberty (hilangnya kebebasan), setiap narapidana akan merasa kehidupannya semakin terkekang sempit dan terbatas, dimana mereka tidak hanya terkungkung pekatnya Bui, tetapi juga terbatasnya ruang spiritualnya 2.5.2. Lost of outonomy (hilangnya otonomi), setiap orang yang telah dikategorikan

sebagai narapidana secara tidak langsung akan kehilangan sebagian haknya, khususnya masalah pengaturan dirinya sendiri, dan mereka diharuskan untuk tunduk kepada aturan–aturan yang berlaku dilingkungan bui, akibatnya mereka menghadapi depersonalisasi


(52)

2.5.3. Lost of Good and service, Ketidak bebasan memiliki barang-barang tertentu secara pribadi dan pelayanan yang memadai dari petugas, akan memicu perilaku – perilaku baru, seperti mencurigai sesama narapidana dan negosiasi atau menyuap sipir penjara demi suatu tujuan tertentu, masuknya barang- barang terlarang (narkoba dan senjata)misalnya adalahkategori keinginan

tertentu itu.

2.5.4. lost of hetero seksual relationship, hilangnya kesempatan untuk menyalurkan nafsu seksual d engan lawan jenis sehingga mengakibatkan perilaku-perilaku seks yang menyimpang (homoseksual, perkosaan homoseksual dan pelacuran homoseksual)

2.5.5. lost of security, Suasana keterasingan sebagai akibat hilangnya komonikasi

Dengan keluarga, teman sehingga menimbulkan persaingan anatara narapidana pada giliranya akan berubah menjadi bentuk-bentuk kekwatiran dan kecemasan bagi individu-individu.

Muladi ( 2007) Menyatakan bahwa perilaku narapidana adalah cerminan budaya sebelum narapidana tersebut masuk penjara (Importansi Nilai) dalam pembinaan terhadap perilaku narapidana dilaksanakan berbagai upaya melalui ; bimbingan mental, bimbingan vocational dan bina spritual, disamping hal tersebut dalam rangka pembinaan yang lebih dalam besukan keluarga diberikan kepada narapidana agar dapat berinteraksi dengan baik dengan masyarakat.


(53)

2.6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Pemasyarakatan

Menurut Coyle ( 2002) dalam A Human Rights Approach to Prison

Management, King’s College London, sejumlah Kondisi Ideal Internal Manajamen

Penjara adalah : 2.6.1. Prinsip

Terkait dalam manajemen penjara, dalam masyarakat demokratis penjara merupakan sebuah pelayanan publik, dimana proses yang dilakukan di dalamnya harus ditujukan untuk kebaikan publik.

2.6.2. Peran Staf Penjara

a. Memperlakukan Narapidana sesuai aturan serta manusiawi b. Memastika semua narapidana dalam keadaan aman

c. Memastikan narapidana berbahaya tidak melarikan diri

d. Memastikan terciptanya kontrol serta ketertiban yang baik di penjara e. Menciptakan kesempatan yang baik bagi narapidana dalam menggunakan

waktunya secara positif, sehingga mereka nantinya mampu menyesuaikan diri dengan masyarakat ketika sudah bebas

2.6.3. Pendidikan Publik tentang Penjara

Pemerintah dan administrator senior bidang pemasyarakatan (penjara) harus menyusun program pembelajaran publik tentang peran pemasyarakatan (serta bagaimana peran masyarakat dalam prosesnya), dengan memancing ketertarikan media massa.


(54)

2.6.4. Kualitas Personal Staf (SDM)

a. Memerlukan kombinasi yang unik antara kualitas personal dan keahlian teknis b. Diperlukan kualitas personal yang mampu berurusan dengan narapidana,

termasuk dalam situasi sulit dan berbahaya, dan secara manusiawi c. Diperlukan seleksi yang ketat

Sementara faktor-faktor yang menghambat proses adalah : 2.6.5. Faktor Internal

a. Over populasi (daya tampung bangunan Penjara) atau Over Capasitas

b. Kualitas pelayanan di Penjara c. Keterbatasan Dana

d. Kesemuanya dijelaskan secara konseptual oleh; problem of autonomy, problem of control, problem of technology

e. Deripasi Narapidana : Kondisi penjara dan pengalaman mengakibatkan derita tertentu

f. Importansi nilai : Perilaku narapidana merupakan cerminan nilai kultur/sub kulturnya sebelum masuk ke penjara.

