KONSEP DIRI PADA TUNA NETRA YANG BEKERJA SEBAGAI TUKANG PIJAT Skripsi
STUDI DESKRIPTIF
KONSEP DIRI PADA TUNA NETRA YANG BEKERJA SEBAGAI
TUKANG PIJAT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi Program Studi PsikologiOleh :
Veronica Lina Ferianti
NIM : 999114139
NIRM : 990051121705120136
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
STUDI DESKRIPTIF
KONSEP DIRI PADA TUNA NETRA YANG BEKERJA SEBAGAI
TUKANG PIJAT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat memperoleh Gelar
Sarjana Psikologi Program Studi PsikologiOleh :
Veronica Lina Ferianti
NIM : 999114139
NIRM : 990051121705120136
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan bagi
:
First of all, Jesus Christ, My Savior, My Strenght
Mama & Papa tercinta, yang senantiasa dengan sabar “
menungguku “
Mas Donni-ku tersayang, yang begitu penuh pengertian
dan penyabar
Adik-adikku ( Tinton, Nova, Oren )
MOTTO
“Kegagalan adalah suatu keberhasilan yang tertunda.
Jangan ucapkan kata menyerah
jika belum mencoba dan berusaha
Tuhan tidak akan pernah meninggalkan anak-anakNya,
terutama yang mengalami kesulitan dan mau berusaha
Tuhan senantiasa mencintai kita semua apapun adanya
Yakinlah............ Tuhan senantiasa memberikan jalan terbaik
bagi kita”
Amien.
“ Bapa akan lebih bersukacita jika satu orang memilih
untuk mengasihiNya dan tetap mengasihiNya meskipun
berada di tengah kesulitan dibandingkan jika semua
keindahan ciptaanNya digabungkan menjadi satu.”
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak
memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan
layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 29 Oktober 2007
Penulis, Veronica Lina Ferianti
ABSTRAK
STUDI DESKRIPTIF
KONSEP DIRI PADA TUNA NETRA YANG BEKERJA
SEBAGAI TUKANG PIJAT
Oleh :
Veronica Lina Ferianti
Fakultas Psikologi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2007
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konsep diri pada tuna
netra yang bekerja sebagai tukang pijat dalam aspek fisik, psikis, moral, dan sosial.
Konsep diri adalah bagaimana diri diamati, dipersepsi, dan dialami oleh individu.Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif deskriptif
berupa studi deskriptif. Subjek dalam penelitian ini adalah seorang tuna netra yang
bekerja sebagai tukang pijat di Muntilan. Subjek penelitian diambil berdasarkan
kesesuaiannya dengan tujuan penelitian, dengan kriteria sebagai berikut : berumur 35-60
tahun, buta total, dan bekerja sebagai tukang pijat. Pengambilan data menggunakan
metode wawancara semi-terstruktur. Analisis data wawancara dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut : kategori data sejenis, rekapitulasi data, interpretasi data dan
penarikan kesimpulan.Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa konsep diri pada tuna netra yang
bekerja sebagai tukang pijat adalah positif baik dalam aspek fisik, psikis, moral dan
sosial.Kata kunci : konsep diri; tuna netra.
ABSTRACT
DESCRIPTIVE - STUDY
SELF-CONCEPT IN THE BLIND PERSON
WHO WORK AS A MASSEUR
By :
Veronica Lina Ferianti
Psychology Faculty
Sanata Dharma University
Yogyakarta
2007
The purpose of this research was to know the description of the self-concept in the
blind person who work as a masseur in physical, psychic, moral, and social aspects. Self-
concept is how self as observed, percepted, and experienced by the individu.The method of this research is qualitative description method using descriptive-
study approach. The subject of this research was a blind person who work as a masseur in
Muntilan. The subject used in this research leads to the suitability of the purpose of the
research, with the following criterias : middle adulthood average 35-60 years old, totally
blind person, and work as a masseur. Interview method used here is semi-structural
method. This research used content analysis data method which is analyzed the whole
data that gained from the interview method by the following steps : category of the same
data, , recapitulation of data, interpretation of data and the making of conclusion.The result of this research found that the description of self-concept in the blind person who work as a masseur is possitive in physical, psychic, moral, or social aspects.
Key word : self-concept; blind person.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, penulis akhirnya
dapat menyelesaikan tugas ini meskipun memerlukan waktu yang panjang dan penuh
tantangan.Untuk itu penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang telah mendukung dan membantu kelancaran dan terselesaikannya skripsi ini yang
berjudul Konsep Diri pada Tuna Netra yang Bekerja Sebagai Tukang Pijat guna
memenuhi persyaratan kelulusan memperoleh gelar sarjana Psikologi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta. Skripsi ini ditulis dengan tujuan untuk mengetahui gambaran
konsep diri pada tuna netra yang bekerja sebagai tukang pijat dalam aspek fisik, aspek
psikis, aspek moral, dan aspek sosial. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan syukur dan terima kasih kepada :1. First of all, tentu saja kepada Tuhan Yesus Kristus, terima kasih dan puji syukur kami ucapkan. Mukjizat itu nyata!!! Engkau menjadikan segala sesuatu yang tidak mungkin menjadi mungkin. Terima kasih Tuhan atas berkah karunia yang Engkau berikan bagi kami. Sungguh berlimpah. Terima kasih atas kesempatan ini. Terima kasih karena Engkau senantiasa mendampingiku dan menguatkanku. Maafkan saya jika saya banyak sekali mengeluh dan kurang tekun serta kurang sabar terutama dalam mengerjakan skripsi ini. Terima kasih Tuhanku, Engkau memang Yang Terbaik. I love You.
