laporan biologi dan kesehatan tanah repi
RESPIRASI TANAH
(Praktikum Biologi dan Kesehatan Tanah)
Oleh
Karina Zulkarnain
kelompok 6
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
I.
2015
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu faktor penentu subur tidaknya suatu tanah adalah besarnya populasi
mikroorganisme dalam tanah tersebut. Semakin banyak mikroorganisme tanah
yang terkandung, maka semakin subur tanah tersebut. Hal ini dikarenakan bahan
organic yang terdapat dalam tanah hanya dapat didekomposisikan oleh
mikroorganisme-mikroorganisme tersebut yang nantinya akan menyumbangkan
nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman serta memperbaiki keadaan
tanah. Salah satu cara untuk dapat menghitung populasi dari mikroorganisme
tanah tersebut adalah dengan mengukur respirasi tanahnya yang diasumsikan
bahwa ketika semakin besar respirasi tanahnya maka jumlah mikroorganisme
yang terkandung dalam tanah tersebut pun semakin besar (Arief, 2001).
Respirasi tanah merupakan pencerminan aktivitas mikroorganisme
tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme tanah) merupakan cara yang
pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme
tanah. Salah satu cara untuk mempelajari aktivitas semua mikroorganisme dalam
tanah adalah dengan menghitung jumlah organisme tanah dan karbondioksida
yang dilepaskan oleh organisme tanah selama waktu tertentu. Sedangkan
penetapan respirasi tanah adalah berdasarkan penetapan jumlah CO2 yang
dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dan jumlah O2 yang digunakan oleh
mikroorganisme tanah (Hanafiah, 2005).
Pengukuran respirasi tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk
melihat tingkat aktivitas tanah. Sampai sekarang, metode ini masih merupakan
yang paling sering digunakan karena hassil yang diperoleh cukup peka, konsisten,
penetapan sederhana, dan tidak memerlukan alat-alat yang mahal dan canggih.
Penetapan respirasi tanah adalah berdasarkan:
1.
Penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
2.
Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme.
Metode pengukuran CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dapat
dilakukan untuk sampel tanah yang tidak terganggu maupun untuk sampel tanah
yang terganggu. Pengukuran respirasi ini mempunyai korelasi yang baik dengan
variabel aktivitas mikroorganisme seperti : kandungan bahan organik tanah,
transformasi nitrogen atau fosfor, Ph, dan rata-rata jumlah mikroorganisme
(Handayanto, 2007).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui jumlah O2 yang dihasilkan mikroorganisme tanah
2.
Mengetahui jumlah CO2 yang dikeluarkan mikroorganisme tanah
3.
Menetahui tingkat respirasi setiap sampel tanah
II.
METODOLOGI KERJA
2.1 Alat Dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol, gelas beaker, dan
lakban.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanah, KOH,
akuades, HCl, penolptalein, dan metil oranye
2.2 Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan untuk penetapan CO2 tanah yang sederhana di
laboratorium:
1.
Dimasukkan 100 g tanah lembab ke dalam 1,0 liter botol (toples).
2.
Dimasukkan 5,0 ml 0,2 N KOH dan 10,0 ml akuades masing-masing ke
dalam 10 ml gelas beaker.
3.
Dimasukkan kedua beaker yang berisi KOH dan akuades tersebut ke dalam
botol yang berisi tanah tadi. Kemudian ditutup botol sampai kedap udara.
4.
Diinkubasi botol-botol tersebut pada temperatur kamar di tempat yang gelap
selama1 minggu. Pada akhir masa inkubasi, ditentukan jumlah CO2 yang
dihasilkan dengan cara titrasi.
5.
Ke dalam beaker gelas yang berisi KOH, dimasukkan 2 tetes penolptalein
dan titrasi hingga warna merah hilang.
6.
Dicatat volume HCl yang digunakan untuk titrasi.
7.
Ditambahkan 2 tetes metil oranye pada larutan diatas dan dititrasi kembali
dengan HCl sampai warna kuning berubah menjadi pink.
8.
