BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal ginjal kronik - Ririn Farina BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gagal ginjal kronik 1. Definisi Gagal ginjal kronik adalah penyakit yang tidak dapat pulih,

  ditandai dengan penurunan fungsi ginjal progresif, mengarah pada penyakit ginjal tahap akhir dan kematian (Tucker, 1998). Definisi lain menyebutkan gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjalprogresifyang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah) serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal (Nursalam dan Fransiska, 2006).

  Gagal ginjal di bagi menjadi dua yaitu gagal ginjal akut dan gagal ginjal kronik. Gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa minggu. Gagal ginjal akut ditandai dengan penurunan laju filtrasi glomerulus yang cepat biasanya dalam beberapa hari, azotemia, gangguan homeostasis elektolit, cairan dan asam basa. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang progresif dan berlangsung beberapa tahun. Gagal ginjal kronik terjadi setelah berbagai macam penyakit merusak massa nefron ginjal, pada gagal ginjal kronik terjadi anemia berat osteodistrofi ginjal (Price dan Wilson, 2006).

2. Etiologi

  Menurut Sja’bani (2005) penyebab terbanyak gagal ginjal kronik di Indonesia adalah glomeruloneprhritis (2,51%), diabetic nephropati (17,54%), hipertensi (15,72%), ginjal polikistik ( 2,51%), nefritis lupus (0,23%), sedangkan data di negara barat penyebab utama glomerulonefritis 14%, diabetes mellitus 30% dan hipertensi 26%.

3. Patofisiologi

  Patofisiologigagal ginjal dapat dijelaskan denganhipotesis Bricker atau hipotesis nefron yang utuh. Bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur.Sisa nefron yang masih utuh tetap bekerjanormal. Kekurangan jumlah nefron akan mengakibatkan uremia sehingga terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Adaptasi yang dilakukan oleh ginjal sebagai respon terhadap ancaman ketidakseimbangan cairan dan elektrolitadalah hipertrofi dan peningkatan kecepatan filtrasi. Pada ginjal dengan 75% masa nefron sudah hancur kecepatan filtrasi dan beban zat terlarut bagi setiap nefron terlalu tinggi sehingga keseimbangan antara peningkatan filtrasi dan peningkatan reabsorpsi oleh tubulus tidak dapat dipertahankan. Beban zat terlarut yang meningkat akan menyebabkan hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan urin secara progresif. Hal ini mengakibatkan berat jenis urin akan tetap (Price dan Wilson, 2006).

  Gagal ginjal kronik mengakibatkan perubahan – perubahan sebagai berikut : a.

  Cairan tubuh Pasien gagal ginjal kronik mengalami kelebihan cairan tubuh karena laju filtrasi glomerulus dan haluaran urine berkurang.

  b.

  Nutrisi Semua pasien yang mengalami dialisis mempunyai pembatasan nutrisi, natrium, kalium dan cairan karena keseimbangan filtrasi ginjal terjadi terbatas hanya beberapa jam perminggu. Pasien yang menjalani hemodialisis peritoneal mempunyai pembatasan diet sedikit lebih longgar. Kepatuhan terhadap diet kebiasaan makan seumur hidup harus di ubah, hal ini membuat aktivitas sosial sangat terbatas.

  Ketidakpatuhan terhadap diet dapat mengakibatkan hipertensi maligna, gagal jantung kongestif, edema paru, hiperkalemia, dan potensial henti jantung.

  c.

  Sistem Hematologi Gagal ginjal kronis ditandai dengan ginjal tidak mampu membentuk faktor perangsang eritropoetin dalam jumlah yang adekuat sehingga pembentukan sel darah merah menurun dan masa hidup sel darah merah memendek pada pasien uremik . Anemia menyebabkan keletihan dan frustasi. Pasien gagal ginjal kronik memerlukan terapi eritropoetin manusia kombinasi ( epoetin alfa atau EPO) untuk mencapai target hematokrit, menurunkan simpanan zat besi dengan cepat pada pembentukan hemoglobin.

  d.

