DISAIN ALGORITMA MODEL PREDICTIVE CONTROL (MPC) PENGENDALIAN SISTEM TATA UDARA PRESISI

  POLITEKNOLOGI VOL. 9, NOMOR 2, MEI 2010

  

DISAIN ALGORITMA

MODEL PREDICTIVE CONTROL (MPC) PENGENDALIAN

SISTEM TATA UDARA PRESISI

  

Nana Sutarna

Jurusan Teknik Elektro , Politeknik Negeri Jakarta

Email : nn_strn@yahoo.com

  ABSTRACT

The model system of precision air condition is modeled as a multivariable system with two outputs

namely temperature and humidity and two inputs namely motor rotation speed and valve opening.

  

In this model there is a problem of coupling between the input and output. Model Predictive

Control (MPC) is one way to overcome the problem of coupling in multivariable systems. MPC

controllers are designed without the constraints to determine a reliable algorithm. From the

simulation results it appears that the controlling parameters is best horizon Hp = 10, Hu = 4, the

weighting matrix R = 0.1, and Q = 3. With this parameter the output response follow the set point

signal Keywords : Precision Air Systems Administration, MPC, Hp, Hu, Q and R ABSTRAK

Model sistem tata udara presisi dimodelkan sebagai sebuah sistem multivariable dengan dua

output yaitu temperature dan kelembaban dan dua input yaitu kecepatan putaran motor dan

bukaan valve. Pada model ini ada masalah coupling diantara input dan outputnya. Model

Predictive Control (MPC) adalah salah satu cara untuk mengatasi masalah coupling dalam

sistem multivariable. Pengendali MPC dirancang tanpa constraints untuk menentukan agoritma

yang handal. Dari hasil simulasi nampak bahwa parameter-parameter pengendali yang terbaik

adalah horizon Hp=10, Hu=4, matrik pembobotan R=0.1, dan Q=3. Dengan parameter ini

respon keluarannya mengikuti sinyal set point Kata Kunci : Sistem Tata Udara Presisi, MPC, Hp, Hu, Q dan R.

  Nana Sutarna, Disain Algoritma Model… PENDAHULUAN

  Model matematik untuk sistem PAC secara Mayoritas peralatan informasi umum terbagi dua yaitu prinsip konservasi teknologi searusnya ditempatkan pada energi dan konservasi massa. Mengacu ruang khusus yang tidak dipengaruhi oleh pada Gambar 2 diasumsikan suhu udara T fluaktuatif suhu lingkungan. Oleh karena 2 itu biasanya peralatan tersebut berada di dan moisture content  yang dihasilkan 2 suatu ruangan yang disebut ruang datacom. oleh evaporator bercampur sempurna

  Dampak yang timbul dari kondisi suhu dan dengan udara dan meninggalkan koil kelembaban udara yang fluktuatif pada pendingin. Kemudian suhu udara T dan 3 ruang datacom sangat rentan terhadap

   yang meninggalkan

  moisture content 3 thermal shutdown, corrosion dan short

  kondenser sekunder merupakan hasil

  circuit yang dapat menyebabkan kerusakan proses panas pada suhu ruang lemari.

  pada peralatan. Untuk itu diperlukan pengendalian yang optimal pada sistem

  Secondary

  tata ruang udara yang presisi agar

  Evaporator condenser

  kelembaban dan suhu di dalam ruang datacom dapat dijaga konstan.

  Precision Air Conditioning (PAC)

  atau sistem tata udara presisi menghasilkan

  T T T T ,  , 

  2

  1

  3

  1

  1

  1

  2 T

  dua keluaran yang harus dijaga konstan

    100 %   

  2

  3

  2

  yaitu suhu dan kelembaban, yang berasal

  Air flow

  dari dua variabel masukan antara lain

    

  putaran motor kompressor dan bukaan

  2 1   

  3

  2

  katup aliran refrigerant, sistem ini adalah multivariabel yang dikenal dengan istilah MIMO ( Multiple Input Multi Output).

