SUMBER SUMBER HUKUM TATA NEGARA INDONESI
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
SUMBER-SUMBER HUKUM TATA
NEGARA INDONESIA
Oleh:
Evi Purnama Wati, SH., MH 1
NIDN : 0213037201
Email : [email protected]
Abstrak
Setiap negara memilki system hukum yang
berbeda-beda sehingga sumber hukum
yang digunakan berbeda pula. Namun,
khusus dalam hukum tata negara pada
umumnya yang bisa diakui sebagai sumber
hukum ada lima yaitu: Undang-Undang
Dasar dan peraturan perundang-undangan
tertulis; yurisprudensi peradilan; konvensi
ketata negaraan; hukum internasional
tertentu; dan doktrin ilmu hukum tata
negara. Seperti di Indonesia, ada lima
sumber-sumber hukum tata negara yang
berlaku. Metode menggunakan metode
Normatif yaitu study kepustakaan. Hasil
pembahasan, di Indonesia sumber hukum
yang pertama yaitu UUD dan peraturan
perundang-undangan di atur dalam UU No
12 Tahun 2011 sebagai berikut: UUD
1945, Ketetapan MPR, UU/peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
Peraturan
daerah
Propinsi,Peraturan
Daerah Kabupaten /Kota.
Kata kunci : Sumber-sumber hukum
A. PENDAHULUAN
Sumber hukum dalam bahasa
Inggris adalah source of law. Perkataan
“sumber hukum” itu sebenarnya berbeda
dari perkataan “dasar hukum”, “landasan
hukum” ataupun “payung hukum”. Dasar
hukum ataupun landasan hukum adalah
legal basis atau legal ground, yaitu norma
hukum yang mendasari suatu tindakan atau
perbuatan hukum tertentu sehingga dapat
dianggap sah atau dapat dibenarkan secara
hukum. Sedangkan, perkataan “sumber
1
Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas
Palembang
hukum” lebih menunjuk kepada pengertian
tempat dari mana asal-muasal suatu nilai
atau norma tertentu berasal.
Hans Kelsen dalam bukunya
“General Theory of Law and State”
menyatakan bahwa istilah sumber hukum
itu (sources of law) dapat mengandung
banyak pengertian, karena sifatnya yang
figurative and highly ambiguous. Pertama,
yang lazimnya dipahami sebagai sources
of law ada 2 (dua) macam, yaitu custom
dan statute. Kedua, sources of law juga
dapat dikaitkan dengan cara untuk menilai
alasan atau the reason for the validity of
law. Ketiga, sources of law juga dipakai
untuk hal-hal yang bersifat non-juridis,
seperti norma moral, etika, prinsip-prinsip
politik, ataupun pendapat para ahli, dan
sebagainya yang dapat mempengaruhi
pembentukan suatu norma hukum,
sehingga dapat pula disebut sebagai
sumber hukum atau the sources of the law.
Sumber hukum dapat dibedakan
antara yang bersifat formal (source of law
in formal sense) dan material (source of
law in material sense). Setiap negara
memilki system hukum yang berbeda-beda
sehingga sumber hukum yang digunakan
berbeda pula. Namun, khusus dalam
hukum tata negara pada umumnya yang
bisa diakui sebagai sumber hukum ada
lima, yaitu: Undang-Undang Dasar dan
peraturan perundang-undangan tertulis;
yurisprudensi peradilan; konvensi ketata
negaraan; hukum internasional tertentu;
dan doktin ilmu hukum tata negara. Seperti
di Indonesia, ada lima sumber-sumber
hukum tata negara yang berlaku.
B. PEMBAHASAN
Sumber-sumber hukum tata negara ada
lima, yaitu:
1. Undang-Undang Dasar dan peraturan
perundang-undangan tertulis
Undang-Undang Dasar adalah
hukum dasar yang berlaku di suatu
negara. Hukum ini tidak mengatur halhal yang terperinci melainkan hanya
menjabarkan prinsip-prinsip yang
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
170
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
menjadi dasar peraturan-peraturan
lainnya.
Undang-Undang
Dasar
merupakan naskah konstitusi yang
tertulis dalam satu kodifikasi.
Indonesia memiliki UndangUndang Dasar 1945 sebagai hukum
dasar, yang mana sebelumnya pernah
berubah-ubah. Pertama naskahnya
berupa UUD 1945 periode pertama
dari tahun 1945 sampai 1949. Periode
kedua konstitusi RIS tahun 1949.
Ketiga, UUDS 1950. Keempat, UUD
1945 periode kedua tahun 1959
sampai 1999. Kelima, UUD 1945
periode ketiga tahun 1999 sampai
2000. Keenam, UUD 1945 periode
keempat tahun 2000 sampai 2001.
Ketujuh, UUD 1945 periode kelima
tahun 2001-2002 dan terakhir UUD
1945 periode keenam tahun 2002
sampai sekarang.
Peraturan
perundangundangan adalah peraturan tertulis
yang dibentuk oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang dan
mengikat secara umum. Indonesia
memiliki peraturan perundang-undang
yang diatur dalam UU No 12 tahun
2011 pasal 7. Sebagaimana dijelaskan
sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar 1945
Materi muatan undang-undang
dasar meliputi :
•
Jaminan terhadap hak-hak
asasi manusia dari warga Negara
• Membebaskan kekuasaan dari
kontrol mutlak penguasa, serta
menetapkan bagi para penguasa
tersebut batas-batas kekuasaan
mereka.
Undang-Undang
Dasar
1945
pernah diamandemen empat kali
Amandemen I Tahun 1999
Perubahan pertama ini diambil
dalam suatu putusan majelais pada
tanggal 19 Oktober 1999 dengan
mengubah 9 pasal.
Amandemen II Tahun 2000
Perubahan kedua disahkan pada
tanggal 18 Agustus 2000 dengan
mengubah dan menambah beberapa
pasal.
Amandemen III tahun 2001
Amandemen
ketiga
disahkan
tanggal 10 November 1945. MPR
mengubah dan menambah 23 pasal.
Amandemen IV tahun 2002
Perubahan ini disahkan tanggal 10
Agustus 2002 yang berlaku hingga
sekarang, yang mengubah dan atau
menambah 13 pasal, 3 Aturan
peralihan dan 2 Aturan Tambahan.
b. Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 UUD 1945
ditentukan
bahwa
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
menetapkan Undang-Undang Dasar
dan Garis-Garis Besar Haluan
Negara. Dengan istilah menetapkan
tersebut
maka
orang
berkesimpulan, bahwa produk
hukum yang dibentuk oleh MPR
disebut Ketetapan MPR.
Ketetapan
Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia
nomor: I/MPR/2003
tentang
Peninjauan
Terhadap
Materi
dan
Status
Hukum
Ketetapan
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Tahun
1960 sampai dengan Tahun 2002,
tanggal 7 Agustus 2003”. Sampai
saat ini ada 8 ketetapan MPR yang
masih berlaku mengikat umum,
yaitu:
• Ketetapan
MPRS
nomor
XXV/MPRS/1996
tentang
pembubaran PKI, Pernyataan
Sebagai Organisasi Terlarang di
Seluruh Wilayah Negara RI
bagi PKI dan Larangan Setiap
Kegiatan untuk Menyebabkan
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
171
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
•
•
•
•
•
•
•
atau Mengembangkan Faham
atau
Ajaran
Komunis/Marxisme-Leninisme
dinyatakan
tetap
berlaku,
dengan
ketentuan
seluruh
ketentuan dalam ketetpaan
MPRS-RI
Nomor
XXV/MPRS/1966 ini, ke depan
diberlakukan
dengan
berkeadilan dan menghormati
hukum, prinsip demokrasi, dan
hak asasi manusia.
Ketatapan MPR-RI Nomor
XVI/MPR/1998 tentang Politik
Ekonomi
dalam
Rangka
Demokrasi Ekonomi
Ketetapan
MPRS
Nomor
XXIV/MPRS/1996
Tentang
Pengangkatan
Pahlawan
Ampera yang tetap berlaku
dengan menghargai Pahlawan
Ampera yang telah ditetapkan
hingga
terbentuknya
UU
tentang pemberian gelar, tanda
jasa, dan lain-lain tanda
kehormatan.
