Integrasi dan Volatilitas Harga Cabai Me

POLICY BRIEF
INTEGRASI DAN VOLATILITAS HARGA CABAI MERAH
Edi, STP, M.Si *)
ABSTRAK
Kajian ini menelaah integrasi pasar dan volatilitas harga cabai merah regional di
Indonesia, menganalisis kenaikan/penurunan harga yang terjadi secara tiba-tiba
(volatilitas) dan cabai merah regional dan merumuskan alternatif kebijakan stabilisasi
harga cabai merah.Metode analisis kuantitatif dengan pendekatan model kointegrasi
Vector Autoregression (VAR) dan analisis volatilitas harga cabai merah dengan model
Autoreggression/General Autoreggression (ARCH/GARCH).
KESIMPULAN
1. Berdasarkan analisis VAR menunjukkan bahwa dalam jangka pendek terjadi
integrasi pasar spasial dan ada keterkaitan harga antara wilayah.
a. Pasar spasial cabai merah tidak terintegrasi (terjadi segmentasi pasar cabai
merah) yang disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah informasi
pasar antar wilayah tidak berjalan sempurna karena pasar cabai merah dikuasai
(dimonopoli) oleh sejumlah pelaku usaha. Adanya Patron-Client (pemasukan
cabai merah ke pasar suatu wilayah hanya boleh dipasok oleh pelaku usaha
tertentu). Ada dugaan terjadi penyalahgunaan market power oleh pelaku usaha.
Struktur pasar bersifat monopoli, pelaku usaha sebagai price setter (menetapkan
harga dan margin keuntungan).

b. Integrasi pasar menyiratkan bahwa defisit atau surplus di satu pasar akan
ditransmisikan ke pasar lain, integrasi spasial pasar cabai merah akan menjamin
keseimbangan regional di antara defisit pangan dan surplus pangan, akibatnya

2.

sering terjadi guncangan (shock) harga cabai merah di wilayah produsen maupun
konsumen.
c. Hubungan kausalitas (uji granger causality) menunjukkan adanya hubungan
satu arah dan dua arah yang mengisyaratkan agar waspada terhadap adanya
guncangan (shock) akibat permasalahan stok, gagal panen akibat cuaca, bencana
alam, hambatan distribusi dan lain-lain yang berimplikasi terhadap tidak
stabilnya harga cabai merah.
Berdasarkan pendugaan ARCH/GARCH dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Harga cabai merah yang paling volatile terjadi di Sumatera Utara, Riau, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Volatilitas yang tinggi

1

b.


ditunjukkan oleh simpangan baku bersyarat (Conditional Standard Deviation)
yang jauh lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya dan ditunjukkan grafik
yang menjulang tinggi.
Volatilitas harga cabai merah dipengaruhi oleh beberap faktor, diantaranya
kebijakan pemerintah dalam menaikkan BBM bersubsidi, cuaca ekstrim
mengakibatkan gagal tanam dan panen serta kebijakan impor (meskipun
volumenya kecil) berdampak psikologis bagi petani terhadap pemasaran
produknya.

REKOMENDASI KEBIJAKAN
1. Segmentasi pasar cabai merah menunjukkan adanya gap informasi dan kekuatan
pasar cabai merah antar wilayah, maka dalam rangka menjaga stabilitas harga cabai
merah diperlukan intervensi pemerintah terhadap pasar regional melalui pengaturan
pola tanam antar wilayah, kebijakan subsidi harga, penguatan industri pengolahan
cabai merah (UMKM) dan pengaturan ekspor-impor.
2. Cabai merah merupakan salah satu penyumbang inflasi akibat harganya yang volatil,
sebaiknya pemerintah pusat dan daerah secara bersama-sama mencegah terjadinya
penyalahgunaan market power oleh pelaku usaha. Pemodelan volatilitas cabai merah
merah sebaiknya dilakukan secara berkala agar dapat digunakan sebagai sistem

isyarat dini (early warning system) dalam melihat perilaku harga dan pasar.
3. Pengembangan alat penyimpanan cabai merah segar, pengolahan untuk penyimpanan
dan peningkatan nilai tambah produk. Kebijakan mendorong industri pengolahan
cabai untuk menyerap produksi nasional sebesar 20-30 persen yang berbasis
kemitraan dengan poktan/gapoktan baik untuk segar maupun olahan.
4. Pengembangan jaringan pasar cabai merah dan diharapkan memberikan kontribusi
terhadap distribusi pangan yang adil dan bernilai tambah. Kebijakan konkrit terhadap
tindakan dan komitmen pemerintah untuk memperbaiki fungsi dan manajemen
saluran pemasaran cabai merah dan mengendalikan harga melalui pengaturan
besarnya keuntungan yang wajar bagi pelaku usaha. Pengembangan akses pemasaran
produk cabai merah (segar dan olahan) melalui peningkatan kerjasama pemasaran
antara Koperasi produsen cabai dengan pasar induk, pasar modern dan industri
pengolahan cabai serta Perlu inisiasi dari pemerintah untuk mengevaluasi pemasaran
cabai melaui kemitraan yang sudah terbangun antara petani dengan Industri
pengolahan dan supermarket.

