Hukum Benda dan Hak Kebendaan.docx

BAB I
HUKUM BENDA
(ZAKENRECHT)

A. Pengertian Benda
Pengertian benda (zaak) secara yuridis adalah segala
sesuatu yang dapat dihaki atau yang dapat menjadi obyek hak milik
(Pasal 499 BW). Ketentuan tersebut memberikan gambaran
kepada kita bahwa segala yang dapat dimiliki manusia itulah
benda, dengan demikian yang tidak dapat dimiliki misalnya laut,
bulan, bintang, dan lain-lain bukanlah benda. Di dalam hukum
perdata, benda lazimnya disebut sebagai objek hak (zaak)
berhadapan dengan subjek hak, yaitu badan pribadi (persoon).
Pengertian benda ialah pertama-tama tidak hanya tertuju pada
barang yang berwujud yang dapat ditangkap panca indera tetapi
juga pada barang yang tidak berwujud.
Tetapi, kalau kita membaca pada ketentuan Pasal 580 dan
511 KUHPerdata/BW, ternyata memberikan gambaran yang lain
lagi. Zaak (benda) di sini bukan hanya barang yang berwujud saja,
tetapi juga meliputi bunga, perhutangan dan penagihan, hak pakai
atas benda bergerak , obligasi dan lainnya. Di sini zaak dalam arti

bagian daripada harta kekayaan (vermogens bestanddeel).

1

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa zaak (benda)
dalam sistem hukum perdata (KUHPerdata/BW) mempunyai dua
arti :
1. Barang yang berwujud
2. Barang daripada harta kekayaan. Termasuk dalam hal ini
ialah barang berwujud dan beberapa hak tertentu sebagai
barang tidak berwujud.
Di luar KUHPerdata/BW (Buku II KUHPerdata/BW) zaak
dipakai dalam arti yang lain lagi, yaitu:
1. Kepentingan (belang). Pasal 1354 KUHPerdata/BW
mengatur mengenai pengurusan kepentingan orang lain
(zaakwarneming).

Zaakwarneming

sukarela


mendapat

tanpa

ada

jika

pesanan

untuk

orang
itu,

menyelenggarakan zaak orang lain dengan atau tanpa
diketahui orang tersebut, dan lain sebagainya.
2. Perbuatan


Hukum

(Rechtshandeling).

Pasal

1792

KUHPerdata/BW mengatur mengenai pemberian kuasa
(lastgeving). Pemberian kuasa adalah perjanjian dengan
mana seseorang memberikan kuasa kepada orang lain,
dan orang tersebut menerimanya untuk melakukan suatu
zaak (perbuatan hukum) bagi pemberi kuasa.
3. Kenyataan Hukum (Rechsfeit). Pasal 1263 KUHPerdata/
BW tentang perhutangan dengan syarat menunda ialah

2

perhutangan yang tergantung atas suatu kejadian yang
akan datang dan tidak pasti, atau dari suatu zaak

(kenyataan hukum) yang sudah terjadi, tapi belum
diketahui para pihak.1

B. Pembedaan Macam-Macam Benda
Menurut sistem Hukum Perdata Barat sebagaimana diatur dalam
BW, benda dapat dibedakan atas:
1. Benda tidak bergerak (lihat Pasal 506, 507, dan 508 BW).
Ada 3 golongan benda tidak bergerak, yaitu:
a. Benda yang menurut sifatnya tidak bergerak, yang
dibagi lagi menjadi 3 macam:
1) Tanah.
2) Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah
karena tumbuh dan berakar serta bercabang
seperti tumbuh-tumbuhan, buah-buahan yang
masih belum dipetik dan sebagainya.
3) Segala sesuatu yang bersatu dengan tanah
karena didirikan di atas tanah itu yaitu karena
tertanam dan terpaku.
b. Benda yang menurut tujuan pemakaiannya supaya
bersatu dengan benda tidak bergerak, seperti:

1

F.X. Suhardana (et.al.), Hukum Perdata I Buku Panduan Mahasiswa, Jakarta: PT Prenhallindo,
2001, hlm. 148.

3

1) Pada pabrik: segala mesin, ketel-ketel, dan
alat-alat lain yang dimaksudkan supaya terusmenerus berada di situ untuk digunakan dalam
menjalankan pabrik.
2) Pada suatu perkebunan: segala sesuatu yang
digunakan sebagai pupuk bagi tanah, ikan
dalam kolam, dan lainnya.
3) Pada rumah kediaman: segala kaca, tulisantulisan, dan lain-lain serta alat-alat untuk
menggantungkan barang-barang itu.
4) Barang-barang

reruntuhan

dari


suatu

bangunan apabila dimaksudkan untuk dipakai
guna mendirikan lagi bangunan itu.
c. Benda yang menurut penetapan undang-undang
sebagai benda tidak bergerak, seperti:
1) Hak-hak atau penagihan mengenai suatu
benda yang tidak bergerak.
2) Kapal-kapal yang berukuran 20 m3 ke atas
(dalam hukum perniagaan).
2. Benda bergerak (lihat Pasal 509, 510, dan 511 BW). Ada 2
golongan benda bergerak, yaitu:
a. Benda yang menurut sifatnya bergerak dalam arti
benda itu dapat berpindah / dipindahkan dari suatu

4

tempat ke tempat lain. Misalnya, sepeda, kursi, meja,
buku, pena, dan lainnya.

b. Benda yang menurut penetapan undang-undang
sebagai benda bergerak ialah segala hak atas bendabenda bergerak. Misalnya, hak memetik hasil dan hak
memakai; hak atas bunga yang harus dibayar selama
hidup seseorang; hak menuntut di muka hakim
supaya

uang

tunai

/

benda-benda

bergerak

diserahkan kepada penggugat; saham-saham dari
perseroan dagang; dan surat-surat berharga lainnya.
Perbedaan antara benda bergerak dan benda tidak bergerak
tersebutpenting artinya, karena adanya ketentuan-ketentuan

khusus yang berlaku bagi masing-masing golongan benda
tersebut, misalnya:
a. Mengenai hak bezit. Misalnya Pasal 1977 ayat (1) BW
menentukan,

barangsiapa

yang

menguasai

benda

bergerak dianggap sebagai pemilik. Jadi bezitter dari
benda bergerak adalah eigenaar dari benda tersebut.
b. Mengenai
terhadap

pembebanan
benda


(bezwaring).

bergerak

harus

Pembebanan

dilakukan

pand,

sedangkan terhadap benda tidak bergerak dilakukan
dengan hypotheek (Pasal 1150 dan 1162 BW).

5

c. Mengenai


penyerahan

(levering).

Pasal

612

BW

menentukan bahwa penyerahan benda bergerak dapa
dilakukan dengan penyerahan secara nyata, sedangkan
penyerahan benda tidak bergerak menurut Pasal 616 BW
harus dilakukan dengan balik nama.
d. Mengenai

daluwarsa

(verjaring).


