News PUSAKA Edisi 1 Juli 2013 Final

Edisi I Juli 2013

BERITA

Pusaka

“Kaka ni dgn Vitalis,
saya pu anak yang sakit tuh
su meninggal”

Kompleks Rawa Bambu I, Jl. B No. 6 B, Pasar Minggu,
Jakarta Selatan, Indonesia. Telpon/Fax: 021 7892137

Libatkan Masyarakat dalam Penyusunan
Raperda Pemberdayaan Masyarakat Adat
9 Juli 2013, Lebih dari 100 warga masyarakat adat Dayak yang berasal
dari 28 kampung, 5 kecamatan, di Kab. Kapuas, Prov. Kalimantan
Tengah, menghadiri Lokakarya dan Dialog yang berlangsung selama
dua hari, 8 dan 9 Juli 2013, di Hotel Permatan Inn, Kota Kuala Kapuas.
Pertemuan ini difasilitasi oleh PUSAKA dan YPD, dengan tema:
"Mewujudkan Pemenuhan Hak Masyarakat atas Tanah dan Revitalisasi

Otoritas, Peran dan Fungsi Kelembagaan Masyarakat Adat di
Kabupaten Kapuas, Prov. Kalimantan Tengah.
Kasubid Hukum Pemda Kapuas, Sumadi, mengungkap dukungan
Bupati Kapuas terhadap Program Legislasi 2012 tentang inisiatif DPRD
menyusun Rancangan Perda Pemberdayaan Kelembagaan Adat. "Hal
ini sesuai aturan Perda Prov. Kalteng No. 16 thn 2008 dan Perda
Kapuas No. 5 thn 2005 ttg Kelembagaan Adat Dayak, serta tuntutan
masyarakat adat Dayak", kata Sumadi.
Ewal Dianson, Ketua BAHAMAD (Barisan Pertahanan Masy. Adat
Dayak) saat berdialog dengan pejabat Asisten II Pemda Kapuas, Kasi
Pemetaan Hutan, Ketua Komisi I DPRD Kapuas, Kasi. Pengaturan dan
Penataan Tanah BPN Kapuas, mengungkapkan dan menegaskan
tuntutan masyarakat untuk dilibatkan dalam penyusunan dan
pembahasan Raperda Kelembagaan Adat dan Hak atas Tanah.
Timotius Mahar, Ketua Komisi I DPRD Kapuas, menyanggupi tuntutan
masyarakat dan akan mengundang tokoh masyarakat Dayak, Damang
dan Mantir dalam RDP penyusunan naskah akademik Raperda
Kelembagaan Adat.
Lokakarya ini menghasilkan Surat Rekomendasi (Lihat halaman 4)
yang memuat tujuh rekomendasi kepada Pemda Kapuas, DPRD

Kapuas dan SKPD terkait, antara lain juga mendesak Pemda melibatkan perwakilan tokoh masyarakat dalam Tim Evaluasi dan Mediasi
atas Ijin Perusahaan Perkebunan di Kapuas. (ANK)

Hentikan Sementara Aktivitas PBS,
KFCP dan BOS Mawas
9 Juli 2013, Tokoh Masyarakat Dayak, Dehen M Hedek, mendesak
Pemda Kapuas mengeluarkan kebijakan untuk menghentikan
sementara aktivitas perusahaan besar swasta (PBS) yang beroperasi
di perkebunan sawit dan pertambang di Kabupaten Kapuas.
Kebijakan ini hanya berlangsung sementara waktu saja hingga ada
kejelasan hasil penilaian dari Tim Audit ijin perusahaan, kata Dehen.
Jika terdapat perusahaan yang melanggar berikan sangsi dan
menyelesaikan sengketa dengan warga setempat. Demikian pula
dengan proyek konservasi BOS Mawas dan KFCP yang bersengketa
dengan warga harus dievaluasi dan dihentikan sementara.
Ada 31 PBS perkebunan kelapa sawit di Kapuas dan baru satu perusahaan kebun sawit yang lahannya "clear and clean", PT. Graha Inti Jaya,
lainnya bersengketa dengan warga, kata Ari Nursasongko, Kasi
Pengaturan dan Penataan Pertanahan BPN Kapuas.
Perusahaan beroperasi hingga pinggiran DAS Kapuas dan dalam
kawasan hutan lindung yang melanggar ketentuan. (ANK)


Informasi Alamat Pengaduan
Adukan permasalahan anda ke Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
melalui Nomor SMS 9949 dan Kontak Pos 9949, Jakarta 10000.
Kategori pengaduan yang diprioritaskan, yakni menyangkut korupsi,
narkotik dan obat-obatan berbahaya (narkoba), serta tanggung jawab
pemerintah dalam kesejahteraan masyarakat.
Jangan lupa! cantumkan identitas diri yang lengkap.