Perubahan warna tidak terlalu tampak, oleh sebab itu dalam menentukan
titik akhir titrasi harus hati-hati. Jumlah HCl yang digunakan pada tahap
kedua titrasi ini berhubungan langsung dengan jumlah CO2 yang difiksasi.
9.
Dibuat kontrol atau blanko yaitu botol inkubasi sperti diatas tetapi tanpa
sampel tanah.
IV.
KESIMPULAN
Didapatkan kesimpulan dari pembahasan dan praktikum respirasi tanah adalah
sebagai berikut :.
1.
Salah satu cara untuk mengetahui banyaknya mikroorganisme dalam tanah
adalah dengan mengukur banyaknya CO2 yang dikeluarkan oleh
mikroorganisme tanah
2.
Setelah dilakukan titrasi sebanyak 2 tahap, kandungan CO2 yang terdapat
pada larutan KOH terurai/ terlepas sehingga dapat dilakukan perhitungan
3.
Tingkat respirasi yang paling tinggi terjadi pada sampel tanah dari hutan dan
lahan alang-alang karena terdapat banyak serasah sebagai sumber energi
mikroorganisme tanah
4.
Tingkat respirasi yang paling rendah terdapat pada sampel tanag dari
tumpukan sampah karena suhu permukaan tanah yang tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius: Jakarta
Hanafiah, dkk. 2005. Biologi dan Kesuburan Tanah. Rineka Cipta:
Jakarta.
Handayanto, E. 2007. Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Pustaka Adipura :
Yogyakarta.
Kimball, J. W. 1999. Biologi. Jilid Tiga. Erlangga: Jakarta
Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta. 189 hal.
LAMPIRAN
III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Tabel Pengamatan
Ulangan
No
Tanah
.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
U1 (ml)
Blanko
Kontrol
Alang-alang
Hutan
Tercemar
Kontrol
Alang-alang
Hutan
Tercemar
U2 (ml)
PP
MO
X́
PP
MO
X́
7,4
2,7
1,5
1
1
2,5
3,6
1
1,2
1,8
5
6,5
0,6
1,1
5,5
4
0,5
6
4,6
3,85
4
0,8
1,05
4
3,8
0,75
3,6
2,7
1,5
1
0,7
2
3,9
0,9
0,6
5,2
7
2
1,5
5,7
5,4
1,6
1,1
3,95
4,25
1,5
1,1
3,85
4,65
1,25
0,85
3.2 Perhitungan
1. Blanko
r=
r=
( a−b ) x t x 120
n
4,6 x 0,1 x 120
7
r = 7,88 mg CO2
2. Kontrol U1
r=
( a−b ) x t x 120
n
3,85 x 0,1 x 120
7
r = 6,6 mg CO2
r=
Kontrol U2
r=
( a−b ) x t x 120
n
3. Alang – alang U1
( a−b ) x t x 120
n
4 x 0,1 x 120
r=
7
r = 6,85 mg CO2
r=
4. Hutan U1
( a−b ) x t x 120
n
0,8 x 0,1 x 120
r=
7
r = 1,37 mg CO2
r=
5. Tercemar U1
( a−b ) x t x 120
n
1,05 x 0,1 x 120
r=
7
r = 1,8 mg CO2
r=
6. Kontrol U1
r=
3,95 x 0,1 x 120
7
r = 6,77 mg CO2
r=
( a−b ) x t x 120
n
Alang-alang U2
( a−b ) x t x 120
n
4,25 x 0,1 x 120
r=
7
r = 7,28 mg CO2
r=
Hutan U2
( a−b ) x t x 120
n
1,5 x 0,1 x 120
r=
7
r = 2,57 mg CO2
r=
Tercemar U2
( a−b ) x t x 120
n
1,1 x 0,1 x 120
r=
7
r = 1,88 mg CO2
r=
4 x 0,1 x 120
7
r = 6,85 mg CO2
r=
Kontrol U2
r=
3,85 x 0,1 x 120
7
r = 6,6 mg CO2
r=
( a−b ) x t x 120
n
7. Alang – alang U1
( a−b ) x t x 120
n
3,8 x 0,1 x 120
r=
7
r = 6,15 mg CO2
r=
8. Hutan U1
( a−b ) x t x 120
n
0,75 x 0,1 x 120
r=
7
r = 1,28 mg CO2
r=
9. Tercemar U1
( a−b ) x t x 120
n
3,6 x 0,1 x 120
r=
7
r = 6,17 mg CO2
r=
Alang-alang U2
( a−b ) x t x 120
n