Terhadap

benda

bergerak tidak dikenal daluwarsa, sebab bezit di sini sama
dengan eigendom atas benda bergerak itu, sedangkan
benda-benda tidak bergerak mengenal verjaring.
e. Mengenai penyitaan (beslag). Revindicatoir beslag yaitu
penyitaan untuk mendapatkan kembali bendanya sendiri
hanya dapat dilakukan terhadap benda-benda bergerak.
Kemudian,

executoir

beslag

yaitu

penyitaan

untuk

melaksanakan keputusan Pengadilan harus dilakukan
terlebih dahulu terhadap benda bergerak. Apabila tidak
mencukupi untuk membayar hutang tergugat kepada
penggugat, baru executoir beslag dilakukan terhadap
benda tidak bergerak.
3. Benda yang musnah.
Sebagaimana diketahui bahwa obyek hukum adalah segala
sesuatu yang berguna/bermanfaat bagi subyek hukum dan
yang dapat menjadi obyek suatu hubungan hukum karena
sesuatu itu dapat dikuasai subyek hukum. Maka benda yang

6

dalam pemakaiannya akan musnah, kegunaan/manfaat
benda ini terletak pada kemusnahannya. Misalnya, makanan
dan minuman, kalau dimakan dan diminum baru memberi
manfaat bagi kesehatan.
4. Benda yang tetap ada.
Ialah

benda-benda

yang

dalam

pemakaiannya

tidak

mengakibatkan benda itu menjadi musnah, tetapi memberi
manfaat bagi pemakai. Seperti, cangkir, piring, mangkuk,
mobil, sepeda motor, dan lainnya. Pembedaan benda yang
musnah dan benda tetap ada penting, baik dalam hukum
perjanjian maupun hukum benda. Dalam hukum perjanjian
misalnya perjanjian pinjam pakai yang dilakukan terhadap
benda yang tetap ada. Sedangkan perjanjian pinjam
mengganti dilakukan terhadap benda yang dapat musnah.
Dalam hukum benda, misalnya hak memetik hasil benda
dilakukan terhadap benda yang dapat musnah. Sedangkan,
hak memakai dilakukan terhadap benda yang tetap ada.
5. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat
diganti. Perbedaan antara benda tersebut misalnya dalam
pasal yang mengatur perjanjian penitipan barang. Menurut
Pasal 1694 BW pengembalian benda oleh yang dititipi harus
in natura artinya tidak boleh diganti dengan benda lain. Oleh
karena itu, perjanjian penitipan barang pada umumnya

7

hanya mengenai benda yang tidak akan musnah. Jika benda
yang dititipkan berupa uang, menurut Pasal 714 BW, jumlah
uang yang harus dikembalikan harus dalam mata uang yang
sama seperti yang dititipkan, baik mata uang itu telah
naik/turun nilainya. Lain halnya jika uang tersebut dipinjammenggantikan,

yang

meminjam

hanya

wajib

mengembalikannya sejumlah uang saja, sekalipun dengan
mata uang berbeda daripada waktu perjanjian diadakan.
6. Benda yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi. Benda
yang dapat dibagi adalah benda yang apabila wujudnya
dibagi tidak mengakibatkan hilangnya hakikat benda itu.
Misalnya, beras, gula pasir, dan lainnya. Benda yang tidak
dapat dibagi adalah benda yang apabila wujudnya dibagi
mengakibatkan hilangnya/lenyapnya hakikat benda itu.
Misalnya, kuda, sapi, uang, dan lainnya. Arti penting
pembedaan ini terletak pada pemenuhan prestasi suatu
perikatan. Dalam perikatan yang objeknya benda dapat
dibagi maka prestasi dapat dilakukan sebagian demi
sebagian. Jika perikatan yang objeknya benda tidak dapat
dibagi, pemenuhan prestasi harus dilakukan secara utuh.
7. Benda

yang

diperdagangkan

dan

benda

yang

tidak

diperdagangkan. Benda yang dapat diperdagangkan adalah
benda-benda yang dapat dijadikan objek (pokok) suatu

8

perjanjian. Benda yang tidak diperdagangkan adalah bendabeda yang tidak dapat dijadikan objek (pokok) suatu
perjanjian di lapangan harta kekayaan; biasanya benda yang
digunakan

untuk

kepentingan

umum.

Arti

penting

pembedaan ini terletak pada pemindahtangankan karena
jual beli atau karena pewarisan. Benda dalam perdagangkan
dapat diperjualbelikan dengan bebas, dapat diwariskan
kepada ahli waris. Benda di luar perdagangan tidak dapat
diperjualbelikan dan tidak dapat diwariskan kepada ahli
waris.
8. Benda yang terdaftar dan benda yang tidak terdaftar. Arti
penting

pembedaan

ini

terletak

pada

pembuktian

pemilikannya, untuk ketertiban umum, dan kewajiban
membayar pajak. Benda terdaftar dibuktikan dengan tanda
pendaftaran atau sertifikat atas nama pemiliknya, sehingga
mudah

dikontrol

pemilikannya,

pengaruhnya

terhadap

ketertiban umum, kewajiban pemiliknya untuk membayar
pajak, serta kewajiban masyarakat untuk menghormati hak
milik orang lain. Contoh benda terdaftar ialah kendaraan
bermotor, tanah, bangunan, hak cipta, dan lainnya. Benda
tak terdaftar umumnya benda bergerak yang tidak sulit
pembuktian

pemilikannya

karena

berlaku

asas

“yang

menguasai dianggap sebagai pemiliknya”. Di samping itu,

9

tidak begitu berpengaruh/berbahaya bagi ketertiban umum
dan tidak begitu berpengaruh bagi pemiliknya untuk
membayar pajak.2

C. Tentang Hak Kebendaan
1. Hak Perdata
Hak Perdata adalah hak seseorang yang diberikan hukum
perdata. Hak perdata tersebut ada yang bersifat absolut dan
yang bersifat relatif. Hak yang bersifat absolut memberikan
kekuasaan langsung dan dapat dipertahankan terhadap
siapa pun. Hak yang bersifat relatif memberikan kekuasaan
terbatas dan hanya dapat dipertahankan terhadap pihak lain
dalam hubungan hukum. Hak perdata yang bersifat absolut
meliputi:
a. Hak kebendaan (zakelijkrecht), diatur dalam buku II
KUHPdt.
b. Hak kepribadian (persoonlijkrecht), terdiri dari:
1) Hak atas diri sendiri, misalnya hak atas nama,
hak atas kehormatan, hak untuk memiliki, hak
untuk kawian.
2) Hak atas diri orang lain, misalnya hak dalam
hubungan hukum keluarga antara suami isteri,
2

H. Riduan Syahrani, Seluk-Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Bandung: PT. Alumni, 2006,
hlm. 109.

10

antara orang tua dan anak, antara wali dan
anak.
Semua hak kepribadian diatur dalam buku I KUHPdt.
2. Hak Kebendaan
Hak yang melekat atas suatu benda disebut hak atas benda.
Hak

atas

benda

lazimnya

disebut

hak

kebendaan

(zakelijkrecht). Hak kebendaan ialah hak yang memberikan
kekuasaan

langsung

atas

suatu

benda

dan

dapat

dipertahankan terhadap siapa pun juga. Ciri-ciri hak
kebendaan adalah:
a. Mutlak,

artinya

dikuasai

dengan

bebas

dan

dipertahankan terhadap siapa pun juga. Misalnya hak
milik dan hak cipta.
b. Mengikuti benda, di atas mana hak itu melekat.
Misalnya hak sewa, hak memungut hasil, mengikuti
bendanya dalam tangan siapa pun benda itu berada.
c. Yang terjadi lebih dulu tingkatnya lebih tinggi,
misalnya di atas sebuah rumah melekat hak hipotik,
kemudian melekat pula hak hipotik berikutnya, maka
kedudukan hipotik pertama lebih tinggi daripada
hipotik kedua.
d. Lebih diutamakan, misalnya hak hipotik atas rumah,
jika pemilik rumah pailit, maka hipotik memperoleh

11

prioritas

penyelesaian

tanpa

memperhatikan

pengaruh pailit itu.
e. Hak gugat dapat dilakukan terhadap siapa pun yang
mengganggu benda itu.
f. Pemindahan hak kebendaan dapat dilakukan kepada
siapa pun.

