PENJABARAN HUKUM ALAM MENURUT PIKIRAN ORANG JAWA BERDASARKAN PRANATA MANGSA

  421

PENJABARAN HUKUM ALAM MENURUT PIKIRAN ORANG JAWA

BERDASARKAN PRANATA MANGSA

  

Rini Fidiyani dan Ubaidillah Kamal

  Fakult as Hukum Universit as Negeri Semarang E-mail:

  

Abst r act

Pr anar a mangsa i s a l ocal knowl edge on t he management of agr i cul t ur al l and f or t he Javanese

peopl e. Thi s st udy aimed t o det er mi ne t he abi l it y of Jawva t o r ead t he l aws of nat ur e and t he

exi st ence of pr anat a mangsa on peopl e Banyumas t oday. What i s t her e i n nat ur e i s a manif est at i on

of God’ s et er nal l aw t hat by Him mani f est ed in si gns of nat ur e. How t o i nt er pr et t he l aws of nat ur e

by whi ch Java i s used as a benchmar k i n managing l and cal l ed pr anat a mangsa. Pr anat a mangsa ar e

dynami c i nst it ut ion, especi al l y wi t h t he uncer t ai n cli mat e change. For f ar mer s Banyumas, pr anat a

mangsa r emai ns a benchmar k, but as t he devel opment of science and t echnol ogy, pr anat a mangsa

becomi ng obsol et e. Thi s i s a t hr eat t o t he exist ence of pr anat a mangsa as nat ional her it age.

  Key wor ds: pr anat a mangsa, ant hr opol ogy of l aw, nat ur al l aw, t he Javanese

Abst rak

Pranat a mangsa merupakan penget ahuan lokal orang j awa dalam mengelola lahan pert anian.

  Penelit ian ini bert uj uan unt uk menget ahui kemampuan orang j awa dalam membaca hukum alam dan eksist ensi pranat a mangsa pada masyarakat Banyumas pada saat ini. Penelit ian ini merupakan penelit ian ant ropologi hukum, lebih bersif at empiris dan non dokt rinal. Apa yang t erdapat di alam merupakan manif est asi dari hukum abadi milik Tuhan yang olehNya diwuj udkan dalam t anda-t anda alam. Cara menaf sirkan hukum alam oleh orang j awa yang digunakan sebagai pat okan dalam mengelola lahan pert anian disebut pranat a mangsa. Pranat a mangsa bersif at dinamis, apalagi dengan adanya perubahan iklim yang t idak menent u. Bagi pet ani Banyumas, pranat a mangsa masih menj adi pat okan, akan t et api seiring perkembangan ilmu penget ahuan dan t eknologi, pranat a mangsa mulai dit inggalkan. Ini merupakan ancaman t erhadap eksist ensi pranat a mangsa sebagai warisan budaya bangsa.

  Kat a kunci: pranat a mangsa, ant ropologi hukum, hukum alam, orang j awa.

  

Pendahuluan memilik sist em kepercayaan yang khas menge-

  Kebij akan pert anian yang hanya berorien- nai kapan wakt u mengolah t anah, bercocok t asi t uj uan dan perubahan iklim yang t idak me- t anam sampai kepada hari baik at au j elek t ana- nent u menyebabkan ket ahanan pangan Indone- man padi harus dipanen. Kepercayaan ini masih sia menj adi t erancam. Salah sat u langkah bij ak dipelihara, meskipun beberapa kalangan meng- dalam menghadapi keadaan yang demikian ada- anggap ini adalah t akhayul. Kearif an lokal yang lah dengan kembali kepada kearif an lokal yang ada pada sist em kepercayaan ini luput dari ka- ada dalam masyarakat . Orang Jawa memang j ian ant ropologi hukum, padahal j ika hal ini di- kaj i secara ilmiah akan memberikan sumbangan

   Art ikel ini merupakan ar t ikel hasil penel i t i an dengan

  yang t ak t ernilai harganya bagi dunia prakt ik

  skim Penel i t i an Dasar Universi t as Negeri Semarang yang

  hukum, khususnya hukum dalam bidang pert a-

  di bi ayai ol eh Pel aksanaan Anggaran (DIPA) Univer si t as Negeri Semarang Nomor: 0597/ 023-04. 2. 16/ 13/ 2011

  nian.

  t anggal 9 Desember t ahun 2011 Sesuai dengan Surat

  Pada masyarakat / orang Jawa dikenal ist i-

  Perint ah Mul ai Kerj a (SPMK) Nomor: 349/ UN37. 3. 1/ LT/ 2012. Penul i s mengucapkan t eri ma kasih kepada Dwiki

  lah Pr anat a Mangsa. Pranat a mangsa merupa-

  Garudant o (NIM 8150408065), Mahasi swa FH UNNES dan

  kan kearif an lokal masyarakat Jawa dalam

  Inggit Wahyu Put ra (Mahasi swa FH UNSOED) yang t el ah

  422 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 3 Sept ember 2012

  kanlah perhit ungan yang sif at nya kaku dan t i- dak bisa diubah. Sebagaimana sif at orang Jawa, cara membaca t anda-t anda alam yang ada pada

  t hodology, f i el dwor k met hodol ogy, cont ent anal ysi s dan met ode et nograf i/ f ol k t aksono- 3 Bist ok Hasihol an Si manj unt ak, Sri Yul iant o J. P. dan Krist oko Dwi H. 2010. Penyusunan Model Pr anat amang- sa Bar u Ber basi s Agr omet er or ol ogi dengan Mengguna- kan LVQ (Lear ni ng Vect or Quant i zat i on) dan MAP Al ov unt uk Per encanaan Pol a Tanam Ef ekt i f , Lapor an Akhir Hibah Bersaing Tahun Ke 1. Sal at iga: Uni versit as Sat ya

  Penelit ian ini merupakan penelit ian kuali - t at if dengan menggunakan pendekat an dari dua disiplin ilmu, yait u ant ropologi dan hukum (an- t ropologi hukum). Met ode penelit ian dalam an- t ropologi yang digunakan adalah ar mchair me-

  Met ode Penelitian

  Ada 2 (dua) permasalahan yang dibahas pada art ikel ini. Per t ama, pembahasan menge- nai eksist ensi pranat a mangsa bagi pet ani di Kab. Banyumas dalam prakt iknya; dan kedua, adalah mengenai penj abaran hukum alam me- nurut pikiran orang Jawa berdasarkan Pranat a Mangsa.