Dalam Lima Bulan sudah Lima Anak Meninggal
di Kampung Zanegi
Pagi, tanggal 24 Juni 2013, Vitalis Gebze, warga Zanegi dari camp SIS,
Medco, di Mayo, Kali Bian, mengirimkan SMS berita duka: “Kaka ini
dengan Vitalis ni, saya sampaikan saya pu anak yang sakit tuh sudah
meninggal”. Agustina, 3 tahun
Tahun 2013 (Januari – Juni) ini sudah ada lima anak kecil meninggal
di Kampung Zanegi, dengan penyakit yang sama. Warga sendiri tidak
punya istilah untuk penyakit baru itu. Gossip beredar menyebut
bahwa penyakit tidak wajar timbul karena “suanggi” (santet).
Sewaktu berkunjung ke Zanegi akhir Mei, Tim PUSAKA banyak menemukan anak-anak yang sakit di Zanegi, seperti: muntah berak, infeksi

saluran pernapasan, kulit gatal-gatal dan gejala burung lapar.
Mama-mama di Zanegi menceritakan penyakit ini muncul dan meningkat setelah adanya perusahaan Hutan Tanaman Industri
PT. Selaras Inti Semesta (Medco).
Leo Moyuend, aktivis Forum Intelektual Malind (SSUMAWOMA) dari
Merauke melaporkan kasus penderitaan busung lapar kekurangan
gizi yang dialami anak-anak di Distrik Ilwayab dan Okaba. Fasilitas
kesehatan sangat minim didaerah tersebut, sehingga korban tidak
dapat tertangani dengan baik. Diinformasikan pula, meluasnya
wabah penyakit muntaber dan malaria di Meraueke.
Kondisi iklim yang tidak menentu dan perubahan lingkungan sangat
mempengaruhi kondisi kesehatan anak-anak, kata Leo Moyuend.

SKTA Memperkuat Hak Masyarakat atas Tanah
Juli 2013, Semenjak Mei 2013, beberapa warga di Desa Tambak Bajai,
Kecamatan Dadahup, terlibat melakukan kegiatan identifikasi dan
verifikasi tanah diwilayah mereka yang telah dicaplok, yang sudah
dan belum digarap oleh perusahaan perkebunan sawit PT. GAL
(Globalindo Agung Lestari). Tim menemukan ada sekitar 33 ha lahan
yang belum tergarap PT. GAL.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan SK Menhut 292

tahun 2011 tentang perubahan dan peruntukkan kawasan hutan di
Kalteng dan SK Menhut 529 tahun 2012 tentang penunjukkan kawasan hutan, kawasan hutan di Desa Tambak Bajai, termasuk dalam
Hutan Lindung dan Areal Pemanfaatan Lain, namun hal ini bisa
dimanfaatkan untuk kepentingan hutan desa, sebagaimana diatur
dalam ketentuan Hutan Desa, ungkap Herry, Direktur Yayasan Tanjung
Taharung, yang memfasilitasi kegiatan pemetaan SKTA (Surat Keterangan Tanah Adat) di Desa Tambak Bajai.
Masyarakat setempat bersama Kepala Desa, sepakat melakukan pemetaan dilahan seluas 33 ha yang akan digunakan untuk mendapatkan SKTA. Pemetaan SKTA ini dilakukan untuk memperkuat hak
masyarakat atas tanah yang dikuasai warga di Tambak Bajai. Mereka
merencanakan untuk menjadi kawasan hutan gambut didarah ini
sebagai areal perkebunan rakyat dan kawasan hutan lindung milik
masyarakat.
Warga mengusulkan kawasan hutan yang belum tergarap oleh perusahaan perkebunan sawit PT. GAL diserahkan kepada masyarakat
untuk pengembangan hutan desa dengan fungsi lindung dan pengembangan kebun karet rakyat.
Kegiatan serupa juga berlangsung di Desa Katunjung, Kecamatan
Mantangai, warga setempat bersama Mantir Desa melakukan pemetaan untuk pembuatan SKTA dikawasan hutan gambuat seluas
1.000 ha. Lahan tersebut direncanakan untuk ditanami karet dan
fungsi lindung. Lahan ber SKTA ini juga akan digunakan untuk menghambat perusahaan perkebunan sawit yang merampas tanah-tanah
rakyat setempat. (ANK)
1


