PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) PADA SISWA KELAS VIII A SMPN 1 CIRUAS Yayah Umayah

  JMP Online Vol 2, No. 10, 1078-1088. © 2018 Kresna BIP.

  Jurnal Mitra Pendidikan (JMP Online) e-ISSN 2550-0481

   p-ISSN 2614-7254

  PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA DENGAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) PADA SISWA KELAS VIII A SMPN 1 CIRUAS 1) 2) Yayah Umayah , Hanif Evendi 1) 2) SMP Negeri 1 Ciruas , SMP Negeri 4 Kragilan

  INFORMASI ARTIKEL ABSTRAK

  Dikirim : 30 Oktober 2018 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh Revisi pertama : 31 Oktober 2018 mana peningkatan pemecahan masalah peserta didik pada Diterima : 31 Oktober 2018 materi Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV) melalui Tersedia online : 05 November 2018 model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) di kelas VIII SMPN 1 Ciruas. Objek penelitian terdiri dari 29 siswa, dan dilaksanakan dengan menjalin kemitraan atau Kata Kunci : PLDV , Creative kolaboratif dengan rekan guru lain sebagai observer. Data Problem Solving (CPS), Pemecahan yang dikumpulkan data kuantitatif dengan pengolahan Masalah data statistik sederhana dan data kualitatif dengan 1) menggunakan instrumen observasi dan dokumentasi.

  Email Elliot dimana pelaksanaannya dilakukan melalui dua siklus dan setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Adapun hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dapat meningkatkan dari siklus I menunjukkan bahwa hanya 14 siswa atau 49 % siswa saja yang mencapai nilai 50-100 dan rata – rata dalam pemecahan masalah satu kelas 59,13 % sedangkan pada siklus kedua mengalami peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa yaitu 74,14 % dan terdapat 25 atau 86 % siswa yang mencapai nilai 50-100 . Hal ini berdasarkan pada perolehan hasil belajar selama

penelitian berlangsung.

  PENDAHULUAN Latar Belakang

  Kemampuan dasar matematika dapat diklasifikasikan dalam lima jenis yaitu kemampuan : (1) mengenal, memahami dan menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan idea matematika, (2) menyelesaikan masalah matematika, (3) bernalar matematik, (4) melakukan koneksi matematika, dan (5) komunikasi matematika. Permendiknas No.22 (Permendikbud, 2006). Sementara Itu sikap yang harus dimiliki siswa diantaranya adalah sikap kritis dan cermat, obyektif dan terbuka, menghargai keindahan matematika, serta rasa ingin tahu dan senang belajar matematika (Sumarmo, 2012). Kemampuan dasar dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa tersebut merupakan tujuan yang ingin dicapai dari pembelajaran matematika yang tercantum dalam kurikulum matematika sekolah menengah di Indonesia.

  Hal ini dibuktikan dengan hasil studi Programme for Internatinal Student

  

Assesment 2015 , hasilnya memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia belum

menunjukkan prestasi memuaskan artinya masih rendah dibanding rerata OECD.

  optimisme dan harapan. Peningkatan terbesar terlihat dari kompetensi sains yakni 382 poin pada tahun 2012 menjadi 403 poin di tahun 2015. Dalam kompetensi Matematika meningkat dari 375 poin di tahun 2012 menjadi 386 poin di tahun 2015. Kompetensi membaca belum menunjukkan peningkatan yang signifikan yakni 396 di tahun 2012 menjadi 397 di tahun 2015 (PISA, 2015). Peningkatan ini mengangkat posisi Indonesia berada di urutan ke 64 dari 70 negara. Matematika sebagai mata pelajaran yang berbasis pada penalaran, diharapkan akan dapat mengangkat kemampuan bernalar siswa untuk bisa mengangkat perolehan nilai siswa dalam tes PISA sebagai instrument tes tingkat Internasional.