2. Bpk. Eddy Suhartanto, S. Psi., M. Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, yang sekiranya telah berkenan membantu memberi kesempatan dan kelonggaran bagi kelancaran dan terselesaikannya skripsi ini. Terima kasih Pak !!! Tuhan memberkati.
3. Ibu Sylvia Carolina MYM, M. Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, yang sampai saat ini sangat membantu membuka
Ibu Agnes Indar Etikawati, S. Psi., M. Si., Psi. selaku Dosen 4.
Pembimbing Skripsi saya, Anda sungguh penyabar Bu, terima kasih telah membantu saya dengan sabar dan penuh pengertian menghadapi kebandelan saya dalam mengerjakan skripsi ini. Mungkin banyak sekali kata-kata maupun sikap saya yang kurang berkenan di hati Ibu, saya mohon maaf sebesar-besarnya. Terima kasih Bu !!! God bless you.
Ibu A. Tanti Arini, S. Psi. selaku Dosen Pembimbing Akademik 5.
Angkatan ’99, terima kasih atas segala sumbang saran dan nasehat yang Ibu berikan, sungguh sangat melegakan dan menenangkan kami. Terima kasih.
Dr. A. Supratiknya dan V. Didik Suryo Hartoko, S. Psi., M. Si. selaku 6. dosen penguji skripsi yang telah membantu kelancaran skripsi saya.
Pihak Rektorat yang cukup membantu kami dan meskipun cukup 7.
membuat kami stres tapi saya percaya itu yang terbaik bagi kami. Terima kasih
Staff Karyawan Fakultas Psikologi : Mbak Nanik (matur nuwun sanget 8. kawula asring dipun emutaken, matur sembah nuwun), Mas Gandung (yang selalu sabar dan ramah melayani dan membantu kami Angkatan ’99, terima kasih Mas), Mas Muji (terima kasih banyak, maaf tape recordernya telat ngembalikannya),
Mas Doni (terima kasih buku-bukunya ya!!), dan tentu saja Pak Gie’ (nuwun).
Mama dan Papa tercinta, terima kasih atas segala kesabaran dan kasih 9. sayang yang kalian berikan, terima kasih. Maafkan segala kesalahan dan kekurangan saya selama ini. Lina masih belum mampu membalas kebaikan mama papa. Semoga Tuhan senantiasa memberikan kesehatan, keselamatan, kesabaran, kekuatan dan kebahagiaan. Amin. (Ma...yang tabah ya? Sabar, Tuhan pasti berkati mama selalu, Tuhan sayang mama, aku juga...pasti!!!) Mas Donni-ku tersayang, yang selalu sabar dan telaten mendampingiku.
10. Terima kasih atas segala doa, perhatian dan pengertiannya. Maafkan segala kesalahan dan kebandelanku ya, aku emang “ngeyelan” banget!! Aku sayang Mas.
Semoga impian kita dapat tercapai dan senantiasa diberkati dan direstui oleh Tuhan.
Melly (you’re a tuff girl, thanks), Ika (thanks buat inspirasi semangatnya, siiip!!), Daniel (thanks buat saran, semangat dan idenya Den!), Rani, Ana, Della, Asti, Thesa, Vincent (Don’t give up! You’re a great friend!) , Yun, Uni, Toni, Andi, Zey, Vidi, Dian, Milli, Adi Kadal, Abas, Yopie & husband (kalian semua hebat,
thanks for being my truly friends). Thanks Guys !!! God bless you everywhere.
Adik-adikku tersayang : Tinton, Nova, Oren, Ambar, Wisnu, Ari 12. (thanks for your supports). I love you all.
Bulik Aci & Om Pateng di Madiun dan Bulik Naok di Malang (thanks 13. for your supports). GBU!!!
Mbah Kakung, Mbah Putri, Bpk/ Ibu Riyadi matur nuwun sampun 14. maringi donga pangestu kagem putra, matur nuwun sanget. Novenanipun lancar nggih, nuwun. Tak lupa seluruh keluarga besar Yulius Karso Utomo terima kasih atas doanya.
Teman-temanku yang ngga’ pernah mati, you’re always be my friends 15. forever : Sari, Vika “Pikachu”, Desy “Chucumy”, Lina “Khumir”, Tere, Nana, Wahyu, Andre, Adi, Agus, Fajar, Arum, Didi, Nina, Joko & anak-anak GK 1A. Yarto, thanks dah bantu ngrawat komputerku, thanks banget.
Semoga tulisan ini dapat memberi manfaat dan memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan, khususnya tentang Konsep Diri pada Tuna Netra yang Bekerja sebagai
Tukang Pijat. Mungkin masih banyak kekurangan, penulis mengucapkan maaf yang
sebesar-besarnya. Apabila ada sumbangan saran maupun kritik yang membangun, penulis
terbuka untuk menerimanya. Akhir kata terima kasih atas perhatian yang diberikan dan
selamat membaca.
