Sintesis senyawa laktogenin dari tetrahidrofuran-3-karboksaldehid dan 2-asetil-gamma butirolakton dalam suasana basa piridin - USD Repository

  

SINTESIS SENYAWA LAKTOGENIN DARI TETRAHIDROFURAN-3-

KARBOKSALDEHID DAN 2-ASETIL-γ-BUTIROLAKTON

DALAM SUASANA BASA PIRIDIN

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

  Program Studi ilmu Farmasi Diajukan oleh :

  Margareth Henrika Silow NIM : 088114057

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2012

  

SINTESIS SENYAWA LAKTOGENIN DARI TETRAHIDROFURAN-3-

KARBOKSALDEHID DAN 2-ASETIL-γ-BUTIROLAKTON

DALAM SUASANA BASA PIRIDIN

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

  Program Studi ilmu Farmasi Diajukan oleh :

  Margareth Henrika Silow NIM : 088114057

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

  

HALAMAN PERSEMBAHAN

“Life is an opportunity, benefit from it.

  

Life is beauty, admire it.

Life is a dream, realize it.

Life is a challenge, meet it.

  

Life is a duty, complete it.

  

Life is a game, play it.

Life is a promise, fulfill it.

Life is sorrow, overcome it.

  

Life is a song, sing it.

Life is a struggle, accept it.

Life is a tragedy, confront it.

  

Life is an adventure, dare it.

  

Life is luck, make it.

Life is too precious, do not destroy it.

  

Life is life, fight for it.”

Mother Teresa

  ― Karya sederhanaku ini kupersembahkan untuk : Papa dan Mama tercinta

  Erol dan Emon tersayang Almamaterku

  

PRAKATA

  Puji sembah syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat, dan bimbingan yang melimpah kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “SINTESIS SENYAWA LAKTOGENIN DARI TETRAHIDROFURAN-3-KARBOKSALDEHIDA DAN 2-ASETIL-γ- BUTIROLAKTON DALAM SUASANA BASA PIRIDIN ” sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  Karya sederhana ini tak lepas dari dukungan, bimbingan, dan saran yang sangat besar artinya bagi penulis. Pada kesempatan yang istimewa ini, penulis hendak menyampaikan rasa terima kasih dengan tulus kepada :

  1. Ipang Djunarko, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  2. Jeffry Julianus, M.Si,. selaku dosen pembimbing yang dengan sabar membimbing dan memberikan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini sekaligus sebagai dosen penguji atas segala masukan dan sarannya untuk kemajuan skripsi penulis.

  3. Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen penguji atas segala masukan, kritik, dan sarannya.

  4. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., selaku dosen penguji atas segala masukan, kritik, dan sarannya.

  5. Rini Dwi Astuti, M.Si., Apt., selaku kepala laboratorium Farmasi, atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk melakukan penelitian di laboratorium Farmasi.

  6. Semua Dosen di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah mendedikasikan waktu dan membagi ilmunya demi kemajuan Farmasi USD.

  Excellent in Quality, Competitiveness, and Care!

  7. Staf Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma secara khusus Pak Parlan, Mas Kunto, dan Mas Bimo yang telah menemani dan membantu penulis selama melakukan penelitian.

  8. Keluarga besar Silow dan Ryadi atas doa dan semangat yang selalu penulis rasakan. Terimakasih banyak!

  9. Elya Findawati dan Laurensius Widi A.P. atas kebersamaan dalam penelitian ini. Dukungan kalian yang membuat penulis selalu semangat.

  10. Helena Angelina, Regina Clarissa, Sandra Ruby, Meyrina Harjani, Prasilya, Agnes Susianti, Florentina Sunaryo, Adi Wirasaputra. Bersama kalian hidup penulis menjadi indah.

  11. Anasthasia Mardila, Sari Tambunan, Theresia Wijayanti. Makan siang tanpa kalian rasanya hambar sekali. Terima kasih atas kebersamaan, semangat, dan dorongan yang selalu penulis rasakan.

  12. Alaen Shinto Purba. Terimakasih untuk kebersamaan selama ini baik suka dan duka.

  13. Alfonsus Heppy, teman sejawat dari TITRASI 2008 hingga sekarang. Semoga

  14. Teman kelompok praktikum dari semester 1-6 : Hepi, Elya, Widi, Icha, Dea, Natalia, Fajar, Cynthia, Singgih, Adi Wiro Sableng, Velly, Tia, Paulina, Ayen, Tiwi. Tak akan pernah terlupa praktikum bersama kalian!

  15. Teman-teman Farmasi angkatan 2008, baik FST maupun FKK. Jadilah Farmasis yang e-QCC!

  16. Teman-teman Farmasi dari angkatan 2009-2010, sukses terus di farmasi!

  17. Teman-teman KKN angkatan 42 kelompok 12 desa Plagrak-Cangkringan: Dita, Sita, Lando, Ika, Novia, Lukas, Dis, Vebri, dan Fajar. Semoga sukses dibidang masing-masing.

  18. At least but no least, semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Kalian selalu di hati.

  Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna mengingat keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan penulis. Akhir kata semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan maupun pembaca.

