MAKALAH STRUKTUR PERILAKU ORGANISASI DAS

MAKALAH STRUKTUR PERILAKU ORGANISASI
DASAR-DASAR PERILAKU KELOMPOK
CONTOH KASUS NASA: COLUMBIA 2003

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Struktur Perilaku
Organisasi
Disusun Oleh
IMBA FUJI ALFIANI

(12 111 61 023)

Dosen Pembimbing
Dr. H. Vip Paramarta, Drs., MM

MAGISTER MANAJEMEN
UNIVERSITAS SANGGA BUANA YPKP
BANDUNG
2016

1


DAFTAR ISI

COVER.......................................................................................................................1
DAFTAR ISI...............................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 KAJIAN TEORI …………………………………………………………4
2.1.1. Pengertian Kelompok dan Dinamika Kelompok ……………………4
2.1.2. Motif Berkelompok …………………………………………………..5
2.1.3. Model Perkembangan Kelompok ……………………………………6
2.1.4. Peran, Norma, Status, Ukuran, dan Kekohesifan Kelompok ………...9
2.1.5. Keunggulan, Kelemahan, Efektivitas, dan Efisiensi Pengambilan
Keputusan dalam Kelompok ………………………………………..13
2.1.6. Pemikiran Kelompok dan Pergeseran Kelompok …………………..15
2.1.7. Teknik Pengambilan Keputusan Kelompok …………………………16
2.2 CONTOH KASUS ……………………………………………………...16
2.3 Analisis Kasus NASA Berdasarkan Konsep Perilaku Kelompok………18
BAB III PENUTUP
3.1 SIMPULAN …………………………………………………………….21
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………22


2

BAB I
PENDAHULUAN
Berbicara mengenai perilaku organisasi berari membahas tentang perilaku
manusia. Manusia adalah pendukung utama setiap organisasi apapun bentuknya.
Perilaku manusia yang berbaeda dalam suatu kelompok atau organisasi adalah awal
dari perilaku organisasi itu.
Kelompok merupakan bagian dari kehidupan manusia. Tiap hari manusia
akan terlibat dalam aktivitas kelompok. Demikian pula kelompok merupakan bagian
dari kehidupan organisasi. Hampir pada umumnya manusia yang menjadi anggota
dari suatu organisasi besar atau kecil adalah sangat kuat kecenderungannya untuk
mencari keakraban dalam kelompok-kelompok tertentu. Dimulai dari adanya
kesamaan tugas pekerjaan yang dilakukan, kedekatan di tempat kerja, seringnya
berjumpa, adanya ketertarikan yang sama pada suatu hal, maka timbulah kedekatan
satu sama lain. Mulailah terbentuk kelompok dalam organisasi.
Perilaku di dalam organisasi berasal dari dua sumber yaitu individu dan
kelompok. Perilaku kelompok adalah semua kegiatan yang dilakukan dua atau lebih
manusia yang berinteraksi dan saling mempengaruhi dan saling bergantung untuk

menghasilkan prestasi yang positif.
Dalam makalah ini akan dibahas mulai dari pengertian kelompok hingga
pengambilan keputusan oleh kelompok. Contoh kasus yang diangkat berasal dari
peristiwa kecelakaan pesawat ulang-alik milik NASA pada tahun 2003, yaitu
Columbia. Dalam kecelakaan tersebut terusut bahwa adanya kelompok yang tidak
mengutarakan hal penting berkaitan dengan keamanan pesawat.

3

BAB II
PEMBAHASAN
Dasar-dasar perilaku kelompok yang akan dibahas pada Bab 2 ini mencakup
kajian pustaka mengenai kelompok secara umum dan pembahasan kasus.
2.1.

Kajian Pustaka

2.1.1. Pengertian Kelompok dan Dinamika Kelompok
Menurut Robbins & Judge (2008: 356) kelompok (group) diartikan sebagai
“dua individu atau lebih yang berinteraksi dan saling bergantung, bergabung untuk

mencapai tujuan-tujuan tertentu”. Sedangkan Kreitner & Kinicki (2014: 5)
mengartikan kelompok sebagai “dua atau beberapa orang yang berinteraksi dengan
bebas yang memiliki norma dan tujuan kolektif serta memiliki identitas bersama”.
Luthans (2006: 514) mengemukakan pendapat yang sedikit berbeda mengenai arti
kelompok, karena dalam bukunya ia menjelaskan bahwa istilah kelompok tidak
memiliki definisi ataupun pengertian tersendiri secara khusus, tetapi dapat
diidentifikasi melalui empat poin berikut dimana anggotanya:
1. Termotivasi untuk bergabung
2. Merasa bahwa kelompok adalah tempat untuk saling berinteraksi dan sebuah
kesatuan unit.
3. Memiliki berbagai kontribusi dalam proses organisasi (yaitu beberapa orang
memiliki kontribusi dalam hal waktu atau energy lebih dari yang lainnya).
4. Memiliki berbagai pendapat yang disetujui maupun tidak disetujui melalui
berbagai bentuk interaksi.
Setelah memahami pengertian mengenai kelompok yang telah dikutip dari
beberapa ahli sebelumnya, pembahasan dilanjutkan ke dinamika kelompok. Menurut
Luthans (2006: 514) karena istilah kelompok sendiri tidak memiliki definisi yang
pasti maka muncul perbedaan konotasi dan ketidaksepakatan universal mengenai arti
dari dinamika kelompok itu sendiri, namun ia juga mengemukakan sejumlah
perspektif yang dapat menggambarkan dinamika kelompok, diantaranya: perspektif

