View of Politik Hukum Produk Musyarakah Pada Bank Syariah: Studi Kebijakan Dalam Fikih dan Fatwa DSN

  • Dewasa ini perkembangan dunia perbankan Islam mengalami masa keemasan di Indonesia, hal ini di- buktikan dengan banyaknya bank- bank konvensional yang mengadopsi

  Pendahuluan

  • Rosida, S.H., M.Kn. lahir di Bekasi,

  19 Mei 1986. Menyelesaikan Program Magister Kenotariatan di Uiversitas Dipo- negoro (UNDIP) tahun 2015, saat ini adalah Dosen Tetap di Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah FAI UNISMA Bekasi. sistem tersebut. Dipelopori pertama kali seperti bank Muamalat, dimana di awal kemunculannya bank syariah mencoba menawarkan sesuatu yang berbeda dari bank konvensional dan berupaya untuk menghapuskan Riba pada bank. Walaupun dalam dunia Islam sendiri permasalahan mengenai Riba ini banyak pakar hukum Islam yang memiliki pendapat berbeda satu sama lain terkait interpretasi dari riba itu sendiri.

  Di Indonesia berkaitan dengan riba, mayoritas ulama mengenggap riba sebagai bentuk bunga bank

  Politik Hukum Produk Musyarakah Pada Bank Syariah: Studi Kebijakan Dalam Fikih dan Fatwa DSN

  Rosida* (Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah

  Fakultas Agama Islam UNISMA Bekasi) (Email: ocirose3@gmail.com)

  Abstract: The increase of Islamic Bank in Indonesia is to fast, we can indentify that the industry is grow up di every sektor and teritory, every where. Inside ther Islamic Bank have a anykind of the product. Example we call mudharabah, bai-Salam dan musyarakah. In this paper we more analyst the musyarakah product with Politik Hukum perspektif. Politik Hukum is a science that learn what the considern abaout law produt like regulation, new or past regulation that we erased. This research using metodology kualitatif and analitical describtion. The source of data using three data there is primery data, secondary data and third data. Globaly this reseacrh was finding a deferrence of musyarakah at fikih and Fatwa DSN with any considern it self.

  Key Word : Islamic Bank, Politics of Law, the Fatwa of National Sharia Council (DSN), Islamic Law (al-Fiqh). Maslahah

  , Vol. 8, No. 1,Mei 2017 2 sedangkan tipologi pakar hukum Islam seperti golongan Muhammd Fajrul Rahman, Ali Ashgar Enginer dan Muhammad Syahrul berpendapat bahwa riba tidak sebatas bunga bank akan teteapi sebagai suatu tindakan melebihkan sepihak yang sifatnya eksploitatif. Terlepas dari perdebatan itu kemudian penulisan ini berfokus pada satu aspek permasalahan terkait salah satu produk bank syariah yaitu produk musyarakah.

  musyara’atan dari fiil madli stulasi

  1 Sayid Sabiq,

  kan bahwa syirkah adalah bergabung- nya antara dua pihak atau lebih dalam

  1 Definisi lain mengata-

  Akad musyarakah sering disebut juga dengan istilah akad syirkah. Syirkah bisa berarti ikhtilath (percampuran). Para fuqaha mendefenisikannya seba- gai akad antara orang Arab yang berserikat dalam hal modal dan keuntungan.

  Syaraka (dengan tambahan alim di ain fi’il) bermakna saling bersekutu.

  mujarrad syara’a artinya bersekutu.

  berasal dari kata Syaraka , yusyariku,

  Ternyata diketemukan adanya jurang pemisah yang cukup lebar terhadap produk musyarakah pada pemahaman fiki klasik dan fatwa dalam hal ini kewenangan fatwa ialah Dewan Syariah Nasional, dalam merumuskan produk ini. Oleh karena itu penulis tertarik untuk memaparkan penulisan kali ini dengan judul

  musyarakah

  :

  Lughawi

  Secara

  Metodologi yang digunakan berupa pendekatan kualitatif dengan memberikian gambaran secara umum berdasar analisa deskriptis analitis. Sumber data yang digunakan ada tiga yaitu sumber data primer yakni data utama berupa regulasi dan tata aturan perundang-undangan. Untuk data se- kunder yakni data yang mendukung data primer berupa buku-buku per- bankan syariah, buku hukum, buku- buku fikih, sedangkan data tersier merupakan data yang menunjang data primer dan sekunder dapat berupa internet dan kamus bahasa. Musyarakah Dalam Literatur Fikih Klasik Dan Aspek Penjaminan

  Bahwa berdasarkan latar bela- kang permasalahan diatas maka peru- musan masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu: (1) Bagaimanakah bentuk musyarakah dalam perspektif fikih klasik dan fatwa DNS ? dan (2) Dampak apa yang akan muncul dan bagaimana solusinya? Dari rumusan masalah di atas, pada perumusan makalah maka tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui dari aspek politik hukum Fatwa DSN memposisikan Musyarakah secara definitif. (2) Memberikan gambaran perbedaan peroduk musyarakah dari Fatwa DSN dan Fikih.