D. Asas-Asas Hak Kebendaan
1. Asas Hukum Pemaksa (dwingendrecht), berarti bahwa orang
tidak boleh mengadakan hak kebendaan yang sudah diatur
dalam undang-undang.
2. Asas Dapat Dipindahtangankan, semua hak kebendaan
dapat dipindahtangankan, kecuali hak pakai dan hak
mendiami.
3. Asas Individualitas, objek hak kebendaan selalu benda
tertentu atau dapat ditentukan secara individual yang
merupakan kesatuan.
4. Asas Totalitas, hak kebendaan selalu terletak di atas seluruh
objeknya sebagai satu kesatuan.
5. Asas tidak dapat dipisahkan, orang yang berhak tidak boleh
memindahtangankan

sebagian

dari

kekuasaan

yang

termasuk suatu hak kebendaan yang ada padanya.

12

6. Asas prioritas, semua hak kebendaan memberi kekuasaan
yang sejenis dengan kekuasaan atas hak milik. Misalnya,
sebuah rumah dibebani hak hipotik, kemudian dibebani lagi
dengan hak memungut hasil. Dalam hal ini hipotik
diprioritaskan daripada hak memungut hasil.
7. Asas percampuran, apabila hak yang membebani dan yang
dibebani itu terkumpul dalam satu tangan, maka hak yang
membebani itu lenyap. Misalnya, hak memungut hasil lenyap
apabila pemegang hak tersebut menjadi pemilik pekarangan
itu, misalnya karena jual beli, pewarisan, hibah.
8. Asas publisitas, hak kebendaan atas benda tidak bergerak
diumumkan dan didaftarkan dalam register umum, misalnya
hak milik dan hak guna usaha. Sedangkan hak kebendaan
atas benda bergerak tidak perlu diumumkan dan didaftarkan,
misalnya hak milik atas pakaian sehari-hari dan hak gadai.
Kecuali

apabila

ditentukan

lain

oleh

undang-undang,

misalnya hak milik atas kendaraan bermotor.
9. Asas mengenai sifat perjanjian, untuk memperoleh hak
kebendaan perlu dilakukan dengan perjanjian zakelijk, yaitu
perjanjian memindahkan hak kebendaan.

3

3

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1993,
hlm. 137.

13

E. Pembedaan Hak Kebendaan
1. Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijk
genotsrecht) mengenai tanah yang diatur dalam Buku II BW
dengan berlakunya UUPA (Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960) dinyatakan tidak berlaku lagi. Hak kebendaan atas
tanah yang diatur dalam Buku II BW yang tidak berlaku lagi
adalah:
a. Hak bezit atas tanah
b. Hak eigendom atas tanah
c. Hak servitut (pembebanan pekarangan)
d. Hak opstal (hak untuk memiliki bangunan/tanaman di
atas tanah orang lain)
e. Hak erfpacht (hak untuk menarik penghasilan dari
tanah milik orang lain dengan membayar sejumlah
uang/penghasilan tiap tahun)
f. Hak bunga tanah dan hasil sepersepuluh
g. Hak pakai mengenai tanah.
Hak atas tanah sebagai penggantinya yang berlaku
sekarang sebagaimana diatur dalam UUPA dan peraturan
pelaksana lainnya adalah:
a. Hak milik
b. Hak guna usaha
c. Hak guna bangunan

14

d. Hak pakai
e. Hak sewa untuk bangunan
f. Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
g. Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
h. Hak guna ruang angkasa
i. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial.
2. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk
zakerheidsrecht) sekarang setelah adanya Undang-Undang
No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dan UndangUndang No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah:
a. Pand (gadai)
b. Hypotheek
c. Jaminan Fidusia
d. Hak Tanggungan.4

4

H. Riduan Syahrani, Op.Cit., hlm. 117.

15

BAB II
HAK KEBENDAAN

A. Hak Kebendaan yang Bersifat Memberi Kenikmatan
Hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan (zakelijk
genotsrecht) mengenai tanah yang diatur dalam BW, dengan
berlakunya UUPA (Undang-undang No. 5 Tahun 1960) tanggal 24
September 1960, dinyatakan tidak berlaku lagi. 5
1. Bezit
Bezit adalah suatu keadaan dimana seseorang menguasai
suatu benda, baik sendiri maupun perantara orang lain, seolaholah benda itu milknya sendiri. Orang yang menguasai benda
itu disebut bezitter. Unsur adanya bezit ada 2 yaitu:
a. Unsur keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda
(corpus)
b. Unsur kemauan orang yang menguasai benda tersebut
untuk memilikinya (animus).
Bezit mempunyai 2 macam fungsi, yaitu:
a. Fungsi

polisionil

bezit,

maksudnya

bezit

mendapat

perlindungan hukum tanpa memandang siapa sebenarnya
pemilik benda itu. Fungsi polisionil ini ada pada setiap bezit.
5

Ibid.

16

b. Fungsi Zakenrechtelijk, maksudnya setelah bezit berjalan
beberapa waktu tanpa adanya protes, bezit itu berubah
menjadi eigendom, yaitu dengan cara melalui lembaga
verjaring. Fungsi ini tidak ada pada setiap bezit.
Cara memperoleh bezit ada 2 macam, yaitu:
a. Dengan bantuan orang lain yang membezit terlebih dahulu.
Yaitu dengan jalan Traditio (penyerahan bendanya) dari
bezitter yang lama kepada bezitter yang baru. Jalan ini
bersifat derivatief.
b. Dengan tanpa bantuan orang lain yang membezit lebih
dahulu, yaitu dengan Occupatio (pengambilan bendanya).
Pengambilan bendanya bisa terhadap benda yang tidak ada
pemiliknya (res nullis), misalnya: ikan di sungai, binatangbinatang buruan di hutan, buah-buah di hutan dsb.
Memperoleh bezit dengan jalan occupatio ini dikatakan juga
memperoleh bezit yang bersifat originair (asli).6
Pasal 539 BW menentukan bahwa orang yang sakit ingatan
tidak dapat memperoleh bezit, tetapi anak yang di bawah umur dan
perempuan yang telah kawin dapat memperolehnya. Ini disebabkan
karena pada orang sakit ingatan dianggap tidak mungkin adanya
unsur kemauan untuk memiliki (animus).

6

Ibid., hlm. 119-121.