Yogyakarta, 29 November 2007
Hormat saya,
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL......................................................................................................i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................ii HALAMAN PENGESAHAN......................................................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN...................................................................................iv
HALAMAN MOTTO....................................................................................................v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA.......................................................................vi ABSTRAK...................................................................................................................vii ABSTRACT................................................................................................................viii KATA PENGANTAR..................................................................................................ix DAFTAR ISI...............................................................................................................xii DAFTAR TABEL.......................................................................................................xviBAB I. PENDAHULUAN.............................................................................................1 A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................6
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................7
D. Manfaat Penelitian.......................................................................................7
BAB II. DASAR TEORI............................................................................................... A. Konsep Diri..................................................................................................91. Definisi Konsep Diri..............................................................................9
4. Aspek-aspek Konsep Diri.....................................................................18
5. Jenis-jenis Konsep Diri........................................................................21
6. Ciri-ciri Konsep Diri............................................................................21
B. Dewasa Madya...........................................................................................22
1. Definisi dan Batasan Dewasa Madya..................................................22
2. Ciri-ciri Dewasa Madya.......................................................................25
3. Tugas Perkembangan Dewasa Madya.................................................26
C. Tuna Netra yang Bekerja Sebagai Tukang Pijat........................................27
1. Definisi Tuna Netra.............................................................................27
2. Masalah yang Dialami Tuna Netra......................................................28
3. Tuna Netra yang Bekerja Sebagai Tukang Pijat..................................30
D. Konsep Diri Tuna Netra yang Bekerja Sebagai Tukang Pijat...................32
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN..................................................................37 A. Metode Penelitian......................................................................................37 B. Definisi Operasional..................................................................................37 C. Subjek Penelitian.......................................................................................38 D. Metode Pengumpulan Data.......................................................................40 E. Prosedur Penelitian....................................................................................43 F. Metode Analisis Data................................................................................43 G. Keabsahan Data.........................................................................................44 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...........................................47
C. Hasil Analisa Koding Wawancara............................................................50
D. Pembahasan...............................................................................................64
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................70 A. Kesimpulan...............................................................................................70 B. Saran..........................................................................................................71 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................73 LAMPIRAN Transkrip Verbatim A. Koding Transkrip Verbatim B. Hasil Observasi C. Surat Pernyataan Subjek Penelitian D. Surat Keterangan Penelitian E.
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skema Konsep Diri…………………………………………………………..36
Tabel 2. Tabel Rangkuman Hasil Analisa Wawancara………………………………..61
Tabel 3. Tabel Pedoman Wawancara………………………………………………….77
Tabel 4. Tabel Kode Wawancara Konsep Diri………………………………………..81
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
“ Saya termasuk penyandang cacat. Juga istri saya. Tetapi, kami membuktikan, kami mampu
memberikan hasil yang sama dengan orang yang tidak cacat.........”
(Wahid, 2006)Jumlah penyandang cacat di Indonesia tidak sedikit. Menurut WHO jumlah penyandang cacat di Indonesia mencapai lebih dari 20 juta orang atau 10 % total keseluruhan penduduk Indonesia. Sementara data dari Departemen Sosial RI mencatat jumlah penyandang tuna netra di Indonesia sekitar 1,5 % Berdasarkan data dari BPS (Balai Pusat Statistik) saat ini terdapat sekitar 197.080 orang penyandang tuna netra di Indonesia. Dan dari total penyandang tersebut, hanya sekitar 1 % atau 2.046 orang saja yang belajar pada pendidikan terpadu dan SLB. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa perhatian terhadap penyandang tuna netra di Indonesia masih kurang dan belum maksimal, meskipun telah ditetapkan UU no. 4 Tahun 1997 tentang rehabilitasi vokasional (pelatihan) dan kesempatan kerja bagi penyandang tuna netra di Indonesia (Yuqi, 2004).Di lain pihak, Mulyani (2004) mengatakan bahwa berdasarkan data BPS, tuna netra di Indonesia tahun 1998 terdapat 1.8884.557 jiwa atau 0,90 % dari jumlah penduduk Indonesia saat itu (data BPS tahun
Tarsidi (2005), Ketua Pertuni, yang juga seorang tuna netra mengatakan bahwa di Indonesia kesempatan kerja sempit dan adanya persepsi yang keliru yang berkembang di masyarakat membuat para tuna netra selalu menjadi “warga kelas 2“. Begitu juga perlunya UU No. 4 Tahun 1997 diamandemen karena dirasa belum menjamin hak penyandang cacat. Sebagian besar masyarakat Indonesia masih beranggapan bahwa tuna netra meski telah diberi rehabilitasi (termasuk rehabilitasi pendidikan dan vokasional) tetap saja tidak dapat menjadi sumber daya manusia yang mandiri dan produktif. Lapangan pekerjaan pun tertutup, pelamar yang “normal“ lebih diutamakan, penyandang cacat dipandang lemah, hina, bernasib sial, tidak produktif dan tidak mandiri (Wahid, 2006). Akibatnya, mereka ditempatkan sebagai warga yang senantiasa harus disantuni sehingga di bidang tenaga kerja, kesempatan dan peluang kerja yang mereka miliki terbatas dibandingkan mereka yang berpenglihatan normal. Ini berarti sampai saat ini pun konsep diri pada tuna netra yang bekerja masih dianggap negatif.