Ketetapan
MPR
Nomor
XI/MPR/1998
Tentang
Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas KKN sampai
terlaksananya seluruh ketentuan
dalam ketetapan tersebut.
Ketetapan
MPR
Nomor
VI/MPR/2001 tentang Etika
dan Kehidupan Berbangsa
Ketetapan MPR Nomor VII/
MPR/2001
Tentang
Visi
Indonesia Masa Depan
Ketatapan MPR Nomor VIII/
MPR/2001
Tentang
Rekomendasi Arah Kebijakan
Pemberantasan dan Pencegahan
KKN sampai Terlaksananya
seluruh
ketentuan
dalam
ketetapan tersebut.
Ketetapan
MPR
Nomor
IX/MPR/2001
Tentang
Pembaruan
Agraria
dan
Pengelolaan Sumber Daya
Alam sampai terlaksananya
ketentuan
tersebut
dalam
ketetapan
c. Undang-undang/peraturan
pemerintah pengganti undangundang
Undang-undang mengandung dua
pengertian, yaitu :
1. undang-undang dalam arti
materiel : peraturan yang
berlaku umum dan dibuat oleh
penguasa, baik pemerintah
pusat maupun pemerintah
daerah.
2. undang-undang dalam arti
formal : keputusan tertulis
yang dibentuk dalam arti
formal sebagai sumber hukum
dapat dilihat pada Pasal 5 ayat
(1) dan pasal 20 ayat (1) UUD
1945.
Contoh UU yang ada di Indonesia
adalah Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
d. Peraturan Pemerintah
UUD 1945 memberi kewenangan
kepada presiden untuk menetapkan
Peraturan
Pemerintah
guna
melaksanakan undang-undang yang
dibentuk presiden dengan DPR.
Dalam hal ini berarti tidak mungkin
bagi
presiden
menetapkan
Peraturan Pemerintah sebelum ada
undang-undangnya,
sebaliknya
suatu undang-undang tidak berlaku
efektif tanpa adanya Peraturan
Pemerintah. Contoh Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang
Pembagian
Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan
Daerah
Kabupaten/Kota.
e. Peraturan Presiden
Peraturan Presiden adalah peraturan
perundang-undangan yang dibuat
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
172
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
oleh presiden. Materi muatannya
adalah materi yang diperintahkan
oleh Undang-Undang atau materi
untuk melaksanakan peraturan
pemerintah. Contohnya:
• Peraturan Presiden Nomor 47
Tahun
2009
Tentang
Pembentukan dan Organisasi
Kementrian Negara.
• Peraturan Presiden Nomor 24
Tahun
2010
Tentang
Kedudukan,
Tugas,
Dan
Fungsi Kementerian Negara
Serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara.
f. Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah Provinsi adalah
Peraturan
Perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
dengan
persetujuan
bersama
Gubernur
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
adalah
Peraturan
Perundangundangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota
dengan
persetujuan
bersama
Bupati/Walikota.
2.
Yurisprudensi peradilan
Istilah Yurisprudensi, berasal
bahasa Latin, yaitu dari kata
“jurisprudentia”
yang
berarti
pengetahuan
hukum.
Kata
yurisprudensi sebagai istilah teknis
peradilan sama artinya dengan kata”
jurisprudentie” dalam bahasa Belanda
dan “jurisprudence” dalam bahasa
Perancis, yaitu peradilan tetap atau
hukum
peradilan.
(
Purnadi
Purbacaraka , dkk, 1995: 121 )
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia ( 2001:1278 ) kata
yurisprudensi diartikan: ajaran hukum
melalui peradilan; himpunan putusan
hakim.
Menurut istilah, terdapat berbagai
definisi yang dikemukakan pada Ahli
Hukum. Sebagai contoh berikut
dikemukakan beberapa variasi definisi
yurisprudensi :
a. Menurut Kansil ( 1993: 20 )
yurisprudensi adalah keputusan
hakim terdahulu yang sering diikuti
dan dijadikan dasar keputusan oleh
hakim kemudian mengenai masalah
yang sama.
b. Menurut Sudikno Mertokusumo (
1991 : 92 ) yurisprudensi adalah
pelaksanaan hukum dalam hal
konkrit terjadi tuntutan hak yang
dijalankan oleh suatu badan yang
berdiri sendiri dan diadakan oleh
negara serta bebas dari pengaruh
apa dan siapapun dengan cara
memberikan putusan yang bersifat
mengikat dan berwibawa. Secara
ringkas singkat, menurut Sudikno,
yurisprudensi
adalah
putusan
pengadilan.
c. Menurut, A. Ridwan Halim (1998 :
57 ) yang dimaksud yurisprudensi
adalah suatu putusan hakim atas
suatu perkara yang belum ada
pengaturannya dalam undangundang yang untuk selanjutnya
menjadi pedoman bagi hakimhakim lainnya yang mengadili
kasus-kasus serupa.
d. Menurut Subekti ( 1974 : 117 )
yurisprudensi
adalah
putusan
Hakim atau Pengadilan yang tetap
dan dibenarkan oleh Mahkamah
Agung sebagai Pengadilan Kasasi
atau putusan Mahkamah Agung
sendiri yang sudah tetap.
Di Inggris, Amerika, kanada, dan
Australia istilah jurisprudence berarti
ilmu hukum. Karena hukum dalam
tradisi Anglo Saxonia memang
tumbuh
dari
putusan-putusan
pengadilan.
Ilmu
hukum
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
173
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
dikembangkan
dengan
cara
mempelajari kasus-kasus dan putusan
pengadilan. Oleh karena itu, lama
kelamaan istilah jurisprudence di
Inggris dan negara berbahasa Inggris
lainnya yang dipengaruhi oleh system
hukum Anglo Saxon berkembang
dalam pengertian ilmu hukum.
Dalam sistem continental seperti
di Jerman, Perancis, dan Belanda,
putusan pengadilan dianggap sebagai
salah satu dari norma hukum yang
dipelajari dan dijadikan sumber
hukum. Jurisprudentie di Belanda
menunjuk kepada pengertian putusan
pengadilan yang bersifat tetap yang
kemudian dijadikan referensi bagi
hakim lainnya dalam memeriksa
perkara serupa di kemudian hari.
Contohnya di Indonesia adalah
Putusan
Mahkamah
Konstitusi
Republik Indonesia Nomor 008/PUUIV/2006 pelarangan anggota partai
terlarang menjadi caleg
3.
Konvensi ketatanegaraan
Konvensi-konvensi
ketatanegaraan
(Conventions of the Constitution) yang
berlaku
dan
dihormati
dalam
kehidupan ketatanegaraan, walaupun
tak dapat dipaksakan oleh pengadilan
apabila
terjadi
pelanggaran
terhadapnya.
Dari apa yang dikemukakan oleh AV
Dicey tersebut jelaslah bahwa
konvensi
ketatanegaraan
harus
memenuhi cirri-ciri sebagai berikut
a. Konvensi itu berkenaan dengan
hal-hal
dalam
bidang
ketatanegaraan
b. Konvensi tumbuh, berlaku, diikuti
dan dihormati dalam praktik
penyelenggaraan Negara
c. Konvensi sebagai bagian dari
konstitusi, apabila ada pelanggaran
terhadapnya tak dapat diadili oleh
badan pengadilan
Dalam praktik ketatanegaraan
Inggris, sebagian besar konvensi
ketatanegaraan mengatur hubungan
antar
cabang-cabang
kekuasaan
pemerintahan
pusat
(central
government), khusunya mengatur (i)
the relationship between the monarch,
ministers, and parliament, (ii) the
relationship between ministers among
themselves, and (iii) the relationship
between ministers and civil servants.
Kadang-kadang konvensi berfungsi
sebagai devices for adjusting the
stritct law to meet the changing
demands of politics. Peraturan di
Inggris yang tertulis tegas menentukan
bahwa “ The Queen’s assent is
required for a valid of Parliament”.