17

Perolehan bezit dengan perantaraan orang lain mungkin,
asal saja menurut hukum orang itu mempunyai hak untuk mewakili
dan ia dengan secara nyata menguasai benda yang diperoleh itu,
misalnya orang tersebut seorang juru kuasa atau seorang wali.
Selanjutnya, perolehan bezit mungkin pula karena warisan
menurut pasal 541 BW, yang menentukan bahwa segala sesuatu
yang merupakan bezit seorang yang telah meninggal, berpindah
sejak hari meninggalnya kepada ahli warisnya, dengan segala sifat
dan cacatnya. Maksudnya jujur atau tidaknya bezitter yang telah
meninggal itu.7
Bezitter yang beritikad baik (te goeder trouw) adalah bezitter
yang memperoleh benda yang dikuasainya dengan salah satu cara
memperoleh hak milik, dimana ia tidak mengetahui cacat yang
terkandung didalamnya (Pasal 531 BW). Sedangkan bezitter yang
beritikad tidak baik (te kwader trouw) adalah bezitter yang
mengetahui bahwa benda yang dikuasainya itu bukan miliknya
(Pasal 532 ayat 1 BW). Misalnya, bezitter tahu benda yang dikuasai
adalah berasal dari curian.
Undang-undang memberikan perlindungan yang berbeda
terhadap bezitter yang beritikad baik (yang jujur) dengan bezitter
yang beritikad tidak baik (yang tidak jujur). Perbedaan perlindungan
yang diberikan terhadap bezitter yang beritikad baik dan bezitter
yang beritikad tidak baik ini berkaitan dengan fungsi Zakenrechtelijk
7

Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT Intermasa, 2008, hlm. 65-66.

18

bezit dalam 3 hal: (1) kemungkinan menjadi eigenaar, (2) hak
memetik hasil benda, (3) hak mendapat penggantian kerugian
berupa ongkos yang dikeluarkan untuk benda yang bersangkutan.
Bezitter

yang

beritikad

baik

memperoleh

3

hak

tersebut.

Sedangkan bezitter yang beitikad tidak baik hanya memperoleh hak
yang ke dua saja.
Khusus mengenai bezit terhadap benda bergerak, berlaku
asas yang tercantum pada pasal 1977 ayat (1) buku IV BW tidak di
atur dalam buku II BW. karena ketentuan ini mengandung
ketentuan tentang Verjaring yaitu Extinctive verjaring (verjaring
yang membebaskan dari suatu perutangan). Extinctive verjaring
diatur BW dengan tenggang waktu nol tahun. Jadi barang siapa
yang menguasai benda bergerak seketika bebas dari tuntutan
pemilik (Eigenaar).
Pengecualian pasal 1977 ayat (1) BW itu termuat dalam
pasal 1977 ayat (2) yang pada pokoknya menentukan perlindungan
yang diberikan pasal 1977 ayat (1) BW tersebut tidak berlaku bagi
barang-barang hilang atau dicuri, dan barang siapa kehilangan
barang didalam jangka waktu 3 tahun terhitung sejak hari hilangnya
atau dicurinya itu, berhak meminta kembali miliknya dari setiap
orang yang memegangnya (hak revindicatie). Pemilik juga tidak
diwajibkan membayar ganti kerugian kepada pemegang, kecuali
barang itu dibelinya di pasar tahunan atau pasar lainnya, di

19

pelelangan umum, pemilik barang harus mengembalikan harga
barang yang dibayar pemegang barang (pasal 582 BW).
Bezit akan berakhir karena hal-hal yang disebutkan dalam
pasal 543 s.d. 547 BW yaitu8:
a. Karena bendanya diserahkan sendiri oleh bezitter kepada
orang lain.
b. Karena bendanya diambil orang lain dari kekuasaan Bezitter
dan kemudian selama satu tahun tidak ada gangguan apapun
juga.
c. Karena bendanya telah dibuang (dihilangkan) oleh bezitter.
d. Karena bendanya tidak diketahui lagi dimana adanya.
e. Karena bendanya musnah.

2. Hak Milik (Hak Eigendom)
Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan suatu benda
dengan sepenuhnya dan sebebas-bebasnya asal tidak bertentangan
dengan Undang-undang atau peraturan umum dan tidak menimbulkan
gangguan terhadap hak-hak orang lain. Hak milik adalah hak yang
paling sempurna, pemilik bisa menjual, menyewakan menggadaikan,
menukarkan. Jadi orang yang yang mempunyai hak milik atas suatu
benda tidak boleh sewenang-wanang dengan benda itu, ada batasan
penggunaan hak milik itu.

8

Riduan Syahrani, Op.Cit, hlm. 121-127.

20

Hak milik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. Merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan yang lain.
b. Kualitasnya merupakan hak yang selengkap-lengkapnya.
c. Bersifat tetap, artinya tidak akan lenyap terhadap hak
kebendaan yang lain.
d. Mengandung inti (benih) dari hak kebendaan yang lain.
Setiap orang yang memiliki hak milik atas suatu benda, berhak
meminta

kembali

benda

miliknya

itu

dari

siapapun

yang

menguasainya (hak revindicatoir) berdasarkan hak milik itu (pasal 574
BW). Mengenai cara memperolehnya dalam BW diatur pada pasal
584 adalah sebagai berikut:
a. Pengambilan (toegening atau Occupatio).
Pengambilan yaitu cara memperoleh hak milik dengan mengambil
benda-benda bergerak yang sebelumnya tidak ada pemiliknya
(res nullius), seperti binatang-binatang buruan di hutan, ikan-ikan
di sungai, di laut dan di danau, buah-buahan di hutan belantara
serta hasil-hasil hutan lainnya dsb.
b. Penarikan oleh benda lain (natrekking atau accessio).
Penarikan oleh benda lain yaitu cara memperoleh hak milik di
mana benda (pokok) yang dimiliki sebelumnya karena alam
bertambah besar atau bertambah banyak. Misalnya, pohon-pohon
(sebagai benda pokok) berbuah, sehingga buah-buah pohon
tersebut menjadi hak milik dari pemilik pohon. Kemudian binatang

21

ternak berkembang biak, anak-anak binatang ternak ini menjadi
hak milik dari pemilik binatang ternak yang berkembang biak itu.
c. Lewat waktu/ daluwarsa (Verjaring).
Lewat waktu/daluwarsa yaitu cara memperoleh hak milik karena
lampaunya waktu 20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah atau
30 tahun dalam hak tidak ada alas hak. Lewat waktu ini diatur
dalam Pasal 610 BW dan pasal-pasal Buku IV BW tentang
pembuktian dan daluwarsa. Lewat waktu (verjaring) ada dua
macam yaitu acquisitieve verjaring dan extinctieve verjaring.
Acquisitieve verjaring adalah cara untuk memperoleh hak-hak
kebendaan seperti hak milik. Sedangkan extinctieve verjaring
adalah cara untuk dibebaskan dari suatu perutangan.
d. Pewarisan (erfopvolging)
Pewarisan yaitu cara memperoleh hak milik bagi para ahli waris
atas

boedel

warisan

yang

ditinggalkan

pewaris.