  Permasalahan

  Kehadiran t eknologi pert anian dalam ke- rangka besar modernisasi pert anian dengan pembangunan irigasi besar-besaran menyebab- kan ancaman yang serius t erhadap kearif an lo- kal t ersebut . Kehadiran irigasi t eknis menye- babkan pet ani t idak lagi bergant ung sepenuh- nya kepada musim, karena irigasi menyediakan air unt uk pengairan sawah hampir set iap t ahun. Demikian pula dengan peralat an dan pengobat - an hama modern yang menyebabkan hampir se- lain, Dinas Pert anian sebagai inst ansi t eknis di bidang ini cenderung t erlalu birokrat is dan me- ngabaikan pranat a mangsa dalam pembinaan kepada pet ani. Jika demikian, di mana pem- biaran dilakukan t erus menerus, maka kearif an lokal ini t erancam musnah.

  lakukan perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan keadaan alam.

  pr anat a mangsa j uga bersif at t erbuka unt uk di-

  3 Pr anat a mangsa bu-

  perhit ungan musim yang akan digunakan dalam mengelola lahan pert anian. Iklim yang berlaku di Pulau Jawa menurut perhit ungan ini di bagi menj adi empat musim (

  yang berlangsung lama.

  XII No. 3, Juni 1999, hl m. 1-8. 2 Dal am kebudayaan Jawa, al am semest a merupakan pranat a besar (makrokosmos yang bersinergi dengan pranat a kecil t at a kehidupan masyar akat (mikrokos- mos). Lihat dal am Ari f Budi Wur iant o, “ Aspek Budaya pada Upaya Konservasi Air dal am Sit us Kepur bakal aan dan Mit ol ogi Masyarakat Mal ang” , Humani t y, Vol . IV No.

  Anal isis Fungsi Lahan dal am Per spekt if Sosiol ogi Pede- saan” , Jur nal Masyar akat Kebudayaan dan Pol i t i k, Th.

  Perubahan iklim dan kebij akan pemerin- t ah yang hanya berorient asi pada t uj uan me- nyebabkan pr anat a mangsa pada saat ini t idak dapat sepenuhnya dipedomani dalam menet ap- kan awal musim t anam karena perubahan iklim dan j uga adanya perubahan sist em irigasi, sert a hilangnya sebagaian f lora dan f auna yang men- j adi indikat or penanda musim. Oleh sebab it u, usahat ani t anaman pangan dalam beberapa de- kade t erakhir seringkali hanya mengandalkan kebiasaan dan inst ing dalam penet apan pola t a- namnya. Akibat nya pet ani sering dihadapkan kepada kendala kekurangan air, khususnya pa- da saat int ensit as curah huj an t inggi dalam ku- run wakt u yang pendek at au periode kering 1 Lihat misal nya penel it ian Doddy S. Si nggih, “ Met ode

  huan dan kepercayaan orang Jawa ini j arang di- pakai oleh ahli hukum unt uk menilai bagaimana orang Jawa berhukum.

  dapat sepenuhnya dit erima khususnya dalam nget ahuan yang kompleks mengenai dunia (kos- mologi dan mit ologi) yang bersif at rasional mau pun irrasional, nyat a maupun gaib.

  Analisis mengenai pranat a mangsa yang ada selama ini lebih banyak menggunakan t eori yang didasarkan pada sosial ekonomi pert ain- an.

  huj an ( r endheng), pancaroba akhir musim huj an ( mar eng), musim kemarau (ket i ga) dan musim pancaroba menj elang huj an ( l abuh). Mu- sim-musim ini t erut ama dikait kan dengan peri- laku hewan sert a t umbuhan ( f enol ogi ) dan da- lam prakt ik berkait an dengan kult ur agraris. Mi- salnya saj a, bambu yang dit ebang pada masa kanem akan awet dan bebas serangan bubuk.

  mangsa), yait u musim

1 Analisis at au penj elasan yang demikian t ak

2 Penget a-

  Penj abaran Hukum Al am Menurut Pikir an Or ang Jawa Ber dasarkan Pranat a Mangsa 423 my), sedangkan met ode penelit ian dalam ilmu

  hukum yait u met ode penelit ian hukum sebagai

  l aw i n human i nt er act ion, merupakan st udi il-

  mu sosial yang non-dokt rinal bersif at empiris dan f ilosof is. Lokasi penelit iannya adalah di Ka- bupat en Banyumas. Inf orman penelit ian dit en- t ukan secara purposive dengan met ode pe- ngumpulan dat anya berupa int erakt if dan non int erakt if .

  Hasil dan Pembahasan Pranat a Mangsa sebagai Kearifan Lokal Masya- rakat Jawa

  Pengelolaan lahan pert anian banyak di- pengaruhi oleh berbagai macam f akt or, dan ik- lim merupakan salah sat u f akt or dominan. Kon- disi iklim seringkali menyebabkan kegagalan konkrit pengaruh iklim t erhadap produksi per- t anian khususnya t anaman pangan meliput i dua hal. Per t ama, kegagalan panen akibat kekering- an at au banj ir; dan kedua, penurunan produksi pert anian akibat penyimpangan iklim yang mempengaruhi periode pert umbuhan. Jika ini t erj adi secara permanen, akan menyebabkan kerugian pada pet ani dan pada akhirnya akan mengancam ket ahanan pangan nasional kit a.

  sia dapt dibagi menj adi t iga, yait u pola moon- son, pola ekuat orial dan pola lokal. Pola moon- son dicirikan oleh bent uk pola huj an yang ber- sif at unomodal (sat u puncak musim dingin). Selama t iga bulan curah huj an relat if t inggi bia- sa disebut musim huj an, yakni Desember, Ja- nuari dan Februari (DJF) dan t iga bulan curah huj an rendah bisa disebut musim kemarau, periode Juni, Juli dan Agust us (JJA); sement ara enam bulan sisanya merupakan periode peralih- an (t iga bulan peralihan kemarau ke huj an dan t iga bulan peralihan huj an ke kemarau). Pola ekuat orial dicirikan oleh pola huj an dengan bent uk bimodal (dua puncak huj an) yang bia- sanya t erj adi sekit ar bulan Maret dan Okt ober, yait u pada saat mat ahari berada dekat ekuat or. Pola lokal dicirikan oleh bent uk pola huj an uni- modal (sat u puncak huj an) t et api bent uknya berlawanan dengan pola huj an pada t ipe moon- son.