Sejauh ini para penyandang tuna netra di Indonesia yang memperoleh pendidikan dan pelatihan ketrampilan kerja di panti-panti sosial atau SLB di bawah naungan Departemen Sosial atau Departemen Pendidikan kebanyakan bekerja sebagai tukang pijat atau pengrajin sapu sesuai ketrampilan yang diberikan. Peneliti pernah suatu kali berkunjung ke sebuah panti sosial bagi tuna netra dan tuna rungu wicara di Purworejo dan memang ketrampilan kerja yang lebih dapat mengembangkan potensi dan bakat tuna netra di Indonesia. Hal inilah yang menjadi keprihatinan terhadap perlakuan pemerintah terhadap tuna netra di Indonesia. Dari hasil penelitian PKPC Riau (2007), sebagian besar difabel (324 orang) menyatakan tidak ikut dalam organisasi apapun karena tidak mengetahui di mana tempat organisasi yang sesuai dengan difabel. Jenis pekerjaan terbesar yang disandang para difabel yang ada di Kotamadya Pekanbaru adalah tukang pijat (sebanyak 33 orang) dan pedagang atau sektor usaha jasa lainnya secara keseluruhan berjumlah 33 orang.
Sudharmono (1983) mengatakan bahwa peningkatan kecemasan merupakan ciri utama dari kepribadian tuna netra. Oleh karena itu, perhatian terhadap perkembangan diri tuna netra harus lebih ditingkatkan lagi demi kelangsungan hidup dan masa depannya. Apabila tidak ada penanganan khusus, hal ini akan mengakibatkan timbulnya berbagai kendala psikologis seperti depresi, inferior, atau hilangnya makna hidup, dan sebagainya (Nugroho, 2002). Perasaan-perasaan semacam ini dapat mempengaruhi pandangan atau konsep diri seseorang terhadap dirinya baik positif maupun negatif. Konsep diri menurut Fitts (1971 dalam Hendrato, 2005) adalah bagaimana diri diamati, dipersepsi, dan dialami oleh individu tersebut. Makna konsep diri mengandung unsur penilaian dan mempengaruhi perilaku seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain.
Ada beberapa aspek konsep diri menurut Berzonsky (dalam Hendrato, tubuh, kesehatan, dan sebagainya. Aspek psikis meliputi pikiran, perasaan dan sikap yang dimiliki individu tentang dirinya. Aspek moral meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah bagi kehidupan seseorang. Aspek sosial meliputi bagaimana peranan sosial yang dimainkan individu, interaksinya dengan lingkungan, dan penilaian individu terhadap peranan tersebut.
Konsep diri pada tuna netra baik positif maupun negatif akan berpengaruh pada penyesuaian diri, terutama dalam interaksinya dengan orang lain yang akan berdampak pada kebahagiaan hidupnya. Konsep diri akan menjadi positif apabila tuna netra mampu melewati masa tersebut dengan tidak menjadi depresi, inferior, terasing, dan sebagainya. Ia mampu mengenal dirinya dengan baik, mengetahui segala kelebihan dan kekurangannya sehingga mampu melakukan penyesuaian diri yang baik.
Sasraningrat (1983) mengatakan bahwa ada beberapa indikator tuna netra yang sudah dapat menerima keadaannya secara realistik, yaitu seorang tuna netra tidak lagi memperbincangkan atau mempermasalahkan ketunaannya bila ditanya, dengan santai, terbuka dan sangat wajar menceritakan pengalaman kebutaannya, tanpa ragu menyatakan dirinya seorang tuna netra dan mampu menunjukkan toleransi dalam menghadapi orang awas (normal) yang kurang sopan atau kurang pengertian terhadap dirinya dan ketunanetraannya. Beberapa indikator tersebut menunjukkan adanya konsep diri positif pada tuna netra. pada orang lain, dan tidak mempunyai keyakinan pada diri sendiri.Tentu saja hal tersebut akan mengakibatkan ketidakmampuan dalam melakukan penyesuaian diri dengan baik. Havighurts (dalam Wellykin, 2003) mengatakan bahwa konsep diri (self-concept) dan harga diri (self-esteem) akan menjadi rendah atau negatif bila seseorang tidak dapat melaksanakan tugas perkembangannya dengan baik, karena orang tersebut mendapat kecaman dan celaan dari masyarakat di lingkungannya. Dari hasil penelitian Dopson dan Shaw (dalam Coulhoun, 1990) ditemukan bahwa konsep diri yang negatif seringkali berhubungan dengan depresi klinis. Atau seseorang akan merasa cemas terus-menerus karena menghadapi informasi tentang dirinya yang tidak dapat diterimanya dengan baik dan mengancam konsep dirinya. Oleh karena itu, penyandang tuna netra yang diberikan pendidikan yang layak dan ketrampilan khusus atau rehabilitasi sejak dini akan membantu mereka dalam membangun konsep diri yang positif sehingga mempermudah interaksi dan penyesuaian yang baik dengan orang lain. Dukungan dan peran dari orang terdekat seperti keluarga, teman, atau saudara sangat penting dalam membantu perkembangan kepribadian dan psikologisnya, terutama dalam pembentukan konsep diri positif. Penilaian dan penerimaan yang positif dan kondusif terhadap tuna netra juga akan meningkatkan konsep diri positif.
