Keputusan Klinik Dalam Penggunaan Antibiotik

  Berbagai data penelitian menyebutkan bahwa antibiotik adalah obat yang paling sering diguna- salahkan (misused) oleh para dokter 1 , antara lain pemakaian antibiotik pada infeksi saluran nafas akut yang sebenarnya lebih dari 50% adalah infeksi virus yang tidak perlu pemberian antibiotik. 4 Hal yang paling mengkhawatirkan akhir-akhir ini adalah isu global munculnya kuman patogen yang resisten 4 , oleh sebab itu para dokter terutama para klinikus diharapkan bersikap bijaksana dan selektif dalam penggunaan obat, khususnya antibiotik.

  drugs)

  Jakarta tahun 2001 menunjukkan bahwa 56% resep yang ditulis di poliklinik berisi satu atau lebih antibiotik. Angka tersebut menurun 1 tahun kemudian menjadi 42% setelah dilakukan beberapa kali penyuluhan dan seminar penggunaan antibiotik yang rasional 3 . Di samping manfaat yang diperoleh, pemakaian antibiotik yang tidak terkendali dapat membawa dampak yang merugikan.

  ejak era antibiotik modern dimulai tahun 1936 1 telah banyak penyakit infeksi yang dapat diatasi, sehingga mortalitas menurun tajam. Berbagai penemuan antibiotik golongan terbaru bermunculan sejalan dengan perkembangan ilmu kedokteran. Saat ini lebih dari 30% pasien yang dirawat di rumah sakit mendapat satu atau lebih antibiotik selama perawatan. Data yang diperoleh satu dekade yang lalu menyebutkan bahwa antibiotik adalah golongan obat yang dikonsumsi terbanyak di Indonesia yaitu sekitar 27% dari semua biaya obat yang digunakan 2 . Survei sederhana yang dilakukan di Bagian Ilmu Kesehatan Anak-RSCM

  S

  Pemilihan antibiotik yang tepat harus diawali dengan upaya diagnostik yang akurat serta tujuan pengobatan yang lebih spesifik sesuai dengan langkah 1 dan 2

  Pemilihan Antibiotik

  Langkah-langkah tersebut di atas dapat dipakai sebagai pedoman pemakaian antibiotik

  WHO tersebut adalah sebagai berikut,

  WHO tahun 1994 telah menerbitkan buku panduan The guide to good prescribing khususnya untuk mahasiswa kedokteran, sebagai buku pedoman dalam proses penulisan resep obat yang rasional 7 . Langkah- langkah sistematis penggunaan obat yang disusun oleh

  Seorang klinikus yang profesional harus mampu menegakkan diagnosis yang akurat, menguasai patogenesis dan patofisiologi penyakit, memiliki pengetahuan farmakologi dasar, farmakokinetik dan farmakodinamik obat yang dipergunakan untuk diterapkan di klinik. Obat hanya boleh diresepkan apabila memang diperlukan, setelah menimbang manfaat dan risikonya. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam membuat keputusan peng- obatan yang rasional tertera pada Gambar 1. 5 Penulisan resep obat yang tidak rasional dapat berakibat pengobatan tidak efektif, kurang aman, memper- panjang penderitaan pasien, berbahaya bagi pasien, dan menambah biaya pengobatan 6 . (Gambar 1)

  Penggunaan antibiotik rasional

  • Penulisan resep
  • Pemberian informasi yang adekuat
  • Pemantauan dan bila perlu penghentian obat

  Subbagian Nefrologi. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, Jl. Salemba 6, Jakarta 10430. Tel. 021- 391 5179. Fax. 391 3982.

  Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1, Juni 2004: 52-56 Alamat Korespondensi: Prof. Dr. Taralan Tambunan, Sp.A(K).

  Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1, Juni 2004 Keputusan Klinik Dalam Penggunaan Antibiotik Keputusan Klinik Dalam Penggunaan Antibiotik Keputusan Klinik Dalam Penggunaan Antibiotik Keputusan Klinik Dalam Penggunaan Antibiotik Keputusan Klinik Dalam Penggunaan Antibiotik Taralan Tambunan

  • Mendefinisikan/menentukan diagnosis dan masalah yang dihadapi
  • Menentukan tujuan pengobatan secara spesifik
  • Seleksi obat untuk pasien secara pribadi (personal
Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1, Juni 2004 pedoman WHO tersebut. Dalam penanganan tidak cukup untuk menjamin keberhasilan klinis.

  penyakit infeksi, faktor mikrobiologi serta aspek Secara umum, antibiotik digunakan dalam tiga cara farmakologik obat sangat penting. Sayangnya yaitu sebagai terapi empiris, terapi definitif dan sebagai keputusan untuk memakai antibiotik sering tidak profilaksis atau pengobatan preventif. didasari data klinik dan laboratorik yang memadai dan sering kurang memperhatikan aspek farmakologik obat

  Terapi Empiris

  yang dipilih. Pemakaian antibiotik yang hanya didasarkan adanya demam sebagai tanda infeksi sangat tidak rasional dan potensial dapat membahayakan Bila dipakai sebagai terapi empiris atau terapi awal, pasien. spektrum antibiotik pilihan sedapat mungkin

  Pemilihan antibiotik harus didasarkan atas mencakup semua kuman patogen yang dicurigai spektrum antibiotik, efektivitas klinik, keamanan, karena kuman penyebab secara pasti belum diketahui. kenyamanan dan cocok tidaknya obat yang dipilih Setelah kuman penyebab dapat diidentifikasi dan uji untuk pasien bersangkutan, biaya atau harga obat, serta kepekaan telah diperoleh, harus segera dilanjutkan potensi untuk timbulnya resistensi dan risiko dengan terapi definitif dengan memilih antibiotik 2 superinfeksi . Di atas segalanya pemilihan perlu berspektrum sempit, toksisitas rendah serta cocok didasarkan atas bukti klinis hasil-hasil penelitian untuk pasien dengan mempertimbangkan faktor (evidence base), karena hasil uji kepekaan invitro saja individual pasien misalnya ada tidaknya faktor alergi.

  Penyakit akut Urgency

  Keputusan menghentikan obat Keputusan

  >

  Dosis >

  Pasien Dokter pengobatan perorangan

  Keputusan Keputusan bertindak

  Pemberian Manfaat><risiko obat

  Penyakit menahun Riwayat penyakit

  Toksikologi Efek obat

  Farmakologi obat - Kelengkapan

  Prinsip farmakologi pilihan utama data dasar klinik

  Alternatif tanpa obat Penilaian hasil

  Alternatif obat lain pengobatan Karakteristik pasien

  Gambar 1. Pengambilan keputusan pengobatan berdasarkan pertimbangan farmakologi klinis. 5 Dimodifikasi dari Mc Leod

  Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1, Juni 2004

  Pemilihan antibiotik berspektrum sempit bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya resistensi dan superinfeksi 2 . Pemilihan antibiotik sebagai terapi empiris memerlukan pengetahuan tentang kemungkinan kuman penyebab dan kerentanannya terhadap antibiotik. Gambaran klinik tertentu mungkin dapat mengarah pada kuman tertentu. Pemeriksaan laboratorium sederhana dan cepat seperti pulasan Gram sangat membantu mengindentifikasi kuman termasuk Gram negatif atau Gram positf; dengan demikian pemilihan antibiotik sudah lebih terarah dan lebih rasional. Namun ada kalanya gejala klinik spesifik tidak ditemukan serta upaya identifikasi kuman tidak sampai pada diagnosis bakteriologis yang spesifik, sehingga pemilihan antibiotik berspektrum sempit menjadi kurang tepat, terutama bila penyakit infeksi yang dihadapi cukup serius dan mengancam nyawa pasien. Dalam hal ini pemilihan antibiotik berspektrum luas menjadi relevan, namun pemilihan antibiotik harus dilakukan atas dasar kuman penyebab tersering yang ditemukan melalui data epidemologis. Meskipun demikian biakan kuman dari tempat infeksi maupun biakan darah harus dilakukan sebelum pemberian antibiotik, dengan maksud untuk mengetahui jenis kumannya bila pengobatan empiris pertama mengalami kegagalan, misalnya pada infeksi saluran kemih, dengan demam tifoid, atau sepsis 2 . Bila data pendukung untuk terapi empiris maupun data epidemologis tidak tersedia maka upaya pemilihan obat dapat dilakukan dengan pendekatan stepped care atau lebih dikenal dengan educated guess. Pemilihan obat didasarkan atas perkiraan jenis kuman yang paling mungkin, pola resistensi, dan organ yang terkena. Jenis kuman yang menyerang organ tertentu dapat diduga dengan cukup akurat. Infeksi di kulit misalnya sering disebabkan oleh kuman streptokok atau stafilokok. Infeksi saluran kemih umumnya disebabkan oleh kuman gram negatif. Pola resistensi kuman umumnya sudah diketahui dan lebih baik lagi bila pusat-pusat laboratorium mikrobiologi setempat dapat mem- berikan informasi tentang pola kuman secara berkala. Dengan pengetahuan pola kuman dan resistensinya seorang klinikus dapat menentukan pilihan antibiotik yang cukup akurat tanpa melakukan biakan kuman.

  Dengan adanya sedemikian banyak jenis antibiotik dalam satu kelas terapi maka pendekatan educated guess adalah logis dan rasional. Tabel obat pilihan pertama dan kedua yang disusun berdasarkan organ yang terkena dan kemungkinan kuman penyebab sangat membantu para klinikus dalam menentukan pilihan antibiotik terhadap pasiennya. Namun disadari bahwa upaya menyusun tabel obat seperti ini tidak mudah dan dapat menjadi perdebatan yang berkepanjangan akibat perbedaan pandangan maupun pengalaman klinik seorang dokter dengan dokter lainnya. Di samping itu banyak obat, baik dalam satu golongan maupun tidak, memiliki efektivitas yang setara dan disadari sulit membuat ranking efektivitas obat baik melalui uji kepekaan maupun berdasarkan hasil berbagai uji klinik.

  Pendekatan stepped care ataupun educated guess ini tentu tidak dapat menggantikan cara pemilihan antibiotik berdasarkan hasil biakan kuman dan uji kepekaan. Meskipun demikian daftar obat yang disusun dalam berbagai tabel educated guess setidak- tidaknya telah melalui proses yang cukup cermat dengan mempertimbangkan faktor pengalaman beberapa pakar serta hasil uji klinik berbagai institusi yang terkemuka untuk digunakan sebagai dasar terapi atau terapi empiris. Di antara tabel educated guess yang cukup informatif dan sistematis misalnya tabel yang tertera dalam buku teks Goodman & Gilmans The

  pharmacological basis of therapeutics edisi ke 10 tahun

  2001 1 yang disusun berdasarkan jenis kuman, penyakit atau organ yang terkena infeksi serta prioritas pilihan antibiotik. Tabel tersebut juga dilengkapi berbagai keterangan misalnya alasan pemilihan antibiotik tertentu (Tabel 1).

  Buku pedoman penggunaan antibiotik yang dikeluarkan oleh Komite Farmasi-Terapi Universitas Wisconsin di Amerika Serikat juga sangat baik sebagai buku acuan karena buku tersebut memuat tabel daftar obat yang disusun secara alfabet, berdasarkan jenis kuman, pemilihan secara empiris, profilaksis maupun pilihan obat berdasarkan organ yang terkena infeksi 8 . Dengan kata lain, informasi tentang pemilihan obat, khususnya antibiotik tersedia cukup banyak dan dapat diakses melalui perpustakaan kedokteran maupun media internet, asalkan para klinikus mau meluangkan sedikit waktunya untuk mengakses sumber informasi tersebut.