  Politik Hukum : Telaah Produk Musyarakah Pada Bank Syariah (Studi Kebijakan Dalam Fikih dan Fatwa DSN).

  Fikih Sunah (Bandung: PT. Al- Ma’arif, 1987), jilid 13, h. 193.

2 Syirkah juga

  kepemilikan atau bisnis.

  dikenal dengan bentuk kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dan bentuk uapaya masing-masing pihak dapat pula memberikan kontribusi dana dengan menanggung kerugian ber- sama tergantung dari akad yang dise- pakati sebelumnya.

3 Landasan

  Nya , ”Dan sesungguhnya kebanyakan

  4 Terdapat dua macam bentuk

  hukum-nya Syrikah bersumber dari Al-Quran, Sunnah dan Ijma. Di dalam Al-Quran, Allah berfirman: ” Maka

  Fiqh Muamalah Dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009, h. 121.

  4 M. Yasid Afandi,

  adalah dua orang dihibahkan atau diwariskan sesuatu,lalu mereka menerima, maka barang yang dihibahkan dan diwasiat- kan menjadi milik mereka berdua. Demikian pula halnya jika mereka membeli sesutau yang mereka bayar berdua, maka barang yang mereka beli itu disebut syirkah milik . Berikutnya yang disebut bersifat jabari adalah

  ihktiari

  S yiikah yaitu Syirkah Amlak yaitu bahwa lebih dari satu orang memiliki sesuatu jenis barang tanpa akad. Adakalanya bersifat ikhtiari atau jabari, yang dimaksud

  (HR Abu Daud dan Hakim).

  orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh,dan sedikitlah mereka ini”. (Q. S:38 ayat 24).

  ga dari dua orang yang bersekutu selama keduanya tidak saling ber- khianat. Bila salah satunya berkhia- nat, maka Aku keluar daripadanya.”

  mereka bersekutu dalam yang seper- tiga”. (Q.S:4 ayat 12). Dan firman-

  3 Musthafa Kamal Pasha , Fikih Sunnah

  Abdullah At-Tuwaijiri, Ensiklopedi Islam Al-Kamil (Jakarta: Darus Sunnah, 2008), h. 911.

  2 Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin

  Secara istilahi beberapa mahzab memberikan definisi yang berbeda ulama mahzab Maliki memberikan definisi musyarakah sebagai suatu izin untuk bertindak secara hukum bagi dua orang yang berkerja sama terhadap mereka. Mahzab Syafi’i dan mahzab Hambali memberikan penger- tian sebagai hak bertindak secara hukum bagi dua orang atau lebih pada suatu yang mereka sepakati. Ulama

  (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2006), h. 293. mahzab Hanafi mengatakan akad yang dilakukan oleh orang-orang yang bekerja sama dalam modal dan keuntungan. Wahbah Zuhaily mende- finisikan berupa akad dua orang yang bersekutu dalam modal dan keun- tungan, ia adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing- masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan da resiko akan ditang- gung bersama sesuai dengan kese- pakatan dan ada hadis qudsi yang menyebutkan, ”Aku adalah yang keti-

  Maslahah

  , Vol. 8, No. 1,Mei 2017 4 sesuatu yang berstatus sebagai milik lebih dari satu orang, karena mau tidak mau harus demikian (paksaan).

  Dalam arti tanpa adanya usaha mereka dalam proses pemilikan barang tersebut. Misalkan harta warisan, karena syrikah berlaku untuk barang warisan; tanpa adanya usaha dari pemilik, barang menjadi milik mereka bersama. Hukum Syirkah ini, bahwa mitra kerja tidak berhak bertindak dalam penggunaan milik partner lainnya tanpa izin yang ber- sangkutan, karena masing-masing mempunyai hak yang sama. Masing- masing seakan-akan orang asing

5 Mengenai jenis

  syirkah

  ini saat ini oleh beberapa pakar menyederhana- kan menjadi jenis serikat harta yaitu serikat dua orang atau lebih dalam kepemilikan harta, seperti berserikat dalam kepemilikan properti, pabrik, mobil dan lain sebagainya.

