Implikasi teologis dan misiologis dari R

Implikasi teologis dan misiologis dari
Roh Allah sebagai Roh Pencipta
(Spirit of God as the Creator Spirit)
Oleh Victor Christianto1, email: victorchristianto@gmail.com
1. Pendahuluan
Dua kata dalam Alkitab untuk Roh Kudus adalah ruach (Ibr.) dan pneuma (Yun.).
Ruach disebutkan dalam PL sekitar 380 kali, dan diterjemahkan secara umum
sebagai angin atau nafas. Itu berasal dari akar kata yang berarti “untuk
menghembuskan melalui hidung dengan kuat”. Dengan kata lain, udara atau
nafas yang menggerakkan.2
Dalam Septuaginta (Perjanjian Lama bahasa Yunani), kata Ibrani “ruach”
diterjemahkan ke dalam Yunani sebagai “pneuma” sekitar 260 kali, dan sekitar
50 kali sebagai angin. Bergantung pada konteks, ruach memiliki banyak konotasi
termasuk angin alamiah, nafas hidup, temper, disposisi, keberanian, kekuatan,
energi yang memberi hidup, kekuatan mencipta, kekuatan supranatural,
kekuatan inspirasi yang khusus. Ia seringkali membawa gagasan kekerasan dan
kekuatan, mengindikasikan segalanya mulai dari kekuatan impersonal sampai
pribadi tertentu.
Karena kita mengacu terutama kepada Roh Kudus (kata “ruach” bila digabung
dengan “Yahweh” atau “Elohim” akan jelas menunjuk pada Roh Tuhan),
bagaimanapun, itu mengindikasikan tindakan yang penuh kuasa dari Tuhan atas

(1) alam semesta; (2) seorang pribadi; (3) sekelompok orang (misalnya bangsa
Israel atau Gereja sebagai tubuh Kristus).

1
2

URL: http://www.sciprint.org, atau http://independent.academia.edu/VChristianto
Donald L. Tucker, The Holy Spirit in the Old and New Testaments: Some implications for today.
1

Roh Kudus adalah bersama-sama dengan Allah Bapa dan Anak saat terjadinya
penciptaan alam semesta, dalam Kejadian 1:2. Ayat 26, Tuhan berkata: “Marilah
Kita menjadikan manusia serupa dengan gambar dan rupa Kita.” Jadi kita adalah
gambar dan rupa Tuhan, kita memiliki karakteristik Tuhan, misalnya dapat
mencipta, mengasihi, marah dan bahkan cemburu. Tuhan membuat kita dengan
Diri-Nya sendiri sebagai model (Kej. 9:6).3

2. Kisah Penciptaan dalam Kejadian 1
Kejadian 1 secara khusus ditulis untuk melawan sistem-sistem kepercayaan
politeisme di Timur Dekat kuno, yang percaya akan dewa-dewa sebagai pencipta

alam semesta. Menurut C. Hyers: “Each day of creation takes on two principal
categories of divinity in the pantheons of the day, and declares that these are not
gods at all, but creatures – creations of the one and true God who is the only one,
without a second and third. Each day dismisses an additional cluster of deities,
arranged in a cosmological and symmetrical order.”4
Kejadian 1:2 berbunyi: “Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita meliputi
samudera raya. Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air.” Kalimat ini
dapat ditafsirkan beraneka ragam, antara lain:
a. “Belum berbentuk dan kosong” berasal dari frase “tohu wabohu” yang dalam
bahasa Inggris diterjemahkan sebagai “formless and void.” Kata “tohu” berarti
gurun pasir yang kosong dan tidak berpenghuni, tapi juga dapat bermakna
kekacauan (chaos). Cassuto berpendapat bahwa kata ini mengacu pada
keadaan tidak berbentuk, tidak teratur, dan tanpa kehidupan yang terdapat

3
4

Anonymous, Power in the Holy Spirit. URL: http://www.truthnet.org/Holy-Spirit/
Wilf Hildebrandt, An Old Testament Theology of the Spirit of God (Peabody, Massachusetts: Hendrickson
Publishers, Inc., 1995), 29.