Yang

dimaksudkan ahli waris disini bisa ahli waris menurut undangundang (ab intestato) maupun menurut wasiat (testament).
e. Penyerahan (levering atau overdracht)
Penyerahan yaitu cara memperoleh hak milik karena adanya
pemindahan

hak

milik

dari

seseorang

yang

berhak

memindahkannya kepada orang lain yang memperoleh hak milik
itu.
Selain cara yang sudah di atur dalam pasal 584 BW untuk

22

memperoleh hak milik masih ada cara lain yang belum dijelaskan,
yaitu:
a. Pembentukan

benda

(zaakvorming);

yaitu

dengan

cara

membentuk atau menjadikan benda yang sudah ada menjadi
benda baru. Misalnya kayu diukir menjadi patung; pasir, batu
dan semen dilepa menjadi bangunan; benang ditenun menjadi
kain dsb. Orang yang menjadikan atau membentuk bendanya
sendiri menjadi benda yang baru itu adalah pemilik benda yang
baru tersebut (Pasal 606 BW).
b. Penarikan buahnya (vruchttrekking); yaitu dengan menjadikan
bezitter te goeder trouw suatu benda benda dapat menjadi
pemilik (eigenaar) dari buah/ hasil benda yang dibezitnya
(Pasal 575 BW).
c. Persatuan

atau

percampuran

benda

(vereniging)

yaitu

memperoleh hak milik karena bercampurnya beberapa macam
benda kepunyaan orang lain. (Pasal 607-609 BW)
d. Pencabutan

hak

(ontegening);

namun

untuk

ini

harus

berdasarkan Undang-undang, dan harus untuk kepentingan
umum serta dengan ganti kerugian yang layak bagi pemiliknya.
e. Perampasan (verbeurdverklaring); hal ini disebutkan dalam
pasal 10 KUHP sebagai hukuman tambahan.

23

f. Pembubaran suatu badan hukum; yang mana anggota badan
hukum yang masih ada memperoleh bagian dari badan hukum
tersebut (pasal 1665 BW).
Cara memperoleh hak milik dari segi sifatnya dapat dibedakan
atas 2 macam:
a. Secara originair (asli) yaitu memperoleh hak milik bukan berasal
dari orang lain yang lebih dahulu memiliki, misalnya dengan
pendakuan, penarikan oleh benda lain, dan verjaring.
b. Secara derivatief yaitu memperoleh hak milik berasal dari orang
lain yang dahulu memiliki atas suatu benda. Mereka yang
memperoleh hak milik secara derivatief dibedakan menjadi 2
macam yaitu:
1) Mereka yang memperoleh hak milik berdasarkan alas hak
yang umum yakni para ahli waris, suami dan istri karena
adanya persatuan harta kekayaan dalam perkawinan mereka,
anggota-anggota badan hukum yang dibubarkan, dan negara
terhadap harta benda yang terlantar.
2) Mereka yang memperoleh hak milik berdasarkan alas hak
yang khusus yakni pembeli setelah adanya levering dalam
perjanjian jual-beli, cessionaris, legataris, dll.
Hak milik bersama (medeeigendom) atas suatu benda diatur
dalam pasal 573 BW yang menentukan bahwa membagi suatu benda
yang menjadi milik lebih dari seorang, harus dilakukan menurut aturan-

24

aturan yang ditetapkan tentang pemisahan dan pembagian harta
peninggalan. Hak milik bersama dapat dibedakan atas 2 macam yaitu
hak milik bersama yang bebas dan hak milik bersama yang terikat.
Di dalam hak milik bersama yang bebas, orang-orang yang
mempunyai hak milik bersama itu tidak ada hubungan lain selain
daripada mereka bersama menjadi pemilik. Misalnya A, B, dan C
bersama-sama membeli sebuah buku. Sedangkan di dalam hak milik
bersama yang terikat, adanya orang-orang yang bersama-sama
menjadi pemilik atas suatu benda itu adalah akibat daripada hubungan
satu sama lain yang telah ada sebelumnya. Misalnya hak milik
bersama suami istri terhadap harta perkawinan, hak milik bersama
para pemegang saham terhadap harta perseroan, dll. 9 Adapun sebabsebab yang mengakibatkan hilangnya (hapusnya) hak milik:
a. Karena orang lain memperoleh hak milik itu dengan dengan salah
satu cara untuk memperoleh hak milik seperti di atas.
b. Karena musnahnya benda yang dimiliki.
c. Karena pemilik melepaskan benda yang dimilikinya.

3. Hak Memungut Hasil (Vructhgebruik)
Hak memungut hasil adalah hak untuk menarik (memungut)

9

Ibid., hlm. 127-138.

25

hasil dari benda orang lain, seolah-olah benda itu miliknya sendiri,
dengan berkewajiban untuk menjaga benda tersebut tetap dalam
keadaan seperti semula.
Definisi memungut hasil yang termuat dalam pasal 756
dipandang kurang lengkap oleh para ahli, sebab hak memungut hasil
tidak hanya memberikan hak untuk menarik hasilnya saja tetapi juga
untuk memakai benda itu dan juga dalam pasal itu tidak termuat
definisi ciri yang terpenting dalam Vruchtgebruik akan hapus dengan
meninggalnya orang yang mempunyai hak itu.
Kewajiban hak memungut hasil yang diatur dalam pasal 782 s.d.
806 BW yang isinya mencatatkan, mengadakan jaminan berupa
asuransi atau yang lain dan mengadakan perbaikan, menanggung
biaya untuk memelihara benda itu dengan sebaik-baiknya serta
mengembalikan semua bendanya dalam keadaan semula dan
menggantinya apabila ditemui kerugian atau kerusakan. Hapusnya
hak memungut hasil diatur dalam pasal 507 BW yaitu 10:
a. Karena meninggalnya pemegang hak tersebut.
b. Karena habisnya waktu.
c. Karena pemegang hak berubah menjadi pemilik hak.
d. Karena pemegang hak melepaskan hak memungut hasil tu.
e. Karena

verjaring

dimana

pemegang

hak

tidak

mempergunakannya selama 30 tahun.
10

Ibid., hlm. 138-139.

26

f. Karena musnah bendanya.

4. Hak Pakai dan Hak Mendiami
Dalam BW hak pakai dan mendiami ini diatur pada buku II title XI
dari pasal 818 s.d. 829. Hak pakai sebenarnya sama dengan hak
mendiami, hanya apabila hak ini mengenai rumah kediaman
dinamakan hak mendiami. Menurut pasal 821 hak pakai hanya
diperuntukkan buat diri si pemakai dan anggota keluarganya saja.
Kemudian tidak diperbolehkan untuk disewakan atau diserahkan
kepada orang lain (pasal 823). Dan menurut pasal 819 kewajibankewajiban hak pakai dan hak mendiami sama dengan kewajibankewajiban pemegang hak memungut hasil.11

B. Hak Kebendaan yang Bersifat Memberi Jaminan
1. Hak Gadai (Pandrecht)
Gadai atau yang disebut juga dengan Pand, merupakan salah
satu kebendaan yang termasuk suatu lembaga jaminan yang di
atur dalam buku ke II KUHPerdata. Menurut pasal 1150
KUHPerdata gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang
berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkannya
kepadanya oleh seorang berutang atau oleh orang lain atas
namanya dan yang memberikan kepuasan kepada si berpiutang
11

Ibid, hlm. 140-141.