Berita Pusaka, Edisi I Juli 2013

Masyarakat Domande Tolak Uang
Kompensasi Kayu PT. Karyabumi Papua
14 Juli 2013, Masyarakat Kampung Domande, Distrik Malind,
Merauke, menolak pembayaran uang kompensasi ganti rugi
kayu sebesar Rp. 33,646,650 dari perusahaan perkebunan
tebu PT. Karyabumi Papua, anak perusahaan Rajawali Group.
Menurut Hubertus Kaize, warga Domande, nilai tersebut
berdasarkan luas areal pembukaan hutan seluas 279,68 ha,
untuk pembuatan jalan dan lahan kebun tebu.
Perusahaan tidak juga memberikan informasi dokumen Ijin
Pemanfaatan Kayu (IPK) kepada masyarakat yang memuat
data survei jumlah kubikasi kayu yang digunakan. (ANK)

Aktivis LSM Belantara di Sorong
Terintimidasi Anggota TNI AL
Senin siang, 15 Juli 2013, seseorang yang mengakui sebagai
anggota TNIAL, berinisial MY, berkunjung ke kantor Belantara,
dengan cara tidak normal. MY masuk pintu samping kantor

dan langsung ke dapur. MY mengaku ingin berkenalan
dengan para aktivis, lalu menanyakan dan menyebut
beberapa nama aktivis yang ingin ditemui.
MY menanyakan dan meminta informasi pengurus Belantara
kepada Max Binur, pimpinan Belantara, yang bertemu dengan
MY. Lalu, MY menanyakan jabatan, status keluarga, pendidikan dan meminta nama pengurus Belantara.
Aksi MY ini membuat Max Binur merasa terintimidasi. “Sudah
lima tahun tidak ada anggota Polri dan TNI yang mendatangi
Belantara, masuk dengan cara tidak pantas dan meminta info
data pengurus Belantara”, kata Max Binur. Aksi MY ini diduga
ada hubungannya dengan aktivitas Max Binur dan Belantara
dalam mengungkap kasus pemilik rekening gendut Labora
Sitorus dari bisnis kayu gelap, investigasi perusahaan penembakan kayu PT. Bangun Kayu Irian, Aimas berdarah, dan
sebagainya, yang sedang hangat terjadi di daerah Sorong
dan sekitarnya.
Max juga mencurigai latar belakang identitas dan kepentingan MY, karena MY memperkenalkan sebagai anggota TNI AL
yang baru bertugas dua minggu di Sorong dan mengaku
menggunakan pesawat Pelita Air, padahal tidak ada penerbangan dari Jakarta ke Sorong. MY juga mengajak Belantara
untuk berbisnis tanah. (ANK)


Pos Jaga KFCP Terbakar
Jumat, 21 Juni 2013, hari menjelang malam, warga melaporkan
kejadian kebakaran pos KFCP di Desa Kalumpang, Kecamatan
Mantangai. Warga setempat tidak mengetahui penyebab terbakarnya pos tersebut dan tidak ada warga yang melakukan pembakaran
lahan disekitar lokasi. Kejadian kebakaran diduga berhubungan
dengan protes warga terhadap proyek REDD atau ada motif lain,
tidak dimengerti.
Belum tuntas warga mengusut kejadian kebakaran Pos jaga KFCP,
pada tanggal 5 Juli 2013, warga kembali mendapat kejutan baru
yakni ditemukannya 8 pos jaga KFCP yang telah terbongkar, papan
dan atap sudah terbongkar. Seperti kejadian sebelumnya, tidak
diketahui motifnya dan tidak ada kejelasan warga mana yang melakukannya. Hanya saja, warga setempat sedang kesal dengan kehadiran proyek KFCP yang menimbulkan ketidakharmonisan dalam
masyarakat.
Sedangkan di Desa Sei Ahas, warga setempat resah karena rencana
proyek penutupan jalan akses mereka ke ladang dan hutan melalui
saluran ‘tatas’. Kisruh soal rencana penutupan tatas ini proyek KFCP
masih pro dan kontra. Warga yang menolak proyek penabatan kanal
tersebut merasa dirugikan dan terkena dampak mengurangi pendapatan dan mata pencaharian warga. (AP)