2.6.6. Faktor Eksternal a. Peran Masyarakat :

1) Masyarakat belum terlibat dalam proses kemasyarakatan 2) Cenderung membentuk stigma

3) Penolakan terhadap eks narapidana yang ingin kembali kepada masyarakat.


(55)

2.7. Pembebasan Bersyarat 2.7.1. Pengertian

Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan. Setelah bebas dari lapas selain dibebani oleh beberapa syarat, narapidana juga diberikan tambahan masa percobaan selama setahun dan langsung ditambahkan pada sisa pidananya (Suhardi, 2005).

Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan (Prayuda dkk, 2007)

2.7.2. Syarat-Syarat Pembebasan Bersyarat Syarat – syarat pembebasan bersyarat yaitu : 1. Syarat Substantif :

a. Telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan penyebab dijatuhi pidana;

b. Telah menunjukkan perkembangan budi pekerti dan moral positif

c. Berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan semangat;

d. Masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan Narapidana dan anak pidana yang bersangkutan;


(56)

e. Berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapatkan hukuman disiplin sekurang-kurangnya sembilan bulan terakhir;

f. Telah menjalani masa pidana 2/3 dari masa pidananya, dengan ketentuan 2/3 masa pidana tersebut tidak kurang dari sembilan bulan.

2. Syarat administratif :

a. Kutipan putusan hakim (ekstrak vonis) ;

b. Laporan penelitian kemasyarakatan yang dibuat oleh Pembimbing kemasyarakatan atau laporan perkembangan pembinaan Narapidana dan anak didik permasyarakatan yang dibuat oleh Wali permasyarakatan; c. Surat pemberitahuan ke Kejaksaan negeri tentang rencana pemberian

pembebasan bersyarat terhadap Narapidana dan anak didik permasyarakatan yang bersangkutan ;

d. Salinan register F (daftar yang memuat tentang pelanggaran tata tertib yang dilakukan Narapidana dan anak didik permasyarakatan selama menjalani masa pidana ) dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan ;

e. Salinan Daftar Perubahan atau Pengurangan Masa Pidana (grasi Grasi Presiden, remisi, dll) dari Kepala Lapas atau Kepala Rutan ;

f. Surat pernyataan kesanggupan dari pihak yang akan menerima Narapidana dan anak didik permasyarakatan (pihak keluarga, sekolah, instansi pemerintah, swasta,atau lain-lain).


(57)

2.7.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembebasan Bersyarat

Adapun permasalahan dalam pelaksanaan Pembebasan Bersyarat yaitu :

1. Proses pengusulan untuk memperoleh pembebasan bersyarat bagi narapidana, masih belum dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.;

2. Kebijakan pentahapan dalam proses pemberian pembebasan bersyarat pada kenyataannya membutuhkan waktu yang cukup lama;

3. Proses pengusulan untuk memperoleh pembebasan bersyarat bagi narapidana, masih belum dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.;

4. Kebijakan pentahapan dalam proses pemberian pembebasan bersyarat pada kenyataannya membutuhkan waktu yang cukup lama;

5. Hambatan dalam proses pemberian pembebasan bersyarat sudah sangat kompleks, kendala yang dihadapi bukan saja pada permasalahan SDM petugas Pemasyarakatan, namun juga terkendala pada ketidak konsistenan dalam menerapkan kebijakan yang ada terutama masalah mekanisme teknis maupun substantif dalam pemberian pembebasan bersyarat;

6. Kendala lain yang menjadi penghambat dalam proses pemberian PB adalah kurangnya kepedulian instansi terkait yang masih menekankan pada kebijakan masing-masing.