Sebagai seorang dewasa, tuna netra pun dituntut untuk mampu menghadapi masalah-masalah yang dihadapinya dan mampu melaksanakan pemeliharaan standar hidup yang relatif mapan atau mandiri secara finansial dan psikis. Oleh karena itu, konsep diri yang positif sangat diperlukan dalam mengatasi masalah-masalah
Masih banyak orang yang belum tahu kalau seorang tuna netra jika diberi kesempatan untuk menekuni satu bidang pekerjaan, maka ia akan sangat bersungguh-sungguh dan menjadi tenaga kerja yang tidak kalah bahkan lebih produktif dibanding orang yang bukan tuna netra. Dalam situs Mitra Netra terdapat bukti-bukti bahwa ada beberapa tuna netra yang bekerja sebagai operator telepon di beberapa perusahaan di Jakarta seperti PT. Indosiar Visual Mandiri, Bank Muamalat, Rumah Sakit Hermina, dan lain-lain. Tercatat kurang lebih 16 perusahaan di Jakarta yang telah menerima 29 tuna netra dan 1 perusahaan pertambangan batubara di Sawah Lunto yang dilatih oleh Yayasan Mitra Netra (Kompilasi Dokumen Naker, 2005) Hal ini didukung dengan adanya hasil penelitian Hendrato (2005) tentang konsep diri remaja tuna rungu, yang juga memiliki keterbatasan fisik yang hampir sama dengan tuna netra. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa remaja tuna rungu secara umum memiliki konsep diri yang positif walaupun mereka menyadari bahwa mereka memiliki kekurangan, yaitu tidak dapat mendengar. Faktor- faktor yang menyebabkan remaja tuna rungu memiliki konsep diri positif adalah adanya dukungan dan pembelajaran yang baik dari keluarga, sekolah dan lingkungan sosial mereka. diberikan pelatihan dan kesempatan kerja yang lebih baik layaknya orang normal, karena mereka akan melakukannya dengan sungguh-sungguh. Di sini peneliti tertarik untuk meneliti gambaran konsep diri pada tuna netra yang bekerja sebagai tukang pijat dalam beberapa aspek (fisik, psikis, moral dan sosial) karena peluang kerja dan profesi tuna netra kebanyakan adalah sebagai tukang pijat sesuai dengan pelatihan dan ketrampilan yang diberikan sewaktu berada di panti sosial.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah : Bagaimana gambaran konsep diri yang dimiliki tuna netra yang bekerja sebagai tukang pijat dalam aspek fisik, psikis, moral dan sosial?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran konsep diri seperti apa yang dimiliki oleh tuna netra yang bekerja sebagai tukang pijat dalam aspek fisik, psikis, moral maupun sosial.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis Penelitian ini dapat menambah wacana tentang tuna netra, terutama mengenai gambaran konsep diri pada tuna netra yang bekerja sebagai tukang pijat dalam aspek fisik, psikis, moral dan sosial.
2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan baru bagi penyandang tuna netra sendiri terutama yang bekerja sebagai tukang pijat, para pendidik dan praktisi bidang rehabilitasi tuna netra, psikolog, dokter yang menangani tuna netra maupun peneliti sendiri bahwa aktivitas atau pekerjaan yang dilakukan oleh tuna netra yang bekerja sebagai tukang pijat menunjukkan adanya konsep diri yang positif.
BAB II DASAR TEORI A. Konsep Diri Definisi Konsep Diri 1. Konsep diri menurut Wahyurini dan Mashum (2003) adalah
semua perasaan dan pemikiran individu akan dirinya meliputi kemampuan, karakter diri, tujuan hidup, kebutuhan dan penampilan diri. Konsep diri adalah self image (citra diri) yang merupakan gambaran : a. Siapa saya, yaitu bagaimana individu menilai keadaan pribadi seperti tingkat kecerdasan, status sosial ekonomi, keluarga atau peran lingkungan sosial individu.
b. Saya ingin menjadi apa, yaitu individu memiliki harapan- harapan ideal yang ingin dicapai yang cenderung tidak realistis.
c. Bagaimana orang lain memandang saya, yaitu menunjukkan pada perasaan keberartian diri individu bagi lingkungan sosial maupun diri sendiri.
Menurut Rakhmat (2003), konsep diri bukan sekedar gambaran deskriptif saja tetapi juga penilaian individu tentang didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian seseorang terhadap dirinya.
Konsep diri merupakan sikap dan keyakinan individu terhadap dirinya sendiri yang mencakup seluruh pandangan tentang kelemahan dan kelebihannya. Sikap dan keyakinan individu yang negatif terhadap kualitas dan kemampuan individu dalam menghadapi sesuatu akan mengakibatkan individu memandang bahwa tugas yang dihadapinya merupakan sesuatu yang sulit, tetapi sebaliknya jika ia memandang tugas tersebut sebagai sesuatu yang positif berarti ia mempunyai sikap dan keyakinan yang positif terhadap dirinya. Individu akan berhasil apabila konsep diri seseorang sesuai dengan karakteristik diri dan sesuai dengan kenyataan yang ada. Namun jika terjadi kesenjangan antara konsep diri dengan kenyataan, maka individu akan mengalami kecemasan dan akhirnya melakukan mekanisme pertahanan diri (Rogers dalam Hendrato, 2005).
Berdasarkan beberapa uraian dan definisi konsep diri di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah keseluruhan pandangan, penilaian, keyakinan dan perasaan seseorang mengenai dirinya baik positif maupun negatif meliputi kemampuan, karakter diri, harapan, tujuan hidup, kebutuhan dan perilaku seseorang yang tampak dari bagaimana cara ia memandang diri dan kemampuannya.
Perkembangan dan Pembentukan Konsep Diri 2.