  Matematika sebagai ratunya ilmu yang mengembangkan kemampuan penalaran, masih merupakan pelajaran yang menakutkan sekaligus membosankan bagi sebagian peserta didik, sehingga dibutuhkan sebuah inovasi dan kreativitas guru dalam pembelajaran. Guru mempunyai dampak yang besar tidak hanya pada prestasi peserta didik, tetapi juga dalam sikap dan budaya belajarnya. Guru dapat meningkatkan rasa ingin tahu tapi sekaligus melumpuhkan rasa ingin tahu alamiah anak. Guru dapat meningkatkan atau merusak motivasi dan kreativitas anak. Seperti yang dikemukakan Munandar (Munandar, 2014) guru-guru yang sangat baik (atau yang sangat buruk) dapat mempengaruhi anak lebih kuat daripada orangtua. Mengapa? Karena guru lebih banyak kesempatan untuk merangsang atau menghambat kreativitas anak daripada orang tua.

  Hasil penelitian awal penulis menunjukkan rendahnya budaya membaca peserta didik, terkait mata pelajaran Matematika, terdapat 78% peserta didik di lingkungan SMPN 1 Ciruas Kabupaten Serang yang tidak pernah membaca buku sumber di rumah selain mengerjakan soal latihan yang ditugaskan guru. Begitu juga daya nalar peserta didik yang ditunjukkan melalui hasil belajar menggunakan model pembelajaran langsung, diperlihatkan dalam tabel dibawah ini :

  

Tabel 1. Nilai Rata-Rata Ulangan Harian Matematika Tahun Ajaran 2018/2019

Jumlah Rata- No Kelas KKM Siswa rata

  1 VIII-A

  29 70 54,2

  2 VIII-B

  30 70 53,7

  3 VIII-C

  30 70 52,5

  4 VIII-D

  30 70 53,9

  5 VIII-E

  30 70 56,2 Rata-rata 54,10

  Sumber : Buku Nilai SMP Negeri 1 Ciruas Berdasarkan tabel diatas, tampak daya nalar siswa yang ditunjukkan oleh hasil belajar pada ulangan harian masih rendah. Nilai rata-rata semua siswa yakni 54,10 untuk ulangan harian masih dibawah kriteria ketuntasan minimal.

  Ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya hasil belajar karena faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu pengetahuan konseptual dan daya nalar peserta didik terhadap segala informasi yang diterima pada saat pembelajaran. Faktor eksternal yaitu peran serta seorang guru sebagai fasilitator yang membantu peserta didik dalam menerima ilmu pengetahuan.

  Benyamin S Bloom (Sudjana, 2010), dalam teori belajarnya menyatakan bahwa “Terdapat dua faktor utama yang dominan terhadap hasil belajar yaitu karakteristik internal siswa yang meliputi (kemampuan, minat, hasil belajar sebelumnya, dan motivasi) serta karakteristik eksternal kualitas pengajaran yang meliputi (guru, model pembelajaran dan fasilitas belajar)”. Sehingga salah satu cara belajar yang aktif dan menyenangkan harus diterapkan oleh guru untuk membuat peserta didik aktif dan tidak bosan mengikuti pembelajaran di kelas.

  Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan diatas maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :

  1. Bagaimanakah penggunaan Creative Problem Solving (CPS) pada materi PLDV untuk meningkatkan penalaran dan kreativitas peserta didik yang ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar? 2. Bagaimanakah perbedaan hasil belajar menggunakan model pembelajaran CPS dengan model pembelajaran langsung pada materi PLDV?

  Tujuan Penelitian

  Sesuai dengan identifikasi dan rumusan masalah diatas maka tujuan yang hendak dicapai pada penulisan artikel ini adalah sebagai berikut :

  1. Mengetahui gambaran sejauh mana peningkatan penalaran dan kreativitas peserta didik pada materi PLDV melalui penggunaan Creative Problem Solving (CPS)

2. Mengetahui gambaran perbedaan hasil belajar menggunakan model pembelajaran

  CPS dengan model pembelajaran langsung pada materi PLDV

KAJIAN PUSTAKA

  Model pembelajaran yang digunakan para guru, pada dasarnya untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk memahami dan menguasai suatu pengetahuan dan pelajaran tertentu. Soekamto (Shoimin, 2014) mengemukakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Hal ini mengandung arti bahwa model pembelajaran memberikan kerangka dan arah para guru dalam mengajarkan sebuah konsep.