  Gambar 2. Model suhu dan kelembaban pada kondenser sekunder

  1) Gambaran Blok Diagram PAC

  a)

  PAC untuk sistem peralatan Model Evaporator Pada bagian evaporator wilayah suhu telekomunikasi dikondisikan pada suhu terbagi dua, yaitu dry-cooling region dan ( T ) 22 C dan kelembabannya (  ) 50%.

  wet-cooling region, seperti ditunjukkan

  Sistem kerja PAC mengacu ke sistem kerja oleh Gambar 3. refrigerator, seperti terlihat pada Gambar 1.

  T

  Air side T  Evaporator condenser Cabinet room 1 ,

  • 1' Secondary

  1

  • Wet region

  T ,  ,  1 1 1 ,  ,  T ,  ,  T

  

  2 Air flow Dry region entries T air-cab Q load T Hot air to ducting device coil Temperature compresor va lve and RH sensor we Condenser Air flow

  • T
  • 2 2 2 3 3 3 2 ,

      Refrigerant side exit Gambar 3. skema diagram evaporator

      Pada

      dry-cooling region, terjadi Gambar 1. Bagan sistem PAC. heat sensible sesuai dengan Persamaan 1. POLITEKNOLOGI VOL. 9, NOMOR 2, MEI 2010 Mengacu pada Gambar 4 di bawah ,

      dT TT 1 '   1 1 '

      perubahan suhu T wc2 dinyatakan oleh C .  . pu u pu u    we VC .  . f . TTUA 1 1 1 ' (1)

    1 T 

      dt

      2  

      Persamaan 8 , 9 dan 10. berikut. Pada wet-cooling region terjadi

      dTTT3 2 3 C  . pu u cab pu u w c .  VC .  . f . TTUA 2 3   

      3 T2

      perubahan fasa sehingga terjadi sensible

      dt

      2   (8)

      dan karena itu

      heat latent heat,

      persamaanya dalam bentuk enthalpy ditunjukkan oleh Persamaan 2.

      Sensible heat dh TT 2  1 ' 2   . u V   . f . hhUA 2 u 1 ' 2  we 2  T  

      (2) T

      2 dt

       2  T

      3 T Condenser Wall

      Hubungan antara enthalpy udara, suhu dan wc

      : moisture content (w) adalah

      (3)

      hC . Th .  p fg

      Subtitusi persamaan (3) ke persamaan (2) akan diperoleh Persamaan 4.

      Gambar 4. Skema diagram kondenser sekunder

      dT dw 2 2 .  .   . .   . . 

      C pu u

      V 2 u V h C fT T2 fg pu u 2 1 ' 2 dt dt

      (4)

        T T1 ' 2 dT TT wc  

        . f . h wwUA u fg    we 2 1 2

    2 T 

      2 2 3 ( C V )  UA 3   Tpw w w wc2 wc 2

      2  

      2 dt

       

      (9)   M ( hh ) 2 2 2

      ref oc ic

      Hubungan antara air moisture content (w)

        M jika valve terbuka penuh 2  max

       ref

      dan suhu (T), sesuai dengan Persamaan 5;

        M ref 2 

      (10)

      jika valve tertutup penuh 

      2 w  ( . 0198 T  . 085 T

      4 . 4984 ) / 1000 (5)

           M M M ref 1 ref 2 ref

      3 Dengan demikian,

      c) Model Kompresor dw dT

      ( 2 . 0198 . 085 ) / 1000  x T   (6)

      Kompresor memberikan peranan

      dt dt

      penting dalam mengatur besarnya tekanan kompresi pada sistem refrigerator dan juga Dikarenakan adanya perbedaan yang sekaligus mengatur besarnya aliran rugi- signifikan dalam kelembaman panas rugi. Persamaan pada bagian ini sesuai antara refrigerant dan udara, respon dengan Persamaan 11. dinamik untuk perubahan di sisi udara lebih lambat dibanding sisi refrigerant,

      s . V .  d vol

       maka diasumsikan massa kecepatan aliran

      Mref (11) v s refrigerant di inlet maupun outlet

      evaporator adalah sama. Persamaan energi untuk dinding evaporator sesuai dengan Keseimbangan energi untuk Persamaan 7. ruangan tertentu (cabinet) yang

      dTTT   TT  dikondisikan memiliki Persamaan 12 we 1 '1 '1 2        

      C

      V UA

      1 T UA

      2 Tpw w wwe we we

      sebagai berikut :

      2

      2 dt

         

      (7)   M ( hh ) 1

      ref oe ie dT c C .  . pu u c pu u VC .  . f .( TT )  Q 3 ruang load

      (12)

      b) dt Model Kondenser.