Menurut Rini (2002) dan Hurlock (1996), konsep diri seseorang terbentuk melalui proses belajar sejak masa pertumbuhan dari kecil hingga dewasa dimulai dari pengalaman- pengalaman seseorang terhadap lingkungan terdekatnya yaitu lingkungan rumah dan anggota keluarga. Pola asuh orang tua serta lingkungan dapat menjadi sumber informasi untuk menilai dirinya.
Individu cenderung memiliki konsep diri negatif apabila ia dibesarkan dengan pola asuh yang keliru, kurang mendukung dan negatif seperti orang tua suka marah-marah, menganiaya, mengabaikan anak, dan lain-lain. Sebaliknya individu akan memiliki konsep diri positif dan merasa bahwa dirinya berharga apabila seseorang dibesarkan dengan pola asuh yang positif seperti adil, menyayangi anak, mau menerima kegagalan atau kekurangan anak, selalu memotivasi anak.
Ditinjau dari perkembangan individu, konsep diri seseorang berkembang sesuai dengan bertambahnya usia seseorang yang sifatnya relatif stabil dan hanya mengalami sedikit perubahan usia dewasa dini. Keberhasilan atau kegagalan individu dalam menguasai tugas perkembangan seperti yang diharapkan akan mempengaruhi konsep diri dan kebahagiannya saat itu maupun tahun-tahun terakhir kehidupannya (Hurlock, 1996). Konsep diri akan menjadi negatif bila seseorang tidak dapat melaksanakan tugas perkembangannya dengan baik karena mendapat kecaman dan celaan dari masyarakat di lingkungannya. Akibatnya orang akan menjadi sedih dan tidak bahagia. Konsep diri dan harga diri seseorang akan meningkat dan lebih ke arah positif apabila berhasil dalam melakukan tugas perkembang sehingga seseorang akan merasa bahagia.
Simon (2006) mengatakan bahwa konsep diri individu bersifat dinamis yaitu dapat berubah dan berkembang setiap waktu.
Perubahan dan perkembangan ini berlangsung sejak anak mengenal bahasa dan dapat melibatkan diri dalam interaksi sosialnya.
Semakin luas perubahan dan perkembangan diri individu maka semakin rinci serta mantap pola konsep dirinya.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri 3.
Menurut Hurlock (1996) ada beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri antara lain adalah :
Usia kematangan seseorang bukan dinilai dari banyak sedikitnya usia seseorang melainkan dilihat dari bagaimana seseorang memandang dan menyikapi permasalahan yang muncul dalam melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan. Konsep diri seseorang akan menjadi positif apabila keyakinan dan kepercayaan seseorang terhadap kualitas dan kemampuan dirinya tinggi sehingga ia dapat mandiri dan tidak bergantung lagi dengan bantuan orang lain. Konsep diri akan menjadi negatif apabila seseorang merasa tidak mampu, mudah putus asa, dan selalu merasa tergantung dengan bantuan orang lain. Cacat tubuh b.
Tubuh atau fisik yang sempurna tentu saja akan meningkatkan kepercayaan diri seseorang. Oleh karena itu, konsep diri seseorang akan positif apabila penilaian maupun pandangan seseorang terhadap tubuhnya baik meskipun terdapat cacat fisik sekalipun Seseorang yang berkonsep diri positif cenderung lebih mampu menerima kekurangan dalam dirinya di samping kelebihannya. Di lain pihak, konsep diri seseorang akan menjadi negatif apabila keadaan fisiknya tidak sesuai dengan apa yang Julukan c.
Nama julukan yang diberikan teman sebaya maupun masyarakat pada seseorang dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Konsep diri seseorang akan menjadi negatif apabila ia tidak mampu menyikapi nama julukan yang diberikan yang cenderung bersifat negatif dan tidak dapat melakukan penyesuaian dengan baik. Ini berarti ia tidak memiliki keyakinan yang kuat terhadap dirinya sendiri. Biasanya ia akan menjadi pemurung, mudah tersinggung, mudah putus asa, dan merasa tidak berarti. Konsep diri akan menjadi positif apabila seseorang mampu menyikapi julukan yang diterimanya dengan positif dan melakukan penyesuaian diri dengan baik sehingga muncul perasaan keberartian diri.
Hubungan dengan keluarga d.
Hubungan seseorang dengan keluarga yang positif dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Misalnya, adanya komunikasi yang baik, adanya kasih sayang yang cukup antaranggota keluarga, dan lain-lain sehingga konsep diri seseorang juga positif. Konsep diri menjadi negatif apabila hubungan seseorang dengan keluarganya, misalnya berdasarkan pola hubungannya dengan orang terdekatnya dalam keluarga.
Lingkungan masyarakat e.
Konsep diri positif jika penerimaan dan dukungan masyarakat terhadap kelebihan maupun kekurangannya juga positif. Namun konsep diri akan menjadi negatif apabila lingkungan masyarakat cenderung memberikan kecaman dan celaan sehingga orang akan menjadi sedih, terasing dan tidak bahagia.
Kreativitas f.
Seseorang yang sejak anak-anak berlatih kreatif akan mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang memberikan pengaruh yang positif bagi konsep dirinya. Seseorang akan memilki konsep diri yang negatif jika sejak anak-anak selalu mengikuti pola yang diberikan oleh lingkungan sehingga kurang memiliki perasaan individualitas dan identitas. Harapan dan cita-cita individu g.