  5 Kondisi iklim di Indonesia pada dasarnya

  dipengaruhi oleh sirkulasi moonson yang me- nimbulkan perbedaan ikllim ant ara musim hu- j an dan musim kemarau. Besarnya curah huj an akan sangat t ergant ung pada sirkulasi monsoon. Sirkulasi monsoon akan dipengaruhi oleh kej a- dian ENSO ( El Ni no Sout her n Osci l l at ion) yang secara met eorologis diekspresikan dalam nilai

  Sout her n Osci l l at ion Index (SOI). Kej adian El

  Nino dapat berdampak pada penurunan curah huj an, dan kej adian La Nina dapat menimbul- kan peningkat an curah huj an. Soal produksi t a- naman pangan umumnya berbeda pada musim kemarau dan musim huj an. Musim huj an dimu- lai manakala curah huj an pada hari t ert ent u t e- Badan Met eorologi dan Geof isika, awal musim huj an curah huj an harian sebesar 50 mm sela- ma 10 hari bert urut -t urut yang kemudian diiku- t i dengan curah huj an di at as 50 mm pada 10 hari berikut nya. Dengan menggunakan bat asan curah huj an t ersebut , periode musim huj an di wilayah Indonesia bervariasi menurut lokasi t e- t api umumnya berlangsung ant ara bulan Sep- t ember/ Okt ober hingga bulan Maret / April.

4 Secara klimat ologis, pola iklim di Indone-

  6 Cuaca dan iklim adalah proses f isika at -

  mosf er yang merupakan salah sat u f akt or t er- pent ing dan berpengaruh t erhadap berbagai akit ivit as kehidupan. Di bidang pert anian, f ak- t or cuaca dan iklim memegang peranan pent ing t erhadap keberhasilan suat u j enis komodit i se- j ak penent uan lokasi unt uk komodit i yang di- kembangkan, selama proses budidaya, dan pa- da wakt u pasca panen, yang kesemuanya ber- pengaruh t erhadap kualit as dan kuant it as ko- modit i t ersebut . Oleh karena it u sering t erj adi adanya gagal panen karena f akt or iklim yang berdampak pada kekeringan at aupun kebanj ir- an at au t erj adinya ledakan hama penyakit aki-

  5 Ibi d, hl m. 17. 6 Bist ok Hasi hol an Simanj unt ak, op. ci t , hl m. 18. Lihat j uga Sunar t o, “ Pemaknaan Fil saf at Kear if an Lokal unt uk Adapt asi Masyarakat Terhadap Ancaman Bencana Mar in dan Fl uvi al di Lingkungan Kepesi sir an” , For um Geogr af i

  424 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 3 Sept ember 2012

7 Sist em usaha t ani memiliki ket ergant ung-

  t ergant ung pada “ paket t eknologi” yang dise- diakan oleh pemain agroindust ri t ransnasional berupa: pasokan benih, pupuk dan pest isida.

  Jur nal Kebenca- naan Indonesi a, Vol . 1 No. 5, November 2008, hl m. 323-

  Ant r opol ogi Hukum. Makal ah pada Temu Kerj a Dosen Sosiol ogi Hukum, Ant ropol ogi Hukum, dan Hukum Adat Fakul t as Hukum Se-Jaw a Timur . Di sel enggar akan Ker- j asama Fakul t as Hukum dan Pascasarj ana Universit as Brawij aya dengan HuMa Jakar t a, pada 22-23 Februar i 2006 di Program Pascasarj ana Univer sit as Br awij aya, hl m. 3. Et ika l ingkungan j uga dapat di cer mat i dengan pendekat an hermeneut ika. Lihat l ebih l anj ut pada Su- nart o, “ Kecerdasan Tradi sional unt uk Kaj i an Kebenca- naan dal am Perspekt if Her meneut ika” ,

  dasarkan pada ilmu penget ahuan sepert i t er- pola dalam masyarakat ilmiah di negara-negara maj u dengan alam pikirnya yang bercorak rasio- nalist ik dan int elekt ualist ik. Namun, dari sisi 10 Ibi d, hl m. 17-19. 11 I Nyoman Nurj aya, 2006. Menuj u Pengakuan Kear i f an Lokal dal am Pengel ol aan Sumber Daya Al am: Per spekt i f

  11 Dari sat u sisi, cit ra lingkungan dapat di-

  alam lainnya, manusia – dalam int eraksinya – mengamat i dan melakukan adapt asi sert a mem- peroleh pengalaman, dan kemudian mempunyai wawasan t ert ent u t ent ang lingkungan hidup- inilah yang disebut sebagai cit ra lingkungan ( envir onment al image), yang menggambarkan persepsi manusia t ent ang st rukt ur, mekanisme dan f ungsi lingkungannya, j uga int eraksi dan adapt asi manusia t ermasuk respons dan reaksi manusia t erhadap lingkungannya. Int inya, cit ra lingkungan memberi pet unj uk t ent ang apa yang dipikirkan dan diharapkan manusia dari lingku- ngannya, baik secara alamiah maupun sebagai hasil t indakannya, dan t ent ang apa yang pat ut at au t idak pat ut dilakukan t erhadap lingkung- annya. Pola berf ikir inilah kemudian memben- t uk et ika lingkungan ( envit onment al et hi c) da- lam kehidupan manusia.

  10 Terhadap iklim dan berbagai t anda-t anda

  nal i zed r esour ces). Akibat nya pet ani semakin

  bat kelembaban udara yang mendorong ledakan populasi hama at au penyakit .

  sumber daya hayat i yang t erpinggirkan ( mar gi -

  di genous knowl edge) t ent ang pemanf aat an

  kayaan hayat i ini menyebabkan penget ahuan lokal yang t erkait j uga t erkikis. Akibat nya t idak hanya semakin sulit unt uk mendapat kan kecu- kupan pangan t et api j uga unt uk mendapat kan produk pangan yang aman. Reduksi keragaman hayat i diikut i punahnya penget ahuan lokal ( i n-