  Yogyakarta, Januari 2012 Margareth Henrika Silow

DAFTAR ISI

  1. Permasalahan

  10

  1. Pemeriksaan Organoleptis

  10

  8 D. Uji Pendahuluan

  6 C. Sintesis Senyawa Laktogenin

  5 B. Asetogenin

  5 A. Kanker

  4 BAB II PENELAAHAN PUSTAKA

  4 B. Tujuan Penelitian

  3. Manfaat Penelitian

  4

  2. Keaslian Penelitian

  4

  Halaman HALAMAN SAMPUL i

  HALAMAN JUDUL ii

  1 A. Latar Belakang

  BAB I PENDAHULUAN

  xviii

  ABSTRACT

  INTISARI xvii

  DAFTAR LAMPIRAN xvi

  DAFTAR GAMBAR xv

  DAFTAR TABEL xiv

  PERNYATAAN KEASLIAN KARYA x DAFTAR ISI xi

  ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vi PRAKATA vii

  LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

  HALAMAN PERSEMBAHAN v

  HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING iii HALAMAN PENGESAHAN iv

  1

  3. Spektrofotometri UV

  11

  4. Kromatografi Gas

  12 E. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis

  13

  1. Spektrofotometri Inframerah

  13

  2. Spektrometri Massa

  15 F. Landasan Teori

  17 G. Hipotesis

  18 BAB III METODE PENELITIAN

  19 A. Jenis dan Rancangan Penelitian

  19 B. Variabel dan Definisi Operasional

  19 C. Bahan Penelitian

  20 D. Alat Penelitian

  20 E. Tata Cara Penelitian

  20

  1. Pembuatan Katalis Piridin

  21

  2. Sintesis Senyawa Laktogenin dalam suasana basa piridin

  21

  3. Uji Pendahuluan

  21

  a) Organoleptis

  21

  b) Uji Kemurnian Menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

  21

  c) Uji Penentuan Panjang Gelombang Maksimum

  21

  d) Kromatografi Gas

  22

  4. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis

  22

  a) Spektrofotometri Inframerah

  22

  b) Spektrometri Massa

  22 F. Analisis Hasil

  23

  1. Analisis Pendahuluan

  23

  2. Pemeriksaan Kemurnian Senyawa Hasil Sintesis

  23

  3. Elusidasi Struktur

  23 BAB IV PEMBAHASAN

  24 A. Sintesis senyawa laktogenin

  24

  1. Uji Organoleptis

  27

  2. Uji Kromatografi Lapis Tipis

  28

  3. Uji Panjang Gelombang Maksimum

  30 C. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis

  33

  1. Spektrofotometri Inframerah

  33

  2. Spektrometri Massa

  38 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

  45 DAFTAR PUSTAKA

  46 LAMPIRAN 1

  50 LAMPIRAN 2

  50 LAMPIRAN 3

  51 LAMPIRAN 4

  51 LAMPIRAN 5

  52 LAMPIRAN 6

  53 LAMPIRAN 7

  54 LAMPIRAN 8

  55 LAMPIRAN 9

  56 LAMPIRAN 10

  57 LAMPIRAN 11

  57 LAMPIRAN 12

  58 LAMPIRAN 13

  60 LAMPIRAN 14

  61 LAMPIRAN 15

  62 LAMPIRAN 16

  62 BIOGRAFI PENULIS

  63

  DAFTAR TABEL

  Tabel 1. Tabel perbandingan organoleptis antara senyawa hasil sintesis dengan starting material

  27 Tabel 2. Nilai R

  f

  senyawa hasil sintesis dan 2-asetil-γ-butirolakton

  29 Tabel 3. Data panjang gelombang maksimal

  31 Tabel 4. Perbandingan pita vibrasi gugus senyawa hasil sintesis dengan literatur

  34 Tabel 5. Perbandingan interpretasi spektra inframerah senyawa hasil sintesis dan starting material

  38

  

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Strukur umum asetogenin…………………………………………...

  32 Gambar 13. Spektra Inframerah senyawa hasil sintesis………………………..

  44 Gambar 22. Hasil Perhitungan C karbonil pada tetrahidrofuran-3-karboksal dehid dengan program Marvin Sketch……………….……………

  43 Gambar 21. Hasil Perhitungan C karbonil pada 2-asetil-γ-butirolakton dengan program Marvin Sketch…………………………………………...

  41 Gambar 20. Usulan mekanisme fragmentasi dari senyawa hasil sintesis……...

  40 Gambar 19. Mekanisme reaksi pembentukan senyawa (Z) – 3 - (hidroksi (tetra hidrofuran-3-il)metil)-3-(3-(2-oksotetrahidrofuran-3-il)but-2 enoil) dihidro furan-2(3H)-on…………………………………………...

  40 Gambar 18. Hasil spektra massa pada waktu retensi 18,414 menit……………

  39 Gambar 17. Hasil spektra massa pada waktu retensi 3,151 menit……………..

  37 Gambar 16. Kromatogram GC senyawa hasil sintesis…………………………

  36 Gambar 15. Spektra Inframerah tetrahidrofuran-3-karboksaldehid …………..

  34 Gambar 14. Spektra Inframerah 2-asetil-γ-butirolakton ………………………

  31 Gambar 12. Spektra UV senyawa hasil sintesis………………………………..

  2 Gambar 2. Interaksi antara asetogenin dengan enzim kompleks I (NADH Ubiquinone oksidoreduktase)……………………………………….

  31 Gambar 11. Senyawa hasil sintesis dengan gugus kromofor…………………..

  29 Gambar 10. Spektra UV 2-asetil-γ-butirolakton ………………………………

  26 Gambar 9. Kromatogram KLT senyawa hasil sintesis…………………………

  26 Gambar 8. Reaksi dehidrasi dari senyawa β-OH karbonil …………………….

  26 Gambar 7. Reaksi pembentukan β-OH karbonil sebagai senyawa antara……...

  25 Gambar 6. Reaksi adisi ion enolat pada gugus karbonil dari tetrahidrofuran-3 karboksaldehid……………………………………………………..

  18 Gambar 5. Reaksi pembentukan ion enolat dari 2-asetil-γ-butirolakton……….

  9 Gambar 4. Reaksi umum sintesis laktogenin…………………………………...

  6 Gambar 3. Analisis diskoneksi senyawa laktogenin……………………….…...

  44

  DAFTAR LAMPIRAN

  56 Lampiran 10. Spektra massa senyawa hasil sintesis pada waktu retensi 3,151 menit …………….......…………................…..................