normatif yang menggambarkan bagaimana sebuah kelompk seharusnya diorganisir
dan dipimpin (berfokus pada kepemimpinan yang demokratis, partisipasi anggota,
4

dan kerja seluruh anggota), perspektif kedua menyatakan bahwa dinamika kelompok
terdiri atas sekumpulan teknik (fokus pada aturan, brainstorming, focus group,
kelompok tanpa pemimpin, terapi kelompok, latihan kepekaan, pembentukan tim,
analisis transaksi, Johari Windows, abrasi kreatif, dll), dan perspektif terakhir yaitu
perspektif yang memandang dinamika kelompok dari sifat internal kelompok,
bagaimana pembentukannya, struktur dan prosesnya, serta fungsi dan pengaruhnya
terhadap anggota individu, kelompok lain, dan organisasi.
Menurut Robbins & Judge (2008: 356) kelompok terbagi kedalam beberapa
klasifikasi dan subklasifikasi, yaitu:
1. Kelompok formal: kelompok kerja yang ditugaskan dan didefinisikan oleh
struktur organisasi.
2. Kelompok informal: kelompok yang tidak berstruktur formal maupun secara
organisasional; timbul sebagai respons terhadap kebutuhan akan kontak
sosial.
3. Kelompok komando: kelompok yang terdiri atas individu-individu yang
melapor secara langsung kepada seorang manajer.

4. Kelompok tugas: mereka yang bekerja bersama untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan.
5. Kelompok kepentingan: mereka yang bekerja bersama untuk mencapai suatu
tujuan dengan kepentingan masing-masing.
6. Kelompok persahabatan: mereka yang berkumpul bersama karena mereka
memiliki satu atau lebih persamaan karakteristik.
2.1.2. Motif Berkelompok
Robbins & Judge (2008: 358) mengemukakan sejumlah poin yang menjadi
alasan/motif bagi seorang individu untuk bergabung dalam kelompok, yaitu:
1. Rasa aman: dengan bergabung dalam suatu kelompok, individu dapat
mengurangi rasa tidak aman karena ‘berdiri sendiri’.
2. Status: bergabung dalam suatu kelompok yang dianggap penting oleh orang
lain memberikan pengakuan dan status bagi anggota-anggotanya.
3. Harga diri: kelompok dapat memberikan rasa harga diri kepada orang yaitu
selain menyampaikan status terhadap mereka yang berada di luar kelompok,

5

keanggotaan juga dapat memberi peningkatan perasaan harga diri kepada
para anggota kelompok itu sendiri.

4. Afiliasi: kelompok-kelompok dapat memenuhi kebutuhan sosial. Orangorang menikmati interaksi teratur yang diberikan oleh keanggotaan
kelompok. Bagi banyak orang, interaksi pada pekerjaan adalah sumber utama
mereka untuk memenuhi kebutuhan akan afiliasi.
5. Kekuatan: yang tidak dapat dicapai secara individu seringkali menjadi
mungkin melalui tindakan kelompok, terdapat kekuatan dalam jumlah.
6. Pencapaian tujuan: terdapat saat-saat dimana membutuhkan lebih dari satu
orang untuk menyelesaikan suatu tugas-terdapat sebuah kebutuhan terhadap
kelompok bakat, pengetahuan atau kekuatan dengan tujuan menyelesaikan
sebuah pekerjaan. Dalam contoh-contoh seperti itu, manajemen akan
mengandalkan penggunaan sebuah kelompok formal.
Sementara, menurut Gibson, Ivanchevich & Donnelly (1994: 405) alasanalasan manusia berkelompok adalah:
1. Pemuasan kebutuhan
2. Keamanan
3. Sosial
4. Harga diri
5. Kedekatan dan daya tarik
6. Tujuan kelompok
7. Ekonomik
2.1.3. Model Perkembangan Kelompok
Salah satu model perkembangan kelompok yang dikenal luas adalah Model

Lima Tahap (Five Stages Group Development Model) yang dapat dilihat pada
Gambar 2.1 berikut:

6

Gambar 2.1
Model Lima Tahap (Five Stages Group Development Model)