  Ri - nai : Kaj i an Pol i t i k Lokal dan Sosi al -Humani or a, Tahun

  nyumbang keragaman produk pangan. Namun pada saat yang sama, globalisasi pert anian t e- lah mengakibat kan erosi keragaman pangan. Erosi t ersebut menunt ut biaya ekonomi dan sosial. Budidaya pert anian global hanya me- numpukan harapan pada beberapa bij i-bij ian saj a, t erut ama gandum, beras, dan j agung, be- git u j uga dengan kacang-kacangan t erut ama kedelai dan kacang t anah. Umumnya pet ani di wilayah dengan kekayaan hayat i t inggi memiliki penget ahuan lokal yang memadai unt uk menj a- min ket ahanan dan keamanan pangan. Erosi ke- 7 Ibi d, hl m. 35-36 8 Ibi d, hl m. 19 9 Budi Widianarko, “ Dua Waj ah Gl obal isasi Pangan” .

  yang menj adi penyebab mundur at au gagalnya usaha t ani adalah adanya globalisasi pert anian. Globalisasi pert anian memang t elah berhasil menyebarkan t eknik-t eknik budidaya pert anian dan j enis t anaman dari negara kaya ke seluruh dunia. Proses inilah yang bert anggungj awab t erhadap reduksi keragaman hayat i pert anian ( agr obiodi ver sit y). Akibat nya sist em produksi pangan di negara-negara berkembang cende- rung rent an. Keberlanj ut an produksi pangan ha- nya dapat dipert ahankan dengan penambahan input t erus menerus, berupa benih, pupuk, dan pest isida.

  8

  an yang sangat besar t erhadap f akt or klimat o- logi. Bent uk resiko iklim pada pola t anam lahan sawah adalah sebagai berikut : Januari – Februa- ri, komodit as padi (padi 1) beresiko t erkena banj ir di beberapa daerah; komodit as padi 2 resiko t erkena kekeringan (hari kering panj ang menuj u musim huj an); dan j agung resiko t erke- na kekeringan (hari kering panj ang menuj u mu- sim huj an). Bent uk resiko iklim pada pola t anah lahan kering adalah sebagai berikut : Jagung/ Kacang-kacangan beresiko t erkena kekeringan (hari kering panj ang awal musim huj an dan awal musim kering lebih cepat ); dan j agung re- siko t erkena angin kencang (Januari-Februari).

9 Globalisasi pangan memang berhasil me-

  Penj abaran Hukum Al am Menurut Pikir an Or ang Jawa Ber dasarkan Pranat a Mangsa 425

12 Cit ra lingkungan masyarakat t radisional,

  memahami t anda-t anda alam inilah yang pada akhirnya menj adi salah sat u pat okan dalam kehidupan, khususnya dalam pengelolaan lahan pert anian. Kearif an lokal mengandung norma dan nilai-nilai sosial yang mengat ur bagaimana seharusnya membangun keseimbangan ant ara daya dukung lingkungan alam dengan gaya hi- pendekat an yang bercorak st rukt uralis, sesung- guhnya kit a dapat menggali mozaik kehidupan masyarakat set empat yang bernama kearif an kolekt if at au kearif an budaya. Di set iap masya- rakat mana pun kearif an semacam it u t ert anam dalam di relung sist em penget ahuan kolekt if mereka yang dialami bersama. It ulah yang se- ring disebut sebagai l ocal -wi sdom. Para ahli j uga sering menamakan l ocal -knowledge, pe- nget ahuan set empat yang berkearif an.

  Jur nal Il mu- i l mu Sosi al (d/ h MADANI), Vol . 9 No. 3 Okt ober 2008,

  13 No. 1 Jul i 2009, hl m. 4. Lihat j uga kear if an l okal sebagai modal dasar membangun bangsa dal am Zul kif l i B. Lubi s, “ Pot ensi Budaya dan Keari f an Lokal sebagai Modal Dasar Membangun Jat i Diri Bangsa” ,

  Keari f an Lokal (St udi Kasus di Pul au Buru – Mal uku dan Surade – Jawa Bar at )” . Makar a, Sosi al Humani or a, Vo.

  kearif an dalam kebudayaan t radisional, yait u kebudayaan t radisional suku-suku bangsa. Kat a “ kearif an” dalam art i luas diart ikan t idak hanya berupa norma-norma dan nilai-nilai budaya, melainkan segala unsur gagasan, t ermasuk yang berimplikasi kepada t eknologi, penanganan ke- sehat an dan est et ika. Kearif an lokal bukan ha- nya menyangkut peribahasa dan ungkapan ke- bahasaan yang lain, akan t et api menyangkut pula berbagai pola t indakan dan hasil budaya mat erialnya. Dalam art i luas, maka diart ikan 14 Ibi d, hl m. 4 15 Mar cus J. Pat t inama, “ Pengent asan Kemi skinan dengan

  15 Kearif an lokal di sini diart ikan sebagai

  14 Kearif an masyarakat dalam melihat dan

  lain cit ra lingkungan lebih dilandasi oleh sist em nilai dan religi sepert i berkembang dalam alam pikir masyarakat yang masih sederhana dan bersahaj a di negara-negara sedang berkem- bang. Oleh karena it u, yang disebut pert ama dikenal sebagai cit ra lingkungan masyarakat modern, sedangkan yang disebut t erakhir dike- nal sebagai cit ra lingkungan masyarakat t radi- sional.

  an t radisional t idak berart i menimbulkan dam- pak buruk bagi lingkungan hidup, t et api j ust ru mencipt akan sikap dan perilaku manusia yang serba religius dan magis t erhadap lingkungan- nya, dalam bent uk prakt ik-prakt ik pengelolaan dan pemanf aat an sumber daya alam yang bij ak- sana dan bert anggungj awab. Inilah esensi dan ekspresi dari kearif an masyarakat hukum adat t erhadap lingkungan hidupnya

  harmoni dengan l ingkungannya dinamakan memayu hayuning bawono, mer upakan wat ak dan per il aku yang senant i asa berusaha mewuj udkan kesel amat an duni a, kesej aht eraan, dan kebahagi aan. Lihat l ebih l anj ut pada Yohanes Kart ika Herdi yant o & Kw art ar ini Wahyu Yuniar t i, “ Budaya dan Per damai an: Harmoni dal am Ke- arif an Lokal Masyar akat Jaw a Menghadapi Perubahan Pasca Gempa” , Humani t as, Vol . IX No. 1 Januari 2012,

  cit ra lingkungan masyarakat hukum adat sering t ampaknya t idak rasional, bersif at mist is, kare- na selain bert alian dengan kehidupan di alam nyat a ( skal a) j uga erat kait annya dengan peme- liharaan keseimbangan hubungan dalam alam gaib ( ni skal a). Namun demikian, cit ra lingkung- 12 Ibi d. 13 Ibi d, hl m. 3-4. Dal am konsep Jawa, mewuj udkan suat u

  menimbulkan malapet aka bagi kehidupan ma- nusia. Hal ini karena hubungan manusia dengan lingkungannya bukanlah merupakan hubungan yang bersif at eksploit at if , melainkan int eraksi yang saling mendukung dan memelihara dalam keserasian, keseimbangan, dan ket erat uran yang dinamis.