4,65 x 0,1 x 120
r=
7
r = 7,97 mg CO2
r=
Hutan U2
( a−b ) x t x 120
n
1,25 x 0,1 x 120
r=
7
r = 2,14 mg CO2
r=
Tercemar U2
( a−b ) x t x 120
n
0,85 x 0,1 x 120
r=
7
r = 1,45 mg CO2
r=
3.3 Pembahasan
Tabel hasil pengamatan di atas diperoleh berdasarkan perhitungan tingkat respirasi
yang terjadi pada sampel tanah yang berbeda-beda sesuai dengan perlakuan
masing-masing kelompok. Sampel tanah yang digunakan pada kelompok 1
berasal dari tanah blanko, kelompok 2 berasal dari tanah kontrol, kelompok 3
berasal dari tanah alang-alang, kelompok 4 berasal dari tanah hutan, kelompok 5
berasal dari tanah tercemar, kelompok 6 berasal dari tanah kontrol, kelompok 7
berasal dari tanah alang-alang, kelompok 8 berasal dari tanah hutan, serta
kelompok 9 yang berasal dari tanah tercemar.
Hasil percobaan diperoleh dengan melakukan percobaan sederhana. Tanah
sampel dari masing-masing kelompok tersebut dimasukkan ke dalam toples
kemudian dimasukkan pula tabung kecil yang berisi akuades yang diletakkan
disisi toples serta tabung berisi KOH pada sisi toples lainnya. Toples kemudian
ditutup dan tanah diinkubasi selama 1 minggu. Prinsip kerja yang dilakukan pada
percobaan ini adalah dengan menetapkan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh
mikroorganisme tanah sehingga nantinya akan diketahui besarnya respirasi yang
terjadi dan secara tidak langsung juga akan menentukan seberapa banyak
mikroorganisme yang ada di sampel tanah tersebut.
Akuades yang diletakkan di dalam toples berfungsi untuk menyuplai oksigen yang
akan digunakan mikroorganisme yang ada di dalam sampel tanah tersebut untuk
berespirasi. Hasil respirasi yang ada yaitu berupa karbondioksida akan diikat oleh
KOH yang juga diletakkan di dalam toples. Larutan KOH inilah yang nantinya
akan dititrasi untuk dapat mengetahui jumlah CO2 yang diikat di dalamnya
(jumlah CO2 yang dilepas mikroorganisme).
Proses titrasi yang dilakukan pada larutan KOH tersebut berlangsung selama 2
tahap. Proses pertama yaitu mentitrasi larutan KOH menggunakan indikator
penolptalein. Indikator ini digunakan karena larutan bersifat asam. Reaksi kimia
yang berlangsung adalah :
K2CO3 + HCl
KCl + KHCO3
Reaksi tersebut menunjukkan adanya pengikatan antara hidrogen dengan
K2CO3 menjadi senyawa yang lebih kompleks. Pada tahap ini kita belum dapat
mengetahui jumlah CO2 yang terkandung di dalam larutan tersebut sehingga
dilanjutkan dengan titrasi berikutnya yaitu menggunakan indikator metil orange
sebagai indikator kelebihan basa. Reaksi kimia yang berlangsung yaitu :
KHCO3 + HCl
KCl + H2O + CO2
Pada reaksi diatas dapat diketahui hasilnya yaitu terjadi proses penguraian
menjadi KCl, H2O, dan CO2sehingga jumlah dari CO2 yg sudah terlepas tersebut
dapat diketahui yaitu berdasarkan volume dari HCl yang dibutuhkan selama
proses titrasi kedua dan memasukkannya ke dalam rumus perhitungan. Sebelum
itu, dicari juga volume titrasi blanko terlebih dahulu (Suin, 1997).