IAFCP selalu mangkir diundang dalam RDP

9 Juli 2013, Masyarakat disekitar areal proyek KFCP (Kalimantan
Forest Climate Partnership) di Mantangai, Kapuas, sudah sering
mengadukan permasalahan KFCP ke DPRD Kapuas. Sudah ada dua
kali, anggota DPRD mengundang pihak KFCP tetapi tidak ada juga
penjelasan yang memuaskan dan tidak ada penyelesaian karena
pihak yang bertanggung jawab mengambil keputusan proyek
masih ada lagi, yakni panitia pengarah IAFCP (Indonesia Australian
Forest Carbon Partnership).
“Kami sudah memanggil beberapa kali pihak deputi IAFCP untuk
menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) membahas keluhan
masyarakat tentang proyek KFCP, tetapi pihak IAFCP malah mangkir
dan tidak pernah datang”, kata Timotius Mahar, anggota Komisi I
DPRD Kabuaten Kapuas. Timotius mencurigai proyek KFCP berhubungan dengan praktik pencucian uang dan menganggap hal ini
tidak benar.
Pemda Kapuas melalui Bappeda juga dilibatkan dalam Kelompok
Kerja proyek KFCP, tapi tidak pernah dilibatkan dan dilaporkan
proyeknya. “Pemerintah dan DPRD dilibatkan jika ada masalah”, kata
Timotius, yang dihadapan peserta lokakarya di Permata Inn Hotel
berkomitmen untuk memanggil kembali KFCP dan IAFCP, dan
pemerintah daerah, dalam hal ini BAPPEDA yang dianggap bertanggung jawab terhadap proyek KFCP. “Proyek KFCP mau ditutup, tapi

kami tidak tahu”, kata Timotius.
Hingga hari ini, proyek konservasi BOS Mawas dan KFCP tidak jelas
wilayahnya dimana, sehingga menyulitkan dan membatasi akses
masyarakat untuk memanfaatkan hasil hutan setempat. Daerah
contoh proyek konservasi pun disitu saja dan dikelola melibatkan
pihak asing, ada apa disana? Tanya Eliezer Timbung, yang mencurigai daerah tersebut terkandung kekayaan alam potensial. (ANK)

“Kampung kami hanya tempat
cari duit saja bagi KFCP, sementara
masyarakat tidak dapat apa-apa, proyek habis
maka habis juga upah yang masyarakat
dapat sebagai buruh di tanah sendiri”
Jalangkung KFCP: Datang Tidak Diundang
Pergi Meninggalkan Masalah
Proyek KFCP datang tidak ada informasi dan tanpa undangan, mencaplok dan menanam di lahan tanpa pamit dengan warga dan
leluhur kami. Proyek KFCP pergi tanpa pamit dan pemberitahuan
dengan masyarakat, padahal masih banyak program-program yang
mereka janjikan belum selesai dilaksanakan. “Mereka seperti J
alangkung, kehadirannya misterius dan merugikan warga saja”,
ungkap Abdul Hamid, Ketua BPD Desa Katunjung, Kecamatan