  r ying capaci t y) dan kemampuannya agar t idak

  sepert i yang berkembang dalam masyarakat di negara-negara sedang berkembang lebih berco- rak magis-kosmis. Menurut alam pikir magis- kosmis, manusia dit empat kan sebagai bagian t ak t erpisahkan dari alam lingkungannya; ma- nusia dipengaruhi dan mempengaruhi sert a me- miliki ket erkait an dan ket ergant ungan dengan menyeluruh, holist ik, dan komprehensif . Corak wawasan holist ik membangun kesadaran bahwa kesinambungan hidup manusia sangat t ergan- t ung pada kelest arian f ungsi dan keberlanj ut an lingkungannya. Lingkungan harus diperlakukan dan dimanf aat kan secara bij aksana dan ber- t anggungj awab sesuai dengan daya dukung ( ca-

13 Secara empiris dapat dicermat i bahwa

  426 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 3 Sept ember 2012

  bahwa “ kearif an lokal” it u t erj abar ke dalam seluruh warisan budaya, baik yang t angi bl e maupun i nt angi bl e.

16 Munculnya kearif an lokal

  Sodal i t y: Jur nal Tr ans- di si pl i n Sosi ol ogi , Komuni kasi , dan Ekol ogi Manusi a,

  Sosi al Menuj u Aj eg Bal i . Lihat pada post . co. id/ bal i post cet ak/ 2005/ 11/ 12/ o2. ht m, akses t anggal 10 November 2010 23 Lihat j uga Ti a Okt avi ani Sumar na Aul ia dan Arya Hadi Dhar maw an, “ Kear if an Lokal dal am Pengel ol aan Sum- berdaya Air di Kampung Kut a” ,

  1 April 2009, hl m. 28-37; Inyo Yos Fer nandez, “ Kat egori dan Ekspresi Lingui st ik dal am Bahasa Jawa sebagai Cermin Kear if an Lokal Penut urnya: Kaj i an Et nol inguist ik pada Masyar akat Pet ani dan Nel ayan” . Jur nal Kaj i an Li ngui st i k dan Sast r a, Vol . 20 No. 2 Desember 2008, hl m. 166-177 21 Mar cus J. Pat t inama, op. ci t , hl m. 9 22 G. Ar dhana, 2005. Kear i f an Lokal Tanggul angi Masal ah

  Jawa Lew at Ungkapan (Bebasan, Sal oka, dan Par ibasa)” . Jur nal Il mi ah Bahasa dan Sast r a, Vol . V No.

  Meski demikian, t idak mudah unt uk mem- pelaj ari kearif an lokal ( l ocal wi sdom) yang ada. Kearif an lokal bukan sekadar menget ahui nilai- nilai dalam kandungan budaya it u, akan t et api lebih j auh dari it u adalah menggunakannya un- t uk memecahkan masalah-masalah kehidupan 20 Ni Wayan Sart i ni, “ Menggal i Nil ai Keari f an Lokal Budaya

  kembangkan, dan dipert ahankan masyarakat yang menj adi pedoman hidup mereka, t erma- suk berbagai mekanisme dan cara unt uk bersi- kap, bert ingkah laku, dan bert indak yang di- t uangkan dalam t at anan sosial. Kearif an lokal berdasarkan pendekat an f ungsional dapat dipa- hami bagaimana masyarakat melaksanakan f ungsi-f ungsinya, yait u f ungsi adapt asi, int egra- si, pencapaian t uj uan dan pemeliharaan pola, sepert i adapt asi menghadapi era globalisasi.

  23 Dalam pendekat an kult ural, kearif an

  kan pendekat an st rukt ural, kearif an lokal dapat dipahami dari keunikan st rukt ur sosial yang berkembang di lingkungan masyarakat , yang dapat menj elaskan t ent ang inst it usi at au orga- nisasi sosial sert a kelompok sosial yang ada. Cont ohnya di Bali ada desa pakraman, subak yang di dalamnya t erkandung f alsaf ah Tri Hit a Karana.

  22 Berdasar-

  melalui 3 (t iga) pendekat an, yait u pendekat an st rukt ural, kult ural, dan f ungsional.

  21 Memahami kearif an lokal dapat dilakukan

  ut ama kearif an lokal adalah mencipt akan ket e- rat uran dan keseimbangan ant ara kehidupan sosial, budaya dan kelest arian sumberdaya alam.

  20 Kegunaan

  t ercermin dalam berbagai bent uk perilaku, sa- lah sat unya adalah lewat ungkapan.

  Lihat j uga Rit a Rahmawat i, et . al . “ Penget ahuan Lokal Masyarakat Adat Kasepuhan: Adapt asi, Konf l ik dan Dinamika Sosio-Ekol ogis” . Sodal i t y: Jur nal Tr ansdi si pl i n Sosi ol ogi , Komuni kasi , dan Ekol ogi Manusi a, Agust us 2008, hl m. 151-190. Lihat j uga t ent ang pengaruh pe- nget ahuan barat t er hadap indigenous knowl eder dal am P. Sol it oe, “ The Devel opment of Indigenous Knowl edge: A New Appl ied Ant hropol ogy. Cur r ent Ant hr opol ogy, Vol . 39/ 2 1998; dan A. Nygren, “ Local Knowl edge in t he Environment -Devel opment Di scour s” , Cr i t i que of An- t hr opol ogy, Vol . 19/ 3, 1999. 18 I. G. A. Wesnawa, “ Dinamika Pemanf aat an Ruang Ber ba- sis Kearif an Lokal di Kabupat en Bul el eng Provinsi Bal i” , For um Geogr af i , Vol . 24 No. 1, 2010, hl m. 1-11.