2

sebelum penciptaan.5 Jadi dapat ditafsirkan bahwa bumi sudah ada namun
berisikan samudera raya yang khaotic dan tidak dapat dihuni. Implikasinya
adalah bahwa Tuhan tampaknya menciptakan alam semesta dari suatu
keadaan yang kacau yang kemudian diatur ulang, artinya menciptakan
keteraturan dari kekacauan. Chaos juga adalah salah satu nama dewa dalam
mitologi Yunani. Deskripsi tentang keadaan chaotic yang mendahului
penciptaan mencakup kehadiran kegelapan (hosek), yang disebut 4 kali
dalam Kejadian 1 (1:2, 4, 5, 18).6
b. “formless and void” juga dapat diartikan sebagai kosong sama sekali, tidak ada
isinya. Artinya Tuhan menciptakan alam semesta dari sama sekali dari
ketiadaan dan kekosongan mutlak (creatio ex nihilo).
c. Samudera raya dapat diartikan sebagai primordial fluid atau primordial
substance yang membentuk alam semesta sebelum terjadinya Big Bang.
Namun tafsiran ini hanya dapat diterima jika kita setuju dengan pandangan
ilmiah tentang penciptaan alam semesta melalui Big Bang.
d. Menurut David Yonggi Cho, kalimat “Roh Allah melayang-layang di atas
permukaan air” dalam bahasa aslinya memiliki arti bahwa Roh Allah
mengerami samudera raya tersebut dan mempersiapkannya untuk tindakan

penciptaan yang aktif. Artinya, melayang-layang merupakan cara Roh Allah
mengerami permukaan bumi sebelum tujuh hari tindakan penciptaan yang
luar biasa.
Tampaknya yang paling mendekati arti dari Kejadian 1:2 adalah tafsiran a dan b,
walaupun tafsiran c dan d juga tampak cukup menarik. Selanjutnya kita akan

5
6

Ibid., 31.
Ibid., 31-32.
3

membahas mengenai implikasi teologis dan misiologis dari Roh Allah sebagai
Roh Pencipta dalam kitab Perjanjian Lama khususnya kitab Kejadian.

3. Implikasi teologis dan misiologis dari Roh Allah sebagai Roh Pencipta
khususnya dalam hubungannya dengan sains dan teologi agama-agama.
a. Implikasi teologis dan misiologis dari Roh Allah sebagai Roh Pencipta
khususnya dalam hubungannya dengan teologi agama-agama

Melalui pengaruh H. Gunkel, istilah tehom awalnya dibandingkan dengan
Tiamat, dewi laut Babilonian dari Enuma elish.7 Untuk berbagai alasan,
bagaimanapun, kata itu telah dibebaskan dari asosiasinya dengan
latarbelakang mistis dan dari saran bahwa itu mengindikasikan suatu
pertikaian antara Elohim dan suatu kekuatan khaotik. A. Heidel menunjukkan
secara meyakinkan bahwa tehom sama sekali bukan sebuah monster dalam
Perjanjian Lama melainkan lebih merujuk kepada laut, samudera atau
kumpulan air yang sangat besar. Lebih lanjut, fluktuasi gender dari
penggunaan kata tersebut dalam Perjanjian Lama menunjuk kepada
kemungkinan kata itu digunakan dalam bentuk yang telah didepersonalisasi
dan digunakan terutama sebagai suatu istilah puitis untuk kumpulan air yang
sangat banyak. Karena itu, Kejadian 1:2 mengacu kepada samudera dunia
yang sangat dalam. Itu adalah suatu konsep fisik yang mengacu pada materi
dan tidak memiliki personalitas. Secara teologis, tehom bukanlah unsur antiTuhan dan tidak memiliki fungsi mitis. Di luar Kejadian 1:2 itu tercakup
dalam dunia yang diciptakan dan dipahami sebagai subyek dari kontrol