  Mobilitas Fisik

  Ginjal mempunyai peran utama dalam mempertahankan keseimbangan fosfor kalsium dalam tubuh. Ginjal berfungsi mengekskresi fosfor dan mengubah vitamin d menjadi kolekalsiferol. Kehilangan fungsi nefron menyebabkan gangguan metabolisme kalsium dan perkembangan dari satuan kompleks masalah – masalah komorbiditas yang disebut sebagai osteodistropi ginjal yang mengacu pada proses penyakit tulang yaitu osteomalasia (pelunakan tulang), osteoporosis (meningkatnya pori –pori tulang diikuti tulang kehilangan kalsium) , osteofibrosa kistitis. Osteofibrosa kistitis mempunyai gejala gatal, metastase kalsifikasi jaringan lunak sekitar sendi dan tendon, kalsifikasi vaskular pada pembuluh darah besar dan kecil, nyeri tulang lokal atau menyebar.

  e.

  Kontrol Sistem Saraf Pada pasien gagal ginjal kronik yang mengalami uremia berat atau kronik terjadi neuropati. Neuropati menyebabkan kelemahan otot.

  Fungsi sistem saraf otonom pada saluran gastrointestinal mengalami kerusakan . Pasien akan mengalami kontrol tekanan darah yang buruk dan dapat mengalami hipotensi kronik karena neuropati sistem saraf otonom.

  f.

  Disfungsi Seksual Pasien pria gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisa akan mengalami impotensi disebabkan karena obat anti hipertensi dan faktor psikologi. Pada pasien wanita akan terjadi penurunan libido dan tidak mengalami menstruasi saat dialisis, setelah transplantasi dapat berevolusi dan menstruasi.

  g.

  Fungsi hepatik Pasien dengan hemodialisis beresiko tertular hepatitis karena seringnya menerima sirkulasi ekstraporeal. Pasien yang mendapatkan tranfusi darah berisiko mendapat hepatitis virus B, hepatitis virus C, dan human immunodeficiency virus (HIV), hal ini adalah ancaman integritas fungsi hati.

  h.

  Fungsi Kardiovaskuler Penderita gagal ginjal kronik mengalami peningkatan arteri sklerosis dengan etiologi tidak diketahui. Mortalitas pasien dialisys jangka panjang penyebab terbesarnya adalah perdarahan kardiovaskuler. Komplikasi system kardiovaskular yang lain adalah hipervolemia akibat masukkan cairan yang berlebihan, gagal jantung kongestif dan edema paru. Komplikasi tersebut harus ditangani dengan membuang cairan melalui dialisis. i.

  Fungsi gastrointestinal Pasien gagal ginjal kronik meengalami kenaikan produksi asam lambung akibat kadar hormon paratiroid meningkat dan penurunan degradasi gastrin oleh ginjal. j.

  Sistem Imun Pasien gagal ginjal kronik rentan mengalami infeksi karena uremia dan obat – obat yang mengubah respon imun. k.

  Pertukaran Gas Hipervolemia menyebabkan gagal jantung kongestif , kongestif pulmoner dan edema paru. Pengobatan dilakukan dengan dialisis dan diuritik. l.

  Konsep Diri dan Citra Diri Penderita gagal ginjal kronik tergantung pada mesin dan cairan.

  Keadaan ini dapat mengubah konsep diri seseorang sebagai orang yang mandiri. Waktu yang diperlukan untuk prosedur dialisis bervariasi antara 6 sampai 12 jam perminggu, hal ini akan mengurangi aktivitas dan kontak sosial . Energi emosional mereka dipusatkan pada pengobatan dialisis sehingga timbul rasa komunitas dan kontak sosial di dalam lingkungan pengobatan. Perubahan terhadap citra diri tampak pada dialisis kronis seperti perubahan kulit yang berhubungan dengan anemia dan uremia juga kehilangan massa otot (Hudak & Gallo, 1996).