  Fungsi model pembelajaran sebagai pedoman dan arah bagi guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, walaupun demikian pemilihan model pembelajaran sangat tergantung pada karakteristik maupun materi yang akan diberikan pada peserta didik sehingga tidak ada model pembelajaran tertentu yang diyakini sebagai model pembelajaran yang paling baik. Semua tergantung pada situasi dan

  Shoimin mengemukakan (2014:24) model pembelajaran inovatif yang dapat digunakan dalam melaksanakan pembelajaran bermutu sesuai dengan kurikulum 2013 ialah Active Debat, Artikulasi, Auditory Intellectualy Repetition (AIR), Bamboo

  

Dancing, Circuit Learning, Complete Sentence, Concept Sentence, Connecting

  (CORE), Contextual Teaching and Learning (CTL),

  Organizing Reflecting Extending

Cooperative Learning, Cooperative Scripts, Cooperative Integrated Reading and

Composition (CIRC), Creative Problem Solving (CPS), Demonstration, Direct

Instruction (Pembelajaran Langsung), Dramatic Learning, Habit Forming

  (Pembiasaan), Inkuiri, Jigsaw, mind maping (Peta Konsep), Numbered Head Together (NHT) dan banyak model pembelajaran lainnya.

  Terdapat banyak jenis model pembelajaran yang dapat digunakan dan divariasikan dalam proses belajar mengajar. Salah satu model yang diharapkan dapat meningkatkan partisipasi siswa agar lebih aktif dalam kegiatan belajar mengajar adalah model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS), dalam model ini siswa dibagi kedalam kelompok yang terdiri dari 2-5 orang. Pembelajaran Creative Problem

  

Solving (CPS) dalam pembelajaran matematika adalah suatu pembelajaran yang

  melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan. Ketika dihadapkan dengan suatu pertanyaan, siswa dapat melakukan keterampilan memecahkan masalah untuk memilih dan mengembangkan tanggapannya. Tidak hanya dengan cara menghafal tanpa dipikir, keterampilan memecahkan masalah memperluas proses berpikir (Pepkin, n.d.). CPS dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif siswa, karena CPS adalah pembelajaran yang melibatkan semua kegiatan siswa secara penuh, guru hanya sebagai fasilitator. Pembelajaran ini membiasakan siswa untuk melakukan pengamatan, memaparkan ide-ide, menghubungkan dengan pengetahuan sebelumnya atau dengan materi pelajaran yang lain, dan berusaha sendiri menemukan solusi permasalahan dari berbagai informasi, baik dari lingkungan, buku, internet maupun dari dokumen-dokumen.

  Menurut Sudjimat (dalam Sukasno, 2002:18), belajar pemecahan masalah pada hakekatnya belajar berpikir atau belajar bernalar. Yang dimaksud dengan belajar berpikir atau belajar bernalar tersebut adalah berpikir atau bernalar dalam mengaplikasikan pengetahuan-pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya untuk digunakan dalam memecahkan permasalahan yang belum pernah dijumpai sebelumnya.

  Polya (Saptuju, 2005:18) mengemukakan beberapa kemampuan yang menjadi tujuan dalam pembelajaran pemecahan masalah, yaitu 1) Pemecahan masalah merupakan salah satu bentuk pendidikan untuk dapat berpikir sistematis. Dalam hal ini selama proses berlangsung dan pemecahan masalah yang diperolehnya harus dikomunikasikan kepada orang lain. Komunikasi itu dapat dimengerti oleh orang lain apabila penyajiannya dilakukan secara sistematis, baik ditinjau dari segi penalaran pengertian maupun bahasanya. 2) Pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan belajar mengajar yang bermakna (meaningfull), untuk meningkatkan sifat keingintahuan intelektual. Jika masalah yang dihadapkan kepada siswa tepat maka memungkinkan siswa berkembang menjadi lebih analitis dalam mengambil keputusan dalam kehidupan. Hal ini disebabkan terlatihnya siswa dalam keterampilan untuk mengumpulkan informasi yang relevan, mengorganisasikan konsep dan prinsip-prinsip dasar yang pernah dimilikinya, menganalisis informasi, dan menyadari perlu ditelitinya kembali hasil yang telah diperolehnya. 4) Pengetahuan baru dapat ditemukan melalui pemecahan masalah. 5) Dengan pemecahan masalah, siswa menerapkan konsep dan prinsip Matematika ke situasi baru. Untuk menyelesaikan masalah, siswa harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya dan kemudian menggunakannya dalam situasi baru. Penerapannya dapat dalam Matematika sendiri, bahkan mungkin pada mata pelajaran atau bidang lainnya. Dan 6) Siswa berperan aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

  Model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) pada materi PLDV, diharapkan tidak hanya mampu meningkatkan kreativitas tapi juga mampu meningkatkan penalaran peserta didik. Konsep penalaran dalam matematika merupakan sebuah proses berfikir untuk mencapai suatu kesimpulan yang logis, dengan demikian peserta didik merasa yakin bahwa matematika adalah mata pelajaran yang dapat dipahami, dipikirkan, dibuktikan juga dievaluasi.