2

IMPLIKASI KEBIJAKAN
1. Informasi pasar antar wilayah tidak berjalan sempurna, studi ini menunjukkan bahwa

hambatan informasi terhadap sinyal harga diatasi dengan membuka informasi seluas
mungkin, misalnya menyebarkan informasi perkembangan harga dan pasokan
komoditas di sentra-sentra produksi dan konsumen melalui media social, media
elektronik, media cetak dan papan informasi di pasar sehingga tidak terjadi hambatan
informasi antara pelaku usaha. Implikasinya adalah harga komoditas dapat diketahui
oleh semua pelaku usaha, baik produsen, pedagang dan konsumen sehingga tercipta
transaksi perdagangan yang adil (fair trade)
2. Pentingnya investasi pada bidang infrastruktur, rintangan geografis terhadap
transmisi sinyal harga dapat diatasi dengan peningkatan kualitas infrastruktur antar
wilayah. Hal ini memberikan implikasi terhadap ketahanan pangan karena berkaitan
dengan integrasi pasar. Tingkat integrasi tinggi sinyal harga mengalir dari satu pasar
ke pasar lain berjalan dengan baik. Hal ini memberikan sinyal bahwa jika terjadi
kekurangan pasokan di suatu wilayah, harga akan naik di wilayah itu dan
ditransmisikan ke wilayah lain yang dapat memberikan respons penawaran oleh
wilayah lainnya. Kebijakan-kebijakan yang mengurangi biaya transportasi melalui
peningkatan kualitas infrastruktur atau menghilangkan hambatan dibidang
transportasi mendorong integrasi pasar regional dan membantu mengurangi
differensial harga antar wilayah.
*) Alumnus FP dan PWD USU. Bekerja di Badan Ketahanan Pangan Kementan


3

Lampiran 1. Model Integrasi Pasar dan Volatilitas Harga Cabai Merah

11,000

Standar Deviasi

10,000

9,000

8,000

7,000

6,000

5,000
04


05

06

07

08

09

10

11

12

13

14


Tahun

Gambar 4.12. Simpangan Baku Bersyarat (Conditional Standard Deviation)
Cabai Merah di Sumatera Utara Tahun 2004-2014

35,000
30,000

Simpangan Baku

25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0
04

05


06

07

08

09

10

11

12

13

14

Tahun


Gambar 4.12. Simpangan Baku Bersyarat (Conditional Standard Deviation)
Cabai Merah di Riau Tahun 2004-2014

4

18,000
16,000

Standar Deviasi

14,000
12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
04


05

06

07

08

09

10

11

12

13

14


Tahun

Gambar 4.12. Simpangan Baku Bersyarat (Conditional Standard Deviation)
Cabai Merah di Jawa Barat Tahun 2004-2014

12,000
11,000

Standar Deviasi

10,000
9,000
8,000
7,000
6,000
5,000
4,000
04

05

06

07

08

09

10

11

12

13

14

Tahun

Gambar 4.12. Simpangan Baku Bersyarat (Conditional Standard Deviation)
Cabai Merah di Jawa Tengah Tahun 2004-2014

5

16,000
14,000
12,000
10,000
8,000
6,000
4,000
2,000
25

50

75

100

125

Gambar 4.12. Simpangan Baku Bersyarat (Conditional Standard Deviation)
Cabai Merah di Jawa Timur Tahun 2004-2014

16,000

Standar Deviasi

14,000

12,000

10,000

8,000

6,000

4,000
04

05

06

07

08

09

10

11

12

13

14

Tahun

Gambar 4.12. Simpangan Baku Bersyarat (Conditional Standard Deviation)
Cabai Merah di Kalimantan Timur Tahun 2004-2014

6

35,000
30,000
25,000
20,000
15,000
10,000
5,000
0
25

50

75

100

125

Gambar 4.12. Simpangan Baku Bersyarat (Conditional Standard Deviation)
Cabai Merah di Sulawesi Selatan Tahun 2004-2014

7,000

Standar Deviasi

6,500

6,000

5,500

5,000

4,500

4,000
04

05

06

07

08

09

10

11

12

13

14

Tahun

Gambar 4.12. Simpangan Baku Bersyarat ( Conditional Standard Deviation )
Cabai Merah di Sulawesi Utara Tahun 2004-2014

7