27

itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara di
dahulukan dari pada orang lain. Orang berpiutang lainnya dengan
kekecualian biaya untuk menyelamatkannya setelah barang itu di
gadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan.
Pandrecht adalah suatu hak kebendaan atas suatu barang
bergerak

kepunyaan

orang

lain,

hak

mana

semata-mata

diperjanjikan menyerahkan benit atas benda bergerak bertujuan
untuk mengambil pelunasan suatu barang dari pendapatan
penjualan benda itu lebih dahulu darin penagih-penagih lainnya. 12
Menurut pendapat R. Wiyono Prodjodikoro yaitu:
“Gadai adalah suatu hak yang didapat oleh seorang berpiutang
suatu benda bergerak yang padanya diserahkan oleh si berutang
atau

oleh

seorang

lain

atau

namanya

untuk

menjamin

pembayaran hutang dan yang memberikan hak kepada si
berutang untuk dibayar lebih dahulu dari berpiutang lainnya, yang
diambil dari uang pendapatan penjualan barang itu”. 13
Sedangkan menurut R. Subekti, gadai adalah sebagai berikut :
“Perjanjian yang menyebabkan bahwa tanahnya di serahkan
untuk menerima tunai ke sejumlah uang, dengan permufakatan
bahwa si penyerah akan berhak mengembalikan tanah itu ke
dirinya sendiri dengan jalan membayar sejumlah uang yang sama

12

Ibid., hlm. 65.
R. Wiryono Prodjodikoro, Hukum Perdata Hak Atas Benda, Jakarta: Pembimbing
Massa, 1993, hlm. 180.
13

28

maka perjanjian (transactie) dinamakan gadai tanah (Ground
Verpanding).”14
Gadai adalah hak yang tidak dapat dibagi-bagi, dimana
sebagian pembayaran tidak membebaskan sebagian benda yang
digadaikan diatur dalam pasai 1160 KUHPerdata. Maksudnya hak
gadai sebagai jaminan kebendaan haruslah dibayar atau dilunasi
secara keseluruhan. Sedangkan yang menjadi ciri-ciri gadai yang
diatur menurut KUHPerdata adalah:
a. Benda yang menjadi objek gadai adalah benda bergerak baik
berwujud maupun tidak berwujud.
b. Benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada
pemegang gadai.
c. Perjanjian gadai merupakan perjanjian yang bersifat Accesoir
yaitu adanya hak dari gadai sebagai hak kebendaan tergantung
dari adanya perjanjian pokok misalnya perjanjian kredit.
d. Tujuan adanya benda jaminan, adalah untuk memberikan
jaminan bagi pemegang gadai bahwa di kemudian hari
piutangnya pasti dibayar.
e. Pelunasan tersebut di dahulukan dari kreditur-kreditur lainnya.
f. Biaya-biaya lelang dan pemeliharaan barang jaminan di lunasi
terlebih dahulu dari hasil lelang sebelum pelunasan piutang.

14

R. Subekti, Jaminan-Jaminan Untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia,
Jakarta: PT Intermassa, hlm. 112.

29

Barang yang dapat dijadikan jaminan adalah :
a. Perhiasan yang, terdiri dari emas, perak, permata dan lain-lain
yang tidak terbatas baik bentuk maupun jumlah beratnya.
b. Barang yang digolongkan tekstil seperti batik/kain, sarung
tenun, permadani dan lain lain.
c. Jam-jam seperti jam tangan, jam kantong, jam lonceng dan
lain-lain.
d. Barang elektronik seperti TV, Komputer (Laptop), Radio, Tape
Recorder, Handphone, dan lain sebagainya.
e. Barang bermotor seperti sepeda motor dan mobil dengan
catatan untuk sepeda motor yang usianya 5 tahun terakhir
kecuali merek Honda biasanya yang pembuatannya tahun
1998.
Misalnya, untuk jenis sepeda motor merek astrea yang di
gadaikan tahun 2006 dapat diterima sepeda motor tersebut dan
pembuatannya tahun 2000. Syarat lainnya untuk barang bermotor
itu harus menyediakan surat-surat berupa STNK, BPKB, dan lainlain. Barang lain, alat rumah tangga seperti mesin jahit, mesin cuci,
blender dan lain-Iain.
Sifat-sifat gadai adalah:
a. Gadai adalah hak kebendaan. Dalam Pasal 1150 KUH Perdata
tidak disebutkan sifat gadai, namun demikian sifat kebendaan

30

ini dapat diketahui dari Pasal 1152 ayat (3) KUH Perdata yang
menyatakan

bahwa:

“Pemegang

gadai

mempunyai

hak

revindikasi dari Pasal 1977 ayat (2) KUH Perdata apabila
barang gadai hilang atau dicuri”. Oleh karena hak gadai
mengandung hak revindikasi, maka hak gadai merupakan hak
kebendaan sebab revindikasi merupakan ciri khas dari hak
kebendaan. Hak kebendaan dari hak gadai bukanlah hak untuk
menikmati suatu benda seperti eigendom, hak bezit, hak pakai
dan sebagainya. Benda gadai memang harus diserahkan
kepada kreditor tetapi tidak untuk dinikmati, melainkan untuk
menjamin piutangnya dengan mengambil penggantian dari
benda tersebut guna membayar piutangnya.
b. Hak gadai bersifat accesoir. Hak gadai hanya merupakan
tambahan

saja

dari

perjanjian

pokoknya,

yang

berupa

perjanjian pinjam uang. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
seseorang akan mempunyai hak gadai apabila ia mempunyai
piutang, dan tidak mungkin seseorang dapat mempunyai hak
gadai tanpa mempunyai piutang. Jadi hak gadai merupakan
hak tambahan atau accesoir, yang ada dan tidaknya tergantung
dari ada dan tidaknya piutang yang merupakan perjanjian
pokoknya. Dengan demikian hak gadai akan hapus jika
perjanjian pokoknya hapus. Beralihnya piutang membawa serta
beralihnya hak gadai, hak gadai berpindah kepada orang lain

31

bersama-sama dengan piutang yang dijamin dengan hak gadai
tersebut, sehingga hak gadai tidak mempunyai kedudukan yang
berdiri

sendiri

melainkan

accesoir

terhadap

perjanjian

pokoknya.
c. Hak gadai tidak dapat dibagi-bagi. Karena tidak dapat dibagibagi, maka dengan dibayarnya sebagian hutang tidak akan
membebaskan sebagian dari benda gadai. Hak gadai tetap
membebani benda gadai secara keseluruhan. Dalam Pasal
1160 KUH Perdata disebutkan bahwa :
“Tak dapatnya hak gadai dan bagi-bagi dalam hal kreditor, atau
debitur meninggal dunia dengan meninggalkan beberapa ahli
waris.“
Ketentuan ini tidak merupakan ketentuan hukum memaksa,
sehingga para pihak dapat menentukan sebaliknya atau
dengan perkataan lain sifat tidak dapat dibagi-bagi dalam gadai
ini dapat disimpangi apabila telah diperjanjikan lebih dahulu
oleh para pihak.
d. Hak gadai adalah hak yang didahulukan. Ini dapat diketahui
dari ketentuan Pasal 1133 dan 1150 KUHPerdata. Karena
piutang dengan hak gadai mempunyai hak untuk didahulukan
daripada piutang-piutang lainnya, maka kreditor pemegang
gadai mempunyai hak mendahulu (droit de preference). Benda

32

yang menjadi obyek gadai adalah benda bergerak baik yang
bertubuh maupun tidak bertubuh.
e. Hak gadai adalah hak yang kuat dan mudah penyitaannya.
Menurut Pasal 1134 ayat (2) KUHPerdata dinyatakan bahwa:
“Hak gadai dan hipotik lebih diutamakan daripada privilege,
kecuali jika undang-undang menentukan sebaliknya“. Dari
bunyi pasal tersebut jelas bahwa hak gadai mempunyai
kedudukan yang kuat. Di samping itu kreditor pemegang gadai
adalah

termasuk

kreditor

separatis.