B. Hemodialisa 1.

  Pengertian Hemodialisa Hemodialisis adalah proses perpindahan massa berdasarkan difusi antara darah dan cairan dialisis yang dipisahkan oleh membran semipermeabel. Hemodialisis dapat mengeluarkan zat – zat toksin dari darah. Pada keadaan keadaan keracunan obat atau zat toksin yang tidak terikat albumin darah, maka dialysis dapat dilakukan dengan tujuan mengeluarkan zat toksin tersebut secara cepat. Pada hemodialisis darah arteri mengalir ke dialiser atau ke mesin hemodialisis, di mana toksin dan kelebihan cairan melalui membrane artificial ke dalam larutan dialisat dan dibutuhkan elektrolit dan elemen lain melalui system vena (Carpenito, 1997).

  Pembiayaan hemodialisa yang meningkat menjadi isu strategis yang menjadi perhatian dan menyebabkan kebijakan penanganan kasus ginjal harus diantisipasi segera. Berdasarkan data PT. Askes, biaya pelayanan yang di alokasikan untuk hemodialisa sebesar 19,12 milyar per tahun. Mekipun alokasi pembiayaan sangat besar tetapi tidak semua pasien terlayani kebutuhan cuci darahnya karena keterbatasan mesin hemodialisis. Menurut Indonesia Renal Registry terdapat 238 unit hemodialisis di Indonesia yang tersebar dalam 12 PENEFRI koordinator regional. Jumlah mesin yang digunakan mencapai lebih dari 2400 mesin. Setiap mesin melayani terbatas hanya sekitar 6 pasien per hari, dan pada umumnya setiap mesin selalu penuh (Nasution, 2013).

  Hemodialisis merupakan metode dialisis yang paling umum digunakan sebagai terapi pengganti ginjal. Tindakan ini merupakan proses difusi melintasi membrane semipermeabel untuk membuang substansi yang tidak diinginkan dari darah sambil menambah komponen – komponen yang di inginkan. Aliran konstan darah satu sisi membran semipermiabel dan larutan dialisat di sisi lain menyebabkan produk sampah dengan cara serupa dengan filtrasi glomerulus (Perhimpunan Nefrologi Indonesia, 2003).

  Indikasi hemodialisis pada gagal ginjal kronis menurut Perhimpunan Nefrologi Indonesia (2003) adalah Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) < 10 ml/mnt dengan gejala uremia. Kontraindikasi hemodialisa adalah pada keadaan akses vaskuler sulit, tidak stabil hemodinamiknya, koagulopati, penyakit alzheimer, dimensia multi infark, sindroma hepatorenal sirosis hati lanjut dengan ensepalopati, keganasan lanjut.

  Karena pada keadaan di atas terdapat kendala medis atau bedah sehingga dialysis sulit dilakukan atau bila dilakukan hasilnya tidak maksimal bahkan dapat membahayakan pasien. Fungsi organ yang buruk dan irreversible akan membuat prognosis yang buruk. Hemodialisis memperpanjang usia pada penderita gagal ginjal tanpa batas waktu yang jelas , namun hemodialisis tidak akan mengubah perjalanan alami penyakit yang mendasari dan juga tidak mengembalikan fungsi ginjal.

  Masalah –masalah komplikasi yang dialami pasien hemodialisis dapat berupa masalah fisik seperti demam, reaksi anafilaksis, tekanan darah rendah, gangguan jantung, emboli paru, perdarahan otak, infeksi, kram , anemia, hipoksemia, hiponatremia, hipernatremia, hiperkalemia, hiperkalsemia. Masalah psikologis yaitu frustasi, rasa bersalah, depresi, cemas, gangguan gambaran diri, keputusasaan dan ketidakberdayaan (Soegiharto, 2006).

C. Keputusasaan 1.

  Pengertian Keputusasaan NANDA (2011) mendefinisikan keputusasaan adalah keadaan subyektif dimana individu tampak terbatas atau tidak memiliki alternatif pilihan dan tidak dapat memanfaatkan energi atas kemauannya sendiri. Keputusasaan adalah keadaan subyektif ketika individu melihat keterbatasan atau tidak adanya alternatif atau tidak adanya pilihan pribadi dan tidak mampu untuk mengerahkan energi atas dirinya sendiri (Mijakim, Gertrude, Farland, Audrey dan Mclane,2005). Keputusasaan yaitu suatu kondisi emosional seseorang dimana individu tersebut melihat tidak ada lagi pilihan pribadi yang tersedia untuk mengatasi masalah atau untuk mencapai apa yang diinginkan dan tidak dapat menggerakkanenergy diri sendiri untuk membuat tujuan (Carpenito,1998). Keputusasaan adalah kondisi subyektif ketika individu melihat keterbatasan atau ketiadaan alternative atau pilihan pribadi yang tersedia dan tidak dapat memobilisasi energy untuk kepentingan individu (Wilkinson dan Ahern, 2011).