Sumber: Robbins & Judge (2008: 359)
Dari Gambar 2.1 di atas, Robbins & Judge (2008: 359) menguraikan tahapan-tahapan
perkembangan kelompok sebagai berikut:
1. Tahap pembentukan (forming): karakteristik besar dari tahap ini adalah
besarnya ketidakpastian atas tujuan, struktur, dan kepemimpinan kelompok.
Tahap ini selesai ketika para anggotanya mulai menganggap diri mereka
sebagai bagian dari kelompok.
2. Tahap timbulnya konflik (storming): dikarakteristikkan oleh konflik
intrakelompok. Para anggota menerima keberadaan kelompok tersebut, tetapi
terdapat penolakan terhadap batasan-batasan yang diterapkan kelompok
tersebut terhadap setiap individu. Lebih jauh lagi, terdapat konflik atas siapa
yang akan mengendalikan kelompok tersebut. Ketika tahap ini selesai

terdapat sebuah hirarki yang relatif jelas atas kepemimpinan dalam kelompok
tersebut.
3. Tahap normalisasi (norming): tahap dimana hubungan yang dekat terbentuk
dan kelompok tersebut menunjukkan kekohesifan. Dalam tahap ini terdapat
sebuah rasa yang kuat akan identitas kelompok dan persahabatan. Tahap ini
selesai ketika struktur kelompok tersebut menjadi solid dan kelompok telah
mengasimilasi serangkaian ekspektasi umum definisi yang benar atas
perilaku anggota.
4. Tahap berkinerja (performing): pada titik ini struktur telah sepenuhnya
fungsional dan diterima. Energi kelompok telah berpindah dari saling
mengenal dan memahami menjadi mengerjakan tugas yang ada. Untuk
7

kelompok kerja yang permanen, berkinerja adalah tahap terakhir dalam
perkembangan mereka namun untuk komisi, tim, angkatan tugas sementara,
dan kelompok lain yang serupa yang mempunyai tugas yang terbatas,
terdapat tahap pembubaran.
5. Tahap pembubaran (adjouring): dalam tahap ini kelompok mempersiapkan
diri untuk pembubaran. Kinerja tugas yang tinggi tidak lagi menjadi prioritas
tertinggi kelompok. Perhatian diarahkan untuk menyelesaikan aktivitasaktvitas.

Selain Model Lima Tahap yang telah dijelaskan sebelumnya, Robbins &
Judge (2008: 361) juga mengemukakan model perkembangan kelompok lain yang
disebut sebagai Model Ekuilibrium Tersebar (Punctuated-Equilibrium Model).
Gambar dari model ini dapat dilihat di bawah ini:
Gambar 2.2
Model Ekuilibrium Tersebar (Punctuated-Equilibrium Model)

Sumber: Robbins & Judge (2008: 361)
Model Ekuilibrium Tersebar (Punctuated-Equilibrium Model) mengkarakteristikkan
kelompok yang menampilkan periode-periode inersia yang lama yang diselingi oleh
perubahan-perubahan revolusioner singkat terutama

dipicu

oleh kesadaran

anggotanya atas waktu dan tenggat waktu. Namun model ini tidak dapat diterapkan
untuk semua kelompok, dan pada dasarnya terbatas untuk kelompok-kelompok tugas
sementara yang bekerja di bawah tenggat penyelesaian yang dibatasi waktu. Dalam
model ini, urutan tindakan-tindakan berbeda dengan model yang diusung

sebelumnya, yaitu:
8

1. Pertemuan pertama, mereka menentukan arah kelompok tersebut
2. Fase pertama dari aktivitas kelompok ini adalah inersia (ketidakatifan)
3. Sebuah transisi terjadi pada akhir fase pertama ini, tepat ketika kelompok
tersebut menggunakan setengah dari waktu yang dimilikinya.
4. Sebuah transisi yang mencetuskan perubahan besar
5. Sebuah fase kedua inersia, mengikuti transisi tersebut
6. Pertemuan terakhir kelompok dikarakteristikkan oleh akselerasi aktivitas
yang mencolok.
2.1.4. Peran, Norma, Status, Ukuran, dan Kekohesifan Kelompok
2.1.4.1 Peran
Dalam kelompok, individu-individu/anggotanya memiliki peran masingmasing. Pengertian peran menurut Robbins & Judge (2008: 362) adalah “serangkaian
pola perilaku yang dikaitkan erat dengan seseorang yang menempati sebuah posisi
tertentu dalam sebuah unit sosial”. Komponen-komponen lain yang berkaitan dengan
peran menurut Robbins & Judge (2008: 363-365) adalah:
1. Identitas peran: sikap-sikap dan perilaku-perilaku tertentu yang konsisten
dengan sebuah peran.
2. Persepsi peran: pandangan seorang individu atas bagaimana ia harus
bertindak dalam situasi tertentu.
3. Ekspektasi peran: apa yang diyakini orang lain mengenai bagaimana Anda
harus bertindak dalam sebuah situasi tertentu. Dalam lingkup pekerjaan,
ekspektasi peran dapat dilihat melalui perspektif kontrak psikologis
(psychological contract) yaitu sebuah perjanjian tidak tertulis yang
menentukan apa yang diharapkan oleh manajemen dari karyawan, serta
sebaliknya.
4. Konflik peran: sebuah situasi dimana individu dihadapkan dengan ekspektasiekspektasi peran yang berlainan.
2.1.4.2 Norma
“Norma adalah standar-standar perilaku yang dapat diterima dalam sebuah
kelompok yang dianut oleh para anggota kelompok” menurut Robbins & Judge
(2008: 367). Norma membuat individu memahami apa yang harus dan tidak harus
dilakukan, serta apa yang diharapkan dari diri seseorang. Ketika disetujui dan
9