Selaku

separatis,

pemegang gadai tidak terpengaruh oleh adanya kepailitan si
debitor. Apabila si debitor wanprestasi, pemegang gadai dapat
dengan mudah menjual benda gadai tanpa memerlukan
perantaraan hakim, asalkan penjualan benda gadai dilakukan di
muka umum dengan lelang dan menurut kebiasaan setempat
dan harus memberitahukan secara tertulis lebih dahulu akan
maksud-maksud yang akan dilakukan oleh pemegang gadai
apabila tidak ditebus (Pasal 1155 ayat (2) KUH Perdata). Jadi
di sini acara penyitaan lewat juru sita dengan ketentuanketentuan menurut Hukum Acara Perdata tidak berlaku bagi
gadai.15

15

Hadi Muttaqin. “Pengertian dan Sifat-Sifat
Gadai”. . [24/10/2015].

33

Mengenai cara berakhirnya atau hapusnya suatu gadai
menurut KUH Perdata adalah sebagai berikut:
a. Hak gadai hapus apabila hutang telah dibayar oleh si berutang.
b. Hak gadai hapus apabila barang yang di gadaikan keluar dari
kekuasaan si penerima gadai.
c. Apabila sudah dilepaskan oleh penerima gadai melunasi atas
dasar atau kemauan sendiri dari penerima gadai maka
penerima gadai mengembalikan barang yang digadai pada
pemberi gadai.
d. Karena

persetujuan

gadai

bersifat

accessoir

yang

jika

perjanjian pokok berakhir maka dengan sendirinya gadaipun
berakhir.
e. Bila barang yang digadaikan musnah atau terbakar diluar
kehendak

atau

kemampuan

pemegang

gadai.

Dimana

penerima dan pemberi gadai sama-sama mengalami.
f.

Barang gadai menjadi milik dari si pemegang gadai atas
kesepakatan

atau

persetujuan

dari

si

pemberi

gadai

(pengalihan hak milik atas kesepakatan).
Gadai dapat juga berakhir apabila tanah gadai musnah karena
bencana alam atau lainnya, maka perjanjian gadai berakhir dan
pemegang gadai tidak berhak untuk meminta uang gadainya
kembali dari pemberi gadai.

34

Didalam perjanjian gadai objek-objek gadai menurut hukum
perdata tersebut selalu mengikuti dari perjanjian gadai. Objek
tersebut memiliki kekuatan hukum sesuai dengan hak kebendaan
yang selalu mengikat dalam suatu perjanjian gadai. Hak kebendaan
tersebut di dalam hukum perdata mengandung ciri-ciri sebagai
berikut :
a. Benda yang dijadikan sebagai benda jaminan senantiasa
dibebani hak tanggungan. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas
sebagaimana diatur dalam pasal 1150 KUH Perdata.
b. Si berpiutang yang memegang gadai menuntut haknya untuk
menerima

pelunasan

pembayaran

hutang

dengan

satu

pembuktian pokok sebagaimana diatur dalam Pasal 1151 KUH
Perdata yang berbunyi sebagai berikut "Persetujuan gadai
dibuktikan dengan segala alat yang diperbolehkan bagi
pembuktian persetujuan pokok".
c. Objeknya adalah benda bergerak baik berwujud maupun tidak
berwujud.
d. Hak gadai merupakan hak yang dilakukan atas pembayaran
dari pada orang-orang berpiutang lainnya.
e. Benda yang dijadikan objek gadai merupakan benda yang tidak
dalam sengketa dan bermasalah.
f. Benda gadai harus diserahkan oleh pemberi gadai kepada
pemegang gadai.

35

g. Semua barang bergerak dapat diterima sebagai jaminan sesuai
dengan kriteria-kriteria pihak Perum Pegadaian. 16
2. Jaminan Fidusia
Fidusia adalah surat perjanjian accesor antara debitor dan
kreditor yang isinya penyerahan hak milik secara kepercayaan atas
benda bergerak milik debitor kepada kreditor. Jaminan fidusia menurut
UU No. 42 tahun 1999 pasal 1angka (1) : Pengalihan suatu atas dasar
kepercayaan dengan ketentuan bahwa hak kepemilikannya diahlikan
dan penguasaan tetap ada pada pemilik benda. (2). Pasal 1 angka 2
UUJF : Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun
tidak berwujud dan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak
dapat dibebani hak tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan
pemberi fidusia sebagai agunan atas perlunasan uatang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada pemberi
fidusia terhadap kreditur lainnya.
Perbedaan fidusia dengan jaminan fidusia adalah fidusia
merupakan proses pengalihan hak kepemilikan sedangkan jamian
fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia. Objek
jaminan fidusia adalah benda segala sesuatu yang dapat memiliki dan
dialihkan yang terdaftar maupun tidak terdaftar yang bergerak maupun
yang tidak bergerak dan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
atau hipotik. Hapusnya jaminan fidusia:
16

Hilman Hadi Kusuma, Hukum Perjanjian Adat, Bandung: PT. Alumni, 1992, hlm. 19.

36

a. Hapusnya utang yang dijamin dengan fidusia.
b. Pelepasan hak atas jaminan fidusia oleh debitur.
c. Musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.

3. Hak Tanggungan
Istilah Hak Tanggungan ada karena Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta BendaBenda yang berkaitan dengan tanah pada tanggal 9 April 1996. Pasal
1 angka 1 UUHT menyebutkan pengertian dari Hak Tanggungan,
yaitu hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah yang
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak
berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah-tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan
kedudukan diutamakan kreditor lertentu terhadap kreditor-kreditor
lainnya. Hak-hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan
adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan. Selain
Hak Milik, Hak Guna Usaha, dan Hak Guna Bangunan, hak atas tanah
berupa Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut ketentuan yang
berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan
dapat juga dibebani Hak Tanggungan.
Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk
memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang

37

tertentu yang dituangkan di dalam perjanjian dan merupakan bagian
tidak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan
atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Hak
tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Pendaftaran
tersebut

dilakukan

selambat-lambatnya

7

hari

kerja

setelah

penandatanganan Akta Pemberian Hak Tanggungan.
Hak Tanggungan yang diatur dalam UUHT pada dasarnya
adalah hak tanggungan yang dibebankan pada hak atas tanah.
Namun, pada kenyataannya seringkali terdapat benda-benda berupa
bangunan, tanaman dan hasil karya yang secara tetap merupakan
satu kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan turut pula
dijaminkan. Sebagaimana diketahui bahwa Hukum Tanah Nasional
didasarkan pada hukum adat, yang menggunakan asas pemisahan
Horizontal, yang menjelaskan bahwa setiap perbuatan hukum
mengenai hak-hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi bendabenda tersebut.17
Ciri-ciri Hak Tanggungan adalah:
a. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahului
kepada pemegangnya (droit de preference). Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 1 angka 1 dan Pasal 20 ayat (1). Apabila debitor
cidera

janji

tanggungan

(wanprestasi),
berhak

maka

menjual

kreditor

tanah

yang

pemegang

hak

dibebani

Hak

17

Purwahid Patrik, Asas-asas Itikad Baik dan Kepatutan Dalam Perjanjian, Semarang:
Badan Penerbit UNDIP, 1986, hlm. 52.