      Nana Sutarna, Disain Algoritma Model…

      dimana V adalah volume ruang cabinet,

      c) Sinyal kendali u(k|k) dikirim ke proses, sedangkan sinyal kendali

      Q adalah beban sensible di ruang load

      terprediksi berikutnya dibuang, karena cabinet. pada pencuplikan berikutnya y(k+1)

      dW

      4 sudah diketahui nilainya.

      V   . f .  WW   M u c u

      3

      4 dt

      (13)  .

      dimana M adalah beban uap lembab yang

      Trayektori

      dihasilkan di ruang cabinet.

      Acuan Masukan dan Keluaran Keluaran

    • Lampau

      Permasalahan yang ada pada sistem

      Terprediksi Model

      multivariable diantaranya variabel

    • masukan saling mempengaruhi terhadap

      Masukan yang Akan

      keadaan keluarannya., kondisi ini akan

      Datang

      berpengaruh terhadap nilai acuan yang diharapkan. Pengendali Model Predictive

      Optimizer Kesalahan

      Control (MPC) merupakan adalah salah Prediksi

      satu pengendali yang mampu mengatasi

      Fungsi Kriteria Constraint

      permasalahan tersebut. MPC banyak digunakan pada bidang industri karena mempunyai kelebihan dan mampu

      Gambar 5. Struktur Pengendali MPC mengatasi pengendalian pada kondisi keadaan variable yang kompleks dibandingkan dengan pengendali

      METODOLOGI.

      konvensional Pola diagram alir dalam perhitungan kendali perhitungan udara

    2) Prisnip Dasar MPC

      presisi pada MPC ditunjukkan pada

      Model Predictive Control (MPC)

      Gambar 6, dengan tools mengunakan atau sistem kendali prediktif termasuk software matlab. dalam konsep perancangan pengendali berbasis model proses, dimana model proses digunakan secara eksplisit untuk merancang pengendali dengan cara meminimumkan suatu fungsi kriteria. Struktur dasar dari pengendali MPC dapat dilihat pada Gambar 5. Metodologi semua jenis pengendali yang termasuk kedalam kategori MPC dapat dikenali oleh strategi berikut:

      a) Keluaran proses yang akan datang untuk rentang

      horizon Hp yang

      ditentukan yang dinamakan sebagai

      prediction horizon, diprediksi pada

      setiap waktu pencuplikan dengan menggunakan model proses.

      b) Serangkaian sinyal kendali dihitung dengan mengoptimasi suatu fungsi kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Fungsi kriteria tersebut umumnya Gambar 6. Diagram alir algoritma MPC. berupa suatu fungsi kuadratik dari kesalahan antara sinyal keluaran

    HASIL DAN PEMBAHASAN.

      terprediksi dengan trayektori acuan.

      POLITEKNOLOGI VOL. 9, NOMOR 2, MEI 2010

    a) Pengendalian dengan perubahan nilai Prediction Horizon (Hp).

      Bentuk grafik hasil pengendalian MPC dengan nilai Prediction Horizon (Hp), yang berbeda dapat ditunjukkan pada Gambar 7(a) ,7(b) dan 7(c)

      Gambar 7 ( c) . Sinyal keluaran y

      1 dan y

      2

      dengan parameter , Hp=20; Hu=2; Q=1; R=1.pada Hp=20

      Jika nilai Hp diperbesar terus maka sinyal output akan dinaikkan terus sampai menuju nilai set point yang ditetapkan. Seperti tampak pada keluaran y 1 . Sebaliknya jika keluaran sudah mencapai

      Gambar 7(a) Sinyal keluaran y

      1 dan y

      2

      nilai set point, tetapi jika nilai Hp terus dengan parameter Hp=4; Hu=2; Q=1; diperbesar, maka nilai keluaran dipaksa di R=1. tekan pada nilai set point nya. Hal ini dapat dilihat pada keluaran y

      2 .