  382. Lihat j uga Rachmad Syaf a’ at , “ Kear if an Lokal pada Masyarakat Adat di Indonesia” , Jur nal Publ i ca, Vol . IV No. 1, Januar i 2008, hl m. 8-15. 17 Lihat dan bandingkan dengan Gunggung Senoaj i, “ Pe- manf aat an Hut an dan Li ngkungan ol eh Masyar akat Ba- duy di Bant en Sel at an” , Jur nal Manusi a dan Li ngkung- an, Vol . XI, No. 3, November 2004, Yogyakart a: PSLH UGM, hl m. 144, dan Gunggung Senoaj i , “ Masyarakat Baduy, Hut an, dan Lingkungan” , Jur nal Manusi a dan Li ngkungan, Vol . 17 No. 2, Jul i 2010, hl m. 113-123.

  dan dit urunkan dari generasi ke generasi, yang 16 Edi Sedyawat i, 2007. Budaya Indonesi a: Kaj i an Ar keo- l ogi , Seni , dan Sej ar ah. Jakart a: Raj aw al i Press, hl m.

  ni ng by exper i ence yang t et ap dipert ahankan

  peroleh melalui suat u pendidikan f ormal dan inf ormal t et api hanya bisa dipahami dari suat u pengalaman yang panj ang melalui suat u peng- amat an langsung. Kearif an lokal lahir dari lear -

  seolah-olah bert ahan dan berkembang dengan sendirinya. Kelihat annya t idak ada ilmu at au t eknologi yang mendasari- nya. Kearif an lokal meniscayakan adanya muat - an budaya masa lalu dan berf ungsi unt uk mem- bangun kerinduan pada kehidupan nenek mo- yang, yang menj adi t onggak kehidupan masa bat an yang menghubungkan masa lalu dan masa sekarang, generasi nenek moyang dan generasi sekarang. Jadi kearif an lokal dapat dij adikan simpai perekat dan pemersat u ant ar generasi.

  18

  generasi ke generasi

  pada suat u masyarakat at au komunit as pada awalnya t erj adi karena manusia berusaha unt uk menyesuaikan diri dengan lingkungan geograf is t empat t inggalnya (det erminisme lingkungan) dan pengaruh lain yang mengganggu st abilit as budaya set empat .

17 Kearif an lokal lahir dan berkembang dari

19 Kearif an lokal sama sekali t idak bisa di-

  Penj abaran Hukum Al am Menurut Pikir an Or ang Jawa Ber dasarkan Pranat a Mangsa 427

  mangsa dengan periode dalam kalender Gregorious

  Tabl oi d Si nar Tani , Edisi 9 – 15 Mar et 2005; dan Bi st ok Hasihol an Si manj unt ak, op. ci t , hl m.

  4 No. 1, 2000, hl m. 47 27 Ibi d; Sukardi Wisnubrot o, “ Pengenal an Wakt u Tradisio- nal menurut Jabar an Met eorol ogi dan Pemanf aat an- nya” . Agr omet , Vol . XI No. 1 dan 2, 1995, hl m. 24-32; Dedik Wiri adiwangsa, “ Pr anat a Mangsa Masi h Pent ing Unt uk Per t anian” .

  Tradisional “ Pr anat a Mangsa” pada Pengel ol aan Hama Terpadu” . Jur nal Per l i ndungan Tanaman Indonesi a Vol .

  Tanggal 22 Juni dipilih sebagai hari per- t ama dalam kalender pranat a mangsa rupanya karena disadari bahwa t anggal ini adalah hari pert ama bergesernya kedudukan mat ahari dari garis balik ut ara ke garis balik selat an. Perpin- dahan kedudukan mat ahari berhubungan de- ngan keadaan unsur-unsur met eorologist suat u 26 Sukardi Wisnubrot o, “ Sumbangan Pengenal an Wakt u

  41 22/ 6 – 1/ 8 2. 23 2/ 8 – 24/ 8 3. 24 25/ 8 – 17/ 9 4. 25 18/ 9 – 12/ 10 5. 27 13/ 10 – 8/ 11 6. 43 9/ 11 – 22/ 12 7. 43 22/ 12 – 2/ 2 8. 26-27 3/ 2 – 28 (29)/ 2 9. 25 1/ 3 – 25/ 3 10. 24 26/ 3 – 18/ 4 11. 23 19/ 4 – 11/ 5 12. 41 12/ 5 – 21/ 6

  Mangsa Periode (hari) Periode Gregorius 1.

  27 Tabel 1. Kesej aj aran periode masing-masing

  yang ada pada saat ini maupun yang akan da- t ang. Seringkali dalam mempelaj ari budaya suat u daerah, kearif an lokal ini diabaikan se- hingga yang didapat hanyalah kulit nya saj a t anpa isi.

  mulai disej aj arkan dengan kalender Gregorius (Masehi). Pengait an pranat a mangsa dengan kalender Gregorian memungkinkan periode (umur) masing-masing mangsa dapat dicari ke- sej aj arannya dengan periode dalam kalender Gregorian yang pada saat ini sudah diket ahui masyarakat pada umumnya. Sebelum disej aj ar- kan degan kalender Gregorian, masyarakat da- pat menget ahui perpindahan mangsa dengan pedoman pada rasi bint ang dan indikat or ma- sing-masing mangsa. Pranat a mangsa t erdiri at as 12 mangsa dengan umur berkisar dari 23- 24 hari yang merupakan variasi umur paling be- sar di ant ara kalender-kalender yang ada. Kese- periode dalam kalender Gregorius t ercant um dalam t abel 1.

  26 Prant a mangsa sebagai kalender surya

  t ent ang permulaan musim huj an, per-mulaan musim kemarau dan lain-lain.

  Tabl oi d Si nar Tani , Edisi 9 – 15 Mar et 2005; dan Bist ok Hasihol an Si manj unt ak, op. ci t , hl m. 21

  wakt u t radisional yang menurut Ronggowarsit o sudah ribuan t ahun yang lalu dikenal oleh ma- syarakat Jawa, namun sebagai kalender dires- mikan oleh raj a Surakart a pada 22 Juni 1855. Pranat a mangsa yang t erdiri at as 12 mangsa yang masing-masing memiliki indikat or, dan indikat or ini meski bersif at semi kuant it at if dapat dimanf aat kan unt uk membuat prakiraa 24 Wiri adiwangsa, Dedik. “ Pr anat a Mangsa Masih Pent ing Unt uk Per t anian” .

  oleh pet ani di sekit ar Gunung Merapi dan Gu- nung Merbabu di Jawa Tengah. Tuj uan penggu- naan penget ahuan pr anat a mangsa adalah pe- ngurangan resiko dan pencegahan biaya pro- duksi t inggi. Namun demikian, indikat or kej adi- an alam t ersebut menj adi t idak t epat karena perubahan lingkungan global. Sebagai cont oh kej adian pergeseran musim huj an dan musim kemarau berdampak pergeseran musin ber- bunga dan berpanen.