diterima oleh kelompok, norma berlaku sebagai cara untuk mempengaruhi perilaku
anggota kelompok dengan kontrol eksternal yang minimum. Norma berbeda-beda
antar kelompok, komunitas, dan masyarakat tetapi semua memilikinya. Sejumlah
poin penting dalam norma menurut Robbins & Judge (2008: 370-374) antara lain:
1. Norma kelas umum, norma-norma kelompok kerja memiliki keunikan
masing-masing, beberapa diantaranya tampak dalam kebanyakan kelompok
kerja, yaitu:
a. Norma kinerja: kelompok-kelompok kerja biasanya memberi anggota
mereka petunjuk eksplisit mengenai seberapa keras mereka harus
bekerja, bagaimana menyelesaikan pekerjaan, tingkat hasil mereka,
tingkat kelambanan yang pantas, dll. Norma-norma ini sangat kuat
dan mempengaruhi kinerja karyawan secara individual-mampu
mengubah prediksi kerja secara signifikan yang hanya didasarkan
pada kemampuan karyawan dan tingkat motivasi pribadi.
b. Norma penampilan: meliputi hal-hal seperti pakaian yang pantas,
c. loyalitas terhadap kelompok kerja atau organisasi, kapan harus terlihat
sibuk, dan kapan waktu yang pantas untuk bersantai.
d. Norma pengaturan sosial: norma ini dating dari kelompok kerja
informal terutama mengatur interaksi sosial dalam kelompok, dengan
siapa anggota kelompok makan siang, persahabatan di dalam dan luar
pekerjaan, permainan sosial, dll.
e. Norma alokasi sumber daya: norma ini berasal dari dalam kelompok
atau organisasi dan mencakup hal-hal seperti bayaran, penugasan pada
pekerjaan-pekerjaan sulit, alokasi peralatan dan perlengkapan baru,
dll.
2. Konformitas: menyesuaikan perilaku seseorang agar selaras dengan normanorma kelompok. Sebagai anggota kelompok, seseorang tentu menginginkan
penerimaan dari kelompoknya, untuk itu individu cenderung menyesuaikan
diri

dengan

norma-norma

kelompoknya.

Kelompok-kelompok

dapat

memberikan tekanan besar pada anggota untuk mengubah sikap dan perilaku
untuk menyesuaikan diri dengan standar kelompok tersebut. Namun, karena
individu tidak mungkin menyesuaikan diri terhadap tekanan dari semua
10

kelompok yang ada, maka individu cenderung hanya menyesuaikan diri
dengan kelompok-kelompok penting yang disebut sebagai kelompok
referensi (reference group). Kelompok referensi adalah kelompok-kelompok
penting dimana individu-individu menjadi anggota atau berharap untuk
menjadi anggotanya dan dengan norma-norma yang kemungkinan akan
disesuaikan oleh individu tersebut.
3. Perilaku menyimpang: perilaku disengaja yang melanggar norma-norma
organisasional

signifikan,

dan

dengan

melakukannya,

mengancam

kesejahteraan organisasi atau anggota-anggotanya.
2.1.4.3 Status
Menurut Robbins & Judge (2008: 374) status adalah “sebuah posisi atau
pangkat yang didefinisikan secara sosial yang diberikan kepada kelompok atau
anggota kelompok oleh orang lain-meresap dalam setiap masyarakat”. Menurut Teori
Karakteristik Status (Status Characteristic Theory) perbedaan dalam karakteristik
status menciptakan hirarki-hirarki dalam kelompok, selain itu status diperoleh dari
tiga sumber:
1. Pengaruh kekuasaan seseorang atas orang lain
2. Kemmapuan seseorang untuk berkontribusi terhadap tujuan sebuah kelompok
3. Karakteristik pribadi seorang individu
2.1.4.4 Ukuran
Robbins & Judge (2008: 378) mengemukakan bahwa ukuran dari sebuah
kelompok dapat mempengaruhi perilaku kelompok tersebut, namun pengaruh ini
bergantung pada variabel yang dilihat. Kelompok besar – dengan jumlah anggota
satu lusin atau lebih – memungkinkan untuk mendapatkan anggota latar belakang
yang beragam jadi jika tujuan kelompok tersebut adalah untuk menemukan fakta,
kelompok yang lebih besar dapat lebih efektif. Sebaliknya, kelompok yang lebih
kecil (misalnya dengan tujuh anggota) lebih baik dalam melakukan sesuatu yang
produktif dengan masukan tersebut, sehingga lebih efektif untuk melakukan
tindakan.
Salah satu penemuan penting terkait ukuran kelompok adalah kemalasan
sosial (social loafing) yang berarti “kecenderungan individu untuk mengeluarkan
usaha yang lebih sedikit ketika bekerja secara kolektif daripada ketika bekerja secara
11