  Terapi Definitif

  Untuk pengobatan definitif, biakan kuman dan uji Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1, Juni 2004

  kepekaan penting untuk menentukan obat pilihan keadaan pasien, keparahan penyakit yang diderita, yang paling tepat. Biakan kuman dan uji kepekaan riwayat pemakaian obat yang pernah diperoleh, faal yang dilakukan dengan baik adalah cara yang hati, fungsi ginjal serta faktor lainnya yang ada paling tepat untuk menentukan pilihan antibiotik. kaitannya dengan obat yang akan dipilih seperti usia, Salah satu kelemahan pemeriksaan biakan kuman riwayat alergi, faktor genetik, keadaan hamil dan 1 yaitu faktor waktu. Biakan kuman membutuhkan sebagainya . waktu 3-7 hari dan ini sangat menyulitkan terutama bila yang dihadapi adalah kasus dengan infeksi berat seperti pielonefritis, sepsis, demam Terapi Kombinasi Antibiotik tifoid dan sebagainya. Dalam pemilihan obat, faktor-faktor yang harus diperhitungkan antara lain Penggunaan dua jenis antibiotik dapat dibenarkan efektivitas obat, keamanan, kecocokan dengan pada keadaan tertentu. Tetapi pemilihan terapi pasien, harga obat serta ketersediaan obat. Oleh kombinasi perlu hati-hati kemungkinan ter- sebab itu pengetahuan tentang aspek farma- jadinya interaksi obat dan peningkatan toksisitas 1 kokinetik dan farmakodinamik obat perlu dikuasai obat . Tujuan terapi kombinasi antibiotik antara 1 oleh seorang dokter yang menangani pasien. lain,

  Informasi tentang efektivitas obat, keamanan, • Sebagai terapi empiris terhadap infeksi yang belum

  Tabel 1 . Pemilihan antibiotik dalam terapi infeksi menurut pendekatan educated guess

I. KUMAN

  Pilihanan antibiotik Kokus Penyakit Lini I Lini II Lini III Gram Positif Staphylococcus Abses Sensitif metilmisin Nafsilin atau · Sefalosporin · Klindamisin aureus* Bakterimia Oksasilin generasi I · Gol makrolide Pneumonia

  · Vankomisin · Trimetroprim Osteomielitis sulfametoksazol+ Selulitis rifampisin

Lain-lain Resisten metilmisin Vankomisin Kuinupristin–

  Linezolid Dalfopristin Vankomisin

intermediate Kuinupristin -

  Dalfopristin Vankomisin + Nafsilin atau Oksasilin

  • Cuplikan tabel dikutip dari Goodman & Gilman.
  • 1 The Pharmacological Basis of Therapeutics, 2001

      kenyamanan, dosis serta interval pemberian dan jelas kuman penyebabnya cara pemberian obat umumnya tersedia dalam • Untuk infeksi kuman multipel

    • formularium baik yang dikeluarkan WHO, Untuk meningkatkan aktivitas antimikroba (efek Formularium Nasional maupun yang diterbitkan sinergisme obat) tiap rumah sakit. • Untuk mencegah munculnya resistensi kuman

      Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan obat adalah faktor keadaan pasien yang Perlu ditegaskan bahwa terapi kombinasi diobati. Harus dipilih obat yang cocok (suitable) untuk antibiotik tidak dianjurkan untuk pemakaian pasien secara individu dengan mempertimbangkan jangka lama untuk mencegah kemungkinan

      Sari Pediatri, Vol. 6, No. 1, Juni 2004

      3. Survai peresepan obat di poliklinik IKA RSCM Jakarta:

      8. Vermeulen, De Muri G, Maki D, Mejikano G, Smith E, Spiegel C, Rough T. Antimicrobial use guidelines.

      7. The guide to good prescribing. Geneva: WHO;1994, reprinted 2000.

      6. WHO model formulary 2002. Rational approach to therapeutics. h. 2-6.

      Pediatric pharmacology and therapeutics. Edisi ke-2. Louis: Mosby Yearbook Inc, 1993. h. 157-68.