  METODE PENELITIAN Tempat, Waktu dan Subjek Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian Tindakan (Action Research).

  Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII-A SMPN 1 Ciruas kab Serang, pada semester ganjil tahun ajaran 2018-2019 yang dimulai pada bulan Agustus hingga Oktober. PLDV menjadi kajian pada penelitian ini.Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII-A SMPN 1 Ciruas yang terdiri atas 14 peserta didik laki-laki dan 15 peserta didik perempuan. Penelitian ini juga dibantu oleh seorang rekan guru yang berperan sebagai observer untuk mengamati proses jalannya penelitian.

  Jenis Penelitian

  Model PTK menggunakan Model John Elliot, dimana setiap langkah penelitian dilaksanakan dengan lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, karena di dalam setiap siklus terdiri dari beberapa aksi atau tindakan. Sementara itu, setiap aksi juga terdiri dari beberapa langkah, yang terealisai dalam bentuk kegiatan belajar mengajar. Secara garis besar terdapat empat tahapan model penelitian, yaitu : (1) perencanaan, (2) pelaksanaan, (3) pengamatan dan (4) refleksi. Hasil refleksi kemudian dipergunakan untuk perencanaan siklus berikutnya.

  Teknik Pengumpulan Data

  Untuk pengumpulan data dalam penelitian ini, peneliti membuat beberapa instrumen yaitu :

  1. Tes Tes hasil belajar untuk mengukur sejauh mana peningkatan penalaran siswa dalam materi PLDV. Tes dilaksanakan di akhir siklus.

  Lembar Kerja Kelompok Lembar Kerja berupa hasil karya/produk merupakan bentuk Creative

  Problem Solving (CPS) (Peta Konsep) yang dibuat oleh peserta didik untuk mengukur kreativitas peserta didik.

  3. Lembar Observasi Lembar observasi ini digunakan untuk mengetahui aktivitas guru dan peserta didik selama proses pembelajaran berlangsung.

  4. Angket Siswa Angket siswa digunakan untuk mengetahui respon dan tanggapan peserta didik terhadap penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) pada materi PLDV.

  Teknik Analisis Data

  Analisis data menggunakan analisis data deskriftif kualitatif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman, terdiri atas tiga tahap kegiatan yaitu : mereduksi data, menyajikan data dan menarik kesimpulan/verifikasi data. Sedangkan hasil tes dan lembar kerja menggunakan perhitungan statistika sederhana.

  Kriteria keberhasilan pada penelitian ini dititik beratkan pada dua aspek, yaitu aspek proses dan aspek hasil. Pada aspek proses, keberhasilan dilihat dari aktifitas siswa dan kinerja profesional guru dalam proses belajar mengajar, serta tingkat apresiasif siswa terhadap penerapan model pendekatan saintifik (Arikunto, 2009).

  

Tabel 2. Rentang Nilai Tingkat Keberhasilan Proses Belajar Mengajar

Aspek Tingkat Keberhasilan No.

  Keterangan Penelitian Persentase Kategori

  Jika kurang dari 50% siswa Aktifitas siswa <50 % Rendah terlibat aktif dalam proses dalam proses belajar mengajar.

  1. belajar Jika kira-kira 50% hingga 79% mengajar

  50% - 79% Sedang siswa terlibat aktif dalam proses belajar mengajar.

  

Lanjutan Tabel 2. Rentang Nilai Tingkat Keberhasilan Proses Belajar Mengajar

Aspek Tingkat Keberhasilan No.