(58)

2.8. Cuti Mengunjungi Keluarga 2.8.1. Pengertian

Menurut Suryobroto (2006) Cuti Mengunjungi Keluarga adalah pemberian cuti bagi narapidana dana anak didik pemasyarakatan yaitu kesempatan berkumpul dengan keluarga ditempat kediamannya dimana lama cuti tersebut diatur oleh undang- undang.

2.8.2. Syarat Cuti Mengunjungi Keluaraga

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.32 tahun 1999 tentang syarat dan tata cara Pelaksanaan hak Warga Binaan Pemasyarakatan pasal 41-42 (Suhardi , 2005) dinyatakan bahwa :

1. Setiap Narapidana dan anak didik pemasyarakatan dapat diberikan cuti berupa : a. Cuti mengunjungi keluarga

b. Cuti menjelang bebas

2. Ketentuan cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b tidak berlaku bagi Anak Sipil

3. Cuti mengunjungi keluarga dapat diberikan kepada narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, berupa kesempatan berkumpul bersama keluarga di temapt kediamannya.

4. Cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan paling lama 2 (dua) hari atau 2 x 24 jam (dua kali dua puluh empat) jam.

5. Izin cuti mengunjungi keluarga diberikan oleh Kepala LAPAS dan wajib diberitahukan kepada Kepala BAPAS setempat


(59)

6. Ketentuan mengenai cuti mengunjungi keluarga diatur lebih lanjut dengan 2.8.3. Faktor-Faktor Yang mempengaruhi Cuti Mengunjungi Keluarga

Muladi (2005), Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Cuti mengunjungi keluarga adalah :

1. Proses pengusulan untuk memperoleh Cuti Mengunjungi Keluarga bagi narapidana, masih belum dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.;

2. Kebijakan pentahapan dalam proses pemberian Cuti Mengunjungi Keluarga pada kenyataannya membutuhkan waktu yang cukup lama;

3. Jaminan yang susah untuk mendapatkanya diakibatkan oleh jarak rumah yang

cukup lama

4. Animo Narapidana melarikan diri cukup signifikan bagi Narapidana yang memperoleh Cuti mengunjungi keluarga

5. Cenderung Narapidana yang memperoleh Cuti mengunjungi keluarga hanya bagi narapidana yang mengalami musibah misalnya meninggal orang tua.


(60)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan di Jalan Pemasyarakatan Tanjung Gusta Medan. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Juni 2009

3.2. Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptip kuantitatif dan jenis penelitian ini adalah studi kasus yang didukung oleh survei dengan mengumpulkan data melalui wawancara dan pemberian daftar pertanyaan(Questionaire), kepada responden. Adapun sifat penelitian ini adalah penelitian penjelasan (ekplanatory), yaitu suatu penelitian yang mencoba menjelaskan fenomena yang terjadi di objek penelitian.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi adalah seluruh Narapidana yang telah turun Surat Keputusan Pembebasan bersyaratnya oeh Menteri Hukum dan HAM serta mendapatkan Cuti mengunjungi keluarga sebanyak 148 orang narapidana di bulan Februari 2009 sampai dengan juni 2009


(61)

3.3.1. Sampel

Sampel adalah bagian atau representatif yang dapat mewakili sebuah populasi (Kountur, 2004)

Untuk penentuan sampel, penulis cukup memilih sampel dari populasi yaitu narapidana yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan dengan ketentuan sebagai berikut :

Untuk menentukan banyaknya jumlah sampel digunakan rumus Slovin umus tersebut dituliskan sebagai berikut(Sevilla dkk 1993) :

n = ) N( 1 N 2 e + Dimana :

n = Jumlah sampel N = Jumlah populasi

e = Tingkat kesalahan yaitu (0,05%)

n = ) 05 , 0 ( 148 1 148 2 + n = 37 , 1 148

= 108 orang


(62)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a. Wawancara (interview) yang dilakukan kepada kepala Lembaga Pemasyarakatan

Klas I Medan atau pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh instansi tersebut untuk memberikan informasi dan keterangan yang dibutuhkan dalam penelitian ini. b. Daftar pertanyaan (questionaire) yang diberikan kepada responden yang dijadikan

sampel pada penelitian ini

c. Studi dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari dokumen-dokumen yang diperoleh dari Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan berupa sejarah singkat berdirinya organisasi, struktur organisasi, dan jumlah pegawai Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan .

3.5. Jenis dan Sumber Data 3.5.1. Jenis data

Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data primer yang diperoleh dengan melakukan wawancara (interview) dan menyebarkan daftar pertanyaan (questionaire).

b. Data sekunder diperoleh dari studi dokumentasi berupa dokumen-dokumen resmi yang diterbitkan Lembaga Pemasyarakatan Klas Klas I Medan.


(63)

3.6. Identifikasi Variabel

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini dapat diklasifikasi sebagai berikut :

1. Variabel Independen (Variabel bebas) 1) Pembebasan Bersyarat, (X1) 2) Cuti Mengunjungi Keluarga (X2) 2. Variabel Dependent (Variabel Terikat) :

Perilaku Narapidana (Y)

3.7. Definisi Operasional Variabel

Untuk memperoleh persepsi yang sama sehingga memudahkan penelitian, maka perlu penjelasan definisi yaitu :

1. Pembebasan Bersyarat adalah :

Pemberian pembebasan kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan

2. Cuti Mengunjungi Keluarga adalah :

Cuti mengunjungi keluarga diberikan kepada narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, berupa kesempatan berkumpul bersama keluarga di tempat kediamannya. Cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan paling lama 2 (dua) hari atau 2 x 24 jam (dua kali dua puluh empat) jam.


(64)

3. Perilaku Narapidana

Perbuatan narapidana yang tidak pernah melanggar peraturan atau membuat keributan didalam Lembaga Pemasyarakatan selama menjalani pidana 3.7.1. Aspek Pengukuran Variabel bebas dan Terikat

Tabel 3.1. Aspek Pengukuran Variabel Bebas Dan Terikat

Variabel Definisi Operasional Indikator Skala pengukuran

1. Pembebasan Bersyarat

Pembebasan bersyarat adalah pemberian pembebasan dengan beberapa syarat kepada narapidana yang telah menjalani pidana selama dua pertiga dari masa pidananya, di mana dua pertiga ini sekurang-kurangnya adalah selama sembilan bulan

1. Remisi

2. Masa Tahanan

3. Jaminan

4. Ketepatan usul turun

5. Masa percobaan

Likert

2. Cuti

Mengunjungi Keluarga

Cuti mengunjungi keluarga diberikan kepada narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan, berupa kesempatan berkumpul bersama keluarga di tempat kediamannya. Cuti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan paling lama 2 (dua) hari atau 2 x 24 jam (dua kali dua puluh empat) jam.

1. Pengawalan 2. Jaminan 3. Jarak rumah

dengan lapas 4. Lama Cuti 5. Ketepatan kembali ke Lapas Likert 3. Perilaku narapidana

Perbuatan narapidana yang tidak pernah melanggar aturan, membuat keributan, perkelahian didalam Lembaga Pemasyarakatan

1. Hak Narapidana 2. Budaya

Narapidana 3. Peraturan Lapas 4. Besukan

keluarga narapidana 5. Bimbingan Mental


(65)

3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Uji validitas dan realibilitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan pada 30 orang responden yang tidak termasuk dalam sampel penelitian.

3.8.1. Uji Validitas

Validitas data penelitian ditentukan oleh proses pengukuran yang akurat. Suatu instrumen pengukur dikatakan valid jika instrumen tersebut mengukur apa yang seharusnya diukur. Dengan perkataan lain, instrumen tersebut dapat mengukur

countruct sesuai dengan yang diharapkan peneliti.