7

Ibid., 32.
4


Tuhan (Mzm. 135:6). Istilah ini paralel dengan air di atas mana ruah Elohim
melayang-layang.8
Implikasi teologis dan misiologis dari keterangan di atas dalam hubungannya
dengan teologi agama-agama antara lain adalah bahwa tidak benar bahwa
Kejadian 1:2 memiliki kemiripan dengan kisah-kisah mitologis di daerah
Timur Dekat yang menyatakan bahwa penciptaan alam semesta berawal dari
suatu pertarungan antara seorang dewa pencipta dengan dewa laut yang
menimbulkan kekacauan. Sebaliknya Kejadian 1:2 menuturkan bahwa
Tuhanlah pencipta satu-satunya alam semesta, dan alam semesta berasal dari
kekosongan mutlak yang bersifat impersonal. Karena itu dapat dikatakan
bahwa Kejadian 1 memiliki fungsi polemik terhadap kepercayaan kuno
waktu itu di sekitar Timur Dekat.9
Dari penafsiran tersebut, tampaknya para penginjil mesti berhati-hati dalam
membangun dialog teologis dengan agama-agama tradisional di berbagai
pelosok daerah khususnya di Indonesia, karena setiap tempat pasti memiliki
mitologi tersendiri tentang kisah penciptaan bumi dan manusia.
Namun demikian, masih terbuka kemungkinan untuk membangun hubungan
dialogis dengan berbagai agama di dunia, khususnya yang masih mengakui
monoteisme, di antaranya dengan penganut Islam. Corduan misalnya

menyebutkan bahwa monoteisme dapat ditelusuri pada agama-agama yang
telah berkembang.10 Tabel 1 berikut memberikan gambaran sebutan kepada
Allah Bapa dalam beberapa agama:

8

Ibid., 32.
Bruce K. Waltke, The Creation Account in the Genesis 1:1-3, Part IV: The theology of Genesis 1,
Bibliotheca Sacra 132:528 (Oct. 1975): 327-341
10
Winfried Corduan, General revelation in World religions, Journal of Christian Apologetics 01.2 (Winter
1997): 59-72
9

5

Tabel 1. Sebutan Allah Bapa dalam beberapa agama dunia
Religion
Term to call God
Religious Culture / Indo-European

Father God
Indo-Aryan (Vedic)
Dyaus Pitar
Greek
Zeus Pater
Roman
Jupiter
Germanic
Tyus (Tyr)
Irano-Aryan (pre-Zoroastrian)
High god replaced by Uruwana (sky),
later revived as Ahura Mazda
Tentunya dalam membangun komunikasi dialogis, seorang penginjil mesti
menggunakan cara-cara yang sopan, misalnya dengan merujuk pada pidato
Paulus di Athena, di mana ia menggunakan suatu mezbah kepada Allah yang
tidak dikenal (Agnostos Theos) sebagai suatu jalan pembuka untuk
memperkenalkan iman Kristen. (Kisah Para Rasul).

b. Implikasi teologis dan misiologis dari Roh Allah sebagai Roh Pencipta
khususnya dalam hubungannya dengan sains

Dalam hubungannya dengan sains, mesti disadari bahwa Teori Big Bang pada
awalnya merupakan suatu upaya untuk melakukan ekstrapolasi mundur dari
hukum Hubble. Hukum Hubble sendiri hanya mengatakan bahwa galaksigalaksi bergerak saling menjauh satu dengan yang lain, dan jika dalil ini
ditarik mundur ke saat bermulanya waktu, maka akan didapati suatu titik
singularitas yang dikenal sebagai Dentuman Besar (Big Bang). Beberapa
fisikawan berupaya menjelaskan apa yang terjadi dalam menit-menit
pertama sejak Big Bang, namun sejauh ini tidak ada seorang pun yang dapat
menjelaskan siapa yang merupakan penyebab pertama dari Dentuman Besar
tersebut. Beberapa fisikawan menyarankan bahwa Dentuman Besar tersebut

6

terjadi hanya secara kebetulan berdasarkan teori peluang.11 Artinya tidak
ada penyebab pertama (First Mover) dari peristiwa Dentuman Besar tersebut,
selain dari probabilitas dan fluktuasi vakum. Teori lain misalnya oleh
Hawking malah mengusulkan no boundary proposal, artinya alam semesta
tidak memerlukan Pencipta atau Tuhan.
Dengan kata lain, meski sekilas Big Bang Theory tampaknya cukup konsisten
dengan data-data astronomi sejauh ini, namun tidak dapat menjawab
persoalan filosofis seputar siapa yang memulai proses penciptaan tersebut.