individual”. Riset pada ukuran kelompok menghasilkan dua kesimpulan tambahan,
yaitu: (1) kelompok dengan jumlah anggota ganjil cenderung lebih disukai
dibandingkan dengan kelompok beranggota genap; dan (2) kelompok yang terdiri
atas lima atau tujuh anggota melakukan pekerjaan yang cukup baik untuk
menjalankan elemen-elemen terbaik, baik dari kelompok kecil maupun besar. Jumlah
anggota ganjil menghilangkan kemungkinan seri ketika diasakan pengambilan suara,
dan kelompok yang terdiri atas lima atau tujuh anggota cukup besar untuk
membentuk mayoritas dan memungkinkan masukan yang beragam tetapi cukup kecil
untuk menghindari hasil-hasil negative yang sering diasosiasikan dengan kelompok
besar (seperti: dominasi oleh sedikit anggota, pengembangan subkelompok,
dihalanginya partisipasi oleh sejumlah anggota, dan waktu yang berlebihan untuk
mencapai kesepakatan).
2.1.4.5 Kekohesifan
Pengertian kekohesifan adalah “tingkat dimana para anggota kelompok saling
tertarik satu sama lain dan termotivasi untuk tinggal di dalam kelompok tersebut”
menurut Robbins & Judge (2008: 381). Kekohesifan penting karena berhubungan
dengan produktivitas kelompok. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa hubungan
kekohesifan dan produktivitas bergantung pada norma-norma terkait kinerja yang
ditetapkan kelompok. Gambar 2.3 menunjukkan hubungan antara kekohesifan
kelompok, norma-norma kinerja, dan produktivitas.
Gambar 2.3
Hubungan antara Kekohesifan Kelompok, Norma-norma Kinerja, dan Produktivitas

Sumber: Robbins & Judge (2008: 382)

12

Hal hal yang dapat dilakukan untuk mendorong kekohesifan kelompok
diantaranya adalah:
1. Membuat kelompok menjadi lebih kecil
2. Mendorong untuk mengadakan perjanjian dengan tujuan-tujuan kelompok
3. Meningkatkan waktu yang dihabiskan anggota secara bersama sama
4. Meningkatkan status kelompok dan anggapan sulitnya menjadi anggota dari
kelompok tersebut
5. Mendorong persaingan dengan kelompok lain
6. Memberikan penghargaan kepada kelompok dan tidak kepada anggota secara
individual
7. Secara fisik mengisolasi kelompok tersebut
2.1.5. Keunggulan, Kelemahan, Efektivitas, dan Efisiensi Pengambilan
Keputusan dalam Kelompok
2.5.1.1 Keunggulan Pengambilan Keputusan Kelompok
Beberapa keunggulan dari pengambilan keputusan berdasarkan kelompok
adalah sebagai berikut:
1. Kelompok dapat menghasilkan informasi dan pengetahuan yang lebih
lengkap.
2. Kelompok dapat membawa heterogenitas dalam proses pengambilan
keputusan, dan meningkatkan keragaman pandangan sehingga membuka
kesempatan terhadap lebih banyak pendekatan dan alternatif untuk
dipertimbangkan.
3. Kelompok dapat meningkatkan penerimaan atas sebuah solusi. Banyak
keputusan gagal karena orang-orang tidak dapat menerima keputusan
tersebut, anggota kelompok yang berpartisipasi dalam mengambil keputusan
kemungkinan akan mendukung keputusan yang dibuat dengan antusias dan
mendorong orang lain untuk menerimanya.
2.1.5.2 Kelemahan Pengambilan Keputusan Kelompok
Meski terdapat keunggulan dari pengambilan keputusan berdasarkan
kelompok, kelemahan dari pengambilan keputusan kelompok juga memiliki
kelemahan, diantaranya:
1. Keputusan kelompok lebih memakan waktu untuk mencapai solusi
13

2. Terdapat tekanan-tekanan konformitas dalam kelompok, keinginan par
anggota kelompok untuk diterima dan dianggap sebagai asset dalam
kelompok dapat menghentikan perbedaan pendapat.
3. Diskusi kelompok dapat didominasi oleh satu atau sedikit anggota
4. Tanggung jawab ambigu
2.1.5.3 Efektivitas dan Efisiensi
Menurut Robbins & Judge (2008: 384) apakah kelompok lebih efektif
daripada individu bergantung pada kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan
efektivitas. Jika efektivitas keputusan didefinisikan dalam hal kecepatan, individual
lebih unggul. Jika kreativitas penting, kelompok cenderung lebih efektif dibanding
individu. Jika efektivitas berarati tingkat penerimaan di atas solusi akhir yang
dicapai, sekali lagi kelompok lebih efektif dibanding individual.
Pengertian efektivitas menurut Gibson, Ivanchevich & Donnelly (1994: 28)
efektivitas
fleksibilitas,

adalah “hubungan optimal antara produksi, kualitas, efisiensi,
kepuasan,

sifat

keunggulan

dan

pengembangan”

dan

juga

menggambarkan tiga perspektif efektivitas serta sebab-sebab efektivitas yang dapat
dilihat pada Gambar 2.4 berikut.
Gambar 2.4
Tiga Perspektif Efektivitas dan Sebab-sebab Efektivitas