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kandungan CO2 yang paling besar
berasal dari dua sampel tanah yaitu dengan perlakuan pada tanah kontrol dan
tanah alang-alang, serta hasil terendah diperoleh pada sampel tanah ke-9 yang
berasal dari tanah terccemar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat respirasi yang
paling tinggi yang juga menunjukkan jumlah mikroorganisme yang paling banyak
terdapat tanah dari kontrol dan dari lahan alang-alang.
Pada sampel tanah dari kontrol dan dari lahan alang-alang diperoleh jumlah
CO2 yang paling banyak dikarenakan tanahnya mengandung banyak bahan
organic dan zat makanan sebagai sumber karbon dan sumber energi bagi
mikroorganisme tanah. Kondisi lingkungannya pun cocok untuk tempat tinggal
mikroorganisme karena tanahnya tertutupi serasah sehingga terlindungi dari panas
matahari. Mikroorganisme tersebut akan tumbuh di bawah serasah yang nantinya
akan membantu dalam penghancuran serasah, penyedia unsur hara untuk
metabolisme serta pertumbuhan tanaman (Kimball, 1999).
Sedangkan hasil yang paling rendah diperoleh dari tanah tercemar. Hal ini
dikarenakan banyak terdapat sampah-sampah plastik yang susah terurai meskipun
ada juga sampah-sampah organik yang telah terdekomposisi. Sampah-sampah
plastik tersebut akan membuat suhu lapisan tanah menjadi meningkat, sedangkan
suhu tanah merupakan salah satu faktor fisik tanah yang sangat menentukan
kehadiran dan kepadatan organisme tanah (Suin,1997).
(Praktikum Biologi dan Kesehatan Tanah)
Oleh
Karina Zulkarnain
kelompok 6
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
I.
2015
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu faktor penentu subur tidaknya suatu tanah adalah besarnya populasi
mikroorganisme dalam tanah tersebut. Semakin banyak mikroorganisme tanah
yang terkandung, maka semakin subur tanah tersebut. Hal ini dikarenakan bahan
organic yang terdapat dalam tanah hanya dapat didekomposisikan oleh
mikroorganisme-mikroorganisme tersebut yang nantinya akan menyumbangkan
nutrisi-nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman serta memperbaiki keadaan
tanah. Salah satu cara untuk dapat menghitung populasi dari mikroorganisme
tanah tersebut adalah dengan mengukur respirasi tanahnya yang diasumsikan
bahwa ketika semakin besar respirasi tanahnya maka jumlah mikroorganisme
yang terkandung dalam tanah tersebut pun semakin besar (Arief, 2001).
Respirasi tanah merupakan pencerminan aktivitas mikroorganisme
tanah. Pengukuran respirasi (mikroorganisme tanah) merupakan cara yang
pertama kali digunakan untuk menentukan tingkat aktivitas mikroorganisme
tanah. Salah satu cara untuk mempelajari aktivitas semua mikroorganisme dalam
tanah adalah dengan menghitung jumlah organisme tanah dan karbondioksida
yang dilepaskan oleh organisme tanah selama waktu tertentu. Sedangkan
penetapan respirasi tanah adalah berdasarkan penetapan jumlah CO2 yang
dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dan jumlah O2 yang digunakan oleh
mikroorganisme tanah (Hanafiah, 2005).
Pengukuran respirasi tanah merupakan cara yang pertama kali digunakan untuk
melihat tingkat aktivitas tanah. Sampai sekarang, metode ini masih merupakan
yang paling sering digunakan karena hassil yang diperoleh cukup peka, konsisten,
penetapan sederhana, dan tidak memerlukan alat-alat yang mahal dan canggih.
Penetapan respirasi tanah adalah berdasarkan:
1.
Penetapan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme.
2.
Jumlah O2 yang digunakan oleh mikroorganisme.