  Keterangan Penelitian Persentase Kategori

  Aktifitas siswa Jika lebih dari 80% siswa dalam proses terlibat aktif dalam proses 1. >80% Tinggi belajar belajar mengajar. mengajar

  Jika kurang dari 50% dari <50 % Rendah aspek pengamatan kinerja guru Kinerja guru terpenuhi. dalam proses Jika kira-kira 50% hingga 79% 2. belajar 50% - 79% Sedang dari aspek pengamatan kinerja mengajar guru terpenuhi.

  Jika lebih dari 80% dari aspek >80% Tinggi kinerja guru terpenuhi.

  Sumber : Arikunto (2009) Sedangkan aspek hasil, keberhasilannya dilihat dari kemajuan perolehan nilai- nilai dari serangkaian tes yang diberikan kepada siswa pada setiap siklus. Adapun rentang nilai yang digunakan dalam penelian tindakan ini adalah bisa terlihat pada tabel berikut ini:

  

Tabel 3. Rentang Nilai Tingkat Keberhasilan Hasil Belajar Siswa

Tingkat Keberhasilan Aspek No.

  Keterangan Penelitian Persentase Kategori

  Jika kurang dari 50% siswa <50 % Rendah mengalami kemajuan perolehan nilai pada siklus berikutnya.

  Kemajuan Jika kira-kira 50% hingga 79% perolehan siswa mengalami kemajuan 1. 50% - 79% Sedang nilai setiap perolehan nilai pada siklus siklus berikutnya

  Jika lebih dari 80% siswa >80% Tinggi mengalami kemajuan perolehan nilai pada siklus berikutnya.

  Jika kurang dari 50% siswa <50 % Rendah dapat mencapai KKM mata pelajaran Matematika.

  Pencapaian Jika kira-kira 50% hingga 79% 2. ketuntasan 50% - 79% Sedang siswa dapat mencapai KKM belajar mata pelajaran Matematika

  Jika lebih dari 80% siswa dapat >80% Tinggi mencapai KKM mata pelajaran Matematika.

  Sumber : Arikunto (2009)

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

  Penelitian tindakan diawali dengan observasi awal untuk memperoleh informasi atau permasalahan yang berhubungan dengan metode pembelajaran matematika, proses belajar mengajar baik kondisi kelas maupun siswa. Dari observasi awal, dalam proses belajar mengajar dapat diketahui bahwa kesiapan siswa untuk mengikuti pelajaran matematika masih kurang, sehingga terlihat aktivitas pembelajaran tidak sesuai dengan harapan. Pada saat guru menyampaikan informasi tidak semua siswa mengikuti proses belajar, dalam hal ini ada sebagian siswa yang masih mengobrol dengan temannya. Dalam kegiatan pembelajaran tersebut siswa juga kurang aktif merespon sewaktu guru memberikan permasalahan, tidak ada siswa yang berinisiatif mengajukan pertanyaan atau pendapat. Hal ini disebabkan karena siswa pada umumnya belum mempersiapkan diri untuk belajar atau membaca terlebih dahulu materi yang akan diajarkan. Selain itu pada observasi awal peneliti menemukan nilai rata-rata ulangan harian matematika siswa kelas VIII-A sebelumnya selalu dibawah

  Siklus I a.

  Kemampuan Pemecahan Masalah

  

Tabel 4. Data Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siklus I

Nilai Jumlah siswa Presentasi %

  1-25

  2

  7 26-50

  13

  45 51-75

  6

  21 76-100

  8

  28 Jumlah 29 100 Rata-Rata 59, 13 %

  Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018) Dari analisis data kuantitatif untuk kemampuan pemecahan masalah siswa yang menunjukkan bahwa hanya 14 siswa atau 49 % siswa saja yang mencapai nilai

  50 -100 sedangkan indikator keberhasilan minimal 70% siswa mencapai nilai 76- 100 maka dapat dinyatakan bahwa pada siklus 1 indikator keberhasilan kemampuan pemecahan masalah belum tercapai. Sehingga penelitian ini akan dilanjutkan dengan memperbaiki tindakan dan langkah-langkah yang harus diperbaiki adalah pada tahap membimbing penyelidikan individu dan kelompok dan pada tahap menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Rencana perbaikan yang akan dilaksanakan adalah pada Tahap Membimbing penyelidikan individu dan kelompok, Guru akan mendampingi siswa dalam menuliskan LK yang diawali dengan menuliskan secara individu kemudian berpasangan dalam kelompok dan dilanjutkan dengan diskusi dalam kelompok, sedangkan pada Tahap Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, Guru akan memandu siswa dalam melakukan analisis dan evaluasi penyelesaian masalah di dalam kelompok. b.