      Jika pengamatan di fokuskan pada keluaran y dengan perubahan nilai Hp

      1

      yang semakin diperbesar, nampak waktu naiknya ( rise time) semakin diperbaiki. Pada saat Hp=4 waktu naik sekitar 60 detik dan pada saat Hp=10 waktu naiknya semakin cepat sebesar 15 detik.

      Semakin besar nilai Hp, maka akan semakin memperbesar dimensi ukuran matriks, dengan demikian maka akan semakin lama waktu komputasi. Untuk pemilihan besarnya nilai Hp pada analisis di atas dipilih nilai Hp sebesar 10. Hal ini didasarkan pada analisis di Gambar 7(b)

      Gambar 7(b). Sinyal keluaran y

      1

      dan Gambar 7(c) untuk keluaran y

      1

      dan y

      2 pada dengan parameter Hp=10;

      nampak perubahannya tidak begitu Hu=2; Q=1; R=1.Hp=10 signifikan.

      Nana Sutarna, Disain Algoritma Model…

      halus, dan pada sisi keluaran y

      Q=1;

      Gambar 9 (a). Grafik keluaran dengan parameter R= 0.5; Hp=10; Hu=4; Q=1; Gambar 9(b) Grafik keluaran dengan parameter b. R= 0.1; Hp=10; Hu=4;

      Perbandingan hasil pengendalian MPC dengan perubahan bobot matriks R dapat ditunjukkan oleh gambar 9(a),9(b) dan 9(c).

      c) Pengendalian dengan perubahan Matriks Bobot R

      peredaman keluaran terhadap nilai seting pointnya jika bilai Hu terus diperbesar.

      2 juga ada

      1 nampak semakin lebih

      Gambar Grafik perbandingan hasil Pengendalian MPC, dengan perubahan Perbedaan Nilai Control Horizon (Hu), dapat ditunjukkan oleh Gambar 8(a), 8(b) dan 8(c).

      Sinyal kendali u

    b) Pengendalian dengan perubahan Nilai Control Horizon (Hu)

      dengan parameter Hu=8; Hp=10; Q=1; R=1. Jika dibandingkan Gambar 8(a) dengan Gambar 8(b) perhatikan sinyal kendali u 1 .

      2

      1 dan u

      Gambar 8 (b) Sinyal kendali u

      1 dan u

      Gambar 8 (a) Sinyal kendali u

    2 Dengan parameter Hu=4; Hp=10; Q=1; R=1.

      POLITEKNOLOGI VOL. 9, NOMOR 2, MEI 2010 Gambar 10 (b) Garfik keluaran dengan

      Gambar 9(c). Grafik keluaran dan parameter Q=5; R= 0.1; Hp=10; Hu=4 masukan pada R=0.05

      Jika dibandingkan Gambar 9(a) dan Bandingkan Gambar 8(a) dengan

      10(b) dengan Gambar 10(b) respon Gambar 9(c) perubahan yang nampak kecepatan keluaran y

      1 semakin cepat

      jelas adalah pada keluaran y

      1 , respon rise

      menuju nilai acuan, sedang keluaran y

      2

      time keluarannya lebih cepat. Sedang diredam dan dipertahankan pada nilai keluaran y

      2 nampak diredam dan optimumnya, yaitu pada nilai acuannya.

      dipertahankan pada nilai acuannya. Jika Jika nilai bobot matriks Q diperbesar lagi, bobot matriks R terus diperkecil lagi, pengaruh terhadap keluaran baik y

      1 response rise time nya semakin halus.

      maupun y tidak begitu signifikan.

      2

    d) Pengendalian dengan perubahan KESIMPULAN Matriks Bobot Q

      Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa, Pengendali Perbandingan hasil pengendalian MPC

      MPC dapat meredam overshoot dan sinyal Dengan perubahan Matriks Bobot Q, dapat keluaran mengikuti setting point, nilai ditunjukkan oleh Gambar 10(a) dan 10(b). bobot matrik R dan Q terbaik pada nilai R=0.1 dan Q=3. Kemudian nilai

      Prediction Horizon dan Control Horizon

      pada model PAC nilai terbaik Hp=10 dan Hu=4.

    DAFTAR PUSTAKA.