Mantangai, Kapuas.
Abdul Hamid melaporkan, proyek reforestasi penanaman tanaman
hutan kembali di Desa Katunjung pada tahap Uji Coba seluas 25 ha
di BLOK. C kanal PLG hanya berhasil sekitar 20% saja dan tanaman
mati sekitar 80%. Tahap berikutnya dengan lahan seluas sekitar
350 ha di Blok A dan Blok B, hanya hidup sekitar 67 %, itupun tanamannya sudah disulam kembali dengan tanaman baru. Tanaman
selesai ditanam lantas ditinggalkan tidak terawat dan hanya sekalikali ditengok. Proyek pengembangan mata pencaharian alternatif
melalui bantuan bibit tanaman karet baru terealisasi sekitar 30 % ,
masih banyak warga Desa Katunjung yang belum mendapatkan
bibit karet yang dijanjikan.
Belum selesai tanggung jawab KFCP menyelesaikan proyek tapi
waktu proyek sebagaimana termuat dalam perjanjian sudah selesai
akhir Juni 2013. Masyarakat bingung dan kecewa karena tidak ada
penjelasan dan kata pamit dari pihak pimpinan KFCP ataupun IAFCP
yang bertanggung jawab atas proyek ini. “Kampung kami hanya
tempat cari duit saja bagi KFCP, sementara masyarakat tidak ada
dapat apa-apa proyek habis maka habis juga upah yang masyarakat
dapat sebagai buruh di tanah sendiri”, kata Abdul Hamid. (ANK)
2

Berita Pusaka, Edisi I Juli 2013

Siaran Pers Konsorsium Pembaruan Agraria:

Mengutuk Keras Penembakan
Petani Cianjur dan Tolak
Penambangan Pasir Besi
Cianjur-KPA: Selasa 25 Juni 2013 kekerasan terhadap kaum tani
kembali terjadi di Cianjur, Jawa Barat. Setidaknya 5 orang tertembak
dan 1 diantaranya kritis karena tertembak di bagian dada oleh
aparat keamanan. kekejian terhadap kaum tani terjadi saat masyarakat 3 kecamatan menolak kehadiran perusahaan tambang pasir
besi PT Mega Top Inti Selaras.
Menurut informasi yang dihimpun anggota KPA, Paguyuban Petani
Cianjur (PPC), Warga dari Kecamatan Sindangbarang, Cidaun dan
Argabinta, Cianjur Selatan menolak keberadaan perusahaan
tersebut karena dirasa merusak lingkungan. Eksploitasi pasir besi
pada kenyataannya membuat pantai selatan cianjur sepanjang
70 km mengalami abrasi. Abrasi dirasakan membahayakan masyarakat Cianjur karena merusak fungsi sosial ekologis pesisir.
Maka dari itu Konsorsium Pembaruan Agraria menyatakan:
1.

2.

3.

4.

Mengutuk keras tindakan kekerasan aparat keamanan berupa
penembakan terhadap warga Kecamatan Sindangbarang,
Cidaun dan Agrabinta yang berjuang mempertahankan sumber
kekayaan alam dan kelestarian lingkungan hidup.
Tolak keberadaan perusahaan tambang pasir besi di sepanjang
pantai selatan jawa karena membahayakan ruang hidup rakyat
dan merusak fungsi sosial ekologis lingkungan pesisir serta
mendorong bencana abrasi
Mendesak agar pemerintah segera menyelesaikan konflik
agraria secara menyeluruh dan fundamental melalui pelaksanaan reforma agraria sebagai satu-satunya jalan terwujudnya
keadilan sosial atas sumber kekayaan alam.
Mengajak seluruh elemen kaum tani, buruh, nelayan, mahasiswa serta elemen progresif lainnya untuk menguatkan barisan
demi mendorong adanya pelaksanaan reforma agraria sebagai
satu-satunya jalan menuju kemerdekaan sejati.
Iwan Nurdin (Sekjen KPA) 081229111651

