Pencegahan dan Penanganan Sengketa Tan
1
I. KEBIJAKAN PERTANAHAN NASIONAL DAN
IMPLEMENTASINYA
Sejalan dengan perkembangan yang terjadi, kebijakan pertanahan
diatur dalam Tap MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Pembaruan agraria mencakup
suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan
kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya
kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran
bagi seluruh rakyat.
Arah Kebijakan Pembaruan
IX/MPR/2001 tersebut adalah:
Agraria
menurut
Tap
MPR
No.
1.Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka
sinkronisasi kebijakan antar sektor demi terwujudnya peraturan
perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip.
2.
Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan
dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat.
2
3. Menyelenggarakan
pendataan
pertanahan
melalui
inventarisasi pemanfaatan tanah secara komprehensif dan
sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform.
4. Menyelesaikan
konflik-konflik
yang
berkenaan
dengan sumber daya agraria yang timbul selama ini
sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di
masa mendatang guna menjamin terlaksananya
penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsipprinsip.
5. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya
dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan
agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang
berkenaan dengan sumber daya agraria yang terjadi.
6. Mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan
dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan
penyelesaian konflik-konflik sumber daya agraria yang
terjadi.
3
ARAH PENGELOLAAN SUMBER-SUMBER AGRARIA
MASA LALU
4. Konflik & Keresahan
3. Ketimpangan
Struktur Agraria
2. Degradasi sumbersumber agraria &
dehumanisasi
TRANSISI
Keadilan
Transisional
Agraria
Sumber
Berbasis
1. Politik ekonomi
penyangkalan
Reforma
Pengelolaan
MASA DEPAN
Kepastian Hak
Keadilan Agraria
Environmental
Governance
Daya Alam
Masyarakat
Reorientasi
Srategi
Politik Ekonomi
Pemberdayaan
4
Berdasarkan TAP MPR No. IX/MPR/2001, apa yang dapat
dilakukan Pemerintah Daerah untuk memberikan kepastian
atas tanah dan Sumber Daya Alam ?
Diusulkan :
1) Inventarisasi dan identifikasi kesatuan masyarakat adat dan
wilayah adat secara partisipatif.
2)Redefinisi atau rasionalisasi kawasan hutan.
3)Penataan batas dan pemetaan secara partisipatif.
4)Mengakomodasikan sistem pertanahan yang cocok bagi
petani dan masyarakat adat.
5)Pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat.
6)Memfasilitasi proses-proses pengembalian/restitusi bukan
hanya kompensasi hak-hak masyarakat adat yang “diambil”.
5
Pada akhirnya :
Penyerahan wewenang secara utuh kepada Kabupaten
untuk mengatur
masalah pertanahan secara
komprehensif. Pendekatan sektoral bertentangan
dengan prinsip TAP MPR No. IX/MPR/2001.
Penghormatan, pengakuan, perlindungan serta pemajuan
hak-hak masyarakat adat atas tanah dan Sumber Daya
Alam (sesuai dengan Pasal 18 dan 28 Amandemen II
UUD 1945). Pembentukan Badan Penyelesaian
Sengketa Pertanahan dengan segera (Mandat TAP MPR
No. IX/MPR/2001). Melakukan dialog tentang sistem
pertanahan yang cocok bagi masyarakat adat, petani
yang sesuai dengan aspirasi rakyat dan sejalan dengan
perkembangan
kebijakan
nasional
terkini
dan
perangkat-perangkat Internasional.
6
Dalam rangka melaksanakan Tap MPR No. IX/MPR/2001, dikeluarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 34 Tahun 2003 tentang
Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan.