Dalam praktiknya hal itu berubah dan
berkembang menjadi sebuah konvensi
yaitu bahwa The Queen must always
assent to a bill. Peraturan lain tertulis
“Parliament must meet at least every
three years” kemudian berubah karena
konvensi menjadi Parlement must
meet annually.
Peraturan
di
Inggris
juga
menentukan bahwa “The Queen
constitutes the executive branch of
government but cannot make law nor
raise taxes except through an Act of
Parliament.”. Tetapi prakteknya hal
tersebut berubah karena konvensi
menjadi beberapa norma, yaitu: (a)
The Queen acts only on the advice of
Ministers; (b) The cabinet is
collectively responsible to Parliament
for the conduct of the government; (c)
ministers are individually responsible
to Parliament for the conduct of their
departments; (d) Legislation involving
taxation and public expenditure can
be introduced only by ministers; (e)
executive powers are exercised
through
ministers,
who
are
collectively
and
individually
responsible to Parliament.
Di Indonesia juga dapat ditemukan
banyak konvensi ketatanegaraan yang
dipraktikan sejak dulu sampai
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
174
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
sekarang. Dalam kurun waktu pertama
berlakunya UUD 1945 yaitu sejak
tanggal 18 Agustus 1945 sampai
dengan tanggal 27 Desember 1949,
maupun kurun waktu kedua yaitu
sejak Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959 sampai sekarang. Sebagaimana
telah disinggung di atas timbulnya
konvensi adalah hal yang wajar,
karena UUD 1945 mengakomodasi
adanya hukum dasar yang tak tertulis
yang timbul dan terpelihara dalam
praktik
penyelenggaraan
negara.
Dengan Maklumat Pemerintah tanggal
14 November 1945, terjadi perubahan
dalam penyelenggaraan pemerintahan
di Indonesia, yaitu dengan digantinya
Kabinet Presidensial menjadi Kabinet
Parlementer. Akibat perubahan itu
kekuasaan eksekutif yang semula
berada pada Presiden Soekarno beralih
kepada Perdana Menteri (Syahrir).
Terlepas dari adanya anggapan bahwa
perubahan
disebut
adalah
penyimpangan
dari
Kabinet
Presidensial yang dianut oleh UUD
1945, namun menurut Menteri
Penerangan RI pada waktu itu
perubahan sistem tersebut adalah
ditimbulkan dengan cara kebiasaan
politik (convention). Perubahan ke
arah sistem parlementer ini tidak
diatur oleh UUD 1945, melainkan
karena
konvensi
ketatanegaraan.
Dalam
bukunya
Undang-undang
Dasar Sementara Republik Indonesia,
Prof.Soepomo menyatakan dengan
Kabinet Syahrir telah timbul konvensi
ketatanegaraan mengenai Kabinet
Parlementer.
Dalam kurun waktu kedua
berlakunya kembali UUD 1945, yaitu
sejak Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959,
sejarah
ketatanegaraan
Indonesia juga mencatat adanya
konvensi-konvensi yang timbul dan
terpelihara
dalam
praktik
penyelenggaraan negara. Seperti kita
ketahui, pada periode Orde Lama,
setiap tanggal 17 Agustus Presiden
Republik
Indonesia,
mempunyai
kebiasaan untuk berpidato dalam suatu
rapat umum yang mempunyai
kualifikasi tertentu, seperti rapat
raksasa, rapat samodra dan lainnya.
Dalam pidato itu dikemukakan hal-hal
di bidang ketatanegaraan. Namun di
bawah Orde Baru kebiasaan di atas
telah ditinggalkan, sebagai gantinya
pada setiap tanggal 16 Agustus
Presiden
Republik
Indonesia
menyampaikan pidato kenegaraan di
hadapan Sidang Paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat.
Sebagaimana telah kita ketahui
bahwa di bawah pemerintahan Orde
Baru telah diikrarkan tekad untuk
melaksanakan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Hal ini berarti
juga UUD 1945 harus dilestarikan.
Upaya pelestarian ditempuh antara
lain
dengan
cara
tidak
memperkenankan UUD 1945 untuk
diubah. Untuk keperluan itu telah
ditempuh upaya hukum antara lain :
a.
Melalui TAP No.1/MPR/1983,
pasal 104; "Majelis berketetapan
untuk mempertahankan UUD
1945, tidak berkehendak dan tidak
akan
melakukan
perubahan
terhadapnya
serta
akan
melaksanakannya secara murni
dan konsekuen".
b.
Diperkenalkannya "Referendum"
dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia lewat TAP
No.IV/MPR/1983
untuk
memperkecil
kemungkinan
mengubah UUD 1945.
Maka pada periode Orde Baru, sejak
tahun 1966 terdapat beberapa praktik
ketatanegaraan yang dapat dipandang
sebagai konvensi yang sifatnya
melengkapi dan tidak bertentangan
dengan UUD 1945. Contoh konvensikonvensi yang timbul dan terpelihara
dalam
praktik
penyelenggaraan
negara, yang sedang berjalan :
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
175
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
a.
b.
c.
Praktik di Lembaga Tertinggi
Negara
bernama
Majelis
Permusyarawatan Rakyat (MPR),
mengenai pengambilan keputusan
berdasarkan musyawarah untuk
mufakat.
Seperti telah diuraikan di atas
yaitu pidato Presiden setiap
tanggal 16 Agustus di depan
Sidang Paripurna DPR yang di
satu pihak memberi laporan
pelaksanaan tugas pemerintah
dalam tahun anggaran yang lewat,
dan di lain pihak mengandung
arah
kebijaksanaan
tahun
mendatang. Secara konstitusional
tidak
ada
ketentuan
yang
mewajibkan
presiden
menyampaikan
pidato
resmi
tahunan semacam itu di hadapan
Sidang Paripurna DPR. Karena
presiden tidak tergantung DPR
dan tidak bertanggung jawab pada
DPR,
melainkan
presiden
bertanggung jawab kepada MPR.
Kebiasaan ini tumbuh sejak Orde
Baru.
Jauh hari sebelum MPR bersidang
presiden
telah
menyiapkan
rancangan bahan-bahan untuk
Sidang Umum MPR yang aka
datang itu. Dalam UUD 1945 hal
ini tidak diatur, bahkan menurut
Pasal 3 UUD 1945 MPR-lah yang
harus merumuskan dan akhirnya
menetapkan
GBHN.
Namun
untuk
memudahkan
MPR,
presiden menghimpun rancangan
GBHN
yang
merupakan
sumbangan
pikiran
Presiden
sebagai Mandataris MPR yang
disampaikan
dalam
upacara
pelantika anggota-anggota MPR.
Hal tersebut merupakan praktik
ketatanegaraan yang timbul dan
terpelihara
dalam
praktik
penyelenggaraan
negara,
meskipun tidak tertulis, yang
sudah berulang kali dilakukan
d.
e.
pada masa pemerintahan Orde
Baru.
Pada setiap minggu pertama bulan
Januari,
Presiden
Republik
Indonesia selalu menyampaikan
penjelasan terhadap Rancangan
Undang-undang tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara di
hadapan DPR, perbuatan presiden
tersebut
termasuk
dalam
konvensi. Hal ini pun tidak diatur
dalam UUD 1945, dalam pasal 23
ayat 1 UUD 1945 hanya
disebutkan bahwa "Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
ditetapkan tiap-tiap tahun dengan
undang-undang. Apabila Dewan
Perwakilan
Rakyat
tidak
menyetujui
anggaran
yang
diusulkan
pemerintah,
maka
pemerintah menjalankan anggaran
tahun lalu". Penjelasan oleh
Presiden mengenai RUU tentang
APBN di depan DPR yang
sekaligus juga diketahui rakyat
sangat penting, karena keuangan
negara itu menyangkut salah satu
hak dan kewajiban rakyat yang
sangat pokok. Betapa caranya
rakyat sebagai bangsa akan hidup
dan dari mana didapatnya belanja
buat hidup, harus ditetapkan oleh
rakyat itu sendiri, dengan
perantaraan Dewan Perwakilan
Rakyat, demikian penjelasan
UUD 1945.