Kamar Masyarakat DKN Menolak Program
Investasi Kehutanan
Juni 2013, di Hotel Pangrango 2, Bogor, berlangsung Dialog Nasional tentang Program Investasi Kehutanan (Forest Investment
Program, FIP). Pertemuan tersebut diselenggarakan oleh Kementerian Kehutanan dan Dewan Kehutanan Nasional (DKN), pesertanya
berasal dari utusan masyarakat, akademisi, aktivis LSM, perusahaan
dan perwakilan pemerintah.
Peserta pemerintah menyampaikan pandangannya mendukung dan
mendorong kesuksesan implementasi FIP di Indonesia dan telah di
alokasikan dana sebesar yaitu 70 juta USD, terdiri dari dana hibah
37.5 juta USD dan pinjaman konsesional 32.5 juta USD. Pinjaman
tersebut akan dikelola oleh IFC berkonsultasi dengan Pemerintah RI,
dan diperuntukkan sektor swasta.
Investasi FIP Indonesia direncanakan untuk mendukung proyek
REDD+ yang terintegrasinya dengan proyek DGM (Dedicated Grant
Mechanism) untuk meningkatkan kapasitas masyarakat adat dan
lokal guna mendukung inisiatif dan partisipasi masyarakat mendukung implementasi FIP dan proses-proses REDD+ lain di tingkat
lokal, nasional, dan global.
Kamar masyarakat DKN menolak dana dan program FIP, alasannya
proses FIP tidak transaparan dan berlarut-larut; skema pembiayaan
FIP berupa hutang; belum ada tindak lanjut Pemerintah atas
keputusan Mahkamah Konstitusi No 35/2012 tentang Pengakuan
Hutan Adat; banyaknya kasus konflik tenurial yang belum terselesaikan. (ANK)

Aksi Lilin Kemanusiaan Papua Menolak Lupa
Peristiwa Wasior Wamena
Minggu malam, tepatnya tanggal 14 Juli 2013, kawasan bundaran
Hotel Indonesia Jakarta terlihat lebih bercahaya. Malam itu, sekitar
200 peserta melakukan aksi damai Lilin Kemanusiaan (LINK) Papua
menyalakan lilin untuk memperingati tragedi kemanusiaan WasiorWamena.
Aksi damai LINK Papua juga berlangsung secara serentak diberbagai
daerah, seperti: Jombang, Salatiga, Surabaya, Bandung, Bogor,
Jayapura, Sorong, Manokwari dan kota lainnya. Sedangkan diluar
negeri, aksi serupa dilakukan di Fhilipina, Belanda dan Australia dan
USA.
Di Jombang, aksi LINK Papua dilaukan oleh kaum Nahdiyin sebelum
mereka shalat Tarawih.
“Sudah sembilan tahun kasus Wasior Wamena diabaikan
pemerintah”. Kata Koordinator aksi, Heni Leni. Padahal, sembilan
tahun lalu KOMNAS HAM telah mengindikasikan adanya
pelanggaran HAM berat atas kasus kekerasan di Wasior Wamena.
Aksi digelar untuk memperingatkan pemerintah agar tidak lupa
mentuntaskan peristiwa pelanggaran HAM di Wasior Wamena. (AP)

“sembilan tahun lalu KOMNAS HAM
telah mengindikasikan adanya
pelanggaran HAM berat atas kasus
kekerasan di Wasior Wamena”
Pray for Aceh: Galang Solidaritas Bantuan
untuk Korban Bencana Gempa Aceh
3 Juli 2013, Kelompok pelajar dan mahasiswa, aktivis LSM di wilayah
Jabodetabek membentuk Tim Peduli Korban Gempa Aceh. Tim ini
menyerukan “pray for Aceh” dan menggalang solidaritas dari warga
di Jabodetabek dan seluruh nusantara untuk membantu saudarasaudara korban yang mengalami musibah bencana alam (gempa)
di daerah Bener Meriah dan Aceh Tengah, Aceh, pada 2 Juli 2013.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan tim, akibat bencana
gempa tersebut, diperkirakan ada 22 orang meninggal, 280 orang
luka-luka, sekitar 7000 rumah rusak di Bener Meriah dan 1691 rumah
rusak di Aceh Tengah.
Hingga informasi ini dikeluarkan, korban bencana gempa belum
sepenuhnya tertangani dan masih membutuhkan kebutuhan dasar,
seperti: makanan, minuman, obat-obatan, kebutuhan anak sekolah,
selimut, pakain tebal (jaket), kebutuhan khusus perempuan dan
anak-anak, serta relawan kemanusiaan dan Tim Medis.
Tim Peduli Korban Gempa Aceh membuka POSKO untuk mengorganisir dan menggalang dukungan bantuan berbentuk barang
atau sembako dibeberapa tempat, sebagai berikut: (1). Kantor
KontraS: Jl. Borobudur, No. 14, Menteng, Jakarta Pusat. (2). Asrama
Laut Tawar: Jl. Muria, No. 46, Menteng Atas, Setia Budi, Jakarta
Selatan. Kontak Saddam HP. 085277266488 (3). Kantor PUSAKA:
Kompleks Rawa Bambu 1, Jl. B, No. 6B, Pasar Minggu, Jakarta
Selatan, Kontak Yoyon HP. 081380725255.
Tim juga menerima bantuan uang yang dapat disalurkan melalui
rekening publik KontraS di Bank International Indonesia (BII),
An. KontraS, nomor rekening; 2-072-267196, kantor Cabang
Proklamasi, Jakarta. Untuk konfirmasi ke Telpon/HP Feri Kusuma:
085370508497.