Seseorang yang memiliki cita-cita yang realistis dan benar-benar nengenal karakter pribadi dan kemampuannya akan cenderung mempunyai keberhasilan dalam cita dan harapannya tidak realistis karena dapat menyebabkan timbulnya perasaan tidak mampu atau mekanisme diri untuk menutupi kegagalannya. Menurut Centi (1993) dalam Liawati (2006 ) mengatakan bahwa beberapa faktor yang cukup berpengaruh dalam pembentukan konsep diri seseorang adalah:
Orang tua a.
Penilaian orang tua kepada anak akan menjadi sumber bagi seseorang dalam menilai dirinya. Konsep diri seseorang akan positif jika orang tua secara tulus dan konsisten menunjukkan cinta dan sayangnya kepada anak sehingga mereka akan memandang dirinya pantas dicintai baik oleh dirinya sendiri maupun orang lain.
Saudara kandung b.
Bagaimana hubungan seseorang dengan saudara kandung juga penting dalam pembentukan konsep diri.
Misalnya berkaitan dengan perlakuan terhadap anak sulung sebagai pemimpin dan anak bungsu sebagai anak kecil yang harus selalu dilindungi. Teman sebaya c.
Dalam pergaulan dengan teman, apakah seseorang Masyarakat d.
Mampu tidaknya seseorang memenuhi norma yang berlaku di masyarakat dan bagaimana penerimaan masyarakat terhadap diri dan kecocokan cita-cita seseorang dengan cita-cita masyarakat memiliki peranan penting dalam penbentukan konsep diri. Pengalaman e.
Pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri juga dipengaruhi oleh pengalaman keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami. Pengalaman keberhasilan dapat mengembangkan konsep diri positif sedangkan pengalaman kegagalan dapat mengarah pada pembentukan konsep diri yang negatif.
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri yaitu usia kematangan, cacat tubuh, julukan, hubungan dengan keluarga (orang tua dan saudara kandung), lingkungan masyarakat, teman sebaya, kreativitas, harapan dan cita-cita individu, dan pengalaman. Aspek-aspek Konsep Diri 4.
Aspek Fisik a.
Aspek fisik meliputi penilaian individu terhadap segala sesuatu yang dimilikinya seperti tubuh, kesehatan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan penampilan fisik. Hal ini berkaitan dengan komunikasi dan interaksinya dengan orang lain dalam rangka melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan di luar dirinya. Konsep diri akan menjadi negatif apabila seseorang merasa bahwa penampilan fisiknya kurang atau tidak sempurna (misalnya cacat) dan tidak dapat menerima kekurangannya tersebut sebagai suatu kenyataan. Biasanya ia akan merasa minder, tidak percaya diri, dan tidak yakin akan dirinya. Sebaliknya konsep diri akan positif apabila seseorang dapat menerima kondisi tubuhnya apa adanya dan mau menerima kekurangan yang ada pada dirinya sehingga apapun kondisi yang dimilikinya tetap akan merasa nyaman, percaya diri dan lebih yakin pada dirinya sendiri dalam melakukan penyesuaiai diri yang baik. Aspek Psikis b.
Aspek psikis meliputi pikiran, perasaan dan sikap yang dimiliki seseorang tentang dirinya (berkaitan dengan karakteristik dan sifat-sifat yang dimilikinya). Konsep dirinya akan positif jika ia mengenal dirinya dengan baik, yakin akan kemampuannya dan harapan yang dimiliki sesuai dengan kemampuannya sehingga dalam melakukan segala sesuatu kemungkinan berhasil lebih besar. Keberhasilan tentu saja akan memberikan kepuasaan, kepercayaan diri dan kebahagiaan bagi seseorang.
Sebaliknya, konsep diri akan negatif jika seseorang merasa tidak mampu, tidak yakin akan dirinya dan memiliki harapan yang tidak realistis sehingga cenderung mengalami kegagalan dan menimbulkan perasaan tidak bahagia.
Aspek Moral c.
Aspek moral meliputi nilai dan prinsip yang memberi arti serta arah bagi kehidupan seseorang.
Seseorang dengan konsep diri positif akan mengambil segala sesuatu dari lingkungan dn menjadikannya pedoman atau patokan dalam berperilaku sehingga ia mengetahui mana yang benar dan yang salah. Sebaliknya konsep yang benar dan yang salah sehingga ia tidak memiliki patokan yang benar dalam berperilaku yang baik.
Aspek Sosial d.
Aspek sosial meliputi bagaimana peranan sosial yang dimainkan individu, bagaimana interaksi sosialnya, dan bagaimana penilaiannya terhadap peranan tersebut. Peranan sosial merupakan harapan-harapan sosial baru dari masyarakat seperti memiliki pekerjaan tetap dan membentuk keluarga merupakan harapan bagi orang dewasa. Seseorang dengan konsep positif akan menilai dan mempersiapkan dirinya untuk mencapai harapan tersebut dengan penuh percaya diri.
Di lain pihak, seseorang dengan konsep negatif akan menjadikan harapan tersebut sebagai “beban“ yang membuatnya merasa tidak percaya diri sehingga akan menimbulkan berbagai macam reaksi mekanisme pertahanan diri. Terkadang ada juga orang yang tetap memenuhi peranan itu meski keyakinan dan kepercayaan terhadap kemampuannya kurang. Ini berarti konsep dirinya juga masih negatif. Jenis-jenis Konsep Diri 5.