Kebijakan nasional yang
ditetapkan adalah:
1.Penyusunan RUU Penyempurnaan UU No. 5 Tahun 1960 dan RUU Hak
Atas Tanah serta peraturan perundang-undangan lainnya di bidang
pertanahan
2.Pembangunan sistem informasi dan manajemen pertanahan yang
meliputi:
3.Penyusunan
basis
data
tanah-tanah
asset
Negara/pemerintah/pemerintah daerah di seluruh Indonesia, penyiapan
aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan
penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah, yang
dihubungkan dengan e-government, e-commerce, dan e-payment,
pemetaan kadastral dalam rangka inventarisasi dan registrasi penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan menggunakan
teknologi citra satelit dan teknologi informasi, dan pembangunan serta
pengembangan pengelolaan penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui
sistem informasi geografi, dengan mengutamakan penetapan zona sawah
beririgasi, dalam rangka memelihara ketahanan pangan nasional
7
Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003
tersebut dinyatakan kewenangan pemerintah di bidang
pertanahan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
meliputi
kewenangan
pemberian
izin
lokasi,
penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan, penyelesaian sengketa tanah garapan,
penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah
untuk pembangunan, penetapan subyek dan obyek
redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan
maksimum dan tanah absentee, penetapan dan
penyelesaian masalah tanah ulayat, pemanfaatan dan
penyelesaian masalah tanah kosong, pemberian izin
membuka tanah, dan perencanaan penggunaan tanah
wilayah Kabupaten/Kota. Dalam rangka pelaksanaan
kewenangan tersebut, Badan Pertanahan Nasional
menyusun
norma-norma
dan/atau
standardisasi
mekanisme
ketatalaksanaan,
kualitas
produk
dan
kualifikasi sumber daya manusia yang diperlukan.
8
Ada perbedaan antara Sengketa pertanahan, konflik pertanahan dan
perkara pertanahan. Di dalam pasal 1 Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional RI No. 3 Tahun 2011 disebutkan sebagai berikut :
Sengketa Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara
orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak
berdampak luas secara sosio-politis.
Konflik Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang
perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau
lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak
luas secara sosio-politis.
Perkara pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang
penyelesaiannya dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan
lembaga
peradilan
yang
masih
dimintakan
penanganan
perselisihannya di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
Gelar Kasus Pertanahan adalah mekanisme kelembagaan Badan
Pertanahan Nasional RI dalam rangka penanganan dan/atau
penyelesaian Kasus Pertanahan.
9
Status pemilikan tanah
Status penguasaan tanah
Ganti rugi pembebasan
Status penggunaan
10
Masyarakat vis a vis pemerintah
Masyarakat vis a vis pengusaha
Sesama masyarakat
11
Dasar Hukum Penyelesaian
Sengketa
1. Musyawarah
Pancasila
UUD ‘45
2. Melalui
peradilan
3. Arbitrase -
Alternatif
Penyelesaian
Sengketa
UU No. 4/2004
-Peradilan Umum
Hukum Acara Perdata (HIR)
UU 30/1999
Hukum Acara Pidana (KUHAP)
-Peradilan TUN
Hukum Acara TUN (UU No. 9/2004)
-Peradilan Agama
Hukum Acara Peradilan Agama
-Peradilan Militer
Hukum Acara Peradilan Militer
12
Perspektif Hukum Penyelesaian Sengketa
Pertanahan
Undang Undang mengenai penyelesaian sengketa
tanah
Isi a.l.:
1. Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa
Tanah termasuk struktur organisasi, termasuk di
daerah dan tata cara kerjanya
2. Alternatif penyelesaian sengketa
- mediasi
- negosiasi
- konsiliasi
3. Pembentukan Arbitrase
4. Dll.
Masing-masing item ditindaklanjuti oleh Peraturan
Pemerintah Peraturan Daerah dan SK-SK Bupati.