Sumber: Gibson, Ivanchevich & Donnelly (1994: 32)

14

Namun efektivitas tidak dapat dipertimbangkan tanpa menilai efisiensi.
Dalam hal efisiensi, kelompok hampir selalu berada di tempat kedua dibandingkan
pengambilan keputusan individu. Dengan sedikit pengecualian, pengambilan
keputusan kelompok membutuhkan jam kerja lebih banyak dibandingkan jika
seorang individu diharuskan mengatasi masalah yang sama secara sendirian.
Pengecualian cenderung berlaku jika untuk memperoleh kuantitas keragaman
masukan yang setara, seorang pengambil keputusan tunggal harus menghabiskan
banyak waktu untuk memeriksa arsip dan berbicara kepada sejumlah orang. Karena
kelompok dapat memasukkan anggota dari berbagai bidang, waktu yang dihabiskan
untuk mencari informasi dapat dikurangi. Tetapi, kembali lagi, keuntungan dalam
efisiensi ini cenderung menjadi pengecualian. Kelompok biasanya kurang efisien
disbanding individual. Saat memutuskan apakah menggunakan kelompok atau tidak,
maka pertimbangan harus diberikan untuk menilai apakah terdapat peningkatan
dalam efektivitas yang lebih dari cukup untuk menutup kerugian dalam efisiensi.
2.1.6. Pemikiran Kelompok dan Pergeseran Kelompok
Fenomena pemikiran dan pergeseran kelompok memiliki potensi untuk
mempengaruhi kemampuan kelompok dalam menilai alternatif-alternatif secara
obyektif dan mencapau solusi yang berkualitas.
2.1.6.1 Pemikiran Kelompok (Groupthink)
Fenomena yang berhubungan dengan norma. Hal ini mendeskripsikan situasisituasi dimana tekanan kelompok untuk membentuk konformitas menghalangi
kelompok tersebut secara kritis menilai pandangan-pandangan yang tidak biasa,
minoritas, atau yang tidak popular. Pemikiran kelompok adalah penyakit yang
menyerang banyak kelompok dan dapat mengganggu kinerja mereka.
Groupthink menurut Irvings Janis (1972) adalah istilah untuk keadaan ketika
sebuah kelompok membuat keputusan yang tidak masuk akal untuk menolak
anggapan/ opini publik yang sudah nyata buktinya, dan memiliki nilai moral.
Keputusan kelompok ini datang dari beberapa individu berpengaruh dalam kelompok
yang irrasional tapi berhasil mempengaruhi kelompok menjadi keputusan
kelompok. Groupthink mempengaruhi kelompok dengan melakukan aksi-aksi yang
tidak masuk akal dan tidak mempedulikan pendapat-pendapat yang bertentangan
diluar kelompok. Kelompok yang terkena sindrom groupthink biasanya adalah
15

kelompok yang anggota-anggotanya memiliki background yang sama, terasing (tidak
menyatu, terisolir) dari pendapat-pendapat luar, dan tidak ada aturan yang jelas
tentang proses pengambilan keputusan.
2.1.6.2 Pergeseran Kelompok (Groupshift)
Hal ini mendiskusikan serangkaian alternatif dan sampai di sebuah solusi,
para anggota kelompok cenderung melebih lebihkan posisi awal yang mereka
pertahankan. Dalam beberapa situasi, kehati-hatian mendominasi, dan terdapat
pergeseran konservatif. Tetapi bukti lebih sering menunjukkan bahwa kelompok
cenderung menuju sebuah pergeseran yang berisiko.
2.1.7. Teknik Pengambilan Keputusan Kelompok
1. Kelompok yang berinteraksi (interacting group): kelompok biasa dimana
para anggotanya saling berinteraksi secara tatap muka.
2. Tukar pikiran (brainstorming): sebuah proses pembangkitan ide yang secara
khusus mendorong semua alternatif apa pun, sementara itu menahan kritik
atas alternatif-alternatif tersebut.
3. Teknik kelompok nominal (nominal group technique): metode pengambilan
keputusan kelompok dimana anggota individual bertemu secara tatap muka
untuk menyatukan penilaian mereka dengan cara sistematis tetapi
independen. Dalam teknik ini dilarang melakukan diskusi atau komunikasi
antarpersonal.
4. Pertemuan dengan media elektronik (electronic meeting): sebuah pertemuan
dimana

para

anggota

berinteraksi

menggunakan

komputer,

yang

memungkinkan anonimitas komentar dan agregassi suara.
2.2.