  Refleksi Tindakan Siklus I Dari berbagai fakta yang diperoleh pada pelaksanaan siklus I, ditemukan hal-hal-hal penting sebagai berikut:

  1. Pada saat pembelajaran berlangsung beberapa siswa masih kelihatan tegang.

  2. Pada saat siswa berdiskusi pada pengerjaan soal masih berpusat pada satu dua orang saja, sedangkan anggota kelompok yang lainnya belum bisa bekerjasama dengan baik.

  3. Pada saat siswa menyampaikan hasil diskusi kelompok, beberapa siswa masih ragu-ragu dan belum bisa menyampaikan informasi dengan jelas dan runtut.

  4. Ketika diberi kesempatan untuk bertanya, hanya beberapa siswa saja yang berani melontarkan pertanyaan.

  5. Ketika guru melontarkan pertanyaan seputar PLDV hanya beberapa siswa saja yang berani menjawab.

  6. Pada saat menyelesaikan tugas kelompok, kerjasama dalam kelompok masih kurang.

  Siklus II a.

  Kemampuan Pemecahan Masalah

  

Tabel 5. Data Nilai Kemampuan Pemecahan Masalah pada Siklus II

Nilai Jumlah siswa Presentasi %

  1-25 0 % 26-50 4 14 % 51-75 13 45 % 76-100 12 41 % Jumlah 29 100 % Rata-Rata 74.14%

  Sumber : Hasil Penelitian, diolah (2018) Dari analisis data kuantitatif untuk kemampuan pemecahan masalah siswa yang menunjukkan bahwa 25 siswa atau 86 % siswa yang mencapai nilai 50 - 100 sedangkan indikator keberhasilan minimal 70% siswa mencapai nilai 50-100 maka dapat dinyatakan bahwa pada siklus 2 indikator keberhasilan kemampuan pemecahan masalah sudah tercapai. Mengingat penelitian ini menetapkan minimal 75% siswa mencapai nilai 50-100 atau kategori sangat baik komunikasi matematikanya maka dapat dinyatakan bahwa pada siklus 2 indikator keberhasilan komunikasi matematika sudah tercapai. Sehingga penelitian ini tidak akan dilanjutkan ke siklus berikutnya.

  b.

  Refleksi Tindakan Siklus II Dari berbagai fakta yang diperoleh pada pelaksanaan siklus II, ditemukan hal-hal-hal penting sebagai berikut:

1. Pada saat pembelajaran berlangsung siswa nampak lebih siap dan antusias.

  2. Tingkat keberanian siswa lebih meningkat, hal ini terlihat dari bertambahnya jumlah siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran baik dalam bertanya, menjawab pertanyaan guru, atau mengemukakan jawaban dari suatu permasalahan yang berkaitan dengan materi.

  3. Pada saat menyelesaikan tugas kelompok, tercipta kerjasama dalam kelompok yang baik.

  4. Tingkat kemampuan siswa dalam berkomunikasi di depan umum lebih meningkat, hal ini terlihat dari bertambahnya jumlah siswa yang mampu mengkomunikasikan hasil diskusi kelompok 5. Kinerja guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran lebih optimal sehingga

  KBM berjalan lebih lebih menyenangkan dan hasil pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.

  6. Perolehan nilai siswa baik dalam post tes, tugas kelompok, maupun nilai presentasi mengalami peningkatan.

  Selain data-data tersebut diatas, diperoleh juga data dari pengisian angket yang menggambarkan sejauh mana respon atau tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) pada pembelajaran PLDV. Dari hasil pengolahan data angket diperoleh kesimpulan bahwa 100% siswa memberi respon atau tanggapan positif terhadap penerapan

  KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

  Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

  1. Pemecahan masalah ditunjukkan dengan hasil belajar matematika kelas VIII A meningkat dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving

  (CPS) pada PLDV yang ditunjukkan dengan nilai tes formatif dan ketuntasan belajar mengalami peningkatan dari siklus satu, dan dua.