13
PERBANDINGAN ANTARA PERUNDINGAN, ARBITRASE, DAN
LITIGASI
Proses
Perundingan
Arbitrase
Litigasi
Yang mengatur
Para pihak
(parties)
Arbiter
Hakim
Prosedur
Informal
Agak formal sesuai
dengan rule
Sangat formal dan
teknis
Jangka waktu
Segera (3 – 6
minggu)
Agak cepat (3 – 6
bulan)
Lama (2 tahun
lebih)
Biaya
Murah (low cost)
Terkadang sangat
mahal
Sangat mahal
(expensive)
Aturan pembuktian
Tidak perlu
Agak informal
Sangat formal dan
teknis
Publikasi
Konfidensial
Konfidensial
Terbuka untuk
umum
Hubungan para
pihak
Kooperatif
Antagonistis
Antagonistis
Fokus Penyelesaian
For the future
Masa lalu (the
past)
Masa lalu (the
past)
Metode negosiasi
Kompromis
Sama keras pada
prinsip hukum
Sama keras pada
prinsip hukum
Komnunikasi
Memperbaiki yang
sudah lalu
Jalan buntu
(blocked)
Jalan buntu
(blocked)
Result
Win-win
Win-lose
Win-lose
14
Solusi komprehensif yang dapat dilakukan mencakup
dua hal yaitu mengenai penyempurnaan peraturannya,
dan
memperbaiki
hal-hal
di
luar
peraturan.
Penyempurnaan peraturan perlu segera dilakukan dalam
hal ini segera melaksanakan perintah Tap MPR No.
IX/MPR/2001, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Tap MPR
tersebut yaitu menyempurnakan kajian ulang terhadap
berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor.
Selain itu perlu segera disusun UU Hak Atas Tanah.
Disamping itu segera melakukan harmonisasi hukum di
bidang agraria dengan bertitik tolak pada UUPA sebagai
ketentuan
dasar
penyelenggaraan
keagrariaan
Indonesia.
15
Sedangkan di luar peraturan, yang perlu dilakukan antara lain:
1. Melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia untuk
memberi jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum
bagi pemegang hak, menyediakan informasi kepada pihak-pihak
yang berkepentingan agar dengan mudah dapat memperoleh
data yang diperlukan, dan untuk mewujudkan tertib administrasi
pertanahan.
2.
Penggunaan Alternatif Penyelesaian Sengketa dengan cara
mediasi untuk menyelesaikan sengketa tanah mempunyai segi
positif mengingat waktunya singkat, biaya ringan dan
prosedurnya sederhana.
3. Mengaktifkan peran
Badan Pertanahan Nasional dalam
penyelesaian kasus pertanahan. Kasus pertanahan adalah
sengketa, konflik, atau perkara pertanahan yang disampaikan
kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk
mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan
nasional.
16
III.
PENUTUP
a.
Kesimpulan
1. Timbulnya sengketa pertanahan disebabkan
adanya benturan-benturan kepentingan antara
pihak yang hendak menguasai tanah dan pihak
yang mempunyai hak dan kepentingan atas
tanah yang juga dipengaruhi oleh peraturan
perundangan dan kebijakan Pemerintah yang
tumpang tindih.
2. Cara-cara penyelesaian sengketa pertanahan
dapat dilaksanakan melalui musyawarah, Badan
Peradilan, Arbitrase dan Alternatip Penyelesaian
Sengketa (APS). Cara-cara arbitrase dan APS
lebih dianjurkan untuk mencegah konflik yang
berkepanjangan yang secara umum telah diatur
dalam peraturan perundangan.
17
3. Penyelesaian tumpang tindih antara instansiinstansi Pemerintah harus diselesaikan secara
musyawarah atau melalui instansi yang lebih
tinggi.
4. Dalam menyelesaikan sengketa pertanahan
yang penting adalah bukan caranya, akan
tetapi pemahaman tentang sumber, asas
ketentuan serta penerapan asas dan ketentuan
tersebut dalam menyelesaikan sengketa.
18
B.
Saran
1.
Perlu segera dibuatkan peraturan perundangan
tentang penyelesaian sengketa pertanahan mulai
dari UU, PP, Perda sampai dengan SK Bupati.
2.
Dalam rangka penyelesaian sengketa pertanahan,
perlu adanya peran serta semua pihak, yaitu:
a. Pihak yang memerlukan tanah;
b.