  62 Lampiran 16. Hasil perhitungan C karbonil pada tetrahidrofuran-3-karboksal dehid menggunakan program Marvin Sketch………................

  61 Lampiran 15. Hasil perhitungan C karbonil pada 2-asetil-γ-butirolakton menggunakan program Marvin Sketch………………………..

  60 Lampiran 14. Spektra inframerah (IR) tetrahidrofuran-3-karboksaldehid...…

  58 Lampiran 13. Spektra inframerah (IR) 2-asetil-γ-butirolakton...............……

  57 Lampiran 12. Spektra inframerah (IR) senyawa hasil sintesis................……

  57 Lampiran 11. Spektra massa senyawa hasil sintesis pada waktu retensi 18,414 menit……………………................…………..............

  55 Lampiran 9. Kondisi setting alat GC-MS ….................……...…………...…..

  Lampiran 1. Perhitungan mol tetrahidrofuran-3-karboksaldehid ………………

  54 Lampiran 8. Kromatogram GC senyawa hasil sintesis ………...……………..

  53 Lampiran 7. Perhitungan kepolaran fase gerak KLT dan log P senyawa hasil sintesis ………….………………..………………………………

  52 Lampiran 6. Perhitungan nilai R f senyawa hasil sintesis ………………………

  51 Lampiran 5. Kromatogram KLT senyawa hasil sintesis ………………………

  51 Lampiran 4. Persamaan reaksi………………………………………………….

  50 Lampiran 3. Perhitungan larutan piridin………………………………………..

  50 Lampiran 2. Perhitungan bahan 2-asetil-γ-butirolakton ……………………….

  62

  

INTISARI

  Telah dilakukan sintesis senyawa laktogenin dengan mereaksikan tetrahidrofuran-3-karboksaldehida 5,53 mmol (1 mL) dan 2-asetil-γ-butirolakton 5,53 mmol (0,5943 mL) melalui reaksi kondensasi aldol silang dalam suasana basa piridina. Analisis hasil sintesis dilakukan dengan uji organoleptis, uji kromatografi lapis tipis (KLT) dengan fase gerak CCl : etil asetat (4 : 1) dan fase

  4

  diam silika gel GF 254 , dan elusidasi struktur dengan spektrofotometri inframerah dan spektrometri massa.

  Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa hasil sintesis berupa larutan berwarna kuning pekat dan berbau menyengat. Uji kromatografi lapis tipis menghasilkan bercak dengan harga R senyawa hasil sintesis sebesar 0,380.

  

f

  Elusidasi struktur menggunakan spektra Inframerah dan spektra MS menunjukkan bahwa senyawa laktogenin tidak terbentuk melainkan senyawa hasil reaksi self-

  

condentation antar 2-asetil-γ-butirolakton dan diikuti reaksi dengan

  tetrahidrofuran-3-karboksaldehid yaitu (Z)-3-(hidroksi(tetrahidrofuran-3- il)metil)-3-(3-(2-oksotetrahidrofuran-3-il)but-2 enoil) dihidrofuran-2(3H)-on dengan persen kemurnian sebesar 10,25% secara kromatografi gas.

  Kata kunci

  : 2-asetil-γ-butirolakton, tetrahidrofuran-3-karboksaldehida, piridin, reaksi kondensasi aldol silang.

  

ABSTRACT

  Synthesis of laktogenin has been carried out by reacting tetrahydrofuran- 3-karboksaldehida 5.53 mmol (1 mL) and 2-acetyl-γ-butirolakton 5.53 mmol (0.5943 mL) through cross-aldol condensation reaction in alkali condition of pyridine. Analysis of the results of synthesis is done by organoleptis test, Thin Layer Chromatography (TLC) test with mobile phase CCl : ethyl acetate (4:1) and

  4

  stationary phase use silica gel GF 254 , and structure elucidation by infrared spectrophotometry and mass spectrometry.

  The research results showed that the synthetic product was dark yellow and smelly. Thin-layer chromatography test gave spots with R value of product

  f

  by 0,380. Structure Elucidation using spectra IR and MS showed that laktogenin was not formed rather it was by reaction of self condentation between 2-acetyl-γ- butyrolactone and followed by reaction with tetrahydrofuran-3-carboxaldehyd namely (Z)-3-(hydroxyl(tetrahydrofuran-3-yl)methyl)-3-(3-(2-oxotetrahydrofuran- 3-yl)but-2-enoil)dihydrofuran-2-(3H)-on with the purity 10,25% by gas chromatography.

  

Key words: 2-acetyl-γ-butyrolactone, tetrahydrofuran-3-carboxaldehyde, pyridine,

cross aldol condensation reaction.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan penyakit mematikan yang ditandai dengan kumpulan

  sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara terus-menerus, tidak terbatas, dan tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis. Kumpulan sel tersebut akan menyebar dan merusak jaringan sekitar hingga bagian tubuh lainnya. Hal ini sejalan dengan definisi dari American

  

Cancer Society yang mengatakan bahwa kanker merupakan kelompok penyakit

  yang ditandai oleh pertumbuhan dan penyebaran sel abnormal yang tidak terkendali (Colleen et al., 2006).