Contoh Kasus
Contoh kasus yang diambil oleh penulis adalah kasus yang terjadi pada

lembaga NASA di Amerika Serikat menurut Robbins & Judge (2008: 355).
“BAHAYA DARI TIDAK BERBICARA”
Orang-orang pintar yang bekerja secara kolektif kadang-kadang melakukan hal
bodoh. ‘Hal-hal bodoh’ tersebut, bahkan, mungkin menjadi salah satu penyebab
kecelakaan pesawat ulang alik Columbia di tahun 2003. Setidaknya itu adalah satu
16

dari kesimpulan yang diberikan oleh Dewan Investigasi Kecelakaan Columbia
(Columbia Accident Investigation Board) yang sangat mengritisi proses pengambilan
keputusan tim pada NASA.
NASA memiliki deretan panjang sejarah dalam menekan perbedaanperbedaan di antara personel, khususnya ketika perbedaan-perbedaan tersebut
mengancam citra lembaga tersebut atau mempengaruhi jadwal peluncuran. Misalnya,
investigasi dari ledakan Challenger di tahun1986 mengungkap bahwa beberapa
insinyur telah mengkhawatirkan selama berbulan-bulan potensi tidak berfungsinya
seuah segel O-ring selama peluncuran dalam cuaca dingin. Tetapi proses-proses
internal NASA menekan orang-orang ini agar tidak berbicara. Penyelidikan resmi
dari ledakan Challenger adalah karena tidak berfungsinya segel O-ring pada solidrocket booster hanya 73 detik setelah peluncurannya pada suatu hari di bulan Januari
yang dingin.
Bencana ulang-alik Columbia pada 2003 berawal dari terlepasnya sebuah
busa di kala peluncuran. Penyelidikan Columbia mengungkap bahwa para insinyur
NASA telah memutuskan sejak awal dalam misi tersebut bahwa busa yang jatuh
tidak membahayakan pesawat ulang alik tersebut atau awaknya, meskipun sekarang
secara umum telah diterima bahwa ini adalah faktor tunggal yang menyebabkan
kehancuran pesawat ulang alik tersebut. Namun, penyelidikan tersebut juga
mengungkap bahwa beberapa insinyur tetap terus mendiskusikan situasi-situasi yang
melibatkan kemungkinan masalah yang berhubungan dengan kerusakan keramik dan
busa yang jatuh tersebut. Tetapi, karena para insinyur yang secara langsung
berhubungan dengan proses pengambilan keputusan merasa yakin bahwa busa
tersebut tidak menimbulkan risiko, mereka tidak menyampaikan hasil diskusi mereka
ke permukaan, meskipun para insinyur lainnya menyatakan bahwa material tersebut
dapat berpotensi menjadi penyebab kerusakan yang meenimbulkan bencana besar.
Dengan kata lain ada beberapa insinyur yang terlibat dalam misi Columbia dan
sangat yakin bahwa yang jatuh tersebut merupakan ancaman terhadap misi tersebut
tetapi memilih untuk tidak berbicara.
Sementara tidak ada yang tahu pasti apa yang menyebabkan Columbia
celaka, para insinyur di Johnson Space Center cukup yakin, mereka menemukan

17

jawabannya. Sebelumnya, mereka telah mencoba mengingatkan para petinggi,
namun diabaikan.
Senior manajer di Johnson Space Center menolak informasi yang ada dengan
mengesampingkan para insinyur. Pada wawancara setelahnya diketahui bahwa telah
terjadi lima kali rapat yang membahas soal busa tetapi semuanya sepakat bahwa
tidak perlu melakukan tindakan. Mengapa insinyur-insinyur ini tetap diam dan tidak
menyampaikan kekhawatiran mereka kepada atasan mereka? Kemungkinan
jawabannya adalah kelompok di NASA tersebut menekan persetujuan pendapat
sedemikian kuatnya hingga mereka menahan perbedaan pendapat. Para insinyur juga
takut mengungkapkan masalah keamanan itu dengan para petinggi NASA yang lebih
mengkhawatirkan masalah terpenuhinya jadwal penerbangan ketimbang risiko
keselamatan. Apalagi setalah 26 bulan melakukan persiapan intensif, baik itu dengan
belajar, pengujian, pendisainan ulang, perbaikan dalam semua hal. Sudah tidak ada
yang tahu kemana lagi pendapat kecil harus dilayangkan. NASA memutuskan
Columbia untuk terbang.
Ditambah lagi dengan sudah lelahnya Laporan akhir CAIB menyimpulkan,
“seiring

waktu,

secara

perlahan

dan

tanpa

disengaja,

pemeriksaan

dan

penyeimbangan (check and balance) yang dimaksud untuk meningkatkan keamanan
telah terkikis dan tergantikan oleh proses-proses terperinci yang menghasilkan data
dalam jumlah yang sangat besar dan consensus yang tidak disahkan, tetapi
komunikasi yang efektif kurang karena adanya tekanan yang diberikan kelompok
kepada individu”.
2.3 Analisis Kasus NASA Berdasarkan Konsep Perilaku Kelompok
Penyelidikan dapat menyimpulkan bahwa NASA tidak melakukan kesalahan
Tetapi, jika masalahnya justru menuju pada budaya pengambilan keputusan di
NASA, hal ini dapat merujuk pada Groupthink. Pada dasarnya, terabaikannya faktor
keselamatan dalam penerbangan Columbia dlandasi oleh pikiran kelompok
(Groupthink). Groupthink memainkan faktor yang signifikan dan merupakan
kontributor utama bencana. Mengacu pada preferensi anggota kelompok memiliki
pendapat yang sama dan keyakinan yang dalam hal ini menyebabkan banyak
kesalahan. Muncul pendapat yang keliru dalam kelompok ditambah pula dengan