Karena itu tampaknya masih merupakan suatu persoalan yang terbuka untuk
memadukan secara baik antara penjelasan Biblika dan penjelasan saintifik
terhadap asal mula alam semesta.
Penulis sendiri mengajukan suatu penafsiran yaitu jika Kejadian 1:1-2
ditafsirkan berdasarkan Yohanes 1:1, maka tampaknya kita akan
memperoleh gambaran bahwa alam semesta diciptakan oleh Firman Allah
(Yun.: Logos, Hebrew: Memra) dengan kekuatan Roh Allah. Karena Firman
merupakan perkataan, dan perkataan berarti bunyi, sedangkan bunyi dapat
ditafsirkan sebagai gelombang dan frekuensi, maka akan cukup masuk akal
untuk mendalilkan bahwa segala sesuatu dalam alam semesta terbentuk dari
gelombang dan frekuensi. Hipotesis mengenai gelombang dan frekuensi ini
dipaparkan dalam sebuah makalah oleh penulis.12 Salah satu teori yang
mendukung hipotesis ini adalah interpretasi George Shpenkov terhadap
persamaan gelombang klasik, yang antara lain memimpin kepada: a. model
shell-nodal dari atom dan molekul; b. suatu tabel periodik dari elemen11

Bob Goette, Why talk about Creation?, Bible and Spade 03:2 (Spring 1990): 45-48
Victor Christianto, The spherical solution of Schrodinger equation does not agree with any experiment.
Submitted to Prespacetime Journal, April 2014. URL: http://www.vixra.org/author/Victor_Christianto


12

7

elemen yang mendekati dengan tabel periodik dari Mendeleyev.13 Dan
tampaknya hipotesis Shpenkov ini dapat diperluas sedikit menjadi, teori
tentang getaran dawai fractal (fractal vibrating string), sebagaimana
disinggung dalam makalah penulis.14 Secara filosofis, teori getaran dawai
fractal memiliki kemiripan dengan teori adidawai (superstring), walaupun
terdapat perbedaan utama di antara keduanya yaitu bahwa teori adidawai
bekerja dengan 26 dimensi: “… the universe has a total of 26 dimensions in
string theory, as opposed to the four dimensions it possesses under Einstein’s
special and general relativity theories”.15 Perbedaan lain adalah bahwa
sejauh ini teori adidawai tidak memiliki satupun prediksi yang dapat diamati
dengan eksperimen, sementara getaran dawai fractal secara empiris lebih
dekat dengan pengalaman sehari-hari.
Kesimpulan yang dapat ditarik di sini adalah bahwa tampaknya terbuka
kemungkinan untuk memberikan penafsiran yang berbeda terhadap datadata astronomi yang tidak perlu sejalan dengan Model Kosmologi Standar
yang umumnya diterima oleh para kosmolog. Namun demikian untuk waktu
yang cukup lama di kemudian hari, tampaknya Model Standar akan tetap
dianut oleh banyak kosmolog dan astrofisikawan.
Implikasi misiologis dan teologis dari diskusi ini adalah bahwa sains masih
terbuka terhadap berbagai kemungkinan teoretis baru, sejauh masih sejalan
dengan data-data pengamatan yan ada. Dan dalam hal ini, Teori Kreasionis
(Creationist Theory) yang mengajarkan bahwa alam semesta tercipta dalam 6