6 Selanjutnya jenis

  syirkah

  kedua yaitu syirkah uqud atau kontrak, yaitu serikat dalam kebijakan finansia seperti jual beli,pengangkatan tenaga kerja dan lainnya, serikat ini terdapat beberapa macam; (1) Syirkah ’Inan

  (modalkerja/harta)

  , berupa kontrak kerjasama antara dua orang atau lebih dengan badan (fisik) atau harta keduanya yang telah diketahuinya meskipun tidak sama, kemudian ke- duanya atau salah satu pihak merealisasikan materi kontrak terse-

  5 Sayid Sabiq, Op Cit, h., 194.

  6 Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At-Juwairi, Op Cit, h. 912.

  but. Sedangkan laba terbesar diperun- tukan bagi pelaksana kontrak terba- nyak. Modal kerja berupa uang atau material harus diketahui jumlahnya dan nilainya, sedangkan kadar untung dan rugi disesuaikan dengan kadar modal masing-masing sesuai syarat dan kesepakatan yang saling meng- untungkan; (2) Syirkah Mudharabah , yaitu salah satu pihak memberikan hartanya kepada pihak kedua (mitra kerja) untuk diniagakan dengan pembagian keuntungan yang jelas. Bagaimanapun bentuk kesepakatan yang didasari saling rela, maka kon- trak kerjasamanya sah, sedangkan sisa pembagian diberikan kepada mitra kerjanya. Kerugian ditutupi dari hasil keuntungan sedangkan pelaku bisnis tidak menanggung kerugian sedikit pun. Pekerja (pelaku) bisnis tidak menanggung kerugian hilang atau rusaknya modal, bila bukan karena keteledoran atau sikap menyepelekan.

  Karena pelaksana kerja menjaga amanat terhadap harta yang diterima- nya, sebagai wakil membelanjakan hartanya, dipaksa menjalankan hasil kerjasama dan mitra dalam menerima keuntungan hasil kerjasama. Ketele- doran adalah melakukan tindakan yang tidak patut dilakukan, sedang- kan sikap menyepelekan adalah me- ninggalkan tindakan yang wajib dilakukan; (3) Syirkah Wujuh , kon- trak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis, tanpa adanya penyertaan modal atas dasar keper- cyaan para pebisnis terhadap mereka. Keuntungan yang didapat dibagi berdua, dan tiap pihak menajdi wakil mitra bisnis dan penjaminnya (kafil) , dan kepemilikan keduanya sesuai kesepakatan yang disyaratkan sebe- lumnya. Kerugian disesuaikan prosen- tase kepemilikan mereka sedangkan keuntungan disesuiakan kesepakatan dan kerelaan semua pihak; (4) Syirkah

  Abdan , kontrak kerjasama antara dua

  Hambali membolehkan semua kecuali syirkah mufawadhah.

7 Para Imam Mahzab yang empat

  Menyoal Bank Syariah Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis (Jakarta: Paramadina, 2004), h. 91.

  9 Abdullah Saeed,

  8 Sayid Sabiq, Op Cit, h., 196.

  Investmenrt dan Development ialah sebagai suatu metode yang didasarkan pada keikutsertaan bank dan pencari pembiayaan untuk suatu proyek tertentu yang akhirnya keikutsertaan dalam menghasilkan laba atau rugi. Musyarakah dalam bank Islam dipa- hami sebagai suatu mekanisme yang dapat menyatukan kerja dan modal untuk produksi barang dan jasa yang bermanfaat untuk masyarakat dan dapat digunakan dalam setiap kegiat-

  Konfigurasi Politik Fatwa DSN Musyarakah yang dideskripsikan oleh International Islamic Bank For

  9 Musyarakah pada Bank Syariah dan

  luruh empat mazhab fikih berpen- dirian bahwa si mitra adalah orang yang dipercaya. Berdasar konsep ’percaya’ ini, mitra yang satu tidak dapat menuntut jaminan dari pihak lain. Menurut fikih mahzab Hanafi, Sarakhsi mengatakan bahwa masing- masing mereka atau mitra adalah orang yang dipercaya atas apa yang diamanahkan kepadanya. Sebuah ke- tentuan dalam kontrak yang menya- takan bahwa seseorang yang diper- caya memberikan jaminan akan dianggap tidak ada dan batal.