  Pertumbuhan sel kanker akan menyebabkan jaringan menjadi besar dan disebut tumor. Tumor merupakan istilah yang dipakai utuk semua pembengkakan atau benjolan dalam tubuh. Sel kanker yang tumbuh cepat akan menyebar melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening. Penjalarannya ke jaringan lain disebut metastasis. Tumor diklasifikasikan sebagai benigna dan maligna. Benigna yaitu neoplasma yang bersifat jinak dan tidak menyebar ke jaringan sekitarnya.

  Sedangkan maligna merupakan tumor yang melakukan metastasis, yaitu menyebar dan menyerang jaringan lain (Benchimol and Minden, 1998).

  Asetogenin yang biasa disebut Annonaceous Acetogenins (ACGs) merupakan senyawa alam yang berasal dari tanaman golongan Annoaceae (Oasa, dengan jumlah atom C sebanyak 35-37, dan memiliki cincin tetrahidrofuran atau tetrahidropiran, gugus hidroksil, keton dan epoksi, dan diujung rantai alifatik terdapat terminal α,β-unsaturated γ-lactone.

  Gambar 1. Struktur umum asetogenin (Anonim, 2010)

  Efek biologis dari asetogenin yaitu menghambat NADH-ubiquinone oksidoreduktase pada rantai respirasi sel atau kompleks I mitokondria dari sel kanker (Villo, 2008; Oasa et al., 2010; Tormo et al., 2001). Hasil penghambatan tersebut menyebabkan menurunnya produksi ATP dan pada akhirnya sel-sel kanker akan mengalami apoptosis. Selain itu asetogenin juga memiliki kemampuan dalam menghambat Multi Drug Resistant (MDR) sel-sel kanker (Kojima and Tanaka, 2009 ; Yang, Zhang, Zeng, Yu, Ke, Li, 2010). Dua gugus fungsi yang penting dan memiliki peran penting sebagai anti kanker adalah cincin tetrahidrofuran dan α,β-unsaturated γ-lactone (Tormo et al., 2001).

  Dilihat dari bentuk strukturnya yang meruah dan sifat lipofilisitas yang tinggi dengan log P.8,44, kelarutan asetogenin sangat rendah sehingga susah diformulasikan dalam bentuk sediaan per oral. Dengan demikian, dilakukan modifikasi struktur dengan memperpendek rantai alkilnya namun tetap mempertahankan gugus aktifnya yaitu tetrahidrofuran dan γ-lakton. Laktogenin dengan log P 0.90 sehingga dapat diformulasikan ke dalam bentuk sediaan per

  

oral. Sediaan dengan jalur pemberian paling menyenangkan, murah, dan paling

aman bagi pasien dan dokter adalah sediaan per oral (Anief, 2007).

  Sintesis senyawa laktogenin dilakukan berdasarkan reaksi kondensasi aldol silang yaitu dengan mereaksikan 2-asetil-γ-butirolakton dan tetrahidrofuran- 3-karboksaldehida dalam suasana basa piridin. Prosesnya meliputi : pembentukan ion enolat dari 2-asetil-γ-butirolakton, ion enolat bereaksi dengan tetrahidrofuran- 3-karboksaldehida dengan mengadisi pada karbon karbonil untuk membentuk β- hidroksi karbonil, dan terjadi reaksi dehidrasi dimana β-hidroksi karbonil merebut sebuah proton dari dalam air untuk menghasilkan produk target laktogenin.

  Pada sintesis senyawa laktogenin digunakan basa piridin dimana merupakan suatu basa amina yang lemah. Alasan dipilih basa piridin (pKb 8,75) karena diharapkan senyawa 2-asetil-γ-butirolakton yang merupakan ester siklik tidak mudah terhidrolisis dan nukleofilisitas dari C alfa pada 2-asetil-γ- butirolakton semakin meningkat. Menurut Jose´ A et al. (2005) lakton mudah terhidrolisis oleh basa kuat terutama basa golongan hidroksida. Maka dari itu diharapkan dengan kondisi seperti itu dapat memberikan hasil akhir berupa rendemen yang optimal.

  1. Permasalahan

  Apakah senyawa laktogenin dapat disintesis dari tetrahidrofuran-3- karboksaldehid dan 2-asetil-γ-butirolakton dalam suasana basa piridin?

  2. Keaslian Penulisan

  Sejauh pengetahuan penulis, penelitian tentang sintesis laktogenin sebagai senyawa analog asetogenin dalam suasana basa piridin belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh Oasa et al., (2010) dengan judul “Synthesis of Annonacin Isolated from Annona densicoma”.

  3. Manfaat Penelitian

  a) Manfaat teoritis Untuk menambah faedah bagi perkembangan dunia farmasi terkait sintesis senyawa laktogenin dalam suasana basa piridin.

  b) Manfaat metodologis Untuk memberikan pengetahuan tentang cara sintesis senyawa laktogenin dengan reaksi kondensasi aldol silang.

  c) Manfaat praktis Untuk memberikan informasi adanya senyawa yang berpotensi sebagai antikanker.