38

Tanggungan tersebut melalui pelelangan umum dengan hak
mendahului dan kreditor yang lain.
b. Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan dalam tangan siapapun
obyek itu berada (droit de suite). Hal ini ditegaskan dalam Pasal 7.
Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan
pemegang Hak Tanggungan. Meskipun obyek Hak Tanggungan
telah berpindahtangan dan menjadi milik pihak lain, kreditor masih
tetap dapat menggunakan haknya untuk melakukan eksekusi
apabila debitor cidera janji (wanprestasi).
c. Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat
mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum bagi
pihak yang berkepentingan.
d. Mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Dalam UndangUndang Nomor 4 Tahun 1996 kreditur diberikan kemudahan dan
kepastian dalam pelaksanaan eksekusi. Hal ini diatur dalam Pasal
6. Apabila debitor cidera janji (wanpreslasi), maka kreditor tidak
perlu menempuh cara gugatan perdata biasa yang memakan
waktu dan biaya besar. Kreditur pemegang Hak Tanggungan
dapat

menggunakan

haknya

untuk

menjual

obyek

hak

tanggungan melalui pelelangan umum.18
Mengacu beberapa Pasal dari Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1996, maka terdapat beberapa sifat dan asas dari Hak
Tanggungan. Sifat hak tangggungan adalah sebagai berikut:
18

Ibid., hlm. 53.

39

a. Hak Tanggungan bersifat memberikan Hak Preference (droit de
prefence) atau kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
tertentu dari pada kreditur lainnya.
b. Hak tanggungan mengikuti tempat benda berada (droit de suite).
Ini merupakan salah satu kekuatan lain hak tanggungan. Jadi
walaupun tanah yang dibebani dengan Hak Tanggungan
tersebut dialihkan kepada pihak atau orang lain (dalam hal ini
misalnya dijual), Hak Tanggungan tersebut tetap melekat pada
tanah tersebut, sepanjang belum dihapuskan dalam praktiknya
sering juga disebut dengan istilah dilakukan “Roya” oleh
pemegang hak tanggungan.
c. Hak

Tanggungan

tidak

dapat

dibagi-bagi,

kecuali

telah

diperjanjikan sebelumnya. Hak tanggungan yang melekat pada
suatu jaminan berupa tanah dan bangunan, tidak dapat
ditetapkan hanya melekat disebagian bidang tanah atau rumah
tersebut.

Namun

dapat

pula

diperjanjikan

bahwa

Hak

Tanggungan yang membebani beberapa bidang tanah, dapat
dihapuskan secara sebagian-sebagian, sesuai dengan proporsi
pelunasan fasilitas pembiayaan yang dilakukan oleh debitur.
d. Hak Tanggungan dapat digunakan untuk menjamin utang yang
sudah ada atau yang akan ada. Yang dimaksud dengan utang
yang akan ada adalah utang yang pada saat dibuat dan

40

ditandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut belum
ditetapkan jumlah ataupun bentuknya.
e. Hak Tanggungan memiliki kekuatan eksekutorial.
Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekusi tanpa
melalui putusan pengadilan melalui penjualan di muka umum.
Namun demikian, hal yang menarik dalam praktiknya adalah
pada saat pemilik jaminan melakukan penawaran atas upaya
kreditur untuk melelang tanah dan bangunan yang dijaminkan,
kreditur masih

tetap membutuhkan bantuan pengadilan untuk

mengeksekusi jaminan yang sudah dibebani Hak Tanggungan.
f. Hak Tanggungan memiliki sifat spesialitas dan publisitas.
Sifat spesialitas dan publisitas yang menyebabkan timbulnya hak
Preference kreditur. Dalam hal terjadi kepailitan debitur, Hak
Preference kreditur tersebut tidak hilang dan menjadi separatis.
Artinya, kreditur punya hak terpisah atas obyek yang dibebani
Hak Tanggungan tersebut. Oleh karena itu kreditur berhak
mendapatkan pelunasan utang terlebih dahulu dari hasil
penjualan tanah atau bangunan sebagai

jaminan. Dengan

adanya publisitas tersebut pihak ketiga (siapa pun) bisa
mengecek status tanah tersebut melalui kantor pertanahan
setempat. Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya
transaksi peralihan hak atas tanah dimaksud tanpa persetujuan
dari kreditur selaku pemegang Hak Tanggungan.

41

Subjek Hak Tanggungan adalah:
a. Pemberi Hak Tanggungan, adalah orang perseorangan atau
badan

hukum

melakukan

yang

mempunyai

perbuatan

hukum

kewenangan

terhadap

objek

untuk
Hak

Tanggungan yang bersangkutan.19 Berdasarkan Pasal 8
tersebut, maka Pemberi Hak Tanggungan di sini adalah
pihak yang berutang atau debitor. Namun, subyek hukum
lain dapat pula dimungkinkan untuk menjamin pelunasan
utang debitor dengan syarat Pemberi Hak Tanggungan
mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap obyek Hak Tanggungan. Kewenangan untuk
melakukan

perbuatan

tanggungan

tersebut

tanggungan pada

hukum
harus

saat

terhadap

ada

pada

pendaftaran

hak

obyek

hak

pemberi

hak

tanggungan

dilakukan, karena lahirnya hak tanggungan adalah pada saat
didaftarkannya hak tanggungan, maka kewenangan untuk
melakukan

perbuatan

hukum

terhadap

obyek

hak

tanggungan diharuskan ada pada pemberi hak tanggungan
pada saat pembuatan buku tanah hak tanggungan. 20 Dengan
demikian, pemberi hak tanggungan tidak harus orang yang
berutang atau debitor, akan tetapi bisa subyek hukum lain
19

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Pasal 8 Ayat (1) dan
Ayat (2).
20

Purwahid Patrik, Op. Cit., hlm 62.

42

yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan
hukum terhadap obyek hak tanggungannya. Misalnya
pemegang hak atas tanah yang dijadikan jaminan, pemilik
bangunan, tanaman dan/hasil karya yang ikut dibebani hak
tanggungan.
b. Pemegang Hak Tanggungan, adalah orang perseorangan
atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang
berpiutang.21 Di sini dapat berupa lembaga keuangan berupa
bank, lembaga keuangan bukan bank, badan hukum lainnya
atau perseorangan. Oleh karena hak tanggungan sebagai
lembaga jaminan hak atas tanah tidak mengandung
kewenangan

untuk

menguasai

secara

fisik

dan

menggunakan tanah yang dijadikan jaminan, maka tanah
tetap berada dalam penguasaan pemberi hak tanggungan.
Kecuali dalam keadaan yang disebut dalam Pasal 11 ayat
(2) huruf c Undang-undang Hak Tanggungan. Maka
pemegang hak tanggungan dapat dilakukan oleh Warga
Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan dapat
juga oleh warga negara asing atau badan hukum asing.
Obyek hak tanggungan adalah sesuatu yang dapat dibebani
dengan hak tanggungan. Untuk dapat dibebani hak jaminan atas

21

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Pasal 9 Ayat (1).

43

tanah, maka obyek hak tanggungan harus memenuhi empat (4)
syarat, yaitu:22
a. Dapat dinilai dengan uang, karena utang yang dijamin berupa
uang. Maksudnya adalah jika debitor cidera janji maka obyek
hak tanggungan itu dapat dijual dengan cara lelang.
b. Mempanyai sifat dapat dipindahkan, karena apabila debitor
cidera janji, maka benda yang dijadikan jaminan akan dijual.
Sehin