Masyarakat yang tanahnya terkena pembangunan;
c.
Pemerintah Daerah dan
d.
Pimpinan informal/ketua-ketua masyarakat hukum
adat
3.
Pemerintah Daerah sebagai mediator independen
(tidak memihak)
19
4. Komitmen kuat dari DPRD untuk membantu
masyarakat
5. Membuka saluran keluhan warga sebelum
terjadi konflik
6. Para pihak harus membangun komunikasi yang
intensif
7. Sosialisasi dan monitoring kesepakatan
8. Pilihan kompensasi yang bersifat sustainable
9. Akses masyarakat terhadap tanah dan
sumberdaya alam tidak putus
10. Perlu ada pemahaman dan pengetahuan yang
setara mengenai hukum di antara para pihak.
20
11. Keputusan diambil secara suka rela dan tidak
dimanipulasi
12. Mediator
memahami
masyarakat setempat
13. Identifikasi
konflik
sumber,
aktor
sosio-budaya
dan
cakupan
14. Mengajukan pilihan prioritas penyelesaian
konflik
15. Aspek-aspek pendukung penyelesaian konflik
16. Diperlukan hakim yang mendalami satu
bidang spesialisasi di samping seorang
generalis melalui pelatihan, pendidikan
lanjutan dan pengembangan analisis kasus
21
I. KEBIJAKAN PERTANAHAN NASIONAL DAN
IMPLEMENTASINYA
Sejalan dengan perkembangan yang terjadi, kebijakan pertanahan
diatur dalam Tap MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Pembaruan agraria mencakup
suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan
kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
sumber daya agraria, dilaksanakan dalam rangka tercapainya
kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran
bagi seluruh rakyat.
Arah Kebijakan Pembaruan
IX/MPR/2001 tersebut adalah:
Agraria
menurut
Tap
MPR
No.
1.Melakukan pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan agraria dalam rangka
sinkronisasi kebijakan antar sektor demi terwujudnya peraturan
perundang-undangan yang didasarkan pada prinsip-prinsip.
2.
Melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan pemanfaatan tanah (landreform) yang berkeadilan
dengan memperhatikan kepemilikan tanah untuk rakyat.
2
3. Menyelenggarakan
pendataan
pertanahan
melalui
inventarisasi pemanfaatan tanah secara komprehensif dan
sistematis dalam rangka pelaksanaan landreform.
4. Menyelesaikan
konflik-konflik
yang
berkenaan
dengan sumber daya agraria yang timbul selama ini
sekaligus dapat mengantisipasi potensi konflik di
masa mendatang guna menjamin terlaksananya
penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsipprinsip.
5. Memperkuat kelembagaan dan kewenangannya
dalam rangka mengemban pelaksanaan pembaruan
agraria dan menyelesaikan konflik-konflik yang
berkenaan dengan sumber daya agraria yang terjadi.
6. Mengupayakan dengan sungguh-sungguh pembiayaan
dalam melaksanakan program pembaruan agraria dan
penyelesaian konflik-konflik sumber daya agraria yang
terjadi.
3
ARAH PENGELOLAAN SUMBER-SUMBER AGRARIA
MASA LALU
4. Konflik & Keresahan
3. Ketimpangan
Struktur Agraria
2. Degradasi sumbersumber agraria &
dehumanisasi
TRANSISI
Keadilan
Transisional
Agraria
Sumber
Berbasis
1. Politik ekonomi
penyangkalan
Reforma
Pengelolaan
MASA DEPAN
Kepastian Hak
Keadilan Agraria
Environmental
Governance
Daya Alam
Masyarakat
Reorientasi
Srategi
Politik Ekonomi
Pemberdayaan
4
Berdasarkan TAP MPR No. IX/MPR/2001, apa yang dapat
dilakukan Pemerintah Daerah untuk memberikan kepastian
atas tanah dan Sumber Daya Alam ?