B. Tujuan Penelitian

  Untuk mengetahui sintesis senyawa laktogenin dari tetrahidrofuran-3-

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA A. Kanker Salah satu penyakit penyebab kematian utama di dunia terutama di

  negara berkembang adalah kanker yang merupakan kumpulan sel abnormal yang terbentuk oleh sel-sel yang tumbuh secara terus-menerus, tidak terbatas, tidak terkoordinasi dengan jaringan sekitarnya dan tidak berfungsi fisiologis. Kanker terjadi karena timbul dan berkembang biaknya jaringan sekitarnya (infiltratif) sambil merusaknya (dekstrutif), dapat menyebar kebagian lain tubuh, dan umumnya fatal jika dibiarkan (Dalimartha, 2004).

  Mutasi pada DNA sel menyebabkan kemungkinan terjadinya neoplasma sehingga terdapat gangguan pada proses regulasi homeostasis sel. Karsinogenesis akibat mutasi materi genetik ini menyebabkan pembelahan sel yang tidak terkontrol dan pembentukan tumor atau neoplasma (Ramalakshmi and Muthuchelian, 2011).

  Pada sel neoplasma terjadi perubahan sifat, sehingga sebagian besar energi digunakan untuk berkembang biak. Neoplasma atau tumor dapat dibedakan menjadi dua tipe yaitu benigna dan malignan (Ramalakshmi and Muthuchelian, 2011). Tumor jinak biasanya tidak menginvasi dan tidak menyebar ke jaringan sekitar sehingga tidak mengancam jiwa kecuali bila ia terletak pada area vital.

  Sedangkan tumor ganas dapat menginvasi jaringan lain dan beranak sebar ke mempunyai sifat resisten terhadap apoptosis, tidak sensitif terhadap faktor anti pertumbuhan.

B. Asetogenin

  Annonaceous Acetogenin (ACGs) merupakan senyawa alam yang berasal dari tanaman golongan Annoaceae dimana memiliki efek biologis seperti sitotoksik, antitumor, pestisida, anti-infeksi dan aktivitas antifedant. Asetogenin merupakan inhibitor yang paling kuat terhadap enzim kompleks I (NADH- ubiquinone oksireduktase) pada rantai respirasi sel mitokondria. Sebagian besar asetogenin memiliki sebuah cincin tetrahydropyran (THP) atau tetrahydrofuran (THF), gugus hidroksil, gugus keto dan gugus epoksi dua sampai tiga ikatan yang dihubungkan dengan α,β-unsaturated γ-lactone yang menyatu dalam rantai panjang C-35 atau C-37 (Makabe, 2008; Li et al., 2008; McLaughlin, 2008). Penelitian sebelumnya dikatakan bahwa dua gugus fungsi yang ada pada asetogenin yaitu tetrahidrofuran dan gugus lakton memiliki andil paling besar terhadap penghambatan enzim kompleks I (Tormo et al., 2001). tetrahidrofuran lakton

  Tetrahidrofuran yang diapit oleh gugus hidroksil dipercaya berperan sebagai jangkar hidrofilik pada permukaan membran sel, sedangkan γ-lakton berinteraksi langsung dengan sisi target kompleks I dan menuju ke reseptor melalui difusi lateral (Hongda, 2006).

  Mekanisme kerja asetogenin sebagai anti kanker, yaitu :

  1. Menghambat atau bahkan menghentikan produksi ATP sehingga menyebabkan menurunnya persediaan energi, dan akhirnya mengalami apoptosis (kematian sel yang terprogram). Hal ini menyebabkan berhentinya tahapan metastasis pada kanker (Alali, Liu, and McLaughlin, 1999).

  2. ATP juga diperlukan dalam produksi DNA dan RNA. Maka apabila ATP tidak diproduksi, maka akan menyebabkan penurunan produksi sel baru yaitu dengan memblokir proses replikasi sel kanker (Alali, Liu, and McLaughlin, 1999).

  3. Menyebabkan penurunan tingkat angiogenesis, sehingga akan mengurangi laju pembentukan tumor karena tumor memerlukan banyak pembuluh darah dimana fungsi pembuluh darah sebagai penyuplai energi untuk membentuk sel tumor yang baru (Alali, Liu, and McLaughlin, 1999).

  4. Menghambat Multi Drug Resistance (MDR) sel-sel kanker, sehingga mengembalikan sensitivitas terhadap obat kanker, karena inhibitor MDR dapat memblokir P-glikoprotein (pompa yang memberi perlawanan obat- obat kanker seperti kemoterapi). Apabila P-glikoprotein tidak dihambat maka akan membuat sel-sel tubuh resisten terhadap obat, sehingga obat kanker tidak akan mampu membunuh sel kanker (Oberlies, Croy, Harrison, and McLaughlin, 1997).

C. Sintesis senyawa laktogenin

  Senyawa laktogenin merupakan senyawa analog asetogenin yang tetap memiliki gugus lakton dan tetrahidrofuran pada strukturnya yang diharapkan mempunyai aktivitas biologis sebagai antikanker dengan menghambat enzim kompleks I mitokondria. Selain itu senyawa laktogenin memiliki sifat hidrofilisitas yang lebih tinggi daripada asetogenin dengan log P = 0,90. Dengan sifat hidrofilisitas yang tinggi berarti memiliki sifat kelarutan yang baik sehingga akan mudah terdisolusi, terabsorpsi, dan menimbukan efek farmakologi yang diinginkan.

  Sintesis senyawa laktogenin dilakukan berdasarkan reaksi kondensasi aldol silang, dimana prinsipnya adalah suatu aldehid yang tidak memiliki hidrogen alfa bila direaksikan dengan suatu aldehid atau keton yang memiliki hidrogen alfa, maka akan terjadi dimerisasi (Fessenden and Fessenden, 1994).