Ada 2 macam konsep diri menurut Burns (dalam Rasuh, 2005) yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif meliputi evaluasi diri yang positif, perasaan harga diri yang positif dan penerimaan diri yang positif. Seseorang dengan konsep diri positif akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri, dn selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu. Konsep diri negatif meliputi evaluasi diri yang negatif, membenci diri sendiri, perasaan rendah diri, tidak menghargai diri sendiri, dan tidak menerima diri. Konsep diri seseorang dianggap negatif jika ia meyakini bahwa dirinya lemah, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, cacat, dan kehilangan daya tarik hidup.
Ciri-ciri Konsep Diri 6.
Ciri-ciri konsep diri menurut Emmert (dalam Rakhmat, 2003) adalah :
Ciri-ciri konsep diri positif : a.
Yakin terhadap kemampuannya menghadapi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, tidak sombong, mampu memperbaiki diri, menyadari bahwa setiap orang memiliki perasaan yang khas b.
Ciri-ciri konsep diri negatif : Peka terhadap kritik, mudah marah, responsif dalam menerima pujian, hiper kritis (meremehkan segala sesuatu pada orang lain), mudah cemas, mudah putus asa, memandang diri tidak memiliki potensi, kurang mampu mengaktualkan potensi, cenderung merasa tidak disenangi orang lain, pesimis terhadap kompetisi dan meraih prestasi.
B. Dewasa Madya
Masa dewasa madya adalah masa penting bagi seseorang terutama dalam prosesnya untuk menyesuaikan diri terhadap peran baru dan harapan sosial usia madya. Hal ini berkaitan dengan tugas perkembangan pada masa dewasa madya, yaitu penyesuaian terhadap kehidupan keluarga dan pemantapan standar hidup keluarga yang relatif mapan, tanggung jawab umum dan sosial, serta terhadap pemanfaatan kegiatan orang dewasa pada waktu luang (Hurlock, 1996) sehingga adanya konsep diri yang positif sangat penting dalam mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
1. Definisi dan Batasan Dewasa Madya
Dewasa disebut juga dengan istilah adult yang berasal dari kata Latin berarti tumbuh menjadi dewasa. Orang dewasa adalah dewasa madya dimulai pada usia 40 sampai 60 tahun (Hurlock, 1996). Masa ini merupakan periode yang sulit dan menakutkan, masa transisi dan penuh stres, masa untuk memperoleh penilaian, dan masa yang menjemukan dalam rentang kehidupan seseorang.
Menurut Santrock (2003) masa dewasa tengah (middle
adulthood) adalah masa perkembangan yang dimulai kira-kira
antara usia 35-45 tahun dan berakhir pada usia antara 55 dan 65 tahun. Bagi banyak orang, paruh kehidupan adalah suatu masa menurunnya ketrampilan fisik dan semakin besarnya tanggung jawab; suatu periode di mana orang menjadi semakin sadar akan popularitas muda-tua dan semakin berkurangnya jumlah waktu yang tersisa dalam kehidupan; suatu titik ketika individu berusaha meneruskan sesuatu yang berarti pada generasi berikutnya; dan suatu masa ketika orang mencapai dan mempertahankan kepuasan dalam karirnya. Kepuasan kerja meningkat secara stabil sepanjang kehidupan kerja dari usia 20 sampai setidaknya usia 60 tahun, baik orang dewasa yang berpendidikan tinggi maupun yang tidak berpendidikan tinggi (Rhodes, 1983; Tamir, 1982 dalam Santrock, 2002).
Papalia dan Olds (1986) mengatakan bahwa orang pada masa dewasa madya antara usia 40-65 tahun biasanya masih dalam Levinson (1978) dalam Santrock (2002) mengatakan bahwa pada usia 40 tahun individu telah mencapai tempat yang stabil dalam karirnya, telah mengatasi dan menguasai usaha-usaha sebelumnya yang lebih lemah untuk belajar menjadi orang dewasa, dan sekarang harus melihat ke depan pada jenis kehidupan yang akan dijalaninya sebagai orang dewasa usia tengah baya. Dalam California Longitudinal Study, Levinson dan Peskin (1981) dalam Santrock (2002) menemukan bahwa pada waktu individu berusia 34-50 tahun, mereka adalah kelompok usia yang paling sehat, paling tenang, paling bisa mengontrol diri, dan juga paling bertanggung jawab.
Berdasarkan uraian di atas masa dewasa madya adalah masa yang dimulai dari usia 35-60 tahun di mana seseorang mengalami penurunan ketrampilan fisik, peningkatan tanggung jawab terhadap keluarga dan lingkungan sosial, mencapai dan mempertahankan kepuasan dalam karir, serta mengembangkan kegiatan di waktu luang. Ciri-ciri Dewasa Madya 2.
Menurut Hurlock (1996), ciri-ciri masa dewasa madya antara lain adalah sebagai berikut : Pada masa ini merupakan masa stres, di mana terjadi penyesuaian secara radikal terhadap peran dan pola hidup yang berubah, khususnya bila disertai dengan perubahan fisik yang cenderung merusak homeostatis fisik dan psikologis seseorang dan membawa ke masa stres dalam melakukan penyesuaian pokok yang harus dilakukan di rumah, bisnis, dan aspek sosial kehidupan mereka.