Adanya
Menteri
Negara
Nondepartemen dalam praktik
ketatanegaraan
di
bawah
Pemerintahan Orde Baru. Pasal 17
ayat 3 UUD 1945 menyebutkan
bahwa : "menteri-menteri itu
memimpin
Departemen
Pemerintahan". Jika ditinjau dari
ketentuan Pasal 17 ayat 3 UUD
1945, maka menteri-menteri itu
harus memimpin Departemen.
Namun demikian dalam praktik
ketatanegaraan di masa Orde Baru
dengan kabinet yang dikenal
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
176
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
f.
Kabinet Pembangunan, komposisi
menteri dalam tiap-tiap periode
Kabinet Pembangunan di samping
ada Menteri yang memimpin
Departemen,
terdapat
juga
Menteri Negara Nondepartemen.
Adanya Menteri Nondepartemen
berkaitan dengan kebutuhan pada
era pembangunan dewasa ini.
Karena adanya Menteri Negara
Nondepartemen sudah berulangulang
dalam
praktik
penyelenggaraan negara, maka
dapatlah
dipandang
sebagai
konvensi dalam ketatanegaraan
kita dewasa ini. Tidaklah dapat
diartikan bahwa adanya Menteri
Negara
Nondepartemen
mengubah UUD 1945. Karena
barulah
terjadi
perubahan
terhadap UUD 1945 apabila
prinsip-prinsip
konstitusional
yang dianut telah bergeser,
misalnya
menteri-menteri
kedudukannya
tidak
lagi
tergantung
presiden
dan
bertanggung jawab pada presiden.
Dalam hal ini misalnya menterimenteri tersebut bertanggung
jawab
kepada
DPR
dan
kedudukannya tergantung DPR.
Pengesahan Rancangan UndangUndang yang telah disetujui oleh
DPR.
Secara
konstitusional
presiden sebenarnya mempunyai
hak untuk menolak mengesahkan
Rancangan Undang-undang yang
telah disetujui DPR, sebagaimana
diisyaratkan oleh pasal 21 ayat 2
UUD 1945. Tetapi dalam praktik
presiden
belum
pernah
menggunakan
wewenang
konstitusional tersebut, presiden
selalu mengesahkan Rancangan
Undang-undang
yang
telah
disetujui oleh DPR, meskipun
Rancangan Undang-undang itu
telah
mengalami
berbagai
pembahasan dan amandemen di
DPR. Rancangan Undang-undang
4.
5.
kebanyakan
berasal
dari
Pemerintah
(Presiden)
sebagaimana ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 5 ayat 1
UUD 1945. Dalam pembahasan
RUU tersebut kedudukan DPR
merupakan partner dari presiden
c.q pemerintah. Maka pengesahan
Rancangan Undang-undang oleh
Presiden sangat dimungkinkan
karena RUU tersebut akhirnya
merupakan kesepakatan antara
DPR dengan Pemerintah.
Demikianlah beberapa contoh
yang sedang berjalan dalam praktik
penyelenggaraan negara di masa Orde
Baru yang dapat dianggap sebagai
konvensi ketatanegaraan
Hukum internasional tertentu
Hukum public internasional secara
umum dianggap menjadi sumber
hukum tata negara. Meskipun samasama menjadikan negara selaku subjek
hukum sebagai obyek kajiannya,
antara hukum tata negara dengan
hukum internasional public jelas dapat
dibedakan satu sama lainnya. Hukum
tata negara dari segi internalnya,
sedangkan
hukum
internasional
melihat negara dari
hubungan
eksternalnya dengan subyek-sebyek
negara lain. Contohnya:
a. Konvensi Wina 1961 Tentang
Hubungan Diplomatic.
b. Konvensi Wina 1969 Tentang
Hubungan Konsuler.
c. Konvensi New York 1969 Tentang
Misi Khusus.
d. Konvensi Wina 1975 Tentang
Perwakilan Negara Pada Organisasi
Internasional.
Doktin ilmu hukum tata negara.
Doktrin TOBAR yaitu mengenai
kesepakatan 5 negara yang tidak
mengakui
pemerintahan
hasil
pemberontak
atau
perebutan
kekuasaan dan hanya akan mengakui
apabila
secara
konstitusionalitas
negara terpenuhi. Artinya meski
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
177
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
pemerntah itu efektif memegang
kekuasaan,
pengakuan
harus
ditangguhan sampai rakyat di negara
itu melaui suatu pemilu yang bebas
telah menyatakan sikapnya terhadap
pemerintahan baru itu. Doktrin ini
disetujui Presiden AS woordrow yang
berbeda dengan Presiden Jefferson
dengan de facto isme nya sejak 1913.
C. KESIMPULAN
Sumber hukum dapat dibedakan antara
yang bersifat formal (source of law in
formal sense) dan material (source of law
in material sense). hukum tata negara pada
umumnya yang bisa diakui sebagai sumber
hukum ada lima, yaitu: Undang-Undang
Dasar dan peraturan perundang-undangan
tertulis; yurisprudensi peradilan; konvensi
ketata negaraan; hukum internasional
tertentu; dan doktin ilmu hukum tata
negara. Di Indonesia sumber hukum yang
pertama yaitu UUD dan peraturan
perundang-undangan di atur dalam UU No
12 Tahun 2011 sebagai berikut:
1.
UUD 1945
2.
Ketetapan MPR
3.
UU/peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang
4.
Peraturan Pemerintah
5.
Peraturan Presiden
6.
Peraturan daerah Propinsi
7.
Peraturan Daerah Kabupaten /Kota.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu
Hukum Tata Negara Jilid 1. Jakarta:
Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Koanstitusi
RI.
Huda, Ni’matul.2010. Hukum Tata Negara
Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Undang-Undang Dasar 1945.
Yuniarfan, Henry. 2008. Konvensi dan
konstitusi dalam praktik
ketatanegaraan di Indonesia.
http://arfanhy.blogspot.com/2008/06/
konvensi-dan-konstitusi-dalam-
praktik_30.html diakses tanggal 30
Maret 2012.
.2009. Hukum Tata Negara.
http://menwihhukum.blogspot.com/2009/11/huku
m-tata-negara.html diakses tanggal
30 Maret 2012
Sarkowi, Asmu’i. 2010. Yurisprudensi
dalam Sistem Peradilan di Indonesia.
http://bonsari.blogspot.com/2010/11/
yurisprudensi-dalam-sistemperadilan-di_22.html diakses tanggal
30 Maret 2012
Juniati, Rahma. 2011.
Konvensi_UUD_Konstitusi.
http:konvensi-uud-konstitusi.html.
diakses tanggal 30 Maret 2012.
. 2010. Sumber-Sumber
Hukum Tata Negara Indonesia.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2
010/03/sumber-sumber-hukum-tatanegara-indonesia/ diakses tanggal 30
Maret 2012
http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/04
/pengertian-sumber-hukum.html
diakses tanggal 30 Maret 2012
. 2011. Pengertian Sumber
Hukum. http://id.shvoong.com/lawand-politics/administrativelaw/2129215-pengertian-sumberhukum/ diakses tanggal 30 Maret
2012
Hitzuke, Febyo. 2009. Peraturan
Perundang-Undangan.
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/
peraturan-perundang-undangan.html
diakses tanggal 30 Maret 2012
Sofa. 2008. Peraturan PerundangUndangan Di Indonesia.
http://massofa.wordpress.com/2008/
04/29/perundang-undangan-diindonesia/ diakses tanggal 30 Maret
2012.