Metode pengukuran CO2 yang dihasilkan oleh mikroorganisme tanah dapat
dilakukan untuk sampel tanah yang tidak terganggu maupun untuk sampel tanah
yang terganggu. Pengukuran respirasi ini mempunyai korelasi yang baik dengan
variabel aktivitas mikroorganisme seperti : kandungan bahan organik tanah,
transformasi nitrogen atau fosfor, Ph, dan rata-rata jumlah mikroorganisme
(Handayanto, 2007).
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1.
Mengetahui jumlah O2 yang dihasilkan mikroorganisme tanah
2.
Mengetahui jumlah CO2 yang dikeluarkan mikroorganisme tanah
3.
Menetahui tingkat respirasi setiap sampel tanah
II.
METODOLOGI KERJA
2.1 Alat Dan Bahan
Adapun alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah botol, gelas beaker, dan
lakban.
Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanah, KOH,
akuades, HCl, penolptalein, dan metil oranye
2.2 Cara Kerja
Adapun cara kerja yang dilakukan untuk penetapan CO2 tanah yang sederhana di
laboratorium:
1.
Dimasukkan 100 g tanah lembab ke dalam 1,0 liter botol (toples).
2.
Dimasukkan 5,0 ml 0,2 N KOH dan 10,0 ml akuades masing-masing ke
dalam 10 ml gelas beaker.
3.
Dimasukkan kedua beaker yang berisi KOH dan akuades tersebut ke dalam
botol yang berisi tanah tadi. Kemudian ditutup botol sampai kedap udara.
4.
Diinkubasi botol-botol tersebut pada temperatur kamar di tempat yang gelap
selama1 minggu. Pada akhir masa inkubasi, ditentukan jumlah CO2 yang
dihasilkan dengan cara titrasi.
5.
Ke dalam beaker gelas yang berisi KOH, dimasukkan 2 tetes penolptalein
dan titrasi hingga warna merah hilang.
6.
Dicatat volume HCl yang digunakan untuk titrasi.
7.
Ditambahkan 2 tetes metil oranye pada larutan diatas dan dititrasi kembali
dengan HCl sampai warna kuning berubah menjadi pink.
8.
Perubahan warna tidak terlalu tampak, oleh sebab itu dalam menentukan
titik akhir titrasi harus hati-hati. Jumlah HCl yang digunakan pada tahap
kedua titrasi ini berhubungan langsung dengan jumlah CO2 yang difiksasi.
9.
Dibuat kontrol atau blanko yaitu botol inkubasi sperti diatas tetapi tanpa
sampel tanah.
IV.
KESIMPULAN
Didapatkan kesimpulan dari pembahasan dan praktikum respirasi tanah adalah
sebagai berikut :.
1.
Salah satu cara untuk mengetahui banyaknya mikroorganisme dalam tanah
adalah dengan mengukur banyaknya CO2 yang dikeluarkan oleh
mikroorganisme tanah
2.
Setelah dilakukan titrasi sebanyak 2 tahap, kandungan CO2 yang terdapat
pada larutan KOH terurai/ terlepas sehingga dapat dilakukan perhitungan
3.
Tingkat respirasi yang paling tinggi terjadi pada sampel tanah dari hutan dan
lahan alang-alang karena terdapat banyak serasah sebagai sumber energi
mikroorganisme tanah
4.
Tingkat respirasi yang paling rendah terdapat pada sampel tanag dari
tumpukan sampah karena suhu permukaan tanah yang tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Arief, A. 2001. Hutan dan Kehutanan. Kanisius: Jakarta
Hanafiah, dkk. 2005. Biologi dan Kesuburan Tanah. Rineka Cipta:
Jakarta.
Handayanto, E. 2007. Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Pustaka Adipura :
Yogyakarta.
Kimball, J. W. 1999. Biologi. Jilid Tiga. Erlangga: Jakarta
Suin, N. M. 1997. Ekologi Fauna tanah. Bumi Aksara. Jakarta. 189 hal.