  

Starting material yang digunakan 2-asetil-γ-butirolakton sebagai golongan keton

  dan tetrahidrofuran-3-karboksaldehida sebagai golongan aldehida dalam suasana basa piridin.

  Dalam suasana basa, hidrogen alfa pada 2-asetil-γ-butirolakton akan terdeprotonasi membentuk ion enolat yang berperan sebagai nukleofil.

  Pembentukan ion enolat akan meningkatkan nukleofilisitas dari C alfa 2-asetil-γ- menyerang atom C karbonil dari tetrahidrofuran-3-karboksaldehida yang bersifat elektrofil. Dari reaksi tersebut akan terbentuk produk senyawa yang mudah terdehidrasi secara spontan sehingga menghasilkan senyawa laktogenin.

  Suatu kondensasi aldol silang dengan karbonil yang mempunyai hidrogen alfa dapat dilakukan dalam suasana asam maupun basa. Dalam suasana asam, suatu karbonil akan membentuk enol. Sedangkan dalam suasana basa, ion

  • OH akan mengambil hidrogen alfa yang bersifat asam sehingga akan terbentuk ion enolat yang lebih reaktif dan nukleofilik. Oleh karena itu digunakan basa piridin. Penggunaan basa lemah diharapkan dapat memberikan kondisi optimum pada proses sintesis yang dapat menjaga agar lakton tidak terhidrolisis membentuk cincin ester yang terbuka sehingga didapatkan rendemen yang optimal.

  Analisis diskoneksi senyawa laktogenin sebagai berikut :

D. Uji Pendahuluan

  Uji pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari senyawa hasil sintesis, uji tersebut meliputi :

  1. Pemeriksaan organoleptis Uji organoleptis merupakan uji pendahuluan yang bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dari senyawa hasil sintesis yang meliputi bentuk, warna, dan bau. Untuk beberapa hal dilengkapi dengan sifat kimia atau fisika dimaksudkan untuk dijadikan petunjuk dalam pengelolaan peracikan dan penggunaan. Uji ini merupakan uji yang sangat sederhana, bisa dilakukan tanpa bantuan alat, dan dilakukan dengan membandingkan antara senyawa hasil sintesis dengan starting material yang digunakan (Dirjen POM RI, 1995).

  2. Uji kemurnian menggunakan Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis (KLT) digunakan untuk menguji kemurnian secara kualitatif dari campuran suatu senyawa untuk pembuktian ada tidaknya komponen yang dicari atau kemurnian komponen tersebut. Senyawa yang murni akan memberikan bercak tunggal pada berbagai fase gerak dengan berbagai tingkat kepolaran dan mempunyai harga R yang sama dengan senyawa

  f

  standarnya (Gasparic and Churacek, 1978). Nilai R f diperoleh dari perbandingan jarak yang ditempuh oleh bercak senyawa yang diidentifikasi dengan jarak yang ditempuh pelarut (jarak pengembangan) (Gritter, Bobit, and Schwarting, 1991).

  Teknik ini sering dilakukan dengan lempeng kaca atau plastik yang dilapisi dengan fase diam. Senyawa yang akan dianalisis ditotolkan pada dasar lempengan yang dilapisi dengan fase diam dan dielusi dengan fase gerak yang akan bergerak naik oleh karena daya kapilaritas (Bresnick, 2004).

  Fase diam yang digunakan berupa serbuk halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap atau berfungsi sebagai permukaan penyangga untuk lapisan zat cair. Fase diam yang biasa digunakan adalah silika gel (asam silika), alumina (aluminium oksida), selulosa. Sedangkan untuk fase gerak dapat digunakan berbagai macam pelarut, didasarkan pada pustaka yang ada atau dari hasil percobaan dengan variasi tingkat kepolaran (Gritter, Bobit, and Schwarting, 1991).

  Jika fase diam bersifat polar maka senyawa yang bersifat polar akan melekat lebih kuat pada lempeng daripada senyawa non polar dikarenakan interaksi tarik-menarik dipol-dipol. Senyawa non polar kurang melekat pada fase diam melainkan ikut fase gerak sehingga terelusi lebih cepat. Maka dari itu jarak tempuh kertas lempengan merupakan cerminan polaritas senyawa (Bresnick, 2004).

  Proses kromatografi lapis tipis dapat diubah-ubah dengan memodifikasi sifat permukaan fase diam atau dengan mengubah polaritas fase gerak yaitu dengan cara menambahkan fase gerak lain sehingga diperoleh kepolaran yang tepat untuk memisahkan campuran senyawa (Gritter, Bobit, and Schwarting, 1991).

  3. Spektrofotometri Ultraviolet-Visibel Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah spektra ultraviolet dan visibel dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat dengan transisi diantara tingkat- tingkat tenaga elektronik. Transisi-transisi tersebut biasanya antara orbital ikatan atau orbital pasangan bebas dan orbital non ikatan tak jenuh atau orbital anti ikatan. Oleh karena itu, serapan radiasi ultraviolet atau visibel sering dikenal sebagai spektroskopi elektronik (Sastrohamidjodjo, 2001).

  Panjang gelombang serapan merupakan ukuran pemisahan tingkat tenaga dari orbital-orbital suatu molekul. Pemisahan tenaga yang paling tinggi diperoleh bila elektron-elektron dari ikatan sigma (σ) tereksitasi yang menimbulkan serapan pada daerah dari 120 hingga 200 nm. Daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet vakum dan tidak memberikan keterangan. Diatas 200 nm, eksitasi elektron dari orbital-orbital p, d, dan orbital phi (π) terutama sistem terkonjugasi dapat diukur dan spektra yang diperoleh memberikan banyak keterangan. Dalam praktek, spektrofotometri ultraviolet digunakan terbatas pada sistem-sistem terkonjugasi (Sastrohamidjodjo, 2001).