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
178
SUMBER-SUMBER HUKUM TATA
NEGARA INDONESIA
Oleh:
Evi Purnama Wati, SH., MH 1
NIDN : 0213037201
Email : [email protected]
Abstrak
Setiap negara memilki system hukum yang
berbeda-beda sehingga sumber hukum
yang digunakan berbeda pula. Namun,
khusus dalam hukum tata negara pada
umumnya yang bisa diakui sebagai sumber
hukum ada lima yaitu: Undang-Undang
Dasar dan peraturan perundang-undangan
tertulis; yurisprudensi peradilan; konvensi
ketata negaraan; hukum internasional
tertentu; dan doktrin ilmu hukum tata
negara. Seperti di Indonesia, ada lima
sumber-sumber hukum tata negara yang
berlaku. Metode menggunakan metode
Normatif yaitu study kepustakaan. Hasil
pembahasan, di Indonesia sumber hukum
yang pertama yaitu UUD dan peraturan
perundang-undangan di atur dalam UU No
12 Tahun 2011 sebagai berikut: UUD
1945, Ketetapan MPR, UU/peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden,
Peraturan
daerah
Propinsi,Peraturan
Daerah Kabupaten /Kota.
Kata kunci : Sumber-sumber hukum
A. PENDAHULUAN
Sumber hukum dalam bahasa
Inggris adalah source of law. Perkataan
“sumber hukum” itu sebenarnya berbeda
dari perkataan “dasar hukum”, “landasan
hukum” ataupun “payung hukum”. Dasar
hukum ataupun landasan hukum adalah
legal basis atau legal ground, yaitu norma
hukum yang mendasari suatu tindakan atau
perbuatan hukum tertentu sehingga dapat
dianggap sah atau dapat dibenarkan secara
hukum. Sedangkan, perkataan “sumber
1
Dosen Tetap Fakultas Hukum Universitas
Palembang
hukum” lebih menunjuk kepada pengertian
tempat dari mana asal-muasal suatu nilai
atau norma tertentu berasal.
Hans Kelsen dalam bukunya
“General Theory of Law and State”
menyatakan bahwa istilah sumber hukum
itu (sources of law) dapat mengandung
banyak pengertian, karena sifatnya yang
figurative and highly ambiguous. Pertama,
yang lazimnya dipahami sebagai sources
of law ada 2 (dua) macam, yaitu custom
dan statute. Kedua, sources of law juga
dapat dikaitkan dengan cara untuk menilai
alasan atau the reason for the validity of
law. Ketiga, sources of law juga dipakai
untuk hal-hal yang bersifat non-juridis,
seperti norma moral, etika, prinsip-prinsip
politik, ataupun pendapat para ahli, dan
sebagainya yang dapat mempengaruhi
pembentukan suatu norma hukum,
sehingga dapat pula disebut sebagai
sumber hukum atau the sources of the law.
Sumber hukum dapat dibedakan
antara yang bersifat formal (source of law
in formal sense) dan material (source of
law in material sense). Setiap negara
memilki system hukum yang berbeda-beda
sehingga sumber hukum yang digunakan
berbeda pula. Namun, khusus dalam
hukum tata negara pada umumnya yang
bisa diakui sebagai sumber hukum ada
lima, yaitu: Undang-Undang Dasar dan
peraturan perundang-undangan tertulis;
yurisprudensi peradilan; konvensi ketata
negaraan; hukum internasional tertentu;
dan doktin ilmu hukum tata negara. Seperti
di Indonesia, ada lima sumber-sumber
hukum tata negara yang berlaku.
B. PEMBAHASAN
Sumber-sumber hukum tata negara ada
lima, yaitu:
1. Undang-Undang Dasar dan peraturan
perundang-undangan tertulis
Undang-Undang Dasar adalah
hukum dasar yang berlaku di suatu
negara. Hukum ini tidak mengatur halhal yang terperinci melainkan hanya
menjabarkan prinsip-prinsip yang
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
170
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
menjadi dasar peraturan-peraturan
lainnya.
Undang-Undang
Dasar
merupakan naskah konstitusi yang
tertulis dalam satu kodifikasi.
Indonesia memiliki UndangUndang Dasar 1945 sebagai hukum
dasar, yang mana sebelumnya pernah
berubah-ubah. Pertama naskahnya
berupa UUD 1945 periode pertama
dari tahun 1945 sampai 1949. Periode
kedua konstitusi RIS tahun 1949.
Ketiga, UUDS 1950. Keempat, UUD
1945 periode kedua tahun 1959
sampai 1999. Kelima, UUD 1945
periode ketiga tahun 1999 sampai
2000. Keenam, UUD 1945 periode
keempat tahun 2000 sampai 2001.
Ketujuh, UUD 1945 periode kelima
tahun 2001-2002 dan terakhir UUD
1945 periode keenam tahun 2002
sampai sekarang.
Peraturan
perundangundangan adalah peraturan tertulis
yang dibentuk oleh lembaga negara
atau pejabat yang berwenang dan
mengikat secara umum. Indonesia
memiliki peraturan perundang-undang
yang diatur dalam UU No 12 tahun
2011 pasal 7. Sebagaimana dijelaskan
sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar 1945
Materi muatan undang-undang
dasar meliputi :
•
Jaminan terhadap hak-hak
asasi manusia dari warga Negara
• Membebaskan kekuasaan dari
kontrol mutlak penguasa, serta
menetapkan bagi para penguasa
tersebut batas-batas kekuasaan
mereka.
Undang-Undang
Dasar
1945
pernah diamandemen empat kali
Amandemen I Tahun 1999
Perubahan pertama ini diambil
dalam suatu putusan majelais pada
tanggal 19 Oktober 1999 dengan
mengubah 9 pasal.
Amandemen II Tahun 2000
Perubahan kedua disahkan pada
tanggal 18 Agustus 2000 dengan
mengubah dan menambah beberapa
pasal.
Amandemen III tahun 2001
Amandemen
ketiga
disahkan
tanggal 10 November 1945. MPR
mengubah dan menambah 23 pasal.
Amandemen IV tahun 2002
Perubahan ini disahkan tanggal 10
Agustus 2002 yang berlaku hingga
sekarang, yang mengubah dan atau
menambah 13 pasal, 3 Aturan
peralihan dan 2 Aturan Tambahan.
b. Ketetapan MPR
Dalam Pasal 3 UUD 1945
ditentukan
bahwa
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
menetapkan Undang-Undang Dasar
dan Garis-Garis Besar Haluan
Negara. Dengan istilah menetapkan
tersebut
maka
orang
berkesimpulan, bahwa produk
hukum yang dibentuk oleh MPR
disebut Ketetapan MPR.
Ketetapan
Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia
nomor: I/MPR/2003
tentang
Peninjauan
Terhadap
Materi
dan
Status
Hukum
Ketetapan
Majelis
Permusyawaratan
Rakyat
Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Tahun
1960 sampai dengan Tahun 2002,
tanggal 7 Agustus 2003”. Sampai
saat ini ada 8 ketetapan MPR yang
masih berlaku mengikat umum,
yaitu:
• Ketetapan
MPRS
nomor
XXV/MPRS/1996
tentang
pembubaran PKI, Pernyataan
Sebagai Organisasi Terlarang di
Seluruh Wilayah Negara RI
bagi PKI dan Larangan Setiap
Kegiatan untuk Menyebabkan
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
171
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
•
•
•
•
•
•
•
atau Mengembangkan Faham
atau
Ajaran
Komunis/Marxisme-Leninisme
dinyatakan
tetap
berlaku,
dengan
ketentuan
seluruh
ketentuan dalam ketetpaan
MPRS-RI
Nomor
XXV/MPRS/1966 ini, ke depan
diberlakukan
dengan
berkeadilan dan menghormati
hukum, prinsip demokrasi, dan
hak asasi manusia.
Ketatapan MPR-RI Nomor
XVI/MPR/1998 tentang Politik
Ekonomi
dalam
Rangka
Demokrasi Ekonomi
Ketetapan
MPRS
Nomor
XXIV/MPRS/1996
Tentang
Pengangkatan
Pahlawan
Ampera yang tetap berlaku
dengan menghargai Pahlawan
Ampera yang telah ditetapkan
hingga
terbentuknya
UU
tentang pemberian gelar, tanda
jasa, dan lain-lain tanda
kehormatan.
Ketetapan
MPR
Nomor
XI/MPR/1998
Tentang
Penyelenggara Negara yang
Bersih dan Bebas KKN sampai
terlaksananya seluruh ketentuan
dalam ketetapan tersebut.