13
14

George Shpenkov, URL: http://shpenkov.janmax.com
Victor Christianto, A derivation of GravitoElectroMagnetic (GEM) Proca-type equations in fractional
space. Submitted to Prespacetime Journal, April 2014. URL: http://vixra.org/author/Victor_Christianto
15
Andrew Zimmerman Jones & Daniel Robbins, String Theory for Dummies (Indianapolis, Indiana: Wiley
Publishing Inc., 2010), 169.
8

hari (6 x24 jam) tampaknya akan sulit dipertahankan. Yang diperlukan
adalah justru suatu penafsiran yang kreatif terhadap Kitab Suci namun masih
tetap dapat dipertanggungjawabkan secara teologis.
Dalam hubungannya dengan implikasi misiologis, tampaknya merupakan
salah satu hal penting untuk memperjuangkan agar kisah penciptaan dapat
diajarkan di sekolah-sekolah dasar hingga menengah,16 karena kisah
penciptaan diterima oleh beberapa agama besar di Indonesia antara lain
Islam, Kristen dan Katolik. Hal ini perlu untuk memberikan wawasan
alternatif bagi siswa yang saat ini cenderung hanya menerima penjelasan
dari sudut pandang teori evolusi.

4. Kesimpulan
Peran Roh Kudus dalam penciptaan alam semesta termasuk manusia
memiliki implikasi teologis dan misiologis yang sangat luas khususnya dalam
hubungannya dengan sains serta teologi agama-agama. Dalam sains, perlu
dikembangkan dialog yang lebih konstruktif antara kisah penciptaan oleh
Allah dalam Kejadian 1-2 dengan temuan-temuan sains terbaru khususnya
dalam dunia partikel elementer. Dalam hal ini, mungkin bisa ditemukan
hubungan antara teks Yohanes 1:1 (bahwa penciptaan alam semesta
dilakukan oleh Logos atau Memra atau Firman Allah) dengan persamaan
gelombang klasik, sebagaimana diinterpretasikan oleh George Shpenkov.
Dalam hubungannya dengan teologi agama-agama, perlu dipikirkan suatu
pendekatan yang lebih dialogis dalam menyapa pelbagai agama besar di
dunia ini yang memiliki konsep tentang Bapa sebagai pencipta (First Mover).
16

Norman L. Geisler, Should creation be taught as science in public schools, Christian Apologetics Journal
06.2 (Fall 2007): 1-20.
9

Daftar Pustaka:
[1] Anonymous, Power in the Holy Spirit. URL: http://www.truthnet.org/HolySpirit/
[2] Christianto, Victor. 2014. A derivation of GravitoElectroMagnetic (GEM)
Proca-type equations in fractional space. Submitted to Prespacetime Journal,
April 2014. URL: http://vixra.org/author/Victor_Christianto
[3] Christianto, Victor. 2014. The spherical solution of Schrodinger equation does
not agree with any experiment. Submitted to Prespacetime Journal, April 2014.
URL: http://www.vixra.org/author/Victor_Christianto
[4] Corduan, Winfried. 1997. General revelation in World religions, Journal of
Christian Apologetics 01.2 (Winter 1997): 59-72. URL:
http://www.galaxie.com/journals
[5] Geisler, Norman L. 2007. Should creation be taught as science in public
schools, Christian Apologetics Journal 06.2 (Fall 2007): 1-20. URL:
http://www.galaxie.com/journals
[6] Goette, Bob. 1990. Why talk about Creation?, Bible and Spade 03:2 (Spring
1990): 45-48. URL: http://www.galaxie.com/journals
[7] Hildebrandt, Wilf. 1995. An Old Testament Theology of the Spirit of God.
Peabody, Massachusetts: Hendrickson Publishers, Inc.
[8] Shpenkov, George. 2002. Schrodinger’s error in principle. Galilean
Electrodynamics. URL: http://shpenkov.janmax.com
[9] Waltke, Bruce K. 1975. The Creation Account in the Genesis 1:1-3, Part IV:
The theology of Genesis 1, Bibliotheca Sacra 132:528 (Oct. 1975): 327-341. URL:
http://www.galaxie.com/journals
[10] Zimmerman Jones, Andrew, & Robbins, Daniel. 2010. String Theory for
Dummies. Indianapolis, Indiana: Wiley Publishing Inc., p. 169.

Versi 1.0: Good Friday, 18 April 2014
VC, email: victorchristianto@gmail.com

10