  8 Mengenai aspek penjaminan, se-

  di atas, apabila syarat-syaratnya terpenuhi; Mahzab Maliki,mereka membolehkan semua jenis syirkah, kecuali syirkah wujuh ; Mahzab Syafi’i, membatalkan semua kecuali syirkah ’inan ,dan Mahzab

  orang atau lebih melakukan hal yang mubah dengan fisik mereka seperti mencari kayu, semua jenis pekerjaan atau profesi dan apa yang Allah berikan rezeki kepada mereka ber- dasarkan kesepakatan dan kerelaan mereka; (5)

  syirkah

  diatas; Mahzab Hanafi membolehkan semua jenis

  syirkah

  memiliki pendapat hukum masing- masing dari macam-macam

  diatas. Keun- tungan dibagi sesuai kesepakatan bersama,sedangkan kerugian disesuai- kan dengan kadar kepemilikan setiap anggota serikat.

  syirkah

  ini merupakan bentuk gabungan dari keempat macam

  Syirkah

  , setiap mitra kerja saling menyerahkan kepada mitranya semua keputusan finansial dan sikap baik berupa keputusan jual maupun beli.

  Syirkah Mufawadhah

7 Ibid, h., 913.

  Maslahah

  , Vol. 8, No. 1,Mei 2017 6 an yang dijalankan untuk tujuan menghasilkan laba. Bagi bank-bank Islam, musyarakah dapat digunakan untuk tujuan dagang murni yang lazim bersifat jangka pendek atau untuk keikutsertaan dalam investasi proyek-proyek yang digunakan dalam bank Islam.

  Thohari, Dasar-dasar Politik Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2005, h. 29.

  12 Imam Syaukani & A. Ahsin

  Islam Strategi Positivisasi Hukum Islam Melalui Yurisprudensi MA (Pekalongan: STAIN PRESS, 2002), h.124.

  11 Samsul Bahri, Membumikan Syariat

  Kembali ke permasalahan penja- minan dimana fatwa DSN terpe- ngaruh konfigurasi politik dari bank Islam International yang diwujudkan berupa hasil atau produk fatwa. Pengertian musyarakah terdapat di dalam Pasal 20 angka 3 buku II

  maka pertanyaan seperti ini jika dilihat dalam konteks sistem hukum negara kita yang pada kenya- taannya didominasi oleh positivme maka jawaban diatas telah menjawab pertanyaan mendasar tersebut melalui jalan positivisasi.

  12

  rapa pertanyaan mendasar Satjipto Rahardjo berkaitan dengan politik hukum bahwa tujuan apa yang hendak dicapai dengan sistem hukum yang ada, cara-cara apa dan mana yang dirasa baik digunakan, kapan waktu hukum itu perlu diubah, dan dapatkah dirumuskan suatu pola baku dan mapan,

  11 Jika melihat bebe-

  kan oleh dan melalui negara. Ketiga, hukum positif berlaku dan ditegakkan di Indonesia. Unsur ini menunjukkan bahwa hukum positif adalah untuk menunjukkan bahwa hukum positif adalah suatu aturan hukum yang bersifat nasional.

  Kedua, hukum positif ditegak-

  pengangkatan dan pemberhentian se- seorang.

  mengikat secara umum dan khusus. Hukum yang mengikat secara umum yaitu hukum yang berlaku secara umum dalam perundang-un- dangan, peraturan pemerintah, yuris- prudensi yang sudah menjadi hukum positif. Mengikat secara khusus berati berlaku hanya kepada orang tertentu, seperti keputusan Presiden tentang

  Pertama,

  pada perbankan Islam International membawa pengaruh terhadap hasil fatwa Dewan Syariah Nasional untuk melakukan sebuah postivisasi. Menu- rut Samsul Bahri, bahwa positivisasi hukum Islam berkaitan erat dengan hukum positif, karena ia berusaha menjadikan hukum Islam sebagai hu- kum positif yang berlaku dan meng- ikat melalui kekuasaan negara.

  Masalah jaminan dalam realitas dunia pebankan Islam menjadi isu menarik karena ternyata kenyata- annya terdapat aspek penjaminan yang sebagaimana tidak terdapat bah- kan dalam beberapa mahzab fikih tidak memperbolehkan adanya jamin- an terhadap bentuk pembiayaan musyarakah ini yang biasanya sudah dalam bentuk klausula baku.

10 Tampaknya konfigurasi politik

10 Abdullah Saed, Ibid, h. 98.

  KHES. Dasar hukum praktik pembia- yaan musyarakah adalah fatwa DSN no: 08/DSN-MUI/IV/2000. Musyara- kah adalah aqad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan seuatu kegiatan usaha tertentu, masing-masing pihak memberikan kontribusi dana sesuai dengan porsi yang disepakati. Sementara keuntung- an yang diperoleh maupun kerugian yang mungkin timbul akan dibagi secara proporsional atau sesuai dengan kesepakatan bersama.

  MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah dalam keputusannya poin 3 huruf a sub 3 dikatakan bahwa pada prinsipnya dalam pembiayaan musya- rakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpang- an, Lembaga Keuangan Syariah dapat meminta jaminan.

  tilafiyhaa bihasbi taghoyyuril az minati wal amkinati wal ahwali wanniyyati wal awaid”, Fatwa ber- ubah dan berbeda sesuai dengan

  Kaidah tersebut memiliki makna hukum bahwa keridhaan dalam tran- saksi adalah merupakan prinsip. Tanpa bersikap skeptis bahwa tidak ada bedanya antara bank konvensional dengan bank syariah, dapat dilakukan dengan terus mengevaluasi dan terus berupaya menyempurnakan sesuai kaidah hukum Islam yang umum yaitu: ”Fiy Taghoyyuril fatawa wakh-

  dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan).

  muta a’qidayni wanatiyjatuhu maa i ta za maa hu bitta’ qud” ( hukum asal

  Sebenarnya semua masih di- mungkinkan dicarikan solusi yang saling menguntungkan baik pihak bank dapat berjaga-jaga mengantisi- pasi jika nasabah mengemplang dan juga membuat nyaman pihak nasabah. Dalam aspek muamalah dikenal beberapa kaidah bersifat khusus yaitu salah satunya: ”Al-aslu fiy aqdi ridha

  terjadi ketimpangan dalam bentuk tanggung jawab yang berat sebelah terutama pada keadaan nasabah karena hanya berlaku sepihak saja.

  kedua,

13 Dalam fatwa DSN No:8/DSN-

14 Dampak Penjaminan dan Solusi

  Dan Peraturan Pemerintah Tentang Ekonomi Syariah (Yogyakarta: Pustaka Zeedny, 2009), h. 155. kin bias dan dispotiknya dinding pemisah antara produk-produk yang dihasilkan oleh bank syariah dan bank-bank konvensional pada umum- nya,

  14 Lihat Himpunan Undang-Undang

  Dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), h. 144.

  13 M. Yasid Afandi, Fiqh Muamalah

  sema-

  Pertama,

  Dari pemaparan diatas sekilas kita menemukan dampak-dampak negatif dari adanya aspek penjaminan yang bersifat sepihak ditunjukan dala bentuk klausul baku.

15 Kemudian dapat kita lakukan

  Maslahah

  kedua,

  Perikatan Islam Di Indonesia (Jakarta: Kencana Ilmu & UI-Press, 2005), h. 33.

  17 Gemala Dewi (et.all), Hukum

  Syariah Studi Tentang Teori Akad Dalam Fikih Muamalat, (Jakarta: Rajawali Pers, 2007, h. 92.

  16 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian

  pihak bank tetap memberikan jaminan akan tetapi diimbangi dengan sebuah reward atau pemberian pola sesuatu yang akan menguntungkan bagi nasabah bagi mereka yang dapat memenuhi tanggung jawabnya secara tepat waktu, hal ini dinilai cukup responsif dan relevan untuk diterap- kan berdasakan ketiga asas diatas.

  ketiga,

  dengan melakukan perubahan klausula ulang saat mene- mui kesepakatan, tetapi tindakan tersebut tidak efisien terhadap waktu,

  dilakukan sebuah solusi beberapa di- antaranya, pertama , dihapuskannya perjanjian sepihak dalam klasula baku. Tetapi melihat konteks masya- rakat kita tampaknya memang kurang relevan jika hanya dihapus karena tidak adanya suatu tekanan jika pihak nasabah wanprestasi atau mengem- plang,

  , Vol. 8, No. 1,Mei 2017 8

  17 Dari asas-asas tersebut dapat

  (3) adanya asas Persamaan (al-Musawah), dalam melakukan perikatan ini para pihak menentukan hak dan kewajiban masing-masing didasarkan kesetaraan tidak boleh ada kezaliman dalam tindakan tersebut.