Ketetapan
MPR
Nomor
VI/MPR/2001 tentang Etika
dan Kehidupan Berbangsa
Ketetapan MPR Nomor VII/
MPR/2001
Tentang
Visi
Indonesia Masa Depan
Ketatapan MPR Nomor VIII/
MPR/2001
Tentang
Rekomendasi Arah Kebijakan
Pemberantasan dan Pencegahan
KKN sampai Terlaksananya
seluruh
ketentuan
dalam
ketetapan tersebut.
Ketetapan
MPR
Nomor
IX/MPR/2001
Tentang
Pembaruan
Agraria
dan
Pengelolaan Sumber Daya
Alam sampai terlaksananya
ketentuan
tersebut
dalam
ketetapan
c. Undang-undang/peraturan
pemerintah pengganti undangundang
Undang-undang mengandung dua
pengertian, yaitu :
1. undang-undang dalam arti
materiel : peraturan yang
berlaku umum dan dibuat oleh
penguasa, baik pemerintah
pusat maupun pemerintah
daerah.
2. undang-undang dalam arti
formal : keputusan tertulis
yang dibentuk dalam arti
formal sebagai sumber hukum
dapat dilihat pada Pasal 5 ayat
(1) dan pasal 20 ayat (1) UUD
1945.
Contoh UU yang ada di Indonesia
adalah Undang-Undang No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah.
d. Peraturan Pemerintah
UUD 1945 memberi kewenangan
kepada presiden untuk menetapkan
Peraturan
Pemerintah
guna
melaksanakan undang-undang yang
dibentuk presiden dengan DPR.
Dalam hal ini berarti tidak mungkin
bagi
presiden
menetapkan
Peraturan Pemerintah sebelum ada
undang-undangnya,
sebaliknya
suatu undang-undang tidak berlaku
efektif tanpa adanya Peraturan
Pemerintah. Contoh Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
tentang
Pembagian
Urusan
Pemerintahan antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi dan
Pemerintahan
Daerah
Kabupaten/Kota.
e. Peraturan Presiden
Peraturan Presiden adalah peraturan
perundang-undangan yang dibuat
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
172
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
oleh presiden. Materi muatannya
adalah materi yang diperintahkan
oleh Undang-Undang atau materi
untuk melaksanakan peraturan
pemerintah. Contohnya:
• Peraturan Presiden Nomor 47
Tahun
2009
Tentang
Pembentukan dan Organisasi
Kementrian Negara.
• Peraturan Presiden Nomor 24
Tahun
2010
Tentang
Kedudukan,
Tugas,
Dan
Fungsi Kementerian Negara
Serta Susunan Organisasi,
Tugas, dan Fungsi Eselon I
Kementerian Negara.
f. Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah Provinsi adalah
Peraturan
Perundang-undangan
yang dibentuk oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
dengan
persetujuan
bersama
Gubernur
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
adalah
Peraturan
Perundangundangan yang dibentuk oleh
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota
dengan
persetujuan
bersama
Bupati/Walikota.
2.
Yurisprudensi peradilan
Istilah Yurisprudensi, berasal
bahasa Latin, yaitu dari kata
“jurisprudentia”
yang
berarti
pengetahuan
hukum.
Kata
yurisprudensi sebagai istilah teknis
peradilan sama artinya dengan kata”
jurisprudentie” dalam bahasa Belanda
dan “jurisprudence” dalam bahasa
Perancis, yaitu peradilan tetap atau
hukum
peradilan.
(
Purnadi
Purbacaraka , dkk, 1995: 121 )
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia ( 2001:1278 ) kata
yurisprudensi diartikan: ajaran hukum
melalui peradilan; himpunan putusan
hakim.
Menurut istilah, terdapat berbagai
definisi yang dikemukakan pada Ahli
Hukum. Sebagai contoh berikut
dikemukakan beberapa variasi definisi
yurisprudensi :
a. Menurut Kansil ( 1993: 20 )
yurisprudensi adalah keputusan
hakim terdahulu yang sering diikuti
dan dijadikan dasar keputusan oleh
hakim kemudian mengenai masalah
yang sama.
b. Menurut Sudikno Mertokusumo (
1991 : 92 ) yurisprudensi adalah
pelaksanaan hukum dalam hal
konkrit terjadi tuntutan hak yang
dijalankan oleh suatu badan yang
berdiri sendiri dan diadakan oleh
negara serta bebas dari pengaruh
apa dan siapapun dengan cara
memberikan putusan yang bersifat
mengikat dan berwibawa. Secara
ringkas singkat, menurut Sudikno,
yurisprudensi
adalah
putusan
pengadilan.
c. Menurut, A. Ridwan Halim (1998 :
57 ) yang dimaksud yurisprudensi
adalah suatu putusan hakim atas
suatu perkara yang belum ada
pengaturannya dalam undangundang yang untuk selanjutnya
menjadi pedoman bagi hakimhakim lainnya yang mengadili
kasus-kasus serupa.
d. Menurut Subekti ( 1974 : 117 )
yurisprudensi
adalah
putusan
Hakim atau Pengadilan yang tetap
dan dibenarkan oleh Mahkamah
Agung sebagai Pengadilan Kasasi
atau putusan Mahkamah Agung
sendiri yang sudah tetap.
Di Inggris, Amerika, kanada, dan
Australia istilah jurisprudence berarti
ilmu hukum. Karena hukum dalam
tradisi Anglo Saxonia memang
tumbuh
dari
putusan-putusan
pengadilan.
Ilmu
hukum
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
173
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
dikembangkan
dengan
cara
mempelajari kasus-kasus dan putusan
pengadilan. Oleh karena itu, lama
kelamaan istilah jurisprudence di
Inggris dan negara berbahasa Inggris
lainnya yang dipengaruhi oleh system
hukum Anglo Saxon berkembang
dalam pengertian ilmu hukum.
Dalam sistem continental seperti
di Jerman, Perancis, dan Belanda,
putusan pengadilan dianggap sebagai
salah satu dari norma hukum yang
dipelajari dan dijadikan sumber
hukum. Jurisprudentie di Belanda
menunjuk kepada pengertian putusan
pengadilan yang bersifat tetap yang
kemudian dijadikan referensi bagi
hakim lainnya dalam memeriksa
perkara serupa di kemudian hari.
Contohnya di Indonesia adalah
Putusan
Mahkamah
Konstitusi
Republik Indonesia Nomor 008/PUUIV/2006 pelarangan anggota partai
terlarang menjadi caleg
3.
Konvensi ketatanegaraan
Konvensi-konvensi
ketatanegaraan
(Conventions of the Constitution) yang
berlaku
dan
dihormati
dalam
kehidupan ketatanegaraan, walaupun
tak dapat dipaksakan oleh pengadilan
apabila
terjadi
pelanggaran
terhadapnya.
Dari apa yang dikemukakan oleh AV
Dicey tersebut jelaslah bahwa
konvensi
ketatanegaraan
harus
memenuhi cirri-ciri sebagai berikut
a. Konvensi itu berkenaan dengan
hal-hal
dalam
bidang
ketatanegaraan
b. Konvensi tumbuh, berlaku, diikuti
dan dihormati dalam praktik
penyelenggaraan Negara
c. Konvensi sebagai bagian dari
konstitusi, apabila ada pelanggaran
terhadapnya tak dapat diadili oleh
badan pengadilan
Dalam praktik ketatanegaraan
Inggris, sebagian besar konvensi
ketatanegaraan mengatur hubungan
antar
cabang-cabang
kekuasaan
pemerintahan
pusat
(central
government), khusunya mengatur (i)
the relationship between the monarch,
ministers, and parliament, (ii) the
relationship between ministers among
themselves, and (iii) the relationship
between ministers and civil servants.
Kadang-kadang konvensi berfungsi
sebagai devices for adjusting the
stritct law to meet the changing
demands of politics. Peraturan di
Inggris yang tertulis tegas menentukan
bahwa “ The Queen’s assent is
required for a valid of Parliament”.