  3. Kromatografi Gas Kromatografi gas merupakan instrumen analitis yang memberikan informasi kualitatif dan kuantitatif mengenai komponen dalam sampel. Sampel akan mengalami proses pemisahan dalam kolom, lalu dideteksi, dan direkam sebagai pita elusi (Day and Underwood, 1996).

  Data kromatografi gas biasanya terdiri atas waktu retensi berbagai komponen campuran. Waktu retensi diukur mulai dari titik penyuntikan sampai titik maksimum puncak dan sangat khas untuk senyawa tertentu pada kondisi tertentu data diidentifikasi dengan cara spiking apabila tersedia senyawa murninya. Senyawa murni ditambahkan ke dalam cuplikan yang diduga mengandung senyawa yang diinginkan dan dikromatografi. Jika puncak yang sesuai diperkuat secara simetris pada dua sistem fase diam yang berlainan dan kepolarannya berbeda, komponen itu mungkin ada (Gritter, Bobit, and Schwarting, 1991).

E. Elusidasi Struktur Senyawa Hasil Sintesis

  Data spektra dapat digunakan untuk memperoleh keterangan tentang senyawa yang tidak diketahui. Spektra inframerah digunakan untuk menginterprestasikan ada tidaknya gugus fungsional. Dari spektra resonansi magnetik inti proton dapat diketahui jumlah, sifat, dan lingkungan hidrogen dalam molekul. Spektra massa menghasilkan data bobot molekul dan perumusan tentang tatanan gugus-gugus spesifik dalam molekul. Berbagai data yang berbeda ini dan digabungkan dengan sifat-sifat kimia dan fisika sangat efektif digunakan untuk mengindentifikasi dan menentukan struktur senyawa (Sastrohamidjojo, 1994).

  1. Spektrofotometri Inframerah Spektrofotometri inframerah biasanya digunakan untuk mengetahui gugus fungsional yang terdapat dari suatu senyawa (Bresnick, 2004). Sinar inframerah mempunyai panjang gelombang yang lebih panjang sehingga

  • 1

  energinya lebih rendah dengan bilangan gelombang antara 600-4000 cm atau

  • 3 -4 sekitar 1,7 x 10 cm sampai dengan 2,5 x 10 cm (Sitorus, 2009).
Semua ikatan mempunyai frekuensi khas yang membuat ikatan mengulur dan menekuk. Bila frekuensi energi elektromagnetik inframerah yang dilewatkan pada suatu molekul sama dengan frekuensi mengulur atau menekuk ikatan, maka energi tersebut akan diserap. Serapan inilah yang dapat direkam oleh spektrometer inframerah. Semakin tinggi frekuensi maka semakin besar energi yang dibutuhkan. Dengan demikian, ikatan yang memerlukan energi yang lebih besar untuk mengulur dan menekuk akan mempunyai frekuensi serapan yang tinggi dalam spektroskopi inframerah (Bresnick, 2004).

  Setiap jenis ikatan kimia mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda. Jenis ikatan yang sama juga mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda bila diikat oleh senyawa yang berlainan. Dengan demikian tidak ada molekul yang berbeda strukturnya yang mempunyai pola serapan inframerah atau spektra inframerah yang sama (Fatah, 1998).

  Ikatan yang berbeda-beda (C-C, C=C, C≡C, C-O, C=O, O-H, N-H) mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda-beda dan hal tersebut dapat mendeteksi adanya ikatan-ikatan tersebut dalam suatu molekul organik, yaitu dengan cara mendeteksi frekuensi-frekuensi kharakteristiknya sebagai pita serapan dalam spektrum inframerah (Sastrohamidjojo, 2001).

  Semua ikatan kimia memiliki frekuensi khas yang dapat membuat ikatan mengulir (stretch) atau menekuk (blend). Bila frekuensi energi elektromagnetik inframerah yang dilewatkan pada suatu molekul sama dengan frekuensi mengulur atau menekuknya ikatan maka energi tersebut akan diserap. Serapan inilah yang

  2. Spektroskopi Massa Spektroskopi massa merupakan teknik yang digunakan untuk mengetahui berat molekul suatu senyawa. Untuk mendapatkan informasi yang mungkin mengenai struktur suatu senyawa dapat dilakukan dengan mengukur bobot molekul dari fragmen-fragmen ketika molekul mengalami pemecahan (Mc.Murry, 2008).

  Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menghasilkan ion molekul yaitu : ionisasi dengan electron impact (EI), chemical ionization (CI),

  

field desorption (FD), fast atom bombardment (FAB), electrospray ionization

  (ESI), dan matrix assisted loaser desorption ionization (MALDI). Dari beberapa teknik tersebut yang paling umum digunakan adalah teknik EI, yaitu dengan menembakkan berkas elektron pada suatu molekul organik menghasilkan ion molekul bermuatan positif yang dapat pecah menjadi ion-ion yang lebih kecil (Siverstein and Webster, 1998).

  Dalam spektrometri massa, molekul-molekul organik ditembak dengan elektron berenergi tinggi. Penembakan elektron pada suatu molekul menyebabkan pelepasan elektron dan terbentuk ion molekul. Energi yang dibutuhkan untuk penembakan dapat divariasikan, namun umumnya digunakan 70 eV. Pemecahan molekul degan elektron berkekuatan 7-15 eV tidak menghasilkan pecahan- pecahan molekul yang dapat diidentifikasi, sedangkan dengan elektron diatas 70 eV akan dihasilkan fragmen yang sulit diidentifikasi, karena masa relatif pecahannya sangat kecil. Ion molekuler merupakan suatu radikal kation, suatu spesies yang kehilangan satu elektron sehingga bermuatan positif parsial (Bruice, 1998).