2. Tanda Keputusasaan

  Menurut NANDA (2011) penyebab keputusasaan meliputi penurunan kondisi fisiologis, kehilangan kepercayaan pada kekuatan spiritual, stress jangka panjang dan pembatasan aktvitas jangka panjang yang mengakibatkan isolasi. Faktor yang berhubungan dengan keputusasaan yaitu pembatasan aktifitas yang berkepanjangan yang menimbulkan isolasi, kegagalan atau penyimpangan kondisi fisiologis, stres jangka panjang, pengabaian, kehilangan keyakinan dalam nilai atau Tuhan. Batasan karakteristiknya adalah pasif, penurunan verbalisasi, afek menurun, petunjuk verbal (menandakan patah semangat, keluhan “saya tidak bisa”, tidak punya inisiatif, penurunan respon terhadap stimuli, memalingkan muka dari pembicara, penurunan nafsu makan, peningkatan atau penurunan tidur, kurang keterlibatan perawatan secara pasif membiarkan perawatan. (Mijakim, Gertrude, Farland ,Audrey& Mclane,2005).

  Tanda keputusasaan ditunjukkan dengan tanda lisan berupa isi pembicaraan pesimis, menyatakan tidak bias dan menghela nafas.Secara objektif seseorang yang putus asa akan menunjukkan respon menutup mata, penurunan nafsu makan, penurunan afek, penurunan respon terhadap stimuli, penurunan pengungkapan verbal, kurang inisiatif, kurang terlibat dalam perawatan, pasif, mengangkat bahu sebagai respon terhadap pembicara, gangguan pola tidur, diam, dan menghindari kontak mata (Wilkinson dan Ahern, 2011).

  Keputusasaan ditandai dengan ekspresi dalam, berlebihan,berespons apatis dalam berespons terhadap situasi yang dirasakan sebagai tidak mungkin dan tanpa solusi. Secara fisiologis ditandai dengan respons yang lambat terhadap stimulus, tidak ada tenaga, peningkatan tidur,emosional pada individu yang putus asa sering mengalami kesulitan untuk mengungkapkan perasaannya. Individu merasa tidak dapat mencari kesempatan yang baik, nasib atau pertolongan Tuhan, hidupnya merasa tidak berarti atau tidak ada tujuan dalam kehidupannya, kesepian, merasa sia-sia,merasa kehilangan dan rugi, tidak berdaya, tidak mampu, terperangkap, individu tersebut akan memperlihatkan pasif dan tidak terlibat dalam perawatan, menurunnya percakapan,penurunan afek, tidak berambisi, berinisiatif dan tidak merasa tertarik, tidak mampu melakukan apapun, pesimis, proses berfikir lambat, tidak bertanggungjawab pada keputusannya dan kehidupannya sendiri.

  Pada individu yang mengalami keputusasaanakan mengalami perubahan kognitif. Perubahan kognitif tersebut berupa penurunan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan membuat keputusan, penurunan fleksibilitas dan fungsi belajar, tidak dapat membuat keputusan dan pikiran bunuh diri. Faktor-faktor yang berhubungan dengan keputusasaan adalah berbagai penyakit kronis, termasuk di dalamnya adalah gagal ginjal. Faktor lain adalah tindakan yang berhubungan dengan ketergantungan yang lama pada peralatan untuk mendukung kehidupan (dialisa). Kimmel P.L. dkk, 2012 dalam Nugrahaningtyas (2005) menyatakan faktor yang berpengaruh pada penyakit ginjal kronis antara lain tingkat pendidikan, tingkat religiusitas , status pekerjaan mempunyai tingkat korelasi yang signifikan. Jenis kelamin dan umur tidak mempunyai korelasi yang kuat dengan terjadinya keputusasaan.