Pengujian validitas instrumen dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai Correlated item-Total Correlation pada setiap butir pertanyaan dengan nilai r Tabel. Jika nilai Correlated item-Total Correlation ( r- hitung ) > nilai r Tabel dan nilainya positif, maka butir pertanyaan pada setiap variable penelitian dinyatakan valid

3.8.2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas sebenarnya adalah alat untukmengukur suatu koesioner yang merupakan indikator dari variabel atau konstruk. Suatu koesioner dikatakan reliabel atau handal jika jawaban dari responden terhadap pertanyaan adalah konsisiten atau stabil dari waktu ke waktu. Jawaban responden terhadap pertanyaan dikatakn realibel jika masing-masing pertanyaan dijawab secara konsisten.


(66)

Pengujian relibilitas instrumen dalam penelitian ini mmenggunakan one shot

atau pengukuran sekali saja dan untuk menguji relibilitasnya digunakan uji stasistik

Cronbach alpha. Suatu konstruk atau variabel dikatakan realibel jika memberikan

nilai Cronbach alpha > 0,60 ( Ghozali,2005)

3.9. Model Analisis data

Penelitian ini menggunakan analisa :

a. Regresi berganda dilakukan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dimana variabel bebasnya lebih dari satu variabel. Untuk itu akan dilakukan uji regresi linear berganda dengan rumus:

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + + έ Dimana :

Y = Perilaku Narapidana a = Konstanta

b1-b2 = Koefisien Regresi

X1 = Pembebasan Bersyarat (PB)

X2 = Cuti Mengunjungi Keluarga (CMK)

έ = Standar Error

Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen diuji dengan tingkat kepercayaan (confidence interva) 95 % atau α =5%. Kriteria pengujian hipotesis untuk uji serempak adalah:


(67)

1. Ho : B1 = B2 = 0 (Pembebasan Bersyarat, Cuti Mengunjungi keluarga tidak berpengaruh terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan)

2. Ha :B1= B 2 ≠ 0. (Pembebasan Bersyarat, Cuti Mengunjungi keluarga berpengaruh terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan).

3. Untuk menguji apakah hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak digunakan statistik F (Uji F)Jika F hitung < FTabel maka Ho diterima dan Ha ditolak,sedangkan jika Fhitung > F Tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Sedangkan secara parsial kriteria pengujian hipotesis adalah :

1. Ho : B1= 0 (Pembebasan Bersyarat tidak berpengaruh terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan).

2. Ho :B1 ≠ 0 (Pembebasan Bersyarat berpengaruh terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan).

3. Ho : B2 = 0 (Cuti Mengunjungi keluarga tidak berpengaruh terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan).

4. Ho : B2 ≠ 0 (Cuti Mengunjungi keluarga berpengaruh terhadap Perilaku Narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Medan).

5. Untuk menguji hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak digunakan statistik t (uji t). Jika thitung < tTabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak,sedangkan jika thitung> tTabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Pengujian-pengujian diatas dilakukan dengan menggunakan software pengolahan data Statistical Package for Social


(68)

3.10.Uji Asumsi Klasik

Untuk menjaga akurasi model hasil regresi yang diperoleh, maka dilakukan beberapa tahapan uji syarat klasik. Uji asumsi klasik dibutuhkan untuk mengetahui sah atau tidaknya suatu model regresi yang akan dipakai sebagai model penjelasan bagi pengaruh antar variabel. Uji syarat klasik dilakukan untuk menjawab pertanyaan bahwa apakah model analisis regresi tersebut sudah memenuhi syarat-syarat yang berlaku.

3.10.1. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Dalam uji t dan uji F diasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Ghozali (2005) menyatakan bahwa, ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan uji stasistik 3.10.2. Uji Multikolonearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi dietemukan adanya korelasi antar variabel bebas ( independen ). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi antar variabel independen. Menurut Ghozali (2005) bahwa ; jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada tidaknya multikolonieritas didalam model regresi


(1)

Pertanyaan 25

12 11,1 11,1 11,1

12 11,1 11,1 22,2

63 58,3 58,3 80,6

21 19,4 19,4 100,0

108 100,0 100,0

Tidak setuju Setuju Sangat setuju Sangat setuju sekali Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pertanyaan 26