Diusulkan :
1) Inventarisasi dan identifikasi kesatuan masyarakat adat dan
wilayah adat secara partisipatif.
2)Redefinisi atau rasionalisasi kawasan hutan.
3)Penataan batas dan pemetaan secara partisipatif.
4)Mengakomodasikan sistem pertanahan yang cocok bagi
petani dan masyarakat adat.
5)Pengelolaan sumber daya alam berbasis masyarakat.
6)Memfasilitasi proses-proses pengembalian/restitusi bukan
hanya kompensasi hak-hak masyarakat adat yang “diambil”.
5
Pada akhirnya :
Penyerahan wewenang secara utuh kepada Kabupaten
untuk mengatur
masalah pertanahan secara
komprehensif. Pendekatan sektoral bertentangan
dengan prinsip TAP MPR No. IX/MPR/2001.
Penghormatan, pengakuan, perlindungan serta pemajuan
hak-hak masyarakat adat atas tanah dan Sumber Daya
Alam (sesuai dengan Pasal 18 dan 28 Amandemen II
UUD 1945). Pembentukan Badan Penyelesaian
Sengketa Pertanahan dengan segera (Mandat TAP MPR
No. IX/MPR/2001). Melakukan dialog tentang sistem
pertanahan yang cocok bagi masyarakat adat, petani
yang sesuai dengan aspirasi rakyat dan sejalan dengan
perkembangan
kebijakan
nasional
terkini
dan
perangkat-perangkat Internasional.
6
Dalam rangka melaksanakan Tap MPR No. IX/MPR/2001, dikeluarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 34 Tahun 2003 tentang
Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan.
Kebijakan nasional yang
ditetapkan adalah:
1.Penyusunan RUU Penyempurnaan UU No. 5 Tahun 1960 dan RUU Hak
Atas Tanah serta peraturan perundang-undangan lainnya di bidang
pertanahan
2.Pembangunan sistem informasi dan manajemen pertanahan yang
meliputi:
3.Penyusunan
basis
data
tanah-tanah
asset
Negara/pemerintah/pemerintah daerah di seluruh Indonesia, penyiapan
aplikasi data tekstual dan spasial dalam pelayanan pendaftaran tanah dan
penyusunan basis data penguasaan dan pemilikan tanah, yang
dihubungkan dengan e-government, e-commerce, dan e-payment,
pemetaan kadastral dalam rangka inventarisasi dan registrasi penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah dengan menggunakan
teknologi citra satelit dan teknologi informasi, dan pembangunan serta
pengembangan pengelolaan penggunaan dan pemanfaatan tanah melalui
sistem informasi geografi, dengan mengutamakan penetapan zona sawah
beririgasi, dalam rangka memelihara ketahanan pangan nasional
7
Dalam Pasal 2 Keputusan Presiden No. 34 Tahun 2003
tersebut dinyatakan kewenangan pemerintah di bidang
pertanahan dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota
meliputi
kewenangan
pemberian
izin
lokasi,
penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan, penyelesaian sengketa tanah garapan,
penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan tanah
untuk pembangunan, penetapan subyek dan obyek
redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan
maksimum dan tanah absentee, penetapan dan
penyelesaian masalah tanah ulayat, pemanfaatan dan
penyelesaian masalah tanah kosong, pemberian izin
membuka tanah, dan perencanaan penggunaan tanah
wilayah Kabupaten/Kota. Dalam rangka pelaksanaan
kewenangan tersebut, Badan Pertanahan Nasional
menyusun
norma-norma
dan/atau
standardisasi
mekanisme
ketatalaksanaan,
kualitas
produk
dan
kualifikasi sumber daya manusia yang diperlukan.
8
Ada perbedaan antara Sengketa pertanahan, konflik pertanahan dan
perkara pertanahan. Di dalam pasal 1 Peraturan Kepala Badan
Pertanahan Nasional RI No. 3 Tahun 2011 disebutkan sebagai berikut :
Sengketa Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara
orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak
berdampak luas secara sosio-politis.