  Keputusasaan menggambarkan seseorang yang merasa tidak mungkin dapat memperbaiki dan mempertahankan kehidupannya dan merasa tidak ada seorangpun yang dapat membantunya melakukan sesuatu.Keputusasaan berbeda dengan ketidakberdayaan. Pada seseorang yang putus asa tidak ada solusi pada masalahnya atau tidak ada cara untuk mencapai apa yang diinginkan, walaupun ia merasa dapat mengontrol kehidupannya. Sebaliknya seseorang yang tidak berdaya masih dapat terlihat dari cara memilih atau menjawab untuk mengatasi masalahnya, tidak dapat melakukan sesuatu untuk mengatasinya, yang berhubungan dengan kurang dapat mengontrol dan atau tidak adanya sumber. Perasaan ketidakberdayaan terus menerus dapat menjadi perasaan putus asa. Keputusasaan pada umumnya berhubungan dengan rasa berduka,depresi dan keinginan bunuh diri (Carpenito,1998).

D. Pengertian Terapi Spiritual Bimbingan do’a 1.

  Pengertian Terapi Spiritual Terapi spiritual adalah terapi dengan pendekatan terhadap kepercayaan yang dianut oleh klien dengan cara memberikan pencerahan.

  Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tingkat keimanan seseorang erat hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan tubuh (Setyoadi dan Kushariyadi,2011).

  Spiritualitas adalah keyakinan dalam hubungnnya dengan yang Maha Kuasa dan Maha Pencipta. Dimensi spiritual berupaya untuk mempertahankan keharmonisan dengan dunia luar, memberikan kekuatan ketika sedang menghadapi stres emosional, penyakit fisik, atau kematian.

  (Hamid, 2008).

  Menurut Burkhadrt (1993) spiritualitas meliputi aspek sebagai berikut: 1) Berhubungan dengan sesuatu yang tidak diketahui atau ketidakpastian dalam kehidupan.

  2) Menemukan arti tujuan hidup 3) Menyadari kemampuan untuk menggunakan sumber dan kekuatan dalam diri sendiri.

  4) Mempunyai perasaan keterikatan dengan diri sendiri dan Yang Maha Tinggi.

  Wilkinson dan Ahern (2011) menyebutkan bahwa kesiapan untuk meningkatkan harapan pasien menggambarkan individu meyakini adanya penyelesaian masalahnya dan berharap dapat memperbaiki kemampuan dirinya untuk menyelesaikan masalah serta meyakini bahwa tujuan dan harapan hidupnya realistis. Indikator peningkatan harapan salah satunya ditunjukkan dengan mengungkapkan keinginan untuk meningkatkan rasa spiritualitas dan makna kehidupan. Salah satu intervensi keperawatan untuk menumbuhkan harapan pasien adalah bersama klien menggali sumber spiritualitas dan membantu pasien mengembangkan spiritual dirinya. Kesejahteraan spiritual adalah kemampuan mengintegrasi makna dan tujuan hidup melalui hubungan dengan diri sendiri, orang lain, seni, musik, buku, alam atau dengan Tuhan Yang Maha Esa. Pasien yang telah menunjukkan kesejahteraan spiritual menunjukkan adanya harapan, makna dan tujuan hidup, filosofi hidup yang menyenangkan, membaca literature keagamaan,berpartisipasi dalam aktivitas keagamaan serta berdoa.

2. Pengertian Do’a

  Menurut agama Islam, doa adalah permohonan penyembuhan kepada Tuhan yang Maha Esa, dan dzikir adalah mengingat Tuhan dengan segala kekuasaan-Nya. Doa dan dzikir dilihat dari ilmu kedokteran jiwa merupakan terapi psikiatri setingkat lebih tinggi dari psikoterpi biasa.

  Doa dan dzikir membangkitkan harapan dan rasa percaya diri sehingga kekebalan tubuh serta proses penyembuhan dapat meningkat.Kesehatan harus dijaga dengan makan minum yang baik dan halal. Makanan dan minuman yang baik akan membantu menjaga kesehatan badan, sedangkan makanan yang halal membantu menjaga kesehatan mental atau jiwa (Setyoadi dan Kushariyadi,2011).