Dalam praktiknya hal itu berubah dan
berkembang menjadi sebuah konvensi
yaitu bahwa The Queen must always
assent to a bill. Peraturan lain tertulis
“Parliament must meet at least every
three years” kemudian berubah karena
konvensi menjadi Parlement must
meet annually.
Peraturan
di
Inggris
juga
menentukan bahwa “The Queen
constitutes the executive branch of
government but cannot make law nor
raise taxes except through an Act of
Parliament.”. Tetapi prakteknya hal
tersebut berubah karena konvensi
menjadi beberapa norma, yaitu: (a)
The Queen acts only on the advice of
Ministers; (b) The cabinet is
collectively responsible to Parliament
for the conduct of the government; (c)
ministers are individually responsible
to Parliament for the conduct of their
departments; (d) Legislation involving
taxation and public expenditure can
be introduced only by ministers; (e)
executive powers are exercised
through
ministers,
who
are
collectively
and
individually
responsible to Parliament.
Di Indonesia juga dapat ditemukan
banyak konvensi ketatanegaraan yang
dipraktikan sejak dulu sampai
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
174
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
sekarang. Dalam kurun waktu pertama
berlakunya UUD 1945 yaitu sejak
tanggal 18 Agustus 1945 sampai
dengan tanggal 27 Desember 1949,
maupun kurun waktu kedua yaitu
sejak Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959 sampai sekarang. Sebagaimana
telah disinggung di atas timbulnya
konvensi adalah hal yang wajar,
karena UUD 1945 mengakomodasi
adanya hukum dasar yang tak tertulis
yang timbul dan terpelihara dalam
praktik
penyelenggaraan
negara.
Dengan Maklumat Pemerintah tanggal
14 November 1945, terjadi perubahan
dalam penyelenggaraan pemerintahan
di Indonesia, yaitu dengan digantinya
Kabinet Presidensial menjadi Kabinet
Parlementer. Akibat perubahan itu
kekuasaan eksekutif yang semula
berada pada Presiden Soekarno beralih
kepada Perdana Menteri (Syahrir).
Terlepas dari adanya anggapan bahwa
perubahan
disebut
adalah
penyimpangan
dari
Kabinet
Presidensial yang dianut oleh UUD
1945, namun menurut Menteri
Penerangan RI pada waktu itu
perubahan sistem tersebut adalah
ditimbulkan dengan cara kebiasaan
politik (convention). Perubahan ke
arah sistem parlementer ini tidak
diatur oleh UUD 1945, melainkan
karena
konvensi
ketatanegaraan.
Dalam
bukunya
Undang-undang
Dasar Sementara Republik Indonesia,
Prof.Soepomo menyatakan dengan
Kabinet Syahrir telah timbul konvensi
ketatanegaraan mengenai Kabinet
Parlementer.
Dalam kurun waktu kedua
berlakunya kembali UUD 1945, yaitu
sejak Dekrit Presiden tanggal 5 Juli
1959,
sejarah
ketatanegaraan
Indonesia juga mencatat adanya
konvensi-konvensi yang timbul dan
terpelihara
dalam
praktik
penyelenggaraan negara. Seperti kita
ketahui, pada periode Orde Lama,
setiap tanggal 17 Agustus Presiden
Republik
Indonesia,
mempunyai
kebiasaan untuk berpidato dalam suatu
rapat umum yang mempunyai
kualifikasi tertentu, seperti rapat
raksasa, rapat samodra dan lainnya.
Dalam pidato itu dikemukakan hal-hal
di bidang ketatanegaraan. Namun di
bawah Orde Baru kebiasaan di atas
telah ditinggalkan, sebagai gantinya
pada setiap tanggal 16 Agustus
Presiden
Republik
Indonesia
menyampaikan pidato kenegaraan di
hadapan Sidang Paripurna Dewan
Perwakilan Rakyat.
Sebagaimana telah kita ketahui
bahwa di bawah pemerintahan Orde
Baru telah diikrarkan tekad untuk
melaksanakan UUD 1945 secara
murni dan konsekuen. Hal ini berarti
juga UUD 1945 harus dilestarikan.
Upaya pelestarian ditempuh antara
lain
dengan
cara
tidak
memperkenankan UUD 1945 untuk
diubah. Untuk keperluan itu telah
ditempuh upaya hukum antara lain :
a.
Melalui TAP No.1/MPR/1983,
pasal 104; "Majelis berketetapan
untuk mempertahankan UUD
1945, tidak berkehendak dan tidak
akan
melakukan
perubahan
terhadapnya
serta
akan
melaksanakannya secara murni
dan konsekuen".
b.
Diperkenalkannya "Referendum"
dalam sistem ketatanegaraan
Republik Indonesia lewat TAP
No.IV/MPR/1983
untuk
memperkecil
kemungkinan
mengubah UUD 1945.
Maka pada periode Orde Baru, sejak
tahun 1966 terdapat beberapa praktik
ketatanegaraan yang dapat dipandang
sebagai konvensi yang sifatnya
melengkapi dan tidak bertentangan
dengan UUD 1945. Contoh konvensikonvensi yang timbul dan terpelihara
dalam
praktik
penyelenggaraan
negara, yang sedang berjalan :
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
175
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
a.
b.
c.
Praktik di Lembaga Tertinggi
Negara
bernama
Majelis
Permusyarawatan Rakyat (MPR),
mengenai pengambilan keputusan
berdasarkan musyawarah untuk
mufakat.
Seperti telah diuraikan di atas
yaitu pidato Presiden setiap
tanggal 16 Agustus di depan
Sidang Paripurna DPR yang di
satu pihak memberi laporan
pelaksanaan tugas pemerintah
dalam tahun anggaran yang lewat,
dan di lain pihak mengandung
arah
kebijaksanaan
tahun
mendatang. Secara konstitusional
tidak
ada
ketentuan
yang
mewajibkan
presiden
menyampaikan
pidato
resmi
tahunan semacam itu di hadapan
Sidang Paripurna DPR. Karena
presiden tidak tergantung DPR
dan tidak bertanggung jawab pada
DPR,
melainkan
presiden
bertanggung jawab kepada MPR.
Kebiasaan ini tumbuh sejak Orde
Baru.
Jauh hari sebelum MPR bersidang
presiden
telah
menyiapkan
rancangan bahan-bahan untuk
Sidang Umum MPR yang aka
datang itu. Dalam UUD 1945 hal
ini tidak diatur, bahkan menurut
Pasal 3 UUD 1945 MPR-lah yang
harus merumuskan dan akhirnya
menetapkan
GBHN.
Namun
untuk
memudahkan
MPR,
presiden menghimpun rancangan
GBHN
yang
merupakan
sumbangan
pikiran
Presiden
sebagai Mandataris MPR yang
disampaikan
dalam
upacara
pelantika anggota-anggota MPR.
Hal tersebut merupakan praktik
ketatanegaraan yang timbul dan
terpelihara
dalam
praktik
penyelenggaraan
negara,
meskipun tidak tertulis, yang
sudah berulang kali dilakukan
d.
e.
pada masa pemerintahan Orde
Baru.
Pada setiap minggu pertama bulan
Januari,
Presiden
Republik
Indonesia selalu menyampaikan
penjelasan terhadap Rancangan
Undang-undang tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara di
hadapan DPR, perbuatan presiden
tersebut
termasuk
dalam
konvensi. Hal ini pun tidak diatur
dalam UUD 1945, dalam pasal 23
ayat 1 UUD 1945 hanya
disebutkan bahwa "Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
ditetapkan tiap-tiap tahun dengan
undang-undang. Apabila Dewan
Perwakilan
Rakyat
tidak
menyetujui
anggaran
yang
diusulkan
pemerintah,
maka
pemerintah menjalankan anggaran
tahun lalu". Penjelasan oleh
Presiden mengenai RUU tentang
APBN di depan DPR yang
sekaligus juga diketahui rakyat
sangat penting, karena keuangan
negara itu menyangkut salah satu
hak dan kewajiban rakyat yang
sangat pokok. Betapa caranya
rakyat sebagai bangsa akan hidup
dan dari mana didapatnya belanja
buat hidup, harus ditetapkan oleh
rakyat itu sendiri, dengan
perantaraan Dewan Perwakilan
Rakyat, demikian penjelasan
UUD 1945.