  Pengabaian t erhadap kearif an lokal (nilai- nilai luhur dalam suat u budaya) menyebabkan banyak warisan budaya yang lapuk dimakan usia, t erlant ar, diabaikan, direndahkan oleh orang at au bangsa lain, bahkan musnah t ak ber- bekas. Salah sat u kearif an lokal masyarakat Ja- wa yang berkait an dengan pengelolaan lahan pert anian adalah Pr anat a Mangsa. Selama ribu- an t ahun, mereka menghaf alkan pola musim, iklim dan f enomena alam lainnya, akhirnya ne- nek moyang kit a membuat kalender t ahunan bukan berdasarkan kalender syamsiah (masehi) berdasarkan kej adian-kej adian alam yait u se- pert i musim penghuj an, kemarau, musim ber- bunga, dan let ak bint ang di j agat raya, sert a pengaruh bulan purnama t erhadap pasang su- rut nya air laut .

24 Pr anat a mangsa sangat ket at dilakukan

25 Pranat a mangsa merupakan pengenalan

  428 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 3 Sept ember 2012

  wilayah yang selanj ut nya akan berpengaruh t erhadap f enologi t anaman dan hewan yang merupakan dasar ut ama indikat or mangsa da- lam pranat a mangsa.

  Iklim relat if sulit unt uk dikendalikan dan dimodif ikasi, kecuali dalam skala kecil. Agar f enomena ikim dapat diopt imalkan maka inf or- masi t ent ang kondisi iklim t erut ama peluang kej adian iklim ekst rim (kemarau panj ang dan kebanj iran) dan peramalam (prediksi) kondisi iklim yang akan dat ang perlu diket haui sedini mungkin. Upaya ini bert uj uan unt uk menghin- dari at au meminimalisasi dampak yang dit im- bulkan adanya iklim ekst rem t ersebut . Melalui sist em pranat amangsa pet ani menggunakan t anda-t anda f enomena alam at au yang sering- kali disebut gej ala-gej ala alam dalam mempra- kirakan kapan musim huj an mulai, kapan musim huj an berhent i. Kemarau panj ang pun dapat di- ket ahui dengan indikat or pranat a mangsa. Mi- salnya indikat or mangsa ket iga yait u “ Sut a ma- bat ang umbi gadung ( Dioscor ea hi spode Densst ) sebagai cont oh merupakan indikat or kurang le- bih 50 hari ke depan musim huj an mulai. Ber- bunyinya t onggeret ( Ti bi cen Sp) merupakan in- dikat or musim kemarau sudah dekat .

28 Sebelum disej aj arkan dengan kalender

  masing mangsa sert a nama rasi bint ang penunj uk

  9 Wedaring wacana mulya Gareng (t ong- greret ) berbu- nyi

  30 Bist ok Hasihol an Si manj unt ak, op. ci t , hl m. 36; Sukardi

  Pranat a mangsa dalam kont eks t eori an- t ropologi dapat dij elaskan dengan bermacam t eori. Teori behaviorial menekankan pada ke- udayaan sebagai “ behavior ” , yakni t indakan yang memiliki pola-polanya sendiri sebagaima- na dit unj ukkan dalam kesat uan kehidupan so- sial masyarakat yang berbeda-beda. Penekan- an pada t eori ini t erlet ak pada sit uasi empiri k di mana pola-pola t indakan it u t erwuj ud dan

  Jawa t ak dapat dinilai dari penilaian secara f i- sik semat a, akan t et api ada kekuat an adikodra- t i dan kasat mat a (gaib) yang menyert ai set iap orang Jawa sesuai dengan garis nasib yang t e- lah diperhit ugkan. Penj elasan mengenai prana- t a mangsa yang sampai saat ini masi dianut dan dilakukan oleh pet ani di Jawa sangat diperlu- kan unt uk memperoleh penget ahuan yang holis- t ik dengan menggunakan kearif an lokal masya- rakat it u sendiri.

  30 Penj elasan t erhadap t iap t indakan orang

  Gregorius, masyarakat menget ahui perpindahan mangsa dengan dasar kedudukan dan kenampa- kan rasi bint ang penunj uk dan indikat or ma- sing-masing mangsa. Cara ini diakui cukup sulit . Indikat or dan rasi bint ang penunj uk t ert era da- lam t abel 2.

  28 Sukardi Wisnubrot o, 2000, op, ci t , hl m. 47 29 Dedik Wir iadiw angsa, op. ci t dan Bist ok Hasihol an Si - manj unt ak, op. ci t , hl m. 21-22 dan 47

  12 Tirt a sah saking sas- ana Orang sukar berkeringat Tagih

  11 Sot ya sinarawedi Telur burung menet as dan induknya me- nyuapi anaknya (ngloloh) Lumbung

  Waluku

  10 Gedhing minep j ro- ning kalbu Beberapa ma- cam t ernak bunt ing

  Wuluh

  8 Anj rah j ro- ning kayun Periode kawin beberapa ma- cam hewan Wulanj ar ngirim

  Mang- sa Indikator Tafsir Bintang penunj uk

  Bima sakt i

  29 Tabel 2. Indikat or dan t af sir indikat or masing-

  Gorong mayit

  6 Rasa mulyo kesucian Pohon buah- buahan berbuah

  Mulai musi hu- j an Banyak angrem

  5 Pancuran emas suma- wur ing j agad

  Jaran dawuk

  4 Waspa ke- membeng j roning kalbu Sumber air ba- nyak yang ke- ring

  3 Sut a manut ing bapa Tanaman yang menj alar (ubi) t umbuh & me- ngikut penegak- nya (lanj aran) Lumbung

  Tagih

  2 Bant ala rengka Permukaan t a- nah ret ak

  1 Sot ya murca saka emba- nan Dedaunan gugur Sapi gumarang

  7 Wisa kent ar ing marut a Munculnya ba- nyak penyakit

  Penj abaran Hukum Al am Menurut Pikir an Or ang Jawa Ber dasarkan Pranat a Mangsa 429 diwuj udkan.