  16

  Kaidah-Kaidah Fikih Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah Praktis, (Jakarta: Kencana Ilmu, 2006), h. 109. keadaan memberatkan,

  asas keseimbangan dalam bertransaksi antara apa yang diberikan dengan apa yang diterima tercermin pada dibatal- kannya suatu akad yang mengalami ketidakseimbangan prestasi yang mencolok; (2) Asas Kemaslahatan (tidak memberatkan) yaitu dimaksud- kan bahwa akad yang dibuat oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian atau

  Tawazun fi al- Mu’awadhah ) yaitu

  upaya-upaya sebagai jalan merintis solusi sebagai dasar hukumnya yaitu dengan kembali menggunakan asas- asas dasar dari suatu pembentukan dalam perjanjian hukum Islam, diamana asas menempati posisi yang krusial dan fundamental sebagai norma yang kuat sebelum masuk pada ranah suatu hukum atau Undang- undang. Beberapa asas yang dapat digunakan dalam hal ini diantaranya: (1) Asas Keseimbangan ( Mabda’ at-

  Kaidah hukum Islam diatas membuktikan bahwa sifat dari hukum Islam adalah fleksibel dan dinamis tidak sempit sebagaimana diduga oleh orang-orang yang skeptis dan mereka yang memahami hukum Islam sebagai sesuatu yang an sich tekstualis.

  perubahan waktu, tempat keadaan, niat, dan adat kebiasaan.

15 H. A. Djazulli,

  Kesimpulan Ternyata diketemukan adanya jurang pemisah yang cukup lebar terhadap produk musyarakah pada pemahaman fiki klasik dan fatwa dalam hal ini kewenangan fatwa ialah Dewan Syariah Nasional, dalam merumuskan produk ini. Oleh karena itu penulis tertarik untuk memaparkan penulisan kali ini dengan judul Politik Hukum : Telaah Produk Musyarakah Pada Bank Syariah (Studi Kebijakan Dalam Fikih dan Fatwa DSN).

  Syir- kah Mufawadhah . Para Imam Mazhab

  Mengenai aspek penjaminan, se- luruh empat mazhab fikih berpen- dirian bahwa si mitra adalah orang yang dipercaya. Berdasar konsep ’percaya’ ini, mitra yang satu tidak dapat menuntut jaminan dari pihak lain. Menurut fikih mazhab Hanafi, Sarakhsi mengatakan bahwa masing- masing mereka atau mitra adalah orang yang dipercaya atas apa yang diamanahkan kepadanya. Sebuah ketentuan dalam kontrak yang menya- takan bahwa seseorang yang diper- caya memberikan jaminan akan dianggap tidak ada dan batal.

  ; Mazh ab Syafi’i, membatalkan semua kecuali syirkah ’inan ,dan Maz- hab Hambali membolehkan semua kecuali syirkah mufawadhah.

  wujuh

  di atas, apabila syarat-syaratnya terpenuhi; Mazhab Maliki,mereka membolehkan semua jenis syirkah, kecuali syirkah

  syirkah

  bolehkan semua jenis

  syirkah diatas; Mazhab Hanafi mem-

  yang empat memiliki pendapat hukum masing-masing dari macam-macam

  , (5)

  Terdapat dua macam bentuk S yiikah yaitu Syirkah Amlak yaitu bahwa lebih dari satu orang memiliki sesuatu jenis barang tanpa akad. Adakalanya bersifat

  Syirkah Wujuh, (4) Syirkah Abdan

  , (3)

  Syirkah Mudharabah

  atau kontrak, yaitu serikat dalam kebijakan finansia seperti jual beli, pengang- katan tenaga kerja dan lainnya, serikat ini terdapat beberapa macam; (1) Syirkah ’Inan (modalkerja/harta) , (2)

  syirkah uqud

  kedua yaitu

  jabari ( paksaan). Selanjutnya jenis syirkah

  atau

  ikhtiari

  Musyarakah pada Bank Syariah dan Konfigurasi Politik Fatwa DSN, musyarakah yang dideskripsikan oleh International Islamic Bank For Invest- ment dan Development ialah sebagai suatu metode yang didasarkan pada keikutsertaan bank dan pencari pembiayaan untuk suatu proyek tertentu yang akhirnya keikutsertaan dalam menghasilkan laba atau rugi. Musyarakah dalam bank Islam dipahami sebagai suatu mekanisme yang dapat menyatukan kerja dan modal untuk produksi barang dan jasa yang bermanfaat untuk masyarakat dan dapat digunakan dalam setiap kegiatan yang dijalankan untuk tujuan menghasilkan laba. Bagi bank-bank Islam, musyarakah dapat digunakan untuk tujuan dagang murni yang lazim bersifat jangka pendek atau untuk keikutsertaan dalam investasi proyek-proyek yang digunakan dalam bank Islam. Maslahah

  , Vol. 8, No. 1,Mei 2017 10 Masalah jaminan dalam realitas dunia pebankan Islam menjadi isu menarik karena ternyata kenyataan- nya terdapat aspek penjaminan yang sebagaimana tidak terdapat bahkan dalam beberapa mazhab fikih tidak memperbolehkan adanya jaminan ter- hadap bentuk pembiayaan musyara- kah ini yang biasanya sudah dalam bentuk klausula baku.