Adanya
Menteri
Negara
Nondepartemen dalam praktik
ketatanegaraan
di
bawah
Pemerintahan Orde Baru. Pasal 17
ayat 3 UUD 1945 menyebutkan
bahwa : "menteri-menteri itu
memimpin
Departemen
Pemerintahan". Jika ditinjau dari
ketentuan Pasal 17 ayat 3 UUD
1945, maka menteri-menteri itu
harus memimpin Departemen.
Namun demikian dalam praktik
ketatanegaraan di masa Orde Baru
dengan kabinet yang dikenal
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
176
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
f.
Kabinet Pembangunan, komposisi
menteri dalam tiap-tiap periode
Kabinet Pembangunan di samping
ada Menteri yang memimpin
Departemen,
terdapat
juga
Menteri Negara Nondepartemen.
Adanya Menteri Nondepartemen
berkaitan dengan kebutuhan pada
era pembangunan dewasa ini.
Karena adanya Menteri Negara
Nondepartemen sudah berulangulang
dalam
praktik
penyelenggaraan negara, maka
dapatlah
dipandang
sebagai
konvensi dalam ketatanegaraan
kita dewasa ini. Tidaklah dapat
diartikan bahwa adanya Menteri
Negara
Nondepartemen
mengubah UUD 1945. Karena
barulah
terjadi
perubahan
terhadap UUD 1945 apabila
prinsip-prinsip
konstitusional
yang dianut telah bergeser,
misalnya
menteri-menteri
kedudukannya
tidak
lagi
tergantung
presiden
dan
bertanggung jawab pada presiden.
Dalam hal ini misalnya menterimenteri tersebut bertanggung
jawab
kepada
DPR
dan
kedudukannya tergantung DPR.
Pengesahan Rancangan UndangUndang yang telah disetujui oleh
DPR.
Secara
konstitusional
presiden sebenarnya mempunyai
hak untuk menolak mengesahkan
Rancangan Undang-undang yang
telah disetujui DPR, sebagaimana
diisyaratkan oleh pasal 21 ayat 2
UUD 1945. Tetapi dalam praktik
presiden
belum
pernah
menggunakan
wewenang
konstitusional tersebut, presiden
selalu mengesahkan Rancangan
Undang-undang
yang
telah
disetujui oleh DPR, meskipun
Rancangan Undang-undang itu
telah
mengalami
berbagai
pembahasan dan amandemen di
DPR. Rancangan Undang-undang
4.
5.
kebanyakan
berasal
dari
Pemerintah
(Presiden)
sebagaimana ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 5 ayat 1
UUD 1945. Dalam pembahasan
RUU tersebut kedudukan DPR
merupakan partner dari presiden
c.q pemerintah. Maka pengesahan
Rancangan Undang-undang oleh
Presiden sangat dimungkinkan
karena RUU tersebut akhirnya
merupakan kesepakatan antara
DPR dengan Pemerintah.
Demikianlah beberapa contoh
yang sedang berjalan dalam praktik
penyelenggaraan negara di masa Orde
Baru yang dapat dianggap sebagai
konvensi ketatanegaraan
Hukum internasional tertentu
Hukum public internasional secara
umum dianggap menjadi sumber
hukum tata negara. Meskipun samasama menjadikan negara selaku subjek
hukum sebagai obyek kajiannya,
antara hukum tata negara dengan
hukum internasional public jelas dapat
dibedakan satu sama lainnya. Hukum
tata negara dari segi internalnya,
sedangkan
hukum
internasional
melihat negara dari
hubungan
eksternalnya dengan subyek-sebyek
negara lain. Contohnya:
a. Konvensi Wina 1961 Tentang
Hubungan Diplomatic.
b. Konvensi Wina 1969 Tentang
Hubungan Konsuler.
c. Konvensi New York 1969 Tentang
Misi Khusus.
d. Konvensi Wina 1975 Tentang
Perwakilan Negara Pada Organisasi
Internasional.
Doktin ilmu hukum tata negara.
Doktrin TOBAR yaitu mengenai
kesepakatan 5 negara yang tidak
mengakui
pemerintahan
hasil
pemberontak
atau
perebutan
kekuasaan dan hanya akan mengakui
apabila
secara
konstitusionalitas
negara terpenuhi. Artinya meski
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
177
Evi Purnama Wati, Sumber-sumber Hukum Tata Negara Indonesia, Halaman. 170- 178
pemerntah itu efektif memegang
kekuasaan,
pengakuan
harus
ditangguhan sampai rakyat di negara
itu melaui suatu pemilu yang bebas
telah menyatakan sikapnya terhadap
pemerintahan baru itu. Doktrin ini
disetujui Presiden AS woordrow yang
berbeda dengan Presiden Jefferson
dengan de facto isme nya sejak 1913.
C. KESIMPULAN
Sumber hukum dapat dibedakan antara
yang bersifat formal (source of law in
formal sense) dan material (source of law
in material sense). hukum tata negara pada
umumnya yang bisa diakui sebagai sumber
hukum ada lima, yaitu: Undang-Undang
Dasar dan peraturan perundang-undangan
tertulis; yurisprudensi peradilan; konvensi
ketata negaraan; hukum internasional
tertentu; dan doktin ilmu hukum tata
negara. Di Indonesia sumber hukum yang
pertama yaitu UUD dan peraturan
perundang-undangan di atur dalam UU No
12 Tahun 2011 sebagai berikut:
1.
UUD 1945
2.
Ketetapan MPR
3.
UU/peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang
4.
Peraturan Pemerintah
5.
Peraturan Presiden
6.
Peraturan daerah Propinsi
7.
Peraturan Daerah Kabupaten /Kota.
DAFTAR PUSTAKA
Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu
Hukum Tata Negara Jilid 1. Jakarta:
Sekretariat Jenderal dan
Kepaniteraan Mahkamah Koanstitusi
RI.
Huda, Ni’matul.2010. Hukum Tata Negara
Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Undang-Undang Dasar 1945.
Yuniarfan, Henry. 2008. Konvensi dan
konstitusi dalam praktik
ketatanegaraan di Indonesia.
http://arfanhy.blogspot.com/2008/06/
konvensi-dan-konstitusi-dalam-
praktik_30.html diakses tanggal 30
Maret 2012.
.2009. Hukum Tata Negara.
http://menwihhukum.blogspot.com/2009/11/huku
m-tata-negara.html diakses tanggal
30 Maret 2012
Sarkowi, Asmu’i. 2010. Yurisprudensi
dalam Sistem Peradilan di Indonesia.
http://bonsari.blogspot.com/2010/11/
yurisprudensi-dalam-sistemperadilan-di_22.html diakses tanggal
30 Maret 2012
Juniati, Rahma. 2011.
Konvensi_UUD_Konstitusi.
http:konvensi-uud-konstitusi.html.
diakses tanggal 30 Maret 2012.
. 2010. Sumber-Sumber
Hukum Tata Negara Indonesia.
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2
010/03/sumber-sumber-hukum-tatanegara-indonesia/ diakses tanggal 30
Maret 2012
http://donxsaturniev.blogspot.com/2010/04
/pengertian-sumber-hukum.html
diakses tanggal 30 Maret 2012
. 2011. Pengertian Sumber
Hukum. http://id.shvoong.com/lawand-politics/administrativelaw/2129215-pengertian-sumberhukum/ diakses tanggal 30 Maret
2012
Hitzuke, Febyo. 2009. Peraturan
Perundang-Undangan.
http://hitsuke.blogspot.com/2009/05/
peraturan-perundang-undangan.html
diakses tanggal 30 Maret 2012
Sofa. 2008. Peraturan PerundangUndangan Di Indonesia.
http://massofa.wordpress.com/2008/
04/29/perundang-undangan-diindonesia/ diakses tanggal 30 Maret
2012.
Volume 9, Nomor III, Bulan September, Tahun 2015
178