LAMPIRAN
III. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Tabel Pengamatan
Ulangan
No
Tanah
.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
U1 (ml)
Blanko
Kontrol
Alang-alang
Hutan
Tercemar
Kontrol
Alang-alang
Hutan
Tercemar
U2 (ml)
PP
MO
X́
PP
MO
X́
7,4
2,7
1,5
1
1
2,5
3,6
1
1,2
1,8
5
6,5
0,6
1,1
5,5
4
0,5
6
4,6
3,85
4
0,8
1,05
4
3,8
0,75
3,6
2,7
1,5
1
0,7
2
3,9
0,9
0,6
5,2
7
2
1,5
5,7
5,4
1,6
1,1
3,95
4,25
1,5
1,1
3,85
4,65
1,25
0,85
3.2 Perhitungan
1. Blanko
r=
r=
( a−b ) x t x 120
n
4,6 x 0,1 x 120
7
r = 7,88 mg CO2
2. Kontrol U1
r=
( a−b ) x t x 120
n
3,85 x 0,1 x 120
7
r = 6,6 mg CO2
r=
Kontrol U2
r=
( a−b ) x t x 120
n
3. Alang – alang U1
( a−b ) x t x 120
n
4 x 0,1 x 120
r=
7
r = 6,85 mg CO2
r=
4. Hutan U1
( a−b ) x t x 120
n
0,8 x 0,1 x 120
r=
7
r = 1,37 mg CO2
r=
5. Tercemar U1
( a−b ) x t x 120
n
1,05 x 0,1 x 120
r=
7
r = 1,8 mg CO2
r=
6. Kontrol U1
r=
3,95 x 0,1 x 120
7
r = 6,77 mg CO2
r=
( a−b ) x t x 120
n
Alang-alang U2
( a−b ) x t x 120
n
4,25 x 0,1 x 120
r=
7
r = 7,28 mg CO2
r=
Hutan U2
( a−b ) x t x 120
n
1,5 x 0,1 x 120
r=
7
r = 2,57 mg CO2
r=
Tercemar U2
( a−b ) x t x 120
n
1,1 x 0,1 x 120
r=
7
r = 1,88 mg CO2
r=
4 x 0,1 x 120
7
r = 6,85 mg CO2
r=
Kontrol U2
r=
3,85 x 0,1 x 120
7
r = 6,6 mg CO2
r=
( a−b ) x t x 120
n
7. Alang – alang U1
( a−b ) x t x 120
n
3,8 x 0,1 x 120
r=
7
r = 6,15 mg CO2
r=
8. Hutan U1
( a−b ) x t x 120
n
0,75 x 0,1 x 120
r=
7
r = 1,28 mg CO2
r=
9. Tercemar U1
( a−b ) x t x 120
n
3,6 x 0,1 x 120
r=
7
r = 6,17 mg CO2
r=
Alang-alang U2
( a−b ) x t x 120
n
4,65 x 0,1 x 120
r=
7
r = 7,97 mg CO2
r=
Hutan U2
( a−b ) x t x 120
n
1,25 x 0,1 x 120
r=
7
r = 2,14 mg CO2
r=
Tercemar U2
( a−b ) x t x 120
n
0,85 x 0,1 x 120
r=
7
r = 1,45 mg CO2
r=
3.3 Pembahasan
Tabel hasil pengamatan di atas diperoleh berdasarkan perhitungan tingkat respirasi
yang terjadi pada sampel tanah yang berbeda-beda sesuai dengan perlakuan
masing-masing kelompok. Sampel tanah yang digunakan pada kelompok 1
berasal dari tanah blanko, kelompok 2 berasal dari tanah kontrol, kelompok 3
berasal dari tanah alang-alang, kelompok 4 berasal dari tanah hutan, kelompok 5
berasal dari tanah tercemar, kelompok 6 berasal dari tanah kontrol, kelompok 7
berasal dari tanah alang-alang, kelompok 8 berasal dari tanah hutan, serta
kelompok 9 yang berasal dari tanah tercemar.