Konflik Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang
perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau
lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak
luas secara sosio-politis.
Perkara pertanahan adalah perselisihan pertanahan yang
penyelesaiannya dilaksanakan oleh lembaga peradilan atau putusan
lembaga
peradilan
yang
masih
dimintakan
penanganan
perselisihannya di Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.
Gelar Kasus Pertanahan adalah mekanisme kelembagaan Badan
Pertanahan Nasional RI dalam rangka penanganan dan/atau
penyelesaian Kasus Pertanahan.
9
Status pemilikan tanah
Status penguasaan tanah
Ganti rugi pembebasan
Status penggunaan
10
Masyarakat vis a vis pemerintah
Masyarakat vis a vis pengusaha
Sesama masyarakat
11
Dasar Hukum Penyelesaian
Sengketa
1. Musyawarah
Pancasila
UUD ‘45
2. Melalui
peradilan
3. Arbitrase -
Alternatif
Penyelesaian
Sengketa
UU No. 4/2004
-Peradilan Umum
Hukum Acara Perdata (HIR)
UU 30/1999
Hukum Acara Pidana (KUHAP)
-Peradilan TUN
Hukum Acara TUN (UU No. 9/2004)
-Peradilan Agama
Hukum Acara Peradilan Agama
-Peradilan Militer
Hukum Acara Peradilan Militer
12
Perspektif Hukum Penyelesaian Sengketa
Pertanahan
Undang Undang mengenai penyelesaian sengketa
tanah
Isi a.l.:
1. Pembentukan Badan Penyelesaian Sengketa
Tanah termasuk struktur organisasi, termasuk di
daerah dan tata cara kerjanya
2. Alternatif penyelesaian sengketa
- mediasi
- negosiasi
- konsiliasi
3. Pembentukan Arbitrase
4. Dll.
Masing-masing item ditindaklanjuti oleh Peraturan
Pemerintah Peraturan Daerah dan SK-SK Bupati.
13
PERBANDINGAN ANTARA PERUNDINGAN, ARBITRASE, DAN
LITIGASI
Proses
Perundingan
Arbitrase
Litigasi
Yang mengatur
Para pihak
(parties)
Arbiter
Hakim
Prosedur
Informal
Agak formal sesuai
dengan rule
Sangat formal dan
teknis
Jangka waktu
Segera (3 – 6
minggu)
Agak cepat (3 – 6
bulan)
Lama (2 tahun
lebih)
Biaya
Murah (low cost)
Terkadang sangat
mahal
Sangat mahal
(expensive)
Aturan pembuktian
Tidak perlu
Agak informal
Sangat formal dan
teknis
Publikasi
Konfidensial
Konfidensial
Terbuka untuk
umum
Hubungan para
pihak
Kooperatif
Antagonistis
Antagonistis
Fokus Penyelesaian
For the future
Masa lalu (the
past)
Masa lalu (the
past)
Metode negosiasi
Kompromis
Sama keras pada
prinsip hukum
Sama keras pada
prinsip hukum
Komnunikasi
Memperbaiki yang
sudah lalu
Jalan buntu
(blocked)
Jalan buntu
(blocked)
Result
Win-win
Win-lose
Win-lose
14
Solusi komprehensif yang dapat dilakukan mencakup
dua hal yaitu mengenai penyempurnaan peraturannya,
dan
memperbaiki
hal-hal
di
luar
peraturan.
Penyempurnaan peraturan perlu segera dilakukan dalam
hal ini segera melaksanakan perintah Tap MPR No.
IX/MPR/2001, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Tap MPR
tersebut yaitu menyempurnakan kajian ulang terhadap
berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
agraria dalam rangka sinkronisasi kebijakan antar sektor.
Selain itu perlu segera disusun UU Hak Atas Tanah.
Disamping itu segera melakukan harmonisasi hukum di
bidang agraria dengan bertitik tolak pada UUPA sebagai
ketentuan
dasar
penyelenggaraan
keagrariaan
Indonesia.