3

Berita Pusaka, Edisi I Juli 2013

SURAT REKOMENDASI
Dialog dan Lokakarya “Mewujudkan Pemenuhan Hak
Masyarakat atas Tanah dan Revitalisasi Otoritas, Peran
dan Fungsi Kelembagaan Masyarakat Adat di Kabupaten
Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah.
Bahwa situasi dan realitas saat ini yang dihadapi oleh Masyarakat
Adat Dayak di Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah:
Masyarakat adat Dayak, di Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan
Tengah masih dan sedang mengalami sengketa dan berkonflik
dengan perusahaan-perusahaan yang mengambil hak-hak masyarakat atas tanah, hutan dan gambut, seperti: perusahaan
perkebunan sawit PT. Rezeki Alam Semesta Raya, PT. Globalindo
Agung Lestari, PT. Graha Inti Jaya, PT. Usaha Handalan Perkasa,
perusahaan pertambangan PT. Kapuas Tunggal Persada, dan
sebagainya, serta proyek-proyek konservasi yang dikelola oleh
swasta, seperti BOS MAWAS dan proyek KFCP (Kalimantan Forest
Climate Patnership).
Masyarakat adat Dayak telah melakukan pengaduan secara
langsung dan tidak langsung kepada pemerintah dan SKPD terkait,
melakukan aksi protes dilapangan, pemalangan dan hinting pali,
untuk mendapatkan kepastian hukum, keadilan dan penegakan
hak-hak masyarakat atas. tanah, hutan dan gambut, serta bahan
tambang mineral. Tetapi perusahaan dan proyek-proyek konservasi
yang merampas hak-hak masyarakat dan merugikan masyarakat
tidak melakukan perubahan memenuhi tuntutan masyarakat.
Masyarakat adat Dayak memiliki pengetahuan dan kemampuan
dalam pengelolaan sumber daya alam, memiliki kelembagaan adat,
Damang dan Mantir, serta hukum-hukum dan aturan berdasarkan
kebiasaan adat dalam pengelolaan sumber daya alam, akan tetapi
kelembagaan adat dilemahkan, tidak mendapatkan dukungan,
perlindungan dan penghormatan, sehingga melemahkan

keberadaan kelembagaan adat, hukum adat dan hak-hak
masyarakat adat Dayak.
Masyarakat telah melakukan usaha pemetaan wilayah kelola dan
tanah milik, serta melakukan pemetaan SKTA (Surat Keterangan T
anah Adat) yang tidak lain untuk memperkuat hak masyarakat dan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan terkait,
peraturan daerah dan peraturan gubernur. Inisiatif masyarakat
untuk membuat SKTA sudah dilakukan di Desa Mantangai Hulu,
Tambak Bajai, Katunjung, Aruk, Batapah, Dadahup, Resettlement
Terusan Raya - Selat, Talekung Punei, Mandomai, Tumbang Muroi.
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang berhubungan
dengan keberadaan dan hak-hak masyarakat adat, antara lain:
Keputusan Mahkamah Konstitusi No. 35 tahun 2012 yang prinsipnya mengakui Hutan Adat, Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan
Tengah No. 16 tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak,
Peraturan Gubernur No. 13 tahun 2009 tentang Tanah Adat dan
Hak Adat atas Tanah, Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas No. 5
tahun 2001 tentang Pembentukan Kelembagaan Pemberdayaan
Adat Dayak, Peraturan Daerah Prov. Kalimantan Tengah No. 5
tahun 2011 tentang Pengelolaan Perkebunan Berkelanjutan,
Kesepakatan Bersama Rapat Koordinasi Penyelenggaraan Pemerintahan Umum Bidang Pertanahan di Wilayah Prov. Kalimantan
Tengah (Okt 2012), Surat Kerjasama Menteri Agraria/ Kepala BPN
dan AMAN.
Berdasarkan situasi tersebut dan setelah melakukan dialog dengan
instansi pemerintahan di lingkungan pemerintahan Kabupaten
Kapuas, serta melakukan lokakarya yang melibatkan masyarakat
dari berbagai desa, organisasi masyarakat dan LSM di Kabupaten
Kapuas dan Palangkaraya, kami sepakat mendesak dan
merekomendasikan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas,
DPRD Kabupaten Kapuas, Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Kapuas, BPN Kabupaten Kapuas dan SKPD terkait
dilingkungan pemerintahan Kabupaten Kapuas, sebagai berikut:

1. Mendukung dan mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas untuk mempertahankan dan melaksanakan ketentuan
Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Tengah No. 16 tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Provinsi Kalimantan
Tengah; Peraturan Gubernur Provinsi Kalimantan Tengah No. 13 tahun 2009 tentang Tanah Adat dan Hak Adat atas Tanah;
Peraturan Daerah Kabupaten Kapuas No. 5 tahun 2001 tentang Kelembagaan Adat Dayak, serta mendesak untuk membuat
peraturan turunan pelaksanaan peraturan tersebut diatas dan dukungan program pendanaan terhadap kelembagaan adat
Dayak dan hak atas tanah yang menggunakan APBD.
2. Mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas dan DPRD Kabupaten Kapuas untuk melibatkan perwakilan masyarakat,
organisasi masyarakat dan LSM dalam penyusunan dan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Kelembagaan
Adat Dayak dan Hak Adat atas Tanah Adat, Hutan Gambut, Sungai dan kekayaan alam lainnya.
3. Mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas untuk melibatkan masyarakat dalam kebijakan dan pelaksanaan kegiatan
dan keangotaan Tim Evaluasi, Verifikasi dan Mediasi terhadap Ijin-ijin perusahaan perkebunan dan pertambangan, proyek
konservasi BOS MAWAS, KFCP dan pembangunan infrastruktur yang menggunakan tanah dan hutan gambut di wilayah
masyarakat adat Dayak.
4. Mendesak kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas dan DPRD Kabupaten Kapuas segera menerbitkan kebijakan Surat
Penghentian Sementara terhadap seluruh kegiatan perusahaan perkebunan sawit, perusahaan tambang, program
konservasi BOS MAWAS dan proyek KFCP, serta proyek-proyek yang bersengketa dengan masyarakat, yang ada di
lingkungan wilayah pemerintahan administrasi Kabupaten Kapuas, sementara menunggu hasil Audit, Verifikasi dan Mediasi,
yang dilakukan oleh Tim Bersama, dengan berdasarkan batas waktu yang disepakati sehingga menghasilkan kejelasan
status perijinan dan keadilan bagi masyarakat.
5. Mendesak kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas dan instansi penegakan hukum untuk segera bertindak
menegakkan hukum dan memberikan sangsi seadil-adilnya terhadap perusahaan perkebunan sawit, pertambangan dan
proyek konservasi, termasuk proyek percontohan REDD+, yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan
peraturan turunan lainnya.
6. Mendesak kepada BAPPEDA Kabupaten Kapuas Melibatkan masyarakat berpartisipasi dalam pembahasan tata ruang daerah
Kabupaten Kapuas.
7. Mendesak kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Kapuas mengakui dan memfasilitasi pengembangan kapasitas Damang
dan Mantir dalam pengurusan SKTA di tingkat masyarakat adat dan pengembangan kebijakan pengelolaan SKTA.
Demikian Surat Rekomendasi ini dibuat untuk diperhatikan, ditanggapi dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Surat Rekomendasi ini dibuat dan disepakati oleh peserta pertemuan, di Ruang Pertemuan Hotel Permata Inn, Kota
Kuala Kapuas, Kabupaten Kapuas, Provinsi Kalimantan Tengah, 9 Juli 2013.

4