18

tekanan tinggi yang mengharuskan NASA berada pada suatu suara sehingga
semuanya setuju dengan penilaian tersebut. Ini menjadi sebuah kesetujuan dan
otoritas yang dimiliki oleh seorang yang dianggap ahli. Berdasarkan analisis
mengenai pengambilan keputusan kelompok, fenomena kelompok yang terjadi dalam
organisasi ini adalah fenomena groupthink, karena:
-

Adanya rasa takut dari beberapa insinyur untuk menyampaikan
pendapatnya bahwa busa di pesawat Columbia membutuhkan perhatian
khusus.

-

Individu ditekan untuk memiliki pandangan yang sama dengan sebagian
besar individu lain dalam kelompok.

-

Anggota kelompok NASA ini berusaha memperkuat identitasnya sebagai
“organisasi elit yang tidak pernah berbuat salah”

-

Keputusan yang menyatakan jatuhnya busa tidak bahaya dibuat secara
groupthink yang berlawanan dengan hati nurani beberapa anggotanya.
Namun mengingat itu kepentingan kelompok, maka mau tidak mau
semua anggota kelompok harus kompak mengikuti arah yang sama agar
tercapai suatu kesepakatan bersama.

-

Kohessivitas merujuk pada kohesivitas yang tinggi sehingga masingmasing anggota kelompok merasa sudah sangat menyatu. Dalam konteks
ini, para insinyur NASA merupakan kelompok yang sangat padu dengan
latar belakang keahlian yang sama.

Jika masalahnya dipandang dari budaya pembuatan keputusan di NASA, hal ini
dapat mengarah pada Groupthink, sebuah teori temuan Irving L. Janiss (a Yale
psychologist and a pioneer in the study of social dynamics).
Groupthink, Professor Janis
“It can be found, he said, whenever institutions make difficult decisions”
Sebuah mode berpikir bahwa para anggota sangat terlibat dalam kelompok yang
kohesif, sehingga sebuah kebulatan suara dapat menimpa motivasi mereka untuk
berpikiran realistis menilai program alternatif tindakan. Yang menang adalah
persetujuan atas otoritas dan keahlian

19

Groupthink yang mengarah ke tragedi ini adalah: Estimasi berlebihan atas kekuasaan
kelompok dan moralitas. Kelompok ini mengabaikan sinyal bahaya, menjadi terlalu
optimis, dan mengambil risiko ekstrim, ilusi kebulatan suara, tekanan perbedaan
pendapat dan stereotip. Gejala ini menyebabkan proses keputusan yang salah di
antara semua organisasi yang terlibat.

20

BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Dalam organisasi banyak dijumpai kelompok. Pada umumnya manusia
menjadi anggota dari suatu organisasi akan cenderung untuk mencari keakraban
lain dalam kelompok-kelompok tertentu.
Tidak

ada

alasan

apapun

mengapa

seseorang

memutuskan

untuk

berkelompok. Sebagian besar orang menjadi anggota dari beberapa kelompok,
tidak hanya dari satu kelompok saja. Jelas bahwa kelompok yang berbeda akan
memberikan manfaat yang berbeda pula bagi para anggotanya.
Kelompok dapat mengubah motivasi individu atau kebutuhan dan bisa
mempengaruhi perilaku individu dalam suatu kondisi organisasi. Manusia adalah
makhluk social, manusia senang berinteraksi dengan orang lain. Hal ini membuat
orang lebih terbuka dan saling percaya. Ketika hal ini terjadi, membuat orang
lebih memahami pekerjaan mereka, struktur kelompok menjadi lebih baik
sehingga memungkinkan terjadnya peningkatan produktivitas.

21

DAFTAR PUSTAKA

Bennis, Waren, dkk. 2009. Transparansi: Bagaimana Pemimpin Menciptakan
Budaya Keterbukaan. Libri: Jakarta
Robbins, Stephen P. & Timothy A. Judge. 2008. Perilaku Organisasi Edisi 12.
Salemba Empat: Jakarta
http://www.global.liputan6.com/read/502101/pengakuan-dosa-nasa-soal-tragedimeledaknya-columbia/
http://www.nytimes.com/2003/03/09/weekinreview/the-nation-nasa-s-cursegroupthink-is-30-years-old-and-still-going-strong.html
http://www.spacesafetymagazine.com/space-disasters/columbia-disaster/
https://waynehale.wordpress.com/2012/04/18/how-we-nearly-lost-discovery/

22