13 12,0 12,0 12,0

13 12,0 12,0 24,1

65 60,2 60,2 84,3

17 15,7 15,7 100,0

108 100,0 100,0

Tidak setuju Setuju Sangat setuju Sangat setuju sekali Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Besukan Keluarga

Pertanyaan 27

13 12,0 12,0 12,0

13 12,0 12,0 24,1

62 57,4 57,4 81,5

20 18,5 18,5 100,0

108 100,0 100,0

Tidak setuju Setuju Sangat setuju Sangat setuju sekali Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pertanyaan 28

14 13,0 13,0 13,0

9 8,3 8,3 21,3

Tidak setuju Setuju Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(2)

Bimbingan

Pertanyaan 29

12 11,1 11,1 11,1

11 10,2 10,2 21,3

60 55,6 55,6 76,9

25 23,1 23,1 100,0

108 100,0 100,0

Tidak setuju Setuju Sangat setuju Sangat setuju sekali Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Pertanyaan 30

10 9,3 9,3 9,3

13 12,0 12,0 21,3

61 56,5 56,5 77,8

24 22,2 22,2 100,0

108 100,0 100,0

Tidak setuju Setuju Sangat setuju Sangat setuju sekali Total

Valid

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent


(3)

Lampiran 5. Regression

Variables Entered/Removed b

Cuti Mengunjun gi

Keluarga, Pembebas an

Bersyarata

. Enter Model

1

Variables Entered

Variables

Removed Method

All requested variables entered. a.

Dependent Variable: Perilaku Narapidana b.

Model Summaryb

,878a ,771 ,767 1,11444 1,663

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Durbin-Watson

Predictors: (Constant), Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat

a.

Dependent Variable: Perilaku Narapidana b.

ANOVAb

440,222 2 220,111 177,225 ,000a

130,408 105 1,242

570,630 107

Regression Residual Total Model 1

Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat a.

Dependent Variable: Perilaku Narapidana b.

Coefficientsa

Unstandardized Coefficients

Standardized


(4)

Collinearity Diagnosticsa

2,998 1,000 ,00 ,00 ,00

,002 42,682 ,95 ,11 ,04

,000 88,762 ,05 ,89 ,96

Dimension 1

2 3 Model 1

Eigenvalue

Condition

Index (Constant)

Pembebasan Bersyarat

Cuti Mengunjungi

Keluarga Variance Proportions

Dependent Variable: Perilaku Narapidana a.

Residuals Statisticsa

43,4185 50,5520 46,6481 2,02835 108

-1,592 1,925 ,000 1,000 108

,110 ,533 ,173 ,068 108

43,1720 50,5990 46,6551 2,04033 108

-5,10186 5,58148 ,00000 1,10398 108

-4,578 5,008 ,000 ,991 108

-5,212 5,118 -,003 1,041 108

-6,61358 5,82795 -,00692 1,22517 108

-6,025 5,879 ,000 1,133 108

,045 23,467 1,981 3,366 108

,000 2,683 ,041 ,273 108

,000 ,219 ,019 ,031 108

Predicted Value Std. Predicted Value Standard Error of Predicted Value

Adjusted Predicted Value Residual

Std. Residual Stud. Residual Deleted Residual Stud. Deleted Residual Mahal. Distance Cook's Distance

Centered Leverage Value

Minimum Maximum Mean Std. Deviation N

Dependent Variable: Perilaku Narapidana a.


(5)

Regression Standardized Residual

3 2

1 0

-1 -2

Frequency

25

20

15

10

5

0

Histogram

Dependent Variable: Perilaku Narapindana

Mean =1.01E-15 Std. Dev. =0.991


(6)

cxi

Observed Cum Prob

1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0

Expected Cu

m Pr

ob

1.0

0.8

0.6

0.4

0.2

0.0

Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual

Dependent Variable: Perilaku Narapindana

Regression Standardized Predicted Value

4 2

0 -2

-4 -6

Re

gr

es

si

o

n St

u

den

ti

z

e

d

Res

idu

al

2

1

0

-1

-2

-3

Scatterplot