  Spektra massa adalah grafik antara kelimpahan relatif fragmen bermuatan positif lawan perbandingan massa/muatan (m/z). Muatan ion dari kebanyakan partikel yang terdeteksi dalam spektra massa adalah +1. Nilai m/z ion semacam ini sama dengan massanya. Dari segi praktis, spektra massa adalah rekaman dari massa partikel lawan kelimpahan relatif partikel tersebut (Fessenden dan Fessenden, 1986).

  Tabrakan antara sebuah molekul organik dengan salah satu elektron berenergi tinggi yang menyebabkan lepasnya sebuah elektron dari molekul tersebut akan membentuk ion molekul. Ion molekul yang dihasilkan dari penembakan elektron berenergi tinggi ini tidak stabil dan pecah menjadi fragmen kecil baik berbentuk radikal bebas, ion positif dan ion negatif. Dalam sebuah spektroskopi massa, hanya fragmen bermuatan positif yang akan dideteksi.

  Suatu molekul atau ion pecah menjadi fragmen-fragmen bergantung pada kerangka karbon dan gugus fungsional yang ada. Oleh karena itu, struktur dan massa fragmen memberikan petunjuk mengenai struktur molekul induknya (Fessenden dan Fessenden, 1986).

  Suatu zat analit yang dianalisis dengan EI akan bermuatan positif dengan kehilangan satu elektron. Jika terdapat atom yang elektronegatif dalam struktur molekul zat analit seperti atom nitrogen, oksigen atau sulfur, muatan positif ini akan terdapat dalam atom-atom elektronegatif. Jika tidak terdapat atom elektronegatif dalam struktur molekul zat analit makan muatan ini sulit untuk ditentukan secara pasti letaknya (Watson, 2003).

  Proses terjadinya fragmentasi adalah sebagai berikut :

  1. Pemutusan ikatan secara homolitik diawali dengan adanya heteroatom seperti nitrogen, oksigen, atau sulfur. Base peak atau peak dasar biasa diberikan oleh molekul yang mengandung heteroatom.

  2. Satu elektron dalam ikatan akan terpisah, suatu radikal akan dibentuk.

  Elektron satunya lagi akan bergabung dengan elektron tanpa berpasangan dari heteroatom, maka akan terbentuk ikatan rangkap ; heteroatom ini akan bermuatan positif.

  3. Kehilangan molekul radikal terbesar adalah yang paling disukai dalam fragmentasi (Watson, 2003).

F. Landasan Teori

  Reaksi kondensasi aldol silang merupakan reaksi antara senyawa karbonil dengan sedikitnya satu hidrogen α dengan senyawa karbonil lain yang tidak memiliki hidrogen α dalam suasana basa. Dengan starting material 2-asetil- γ-butirolakton yang memiliki hidrogen α dan tetrahidrofuran-3-karboksaldehida yang tidak mempunyai hidrogen α dalam suasana basa lemah piridin sehingga senyawa laktogenin dapat dibuat dengan reaksi kondensasi aldol silang.

  Basa piridin yang memiliki pasangan elektron bebas pada atom nitrogen akan mengambil hidrogen alfa yang bersifat asam dan akan terbentuk ion enolat. butirolakton dan beresonansi membentuk karbanion yang kemudian menyerang atom C karbonil dari tetrahidrofuran-3-karboksaldehid sehingga laktogenin dapat dihasilkan.

  

Gambar 4. Reaksi umum sintesis laktogenin

G. Hipotesis

  Senyawa laktogenin dapat disintesis dari 2-asetil-γ-butirolakton dan tetrahidrofuran-3-karboksaldehid dalam suasana basa piridin.

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk dalam penelitian non-eksperimental deskriptif non-

  analitik. Pada penelitian ini tidak ada perlakuan pada subjek uji dan hanya dipaparkan fenomena yang terjadi yang tidak terdapat hubungan sebab akibat.

B. Variabel dan Definisi Operasional

  1. Variabel

  a) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan mol pada starting material yang digunakan.

  b) Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah jumlah rendemen senyawa laktogenin karena merupakan obyek yang kehadirannya akibat reaksi antara 2-asetil-γ-butirolakton dan tetrahidrofuran-3-karboksaldehid.

  c) Variabel pengganggu terkendali pada penelitian ini adalah suhu pencampuran dan kondisi peralatan.

  2. Definisi Operasional

  a) Starting material adalah senyawa awal yang digunakan dalam proses sintesis dengan tujuan untuk mendapatkan senyawa hasil sintesis. Starting

  material yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2-asetil-γ- butirolakton dan tetrahidrofuran-3-karboksaldehid. b) Senyawa target adalah senyawa yang diharapkan terbentuk dari reaksi.

  Senyawa target yang diharapkan terbentuk adalah senyawa 3-(3- (tetrahidrofuran-3-il)akriloil)dihidrofuran-2(3H)-on yang bisa disebut senyawa laktogenin.

C. Bahan Penelitian

  2-asetil-γ-butirolakton (for synthesis, Merck), tetrahidrofuran-3- karboksaldehid (for synthesis, Sigma-aldrich), piridin (p.a., Merck), metanol (p.a., Merck), aquadest.