  Tampaknya konfigurasi politik pada perbankan Islam International membawa pengaruh terhadap hasil fatwa Dewan Syariah Nasional untuk melakukan sebuah postivisasi. Menu- rut Samsul Bahri, bahwa positivisasi hukum Islam berkaitan erat dengan hukum positif, karena ia berusaha menjadikan hukum Islam sebagai hukum positif yang berlaku dan mengikat melalui kekuasaan negara.

  Pertama, mengikat secara umum dan

  khusus. Hukum yang mengikat secara umum yaitu hukum yang berlaku secara umum dalam perundang- undangan, peraturan pemerintah, yurisprudensi yang sudah menjadi hukum positif. Mengikat secara khusus berati berlaku hanya kepada orang tertentu, seperti keputusan Presiden tentang pengangkatan dan pemberhentian seseorang.

  Kedua,

  hukum positif ditegakkan oleh dan melalui negara.

  Ketiga, hukum positif berlaku dan

  ditegakkan di Indonesia. Unsur ini menunjukkan bahwa hukum positif adalah untuk menunjukkan bahwa hukum positif adalah suatu aturan hukum yang bersifat nasional. Jika melihat beberapa pertanyaan mendasar Satjipto Rahardjo berkaitan dengan politik hukum bahwa tujuan apa yang hendak dicapai dengan sistem hukum yang ada, cara-cara apa dan mana yang dirasa baik digunakan, kapan waktu hukum itu perlu diubah, dan dapatkah dirumuskan suatu pola baku dan mapan, maka pertanyaan seperti ini jika dilihat dalam konteks sistem hukum negara kita yang pada kenyataannya didominasi oleh posi- tivisme maka jawaban diatas telah menjawab pertanyaan mendasar tersebut melalui jalan positivisasi.

  Kembali ke permasalahan pen- jaminan dimana fatwa DSN ter- pengaruh konfigurasi politik dari bank Islam International yang diwujudkan berupa hasil atau produk fatwa. Pengertian musyarakah terdapat di dalam Pasal 20 angka 3 buku II KHES. Dasar hukum praktik pem- biayaan musyarakah adalah fatwa DSN no: 08/DSN-MUI/IV/2000. Musyarakah adalah aqad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk melakukan seuatu kegiatan usaha tertentu, masing-masing pihak mem- berikan kontribusi dana sesuai dengan porsi yang disepakati. Sementara keuntungan yang diperoleh maupun kerugian yang mungkin timbul akan dibagi secara proporsional atau sesuai dengan kesepakatan bersama.

  Dalam fatwa DSN No:8/DSN- MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah dalam keputusannya poin 3 huruf a sub 3 dikatakan bahwa pada prinsipnya dalam pembiayaan musya- rakah tidak ada jaminan, namun untuk menghindari terjadinya penyimpang- an, Lembaga Keuangan Syariah dapat meminta jaminan. Dari pemaparan di atas sekilas kita menemukan dampak- dampak negatif dari adanya aspek penjaminan yang bersifat sepihak ditunjukan dala bentuk klausula baku.

  Pertama, semakin bias dan dispo-

  tiknya dinding pemisah antara produk-produk yang dihasilkan oleh bank syariah dan bank-bank konven- sional pada umumnya, kedua, terjadi ketimpangan dalam bentuk tanggung jawab yang berat sebelah terutama pada keadaan nasabah karena hanya berlaku sepihak saja.

  Sebenarnya semua masih di- mungkinkan dicarikan solusi yang saling menguntungkan baik pihak bank dapat berjaga-jaga menganti- sipasi jika nasabah mengemplang dan juga membuat nyaman pihak nasabah. Dalam aspek muamalah dikenal beberapa kaidah bersifat khusus yaitu salah satunya, ”Al-aslu fiy aqdi ridha

  muta a’qidayni wanatiyjatuhu maa i ta za maa hu bitta’ qud”, hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan.

  Kaidah tersebut memiliki makna hukum bahwa keridhaan dalam transaksi adalah merupakan prinsip. Tanpa bersikap skeptis bahwa tidak ada bedanya antara bank konvensional dengan bank syariah, dapat dilakukan dengan terus mengevaluasi dan terus berupaya menyempurnakan sesuai kaidah hukum Islam yang umum yaitu, ”Fiy Taghoyyuril fatawa

  wakhtilafiyhaa bihasbi taghoyyuril az minati wal amkinati wal ahwali wanniyyati wal awaid”, Fatwa ber- ubah dan berbeda sesuai dengan perubahan waktu, tempat keadaan, niat, dan adat kebiasaan.