Hasil percobaan diperoleh dengan melakukan percobaan sederhana. Tanah
sampel dari masing-masing kelompok tersebut dimasukkan ke dalam toples
kemudian dimasukkan pula tabung kecil yang berisi akuades yang diletakkan
disisi toples serta tabung berisi KOH pada sisi toples lainnya. Toples kemudian
ditutup dan tanah diinkubasi selama 1 minggu. Prinsip kerja yang dilakukan pada
percobaan ini adalah dengan menetapkan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh
mikroorganisme tanah sehingga nantinya akan diketahui besarnya respirasi yang
terjadi dan secara tidak langsung juga akan menentukan seberapa banyak
mikroorganisme yang ada di sampel tanah tersebut.
Akuades yang diletakkan di dalam toples berfungsi untuk menyuplai oksigen yang
akan digunakan mikroorganisme yang ada di dalam sampel tanah tersebut untuk
berespirasi. Hasil respirasi yang ada yaitu berupa karbondioksida akan diikat oleh
KOH yang juga diletakkan di dalam toples. Larutan KOH inilah yang nantinya
akan dititrasi untuk dapat mengetahui jumlah CO2 yang diikat di dalamnya
(jumlah CO2 yang dilepas mikroorganisme).
Proses titrasi yang dilakukan pada larutan KOH tersebut berlangsung selama 2
tahap. Proses pertama yaitu mentitrasi larutan KOH menggunakan indikator
penolptalein. Indikator ini digunakan karena larutan bersifat asam. Reaksi kimia
yang berlangsung adalah :
K2CO3 + HCl
KCl + KHCO3
Reaksi tersebut menunjukkan adanya pengikatan antara hidrogen dengan
K2CO3 menjadi senyawa yang lebih kompleks. Pada tahap ini kita belum dapat
mengetahui jumlah CO2 yang terkandung di dalam larutan tersebut sehingga
dilanjutkan dengan titrasi berikutnya yaitu menggunakan indikator metil orange
sebagai indikator kelebihan basa. Reaksi kimia yang berlangsung yaitu :
KHCO3 + HCl
KCl + H2O + CO2
Pada reaksi diatas dapat diketahui hasilnya yaitu terjadi proses penguraian
menjadi KCl, H2O, dan CO2sehingga jumlah dari CO2 yg sudah terlepas tersebut
dapat diketahui yaitu berdasarkan volume dari HCl yang dibutuhkan selama
proses titrasi kedua dan memasukkannya ke dalam rumus perhitungan. Sebelum
itu, dicari juga volume titrasi blanko terlebih dahulu (Suin, 1997).
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kandungan CO2 yang paling besar
berasal dari dua sampel tanah yaitu dengan perlakuan pada tanah kontrol dan
tanah alang-alang, serta hasil terendah diperoleh pada sampel tanah ke-9 yang
berasal dari tanah terccemar. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat respirasi yang
paling tinggi yang juga menunjukkan jumlah mikroorganisme yang paling banyak
terdapat tanah dari kontrol dan dari lahan alang-alang.
Pada sampel tanah dari kontrol dan dari lahan alang-alang diperoleh jumlah
CO2 yang paling banyak dikarenakan tanahnya mengandung banyak bahan
organic dan zat makanan sebagai sumber karbon dan sumber energi bagi
mikroorganisme tanah. Kondisi lingkungannya pun cocok untuk tempat tinggal
mikroorganisme karena tanahnya tertutupi serasah sehingga terlindungi dari panas
matahari. Mikroorganisme tersebut akan tumbuh di bawah serasah yang nantinya
akan membantu dalam penghancuran serasah, penyedia unsur hara untuk
metabolisme serta pertumbuhan tanaman (Kimball, 1999).
Sedangkan hasil yang paling rendah diperoleh dari tanah tercemar. Hal ini
dikarenakan banyak terdapat sampah-sampah plastik yang susah terurai meskipun
ada juga sampah-sampah organik yang telah terdekomposisi. Sampah-sampah
plastik tersebut akan membuat suhu lapisan tanah menjadi meningkat, sedangkan
suhu tanah merupakan salah satu faktor fisik tanah yang sangat menentukan
kehadiran dan kepadatan organisme tanah (Suin,1997).