      [1] Yunus A. Cengel, Michael A.Boles, An Engineering

      Thermodynamics:

      Approach, Second edition. (New York: McGraw-Hill, 1994), hal. 693. [2] Shan K. Wang, Handbook Of Air

      Conditioning And Refrigeration,

      Second Edition. (New York: McGraw- Gambar 10(a). Grafik Keluaran dengan Hill, 2001), hal. 9.16. parameter Q=3; R= 0.1; Hp=10; Hu=4;

      Nana Sutarna, Disain Algoritma Model…

      [3] Lars Finn Sloth Larsen. “Model Based

      Control of Refrigeration Systems

      .” Ph.D. Thesis, Central R & D Danfoss A/S DK-6430 Nordborg, Denmark November 2005, hal. 2.9 – 2.11. [4] Potter & Somerton - Chapter 12:

      Mixtures and Solutions - Part 2 The Psychrometric Chart & Air-

    • Conditioning Processes (Potter Sections 12.6 & 12.7)

      [5] Raul Anton, Hans Jonsson, and Björn Palm,

      Modeling of air conditioning for cooling of data centers, journal IEEE,

      2002 Inter Society Conference on Thermal Phenomena. [6] Qi Qi, Shiming Deng, Multivariable

      Control-Oriented Modeling of Direct Expansion (DX) Air Conditioning (A/C) System, International Journal of

      Refrigeration 2008, Jounal homepage: [7] J.Howard A, Jtaylor Beard, Chris

      Bolton, Simplified Analytical Modeling of an Air Conditioner with Positive Displacement Compressor, journal IEEE, 1996.

      [8] C P Underwood, Analysing Multivariable Control of Refrigerantion Plant Using Matlab/Simulink, Seventh International IBPSA Conference, Rio de Janeiro, Brazil, 2001.

      [9] Aries Subiantoro, Diktat kuliah system Kendali Adaptif, Control System Research group, Jurusan Elektro FTUI, 2002.

      [10] P.E. Wellstead and M.B. Zarrop, Self- Tuning Systems, Control and Signal Processing, 1991, John Willey & Sons, Baffins Lane, Chichester England.

      [11] Maciejowski, Predictive Control with Constraints, 2002, Prentice Hall, Harlow England.

      [12] Richard J. vaccaro, Digital control A State-Space Approach, 1995, McGraw-Hill, Singapore.

      [13] Katsuhiko Ogata, Modern Control

      th

      Engineering, 3 edition 1997, Prentice Hall, New Jersey.

Dokumen yang terkait

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA PREZI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAHASISWA PADA MATA KULIAH BAHASA INGGRIS Eka Resty Novieta Sari

0 2 10

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS III SDN TUMBANG TUAN 1 Siman SDN Tumbang Tuan 1

0 2 10

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS V SDN TELUK JOLO 1 KECAMATAN SUMBER BARITO KABUPATEN MURUNG RAYA Trisnuari SDN Teluk Jolo 1 Murung Jaya

0 3 12

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI Siti Hasanah SMA Negeri 1 Cikalongwetan

0 0 17

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) PADA SISWA KELAS VIII A SMPN 1 CIRUAS Yayah Umayah

0 0 11

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT NELAYAN DI KABUPATEN PASURUAN: KAJIAN PENGEMBANGAN MODEL PEMBERDAYAAN SUMBERDAYA MANUSIA DI WILAYAH PESISIR PANTAI

0 3 8

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN TENTANG TATA KERJA PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI DI KOTA CIMAHI POLICY IMPLEMENTATION OF WORKING PROCEDURES OF INFORMATION AND DOCUMENTATION OFFICER AT CIMAHI CITY

0 0 7

HUBUNGAN ROLE MODEL CLINICAL INSTRUCTOR DENGAN KONSEP DIRI MAHASISWA S-1 KEPERAWATAN SAAT PERTAMA KALI MENGIKUTI PRAKTIK KLINIK

0 0 9

ANALISIS KINERJA PEMBANGKIT LISTRIK ENERGI TERBARUKAN PADA MODEL JARINGAN LISTRIK MIKRO ARUS SEARAH

0 0 8

ANALISA KINERJA SIMULATOR PLTB PADA MODEL JARINGAN LISTRIK MIKRO ARUS SEARAH

0 0 8