  Kaidah hukum Islam diatas membuktikan bahwa sifat dari hukum Islam adalah fleksibel dan dinamis tidak sempit sebagaimana diduga oleh orang-orang yang skeptis dan mereka yang memahami hukum Islam sebagai sesuatu yang an sich tekstualis.

  Kemudian dapat kita lakukan upaya-upaya sebagai jalan merintis solusi sebagai dasar hukumnya yaitu dengan kembali menggunakan asas- asas dasar dari suatu pembentukan dalam perjanjian hukum Islam, diamana asas menempati posisi yang krusial dan fundamental sebagai norma yang kuat sebelum masuk pada ranah suatu hukum atau Undang- undang. Beberapa asas yang dapat digunakan dalam hal ini diantaranya: (1) Asas Keseimbangan ( Mabda’ at-

  Tawazun fi al- Mu’awadhah ) yaitu

  asas keseimbangan dalam bertransaksi antara apa yang diberikan dengan apa yang diterima tercermin pada dibatal- kannya suatu akad yang mengalami ketidakseimbangan prestasi yang mencolok; (2) Asas Kemaslahatan (tidak memberatkan) yaitu dimaksud- kan bahwa akad yang dibuat oleh para pihak bertujuan untuk mewujudkan kemslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian atau Maslahah

  , Vol. 8, No. 1,Mei 2017 12 keadaan memberatkan, (3) adanya asas Persamaan (al-Musawah), dalam melakukan perikatan ini para pihak menentukan hak dan kewajiban masing-masing didasarkan kesetaraan tidak boleh ada kezaliman dalam tindakan tersebut.

  Hukum Perikatan Islam Di Indonesia .

  Fikih Sunnah .

  Jakarta: Rajawali Pers, 2005. Pasha, Musthafa Kamal.

  Dasar-dasar Politik Hukum .

  Syaukani, Imam & A. Ahsin Thohari.

  Menyoal Bank Syariah Kritik Atas Interpretasi Bunga Bank Kaum Neo-Revivalis , Jakarta: Paramadina, 2004.

  , Bandung: PT. Al- Ma’arif, 1987. Saeed, Abdullah,

  Fikih Sunah 13

  Sabiq, Sayid,

  Himpunan Undang-Undang Dan Peraturan Pemerintah Tentang Ekonomi Syariah . Yogyakarta: Pustaka Zeedny, 2003.

  s. Jakarta: Kencana Ilmu, 2006.

  Kaidah-Kaidah Fikih Kaidah-Kaidah Hukum Islam Dalam Menyelesaikan Masalah- Masalah Prakti

  Jakarta: Kencana Ilmu & UI- Press, Jakarta, 2005. Djazulli, H.A.

  Dewi, Gemala, (et.all).

  Dari asas-asas tersebut dapat dilakukan sebuah solusi beberapa diantaranya, pertama , dihapuskannya perjanjian sepihak dalam klasula baku. Tetapi melihat konteks masyarakat kita tampaknya memang kurang relevan jika hanya dihapus karena tidak adanya suatu tekanan jika pihak nasabah wanprestasi atau mengemplang,

  Islam Strategi Positivisasi Hukum Islam Melalui Yurisprudensi MA . Pekalongan: STAIN PRESS, 2002.

  Bahri, Samsul. Membumikan Syariat

  Al-Kamil . Jakarta: Darus Sunnah, 2004.

  Jakarta: Rajawali Pers, 2007. At-Tuwaijiri, Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah. Ensiklopedi Islam

  Syariah Studi Tentang Teori Akad Dalam Fikih Muamala t.

  Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian

  Yogyakarta: Pustaka, 2009.

  Fiqh Muamalah Dan Implementasinya Dalam Lembaga Keuangan Syariah .

  Daftar Pustaka Afandi, M. Yasid.

  pihak bank tetap memberikan jaminan akan tetapi diimbangi dengan sebuah reward atau pemberian pola sesuatu yang akan menguntungkan bagi nasabah bagi mereka yang dapat memenuhi tang- gung jawabnya secara tepat waktu, hal ini dinilai cukup responsif dan relevan untuk diterapkan berdasakan ketiga asas diatas.

  ketiga,

  dengan mela- kukan perubahan klausula ulang saat menemui kesepakatan, tetapi tindak- an tersebut tidak efisien terhadap waktu,

  kedua,

  Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003.