  Terapi spiritual lebih cenderung untuk menyentuh satu sisi spiritualitas manusia, mengaktifkan titik Godspot dan mengembalikan klien ke dalam kesadaran dari mana individu tersebut berasal, alasan mengapa manusia diciptakan, tugas-tugas yang harus dilakukan manusia di dunia, hal yang pantas dan tidak pantas dilakukan, mengembalikan manusia dalam kesucian, menjadi selembar kertas putih ( Setyoadi dan Kushariyadi, 2011).

  E. Tujuan Terapi Spiritual

  Tujuan terapi spiritual adalah mereduksi lamanya waktu perawatan klien gangguan psikis, memperkuat mentalitas dan konsep diri klien, mengembalikan persepsi terkait dirinya, orang lain dan lingkungan, serta menurunkan stres.Terapi spiritual dilakukan menggunakan peralatan ibadah (kitab suci) dan lingkungan yang hening sehingga klien dapat berkonsentrasi penuh( Setyoadi dan Kushariyadi, 2011).

  F. Kerangka Teori Penelitian

  Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya yang beredar dalam darah) serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal (Nursalam dan Fransiska, 2006).

  Pasien yang menjalani terapi hemodialisis dapat mengalami keputusasaan.Salah satu penyebab keputusasaan adalah berbagai penyakit kronis, termasuk di dalamnya adalah gagal ginjal, dan tindakan yang berhubungan dengan ketergantungan yang lama pada peralatan untuk mendukung kehidupan (dialisa). Keputusasaan terjadi dan diperberat dengan cara berpikir yang negatif tentang penyakit gagal ginjal kronis ,rendahnya tingkat keimanan seseorang, jauhnya seseorang dari doa dan dzikir. Penderita gagal ginjal kronik dengan berbagai masalah yang dihadapi, perlu di berikan terapi spiritual bimbingan doa.Doa dan dzikir mengandung unsur spiritual yang dapatmembangkitkan harapan. Terapispiritual bimbingan doa adalah salah satu intervensi untuk menurunkan tingkat keputusasaan.

Gambar 2.1 Skema Landasan Teori

  Ketergantungan Terapi Pada Semua Jenis

  GGK Terapi

  Masalah Finansial Terapi

  HD Pengganti

  Kesulitan Dalam Mempertahankan

  Pekerjaan Depresi akibat sakit

  Transplantasi Ginjal kronis Gagal Berhasil Ketakutan Kematian

  Pasien mengalami masalah psikososial (keputusasaan)

  Terapi Spiritual Bimbingan Doa Metode Group

  Nursalam & Fransisca, (2006); Ethical Digest, (2011); Price & Wilson, (2006) ; Mijakim, (2005); Wilkinson & Ahern (2011); Setyoadi & Kusharyadi, (2011).

G. Kerangka Konsep Penelitian

  Sesuai dengan kerangka teori yang sudah dijelaskan sebelumnya, gagal ginjal kronik dengan penatalaksanaan hemodialisis akan menyebabkan keputusasaan, keadaan keputusasaan tersebut dapat dipengaruhi oleh terapi spiritual bimbingan doa dan karakteristik pasien seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status pekerjaan.

Gambar 2.2 Skema Kerangka Konsep Penelitian Keterangan : diteliti.

  Gagal ginjal kronik

  Hemodialisa Keputusasaan 1.

  Terapi spiritual

bimbingan doa

metode group

2. Karakteristik usia 3. Jenis kelamin 4. Tingkat Pendidikan

5 Status Pekerjaan

H. Hipotesis Penelitian

  1. diterima H

  1 ditolak, tidak ada perbedaan antara angka keputusasaan

  H sebelum dan sesudah intervensi pada kelompok perlakuan yang diberikan intervensi terapi spiritual bimbingan doa. 2. diterima H ditolak, ada perbedaan angka keputusasaan setelah

1 H

  intervensi pada kelompok intervensi yang diberikan terapi spiritual bimbingan doa dan buku saku dengan kelompok kontrol yang diberikan terapi bimbingan doa melalui buku saku tanpa dibimbing.