15
Sedangkan di luar peraturan, yang perlu dilakukan antara lain:
1. Melaksanakan pendaftaran tanah di seluruh Indonesia untuk
memberi jaminan kepastian hukum dan perlindungan hukum
bagi pemegang hak, menyediakan informasi kepada pihak-pihak
yang berkepentingan agar dengan mudah dapat memperoleh
data yang diperlukan, dan untuk mewujudkan tertib administrasi
pertanahan.
2.
Penggunaan Alternatif Penyelesaian Sengketa dengan cara
mediasi untuk menyelesaikan sengketa tanah mempunyai segi
positif mengingat waktunya singkat, biaya ringan dan
prosedurnya sederhana.
3. Mengaktifkan peran
Badan Pertanahan Nasional dalam
penyelesaian kasus pertanahan. Kasus pertanahan adalah
sengketa, konflik, atau perkara pertanahan yang disampaikan
kepada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuk
mendapatkan penanganan penyelesaian sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan dan/atau kebijakan pertanahan
nasional.
16
III.
PENUTUP
a.
Kesimpulan
1. Timbulnya sengketa pertanahan disebabkan
adanya benturan-benturan kepentingan antara
pihak yang hendak menguasai tanah dan pihak
yang mempunyai hak dan kepentingan atas
tanah yang juga dipengaruhi oleh peraturan
perundangan dan kebijakan Pemerintah yang
tumpang tindih.
2. Cara-cara penyelesaian sengketa pertanahan
dapat dilaksanakan melalui musyawarah, Badan
Peradilan, Arbitrase dan Alternatip Penyelesaian
Sengketa (APS). Cara-cara arbitrase dan APS
lebih dianjurkan untuk mencegah konflik yang
berkepanjangan yang secara umum telah diatur
dalam peraturan perundangan.
17
3. Penyelesaian tumpang tindih antara instansiinstansi Pemerintah harus diselesaikan secara
musyawarah atau melalui instansi yang lebih
tinggi.
4. Dalam menyelesaikan sengketa pertanahan
yang penting adalah bukan caranya, akan
tetapi pemahaman tentang sumber, asas
ketentuan serta penerapan asas dan ketentuan
tersebut dalam menyelesaikan sengketa.
18
B.
Saran
1.
Perlu segera dibuatkan peraturan perundangan
tentang penyelesaian sengketa pertanahan mulai
dari UU, PP, Perda sampai dengan SK Bupati.
2.
Dalam rangka penyelesaian sengketa pertanahan,
perlu adanya peran serta semua pihak, yaitu:
a. Pihak yang memerlukan tanah;
b.
Masyarakat yang tanahnya terkena pembangunan;
c.
Pemerintah Daerah dan
d.
Pimpinan informal/ketua-ketua masyarakat hukum
adat
3.
Pemerintah Daerah sebagai mediator independen
(tidak memihak)
19
4. Komitmen kuat dari DPRD untuk membantu
masyarakat
5. Membuka saluran keluhan warga sebelum
terjadi konflik
6. Para pihak harus membangun komunikasi yang
intensif
7. Sosialisasi dan monitoring kesepakatan
8. Pilihan kompensasi yang bersifat sustainable
9. Akses masyarakat terhadap tanah dan
sumberdaya alam tidak putus
10. Perlu ada pemahaman dan pengetahuan yang
setara mengenai hukum di antara para pihak.
20
11. Keputusan diambil secara suka rela dan tidak
dimanipulasi
12. Mediator
memahami
masyarakat setempat
13. Identifikasi
konflik
sumber,
aktor
sosio-budaya
dan
cakupan
14. Mengajukan pilihan prioritas penyelesaian
konflik
15. Aspek-aspek pendukung penyelesaian konflik
16. Diperlukan hakim yang mendalami satu
bidang spesialisasi di samping seorang
generalis melalui pelatihan, pendidikan
lanjutan dan pengembangan analisis kasus
21