2. Peningkatan hasil belajar juga menunjukkan bahwa menggunakan model

  3. Aktivitas siswa selama pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) pada materi PLDV meningkat pada setiap

  siklusnya yang ditunjukkan dengan partisipasi aktif siswa, bekerjasama pada tiap- tiap kelompoknya masing-masing di setiap siklusnya.

  Saran

  Berdasarkan uraian kesimpulan diatas, jelaslah bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru disarankan untuk:

  1. Merancang kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kompetensi baik dalam ranah kognitif, afektif maupun psikomotor siswa, strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa.

  2. Menggunakan berbagai model dan metode pembelajaran agar proses pembelajaran berlangsung dengan aktif, kreatif, dan menyenangk

  3. Dapat memotivasi para guru untuk menggunakan berbagai model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran, salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran berbasis masalah yang dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah

  pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran langsung.

DAFTAR PUSTAKA

  Arikunto, S. 2009. Penelitian Tindakan Kelas . Jakarta : Bumi Aksara. Munandar, U. 2014. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat

  . Jakarta : Rineka Cipta. Pepkin. (n.d.). Creative Problem Solving in Math. [Online]. Tersedia http://www.uh.edu/hti/cu/2004/v02/04.html [19 Agustus 2018]. Permendikbud. 2006. Lampiran Permendiknas No. 22 Tahun 2006, 1 –43. PISA. 2015. PISA 2015 Result in Focus. Better Policies For Better Lives: OECD. Shoimin, A. 2014. 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013.

  Jogyakarta : Ar-Ruzz Media. Sudjana, N. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar

  . Bandung : Remaja Rosdakarya. Sumarmo. 2012. Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya. STKIP Siliwangi Bandung . Saptuju 2005. Meningkatkan Kemampuan Siswa SMP dalam Menyelesaikan Soal Problem Solving . Tesis PPS-UPI Bandung. Tidak Dipublikasikan.

  Sukasno. 2002. Model Pembelajaran Pemecahan Masalah dalam Pembelajaran Trigonometri . Tesis. Bandung : UPI.

Dokumen yang terkait

UPAYA PENINGKATAN HASIL BELAJAR IPS KELAS V DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN CTL DI SDN 018 BINJAI RENGAT BARAT 20172018 Sri Kayati SDN 018 Binjai Rengat Barat

0 0 13

PENERAPAN METODE DRILL GUNA MEMPERBAIKI HASIL BELAJAR IPA KELAS V SDN 018 BINJAI RENGAT BARAT Herliana BR Damanik SDN 018 Binjai Rengat Barat

0 0 16

PENERAPAN METODE DEMONSTRASI UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT SISWA KELAS V SDN 002 SEKIP HULU RENGAT Helminaria SDN 002 Sekip Hulu

0 0 14

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA PREZI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN MAHASISWA PADA MATA KULIAH BAHASA INGGRIS Eka Resty Novieta Sari

0 2 10

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA SISWA KELAS III SDN TUMBANG TUAN 1 Siman SDN Tumbang Tuan 1

0 2 10

IMPLEMENTASI METODE BELAJAR KELOMPOK PADA MATA PELAJARAN IPS DI SDN BERIWIT 3 KECAMATAN MURUNG KABUPATEN MURUNG RAYA Sibeng SDN Beriwit 3 Murung Raya

0 0 12

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN MAKE A MATCH BERBANTUAN MEDIA AUDIO VISUAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS PEMBELAJARAN IPS PADA SISWA KELAS V SDN TELUK JOLO 1 KECAMATAN SUMBER BARITO KABUPATEN MURUNG RAYA Trisnuari SDN Teluk Jolo 1 Murung Jaya

0 3 12

UPAYA PENINGKATAN PRESTASI BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO-VISUAL PADA PELAJARAN IPS DI KELAS VII-A SMP NEGERI 2 MURUNG SATU ATAP Ratahayu SMP Negeri 2 Murung Satu Atap

0 0 15

PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP SISTEM EKSKRESI PADA MATA PELAJARAN BIOLOGI Siti Hasanah SMA Negeri 1 Cikalongwetan

0 0 17

PENINGKATAN HASIL BELAJAR PADA MATERI KINGDOM ANIMALIA MELALUI PEMBUATAN AWETAN BASAH DI KELAS X MIPA3 SMA NEGERI 1 CIKALONGWETAN Eros Rosliya SMA Negeri 1 Cikalongwetan

0 0 13