      5. Mc Leod SM. Clinical pharmacokinetics; a pediatric overview. Dalam: Radde IC, Mc Leod SM, penyunting.

      4. Centers for diseasee control prevention (CDC) Media relation. Global resistance to antibiotics. From the NIH, September 17, 2003. Dikutip dari http://www.edc.gov/ drugresistance/community/.

      I. Maret 2001; II Agustus 2001, III Maret 2002. Tidak dipublikasi.

      1. Chambers HF. Antimicrobial agents. General consid- eration. Dalam: Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG, penyunting. Goodman and Gilmans The pharmacologi- cal basis of therapeutics. Edisi ke-10, New York: Mc Graw Hill;2001. h. 1143-69 2. Darmansyah I. Prinsip umum pemberian antibiotik. Dexa Media 1991;4:3-5.

      timbulnya toksisitas obat, superinfeksi maupun resistensi obat.

      Daftar Pustaka

      Seorang klinikus yang profesional harus kompeten dalam penanganan pasien secara rasional, termasuk pemberian antibiotik. Langkah-langkah sistematis yang disusun oleh WHO tahun 1994 amat bermanfaat sebagai panduan dan merupakan satu paket yang utuh agar tujuan pengobatan rasional dapat tercapai. Dibutuhkan kerja sama yang erat antara klinikus dengan berbagai disiplin lainnya seperti mikrobiologi klinik, farmakologi klinik, ataupun farmasi klinik dalam suatu wadah Komite Farmasi Terapi baik di tingkat instalasi, rumah sakit maupun di tingkat nasional. Dengan kemauan yang kuat dan konsisten seorang klinikus akan berhasil melaksanakan tugasnya sebagai pengambil keputusan klinis pemakaian antibiotik.

      Kesimpulan

      Informasi yang adekuat wajib disampaikan kepada pasien dan dibutuhkan kesabaran dan kemampuan komunikasi yang baik agar tujuan pengobatan tercapai. Demikian juga halnya dengan pemantauan (follow up) baik terhdap keberhasilan pengobatan maupun terhadap efek samping yang mungkin timbul. Ringkasnya langkah-langkah sistematis penggunaan obat harus diikuti dan merupakan satu paket yang utuh agar tujuan pengobatan rasional dapat tercapai.

      Langkah pemilihan obat untuk pasien secara individual (personal drugs) harus dilanjutkan dengan langkah selanjutnya yaitu penulisan resep. Penulisan resep yang baik harus memenuhi kaidah-kaidah farmasi yang baku antara lain mengenai dosis obat, jumlah obat yang diresepkan, cara pemberian, interval pemberian dan sebagainya.

      Penulisan Resep, Pemberian Informasi serta Pemantauan Pasien

      Terapi profilaksis dapat berguna pada keadaan tertentu sedangkan pada keadaan lain mungkin tidak berguna. Pemakaian antibiotik profilaksis sering mengundang kontroversi. Secara umum, bila dipilih obat tunggal yang efektif secara spesifik terhadap kuman tertentu dengan toksisitas yang rendah atau untuk eradikasi infeksi secara dini maka pengobatan tersebut seringkali bermanfaat. Sebaliknya bila profilaksis dimaksudkan untuk menghambat pertumbuhan koloni sejumlah kuman yang mungkin menyerang maka pencegahan seperti ini sering gagal 1 . Berbagai indikasi profilaksis antibiotik antara lain pencegahan penyakit sifilis atau gonorea bagi pasien yang kontak dengan sumber infeksi, pemakaian kotrimoksazol untuk infeksi saluran kemih, pasien yang menerima transplantasi organ tubuh atau pasien yang mendapatkan obat-obat kemoterapi terhadap keganasan, maupun pada berbagai prosedur tindakan bedah.

      Terapi Profilaksis

      Edisi ke-12. University of Wisconsin Hospital: Farmedia; 2000-2001. h. 67-93.