31 Jika menggunakan t eori ini, ma-

  ka perilaku pet ani di Jawa (khususnya Banyu- mas) yang berkait an dengan pengelolaan lahan pert anian, sebenarnya sudah t erpola dan t eru- muskan dalam pranat a mangsa it u.

  dan Mot i vasi Terhadap Per il aku Berwaw asan Lingkungan Pet ani dal am Mengel ol a Lahan Per t anian di Kabupat en Soppeng” . Jur nal Manusi a dan Li ngkungan Vol . 18 No. 1, Maret 2011 35 Sukardi Wisnubrot o, 2000, op. ci t , hl m. 46

  sebagai penent uan at au pat okan bila akan me- ngerj akan sesuat u pekerj aan, unt uk mengura- ngi resiko dan mencegah biaya produksi t inggi. Pranat a mangsa berasal dari bahasa Jawa “ pra- nat a” yang berart i t at acara at au prosedur, sedangkan “ mangsa” berart i musim. Pranat a mangsa dipergunakan unt uk menent ukan mulai t anam dan panen t anaman. Pranat a mangsa meliput i pembagian musim (mangsa) dan j um- lah hari, akt ivit as (kegiat an) pet ani, ciri-ciri yang t ampak (t anda-t anda alam) pada masing- masing mangsa. Dalam siklus 365 (t iga rat us enam puluh lima) hari dibagi menj adi duabelas musim ( seasons) at au dalam bahasa Jawa “ mangsa” dengan panj ang hari yang berbeda- beda. Di t ingkat pet ani, maka keduabelas mu- sim ini (mangsa) kemudian diklasif ikasikan menj adi empat musim (mangsa) umum, yait u: musim kemarau yang lamanya sekit ar 88 hari; labuh, yait u musim peralihan pert ama dengan lama sekit ar 95 hari; penghuj an yang lamanya sekirat 94/ 95 hari; dan musim mareng yait u 34 Mul yadi, “ Pengaruh Kear if an Lokal , Locus of Cont rol ,

  Per t ama, pranat a mangsa diberlakukan pet ani

  36 daerah Boyolali dan disimpulkan beberapa hal.

  35 Berdasarkan penelit ian Simanaj unt ak et .

  Tengah, j uga menunj ukkan ada korelasi posit if ant ara pranat a mangsa dengan pengelolaan ha- ma t erpadu. Pranat a mangsa sebagai perhit ung- an semi kuant it at if dapat dimanf aat kan unt uk menunj ang pelaksanaan pengelolaan hama t er- padu khususnya membant u dalam merencana- kan dan memilih wakt u t anam yang t epat su- paya t erhindar dari serangan hama yang serius. Melalui perhit ungan pranat a mangsa, diharap- kan f lukt uasi perkembangan populasi hama mencapai puncaknya t idak bert epat an dengan st adium pert umbuhan dan perkembangan t ana- man yang paling peka.

  34 Penelit ian Wisnubrot o di Boyolali, Jawa

  berwawasan lingkungan pet ani dalam mengelo- la lahan pert anian.

  Teor i , Met odol ogi , dan Apl i kasi . Semar ang: Fasindo, hl m. 25-27 32 Ibi d, hl m. 27

  Beberapa hasil penelit ian mengenai ke- arif an lokal dalam kait annya dengan pengolaan lahan pert anian menunj ukkan adanya hubungan yang sigf nif ikan ant ara kearif an lokal dengan pelest arian lingkungan di kalangan pet ani yang beruj ung pada produkt ivit as lahan pert anian. Penelit ian Mulyadi di Soppeng, Sulawesi Selat an menunj ukkan bahwa kearf ian berpengaruh po- sit if dan signif ikan t erhadap t ingginya perilaku 31 Mudj ahiri n Thohir, 2007. Memahami Kebudayaan,

  Praktik Pranat a Mangsa di Kab. Banyumas

  pada t eori ini, pr anat a mangsa merupakan ide, gagasan at au penget ahuan yang dipercaya oleh orang Jawa. Akan t et api bukan ide semat a, ka- rena di dalamnya sudah bercampur dengan ber- bagai kepercayaan pada kekuat an gaib, j adi bu- kan akal semat a.

  Teori ideasional bergerak pada ide, gaga- san, penget ahuan dan keyakinan yang menj adi t ulang punggung dari apa yang disebut dengan kebudayaan. Kebudayaan bukanlah t indakan yang berpola, bukan pula mat eri yang diwuj ud- kan, t et api kebudayaan adalah pola-pola unt uk bert indak dan menghasilkan wuj ud t indakan yang bersif at publik.

  ku pet ani di Jawa (khususnya Banyumas), t idak- lah cukup dengan melihat pranat a mangsa yang t erdapat pada buku j awa at au primbon saj a, akan t et api perlu dilihat pula perilaku nyat a yang dilakukan pet ani di Jawa, sehingga ada at au t idak ada korelasi ant ara perhit ungan pra- menggunakan penj elasan t eori ini.

  Demikian pula dengan t eori mat erialisme, di mana budaya bergerak dari hasil at au produk yang sudah t erwuj ud. Budaya bukan ada pada apa yang t erekspresikan, bukan pula yang ada dalam t af siran, akan t et api berada dalam apa yang sudah diwuj udkan.

32 Unt uk melihat perila-

33 Jika kit a mendasarkan

  430 Jurnal Dinamika Hukum Vol . 12 No. 3 Sept ember 2012

  musim peralihan kedua yang lamanya sekit ar 88 hari.

  Menanggapi f enomena t ersebut , H. Kirom (t okoh masyarakat yang bisa membaca dan memperhit ungkan pranat a mangsa dari Aj iba- rang, Banyumas) dan Ahmad Tohari (budaya- wan), menyat akan bahwa pr anat a mangsa sulit dipert ahankan karena adanya globalisasi, peng- aruh iklim, modernisasi pert anian dan adanya pengairan t eknis. Pr anat a mangsa masih digu- nakan pada daerah yang sulit air, sawah t adah huj an dan daerah lereng Gunung Slamet .

  masing lokasi mengat akan bahwa mereka t idak menggunakan pr anat a mangsa, di samping ru- mit perhit ungannya, sawah yang ada sekarang sudah dialiri dengan air irigasi t eknis sehingga t idak kesulit an mendapat kan air. Selain it u me- reka j uga mendapat saran dari para penyuluh lapangan pert anian.

  pr anat a mangsa. Sebagian inf orman di masing-

  mereka bert anya kepada ahlinya, yang biasanya adalah sesepuh desa at au pet ani. Demikian pu- la ada yang ikut -ikut an saj a memprakt ikkan